• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper Nigrum L.) Dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper Nigrum L.) Dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERINGAN

SPOUTED BED

LADA PUTIH (

Piper nigrum

L.)

DENGAN PERLAKUAN

PREHEATING

GELOMBANG MIKRO

ANDI MUHAMMAD AKRAM MUKHLIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper nigrum L.) dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ANDI MUHAMMAD AKRAM MUKHLIS. Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper nigrum L.) dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro. Dibimbing oleh EDY HARTULISTIYOSO dan YOHANES ARIS PURWANTO. Lada merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingginya nilai ekspor lada Indonesia menunjukkan bahwa sektor ini mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa negara dari sektor nonmigas. Pada tahun 2014, Indonesia merupakan negara pengekspor lada terbesar kedua setelah Vietnam yang mampu memasok sekitar 40% dari total ekspor lada putih dunia. Pada proses pengolahan lada tersebut, salah satu tahap yang penting adalah proses pengeringan. Untuk pengeringan lada putih, pengeringan dilakukan setelah perendaman 3-10 hari sehingga kadar air awal lada cukup tinggi. Kondisi kadar air yang tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan jamur apabila proses pengeringan berlangsung lambat sehingga dapat menurunkan kualitas bahkan merusak lada tersebut.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pengeringan lada putih (Piper nigrum L.) secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave), meliputi penurunan kadar air, waktu dan laju pelepasan air, serta perubahan suhu selama pengeringan. Penelitian ini memiliki tujuan khusus yaitu: (1) menentukan karakteristik fisik biji lada putih, meliputi: dimensi, kebulatan, bulk density, true density, dan porositas biji lada; dan (2) menguji mutu lada putih hasil pengeringan secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave) berdasarkan parameter mutu: derajat putih (whiteness), kadar minyak atsiri dan total cemaran mikroba.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai dimensi rata-rata biji lada putih memiliki kecenderungan terdistribusi normal. Sekitar 92% biji lada putih memiliki tinggi pada rentang dari 3.5 mm sampai 4.5 mm; sekitar 85%, panjang pada rentang dari 4.0 mm sampai 5.0 mm; sekitar 86%, lebar pada rentang dari 3.5 mm sampai 5.0 mm pada kadar air 15.40% b.k. Ketiga dimensi aksial tersebut meningkat secara linear dengan adanya peningkatan kadar air biji, begitu juga dengan kebulatan biji lada putih. Kebulatan biji lada putih meningkat secara linear dari 0.969 hingga 0.977. Peningkatan kadar air pada biji lada putih mengakibatkan perubahan bulk density dan true density secara polinomial, sedangkan porositas menurun secara linear dari 45.01% hingga 44.88%.

Suhu bahan dengan perlakuan non-preheating maupun preheating mengalami peningkatan secara bertahap hingga mencapai suhu sekitar 50 oC dan relatif konstan pada suhu tersebut. Pada perlakuan preheating dengan daya 320 watt selama 2 menit, suhu lada ditingkatkan sebesar 13.2oC atau menjadi 41.1oC, sedangkan pada daya 640 watt selama 2 menit, suhu lada meningkat sekitar 36.1oC atau menjadi 63.8oC. Suhu udara keluar memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan suhu biji lada putih, yang mengindikasikan bahwa interaksi antara udara panas yang masuk dengan bahan cukup baik, sehingga terjadi transfer panas yang baik dari udara tersebut ke biji lada.

(5)

640 watt. Proses pengeringan spouted bed mampu menurunkan kadar air lada rata-rata sebesar 59.94%bk selama 31 menit pada perlakuan non-preheating, 60.38%bk selama 37 menit pada perlakuan preheating 320 watt, dan 59.35%bk selama 32 menit pada perlakuan preheating 640 watt. Grafik rasio kadar air menunjukkan bahwa, perlakuan preheating tidak cukup mempengaruhi perubahan kadar air bahan selama proses pengeringan atau dengan kata lain tidak mempengaruhi karakteristik pengeringan biji.

Perlakuan preheating menyebabkan laju pelepasan air di tahap awal cukup tinggi dibandingkan perlakuan non-preheating. Semakin tinggi suhu bahan setelah proses preheating, seperti yang terjadi pada preheating 640 watt, maka pelepasan air dari bahan juga akan semakin cepat. Grafik laju pelepasan air terhadap rasio kadar air juga memperlihatkan bahwa, semakin kecil kadar air bahan maka laju pelepasan air akan semakin menurun.

Perlakuan preheating dan non-preheating mengakibatkan derajat putih hasil pengeringan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% dengan uji selang berganda Duncan. Derajat putih rata-rata sebesar 15.5% untuk perlakuan tanpa preheating dan 15.7% untuk perlakuan preheating 320 dan 640 watt. Biji lada putih hasil perebusan dan perendaman selama 3 hari memiliki total mikroba (TPC) sebanyak 2.5×107 CFU/g. Total mikroba lada putih hasil pengeringan spouted bed tanpa preheating rata-rata sebesar 1.54×105 CFU/g, sedangkan total mikroba pada lada putih dengan perlakuan preheating 320 dan 640 watt rata-rata sebesar 3.0×104 dan 6.0×103 CFU/g secara berturut-turut. Kadar minyak atsiri pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Kadar minyak atsiri yang diperoleh pada perlakuan non-preheating, preheating 320 watt, dan preheating 640 watt rata-rata sebesar 2.88%, 3.21%, dan 2.86%.

Dapat disimpulkan bahwa, pada semua perlakuan, jumlah penurunan kadar air dan lama pengeringan relatif sama. Perlakuan preheating meningkatkan laju pelepasan air hanya di tahap awal namun tidak mempengaruhi laju pelepasan air secara keseluruhan hingga proses pengeringan selesai. Perlakuan dengan preheating mampu membunuh mikroba lebih baik dibandingkan pengeringan tanpa preheating dan menghasilkan nilai TPC di bawah standar IPC untuk lada putih yang telah disterilkan, sedangkan mutu lada putih lainnya tidak berbeda secara nyata pada berbagai perlakuan.

(6)

SUMMARY

ANDI MUHAMMAD AKRAM MUKHLIS. Spouted Bed Drying of White Pepper (Piper nigrum L.) with Microwave Preheating Treatment. Supervised by EDY HARTULISTIYOSO and YOHANES ARIS PURWANTO.

Pepper is one of the commodity that has a high economical value. The high value of Indonesia pepper shows that export this commodity has a prospect to be developed as a foreign exchange from non-oil sector. In 2014, Indonesia was the second largest of white pepper exporting country after Vietnam, that was capable to supply approximately 40% of the whole white pepper export. It is important therefore to process pepper properly to maintain its high quality. In processing of white pepper, one of the important step is drying process. For white pepper, drying process is done after 3-10 days of immersion so that the initial moisture content is high enough. High moisture content condition is susceptible to grow of mold if the drying process run slowly so that it can decrease the quality moreover damage the pepper.

The general objective of this study was to analyze the drying characteristics of white pepper (Piper nigrum L.) using spouted bed dryer with microwaves preheating treatment. The characteristics include reduced moisture content, time and drying rate of materials, and changes in temperature during drying. This study has a specific purpose, namely: (1) to determine the physical properties of white pepper seeds, include: dimensions, roundness, bulk density, true density, and porosity; and (2) to investigate quality of white pepper after spouted bed drying with microwave preheating treatment based on quality parameters: whiteness, total oil content and microbial contamination.

The results of this study indicated that the value of average dimensions of white pepper seeds had a tendency to be normally distributed. Approximately 92% of white pepper seeds had a high in the range of 3.5 mm to 4.5 mm; about 85%, length in the range of 4.0 mm to 5.0 mm; about 86%, width in the range of 3.5 mm to 5.0 mm at moisture content of 15.40% d.b. The axial dimension increased linearly with the increase in seed moisture content, likewise roundness of white pepper seeds. Roundness of white pepper seeds increased linearly from 0.969 to 0.977. Increasing of moisture content on white pepper seeds resulted polynomial model in bulk density and true density, while the porosity decreased linearly from 45.01% to 44.88%.

Temperature of seeds with non-preheating and preheating treatment increased gradually until it reached a temperature of about 50°C and relatively constant at that temperature. In the preheating treatment with 320 watts of power for 2 minutes, temperature increased by 13.2oC or been 41.1oC, while the power of 640 watts for 2 minutes, temperature increased by about 36.1oC or been 63.8oC. The temperature of air discharged was not much different from the temperature of white pepper seeds, that indicated good interaction between incoming hot air with the material, so that heat transfer from the air to seeds going well.

(7)

on average by 59.94% d.b for 31 minutes on the treatment of non-preheating, 60.38% d.b for 37 minutes on treatment of preheating 320 watts, and 59.35% d.b for 32 minutes at treatment of preheating 640 watts. The graph of moisture content ratio shows that preheating treatment was less effect to reduce the moisture content of material during drying process or in other words did not affect drying characteristics of seeds.

Preheating treatment caused the release rate of water in the early stages, quite high compared to the treatment of non-preheating. The higher temperature of the material after preheating, as happened on preheating of 640 watts, then the release of water of seeds will also be faster. The graph of release rate of water showed that decreasing of moisture content of materials, caused decrease of release rate of water. Preheating and non-preheating treatment resulted whiteness value that was not significantly different at 5% test level with Duncan multiple test. Whiteness average of 15.5% for treatment without preheating and 15.7% for preheating treatment of 320 and 640 watts.

White pepper seeds that was boiling and soaking for 3 days, had a total microbial (TPC) of 2.5×107 CFU/g. Total microbial of white pepper after spouted bed drying process without preheating was 1.54 × 105 CFU/g, while the total microbes of white pepper with preheating treatment of 320 and 640 watts were 3.0×104 and 6.0×103 CFU/g, respectively. Oil content in all treatments were not significantly different at the 5% test level. Oil content obtained in the treatment of non-preheating, preheating of 320 watts and preheating of 640 watts were 2.88%, 3.21% and 2.86%, repectively.

It can be concluded that, in all treatments, the amount of moisture reduction and drying time is relatively similiar. Preheating treatment increase the release rate of water just at the initial stage but did not affect overall water release rate until the drying process is completed. Preheating treatment can kill microbes better than drying without preheating and generate TPC value below IPC standard for white pepper that has been sterilized, while the quality of other white pepper were not significantly different in the various treatments.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

PENGERINGAN

SPOUTED BED

LADA PUTIH (

Piper nigrum

L.)

DENGAN PERLAKUAN

PREHEATING

GELOMBANG MIKRO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Pengeringan spouted bed lada putih (Piper nigrum L.) dengan perlakuan preheating gelombang mikro

Nama : Andi Muhammad Akram Mukhlis NIM : F151140106

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Edy Hartulistiyoso, MSc Ketua

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini ialah pengeringan, dengan judul Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper nigrum L.) dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Edy Hartulistiyoso, MSc dan Bapak Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc selaku pembimbing atas semua waktu, pemikiran, dorongan, dukungan, dan semangatnya untuk penelitian ini, serta Bapak Dr Leopold O. Nelwan, STP MSi yang telah banyak memberikan saran. Selain itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada para laboran di lingkungan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem atas bantuan selama penulis melakukan penelitian.

Penghargaan tertinggi penulis sampaikan untuk kedua orang tua tercinta, ayah (Dr H Mukhlis Mukhtar, M.Ag) dan ibu (Dra Andi Herawati M.Ag) serta kakak dan adik yang selalu mencurahkan doa, perhatian, dukungan, dan semangatnya yang tiada henti untuk penulis. Kepada teman-teman program fasttrack TMP yang selalu membantu dan memberikan semangatnya kepada penulis, terima kasih juga penulis ucapkan kepada Lovi Dwi Pricestasari, SGz yang selalu memberi semangat, dukungan, dan doa terbaiknya untuk penulis. Terima kasih yang tak terlupakan untuk teman-teman di TMP angkatan 2013 dan 2014 yang selalu memberikan masukan dan semangat selama penyusunan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Lada 3

Proses Pengeringan 5

Pengeringan Spouted Bed 6

Pengeringan Gelombang Mikro 7

3 METODE 8

Waktu dan Tempat Penelitian 8

Bahan 9

Alat 9

Tahapan Penelitian 9

Rancangan Penelitian 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Karakteristik Fisik Biji Lada 17

Perancangan alat pengering spouted bed 20

Daya Gelombang Mikro 22

Perubahan Suhu Pada Proses Pengeringan 24

Penurunan Kadar Air 26

Laju Pelepasan Air 31

Mutu Lada Putih 32

5 SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 39

(14)

DAFTAR TABEL

1 Ekspor lada putih beberapa negara di tahun 2013 dan 2014 1

2 Standar mutu lada putih (SNI 0004:2013) 4

3 Standar mutu lada putih yang telah mendapat perlakuan menurut IPC 4 4 Dimensi aksial dan diameter biji lada putih pada berbagai kondisi kadar

air 18

5 Data masukan dalam perancangan alat pengering 21

6 Hasil analisis geometris dan hidrodinamik 22

7 Daya gelombang mikro pada proses preheating 24

8 Kadar air biji lada putih sebelum dan sesudah preheating 26 9 Kadar air biji lada putih sebelum dan sesudah proses pengeringan 27 10 Energi penguapan air selama proses pengeringan 29 11 Hasil pengujian mutu biji lada setelah proses pengeringan 32

DAFTAR GAMBAR

1 Pergerakan uap air selama pengeringan (Fellows 2009) 5 2 Bagian-bagian pada spouted bed (Spreutels et al. 2015) 6

3 Spektrum elektromagnetik (Schiffmann 2006) 7

4 Kurva pengeringan dengan preheating (Sciffman 2006) 8

5 Diagram alir penelitian 10

6 Diagram alir penentuan karakteristik fisik lada 11 7 Dimensi aksial biji lada putih: T, tinggi; P, panjang dan L, lebar. 12 8 (a) Faktor geometri dan (b) diagram skematik reaktor conical spouted

bed 13

9 Diagram alir pengeringan lada putih 15

10 Kurva distribusi frekuensi dimensi biji pada kadar air 15.40%bk. : (□)

tinggi, (○) panjang, dan (Δ) lebar. 17

11 Pengaruh kadar air terhadap kebulatan biji 18

12 Pengaruh kadar air terhadap bulk density (Δ) dan true density (○) biji

lada putih. 19

13 Pengaruh kadar air terhadap porositas biji. 20

14 Alat pengering spouted bed skala laboratorium 21 15 Daya gelombang mikro selama preheating: (a) daya 320 watt, (b) daya

640 watt 23

16 Grafik suhu udara dan suhu bahan selama proses pengeringan: (a) non-preheating; (b) preheating 320 watt; (c) preheating 640 watt. --□-- Suhu udara masuk, --Δ-- Suhu udara keluar, --○-- Suhu bahan, --◊--

Suhu lingkungan. 25

17 Grafik kadar air bahan selama proses pengeringan: (a) non-preheating; (b) preheating 320 watt; (c) preheating 640 watt 28 18 Grafik rasio kadar air biji lada pada berbagai perlakuan 29 19 Grafik laju pelepasan air selama proses pengeringan: (a)

(15)

21 Lada putih setelah proses pengeringan sputed bed. (a) non-preheating, (b) preheating 320 watt, (c) preheating 640 watt. 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel frekuensi dimensi rata-rata biji lada putih pada kadar air

15.40%bk. 39

2 Kebulatan, bulk density, true density, dan porositas biji lada putih pada

berbagai kadar air 40

3 Perhitungan analisis geometri dan hidrodinamik 41 4 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada

perlakuan non-preheating 42

5 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada

perlakuan preheating 320 watt 44

6 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada

perlakuan preheating 640 watt 46

7 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan

non-preheating 48

8 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan

preheating 320 watt 50

9 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan

preheating 640 watt 52

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lada merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingginya nilai ekspor rempah-rempah Indonesia menunjukkan bahwa sektor ini mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa negara dari sektor nonmigas. Komoditas lada hitam dan lada putih menempati posisi tertinggi nilai ekspor Indonesia untuk sektor rempah-rempah yang diikuti oleh pala dan kapulaga, dan kayumanis. Pada tahun 2014, total ekspor dari Januari sampai November terhadap komoditi lada putih mencapai 13 082 ton dan di tahun 2015 meningkat menjadi 18 500 ton (BPS 2015).

Bagi Indonesia, lada merupakan komoditas ekspor dan hanya sebagian kecil saja yang dikonsumsi dalam negeri. Berdasarkan data International Pepper Community, IPC (2014) Indonesia merupakan negara penghasil lada terbesar kedua setelah Vietnam yang mampu memasok sekitar 40% dari total ekspor lada putih dunia. Ekspor lada putih beberapa negara seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Sebagian besar bentuk komoditas lada yang diekspor oleh negara penghasil lada, termasuk Indonesia adalah berupa lada hitam dan lada putih. Pada proses pengolahan lada tersebut, salah satu tahap yang penting adalah proses pengeringan. Proses pengeringan jika dilakukan dengan pengeringan matahari akan membutuhkan waktu 1-3 hari dan sangat tergantung pada keadaan cuaca. Untuk pengeringan lada putih, pengeringan dilakukan setelah perendaman 3-10 hari sehingga kadar air awal lada cukup tinggi. Kondisi kadar air yang tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan jamur apabila proses pengeringan berlangsung lambat sehingga dapat menurunkan kualitas bahkan merusak lada tersebut.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Usmiati dan Nurdjannah (2007) yaitu membandingkan pengeringan matahari dengan pengeringan mekanis untuk lada putih menunjukkan bahwa pengeringan matahari membutuhkan waktu rata-rata 13 jam selama 2 hari dan pengeringan mekanis dengan suhu berkisar antara 40o-65oC berlangsung selama 4 – 4.5 jam.

Salah satu metode yang dapat dikembangkan dalam proses pengeringan mekanis adalah penggunaan gelombang elektromagnetik khususnya gelombang mikro. Pengeringan dengan gelombang mikro pada lada putih dapat menjadi lebih cepat dan kandungan minyak atsiri yang lebih baik serta cemaran mikroba yang lebih rendah dibandingkan oven udara panas (Hartulistiyoso dan Sudarmaji 2005). Selain itu, gelombang mikro juga dikembangkan pada proses sanitasi lada (Emam

Tabel 1 Ekspor lada putih beberapa negara di tahun 2013 dan 2014

Negara Ekspor (ton)

2013 2014

Vietnam 17,652 16,329

Indonesia 16,561 15,237

Malaysia 2,187 2,604

Brazil 2,000 2,235

China 1,606 1,042

(18)

2

et al. 1995) dan hasil evaluasi menunjukkan bahwa metode tersebut tetap menjaga senyawa aroma utama lada (Plessi et al. 2002).

Namun, penerapan gelombang mikro secara tunggal dapat menyebabkan pemanasan tidak merata serta distribusi medan yang tidak homogen pada produk tertentu, tergantung pada sifat dielektrik dan termofisik. Selain itu, pengeringan dengan oven microwave secara tunggal bisa sangat mahal, baik dari segi peralatan dan biaya operasional. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penerapan gelombang mikro dapat dikombinasikan dengan pengeringan udara panas. Hal tersebut biasanya akan meningkatkan efisiensi dan nilai ekonomi dari proses pengeringan (Schiffmann 2006). Menguapkan kadar air bebas di permukaan bahan relatif efisien dengan menggunakan udara panas, sedangkan untuk menghilangkan kadar air bebas internal maupun kadar air terikat, gelombang mikro memberikan cara yang efisien. Pengeringan udara panas dapat dilakukan melalui proses spouted bed, sehingga proses pengeringan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif lebih singkat karena tingginya laju kehilangan kadar air serta menjamin pemanasan bahan yang seragam karena pergerakan partikel yang baik.

Terdapat tiga cara dalam mengkombinasikan pengeringan gelombang mikro dengan metode pengeringan lainnya, yaitu dilakukan diawal (preheating), pada saat laju pengeringan mulai turun (booster drying), dan di fase akhir pengeringan (finish drying) (Schiffmann 2006). Pada penelitian ini, perlakuan gelombang mikro dilakukan di awal sebelum proses pengeringan spouted bed. Dengan menerapkan perlakuan gelombang mikro di awal proses pengeringan (preheating), diharapkan dapat mempersingkat proses pengeringan serta memberikan kualitas hasil pengeringan lada putih yang lebih baik.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pengeringan lada putih (Piper nigrum L.) secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave), meliputi penurunan kadar air, waktu dan laju pelepasan air, serta perubahan suhu selama pengeringan. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan karakteristik fisik biji lada putih, meliputi: dimensi, kebulatan, bulk density, true density, dan porositas biji.

2. Merancang alat pengering spouted bed skala laboratorium tipe batch untuk proses pengeringan biji lada putih.

3. Menguji mutu lada putih hasil pengeringan secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave) berdasarkan parameter mutu: derajat putih (whiteness), kandungan minyak atsiri dan total cemaran mikroba.

Manfaat Penelitian

(19)

3 tanpa preheating. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai beberapa karakteristik fisik biji lada putih dan bermanfaat dalam menemukan metode yang tepat dalam pengeringan biji lada putih untuk menghasilkan mutu lada putih yang baik.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Lada

Tanaman lada merupakan tanaman rempah-rempah yang sudah lama ditanam di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Ghats-Malabar India dan di negara asalnya terdapat tidak kurang dari 600 jenis varietas, sementara itu di Indonesia terdapat tidak kurang dari 40 varietas. Adapun varietas lada di Indonesia antara lain: varietas Jambi, varietas Lampung, varietas Bulok Belantung, varietas Muntok atau Bangka yang dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu lada hitam dan lada putih. Lada hitam yaitu lada yang dikeringkan bersama kulitnya (tanpa pengupasan), sedangkan lada putih yaitu lada yang dikeringkan setelah melalui proses perendaman dan pengupasan. Lada hitam paling banyak dihasilkan di Provinsi Lampung, sementara lada putih awalnya banyak dihasilkan di Muntok, Bangka bagian barat. Saat ini lada putih terkonsentrasi di Bangka Selatan antara lain terdapat di Kecamatan Toboali, Kecamatan Koba, dan Kecamatan Air Gegas (Permentan 2012).

Tanaman lada (Piper nigrum L) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Komoditas ini banyak dibudidayakan di wilayah Lampung secara turun menurun dalam bentuk perkebunan kecil. Pada umur tanaman berkisar antara 2-3 tahun, tanaman ini dapat mulai berbuah. Produktivitas kebun lada rakyat di Lampung masih tergolong rendah yaitu rata-rata 591 kg/ha, dibanding produktivitas nasional yang mencapai 800 kg/ha (BBPPTP 2008).

Lada putih merupakan produk penting yang secara umum digunakan pada produk pangan yang tidak menginginkan partikel yang gelap, seperti sup, mayones, saus berwarna cerah, dan sebagainya. Lada putih didapatkan dari buah yang matang dengan menghilangkan kulit buahnya sebelum proses pengeringan. Lada putih diproduksi secara konvensional dari buah matang dengan teknik perendaman di dalam air. Pada teknik tersebut, buah matang dan buah yang hampir matang dipanen, dirontokkan dan ditumpuk dalam bak yang airnya mengalir selama 7-10 hari. Buah lada dapat juga disimpan dalam karung goni dan direndam pada aliran air. Selama proses perendaman, kulit terluar (pericarp) mengalami pelapukan dan mudah dihilangkan dengan menggosoknya kemudian dicuci dalam air bersih dan dikeringkan (Ravindran dan Kallupurackal 2001).

(20)

4

(terpal/tikar) yang bersih, tidak dijemur di atas tanah tanpa alas karena akan menghasilkan kualitas lada jelek dan kotor. Saat penjemuran dilakukan beberapa kali pembalikan atau ditipiskan dengan ketebalan tumpukan penjemuran 10 cm menggunakan garu dari kayu agar kekeringan buah lada seragam dalam waktu yang sama (BBPPTP 2008).

Tabel 3 Standar mutu lada putih yang telah mendapat perlakuan menurut IPC

Quality Parameter IPC WPT-1 IPC WPT-2

Bulk Density

(g/l, minimum) 600 600

Moisture

(% vol/weight, maksimum) 12 12

Light Berries/Corns

(% by weight, maximum) 1 2

Extraneous Matter

(% by weight, maximum) 1 2

Black Berries/Corns

(% by weight, maximum) 1 2

Mouldy Berries/Corns

(% by weight, maximum) Nil Nil

Insect Defiled Berries/Corns

(% by weight, maximum) 1 2

Whole Insects, Dead (by count, maximum)

Not more than 2 numbers in each sub sample and not more than 5 numbers in total of all sub-samples.

Not more than 2 umbers in each sub sample and not more than 5 numbers in total of all sub-samples

Mammalian or/and Other Excreta (by count, maximum)

Shall be free of any visible

mammalian or/and other excreta

Shall be free of any visible mammalian or/and

other excreta Aerobic Plate Count

(cfu/g, maximum) 5 x 10

4 5 x 104

Mould & Yeast

(cfu/g, maximum) 1 x 10

3 1 x 103

Escherichia coli (MPN/g) < 3 < 3

Salmonella (detection / 25g) Negative Negative

Tabel 2 Standar mutu lada putih (SNI 0004:2013)

No Spesifikasi Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

1. Kerapatan g/l min. 600 min. 600

2. Kadar air, (b/b) % maks. 13.0 maks. 14.0

3. Kadar biji enteng, (b/b) % maks. 1.0 maks. 2.0 4. Kadar benda asing, (b/b) % maks. 1.0 maks. 2.0 5. Kadar lada berwarna kehitam-hitaman, (b/b) % maks. 1.0 maks. 2.0 6. Kadar cemaran kapang, (b/b) % maks. 1.0 maks. 3.0 7. Salmonella Detection/ 25 g Negatif Negatif

(21)

5 Badan Standardisasi Nasional telah mengeluarkan standar mutu lada putih (SNI 0004:2013) seperti yang terlihat pada Tabel 2. IPC juga telah membuat standar mutu untuk lada putih yang telah mendapat perlakuan, seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.

Proses Pengeringan

Pengeringan secara umum digambarkan sebagai proses menghilangkan atau mengeluarkan zat volatil (air) dengan pemanasan untuk menghasilkan produk padat. Air merupakan larutan cair dalam padatan atau bahkan terjebak dalam struktur mikro padat, yang memberikan tekanan uap lebih rendah dari cairan murni, disebut sebagai air terikat. Sedangkan air yang lebih dari air terikat disebut air tidak terikat (Mujumdar 2006).

Ketika bahan padat basah dikenakan pengeringan panas, terdapat dua proses yang terjadi secara bersamaan :

1. Perpindahan energi (dalam bentuk panas) dari lingkungan sekitar untuk menguapkan air permukaan. Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu suhu, kelembaban dan aliran udara, luas permukaan sentuh bahan, dan tekanan.

2. Perpindahan air (massa) dari dalam menuju permukaan padatan dan selanjutnya penguapan disebabkan oleh proses 1. Perpindahan ini merupakan fungsi dari suhu, kadar air, dan sifat fisik alami bahan.

Pembuangan air dari produk pangan melibatkan perpindahan panas dan massa secara bersamaan. Perpindahan panas terjadi dalam struktur produk dan dihubungkan dengan gradien suhu antara permukaan produk dan permukaan air pada lokasi yang sama dalam produk. Energi panas yang cukup ditambahkan ke air akan menyebabkan penguapan, uap dibawa dari permukaan air dalam produk menuju permukaan produk.

Pada permukaan produk, transfer panas dan massa berlangsung secara simultan tetapi dikontrol dengan proses-proses konvektif. Pergerakan uap air dari permukaan produk menuju udara dan perpindahan panas dari udara ke permukaan produk merupakan fungsi dari tekanan uap yang ada dan gradien suhu serta besarnya koefisien konveksi pada permukaan produk (Singh dan Heldman 2009).

(22)

6

Ketika udara panas dihembuskan melalui permukaan bahan basah, uap air berdifusi melewati lapisan batas udara sekitar bahan dan dibawa oleh pergerakan udara seperti pada Gambar 1. Gradien tekanan uap air dibentuk dari air di dalam bahan menjadi udara kering. Gradien ini memberikan „driving force’ untuk pelepasan air dari bahan. Lapisan batas bertindak sebagai pembatas untuk perpindahan panas dan pelepasan uap air. Ketebalan lapisan ditentukan oleh kecepatan udara, kecepatan udara yang rendah menghasilkan lapisan batas yang lebih tebal yang menurunkan koefisien pindah panas. Ketika uap air meninggalkan permukaan bahan, terjadi peningkatan kelembaban udara pada lapisan batas. Hal ini akan menurukan gradien tekanan uap air, sehingga laju pengeringan menjadi lambat. Begitupun sebaliknya, perpindahan udara yang cepat menghilangkan kelembaban udara lebih cepat, menurunkan lapisan batas, meningkatkan gradien tekanan uap air dan akhirnya meningkatkan laju pengeringan (Fellows 2009).

Pengeringan Spouted Bed

Pengering spouted bed berguna dalam pengeringan bahan/partikel yang berukuran besar (Geldart-D) yang memiliki diameter di atas 5 mm. Pada pengering tersebut, udara dengan kecepatan tinggi masuk melewati bukaan pada bagian bawah tumpukan partikel dan membawa partikel tersebut menuju permukaan tumpukan (Law dan Mujumdar 2006). Spouted bed adalah kontaktor antara udara dan padatan dimana sirkulasi aliran padatan terjadi. Area Spouted bed dapat dibagi dalam tiga bagian: spout, fountain, dan annulus (Gambar 2) (Spreutels et al. 2015).

Dalam proses pengeringan partikel padat, partikel tersebut akan berpindah dari satu bagian ke bagian lainnya secara terus menerus. Partikel padat bergerak naik secara cepat pada bagian spout hingga mencapai posisi di atas tumpukan (fountain) dan kemudian bergerak turun pada bagian annulus. Agar kondisi sirkulasi partikel tersebut dapat terjadi, kecepatan udara yang masuk harus sama

(23)

7 atau lebih besar dari kecepatan semburan minimum (Spreutels et al. 2015). Pengeringan spouted bed memiliki beberapa keuntungan dan batasan jika dibandingkan dengan pengering konvensional. Pengeringan ini dapat digunakan untuk mengeringkan padatan yang sensitif terhadap panas, seperti produk pangan (Pallai et al. 2006).

Pengeringan Gelombang Mikro

Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam kisaran frekuensi 300 MHz ke 300 GHz. Dalam spektrum elektromagnetik (Gambar 3), gelombang mikro berada di antara rentang frekuensi radio pada frekuensi yang lebih rendah dan inframerah serta cahaya tampak pada frekuensi yang lebih tinggi. Dengan demikian, gelombang mikro termasuk ke dalam radiasi non-ionisasi (Schubert dan Regier 2005).

Tidak seperti radiasi termal, pemanasan oleh gelombang mikro sangat tergantung pada komposisi kimia dari material yang diradiasikan. Gelombang mikro berinteraksi terutama dengan molekul polar dan partikel bermuatan. Sejauh ini interaksi yang paling penting adalah dengan molekul air. Medan elektro-magnetik dari gelombang mikro bergantian pada frekuensi tinggi, sehingga dipol bahan berputar dalam usaha untuk menyesuaikan diri dengan medan tersebut. Energi gelombang memberikan peningkatan energi kinetik yang terkait dengan osilasi secara rotasi dan diubah menjadi kerja gesekan antarmolekul dan akhirnya panas. Dengan demikian, panas yang dihasilkan di dalam materi sebagai penetrasi dari gelombang mikro itu (Berk 2013).

Konvensi internasional menyatakan bahwa oven gelombang mikro (aplikasi pada industri, keilmiahan dan medis) beroperasi pada frekuensi tertentu yaitu 2.45 GHz. Pada frekuensi ini medan listrik menggerakkan molekul air 109 kali setiap detik, sehingga menciptakan panas yang hebat yang dapat meningkat 10 oC per

(24)

8

detik. Air menjadi komponen utama dari bahan biologis, isinya langsung mempengaruhi pemanasan (Meda et al. 2005).

Pemanasan dan pengeringan dengan energi gelombang mikro berbeda dengan cara konvensional. Metode konvensional tergantung pada aliran panas dari permukaan bahan ke dalam sebagaimana ditentukan dengan diferensial suhu dari panas luar ke dalam yang dingin. Pemanasan dengan energi gelombang mikro pada dasarnya pemanasan massal dimana medan elektromagnetik berinteraksi dengan bahan secara keseluruhan dan terjadi secara seketika dan bisa sangat cepat. Kecepatan pemanasan bisa menjadi keuntungan dan memungkinkan dicapai dalam hitungan detik atau menit yang dengan metode pemanasan konvensional bisa membutuhkan waktu beberapa menit, jam dan bahkan berhari-hari (Schiffmann 2006). Keuntungan pengeringan gelombang mikro adalah pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dan mampu menurunkan cemaran mikroba pada bahan (Hartulistiyoso dan Sudarmaji 2005). Namun, penggunaan secara tunggal bisa sangat mahal dari segi peralatan dan biaya operasional.

Pengeringan gelombang mikro biasanya dikombinasikan dengan udara panas agar meningkatkan efisiensi dan nilai ekonomis proses pengeringannya. Terdapat tiga metode dalam mengkombinasikan gelombang mikro dan pengeringan udara panas yaitu: preheating, booster drying, dan finish drying. Proses preheating dapat membuat kurva pengeringan lebih curam dan waktu pengeringan lebih singkat (Gambar 4). Hal tersebut disebabkan bagian dalam bahan dapat dipanaskan hingga mencapai suhu evaporasi dan mendorong air dalam bahan menuju ke permukaan bahan (Schiffman 2006).

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2015 sampai dengan bulan Maret 2016. Pengukuran true density lada putih dilakukan di Laboratorium

(25)

9 Mekanika Tanah; pengukuran karakteristik biji lada putih, pembuatan alat dan proses pengujian pengeringan dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian; uji derajat putih dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB. Analisis total mikroba dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Antar Universitas (PAU), IPB. Analisis kadar air dan minyak atsiri dilakukan di Laboratorium Analisis Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Cimanggu, Kota Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa biji lada putih kering untuk penentuan karakteristik fisik dan lada putih basah untuk mengetahui karakteristik pengeringannya. Lada diperoleh dari perkebunan rakyat di kabupaten Enrekang provinsi Sulawesi Selatan dengan umur kira-kira 8-9 bulan setelah pembungaan. Lada putih kering yang digunakan merupakan lada putih yang telah melalui proses perebusan, perendaman, pembersihan kulit dan pengeringan dengan kadar air sekitar 13-15%, sedangkan lada putih basah merupakan lada putih hasil perebusan dan perendaman selama 3 hari kemudian dikupas kulitnya dengan kadar air sekitar 40%.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan yaitu; mikrometer sekrup dengan ketelitian 0.01 mm, wadah 500 ml, piknometer, timbangan digital, penggaris, dan peralatan perbengkelan. Peralatan yang digunakan untuk penelitian utama yaitu; oven microwave, blower, termostat, termokepel tipe-T, digital recorder, pemanas elektrik, timbangan digital ketelitian 0.01 gram, power analyzer.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap penelitian utama. Penelitian pendahuluan berupa serangkaian prosedur yang diawali dengan penentuan karakteristik fisik biji lada putih kemudian dilanjutkan dengan perancangan alat pengering spouted bed. Karakteristik fisik biji lada putih tersebut digunakan dalam proses perancangan alat pengering spouted bed (skala laboratorium) untuk proses penelitian utama.

(26)

10

Gambar 5 Diagram alir penelitian

Penelitian pendahuluan

1. Karakteristik Fisik Biji Lada Putih

Dalam merancang suatu peralatan untuk penanganan, pemisahan, penge-ringan, penyimpanan dan pengolahan bahan pertanian, termasuk juga biji-bijian seperti lada, diperlukan karakteristik fisik bahan. Karakteristik fisik bahan yang akan ditentukan adalah dimensi lada, kebulatan, bulk density, true density, dan porositas. Karakteristik fisik bahan merupakan fungsi dari kadar air sehingga semua karakteristik tersebut ditentukan pada empat kondisi kadar air bahan dengan tiga pengulangan pada masing-masing kondisi tersebut. Tahapan dalam penentuan karakteristik fisik bahan secara jelas diperlihatkan pada Gambar 6.

Untuk menghasilkan variasi sampel dengan kadar air yang diinginkan (Mf)

dari kadar air awal bahan (Mi), dilakukan penambahan sejumlah air destilasi

(Wadd) pada sejumlah massa bahan (Wi) dengan mengikuti perhitungan dari

hubungan berikut (Sacilik et al. 2003; Coşkun et al. 2005; Yalçin et al. 2006):

f

i f

100 M

M M W

W i

add

 

(27)

11 dikeluarkan dari refrigerator dan didiamkan sekitar 2 jam pada suhu ruang (Coşkun et al. 2005).

Gambar 6 Diagram alir penentuan karakteristik fisik lada

Untuk menentukan dimensi rata-rata biji lada, secara acak 100 biji lada diambil, kemudian ketiga dimensi aksial (Gambar 7) yaitu tinggi, panjang, dan lebar diukur menggunakan mikrometer dengan ketelitian 0.01 mm. Ketiga dimensi aksial tersebut kemudian ditentukan a = sumbu terpanjang, b = sumbu terpanjang yang tegak lurus terhadap a dan c = sumbu terpanjang yang tegak lurus a dan b. Diameter rata-rata aritmatik (Da) dan diameter rata-rata geometrik (Dg) dihitung dengan menggunakan persamaan 2 dan persamaan 3 berturut-turut (Sacilik et al. 2003; Dursun et al. 2007). Kebulatan biji ϕ dihitung menggunakan persamaan 4 berikut (Coşkun et al. 2005; Varnamkhasti et al. 2007):

Mulai

Pengukuran kadar air awal biji kering

Peningkatan kadar air biji lada

Kadar air 13 %bb

Kadar air 25% bb

Kadar air 35 % bb

Kadar air 40% bb

Pengukuran dimensi biji

Perhitungan kebulatan biji

Pengukuran bulk density

Pengukuran true density

Perhitungan porositas

(28)

12

3 c b a Da    (2)

 

13

abc

Dg(3)

 

c abc 13

(4) Penentuan bulk density rata-rata dilakukan dengan mengisi sampel bahan ke dalam wadah 500 ml dari ketinggian 150 mm dengan laju yang konstan, kemudian isi wadah ditimbang (Coşkun et al. 2005; Zielinska et al. 2011). True density rata-rata ditentukan menggunakan metode perpindahan toluene. Berat toluene yang dipindahkan didapatkan dengan mencelupkan sejumlah bahan yang telah ditimbang ke dalam toluene. Dengan demikian, volume toluene yang dipindahkan atau volume bahan dapat diketahui melalui rasio berat toluene yang dipindahkan dengan densitas toluene (Cetin 2006).

Porositas dari biji-biji lada dihitung dari bulk density dan true density menggunakan persamaan 3 (Yalçin 2006; Varnamkhasti et al. 2007):

100 1 

       t b    (5) dimana ε adalah porositas dalam %, ρb adalah bulk density dalam kg m-3 dan

ρt adalah true density dalam kg m-3.

2. Perancangan alat pengering spouted bed

Alat pengering dirancang untuk skala laboratorium. Alat pengering spouted bed memiliki beberapa bentuk untuk diaplikasikan pada partikel padat. Dalam penelitian ini, bentuk yang digunakan adalah conical spouted bed (CcSB). Pemilihan bentuk didasarkan pada penurunan tekanan minimum yang rendah, kemudahan dalam perancangan, serta dapat beroperasi dengan baik untuk bahan dengan diameter yang cukup besar (>5 mm), seperti yang telah dilakukan oleh Olazar et al. (1992). Rentang faktor geometris (Gambar 8a) dalam perancangan untuk menghasilkan semburan yang stabil didasarkan pada Olazar et al. (1992).

Rasio antara diameter inlet dan diameter bawah kerucut (Di/Do) berada pada rentang 1/2 sampai 5/6. Sudut kerucut (γ) yang baik berada pada rentang 28o sampai 60o. Rasio antara diameter inlet dan diameter partikel (Di/dp) berada pada rentang antara 2 sampai 60 agar pengoperasian berlangsung stabil.

Gambar 7 Dimensi aksial biji lada putih: T, tinggi; P, panjang dan L, lebar. T

P P

(29)

13

Gambar 8 (a) Faktor geometri dan (b) diagram skematik reaktor conical spouted bed

Udara panas untuk pengeringan berasal dari blower yang melewati saluran udara yang melewati pemanas elektrik kemudian menuju ruang pengeringan kemudian udara dan uap air akan keluar melalui saluran atas alat pengering. Suhu udara pengeringan dijaga pada kondisi 40-65oC dengan menggunakan termostat yang diletakkan setelah udara melewati elemen pemanas. Diagram skematik peralatan pengering dapat dilihat pada Gambar 8b.

Kecepatan udara spouting minimum diprediksi dengan menggunakan persamaan empiris yang telah dikembangkan. Kecepatan spouting minimum pada bentuk tumpukan kerucut memiliki hubungan dengan tinggi tumpukannya. Persamaan empiris yang digunakan (persamaan 6) adalah persamaan yang dikembangkan oleh Olazar et al. (1992) karena kondisi eksperimen penelitian yang dilakukan berada pada rentang kondisi eksperimen pengembangan persamaan tersebut. Persamaan ini didasarkan pada berbagai kondisi eksperimen (Di = 0.02-0.062 m, Do = 0.063 m, Ho = 0.02-0.55 m, Dc = 0.36 m, γ = 28-45o, dp = 0.5-25 mm, ρp = 14-2420 kg m-3) dan persamaan ini juga berlaku untuk campuran bahan yang memiliki ukuran beragam (Olazar et al. 2011).

1.68

 

0.57 5

.

0 tan 2

Ar 126 . 0

Remsi   Db Di   (6)

2 3

Ar

  

g

dp p

 (7)

 

msi p msi

u d

Re (8)

(30)

14

partikel pada udara masuk ketika spouting minimum, umsi adalah kecepatan spouting minimum dalam m s-1.

Penelitian utama

Diagram alir tahapan penelitian utama yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 9. Proses pengeringan dilakukan pada biji lada putih setelah proses perendaman selama 3 hari. Setelah proses perendaman dan pencucian biji lada putih, lada didiamkan di atas saringan terlebih dahulu agar air yang menempel pada permukaan biji yang dapat lepas secara gravitasi berkurang. Lada putih basah tersebut kemudian ditimbang untuk mendapatkan lada putih sebanyak 400 gram. Lada putih selanjutnya dimasukkan ke dalam ruang pengeringan spouted bed untuk perlakuan non-preheating sedangkan untuk perlakuan preheating lada disimpan dalam wadah kemudian dimasukkan ke dalam oven microwave. Suhu sebelum dan sesudah preheating diukur, kemudian lada hasil preheating dipindahkan ke ruang pengeringan spouted bed dan dilakukan proses pengeringan konveksi. Selama proses pengeringan, beberapa parameter untuk analisis pengeringan diukur dan mutu lada putih diukur setelah proses pengeringan selesai. Metode dalam setiap tahap penelitian utama tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Kadar air bahan

Kadar air bahan yang akan ditentukan adalah kadar air awal (Mo), kadar air

akhir (Mak) dan kadar air bahan selama proses pengeringan (Mt). Kadar air akhir

bahan ditentukan dengan menggunakan metode destilasi. Metode ini merupakan metode uji kadar air untuk lada putih berdasarkan SNI 0004:2013. Metode ini digunakan karena bahan (biji lada) mengandung senyawa volatil. Prinsip dari metode ini adalah menentukan jumlah air yang dipisahkan dengan cara destilasi dengan menggunakan pelarut organik (toluen) yang tidak bercampur dengan air dan ditampung dalam penampang berskala. Dengan metode destilasi, akan diperoleh massa air (ma) dari sejumlah massa contoh uji (m). Persentase kadar air bahan dalam basis basah (%bb) dapat dihitung menggunakan persamaan 9. Kadar air awal bahan dan kadar air bahan selama proses pengeringan ditentukan dengan melakukan pengukuran massa bahan awal (mo), massa bahan akhir (mak) dan massa bahan selama proses (mt) setiap selang dua menit dan dihitung dengan mengacu pada kondisi kadar air akhir bahan dengan menggunakan persamaan 10.

.

% 100 bb)

(%  

m m

M a

ak (9)

t ak ak

t

m M % m

M %bb 100% 100  %bb (10)

2. Total mikroba

(31)
[image:31.595.112.495.183.740.2]

15 fisiologis 0.85% dalam kondisi steril. Kemudian dilakukan pengenceran beberapa kali untuk memudahkan penumbuhan dan perhitungan mikroba. Setiap tingkat pengenceran diambil cairan 0.1 ml dan dituangkan ke cawan petri dengan pengenceran 102, 103, 104 dan seterusnya (duplo). Selanjutnya dimasukkan juga PCA (plate count agar) ke dalam cawan. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam ruang inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Kemudian dihitung jumlah koloninya pada setiap cawan.

(32)

16

3. Udara pengeringan

Aliran udara pengeringan yang diinginkan dihasilkan dari blower kemudian melewati elemen pemanas elektrik yang diletakkan pada jalur aliran udara sebelum masuk ke ruang pengeringan. Pemanas elektrik akan memanaskan udara yang melewatinya dan suhu udara yang dihasilkan dijaga pada suhu berkisar 40-65oC dengan termostat.

4. Massa bahan

Pengukuran massa bahan meliputi massa awal, massa selama periode pengeringan dan massa akhir. Pengukuran massa bahan dilakukan setiap dua menit selama proses pengeringan berlangsung dan proses pengeringan dihentikan apabila telah mencapai kadar air yang diinginkan (sekitar 10% bb). Ketika pengambilan data massa, hembusan udara pengering dimatikan sesaat, kemudian lada dan ruang pengeringannya ditimbang dengan timbangan digital (ketelitian 0.01 gram). Massa lada diperoleh dengan mengurangkan data tersebut dengan massa ruang pengeringannya.

5. Pengukuran Suhu

Pengukuran suhu dilakukan pada udara yang masuk dan keluar ruang pengeringan, suhu udara lingkungan, serta suhu bahan selama proses pengeringan pada setiap selang 2 menit.. Pada aliran udara masuk dan keluar, suhu yang diukur adalah suhu bola basah dan suhu bola kering. Pengukuran suhu bahan dilakukan dengan menghentikan aliran udara pengeringan sesaat. Pengukuran suhu menggunakan termokopel tipe-T yang dihubungkan dengan hybrid recorder untuk menampilkan data suhu.

6. Pengukuran daya gelombang mikro

Pengukuran daya pada oven microwave dilakukan dengan menggunakan power analyzer. Data yang diperoleh dari alat ukur tersebut adalah daya listrik yang mengalir ke oven microwave dan merupakan hasil perkalian antara arus, tegangan, dan faktor daya. Pengukuran daya tersebut dilakukan setiap satu detik selama proses preheating berlangsung.

7. Waktu pengeringan

Waktu pengeringan merupakan waktu total yang digunakan untuk mengeringkan bahan dari kadar air awal sampai kadar air akhir yang diinginkan. Waktu yang digunakan untuk pengukuran massa bahan tidak dihitung sebagai waktu pengeringan.

8. Kadar minyak atsiri

(33)

17 volume minyak atsiri dan air diukur. Minyak atsiri akan terpisah dengan air di dalam wadah, sehingga memudahkan untuk membaca volume minyak atsiri yang terjadi. Kadar minyak atsiri yang diperoleh dihitung berdasarkan perbandingan antara volume minyak atsiri yang dihasilkan terhadap bobot awal bahan yang diekstrak.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan memberi 3 perlakuan berbeda pada pengeringan 400 gram lada putih basah dengan suhu udara pangering berada pada rentang 40-65oC. Variasi perlakuan berupa non preheating, preheating 320 Watt selama 2 menit, dan preheating 640 Watt selama 2 menit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan tiga kali ulangan. Analisis stastistik data pada penelitian ini menggunakan SPSS 16.0 for windows dan untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik Biji Lada Dimensi dan sebaran biji

[image:33.595.112.482.170.705.2]

Dimensi rata-rata dari 100 biji lada putih pada kadar air 15.40%bk. adalah: tinggi 4.11 ± 0.27 mm, panjang 4.35 ± 0.34 mm, dan lebar 4.35 ± 0.35 mm. Kurva distribusi frekuensi untuk nilai dimensi rata-rata menunjukkan kecenderungan distribusi normal seperti yang terlihat pada Gambar 10. Sekitar 92% biji lada putih memiliki tinggi pada rentang dari 3.5 mm sampai 4.5 mm; sekitar 85%,

Gambar 10 Kurva distribusi frekuensi dimensi biji pada kadar air 15.40%bk. : (□) tinggi, (○) panjang, dan (Δ) lebar. 0

20 40 60 80 100

3,25 3,75 4,25 4,75 5,25

F

re

kue

nsi

(34)

18

panjang pada rentang dari 4.0 mm sampai 5.0 mm; sekitar 86%, lebar pada rentang dari 3.5 mm sampai 5.0 mm pada kadar air 15.40 %bk.

Ketiga dimensi aksial meningkat secara linear dengan adanya peningkatan kadar air biji. Sumbu tinggi berada pada rentang dari 4.11 sampai 4.97, panjang berada pada 4.35 sampai 5.14, dan lebar berada pada 4.35 sampai 5.17 mm dengan peningkatan kadar air dari 15.40% hingga 64.80 %bk. (Tabel 4). Diameter rata-rata biji mengalami peningkatan dengan meningkatnya kadar air biji. Diameter rata-rata aritmatik meningkat dari 4.27 sampai 5.13 mm dan diameter rata-rata geometrik meningkat dari 4.27 sampai 5.09 mm (Tabel 4).

Hubungan antara dimensi aksial dan kadar air biji (Mc) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

9737 . 0 0164 . 0 8591 .

3 2

M R

T c (11)

9655 . 0 015 . 0 1615 .

4 2

M R

P c (12)

9687 . 0 0156 . 0 1496 .

4 2

M R

L c (13)

9827 . 0 0164 . 0 041 .

4 2

M R

Da c (14)

9734 . 0 0157 . 0 053 .

4 2

M R

Dg c (15)

Kebulatan

Secara rata-rata, kebulatan biji lada putih meningkat dari 0.969 hingga 0.977 dengan meningkatnya kadar air dari 15.40% hingga 64.80% bk. Hubungan antara kebulatan dan kadar air bahan pada 15.40% hingga 64.80% bk. dapat diwakili oleh persamaan berikut:

7146 . 0 0001 . 0 9657 .

0 2

Mc R

[image:34.595.120.464.544.736.2]

 (16)

Gambar 11 Pengaruh kadar air terhadap kebulatan biji 0,920 0,935 0,950 0,965 0,980 0,995

10 30 50 70

Ke

bulata

n

Kadar air, % b.k.

Tabel 4 Dimensi aksial dan diameter biji lada putih pada berbagai kondisi kadar air Kadar air

(% bk.)

Dimensi aksial (mm) ± SD Diameter rata-rata (mm) Tinggi (T) Panjang (P) Lebar (L) Aritmatik (Da) Geometrik (Dg)

(35)

19 Pola yang sama juga dihasilkan oleh Coşkun et al. (2005) untuk biji jagung manis, Cetin (2006) untuk kacang barbunia, Yalçin (2006) untuk kacang tunggak, dan Sacilik et al. (2003) untuk biji rami.

Bulk Density

Data eksperimental menunjukkan pola perubahan bulk density yang tidak linear pada biji lada putih dengan adanya perubahan kadar air biji lada pada rentang 15.40% hingga 64.80% bk (Gambar 12). Hubungan antara bulk density dan kadar air biji lada putih dapat diekspresikan dalam persamaan polinomial berikut:

9958 . 0 0684

. 0 0149

. 6 52 .

796 2 2

Mc Mc R

b

 (17)

Pada rentang kadar air biji 15.40% hingga 43.97%bk., bulk density mengalami penurunan dari 720.53 kg m-3 menjadi 664.28 kg m-3. Mulai pada titik tersebut, bulk density mengalami peningkatan dengan meningkatnya kadar air biji. Peningkatan bulk density yang terjadi pada kondisi kadar air 43.97% hingga 64.80% bk. menunjukkan bahwa peningkatan berat biji sampel lebih besar dibandingkan peningkatan volume sampelnya. Fenomena ini disebabkan oleh struktur sel pada biji sampel, dan karakteristik peningkatan volume dan massa biji dengan adanya peningkatan kadar air (Baryeh 2002).

Hubungan polinomial antara bulk density dan peningkatan kadar air bahan juga ditemukan oleh Baryeh (2001) pada jawawut dan Baümler et al. (2004) pada biji bunga kesumba.

True Density

Pola tidak linear juga ditunjukkan oleh perubahan true density biji lada putih terhadap adanya peningkatan kadar air biji lada putih pada rentang 15.40% hingga 64.80% bk. (Gambar 12). True density biji lada putih sebagai fungsi dari kadar air dapat dinyatakan dalam persamaan polinomial berikut:

Gambar 12 Pengaruh kadar air terhadap bulk density (Δ) dan true density (○) biji lada putih.

600 750 900 1050 1200 1350 1500

10 20 30 40 50 60 70

D

ensit

y

, kg

m

-3

(36)

20 9065 . 0 1246 . 0 015 . 11 7 .

1449 2 2

Mc Mc R

t

 (18)

True density biji lada putih mengalami penurunan dari 1305.54 kg m-3 pada kadar air 15.40% bk. hingga mencapai 1206.26 kg m-3 pada kadar air 44.20% bk. Mulai dari titik tersebut, peningkatan kadar air biji akan diikuti dengan meningkatnya true density bahan. Fenomena tersebut memiliki pola yang sama dengan perubahan bulk density biji sebagai fungsi dari kadar air.

Kondisi tersebut juga telah dilaporkan oleh Coşkuner dan Karababa (2006) yang menemukan pola yang sama pada perubahan true density biji ketumbar. Hubungan polinomial antara true density dan kadar air juga ditemukan oleh Baümler et al. (2004) pada biji bunga kesumba.

Porositas

Porositas dihitung berdasarkan nilai bulk density dan true density biji lada putih. Untuk mendapatkan hasil yang relevan dengan persamaan empiris dari bulk density dan true density, nilai densitas yang digunakan berdasarkan persamaan empiris yang telah diperoleh. Berdasarkan perhitungan, porositas biji lada putih mengalami penurunan secara linear dari 45.01% hingga 44.88% dengan adanya peningkatan kadar air biji dari 15.40% hingga 64.80% bk. Hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

9949 . 0 0026 . 0 051 .

45 2

Mc R

 (19)

Penurunan porositas secara linear dengan adanya peningkatan kadar air biji juga ditemukan oleh Özarslan (2002) pada biji kapas, Sacilik et al. (2003) pada biji rami, dan Dursun et al. (2006) pada benih gula bit.

Perancangan alat pengering spouted bed

[image:36.595.34.482.19.782.2]

Perancangan alat pengering pada penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa kondisi biji lada putih basah berada pada kadar air sekitar 40% bb. Saat kondisi tersebut diperoleh bahwa diameter geometri biji lada sekitar 5.10 mm, bulk density sekitar 699.53 kg m-3, dan true density sekitar 1269.14 kg m-3. Nilai

Gambar 13 Pengaruh kadar air terhadap porositas biji. 44,85

44,90 44,95 45,00 45,05

10 30 50 70

P

or

osit

as

(%)

(37)

21 tersebut diperoleh melalui persamaan yang telah dikembangkan sebelumnya. Ketiga parameter karakteristik fisik tersebut digunakan dalam menentukan rentang faktor geometri dalam perancangan. Parameter data masukan untuk perancangan alat disajikan dalam Tabel 5.

Alat pengering skala laboratorium tipe batch dirancang untuk kapasitas 400 gram biji lada putih basah (Gambar 14). Volume lada putih pada kondisi massa bahan tersebut adalah 571.82 cm3. Diameter inlet (Di) dan diameter bawah kerucut (Do) ditentukan sebesar 42 mm dan 51 mm secara berturut-turut, sehingga diperoleh rasio Di dan Do sebesar 0.82. Nilai tersebut masih berada pada rentang rasio agar pengoperasian berlangsung stabil. Rasio yang lebih kecil dari batas bawah rentang (<0.5) akan mempengaruhi penurunan tekanan dan akan membentuk zona mati pada bagian bawah, sehingga dapat mempengaruhi sirkulasi partikel. Melebihi nilai batas atas (>0.83) juga dapat menyebabkan peningkatan ketidakstabilan yang disebabkan oleh pergerakan rotasi (Olazar et al. 1992).

[image:37.595.112.492.113.567.2]

Diameter kolom (Dc) dan tinggi kerucut (Hc) ditentukan sebesar 135 mm dan 122 mm secara berturut-turut. Nilai sudut kerucut (γ) diperoleh sebesar 37.99o

Tabel 5 Data masukan dalam perancangan alat pengering

Parameter Simbol Nilai Satuan

Faktor geometri

Diameter inlet Di 42 mm

Diameter bawah kerucut Do 51 mm

Diameter kolom Dc 135 mm

Tinggi kolom Hc 122 mm

Faktor bahan dan lingkungan

Kadar air awal biji lada Mc 40.00 % bb

66.67 % bk

Massa lada M 400 gram

Densitas udara ρ 1.067 kg m-3

Viskositas udara μ 2×10-5 kg m-1 s-1

[image:37.595.127.463.147.300.2]

Percepatan gravitasi g 9.81 m s-2

(38)

22

dan rasio antara diameter inlet dan diameter partikel (Di/Dp) sebesar 8.24. Nilai sudut yang rendah (<28o), dapat menyebabkan ketidakstabilan. Sedangkan sudut yang terlalu besar (>60o), berpengaruh terhadap sirkulasi partikel yang sangat lambat, terutama pada tumpukan yang dalam (Olazar et al. 1992). Hasil analisis geometri dan hidrodinamik dalam perancangan tersaji dalam Tabel 6.

Kecepatan spouting minimum yang diperoleh berdasarkan persamaan empiris (persamaan 6) sebesar 10.09 m s-1. Olazar et al. (1992) mendapatkan bahwa kecepatan spouting minimum untuk partikel dengan diameter 4 mm sekitar 7 m s-1 (γ = 39o; Di = 4 cm; Ho = 9 cm) dan untuk partikel dengan diameter 8 mm

sekitar 11 m s-1 (γ = 39o; Di = 4 cm; Ho = 10 cm). Kecepatan spouting minimum

merupakan batas bawah kecepatan udara agar kondisi sirkulasi partikel dapat terjadi dengan baik. Dalam penelitian ini, kecepatan spouting yang digunakan

sekitar 15 m s-1 atau 1.5 kali umsi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kondisi sirkulasi partikel tetap berjalan dengan baik pada saat awal pengeringan. Pada saat tersebut, kondisi biji lada masih basah dengan kadar air yang cukup tinggi, sehingga terdapat daya tarik antar biji-biji lada karena dipengaruhi oleh air di sekeliling permukaan biji. Namun, kecepatan udara yang diberikan juga tidak boleh terlalu tinggi, sebab dapat mengakibatkan lada terbawa keluar dari dalam ruang pengeringan. Udara semburan bersumber dari mesin blower 3 fase yang mampu memberikan tekanan udara sekitar 1000–1200 mmH2O serta debit udara

sekitar 1.3-1.5 m3 mnt-1. Perhitungan analisis geometri dan hidrodinamik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

Daya Gelombang Mikro

[image:38.595.71.478.243.506.2]

Gelombang mikro digunakan dalam penelitian ini karena prinsip pemanasannya yang jauh berbeda dengan sistem konvensional sehingga kenaikan suhu dapat berlangsung secara singkat. Proses preheating dilakukan dengan menggunakan oven microwave yang memiliki frekuensi kerja sekitar 2450 Hz.

Tabel 6 Hasil analisis geometris dan hidrodinamik

Parameter Simbol Nilai Satuan

Karakteristik fisik

Bulk density lada ρb 699.53 kg m-3

True densiy lada ρt 1 269.14 kg m-3

Diameter lada dp 5.10 mm

Volume tumpukan lada (400 gram) V 571.82 cm3 Analisis geometri dan hidrodinamik

Rasio diameter inlet dan bawah kerucut Di/Do 0.82

Sudut kerucut γ 37.99 derajat

Rasio diameter inlet dan partikel Di/dp 8.24

Tinggi tumpukan Ho 97.08 mm

Diameter atas tumpukan Db 117.84 mm

Bilangan Reynolds partikel Remsi 2 747.22

(39)

23

Daya yang digunakan adalah 320 watt selama 2 menit dan 640 watt selama 2 menit. Gelombang mikro tersebut diperoleh dari magnetron yang terdapat dalam sistem oven microwave. Dalam sistem oven microwave, daya dengan besar tertentu diperoleh dengan mengendalikan aliran listrik dan arus pada magnetron.

Pada Gambar 15 dapat dilihat pola daya gelombang mikro yang terjadi selama proses preheating. Dari pola tersebut terlihat bahwa, aliran listrik mengalir ke magnetron pada selang waktu tertentu dan kemudian aliran diputus pada selang waktu tertentu. Pada daya 320 watt, daya tertinggi dicapai pada sebesar 873 watt (Tabel 7). Daya maksimum ini dicapai hanya beberapa saat, kemudian daya akan turun hingga mencapai sekitar 10 watt. Daya terkecil ini hanya digunakan untuk sistem oven microwave lainnya, seperti lampu, kipas, dan alat-alat kontrol lainnya. Daya yang setiap detik diukur selama proses preheating, jika dirata-ratakan akan diperoleh nilai pada kisaran 312-340 watt, seperti yang terlihat pada Tabel 7.

(a)

[image:39.595.120.482.79.546.2]

(b)

Gambar 15 Daya gelombang mikro selama preheating: (a) daya 320 watt, (b) daya 640 watt

0 200 400 600 800 1000 1200

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Da

ya

(

w

att

)

Waktu (detik)

0 200 400 600 800 1000 1200

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Da

ya

(

w

att

)

(40)

24

Energi gelombang mikro yang digunakan dalam proses preheating dapat dihitung berdasarkan daya rata-rata dikalikan dengan total waktu proses preheating.

Pola yang sama juga terjadi pada daya 640 watt (Gambar 15b). Ketika aliran listrik ke magnetron dihubungkan, daya maksimum yang tercapai sekitar 1129 watt. Daya maksimum yang lebih besar dicapai dengan mengalirkan arus yang lebih besar pada magnetron. Sehingga jika daya setiap detik selama proses preheating dirata-ratakan, maka diperoleh daya sebesar 619 – 627 watt (Tabel 7). Pola daya gelombang mikro yang terjadi ini menunjukkan bahwa, pengaturan daya pada oven microwave menunjukkan rata-rata daya yang terjadi, bukan daya maksimum yang diradiasikan.

Perubahan Suhu Pada Proses Pengeringan

Suhu udara pengeringan dan suhu bahan merupakan hal penting dalam proses pengeringan terutama kaitannya dengan laju penguapan air serta kualitas biji lada putih hasil pengeringan. Suhu udara pengeringan yang cukup tinggi dapat mempercepat proses pengeringan dengan meningkatkan laju penguapan. Namun suhu udara pengeringan yang tinggi juga dapat menurunkan kualitas biji lada putih yaitu warna lada yang kurang putih. Menurut Hidayat et al. (2009), penggunaan suhu yang cukup tinggi (> 60oC) memungkinkan terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis.

Dalam penelitian ini, suhu udara pengeringan yang digunakan pada kisaran 40-65oC. Suhu yang fluktuatif (Gambar 16) disebabkan oleh sistem kontrol suhu yang digunakan dalam pemanasan udara yaitu sistem on-off yang dikendalikan oleh termostat. Elemen pemanas akan hidup ketika suhu udara di bawah 40 oC dan akan mati ketika suhu sekitar 65oC. Udara yang dilewatkan pada elemen pemanas akan menyebabkan terjadi pindah panas dari permukaan elemen ke udara.

Perubahan suhu bahan selama proses pengeringan dapat dilihat pada Gambar 16. Suhu bahan dengan perlakuan non-preheating maupun preheating mengalami peningkatan secara bertahap hingga mencapai suhu sekitar 50 oC. Suhu tersebut pada semua perlakuan dicapai pada kisaran menit ke-20 proses pengeringan. Pada menit ke-0 hingga menit ke-20 tersebut, suhu bahan terus meningkat. Setelah mencapai suhu 50 oC, suhu bahan relatif konstan. Grafik suhu bahan selama proses pengeringan juga menunjukkan bahwa fluktuasi suhu udara pengering pada 40 hingga 65oC tidak begitu mempengaruhi suhu bahan. Kondisi suhu udara pengeringan tersebut mengakibatkan suhu bahan relatif stabil pada

Tabel 7 Daya gelombang mikro pada proses preheating

Preheating Ulangan Daya (watt) Energi (joule) Maksimum Minimum Rata-rata

320 watt 1 859 10 314 37 662

2 873 34 340 40 772

3 818 22 312 37 403

640 watt 1 1129 39 619 77 394

2 1113 38 627 78 321

(41)

25

suhu 50 oC dan kondisi tersebut baik terhadap bahan karena dapat menghindari terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis.

Suhu awal biji lada pada pengeringan non-preheating berkisar pada suhu ruang yaitu sekitar 28.1oC. Pada perlakuan preheating dengan daya 320 watt selama 2 menit, suhu lada ditingkatkan sebesar 13.2oC atau menjadi 41.1oC, sedangkan pada daya 640 watt selama 2 menit, suhu lada meningkat sekitar 36.1

oC atau menjadi 63.8oC. Kenaikan suhu yang begitu cepat pada biji lada

disebabkan oleh prinsip pemanasan gelombang mikro yaitu dengan menggetarkan senyawa polar (air) yang terdapat pada biji lada. Setelah proses preheating di dalam oven microwave, lada dipindahkan ke dalam ruang pengeringan spouted bed dan dilakukan pengeringan konvektif, sehingga suhu bahan akan mengalami

(a)

(b)

(c)

Gambar 16 Grafik suhu udara dan suhu bahan selama proses pengeringan: (a)

Gambar

Tabel 2  Standar mutu lada putih (SNI 0004:2013)
Gambar 1  Pergerakan uap air selama pengeringan
Gambar 2  Bagian-bagian pada spouted bed
Gambar 4  Kurva pengeringan dengan preheating
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis hasil evaluasi yang terdiri dari 14 soal berupa essay, soal nomor lima merupakan soal yang hampir semua siswa (di atas 85%) menjawab dengan benar. Hal

Alhamdulillahirrabil’alamiin segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “

Penetapan Kadar Tablet Amlodipin Besilat Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel Berdasarkan Brominasi dan Reaksinya dengan Kuning Metanil.. Dibawah

Penggunaan Media Berita TV untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Menulis Teks Eksplanasi Pada Siswa Kelas XI SMK ICB Cinta Wisata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100% responden yang mempunyai jumlah kehamilan &lt;3 kali 66,7% responden terkena anemia, dan dari 100% responden yang mempunyai

Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan antara supervisi pengajaran, pelatihan, dan pengalaman kerja

Kriteria inklusi meliputi pasien rawat inap, diagnosis utama kanker serviks dengan atau tanpa penyakit penyerta, pasien dengan kriteria stadium kanker yang

pengelompokkan untuk mencari tahu tren topik laporan yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat sehingga mempermudah pencarian topik yang diinginkan dan membantu