• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penambahan ekstrak etanol cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam sosis untuk penghambatan kerusakan oksidatif lemak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penambahan ekstrak etanol cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam sosis untuk penghambatan kerusakan oksidatif lemak"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL

CENGKEH (Eugenia caryophyllata Thunb) DALAM SOSIS

UNTUK PENGHAMBATAN KERUSAKAN

OKSIDATIF LEMAK

FRISKA SYAIFUL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam Sosis untuk Penghambatan Kerusakan Oksidatif Lemak adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Friska Syaiful

(3)

ABSTRACT

FRISKA SYAIFUL. Effect of Ethanol Extract of Clove in Sausage to Inhibit the Oxidative Rancidity of Fat. Under direction of C. HANNY WIJAYA and FERI KUSNANDAR

Lipid oxidation is responsible to the deterioration of meat and meat products. Sausages are popular processed meats which are easy to experience rancid. The addition of naturally occured antioxidant in spices might be possible to reduce the rancidity in meat products. The effect of ethanol clove extract addition at different concentrations (0, 200, 500 and 800 ppm) to inhibit the lipid oxidation of beef and chicken sausages were studied. The treated sausages were stored at chilling temperature of 4oC for 14 days as weel as at freezing temperature of -10oC for 56 days. Antioxidant activity of ethanol extract of clove were measured before its application to sausages. Lipid oxidation (peroxide and TBA value), fatty acid profile, and microbial growth were determined during the storage period.

The result showed that ethanol extract of clove had better antioxidant activity than that of BHT (IC50 of ethanol extract of clove was 33 µg/ml, lower than BHT that was 65 µg/ml). All concentrations significantly reduced (p<0.05) the peroxide and TBA values of sausage compared to the control. Sausage with the addition of 800 ppm showed the lowest lipid oxidation and was sensorically acceptable. Combination of ethanol extract of clove and freezing temperature was more effective than combination of etanol extract of clove storing at chilling temperatur.

(4)

FRISKA SYAIFUL. Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam Sosis untuk Penghambatan Kerusakan Oksidatif Lemak Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA dan FERI KUSNANDAR.

Oksidasi lemak merupakan penyebab utama kerusakan pada daging dan produk olahan daging. Sosis adalah produk olahan daging yang sudah cukup populer. Sosis mudah mengalami kerusakan oksidatif yang dapat menyebabkan ketengikan. Antioksidan sintetis seperti BHA dan BHT sering ditambahkan pada sosis untuk menghambat terjadinya oksidasi lemak. Namun karena kecenderungan saat ini untuk menggunakan bahan tambahan alami, sehingga penggunaan rempah-rempah sebagai salah satu bahan alami yang mengandung senyawa antioksidan semakin mendapat perhatian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak etanol cengkeh dalam menghambat oksidasi lemak pada sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan. Perlakuan yang diukur adalah penambahan ekstrak etanol cengkeh pada beberapa konsentrasi (200, 500 dan 800 ppm) dan kontrol (tanpa penambahan ekstrak etanol cengkeh) serta perlakuan lama penyimpanan. Penyimpanan sosis dilakukan pada suhu dingin (4oC) dan suhu beku (-10oC). Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol cengkeh diukur sebelum diaplikasikan pada sosis.

Paramater penghambatan terhadap oksidasi lemak adalah bilangan peroksida, bilangan TBA dan profil asam lemak. Pengukuran dilakukan selama 14 hari untuk sosis yang disimpan pada suhu dingin, sedangkan untuk sosis yang disimpan pada suhu beku pengamatan dilakukan selama 56 hari. Analisa proksimat sosis dan total mikroba dilakukan untuk mengetahui apakah sosis yang dihasilkan memenuhi syarat mutu menurut SNI Tahun 1995. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dua faktor, dimana faktor pertama adalah ekstrak etanol cengkeh dan faktor kedua adalah lama penyimpanan. Uji lanjut yang digunakan adalah uji BNT.

(5)

Sosis sapi memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang lebih tinggi daripada asam lemak jenuhnya. Asam lemak tidak jenuh tertinggi pada sosis sapi adalah asam oleat 1.326.6 mg/100 g sosis. Penambahan ekstrak etanol cengkeh pada konsentrasi 800 ppm dapat menekan oksidasi lemak tidak jenuh sapi terutama asam lemak oleat, linoleat dan linolenat.

Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa kadar air, abu, protein dan lemak sosis sapi dan sosis ayam memenuhi syarat mutu sosis berdasarkan SNI. Hasil analisa total mikroba juga menunjukkan bahwa total mikroba pada sosis selama penyimpanan tidak lebih dari 105 koloni/g yaitu batas maksimal jumlah mikoba yang diperkenankan ada pada sosis berdasarkan standar SNI.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL

CENGKEH (Eugenia caryophyllata Thunb) DALAM SOSIS

UNTUK PENGHAMBATAN KERUSAKAN

OKSIDATIF LEMAK

FRISKA SYAIFUL

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam Sosis untuk Penghambatan Kerusakan Oksidatif Lemak.

Nama : Friska Syaiful NIM : F 251050071

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Sc

Ketua Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(10)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Cengkeh (Eugenia caryophyllata Thunb) dalam Sosis untuk Penghambatan Kerusakan Oksidatif Lemak. Penulisan tesis ini sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Sc dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang disela-sela kesibukannya masih dapat meluangkan waktu untuk bimbingan, arahan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Sukarno, M.Sc yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi.

Terima kasih tak terhingga diucapkan kepada suami tercinta Firdaus, anak-anak (Rania dan Rafi), ayaha Syaiful Kahar, ibu Zuraida Taher, ibu mertua Yohana serta papa H. Sjahrul Djuman dan mama Hj. Zuldjati Sjahrul, atas segala doa, kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan yang luar biasa selama penulis menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascarjana IPB. Adinda Yurika, Meilani, A. Taufik dan Mira serta kerabat keluarga lainnya, terima kasih atas dukungan dan doanya.

Terima kasih diucapkan kepada Ketua Program Studi Ilmu Pangan (IPN) Dr. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc dan seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Pangan atas segala bantuan, perhatian dan dukungan selama penulis menempuh studi di Program Studi Ilmu Pangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf Laboratorium Departemen Ilmu dan Tekologi Pangan atas segala bantuan dan kerjasamanya kepada penulis. Teman-teman IPN angkatan 2005, khususnya Ahyar, Dian, Fitri, mbak Anti dan Uni Rini, diucapkan terimakasih untuk sukacita dan dukacita selama di IPN.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membaca. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Bogor, Februari 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 6 Februari 1975, dari ayah Syaiful Kahar dan ibu Zuraida Taher. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No 82 Padang (1981-1987). Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 7 Padang (1987-1990), dan Sekolah Menengah Umum di SMA Negeri 2 Padang (1990-1993). Penulis menempuh pendidikan Sarjana di Universitas Sriwijaya Palembang melalui jalur UMPTN (1993-1997) pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian.

(12)

xi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Cengkeh ... 32

Uji Organoleptik Sosis ... 33

Proksimat Sosis ... 35

Bilangan Peroksida ... 36

Bilangan TBA ... 40

Profil Asam Lemak ... 43

Analisa Mikrobiologi ... 45

SIMPULAN DAN SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Senyawa volatil dari cengkeh yang diekstrak dengan heksan (%) ... 5

2 Kandungan zat gizi dari cengkeh (per 100g bahan) ... 5

3 Komposisi asam lemak daging ayam dan daging sapi (%) ... 7

4 Aktivitas antioksidan beberapa rempah-rempah di Indonesia ... 12

5 Syarat mutu sosis berdasarkan SNI 01-3820.1995 ... 14

6 Formulasi dasar dalam pembuatan sosis sapi . ... 23

7 Aktivitas antioksidan ekstrak cengkeh, BHA dan BHT ... 32

8 Kadar proksimat sosis sapi ... 36

9 Kadar proksimat sosis ayam ... 36

10 Komposisi asam lemak sosis sapi sebelum dan sesudah disimpan pada suhu 4 oC selama 14 hari (mg AL/kg) ... 44

11 Komposisi asam lemak sosis sapi sebelum dan sesudah disimpan pada suhu -10 oC selama 56 hari (mg AL/kg) ... . 44

12 Total mikroba pada sosis sapi dan sosis ayam yang disimpan pada suhu dingin 4 oC selama 14 hari (log koloni/g) ... . 46

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Rumus bangun eugenol ... 4

2 Mekanisme antioksidan dari eugenol ... 6

3 Reaksi antara TBA dan MDA membentuk komplek TBA-MDA ... 9

4 Diagram alir proses ekstraksi antioksidan cengkeh ... 22

5 Diagram alir pembuatan sosis ... 24

6 Rata-rata skor kesukaan terhadap rasa dari (1) sosis sapi dan (2) sosis ayam ... 34

7 Rata-rata skor kesukaan terhadap aroma dari (1) sosis sapi dan (1) sosis ayam ... 35

8 Bilangan peroksida dari sosis sapi yang disimpan pada suhu 4 oC ... ... 38

9 Bilangan peroksida dari sosis sapi yang disimpan pada suhu -10 oC ... .. 38

10 Bilangan peroksida dari sosis ayam yang disimpan pada suhu 4 oC ... 39

11 Bilangan peroksida dari sosis ayam yang disimpan pada suhu oC ... 39

12 Bilangan TBA dari sosis sapi yang disimpan pada suhu 4 oC ... ... 41

13 Bilangan TBA dari sosis sapi yang disimpan pada suhu oC ... ... 41

14 Bilangan TBA dari sosis ayam yang disimpan pada suhu 4 oC ... ... 42

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Formulir pengujian hedonik ... 53

2 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT rasa sosis sapi ... 54

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT aroma sosis sapi ... 54

4 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT rasa sosis ayam ... 55

5 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT aroma sosis ayam ... 55

6 Bilangan peroksida sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC (meq O 2/kg) ... 56

7 Bilangan peroksida sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu beku (meq O2/kg) ... 57

8 Bilangan TBA sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC (mg MDA//kg) ... 58

9 Bilangan TBA sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu beku (mg MDA//kg) ... 59

10 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis sapi selama penyimpanan pada suhu 4 oC . ... 60

11 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis sapi selama penyimpanan pada suhu -10 oC ... 61

12 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis ayam selama penyimpanan pada suhu 4 oC ... 62

13 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan peroksida sosis ayam selama penyimpanan pada suhu -10 oC ... 63

14 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis sapi selama penyimpanan pada suhu 4 oC ... 64

(16)

xv

16 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis ayam

selama penyimpanan pada suhu 4 oC ... 66

17 Hasil sidik ragam dan uji lanjut BNT bilangan TBA sosis ayam

(17)

PEN

DAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu kerusakan yang sering terjadi pada produk pangan selama penyimpanan adalah reaksi oksidasi lemak. Oksidasi lemak tidak hanya menyebabkan perubahan pada rasa, aroma dan warna, tetapi juga dapat menyebabkan penurunan nilai gizi pada produk pangan dan pada kondisi tertentu dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik. Reaksi oksidasi non enzimatis (autoxidation) dapat terjadi apabila lemak, terutama asam lemak tidak jenuh bereaksi dengan oksigen yang ada di udara.

Daging dan produk olahannya merupakan komoditi pangan hasil ternak yang bersifat mudah mengalami oksidasi. Hal ini disebabkan karena daging mempunyai kandungan lemak yang cukup tinggi. Kecepatan oksidasi daging berbeda-beda, antara lain tergantung pada komposisi dari asam lemak penyusunnya dan keseimbangan antara antioksidan dan prooksidan. Daging dengan kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi terutama PUFA (polyunsaturated fatty acid) seperti daging babi, ikan dan ayam cenderung lebih mudah teroksidasi (Sebranek et al. 2005).

Oksidasi lemak daging menghasilkan produk oksidasi primer dan sekunder seperti hidroperoksida, radikal-radikal bebas, malonaldehida (MDA), epoksi, alkana, hidrokarbon, alkohol dan asam-asam. Terjadinya peningkatan pada bilangan peroksida atau senyawa-senyawa turunannya terutama MDA, dapat menyebabkan ketengikan (rancidity) dan dapat dideteksi secara sensori. Menurut Rahman (2007), ketengikan pada daging dapat dideteksi pada nilai MDA 1-2 mgMDA/kg daging.

(18)

menggunakan bahan tambahan pangan alami, sehingga eksplorasi dan penggunaan sumber antioksidan alami mulai mendapat perhatian.

Beberapa jenis rempah seperti sage dan rosemary berpotensi sebagai antioksidan dan luas digunakan pada produk daging. Namun rempah-rempah ini kurang efektif dibandingkan BHA dan BHT. Ahn et al. (2002) melaporkan bahwa ekstrak rosemary kurang efektif dibandingkan BHA (Butylated Hydroxyanisole) dan BHT (Butylated Hydroxytoluene) dalam menekan oksidasi pada daging sapi masak. Selain itu penggunaan ekstrak rempah-rempah dalam konsentrasi tinggi dapat mempengaruhi rasa dan aroma dari produk yang dihasilkan sehingga dapat mengurangi penerimaan konsumen, sehingga efektivitas penggunaan antioksidan dari rempah-rempah ditentukan oleh kemampuannya dalam menghambat oksidasi lemak dan secara sensori dapat diterima.

Cengkeh (Eugenia caryophylata Thunb) merupakan salah satu jenis rempah yang sudah sejak lama digunakan sebagai sumber flavor alami dalam berbagai produk pangan, seperti daging dan produk olahan daging, ikan dan ayam. (Sulieman et al. 2007). Cengkeh juga dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antioksidan dari cengkeh lebih baik dari rempah-rempah lainnya seperti rosemary, sage, oregano, pala, jahe dan hampir sama kuat dengan antioksidan sintetis BHA dan BHT (Lee dan Shibamoto 2001, Gulcin et al. 2004, Nasar et al. 2007, Phoupuritham et al. 2007). Namun efektivitasnya dalam mencegah terjadinya reaksi oksidasi lemak pada sistem pangan terutama produk olahan daging, belum banyak dipelajari.

Kombinasi antara penggunaan antioksidan dan penyimpanan pada suhu rendah memberikan efek penghambatan yang lebih baik terhadap oksidasi lemak. Penelitian yang dilakukan oleh Karimova et al. (1998) dan Marcincah et al.

(19)

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penambahan ekstrak etanol cengkeh yang mengandung antioksidan dalam menghambat oksidasi lemak pada sosis sapi dan sosis ayam selama penyimpanan pada suhu rendah.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah diharapkan ekstrak etanol cengkeh dapat digunakan sebagai antioksidan pada sosis sapi dan sosis ayam menggantikan antioksidan sintetis BHA dan BHT.

Hipotesis

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Cengkeh

Cengkeh (Eugenia caryophylata Thunb) tergolong ke dalam famili Myrtaceae. Tanaman ini banyak terdapat di bagian timur Indonesia seperti Ternate, Tidore, Motar dan Bacan. Merupakan tanaman tropis berakar tunggang, bercabang panjang dan kuat. Tinggi tanaman dapat mencapai 20 meter dan dapat bertahan hidup hingga lebih dari 100 tahun.

Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena hampir semua bagian pohon mengandung minyak, terutama bunga, batang dan daun. Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut bervariasi jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga. Bunga cengkeh mengandung 15-20% minyak cengkeh, batang mengandung 5-7%, sedangkan daun mengandung sekitar 3% (Peter 2001).

Hasil analisa ekstrak bunga cengkeh dengan GC-MS seperti yang dilaporkan oleh Nasar et al. (2007) menunjukkan bahwa komponen utama pada minyak cengkeh adalah eugenol (Tabel 1). Eugenol (1-hidroksi 2-metoksi 4-alil benzena) adalah senyawa golongan hidrokarbon teroksidasi (oxygenated hydrocarbon) yang merupakan cairan minyak tidak berwarna atau sedikit kekuningan, mudah menguap, akan menjadi coklat jika kontak dengan udara dan berasa getir. Mempunyai rumus molekul C10H1202 dan bobot molekul 164.2

g/mol. Eugenol mempunyai flavor rempah-rempah dengan rasa yang sangat pedas dan panas, sehingga banyak digunakan sebagai flavor dalam produk rokok, minuman tidak beralkohol, berbagai produk pangan serta kosmetik (Bedoukian 1967). Rumus bangun eugenol ditunjukkan pada Gambar 1.

(21)

5

Tabel 1 Senyawa volatil dari cengkeh yang diektrak dengan heksan (%)

Senyawa Jumlah

Octadecanoic acid butyl ester 0.33

Phenol-4-(2,3-dihydro-7-methoxy-3-methyl-5-

(1-propenyl)-2-benzofurane 0.98

Dodecatrionoic acid-3,7,11-trimethyl ethyl ester 0.38

Vitamin E acetate 0.43

Sumber: Nasar et al. (2007)

Disamping sebagai sumber flavor alami, cengkeh juga mengandung zat gizi seperti protein, vitamin dan mineral. Komposisi kandungan gizi dari cengkeh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan zat gizi dari cengkeh (per 100 g bahan)

(22)

Cengkeh telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang cukup baik. Menurut Rajalaksmi dan Narasimhan (1995), antioksidan dari cengkeh bekerja sebagai penangkap radikal-radikal bebas dengan mendonasikan hidrogen atau elektron ke radikal bebas dan mengkonversinya menjadi produk yang lebih stabil (non radikal). Eugenol adalah senyawa utama yang bertanggungjawab terhadap kekuatan aktioksidan dari cengkeh. Eugenol memiliki 90% aktivitas penghambatan terhadap radikal bebas dan efektif pada sistem emulsi minyak dalam air (Naveena et al. 2006). Mekanisme penghambatan dari eugenol terhadap reaksi autooksidasi dapat dilihat pada Gambar 2 (Ogata et al. 2000).

Gambar 2. Mekanisme antioksidan dari eugenol.

Mannie (1999) dan Lambert et al. (2001), melaporkan bahwa minyak cengkeh juga mempunyai aktivitas antimikroba. Minyak cengkeh dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Minyak cengkeh yang diaplikasikan pada daging sapi segar dan sosis fermentasi efektif menghambat pertumbuhan bakteri E. Coli. Efek penghambatan terhadap mikroba ini disebabkan karena cengkeh mengandung senyawa terpenoid yang dapat merusak membran sel mikroba, sehingga pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Lebih lanjut dilaporkan oleh Lee dan Shibamoto (2001), bahwa komponen aroma utama pada cengkeh yaitu eugenol, dilaporkan juga mempunyai aktivitas antijamur.

Oksidasi Lemak

(23)

7

merupakan sumber vitamin larut lemak (A, D, E dan K) dan lemak dari beberapa sumber mengandung omega 3 (ω3-polyunsaturated fatty acid) yang dapat mengurangi resiko penyakit cardiovaskuler, hipertensi dan arthritis (Echarte et al.

2001).

Daging dan produk olahan daging sangat rentan terhadap proses oksidasi karena kandungan lemaknya yang cukup tinggi. Menurut Jensen et al. (1997) proses oksidasi lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan lemak dan profil asam lemaknya, adanya katalis dan komponen yang bersifat prooksidan (metal, mioglobin, haemoglobin), kandungan antioksidan dalam jaringan (tokoferol), proses pengolahan (pencampuran, pemanasan) dan kondisi penyimpanan (waktu, suhu dan pengemasan).

Jumlah dan komposisi asam lemak pada daging berbeda-beda tergantung pada asal ternaknya, genetik, jenis kelamin, makanan dan lingkungannya. Daging ayam secara umum memiliki kandungan PUFA yang lebih tinggi dibandingkan daging sapi, dimana rasio PUFA/SFA pada ayam adalah 0.65 sedangkan daging sapi 0.12 (Tabel 3).

Tabel 3 Komposisi asam lemak daging ayam dan daging sapi (%)

Asam lemak Daging ayam Daging sapi

(24)

Baik asam lemak jenuh maupun asam lemak tidak jenuh dapat mengalami oksidasi. Namun asam lemak tidak jenuh lebih mudah teroksidasi dibandingkan asam lemak jenuh karena adanya ikatan ganda yang sangat tidak stabil. Semakin meningkat derajat ketidakjenuhan dari asam lemak semakin meningkat juga kecepatan oksidasinya, misalnya adalah kecepatan oksidasi dari asam lemak C18 pada suhu 25 oC. Kecepatan oksidasi dari asam stearat (C18:0), asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2) dan asam linolenat (C18:3) adalah 1:100:1200:2500 (Shahidi 1992)

Proses pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap stabilitas lemak. Proses pengolahan (pemotongan, penggilingan dan pemanasan) dapat menyebabkan kerusakan pada sistem membran dan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam terjadinya oksidasi pada lemak intrasellular, terutama phospolipid. Marcincah et al. (2005), melaporkan bahwa nilai TBA pada daging yang diolah menjadi sosis lebih tinggi daripada daging mentahnya yang disimpan selama 14 hari.

Berbagai cara dilakukan untuk melindungi lipid terhadap proses oksidasi, antara lain adalah penambahan antioksidan, penyimpanan suhu rendah, menghindari kontak dengan udara (vacuum packaging dan modified atmosphere ) dan mengeliminir faktor-faktor yang dapat mengkatalis proses oksidasi. Antioksidan dapat memperpanjang umur simpan dari makanan-makanan yang berlemak.

Penyimpanan produk daging dan olahannya pada suhu rendah dapat menghambat terjadinya oksidasi lemak, sehingga umur produk yang disimpan pada suhu rendah lebih panjang dari pada yang disimpan pada suhu ruang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu rendah, selain dapat menghambat pertumbuhan mikroba juga dapat mengurangi terjadinya oksidasi lemak. Menurut Eneji et al. (2007), penyimpanan daging sapi segar selama 6 hari dalam ruang pendingin (8-9 oC) masih memberikan karakteristik

(25)

9

Tingkat oksidasi lemak pada produk pangan dapat diukur dengan menganalisa kehilangan materi lipid misalnya asam lemak atau trigliserida. Dapat juga dilakukan dengan mengukur produk oksidasi lemak baik primer maupun sekunder. Beberapa metode pengukuran oksidasi lemak antara lain adalah bilangan peroksida, diena terkonjugasi, bilangan oktanal, Thiobarbituric Acid Reactive Substances (TBARS), angka anisidin serta produk berfloresen (Pokorny

et al. 2001).

Hidroperoksida merupakan produk primer dari autooksidasi yang tidak berwarna dan tidak berbau, bersifat labil dan mudah terurai menjadi produk sekunder seperti aldehida, alkohol, keton dan asam. Metode titrasi dengan iodometrik telah lama digunakan untuk mengukur senyawa hidroperoksida (ROOH) dan peroksida (ROOR) yang terbentuk. Prinsip pengukurannya adalah reduksi dari hidroperoksida oleh ion iodida (I-). Senyawa I2 yang dilepas oleh

hidroperoksida menggambarkan konsentrasi dari hidroperoksida yang terbentuk, yang dapat diketahui dari jumlah larutan sodium thiosulfat yang berikatan dengan I2 (Antolovich et al. 2002).

Metode TBA merupakan metode pengukuran oksidasi lipid yang paling luas penggunaannya. Menurut Pokorny et al. (2001), prinsip pengukuran angka TBA adalah pengukuran terhadap produk sekunder dari oksidasi lemak yaitu malonaldehida, dimana 1 molekul malonaldehida bereaksi dengan 2 molekul TBA membentuk komplek TBA-MDA. (Gambar 3). Reaksi TBA dengan malonaldehida menghasilkan senyawa berwarna yang dapat diukur secara spektrofotometri.

TBA MDA TBA-MDA

(26)

Antioksidan

Menurut Schuler (1990), antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, memperlambat atau mencegah proses oksidasi (reaksi autooksidasi) pada semua bahan yang mengandung lemak. Secara umum proses oksidasi terjadi dalam tiga fase yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada fase inisiasi, molekul oksigen bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh menghasilkan hidroperoksida dan radikal bebas yang bersifat sangat reaktif. Adanya inisiator seperti logam transisi (besi atau tembaga), enzim lipoksigenase, panas ataupun cahaya dapat meningkatkan laju reaksi pada fase insiasi. Oksidasi kemudian berlanjut pada fase propagasi dimana tejadi autooksidasi. Pada fase terminasi akan terbentuk produk yang tidak reaktif seperti hidrokarbon, aldehida dan keton. Reaksi yang terjadi pada setiap fase adalah sebagai berikut:

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dapat bekerja dengan cara: (1) bereaksi dengan radikal-radikal bebas (antioksidan primer) atau menghambat pembentukan hidroperoksida (antioksidan sekunder), (2) berikatan dengan komplek metal dan (3) mengeliminir oksigen (Marcincah et al. 2005). Antioksidan primer dapat menghambat pembentukan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas, sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Kemampuan dalam proses transfer atom hidrogen ini berhubungan dengan gugus fenolik dari antioksidan. Gugus fenol pada antioksidan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal

bebas dari rantai peroksida (ROO.), dengan reaksi sebagai berikut (Ogata et al. 200):

(27)

11

Berdasarkan sumbernya, antioksidan terbagi menjadi dua kelompok yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetis. Antioksidan alami dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau lebih komponen makanan, (b) substansi yang terbentuk dari hasil reaksi selama pengolahan, dan (c) senyawa antioksidan bahan tambahan makanan yang diisolasi dari sumber alami (Pratt dan Hudson 1990).

Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, herba, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan dan sayur-sayuran. Penggunaan rempah-rempah sebagai antioksidan secara langsung adalah dengan mengekstrak kandungan minyak atsiri yang terkandung dalam rempah tersebut, kemudian ditambahkan ke dalam bahan pangan yang akan diawetkan. Sedangkan penggunaan secara tidak langsung sering dilakukan secara tidak sengaja, misalnya sebagai bumbu masak untuk penyedap rasa.

Fardiaz et al. (1992), meneliti ekstrak antioksidan alami dari 23 jenis rempah-rempah yang dibandingkan aktivitasnya dengan menggunakan oksigen meter. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Wijen, cengkeh dan kunyit menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling tinggi dibandingkan dengan rempah-rempah lain yang diuji.

Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa ekstrak rempah-rempah mempunyai efektivitas yang cukup baik dalam menghambat autooksidasi lemak pada produk pangan, tetapi penggunaan antioksidan dari rempah-rempah ini masih sangat terbatas. Hal ini berhubungan dengan salah satu syarat sifat suatu senyawa antioksidan yang dapat digunakan dalam beberapa pereaksi yaitu tidak berasa dan berbau. Menurut Rajalaksmi dan Narasimhan (1996), antioksidan alami mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan antioksidan sintetis. Kelebihan antioksidan alami yaitu lebih diterima konsumen karena bukan merupakan produk dari reaksi-reaksi bahan kimia, sedangkan kekurangannya adalah lebih mahal karena memerlukan pemurnian (agar lebih efektif dan memiliki sifat yang seragam), kemanan sering tidak diketahui, serta dapat membawa warna, rasa dan aroma rempah-rempah (over taste dan off flavor) pada produk.

(28)

Tabel 4 Aktivitas antioksidan beberapa rempah-rempah di Indonesia

Rempah-rempah Faktor Protektif (FP) R*

Adas 5.31 0.65

R* perbandingan FP sampel dengan FP BHT Sumber: Fardiaz et al. (1992)

Aktivitas antioksidan pada tanaman dan sistem biologis dapat ditentukan secara cepat dan mudah dengan radikal bebas DPPH. Metode DPPH dapat digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan dari sampel padat yang belum diekstraksi ataupun cair, sampel yang larut air, larut lemak, tidak larut atau yang terikat pada dinding sel (Prakash 2001).

(29)

13

Sosis

Istilah sosis berasal dari kata latin salsus yang berarti digarami. Menurut SNI (1995), sosis daging adalah makanan yang diperoleh dari campuran daging halus dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu atau bahan tambahan makanan lainnya yang diizinkan, dan dimasukkan ke dalam selubung sosis.

USDA mengklasifikasikan sosis menjadi beberapa kategori yaitu: 1) sosis segar, 2) sosis asap, tanpa dimasak, 3) sosis asap dan dimasak, 4) sosis masak dan 5) sosis kering dan setengah kering (Pearson dan Tauber 1984). Sosis segar berbeda dengan sosis jenis lainnya karena sosis ini tidak mengalami pemeraman (curing) dan dijual dalam keadaan segar tanpa dimasak, sehingga konsumen harus memasak terlebih dahulu produk sosis ini sebelum dikonsumsi. Di Indonesia hanya dikenal satu jenis sosis yaitu sosis emulsi yang terbuat dari daging halus yang membentuk emulsi. Adapun syarat mutu sosis berdasarkan SNI 1995 disajikan pada Tabel 5.

Nitrat atau nitrit sering ditambahkan pada proses curing, selain berfungsi untuk mempertahankan warna merah dan memperbaiki flavor daging, juga berperan sebagai antimikroba dan antioksidan. Nitrat dan nitrit dapat menghambat pertumbuhan spora Clostridium botulinum dan beberapa bakteri patogen lainnya. Sedangkan sebagai antioksidan, kedua senyawa ini dapat menghambat terjadinya oksidasi lemak pada daging yang menyebabkan ketengikandanperubahan warna pada daging menjadi coklat (Fista et al. 2004). Untuk mengurangi terjadinya oksidasi lemak sosis dan memperpanjang umur simpan biasanya ditambahkan senyawa antioksidan sintetis seperti BHA dan BHT. Menurut USDA (2000), batas maksimal penambahan BHA dan BHT masing-masing sebesar 0.01%.

(30)

Tabel 5 Syarat mutu sosis berdasarkan SNI 01-3820-1995

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Keadaan:

a. Pewarna dan pengawet Sesuai dengan SNI-0222-1995 Cemaran logam:

a. Angka total lempeng Koloni/gr Maks 105

b. Bakteri bentuk Koli APM/gr Maks 10

c. Escherichia coli APM/gr < 3

d. Enterococci Koloni/gr 102

e. Clostridium perfringens - Negatif

f. Salmonella - Negatif

g. Staphilococcus aureus Koloni/gr Maks 102

a. Daging

Daging merupakan bahan baku utama dalam pembuatan sosis. Hampir semua jenis daging dari bagian karkas dapat digunakan, namun karena perbedaan kandungan lemak dan jaringan ikat tiap bagian daging maka penggunaannya disesuaikan dengan mutu produk yang dihasilkan. Untuk sosis sapi jenis daging yang banyak digunakan adalah daging penutup ( top slide), paha depan (chuck) dan daging iga (rib meat) (Elviera 1988). Sedangkan pada sosis ayam sering digunakan daging dada dan daging paha.

(31)

15

Berdasarkan daya ikatnya, daging dapat dibagi menjadi daya ikat tinggi (jaringan otot rendah lemak), daya ikat sedang (daging kepala, daging trimming) dan daya ikat rendah (jaringan lemak, kulit, jantung, bibit).

b. Lemak

Lemak yang terdapat pada sosis bisa berasal dari daging atau lemak yang sengaja ditambahkan. Lemak yang ditambahkan dapat berupa lemak hewani maupun lemak nabati. Lemak nabati memiliki aroma yang kurang kuat dari lemak hewani, namun lemak nabati lebih mudah di dapat dan harganya jauh lebih murah, sehingga sering digunakan dalam pembuatan sosis. Penambahan lemak berpengaruh terhadap tekstur sosis yang dihasilkan. Penambahan lemak yang terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering, sedangkan jika terlalu banyak akan menghasilkan sosis yang lunak dan keriput.

c. Air Es atau Es

Penambahan air dalam bentuk es pada pembuatan sosis sapi bertujuan untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein serabut otot, membantu pembentukan emulsi serta mempertahankan suhu adonan akibat pemanasan mekanis. Menurut Pisula (1984), suhu optimum untuk ekstraksi protein serabut otot adalah 4-5 oC, sedangkan suhu untuk mempertahankan kestabilan adonan

tidak diperkenankan lebih dari 20 oC.

Tekstur dan keempukan produk akhir dari sosis dipengaruhi oleh kandungan air yang ditambahkan. Penambahan air yang terlalu banyak akan menyebabkan tekstur sosis menjadi lunak, sedangkan penambahan air yang terlalu sedikit menyebabkan tekstur sosis menjadi keras (Kramlich 1971).

d. Bahan Pengisi dan Pengikat

(32)

Bahan pengikat adalah bahan bukan daging yang dapat mengemulsi lemak dan meningkatkan kapasitas mengikat air, dimana air dan lemak akan terikat oleh protein untuk membentuk suatu emulsi. Bahan pengikat yang umum digunakan adalah susu skim, tepung kedelai, Isolate Soy Protein (ISP), Textured Vegetable Protein (TVP) dan konsentrat kedelai. USDA membatasi penambahan bahan pengisi dan bahan pengikat pada emulsi daging maksimal 3.5%.

e. Garam-garam Fosfat

Garam-garam polifosfat adalah bahan tambahan kimia yang sering ditambahkan untuk meningkatkan kekenyalan produk. Senyawa ini dapat meningkatkan daya ikat air dan menstabilkan tekstur daging dengan meningkatkan kelarutan dari protein. Garam polifosfat juga dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan mengurangi oksidasi lipid. Pada produk sosis, garam-garam polifosfat lebih sering ditambahkan dalam bentuk tepung polifosfat seperti

Sodium Tripoly Phosphat (STPP). Hal ini disebabkan karena sifatnya yang lebih mudah larut dalam air dibandingkan garam-garam difosfat. Penambahan dibatasi pada konsntrai 0.05-0.5%. (Heinz dan Hautzinger, 2007).

d. Bahan-bahan Lain

Bahan-bahan lain yang sering ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah garam dapur dan bumbu-bumbu. Garam merupakan bumbu yang biasa ditambahkan pada sosis. Penambahan garam bervariasi tergantung dari penerimaan konsumen terhadap rasa asin, biasanya berkisar antara 1-5%. Sosis yang difermentasi umumnya mengandung garam 3-5 persen, sosis segar 1.5-2 persen dan produk sosis masak mengandung 2-3 persen. Garam berfungsi untuk memberi cita rasa dan mengawetkan sosis. Sebagai pengawet garam dapat menurunkan Aw sosis, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Kramlich 1971).

Garam dapur juga berfungsi untuk mengekstrak protein miofibril daging, sehingga kakuatan ikatan antara daging yang berdekatan semakin meningkat. Adanya garam juga dapat meningkatkan daya ikat daging terhadap air ( Pearson dan Tauber 1984).

(33)

17

yang digunakan umumnya berupa rempah-rempah seperti bawang putih, bawang merah, lada, pala dan cengkeh. Rempah-rempah tersebut dapat ditambahkan dalam bentuk tepung, minyak atsiri ataupun oleoresin. Jumlah yang ditambahkan berbeda-beda tergantung dari jenis sosisnya dan rasa yang ingin ditonjolkan. Beberapa bumbu juga berperan sebagai bahan pengawet dan senyawa antioksidan yang baik, sehingga dapat mengurangi pemakaian bahan-bahan sintetis seperti BHA dan BHT.

e. Selongsong

Untuk membungkus sosis digunakan selongsong, baik selongsong alami maupun sintetis. Selongsong alami diperoleh dari saluran pencernaan babi, domba dan kambing. Sedangkan selongsong sintetis diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu selongsong selulosa, kolagen non edible (tidak dapat dimakan), kolagen edible (dapat dimakan) dan plastic tube (Polivinilklorida dan Polietilen).

Selongsong alami mempunyai beberapa kelemahan antara lain: mudah mengalami kerusakan karena mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami. Dalam keadaan basah, selongsong alami mudah ditembus oleh asap dan cairan sehingga dapat mempengaruhi aroma dan citarasa sosis, terutama pada sosis asap. Penggunaan panas tinggi akan menyebabkan selongsong menjadi lunak dan porus. Selain itu selongsong alami harganya relatif mahal dan ukurannya seringkali tidak seragam (Soeparno 1994). Namun dari segi kemanan pangan, penggunaan selongsong alami lebih aman karena berasal dari bahan alami.

Penyimpanan

Salah satu metode pengawetan pangan adalah dengan menggunakan suhu rendah, baik dengan pendinginan maupun pembekuan. Pada penyimpanan dingin (chilling) produk pangan disimpan pada suhu mendekati 0oC, sedangkan pada

penympanan beku (freezing), suhu diturunkan hingga jauh dibawah 0oC.

(34)

Penggunaan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi beberapa kelompok mikroba seperti kelompok mikroba psikotrof dan psikrofilik masih dapat tumbuh yang pada akhirnya merusak pangan. Menurut Garbutt (1997), penggunaan suhu rendah dapat memperpanjang fase lag dari fase pertumbuhan bakteri, sehingga kecepatan pertumbuhannya akan menurun.

Daging adalah salah satu pangan yang umumnya disimpan pada suhu rendah, baik dalam bentuk segar maupun olahannya. Penyimpanan daging dan olahannya pada suhu rendah selain bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba juga untuk menekan terjadinya kerusakan daging karena proses oksidasi. Reaksi oksidasi lemak masih terus berlangsung pada suhu rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi lemak pada suhu rendah adalah suhu yang digunakan, kandungan lemak, oksigen dan aktivitas air. Adanya aktivitas enzim seperti enzim lipoksigenase yang tidak rusak oleh proses

blanching, juga dapat memicu terjadinya oksidasi lemak pada suhu rendah (Hui 2006).

Menurut Varnam dan Sutherland (1995), kecepatan oksidasi lemak terjadi lebih cepat pada suhu antara -2-(4) oC karena baru sedikit air yang membeku dan

akivitas enzim masih tinggi. Oksidasi lemak baru benar-benar berhenti pada suhu -30 oC, dimana hampir semua air telah membeku. Selain itu menurut Kanner

(1994), terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan daging pada suhu rendah adalah karena adanya radikal-radikal larut lemak yang lebih stabil pada suhu rendah dan memicu terjadinya oksidasi.

(35)

19

dehidrasi, sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara lemak dengan oksigen yang pada akhirnya dapat meningkatkan laju oksidasi.

Suhu yang baik untuk pembekuan daging adalah antara -12-(-24) oC.

Pembekuan cepat dilakukan pada suhu -24-(-40) oC. Pembekuan cepat dapat

(36)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan dan Laboratorium Pengolahan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Ruminansia Besar Departemen Ilmu Produksi Ternak Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan Desember 2009.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga cengkeh kering, daging sapi, daging ayam serta antioksidan sintetis BHA dan BHT. Bahan kimia yang dibutuhkan untuk ekstraksi dan analisa adalah etanol, metanol, DPPH (2,2-diphenyl-1-pycrylhydrazyl), HCl, kloroform, asam asetat glasial, KI, Na2S2O3, TBA, standar internal C17 (heptadecanoic acid), NaOH, Na2SO4, boron

trifluorida, NaCl, NaOH, Na2SO4, CUSO4.

Sedangkan peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik, ultra turax, sentrifuse, blender, spektrofotometer, waterbath, pH meter, penetrometer, alat penggiling daging, kertas saring, cawan porselen dan alat-alat gelas untuk analisa.

Metode Penelitian

(37)

21

Persiapan Sampel

Bunga cengkeh kering disortasi. Kemudian dihaluskan dengan blender dan diayak menggunakan saringan 32 mesh. Sampel yang sudah halus dimasukkan dalam plastik dan disimpan pada suhu ruang sebelum diekstrak antioksidannya.

Ektraksi Antioksidan Cengkeh

Ekstraksi komponen antioksidan cengkeh dilakukan menurut metode Gulcin et al. (2004). Sebanyak 20 gram bubuk cengkeh dicampurkan dengan 400 ml etanol dan dipanaskan pada suhu 70oC selama 2 jam sambil diaduk. Campuran

kemudian disaring dengan saringan vakum menggunakan kertas saring Whatman No.1. Etanol diuapkan dengan vakum evaporator pada suhu 50oC, hingga

dihasilkan ektrak pekat. Ekstrak dimasukkan dalam botol gelap dan disimpan dalam lemari pembeku (-10oC). Diagram alir proses ekstraksi antioksidan

cengkeh dapat dilihat pada (Gambar 4).

Pengujian Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH menurut Gulcin et al. (2004). Aktivitas antioksidan dari ekstrak cengkeh ditentukan dengan mengukur konsentrasi radikal bebas DPPH sebagai berikut: sebanyak 1 ml ekstrak cengkeh ditambahkan 3.9 ml larutan DPPH (0.025g/l) dalam metanol, kemudian dikocok. Absorbansi diukur setelah 30 menit pada temperatur ruang pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai blanko digunakan metanol dengan pengerjaan yang sama seperti tersebut di atas. BHA dan BHT digunakan sebagai kontrol positif.

Aktivitas antioksidan ditentukan dengan menghitung persentase penghambatan dari ekstrak cengkeh pada tiap-tiap konsentrasi dan selanjutnya ditentukan nilai IC50nya.

Aktivitas Penghambatan DPPH (%) = A0 - A1 x 100

A0 Dimana: A0 = Absorban tanpa esktrak

(38)

IC50 adalah konsentrasi ektrak cengkeh yang dapat menghambat 50% radikal

DPPH. Nilai IC50 ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi antara

konsentrasi ekstrak cengkeh dengan % penghambatan terhadap radikal DPPH (Dasgupta dan Bratati, 2004).

Uji aktivitas antioksidan

Gambar 4 Diagram alir proses ekstraksi antioksidan cengkeh

Pembuatan Sosis Sapi

Daging sapi (daging ayam yang telah dibuang tulangnya) dipotong-potong dan dicuci. Curing dengan menambahkan nitrat dan garam selama lebih kurang 24 jam pada suhu 4 oC. Selanjutnya daging dicuci dan digiling dengan alat

penggiling daging (grinder). Daging giling dicampur dengan bahan-bahan selain Bubuk cengkeh

(20 g)

Ditambahkan etanol 96% (400 ml)

Aplikasi pada sosis Dipanaskan pada suhu

70 0C, selama 2 jam

sambil dikocok

Disaring dengan kertas Whatman No. 1

Dievaporasi dengan vakum evaporator pada suhu 50 0C

(39)

23

daging seperti minyak sawit (5%), garam (1.5%) dan STPP (0.5%), tepung tapioka (10%), susu skim (3.5%), es dan air es (30%), bumbu-bumbu (2%) dan ektrak cengkeh (200, 500, 800 dan 1000 ppm). Sosis tanpa penambahan ekstrak cengkeh digunakan sebagai kontrol, sedangkan campuran antioksidan sintetis BHA+ BHT dengan perbandingan 1:1 sebanyak 200 ppm digunakan sebagai pembanding positif. Setelah bahan-bahan tercampur sempurna, lalu dimasukkan ke dalam selongsong sintetis. Sosis dimasak dalam air panas pada suhu sekitar 85-90 oC selama 45 menit. Setelah selesai pemasakan, sosis didinginkan secara

cepat dan dikemas vakum. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik. Proses pembuatan sosis dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan formulasi yang digunakan dalam pembuatan sosis terinci pada Tabel 6.

Tabel 6 Formulasi dasar dalam pembuatan sosis.

Komposisi Jumlah (%)

(40)

(41)

25

Pengujian Mutu Sosis

Pengujian mutu dilakukan pada sosis sapi dan sosis ayam setelah ditambahkan ekstrak cengkeh pada konsentrasi terpilih hasil uji organoleptik. Analisis meliputi pengukuran bilangan peroksida, bilangan TBA dan profil asam lemak selama penyimpanan yang bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan ekstrak cengkeh terhadap penghambatan oksidasi lemak sosis. Analisis proksimat sebelum penyimpanan dan analisis total mikroba, bertujuan untuk mengetahui apakah sosis yang dihasilkan memenuhi syarat mutu sosis menurut SNI Tahun 1995.

Pengamatan dilakukan pada hari ke-1, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 untuk sosis yang disimpan pada suhu dingin (4 oC), sedangkan untuk sosis yang disimpan

Ekstraksi lemak dan penentuan bilangan peroksida dilakukan menurut metode dari Aguirrezabal et al. (2000). Sampel sebanyak 10 g dihomogenisasi dengan 100 ml kloroform menggunakan ultra turax 3x30 detik. Selanjutnya disaring dengan kertas Whatman No. 1. Tambahkan 20 ml air ke dalam filtrat, diamkan pada suhu ruang hingga terjadi pemisahan fase kloroform. Fase kloroform dikumpulkan dalam labu terpisah dan ditambahkan 1 g Na2SO4,

sentrifuse selama 5 menit pada 2100g. Ekstrak lemak selanjutnya dianalisis bilangan peroksidanya.

b. Penentuan Bilangan Peroksida

(42)

Bilangan TBA

Pengujian TBA dilakukan menurut metode dari Tarladgis et al. (1960) (dalam Apriyantono et al. 1989). Prinsip pengukuran angka TBA adalah pengukuran terhadap produk sekunder dari oksidasi lipid yaitu malonaldehida, dimana reaksi TBA dengan malonaldehida menghasilkan senyawa berwarna yang menyerap pada panjang gelombang 528 nm, sehingga bisa diukur secara spektrofotometri.

Sebanyak 10 gram sampel ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam waring blender, ditambahkan 50 ml aquadest dan dihancurkan selama 2 menit. Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu distilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml aquadest. Ditambahkan + 2,5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1.5. Tambahkan batu didih dan pencegah buih (anti foaming egent) secukupnya dan pasanglah labu distilasi pada alat distilasi. Distilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan. Aduk merata distilat yang diperoleh, pipet 5 ml distilat ke dalam tabung reaksi bertutup. Tambahkan 5 ml pereaksi TBA (0,02 M), tutup dan campur merata lalu panaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Buat blanko dengan menggunakan 5 ml aquadest dan 5 ml pereaksi, lakukan seperti penetapan sampel. Dinginkan tabung reaksi dengan air pendingin selama + 10 menit kemudian diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Bilangan TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel. Bilangan TBA = 7.8 x D

Profil Asam Lemak a. Ekstraksi Lemak

(43)

27

terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah dipisahkan dan disaring sambil dilewatkan melalui Na2SO4 anhidrous. Pekatkan ekstrak lemak dengan gas N2. Ekstrak

lemak selanjutnya dimetilasi (Folch et al. 1957 dalam Horng et al. 2002).

b. Derivatisasi Asam Lemak

Derivatisasi asam lemak didasarkan dengan metode dari Appelquist (1968) dalam Sampels et al. (2004) dengan sedikit modifikasi. Ekstrak lemak disaponifikasi dengan 1.5 ml 0.5 N larutan NaOH dalam dry methanol pada suhu 80 oC selama 5 menit. Tambahkan 2 ml boron trifluorida (BF3)-metanol dan

panaskan pada suhu 80 oC selama 25 menit. Setelah dingin tambahkan 3 ml NaCl

jenuh dan diekstrak dengan 1.5 ml heksan. Lapisan atas yang terbentuk dikumpulkan dalam tabung terpisah dan dihembus dengan gas N2. Asam lemak

methyl ester (FAME) siap diinjek ke GC.

c. Analisis Profil Asam lemak

Kandungan dan komposisi FAME dianalisa dengan GC dengan kondisi sebagai berikut (Horna et al. 2002):

Kolom : Fused sillica (panjang 30 m dan diameter 0.25 mm). Suhu kolom : Temperatur awal 180 oC selama 1 menit, kemudian

dinaikkan menjadi 190 oC dengan kecepatan

1 oC/menit. Suhu 190 oC dipertahankan selama

2 menit, kemudian dinaikkan kembali menjadi 210

o C dengan kecepatan 1 oC/menit dan dipertahankan

selama 9 menit. Suhu detektor : 250 oC.

Suhu injektor : 250 oC.

Gas pembawa : Nitrogen dengan kecepatan aliran 0.6 ml/detik. Untuk identifikasi asam lemak dalam sampel dilakukan dengan mencocokkan waktu retensi peak asam lemak sampel dengan waktu retensi peak standar.

(44)

 Menghitung Retension Factor (RF) dari masing-masing asam lemak dengan rumus:

RF AL A = Area SI dalam SE x Konsentrasi ALA dalam SE

Area ALA dalam SE Konsentrasi SI dalam SE

 membandingkan waktu retensi (rt) asam lemak yang terdapat dalam sampel dengan waktu retensi asam lemak dalam standar eksternal.

 menghitung asam lemak yang teridentifikasi dalam sampel (mg asam lemak A per gram sampel), dengan rumus sebagai berikut:

mg AL A/g sampel = Area AL A x RF AL A x mg SI

Area SI g sampel

Dimana:

RF AL A = Retension Faktor asam lemak A SI = Standar Internal

SE = Standar Eksternal

Total Mikroba (Total Plate Count)

Analisis total mikroba dilakukan menurut prosedur dari Fardiaz (1992). Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup yang telah disterilisasi dan ditambahkan 9 ml larutan pengencer steril secara aseptik, sehingga dihasilkan sampel dengan pengenceran 10-1. Sampel tersebut kemudian

divorteks. Pipet sampel sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pengencer steril, sehingga dihasilkan pengenceran 10-2. Pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama.

Dari tiap-tiap pengenceran dipipet 1 ml dan dimasukkan secara aseptis ke dalam cawan petri. Selanjutnya ditambahkan media agar PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 5-10 ml. Setelah media agar membeku, cawan perti diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 oC selama 2 hari. Perhitungan total mikroba

(45)

29

Proksimat

Kadar Air (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 2-5 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan aluminium/porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 oC selama 3-5 jam. Setelah itu

sampel dan cawan diangkat dan didinginkan dalam desikator higga suhu ruang. Timbang bobot akhirnya dengan menggunakan neraca analitik dan lakukan hingga diperoleh bobot cawan dan sampel akhir konstan.

Kadar Air (%) = bobot awal sampel (g) – bobot akhir sampel (g) x 100% bobot awal sampel (g)

Kadar Abu (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 2-5 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel terlebih dahulu dipanaskan diatas pemanas dekstrusi hingga terbentuk arang dan tidak berasap lagi. Selanjutnya sampel diabukan dalam tanur listrik pada suhu 550 oC hingga

terbentuk warna abu-abu. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator.

Timbang bobot akhirnya dengan menggunakan neraca analitik dan lakukan hingga diperoleh bobot cawan dan sampel akhir konstan.

Kadar Abu (%)= berat abu (g) x 100% berat sampel (g)

Kadar Protein (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 0.1 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2 ml H2SO4, batu

didih dan didihkan selama 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan aquadest, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi (+ 15 ml) ditampung

dengan Erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2-4 tetes indikator

(46)

sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6,25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus:

Kadar Protein (%) = (ml HCl x ml blanko) N HCl x 14,007 x 100 x 6,25

mg sampel

Total Lemak (AOAC 1995)

Sampel sebanyak 2-5 g ditimbang dengan seksama, kemudian dimasukkan dalam selongsong kertas yang telah dikeringkan dan dialasi dengan kapas. Kemudian sumbat selongsong kertas yang berisi contoh dengan kapas. Setelah itu keringkan selongsong kertas berisi contoh dalam oven + 80 oC selama + 1 jam.

Sesudah kering dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dikeringkan dan sudah diketahui beratnya kemudian ditambahkan pelarut heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan refluks selama 6 jam sampai pelarut yang rutun kembali ke labu berwarna jernih. Selanjutnya pelarut disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 60 menit, dinginkan dan timbang. Ulangi hingga

bobotnya tetap.

Kadar Lemak (%) = a - b x 100% c

Dimana: a = berat labu setelah ekstraksi (g) b = berat labu sebelum ekstraksi (g) c = berat sampel (g)

Analisis Data

(47)

31

Yijk = µ + α1 + βj + (µβ)ij + εijk i = 1, 2, 3, 4, 5

j = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 k = 1, 2

Dimana:

Yijk nilai pengamatan pada faktor perbandingan konsentrasi ekstrak

cengkeh taraf ke-i, faktor lama penyimpanan taraf ke j dan ulangan ke-k. (µ, α1,

βj) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor konsentrasi

ekstrak etanol cengkeh dan pengaruh utama faktor lama penyimpanan, (µβ)ij

merupakan komponen interaksi dari faktor konsnentrasi ekstrak cengkeh dan lama penyimpanan, sedangkan εijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal.

(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Cengkeh

Uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol cengkeh (ekstrak cengkeh) diukur berdasarkan % penghambatan DPPH yang dinyatakan dengan IC50. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa untuk menghambat 50% radikal DPPH diperlukan 33 µg/ml ekstrak cengkeh, sedangkan untuk BHA dan BHT diperlukan 23 µg/ml dan 65 µg/ml BHT (Tabel 7). Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak cengkeh lebih baik dibandingkan BHT dan sedikit lebih rendah dari BHA. Hasil yang serupa dilaporkan oleh Phoopuritham et al. (2007) yang menyatakan bahwa antioksidan dari ekStrak cengkeh pada konsentrasi 0.39μl/ml mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada kayu manis, rosemary, jahe dan sama kuat dengan BHA. Sementara menurut Gulcin et al. (2004), ekstrak cengkeh memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada antioksidan BHA, BHT dan α-tokoferol. Hasil penelitian Gulcin et al. (2004) menunjukkan pada konsentrasi 60 μl/ml, persen penghambatan dari ekstrak cengkeh terhadap radikal DPPH adalah sebesar 74%, sedangkan persen penghambatan dari BHA, BHT dan α-tokoferol pada konsentrasi yang sama adalah 62%, 60% dan 31%.

Tabel 7 Aktivitas antioksidan dari ekstrak cengkeh, BHA dan BHT Sampel IC50 (μg/ml) Persamaan Regresi

Ekstrak cengkeh 33 y = 0.6950x + 27.325 ; R2 = 0.9712

BHA 23 y = 0.8994x + 28.962 ; R2 = 0.9426

BHT 65 y = 0.7003x + 4.3813 ; R2 = 0.9797

(49)

33

Menurut Ogata et al. (2000), kekuatan aktivitas antioksidan kelompok senyawa fenolik sangat ditentukan oleh jumlah dari gugus hidroksil dalam gugus fenol. Sedangkan menurut Aini et al. (2007), adanya gugus yang berikatan pada posisi para dari gugus fenolik sangat menentukan aktivitas antioksidan dari suatu senyawa. Hal ini berhubungan dengan kemudahannya untuk melepaskan atom hidrogen pada gugus hidroksil (OH). Isoeugenol memiliki gugus propenil (-CH=CH-CH3) pada posisi para yang bersifat lebih mudah melepaskan atom hidrogen, sehingga kekuatan aktivitas antioksidan dari isoeugenol lebih baik dari eugenol.

Pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam ekstraksi antioksidan sangat menentukan kekuatan aktivitas antioksidan dari ekstrak cengkeh Hal ini berhubungan dengan jenis dan jumlah dari komponen-komponen aktif yang ikut terekstrak. Dalam penelitian ini digunakan etanol dalam ekstraksi antioksidan. Menurut Ogata et al. (2000), ekstrak antioksidan yang dihasilkan melalui ekstraksi dengan etanol lebih baik dibandingkan ekstraksi dengan kloroform ataupun air, dimana penghambatan terhadap radikal bebas dari ekstrak etanol lebih baik dari pelarut lainnya. Sukardi (2002) yang melakukan ekstraksi bahan aktif dari rimpang temulawak juga melaporkan bahwa ekstrak etanol lebih kuat daripada ekstrak atil asetat, ekstrak metanol dan ekstrak heksan, berdasarkan kemampuannya dalam menangkap radikal bebas. Selain itu dari segi kesehatan etanol relatif lebih aman dibandingan pelarut lainnya.

Uji Organoleptik Sosis

Nilai sensori suatu bahan pangan merupakan indikator penting yang dapat menunjukkan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penambahan bahan tambahan pangan tertentu seperti antioksidan diharapkan tidak mempengaruhi atribut sensorik dari pangan tersebut yang dapat mempengaruhi penerimaan dari konsumen, terutama terhadap rasa dan aroma.

(50)

dan aroma produk pangan yang dihasilkan, sehingga produk menjadi kurang disukai. Uji organoleptik pada penelitian ini diperlukan untuk mencari konsentrasi ekstrak cengkeh yang dapat ditambahkan pada sosis dan masih dapat diterima oleh panelis. Konsentrasi ektrak yang diujikan adalah 200, 500, 800 dan 1000 ppm dengan skala penilaian 1-5, dimana kriteria penilaiannya adalah (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) suka, (4) suka dan (5) sangat suka..

Berdasarkan uji hedonik terhadap atribut rasa (Gambar 6) terlihat bahwa semua perlakuan memiliki skor rata-rata diatas 3.0, kecuali untuk sosis sapi yang ditambahkan ekstrak cengkeh 1000 ppm memiliki skor rata-rata 2.5 dan untuk sosis ayam 2.7. Uji hedonik untuk atribut aroma (Gambar 7), juga menunjukkan hasil yang hampir sama, dimana semua perlakuan memiliki skor rata-rata diatas 3.0, kecuali sosis sapi dan sosis ayam yang ditambahkan ekstrak cengkeh 1000 ppm memiliki skor rata-rata 2.83 dan 2.90. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak cengkeh pada konsentrasi 1000 ppm dapat mempengaruhi rasa dan aroma sosis yang dihasilkan, sehingga tidak disukai oleh panelis.

0

Keterangan: Superskrip huruf berbeda dalam gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Skor penilaian: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) suka, (4) suka dan (5) sangat suka.

(51)

35

Keterangan: Superskrip huruf berbeda dalam gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). Skor penilaian: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) suka, (4) suka dan (5) sangat suka.

Gambar 7 Rata-rata skor kesukaan terhadap atribut aroma (1) sosis sapi dan (2) sosis ayam.

Uji organoleptik menunjukkan bahwa penambahan ekstrak cengkeh pada sosis hingga konsentrasi 800 ppm memberikan skor rata-rata pada rentang skala 3 (biasa), yang berarti sosis yang dihasilkan dapat diterima oleh panelis. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi 800 ppm merupakan konsentrasi maksimum dari ekstrak cengkeh yang dapat ditambahkan pada sosis, sehingga konsentrasi terpilih untuk pengujian antioksidan dari ekstrak cengkeh pada sosis selama penyimpanan adalah 200, 500 dan 800 ppm.

Proksimat Sosis

Analisa proksimat sangat penting dilakukan untuk menentukan komponen mayor yang terdapat dalam bahan pangan seperti air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Kadar air merupakan salah satu komponen penting dalam makanan karena selain menentukan mutu produk pangan, juga akan menentukan daya awet (umur simpan) dari produk pangan. Kadar abu, lemak dan protein penting diketahui untuk pelabelan nutrisi, investigasi sifat fungsional dan menentukan aktivitas secara biologis (Nielsen 2003). Hasil uji kadar proksimat sosis sapi dan sosis ayam dapat dilihat pada Tabel. 8 dan 9.

(52)

Hasil analisa proksimat menunjukkan bahwa rata-rata kadar air, abu, protein dan lemak sosis sapi dan sosis ayam memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh SNI Tahun 1995. Menurut SNI Tahun 1995, sosis haruslah mengandung air maksimal 67%, lemak masimal 25%, protein minimal 13%, abu maksimal 3%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar proksimat sosis sapi dan sosis ayam tidak terlalu berubah setelah ditambahkan ekstrak cengkeh.

Tabel 8 Kadar proksimat sosis sapi.

Sampel Kadar Proksimat (%b/b)

Tabel 9 Kadar proksimat sosis ayam.

Perlakuan Kadar Proksimat (%b/b)

Air Abu Protein Lemak digunakan untuk melihat terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan dengan mengukur pembentukkan senyawa hidroperoksida. Senyawa hidroperoksida merupakan produk primer dari oksidasi lemak yang terbentuk pada tahap inisiasi maupun propagasi dalam reaksi autooksidasi. Senyawa ini sangat tidak stabil dan mudah mengalami pemecahan membentuk berbagai senyawa turunannya yang dapat menyebabkan off favour pada daging dan olahannya.

(53)

37

bahwa ekstrak cengkeh mempunyai kemampuan menghambat oksidasi lemak pada sosis dengan menekan pembentukan senyawa hidroperoksida. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak cengkeh yang ditambahkan, semakin sedikit hidroperoksida yang terbentuk yang ditandai dengan semakin rendahnya bilangan peroksida yang terukur. Namun penggunaan ekstrak cengkeh pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat mempengaruhi rasa dan aroma sosis yang dihasilkan. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh pada konsentrasi 1000 ppm tidak disukai oleh panelis.

Penambahan ekstrak cengkeh pada konsentrasi 800 ppm memberikan penghambatan yang lebih baik terhadap oksidasi lemak sosis dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak etanol lainnya dan lebih baik daripada campuran antioksidan BHA dan BHT. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ali (2009), yang menjelaskan bahwa ekstrak cengkeh pada konsentrasi 400 ppm yang ditambahkan pada butter oil lebih baik dalam menghambat pembentukan hidroperoksida dibandingkan BHT pada konsentrasi 200 ppm.

Kemampuan ekstrak cengkeh dalam menghambat pembentukan hidroperoksida pada sosis disebabkan karena antioksidan dari ekstrak cengkeh mempunyai kemampuan dalam menangkap radikal-radikal bebas, sehingga reaksi lanjut dalam pembentukan hidroperoksida dapat dihambat. Terbentuknya radikal alkil (R.) sebagai hasil pelepasan hidrogen dari asam lemak tidak jenuh akan memacu terbentuknya radikal peroksi (ROO.) dan dengan adanya oksigen akan membentuk senyawa hidroperoksida. (Antolovich et al. 2002).

Kombinasi antara penambahan antioksidan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat lebih menghambat kecepatan oksidasi lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh dan disimpan pada suhu beku (-10) lebih baik dalam menghambat pembentukan hidroperoksida dibandingkan yang disimpan pada suhu dingin (4oC). Sejalan dengan Lee et al.

(2006) yang menemukan bahwa nilai peroksida dari daging ayam giling yang ditambahkan antioksidan dari ekstrak rosemary, eritrobat dan sodium sitrat pada penyimpanan beku (-18oC), lebih baik daripada daging ayam giling pada

(54)

Gambar 8 Bilangan peroksida dari sosis sapi yang disimpan pada suhu 4oC.

(55)

39

Gambar 10 Bilangan peroksida dari sosis ayam yang disimpan pada suhu 4oC.

(56)

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ekstrak cengkeh, lama penyimpanan dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap bilangan peroksida, baik pada pada sosis sapi maupun sosis ayam. Uji lanjut BNT untuk perlakuan penambahan ekstrak cengkeh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara sosis kontrol dengan sosis yang ditambahkan ekstrak cengkeh pada konsentrasi yang berbeda. Sedangkan uji lanjut BNT untuk perlakuan lama penyimpanan menunjukkan perbedaan pada setiap waktu pengamatan. Hasil analisa sidik ragam dan uji lanjut BNT dapat dilihat pada Lampiran 10-13.

Bilangan TBA

Metode lain yang sering digunakan dalam menentukan status oksidasi lemak adalah analisa bilangan TBA. Metode ini didasarkan atas pengukuran produk sekunder dari oksidasi lemak, yaitu malonaldehida (MDA) yang merupakan produk sekunder dari oksidasi lemak.

Dari Gambar 12-15 terlihat bahwa sosis sapi maupun sosis ayam yang ditambahkan ekstrak cengkeh memiliki bilangan TBA yang lebih rendah dibandingkan sosis yang tidak ditambahkan ekstrak cengkeh. Konsentrasi 800 ppm memberikan penghambatan yang lebih baik terhadap pembentukan MDA dibandingkan dengan konsentrasi lainnya dan lebih baik daripada campuran antioksidan BHA dan BHT. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak cengkeh memiliki aktivitas antioksidan untuk menghambat oksidasi lemak. Menurut Lee dan Shibamoto (2001), komponen aroma utama pada cengkeh yaitu eugenol, eugenol asetat dan benzyl alkohol dapat menghambat pembentukan MDA pada minyak ikan kod sebesar 88%, 79% dan 63% pada konsentrasi160 µg/ml.

Rata-rata bilangan TBA sosis yang tidak ditambahkan ekstrak cengkeh dan disimpan pada suhu dingin 4 oC adalah 0.20-1.45 mg MDA/kg untuk sosis sapi

(57)

41

Gambar 12 Bilangan TBA dari sosis sapi yang disimpan pada suhu 4 oC.

(58)

Gambar 14 Bilangan TBA dari sosis ayam yang disimpan pada suhu 4 oC.

Gambar

Tabel 1  Senyawa volatil dari cengkeh yang diektrak dengan heksan (%) Senyawa Jumlah
Gambar 2.  Mekanisme antioksidan dari eugenol.
Tabel 3  Komposisi asam lemak daging ayam dan daging sapi (%) Asam lemak Daging ayam Daging sapi
Gambar 3  Reaksi antara TBA dan MDA membentuk komplek TBA-MDA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan meningkatkan gaya kepemimpinan dan komunikasi maka kinelja karyawan di Hotel Gajahmada Graha Malang akan lebih meningkatHasil penelitian ini memilikj persamaan dengan

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teks yang menjadi fokus kajian intertekstual adalah mitos Oheo dan konsep o rapu yang terdapat di dalam konteks budaya

DISTRIBUTORS SUPPLIERS CUSTOMERS PARTNERS Finance and Management Manufacturing and Production R&amp;D and Engineering Procurement Distribution Supply Chain Logistics

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang sig- nifikan antara pemahaman guru tentang pendidikan karakter terhadap pelaksanaan pendidikan karakter

[r]

Pada hasil studi pendahuluan pada tanggal 09 Mei 2014 di Sekolah Dasar Islam As- Syafi‟iyah Pulo Air Sukabumi, pada hasil wawancara dengan kepala sekolah peneliti

Menurut Susanto (1996), Untuk menunjang keberhasilan budidaya ikan, salah satu faktor yang menentukan adalah tersedianya benih yang memenuhi syarat baik

Rumusan Kebutuhan Program dan Kegiatan tahun 2014 Hasil Review terhadap Rancangan Awal RKPD. II