• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim Hujan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim Hujan"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI JARINGAN SARAF TIRUAN MENGGUNAKAN

ALGORITME GENETIKA UNTUK PERAMALAN

PANJANG MUSIM HUJAN

MAULITA PANGESTI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim Hujan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Maulita Pangesti

(4)

ABSTRAK

MAULITA PANGESTI. Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim Hujan. Dibimbing oleh AGUS BUONO dan AKHMAD FAQIH.

Fokus penelitian ini adalah peramalan panjang musim hujan di daerah Indramayu menggunakan jaringan saraf tiruan (JST) yang dioptimalkan oleh algoritme genetika (GA). Bobot yang dihasilkan oleh jaringan saraf bersifat acak, sehingga hasil nilai prediksi dapat berubah dalam setiap pelatihan. GA adalah model komputasi yang memiliki operator seleksi, persilangan, dan mutasi untuk menghasilkan populasi baru. Inisialisasi bobot yang diberikan oleh JST akan dioptimalkan menggunakan GA. Prediktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah data southern oscillation index (SOI) dan data awal musim hujan (AMH) dengan variabel respon adalah panjang data musim hujan di tahun sebelumnya memrediksi panjang musim hujan di tahun berikutnya. Hasil terbaik diperoleh dari model yaitu pada daerah rata-rata. Pada wilayah ini, RMSE sebesar 14 hari dan r antara nilai yang diamati dan diprediksi sebesar 0.741 pada tingkat signifikansi 10%, RMSE sebesar 19 hari dan r antara nilai yang diamati dan diprediksi sebesar 0.694 pada tingkat signifikansi 5%.

Kata kunci: algoritme genetika, backpropagation, jaringan saraf tiruan, optimasi, panjang musim hujan

ABSTRACT

MAULITA PANGESTI. Artificial Neural Network Optimizing Using Genetic Algorithm for Forecasting The Length of Rainy Season. Supervised by AGUS BUONO and AKHMAD FAQIH.

The focus of this research is to predict length of the rainy season in Indramayu using artificial neural networks (ANN) optimized by genetic algorithm (GA). The weights generated by the neural network is random, so the result of predictive value can change in each training. GA is a computational model that has operator selection, crossover, and mutation for generating a new population. The initialization of weights that is given by ANN will be optimized using GA. The predictors which are used in this research are the southern oscillation index (SOI) data and the beginning of rainy season (AMH) data with the length of rainy season data in previous year to predict the length of rainy season in the current year. The best result is obtained from the model on average region. On this region, the RMSE amounts to 14 days and the correlation coefficient between the observed values and predicted values amounts to 0.741 at 10% significance level, the RMSE amounts to 19 days and the correlation coefficient between the observed values and predicted values amounts to 0.694 at 5% significance level. Keywords: back propagation, genetic algorithm, length of rainy season, neural

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

OPTIMASI JARINGAN SARAF TIRUAN MENGGUNAKAN

ALGORITME GENETIKA UNTUK PERAMALAN

PANJANG MUSIM HUJAN

MAULITA PANGESTI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim Hujan

Nama : Maulita Pangesti

NIM : G64090041

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Pembimbing I

Dr Akhmad Faqih Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah jaringan saraf tiruan yang dioptimasi algoritme genetika, dengan judul Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim Hujan.

Melalui lembaran ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan, saran, dan kritik, serta atas

do’a yang ditunjukkan selama penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih

penulis ucapkan kepada :

1 Kedua orang tuaku yang tersayang dan tercinta, Papa Drs H Isyatmoko dan Mama Hj Sumarni, atas segala do’a, motivasi, dukungan, pengorbanan, dan kasih sayang yang diberikan sehingga mendorong penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Dan hanya Allah

subhanahu wa ta’ala yang dapat membalasnya dengan setara.

2 Kakak-kakakku yang tersayang dan tercinta, Mas Eval Singgih dan

Abang Citra Isramadhani, atas segala do’a, motivasi, dukungan, pengorbanan, dan kasih sayang yang diberikan sehingga mendorong penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Dan hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang dapat membalasnya dengan setara.

3 Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi MKom dan Bapak Dr Akhmad Faqih selaku pembimbing atas bimbingan, saran, dan arahan yang diberikan selama pembuatan karya ilmiah ini.

4 Bapak M Ashyar Agmalaro, SSi MKom atas kesediaannya sebagai penguji.

5 Seluruh staf pengajar Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan wawasan dan bekal ilmu kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Departemen Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor. 6 Seluruh staf administrasi dan perpustakaan yang tidak pernah bosan

dalam melayani berkas administrasi penulis dan melayani kebutuhan buku untuk penulis.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Penelitian Panjang Musim Hujan 2

Penelitian JST yang Dioptimasi Algoritme Genetika 3

Southern Oscillation Index (SOI) 3

Korelasi Linear 4

Mean Square Error (MSE) 4

Jaringan Saraf Tiruan Back propagtion 5

Algoritme Genetika 6

METODE 7

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Pemilihan Prediktor 11

JST Back Propagation Awal 12 JST Back Propagation yang Dioptimasi Algoritma Genetika 16

Analisis RMSE 20

Analisis Korelasi Sederhana 21

Analisis Kelompok Terbaik 28

SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pembagian data latih dan uji tiap wilayah 9

2 Stuktur jaringan saraf tiruan back propagation yang digunakan dalam

penelitian 9

3 Stuktur algoritma genetika yang digunakan 11

4 Nilai galat setiap kelompok wilayah pada taraf nyata 5% dan 10% 23

DAFTAR GAMBAR

1 Stuktur jaringan saraf tiruan back propagation 6

2 Diagram alir metode 8

3 Peta wilayah di Indramayu 8

4 Optimasi JST menggunakan algoritma genetika 10

5 Grafik nilai r antara data SOI dengan data PMH 11 6 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai

observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada

wilayah hujan I 12

7 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada

wilayah hujan II 13

8 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada

wilayah hujan III 14

9 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada

wilayah hujan IV 15

10 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada

wilayah hujan V 16

11 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada

rataan wilayah 17

12 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah

optimasi pada wilayah hujan I 18

13 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah

optimasi pada wilayah hujan II 19

14 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah

optimasi pada wilayah hujan III 20

15 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah

(11)

16 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah

optimasi pada wilayah hujan V 22

17 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah

optimasi pada rataan wilayah 22

18 Perbandingan nilai r antara nilai prediksi dengan nilai observasi di setiap wilayah pada JST back propagation yang dioptimasi 24 19 Diagram pencar antara nilai prediksi dengan nilai observasi panjang

musim hujan wilayah pertama pada JST back propagation yang dioptimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x) 25 20 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan

di wilayah hujan kedua menggunakan JST back propagation setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x) 26 21 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan

di wilayah hujan ketiga menggunakan JST back propagation setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x) 26 22 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan

di wilayah hujan keempat menggunakan JST back propagation

setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x) 27 23 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan

di wilayah hujan kelima menggunakan JST back propagation setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x) 27 24 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan

di perataan wilayah menggunakan JST back propagation setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x) 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data SOI dari tahun 1965-2010 30

2 Data awal musim hujan dari tahun 1965-2010 31

3 Data panjang musim hujan setiap wilayah pada tahun 1965-2010 32 4 Nilai korelasi sederhana (r) data SOI dan data panjang musim hujan

pada tahun 1965-2010, serta nilai t-hitung 33

5 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan pertama 33 6 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan kedua 34 7 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan ketiga 34 8 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan keempat 35 9 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan kelima 35 10 Hasil prediksi kelompok data perataan wilayah 36

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berada di daerah khatulistiwa dan memiliki rata-rata curah hujan yang tinggi. Ada beberapa fenomena alam yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia, salah satunya adalah El-Nino southern oscillation (ENSO). ENSO merupakan gabungan antara proses di atmosfer dan di samudera yang disebabkan oleh sirkulasi panas dan momentum atmosferik di daerah Pasifik Ekuator. El-Nino mengacu pada fenomena lautan di Samudera Pasifik sedangkan southern oscillation mengacu pada fenomena di atmosfer (McPhaden 2002). Fenomena ENSO menyebabkan gejala anomali yaitu La Nina

dan El-Nino. Gejala tersebut berpengaruh terhadap variasi iklim tahunan di Indonesia, di antaranya awal musim hujan yang bervariasi, nilai curah hujan yang tidak menentu, serta rentang musim hujan yang lebih panjang dan musim kemarau yang lebih pendek atau sebaliknya (Tjasyono dan Bannu 2003).

Pada sektor pertanian khususnya di daerah Indramayu yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani yang memproduksi padi, musim hujan dapat menguntungkan yaitu dalam irigasi sebagai pengairan di sawah dan sebagai persediaan cadangan air pada saat musim kemarau tiba. Akan tetapi, faktor yang dapat merugikan adalah apabila hujan yang turun terlalu lama dan tidak normal akan menyebabkan gagal panen dalam proses produksinya akibat perairan yang terlalu berlebihan yang tidak mampu diserap oleh tanah. Salah satu solusi untuk mencegah terjadinya kegagalan panen tersebut adalah dengan memberikan ketersediaan informasi yang akurat tentang lamanya musim hujan untuk para petani sebelum melakukan proses produksi.

Pada penelitian sebelumnya yang berkaitan panjang musim hujan pernah dilakukan oleh Said (2011) yang menggunakan jaringan saraf tiruan resilientback propagation dalam meramalkan panjang musim hujan didapatkan nilai RMSE sebesar 1.0 dasarian. Data yang digunakan sebagai prediktor adalah data suhu permukaan laut (SST).

Penelitian sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Diponogoro (2013) yang menggunakan adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS)dalam meramalkan panjang musim hujan didapatkan nilai RMSE 4.09 dasarian. Data yang digunakan sebagai prediktor adalah data southern oscillation index (SOI) bulan Juli, September, Agustus, Oktober, dan Februari, serta data awal musim hujan (AMH).

Jaringan saraf tiruan (JST) adalah sistem pemodelan komputasi dengan karakteristik kinerja serupa dengan jaringan saraf tiruan biologis manusia (Fausett 1994). JST biasa digunakan untuk melakukan suatu peramalan, klasifikasi pola, dan clustering (Jain et al. 1996). Salah satu algoritme JST adalah back propagation atau “alur mundur”. JSTback propagation menggunakan error untuk mengubah nilai bobot-bobot jaringan dalam arah mundur, sehingga dapat meminimalkan error pada saat melakukan peramalan (Kumar et al. 2008). JST

(14)

2

Algoritme genetika adalah suatu model pencarian berdasarkan pada seleksi alam dan genetik alam. Algoritme genetika digunakan sebagai alat optimisasi yang handal dan efisien untuk ruang masalah yang kompleks (Goldberg 1989). Kelebihan dari algoritme genetika ini adalah tidak adanya pembatasan dalam menentukan permasalahan pada setiap gennya, sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang kompleks (Ririd et al. 2010). Dengan menerapkan algoritme genetika pada insialisasi bobot JST diharapkan dapat mendukung peramalan panjang musim hujan yang akurat.

Perumusan Masalah

Masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa bobot awal yang optimal yang dihasilkan oleh algoritme genetika sebagai inisialisasi bobot dalam JST?

2. Bagaimana akurasi prediksi yang dihasilkan?

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah menerapkan algoritme genetika dalam menentukan bobot awal yang optimal untuk meminimalkan error JST back propagation dalam peramalan panjang musim hujan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi prediksi dalam membantu para petani meramalkan panjang musim hujan sebelum melakukan produksi.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menerapkan algoritme genetika sebagai pengoptimasi bobot awal untuk meningkatkan kinerja JST. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SOI, data (AMH), dan data panjang musim hujan (PMH) yang diambil dari situs Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada stasiun pengamatan Indramayu. Data tersebut akan diolah menggunakan Matlab 7.11.0 (R2010b) dengan jenis perlakuan yang sama.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian Panjang Musim Hujan

(15)

3 1 (Juni, Juli, Agustus) dan korelasi dengan taraf nyata 5% dan 10%. Dari data tersebut didapatkan 6 kelompok percobaan yaitu Juni 5%, Juni 10%, Juli 5%, Juli 10%, Agustus 5%, dan Agustus 10%. Proses peramalan yang digunakan penulis yaitu dengan menggunakan arsitektur JST back propagation, dengan hidden neuron 5, 10, 20, dan 40, dan laju pembelajaran 0.3, 0.1, dan 0.01. Hasil dari

Penelitian yang berkaitan dengan peramalan panjang musim hujan juga pernah dilakukan oleh Diponogoro (2013). Penulis menggunakan data SOI pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober dan Februari, serta data AMH. Proses peramalan PMH yang digunakan penulis yaitu dengan menggunakan arsitektur ANFIS terhadap enam kelompok data wilayah hujan di Indramayu yaitu kelompok data wilayah hujan 1, 2, 3, 4, 5, dan perataan wilayah. Model terbaik yang dihasilkan dalam penelitian tersebut terdapat pada kelompok data perataan wilayah hujan dengan nilai r sebesar 0.69 dan RMSE sebesar 4.09 dasarian.

Penelitian JST yang Dioptimasi Algoritme Genetika

Penelitian terkait metode JST back propagation yang dioptimasi dengan algoritme genetika pernah dilakukan oleh Rafdi (2010). Data yang digunakan yaitu 324 citra bunga yang terbagi ke 36 kelas bunga. Penulis mengoptimalkan bobot awal JST back propagation dengan menggunakan algoritme genetika, hasil dari algoritme genetika tersebut akan menjadi bobot awal JST back propagation. Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan nilai akurasi dalam pencapaian goals

sebesar 13.33% dengan menggunakan JST backpropagation sebelum dioptimasi, sedangkan setelah dioptimasi dengan algoritme genetika sebesar 56.67% dalam pencapaian goals.

Southern Oscillation Index (SOI)

SOI merupakan intensitas dari peristiwa El Nino atau La Nina di Samudera Pasifik. SOI dihitung berdasarkan perbedaan tekanan antara Tahiti dan Darwin. Nilai SOI positif mengindikasikan bulan tersebut terjadi kondisi La Nina yang ditandai dengan dinginnya air di Samudera Pasifik dan nilai curah hujan menjadi meningkat. Nilai SOI negatif mengindikasikan bulan tersebut terjadi kondisi El Nino yang ditandai dengan panasnya air di Samudera Pasifik dan nilai curah hujan menjadi berkurang. Rumus perhitungan SOI yang digunakan mengacu pada rumus Australian Bureau of Meteorology yang telah distandarisasi menggunakan mean sea level pressure (MSLP), yaitu :

SOI = 10 [Pdiff-Pdiffavg]

SD(Pdiff)

Keterangan:

(16)

4

Pdiffavg = rata-rata dari Pdiff dalam bulan yang ditanyakan. SD(Pdiff) = standar deviasi dari Pdiff dalam bulan yang ditanyakan.

Dengan menggunakan pengali sebesar 10 maka rentangan nilai SOI berada pada -35 dampai 35 (BOM 2002).

Korelasi Linear

Koefisisen korelasi adalah nilai dari pengukuran kekuatan hubungan linear antara dua peubah. Rumus dari koefisien korelasi: (Walpole 1982)

r = n xy- x y kemiringan negatif, dan nilai r akan terjadi +1 apabila semua titik contoh terletak tepat pada suatu garis lurus yang mempunyai kemiringan positif. Jadi hubungan linear sempurna apabila mendekati r = -1 atau r = +1 bisa dikatakan memiliki hubungan korelasi yang tinggi antara keduanya, dan bila r = 0 bisa dikatakan bahwa dua peubah tersebut memiliki hubungan korelasi yang lemah.

Hubungan dua peubah dapat juga dibuktikan dengan suatu hipotesa dalam pengujian, dengan langkah sebagai berikut:

1 Menentukan hipotesa

H0 = tidak ada hubungan antara dua peubah (p = 0).

H1 = adanya hubungan antara dua peubah (p≠ 0).

2 Menentukan tingkat kesalahan.

3 Menentukan uji hitung, dengan perumusan sebagai berikut:

(17)

5 �� = nilai aktual periode ke-t,

� � = nilai ramalan periode ke-t.

Jaringan Saraf Tiruan Back Propagtion

Menurut Fu (1994), JST mempunyai beberapa algoritme pembelajaran, salah satunya adalah JST back propagation. JST back propagation adalah sebuah jaringan multilayer majudengan perbedaan fungsi aktivasi di setiap nodenya dan mundur dengan fungsi turunan yang berfungsi memperbaiki bobot dan meminimalkan error. Adapun tahapan dalam membangun JST back propagation, yaitu (Gambar 1):

 Insialisai bobot

 Perhitungan berdasarkan fungsi aktivasi di setiap hidden layer dan output layer. - level hidden:

zj= F(o0j+ xoij)

- level output:

yj= F(w0j + ●zj) di mana adalah nilai input , oij adalah bobot.  Ada beberapa macam fungsi aktivasi, yaitu:

a Fungsi sigmoid

Nilai jangkauan fungsi ini bernilai [-∞,+∞] dan dirumuskan sebagai berikut:

F(x) = 1 1+�−

dan turunan dari fungsi sigmoid dirumuskan sebagai berikut:

F’(x) = F(x)◦[1-F(x)] b Fungsi linier

Nilai jangkauan fungsi ini bernilai [-∞,+∞] dan dapat dirumuskan sebagai berikut:

F(x) = +

dan turunan dari fungsi linier dirumuskan sebagai berikut: F(x) =

 Bobot training

1 Dimulai dari output layer dan bekerja secara mundur ke hidden layer.

Nilai error gradient untuk output layer dihitung dengan rumus: � = (tk– yk) f’(y)

2 Perubahan bobot pada output layer yang dirumuskan sebagai berikut:

Wij =α●� ● zj

Untuk bias:

Wij = α●�

di mana �adalah learning rate (0 <�< 1) dan �adalah error gradient

yang terjadi pada unit j.

(18)

6

� = � ●f’(z)

di mana � adalah error gradient pada unit k di setiap koneksi ke unit j. 4 Perubahan bobot pada output layer yang dirumuskan sebagai berikut:

Wij = α●� ●xi

Untuk bias:

oij = α●�

di mana �adalah learning rate (0 <�< 1) dan � adalah error gradient

yang terjadi pada unit k.

5 Mengubah bobot

Output layer:

wij(baru) = wij(lama) + ∆wij

Hidden layer:

vij(baru) = vij(lama) + ∆vij

6 Pengulangan iterasi dilakukan sampai tercapai nilai yang konvergen. Algoritme Genetika

Menurut Golberg (1989), algoritme genetika merupakan suatu algoritme pencarian yang berdasarkan dengan seleksi alam dan genetik alam. Terdapat 5 komponen dalam algoritme genetika:

1 Sebuah kromosom merepresentasikan sebuah solusi. 2 Menginisialisasi populasi awal.

3 Mengevaluasi hasil populasi awal dengan menggunakan nilai fitness.

4 Menambahkan operator genetika selama reproduksi, seperti pindah silang, mutasi, dan lain-lain.

5 Mengatur parameter dalam algoritme seperti ukuran populasi dan peluang untuk operator genetik.

Menurut Fu (1994), proses algoritme genetika terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu :

(19)

7 1 Inisialisasi populasi dari kromosom.

2 Jika kriteria yang diinginkan terpenuhi maka berhenti, kalau tidak maka lakukan tahapan berikut:

- Ambil satu atau lebih parent kromosom untuk mereproduksi children. Pengambilan parent didasarkan dengan nilai evaluasi yang tinggi. Kemudian reproduksi anak dilakukan dengan melakukan operator genetika terhadap

parent.

- Children dievaluasi kembali, dan dimasukkan kedalam populasi dan dapat memungkinkan pergantian populasi. Lanjutkan langkah 2 sampai kriteria terpenuhi.

Seleksi

Liu et al. (2001) menyatakan bahwa menyeleksi induk untuk melakukan reproduksi didasarkan dengan nilai fitness masing-masing individu. Individu yang memiliki nilai fitness kecil maka peluang untuk terpilih sebagai parent pun kecil. Sehingga individu yang terpilih hanya yang memiliki nilai fitness tinggi.

Pindah Silang

Pindah silang adalah salah satu operator reproduksi dalam algoritme genetika. Menurut Golberg (1989), pindah silang dilakukan di antara dua kromosom yang memiliki nilai yang tinggi, dan dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, string anggota dari reproduksi disiapkan. Kedua, setiap pasang dari

string dipindah silang berdasarkan dengan posisi k dipilih secara acak antara 1 dan panjang string kurang dari [1, l-1].

Mutasi

Menurut Golberg (1989), mutasi adalah mengacak nilai gen berdasarkan posisi dari gen tersebut. Contoh sederhananya menggantikan nilai 1 menjadi 0 atau sebaliknya dan penentuan posisi gen diambil secara acak.

METODE

Prosedur Analisis Data

(20)

8

A Pengambilan Data

Data SOI yang digunakan pada penelitian ini diambil dari situs BMKG pada stasiun pengamatan Indramayu, data AMH dan data PMH dapat dilihat pada Lampiran 1-3. Gambar 3 menunjukkan peta wilayah di Indramayu. Data yang akan digunakan akan diuji dengan metode pengujian korelasi yang mempunyai tingkat hubunngan yang relatif tinggi. Hipotesis yang dibuat yaitu:

H0 : p0 = 0

H1: p0≠ 0 Atau bisa dikatakan,

H0 = tidak mempunyai hubungan antara dua peubah.

H1 = mempunyai hubungan antara dua peubah.

Gambar 3 Peta wilayah di Indramayu Gambar 2 Diagram alir metode

Pengambilan data

Pembagian data

Jaringan Saraf Tiruan

Back propagation

Algoritme Genetika

Jaringan Saraf Tiruan Back Propagation yang Dioptimasi Algoritme

Genetika

Evaluasi Start

(21)

9 algoritme genetika. Data uji bertujuan untuk memeriksa keakuratan dari JST yang dioptimasi algoritme genetika sebelumnya.

C JST Back Propagation

Pada tahap ini JST yang digunakan menggunakan JST dengan algoritme

back propagation. Struktur dari JST back propagation yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 2.

D Optimasi JST Menggunakan Algoritme Genetika

Pada tahap ini dapat dilihat pada Gambar 4, optimasi menggunakan algoritme genetika ini dimulai dengan membangkitkan populasi awal secara acak. Populasi awal merupakan kumpulan dari kromosom. Kromosom merupakan kumpulan dari gen. Dalam hal ini, gen merupakan bobot yang terdapat di dalam JST back propagation. Satu buah bobot merepresentasikan satu gen. Dalam penelitian ini, JST yang digunakan memiliki beberapa lapisan yaitu input, output,

Tabel 1 Pembagian data latih dan uji tiap wilayah

WH1 WH2 WH3 WH4 WH5 RW

Data latih 30 20 20 34 29 34

Data uji 10 10 10 10 10 10

Jumlah 40 30 30 44 39 44

RW: Rataan Wilayah; WH: Wilayah Hujan

Angka pada data latih merupakan data periode sebelum melakukan prediksi. Misal tertera dalam tabel data latih 34 akan memprediksi tahun 1999/2000 maka yang akan menjadi data latih adalah tahun 1965/1966-1998/1999, dan tahun berikutnya 2000/2001 yang akan menjadi data latih adalah tahun 1966/1967-1999/2000. Angka pada data uji adalah banyaknya tahun yang akan diprediksi.

Tabel 2 Stuktur jaringan saraf tiruan back propagation yang digunakan dalam penelitian

Karakteristik Spesifikasi Arsitektur 1 hidden layer

Input unit Data SOI (menurut uji hipotesis) dan data AMH

Hidden unit 5 buah

Output unit 1 buah (data panjang musim hujan) Fungsi aktivasi hidden Sigmoid

Fungsi aktivasi output Linear Toleransi galat 0

(22)

10

dan hidden. Pada taraf nyata 5%, input unit berjumlah 4 buah dengan hidden unit

yang berjumlah 5 buah ini akan merepresentasikan bobot sebanyak 20 yang merupakan perkalian antara input unit dengan hidden unit. Pada bias input yang berjumlah 1 dengan hidden unit yang berjumlah 5 buah akan merepresentasikan bobot sebanyak 5. Pada hidden unit yang berjumlah 5 dengan output unit yang berjumlah 1 yang merupakan target akan merepresentasikan bobot sebanyak 5 buah dan pada lapisan bias hidden dengan output unit akan merepresentasikan bobot sebanyak 1 buah, sehingga bobot keseluruhan dalam satu JST berjumlah 31 bobot. Pada taraf nyata 10%, input unit berjumlah 7 buah dengan hidden unit yang berjumlah 5 buah ini akan merepresentasikan bobot sebanyak 35 yang merupakan perkalian antara input unit dengan hidden unit. Pada bias input yang berjumlah 1 dengan hidden unit yang berjumlah 5 buah akan merepresentasikan bobot sebanyak 5. Pada hidden unit yang berjumlah 5 dengan output unit yang berjumlah 1 yang merupakan target akan merepresentasikan bobot sebanyak 5 buah dan pada lapisan bias hidden dengan output unit akan merepresentasikan bobot sebanyak 1 buah, sehingga bobot keseluruhan dalam satu JST berjumlah 46 bobot.

Setelah populasi awal terinisialisasi, proses selanjutnya menentukan maksimal generasi atau kondisi berhenti, menentukan fungsi fitness yang digunakan, melakukan reproduksi pindah silang dan mutasi. Stuktur algoritme genetika yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

E JST Back Propagation yang Dioptimasi Algoritme Genetika

Arsitektur dan jumlah neuron yang digunakan sama dengan tahapan JST

(23)

11

awal yang digunakan adalah bobot hasil dari tahap optimasi menggunakan algoritme genetika.

F Evaluasi Hasil Pemrosesan

Dalam penelitian ini, evaluasi dilakukan dengan menilai RMSE di masing-masing wilayah bila RMSE mendekati 0 maka bisa dikatakan bahwa percobaaan tersebut memiliki arsitektur yang baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan Prediktor

Pada penelitian ini, pemilihan prediktor dilakukan dengan menggunakan perhitungan koefisien korelasi (r) antara data SOI setiap bulan dengan data PMH, serta data AMH dengan data PMH. Gambar 5 menunjukkan grafik nilai r

sederhana antar data SOI dengan data PMH. Nilai r tertinggi dimiliki bulan Agustus dengan nilai sebesar 0.460, kemudian tertinggi kedua dimiliki bulan September dengan nilai sebesar 0.450. Bulan Juni, Juli, Oktober, November, dan Februari sebesar 0.370, 0.387, 0.398, 0.323, dan 0.345. Nilai r untuk bulan Mei, Desember, Januari, Maret, dan April memiliki rentang nilai sebesar 0.184 – 0.311. Dan untuk nilai r data AMH dengan data PMH sebesar -0.677. Data SOI dan data AMH dapat menjadi data populasi dengan terlebih dahulu dilakukan pengujian

Tabel 3 Stuktur algoritma genetika yang digunakan

Karakteristik Spesifikasi

Generasi maksimum 2.5 times populasi

Gambar 5 Grafik nilai r antara data SOI dengan data PMH

0.3110.370 0.387

Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr

Nilai

kor

elasi

(24)

12

pada taraf nyata 5% dan 10%. Data SOI yang memenuhi syarat untuk menolak H0

pada taraf nyata 5% yaitu bulan Juli, Agustus, September, dan Februari, serta data AMH. Sedangkan data SOI yang memenuhi syarat untuk menolak H0 pada taraf

nyata 10% yaitu bulan Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, dan Februari, serta data AMH. Dari hasil pengujian tersebut, data SOI yang memenuhi syarat yang akan dijadikan sebagai prediktor, kecuali data SOI pada bulan Februari dikarenakan pada bulan Februari terkadang musim hujan sudah berhenti. Nilai hasil uji hipotesis (t-hitung) dari setiap bulan data SOI dan data AMH terdapat pada Lampiran 4.

JST Back Propagation Awal

Prediksi dilakukan ke lima kelompok wilayah hujan dan perataan wilayah hujan di daerah Indramayu dengan menggunakan JST back propagation. Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan pertama yaitu di wilayah Pusakanagara, Losarang, dan Sukra kabupaten Indramayu. Data yang digunakan yaitu dari tahun 1969-2010, tidak termasuk data 2006/2007 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar 6 menunjukkan grafik hasil prediksi pada kelompok data wilayah hujan pertama, dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.05 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2002/2003 dan sebesar 0.9 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2004/2005, serta nilai galat terbesar sebesar 4.9 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2005/2006 dan sebesar 5.8 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2009/2010. Berdasarkan perhitungan, kelompok data wilayah hujan pertama memiliki nilai RMSE sebesar 3.6 dasarian atau kesalahan memrediksi 36 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.7 dasarian atau kesalahan memrediksi 27 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan pertama sebesar 0.45 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.2

(25)

13

atau 20% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.07 pada taraf nyata 10% dan R2

sebesar 0.004 atau 0.4% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan pertama secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan kedua yaitu di wilayah Sudikampiran dan Sudimampir. Data yang digunakan yaitu dari tahun 1978-2010, tidak termasuk data 2002/2003 dan 2006/2007 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar 7 menunjukkan grafik hasil prediksi pada kelompok wilayah hujan kedua, dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.6 dengan taraf nyata 5% pada tahun 1998/1999 dan sebesar 0.2 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2008/2009, serta nilai galat terbesar sebesar 7.1 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2009/2010 dan sebesar 7.0 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2003/2004. Berdasarkan perhitungan, kelompok data wilayah hujan kedua memiliki nilai RMSE sebesar 1.9 dasarian atau kesalahan memrediksi 19 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.8 dasarian atau kesalahan memrediksi 28 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan kedua sebesar 0.22 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.048 atau 4.8% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.11 pada taraf nyata 10% dan R2sebesar 0.012 atau 1.2% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan kedua secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan ketiga yaitu di wilayah Luwungsemut, Tulangkacang, dan Wanguk. Data yang digunakan yaitu dari tahun 1971-2004, tidak termasuk data 1996/1997, 1997/1998, dan 2002/2003 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar

(26)

14

8 menunjukkan hasil prediksi pada kelompok data wilayah hujan ketiga, dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.35 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2001/2002 dan sebesar 0.19 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2000/2001, serta nilai galat terbesar sebesar 5.2 dengan taraf nyata 5% pada tahun 1993/1994 dan sebesar 4.0 dengan taraf nyata 10% pada tahun 1998/1999. Berdasarkan perhitungan, kelompok data wilayah hujan ketiga memiliki nilai RMSE sebesar 2.6 dasarian atau kesalahan memrediksi 26 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.4 dasarian atau kesalahan memrediksi 24 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan ketiga sebesar 0.09 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.0081 atau 0.81% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.14 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.019 atau 1.9% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan ketiga secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.

Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan keempat yaitu di wilayah Sukadana, dan Tugu. Data yang digunakan yaitu dari tahun 1965-2010, tidak termasuk data 2006/2007 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar 9 menunjukkan hasil prediksi pada kelompok data wilayah hujan keempat, dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.5 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2000/2001 dan sebesar 0.2 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2000/2001, serta nilai galat terbesar sebesar 8.5 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2002/2003 dan sebesar 7.4 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2002/2003. Berdasarkan perhitungan, kelompok data wilayah hujan keempat memiliki nilai RMSE sebesar 4.0 dasarian atau kesalahan memrediksi 40 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 4.0 dasarian atau kesalahan memrediksi 40 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan keempat sebesar 0.20 pada taraf nyata 5% dan R2

sebesar 0.04 atau 4% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan Gambar 8 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai

(27)

15

hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.08 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.0064 atau 0.64% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan keempat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8.

Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan kelima yaitu di wilayah Sumur Watu, Taminyang, dan Slamet. Data yang digunakan yaitu dari tahun 1970-2010, tidak termasuk data 2006/2007 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar 10 menunjukkan hasil prediksi pada kelompok data wilayah hujan kelima, dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.4 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2000/2001 dan sebesar 0.5 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2005/2006, serta nilai galat terbesar sebesar 9.1 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2007/2008 dan sebesar 8.7 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2002/2003. Berdasarkan perhitungan, kelompok data wilayah hujan kelima memiliki nilai RMSE sebesar 4.9 dasarian atau kesalahan memrediksi 49 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 4.4 dasarian atau kesalahan memrediksi 44 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan kelima sebesar 0.25 pada taraf nyata 5% dan R2 sebesar 0.0625 atau 6.25% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.12 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.0144 atau 1.44% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan kelima secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Prediksi juga dilakukan terhadap data perataan wilayah hujan di Indramayu. Data yang digunakan yaitu dari tahun 1965-2010, tidak termasuk data 2006/2007 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar 11 menunjukkan hasil prediksi pada kelompok data perataan wilayah, dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.9 dengan taraf nyata 5% pada tahun

(28)

16

2009/2010 dan sebesar 0.07 dengan taraf nyata 10% pada tahun 1999/2000, serta nilai galat terbesar sebesar 4.6 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2002/2003 dan sebesar 3.7 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2007/2008.

Berdasarkan perhitungan, kelompok data perataan wilayah memiliki nilai RMSE sebesar 2.1 dasarian atau kesalahan memrediksi 21 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 1.5 dasarian atau kesalahan memrediksi 15 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data perataan wilayah sebesar 0.22 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.048 atau 4.8% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.63 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.397 atau 39.7% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data perataan wilayah secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10.

JST Back Propagation yang Dioptimasi Algoritma Genetika

Pada tahapan ini, bobot yang digunakan sebagai insialisasi untuk JST back propagation selanjutnya ialah bobot JST back propagation awal yang sebelumnya telah dioptimasi menggunakan algoritma genetika. Prediksi dilakukan terhadap kelompok data lima wilayah hujan dan perataan wilayah hujan di Indramayu yang sebelumnya telah disebutkan di subbab hasil prediksi JST back propagation awal.

Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan pertama yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 12. Nilai galat terkecil sebesar 0.4 pada tahun 2007/2008 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.2 pada tahun 2002/2003 pada taraf nyata 10%, serta nilai galat terbesar sebesar 4.5 pada tahun 2005/2006 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 4.4 pada tahun 2008/2009 dengan taraf nyata 10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 3.0 dasarian atau kesalahan memrediksi 30 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.3 dasarian atau kesalahan memrediksi 23 hari pada taraf Gambar 10 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai

(29)

17

nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan pertama yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 0.48 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.23 atau 23% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.49 pada taraf nyata 10% dan R2

sebesar 0.24 atau 24% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan pertama secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan kedua yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 13. Nilai galat terkecil sebesar 0.8 pada tahun 1998/1999 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.75 pada tahun 2005/2006 pada taraf nyata 10%, serta nilai galat terbesar sebesar 6.2 pada tahun 2009/2010 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 5.1 pada tahun 2009/2010 dengan taraf nyata 10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 1.8 dasarian atau kesalahan memrediksi 18 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.0 dasarian atau kesalahan memrediksi 20 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan kedua yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 0.31 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.096 atau 9.6% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.41 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.168 atau 16.8% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan kedua secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan ketiga yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 14. Nilai galat terkecil sebesar 0.22 pada tahun 2003/2004 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.66 pada tahun 1994/1995 pada taraf nyata 10%, serta nilai galat terbesar sebesar 3.1 pada tahun 1993/1994 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 3.75 pada tahun 1993/1994 dengan taraf nyata 10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi Gambar 11 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai

(30)

18

sebesar 1.8 dasarian atau kesalahan memrediksi 18 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.1 dasarian atau kesalahan memrediksi 21 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan ketiga yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 0.63 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.396 atau 39.6% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.35 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.122 atau 12.2% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi.

Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan ketiga secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan keempat yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai galat terkecil sebesar 1.4 pada tahun 2000/2001 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 1.2 pada tahun 2000/2001 pada taraf nyata 10%, serta nilai galat terbesar sebesar 6.1 pada tahun 2002/2003 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 6.1 pada tahun 2008/2009 dengan taraf nyata 10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 3.4 dasarian atau kesalahan memrediksi 34 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 3.4 dasarian atau kesalahan memrediksi 34 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan keempat yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 0.714 pada taraf nyata 5% dan R2

sebesar 0.509 atau 50.9% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.521 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.27 atau 27% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan keempat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan kelima yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai galat terkecil sebesar 0.2 pada tahun 2004/2005 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.2 pada tahun

(31)

19

2004/2005, serta nilai galat terbesar sebesar 7.0 pada tahun 2002/2003 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 8.4 pada tahun 2008/2009 dengan taraf nyata 10%.

Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 4.3 dasarian atau kesalahan memrediksi 43 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 3.9 dasarian atau kesalahan memrediksi 39 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan kelima yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 0.64 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.409 atau 40.9% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.51 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.26 atau 26% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan kelima secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil prediksi kelompok data perataan wilayah yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai galat terkecil sebesar 0.8 pada tahun 2003/2004 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.03 pada tahun 2003/2004, serta nilai galat terbesar sebesar 4.5 pada tahun 2002/2003 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 3.5 pada tahun 2007/2008 dengan taraf nyata 10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 1.9 dasarian atau kesalahan memrediksi 19 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 1.4 dasarian atau kesalahan memrediksi 14 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data perataan wilayah yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 0.694 pada taraf nyata 5% dan R2sebesar 0.481 atau 48.1% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.741 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.549 atau 54.9% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data perataan wilayah secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10.

(32)

20

Analisis RMSE

Dari hasil perhitungan yang didapatkan sebelumnya, besaran nilai RMSE di masing-masing wilayah hujan berbeda-beda pada taraf 5% maupun pada taraf 10%. Tabel 4 menunjukkan nilai RMSE pada masing-masing kelompok data wilayah hujan pada taraf 5% dan 10% dengan menggunakan JST back propagation awal dan JST back propagation setelah dioptimasi. Pada taraf nyata 5% nilai RMSE di wilayah hujan pertama mengalami penurunan sebesar 0.6 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galatsebesar 4.1 dan pada taraf nyata 10% nilai RMSE di wilayah hujan pertama mengalami penurunan sebesar 0.4 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 4.2. Pada taraf nyata 5% nilai RMSE di wilayah hujan kedua mengalami penurunan sebesar 0.1 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 5.4 dan pada taraf nyata 10% nilai RMSE di wilayah hujan kedua mengalami penurunan sebesar 0.8 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 4.4. Pada taraf nyata 5% nilai RMSE di wilayah hujan ketiga mengalami penurunan sebesar 0.6 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasidengan rentang nilai galat sebesar 2.9 dan pada taraf nyata 10% nilai RMSE di wilayah hujan ketiga mengalami penurunan sebesar 0.3 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 3.15. Pada taraf nyata 5% nilai RMSE di wilayah hujan keempat mengalami penurunan sebesar 0.6 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 4.7 dan pada taraf nyata 10% nilai RMSE di wilayah hujan keempat mengalami penurunan sebesar 0.6 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 4.9. Pada taraf nyata 5% nilai RMSE di wilayah hujan kelima mengalami penurunan sebesar 0.6 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 6.8 dan pada taraf nyata 10% nilai RMSE di wilayah Gambar 14 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai

(33)

21

hujan kelima mengalami penurunan sebesar 0.5 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 8.2.

Pada taraf nyata 5% nilai RMSE di perataan wilayah mengalami penurunan sebesar 0.3 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 3.7 dan pada taraf 10% nilai RMSE di perataan wilayah mengalami penurunan sebesar 0.1 dasarian bila menggunakan bobot yang telah dioptimasi dengan rentang nilai galat sebesar 3.47. Dari data tersebut, menjelaskan bahwa rentang nilai galat tidak mempengaruhi nilai RMSE. Pada taraf nyata 5% wilayah kedua yang memiliki nilai rentang galat sebesar 5.4 memiliki nilai RMSE 1.8 dasarian yang sama dengan nilai RMSE wilayah ketiga yang memiliki nilai rentang galat sebesar 2.9. Dan data tersebut menunjukkan nilai sebaran galat yang beragam dan bernilai besar akan mempengaruhi nilai RMSE.

Analisis Korelasi Sederhana

Hasil korelasi antara nilai prediksi dengan nilai observasi dengan menggunakan JST back propagation optimasi dilakukan dengan perhitungan di setiap wilayah hujan. Koefisien korelasi dibutuhkan untuk mengetahui keterikatan hubungan antara nilai prediksi dan nilai observasi, jika nilai r bernilai positif, maka nilai prediksi dan nilai observasi berbanding lurus. Hal ini berarti, semakin tinggi nilai observasi yang ada, maka nilai prediksi juga semakin tinggi. Hasil r di setiap wilayah hujan didapatkan dengan melakukan perhitungan. Pada taraf nyata 5% nilai r tertinggi sebesar 0.714 pada rataan wilayah, sedangkan nilai r terkecil sebesar 0.31 pada wilayah hujan II. Dan pada taraf nyata 10% nilai r tertinggi sebesar 0.741 pada rataan wilayah, sedangkan nilai r terkecil sebesar 0.35 pada wilayah III. Gambar 18 menunjukkan nilai perbandingan r di setiap wilayah hujan. Pada taraf nyata 10% nilai r di kelompok wilayah hujan I sebesar 0.49 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.24 atau 24%. Hal ini berarti Gambar 15 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai

(34)

22

sebanyak 24% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan Pada taraf nyata 5% nilai r di kelompok wilayah hujan I sebesar 0.48 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.23 atau 23%. Hal ini berarti sebanyak 23% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut.

Pada taraf nyata 10% nilai r di kelompok wilayah hujan II sebesar 0.41 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.16 atau 16%. Hal

(35)

23

ini berarti sebanyak 16% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pada taraf nyata 5% nilai r di kelompok wilayah hujan II sebesar 0.31 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.10 atau 10%. Hal ini berarti sebanyak 10% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut.

Pada taraf nyata 10% nilai r di kelompok wilayah hujan III sebesar 0.35 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.12 atau 12%. Hal ini berarti sebanyak 12% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pada taraf nyata 5% nilai r di kelompok wilayah hujan III sebesar 0.63 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.39 atau 39%. Hal ini berarti sebanyak 39% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut. Pada taraf nyata 10% nilai r di kelompok wilayah hujan IV sebesar 0.52 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.27 atau 27%. Hal ini berarti sebanyak 27% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pada taraf nyata 5% nilai r di kelompok wilayah hujan IV sebesar 0.714 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.51 atau 51%. Hal ini berarti sebanyak 51% dari nilai observasi dapat digambarkan

Tabel 4 Nilai galat setiap kelompok wilayah pada taraf nyata 5% dan 10%

(36)

24

hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut.

Pada taraf nyata 10% nilai r di kelompok wilayah hujan V sebesar 0.51 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.26 atau 26%. Hal ini berarti sebanyak 26% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pada taraf nyata 5% nilai r di kelompok wilayah hujan V sebesar 0.64 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.40 atau 40%. Hal ini berarti sebanyak 40% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut.

Pada taraf nyata 10% nilai r di kelompok perataan wilayah hujan sebesar 0.741 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.55 atau 55%. Hal ini berarti sebanyak 55% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pada taraf nyata 5% nilai r di kelompok perataan wilayah hujan sebesar 0.69 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.47 atau 47%. Hal ini berarti sebanyak 47% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut. Gambar 19-24 merupakan diagram pencar dari kelima wilayah dan perataan wilayah. Titik-titik yang menggerombol mengikuti garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif antar dua peubah, sebaliknya bila titik-titik tersebut memencar, maka titik tersebut mengikuti pola acak atau tidak mempunyai pola (Walpole 1982). Lampiran 11 merupakan kumpulan gambar boxplot hasil prediksi perwilayah. Boxplot berguna untuk mengetahui nilai sebaran, nilai kuartil 1, 2, dan 3, minimum, maksimum, serta untuk mengetahui nilai prediksi yang dihasilkan mempunyai pencilan atau tidak. Gambar 18 Perbandingan nilai r antara nilai prediksi dengan nilai observasi di

(37)

25 Dari hasil tersebut, hasil yang terbaik dihasilkan oleh kelompok perataan wilayah hujan. pada taraf nyata 5% sebesar 1.8 dasarian yang terdapat pada kelompok wilayah II dan III dan pada taraf nyata 10% sebesar 1.4 dasarian pada perataan wilayah. Hasil nilai r terbesar didapatkan pada kelompok wilayah IV sebesar 0.714 pada taraf nyata 5% dan pada taraf 10% sebesar 0.741 di kelompok perataan wilayah. Nilai RMSE terbesar pada taraf nyata 5% sebesar 4.3 dasarian yang terdapat pada kelompok wilayah V dan pada taraf nyata 10% sebesar 3.9 dasarian pada kelompok wilayah V. Dari hasil evaluasi terhadap data prediksi yang didapatkan dari semua kelompok data wilayah hujan masih terdapat kekurangan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil prediksi. Faktor pertama adalah data latih yang tidak mencukupi, sehingga pembentukkan pola yang tidak teratur yang akan menghasilkan nilai prediksi yang kurang akurat. Faktor kedua adalah program ini menggunakan nilai peluang pada saat melakukan perpindahan silang,

(38)

26

sering kali mengakibatkan titik potong yang tidak tepat sehingga hasil yang didapatkan kurang maksimal. Faktor ketiga adalah pola data latih yang tidak beraturan, yang mengakibatkan hasil prediksi memilliki nilai galat yang besar atau kurang mendekati nilai observasi.

Gambar 20 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan di wilayah hujan II menggunakan JST back propagation setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)

Gambar 21 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan di wilayah hujan III menggunakan JST

(39)

27

Gambar 23 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan di wilayah hujan V menggunakan JST back propagation setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)

5 10 15 20

5 10 15 20

P

red

ik

si

Observasi

Gambar 22 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan di wilayah hujan IV menggunakan JST back propagation setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)

6 8 10 12 14 16 18

6 8 10 12 14 16 18

P

red

ik

si

(40)

28

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, penggunaan algoritma genetika dalam hal mengoptimasi bobot awal JST back propagation dapat menghasilkan hasil prediksi yang mendekati nilai observasi sehingga error yang dihasilkan pun dapat diminimalkan daripada menggunakan JST back propagation tanpa optimasi. Hasil terbaik didapatkan pada data kelompok wilayah hujan rata-rata pada taraf nyata 5% ataupun 10% dengan nilai r sebesar 0.69 dan 0.741, serta nilai RMSE sebesar 1.4 dan 1.9 dasarian. Prediktor yang digunakan adalah data SOI bulan Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, dan November untuk taraf nyata 10% dan data SOI bulan Juli, Agustus, dan September untuk taraf nyata 5%, serta data awal musim hujan baik pada taraf nyata 5% atau 10%.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya bisa menambahkan karakteristik lain pada algoritme genetika yaitu bisa menambahkan elitisme atau metode seleksi lainnya, metode crossover dalam penentuan posisi gen saat pindah silang, mutasi yang lebih terarah, serta metode fungsi fitness yang lebih baik, sehingga dapat

Gambar 24 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan di rataan wilayah menggunakan JST back propagation setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)

8 10 12 14 16

8 10 12 14 16

P

red

ik

si

(41)

29 menghasilkan nilai peramalan panjang musim hujan yang memiliki error yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

[BOM]. Bureau of Metorology. 2002. Climate glossary – southern oscillation index (SOI) [Internet]. [diunduh 2013 Juli 16]. Tersedia pada: http://www.bom.gov.au/climate/glossary/soi.shtml.

Diponogoro AB. 2013. Peramalan panjang musim hujan menggunakan adaptive neuro fuzzy inference system [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fausett L. 1994. Fudamentals of Neural Networks. New Jersey (US): Prentice

Hall.

Fu L. 1994. Neural Networks in Computer Intelligence. New York (US): McGraw-Hill.

Golberg DE. 1989. Genetic Algorithms in Search, Optimization & Machine Learning. Boston (US): Addison-Wesley.

Jain AK, Mao J, Mohiuddin K. 1996. Artificial neural network : a tutorial. IEEE Comput. 29(3):31-44.

Kumar PR, Murthy MVR, Eashwar D, Venkatdas M. 2005. Times series modeling using artificial neural networks. JATIT. 4(12): 1259-1264.

Liu Z, Wang C, Liu A, Niu Z. 2001. Evolving neural network using real coded genetic algorithm (GA) for multispectral image classification. Journal Computers System. 20(1): 1119-1129.

McPhaden MJ. 2002. El Niño and La Niña: causes and global consequences. Di dalam : Encyclopedia of Global Environmental Change. New York (US) : J Wiley. hlm 353-370.

Rafdi MA. 2010. Optimasi jaringan syaraf tiruan menggunakan algoritme genetika [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ririd ARTH, Arifin AZ, Yuniarti A. 2010. Optimasi metode discriminatively regularized least square classification dengan algoritma genetika. JITI. 5(3):166-174.

Said MM. 2011. Peramalan panjang musim hujan ressilient backpropagation

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tjasyono B, Bannu. 2003. Dampak ENSO pada faktor hujan di Indonesia. Jurnal Matematika dan Sains.8(1):15-22.

(42)

30

Lampiran 1 Data SOI dari tahun 1965-2010

Tahun Jan Feb Mar ... Nov Des

1965 -4.6 1.2 2.1 ... -16.7 0.3

1966 -4.6 -4.7 -12.8 ... 0.4 -4.8

1967 14.1 12.6 6.5 ... -4.6 -6.8

1968 3.6 9.1 -3.6 ... -3.4 0.3

1969 -14.2 -7.6 -0.7 ... -0.2 2.3

1970 -10.8 -12.1 0.7 ... 18.8 16.1

1971 2.1 15.5 16.1 ... 6.8 0.8

1972 3.1 7.2 1.2 ... -3.4 -13.4

1973 -3.6 -15 -0.3 ... 31.5 15.6

1974 20.3 16 17 ... -1.5 0.3

1975 -6.0 4.7 9.4 ... 13.1 17.6

1976 11.2 12.6 10.8 ... 9.3 -20.0

1977 -4.1 8.6 -9.4 ... -14.2 -11.4

1978 -3.6 -26.9 -6.0 ... -2.1 -2.2

1979 -4.6 6.2 -3.6 ... -4.6 -8.3

1980 2.6 0.3 -8.4 ... -3.4 -2.2

1981 2.1 -4.2 -15.6 ... 2.3 3.4

1982 8.8 -0.2 0.7 ... -30.0 -22.6

1983 -31.4 -35.7 -25.7 ... -0.8 -1.2

1984 0.7 5.2 -6.5 ... 3.6 -2.7

... ... ... ... ... ... ...

2000 3.2 13.0 7.6 ... 20.7 7.7

2001 7.4 12.0 4.9 ... 9.0 -11.2

2002 2.5 7.1 -5.6 ... -4.1 -13.4

2003 -2.0 -9.3 -6.6 ... -2.4 9.0

2004 -12.8 9.0 0.9 ... -7.7 -10.1

2005 1.2 -29.5 -1.3 ... -2.2 -1.4

2006 11.8 -0.6 11.4 ... -0.7 -5.3

2007 -8.9 -2.8 -1.2 ... 9.9 13.3

2008 12.7 21.0 10.2 ... 17.5 11.6

2009 8.2 15.2 -1.3 ... -6.4 -9.0

(43)

31 Lampiran 2 Data awal musim hujan dari tahun 1965-2010

Tahun WH1 WH2 WH3 WH4 WH5/6 Rataan

65/66 - - - 37 - 37.00

66/67 - - - 30 - 30.00

67/68 - - - 31 - 31.00

68/69 - - - 31 - 31.00

69/70 37 - - 36 - 36.50

70/71 38 - - 31 37 35.33

71/72 30 - 38 32 31 32.75

72/73 34 - 34 33 34 33.75

73/74 34 - 35 32 31 33.00

74/75 29 - 32 28 28 29.25

75/76 30 - 33 30 34 31.75

76/77 32 - 33 32 33 32.50

77/78 34 - 34 33 34 33.75

78/79 36 37 36 32 36 35.40

79/80 35 36 36 32 31 34.00

80/81 35 35 33 30 29 32.40

81/82 32 32 32 32 31 31.80

82/83 37 36 36 36 36 36.20

83/84 31 36 37 32 30 33.20

84/85 33 33 34 30 33 32.60

... ... ... ... ... ... ...

85/86 29 34 36 29 33 32.20

00/01 30 37 30 32 32 32.20

01/02 31 32 31 30 31 31.00

02/03 34 - - 35 36 35.00

03/04 31 32 34 35 35 33.40

04/05 33 35 - 35 33 34.00

05/06 33 34 - 33 33 33.25

06/07 33 - - - - 33.00

07/08 34 37 - 37 37 36.25

08/09 34 30 - 33 31 32.00

(44)

32

Lampiran 3 Data panjang musim hujan setiap wilayah pada tahun 1965-2010

Tahun WH1 WH2 WH3 WH4 WH5/6 Rataan

1965/1966 - - - 11 - 11.00

1966/1967 - - - 14 - 14.00

1967/1968 - - - 16 - 16.00

1968/1969 - - - 18 - 18.00

1969/1970 11 - - 13 - 12.00

1970/1971 10 - - 17 11 12.67

1971/1972 20 - 6 14 19 14.75

1972/1973 10 - 11 13 13 11.75

1973/1974 11 - 7 15 20 13.25

1974/1975 16 - 13 17 22 17.00

1975/1976 16 - 13 16 15 15.00

1976/1977 14 - 11 13 15 13.25

1977/1978 13 - 9 13 14 12.25

1978/1979 12 8 8 13 16 11.40

1979/1980 8 6 7 13 17 10.20

1980/1981 10 11 7 14 20 12.40

1981/1982 15 10 12 10 16 12.60

1982/1983 8 8 11 9 11 9.40

1983/1984 12 15 13 19 19 15.60

1984/1985 10 10 9 17 15 12.20

1985/1986 12 6 11 19 15 12.60

... ... ... ... ... ... ...

2000/2001 15 11 13 16 16 14.20

2001/2002 16 16 13 18 17 16.00

2002/2003 12 - - 7 6 8.33

2003/2004 14 13 10 11 11 11.80

2004/2005 10 8 - 9 15 10.50

2005/2006 17 13 - 11 17 14.50

2006/2007 - - -

-2007/2008 12 9 - 9 9 9.75

2008/2009 9 12 - 11 13 11.25

(45)

33 Lampiran 4 Nilai korelasi sederhana (r) data SOI dan data panjang musim hujan

pada tahun 1965-2010, serta nilai t-hitung

Bulan r t-hitung

Januari 0.184 1.213

Februari 0.345 2.384

Maret 0.301 2.047

April 0.247 1.652

Mei 0.311 2.124

Juni 0.370 2.585

Juli 0.387 2.724

Agustus 0.460 3.358

September 0.450 3.270

Oktober 0.398 2.814

November 0.323 2.212

Desember 0.222 1.474

Lampiran 5 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan pertama

Tahun Observasi 5% 10%

JST JST-GA JST JST-GA

99/00 16 11.22222 12.55645 12.80000313.86232

00/01 15 11.50000 10.72727 13.23980313.47452

01/02 16 11.77778 14.11633 13.37800512.15865

02/03 12 11.95000 10.83333 10.60270811.74425

03/04 14 12.04762 12.66131 9.91252812.26775

04/05 10 12.13636 11.03229 10.96680411.56522

05/06 17 12.04348 12.40909 12.53400713.64516

07/08 12 12.25000 12.47826 13.29900110.77881

08/09 9 8.79561 11.83335 13.05580113.40424

Gambar

Gambar 1  JST back propagation
Gambar 2  Diagram alir metode
Gambar 4  Optimasi JST menggunakan algoritma genetika
Tabel 3 Stuktur algoritma genetika yang digunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika berdasarkan hasil audit, pemantauan dan evaluasi ternyata pihak kedua tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan, maka pihak kedua

Masyarakat saat ini lebih senang akan hal-hal baru, berbagi informasi (sharing) dengan orang lain secara umum dan mendapatkan informasi terkini atau up to date , yang berguna

Meningkatkan Kapasitas sumber daya manusia Meningkatnya pengetahuan /keterampilan SDM aparatur dan Masyarakat Masyarakat dan Aparatur Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata -

Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, (maksudnya bagian yang lolos melalui saringan 0,074 mm); apabila kadar lumpur pada pasir melebihi 5 %, maka pasir

Agar pariwisata dapat terus berkembang dengan baik diperlukan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan, yang merupakan sebuah konsep kepariwisataan yang

Dalam kondisi secara umum (tidak terdapat pembatasan waktu secara khusus) sebagaimana Model 1, rasio NPF perbankan syariah dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yaitu

[r]

In this article we want to prove a standard result of Ulam concerning the group of isometries of the Euclidean space R m , using the so-called Zarantonello’s inequality.. In the space