• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutu dan Total Mikroba Karkas Ayam pada Salah Satu Pasar Tradisional dan Modern di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mutu dan Total Mikroba Karkas Ayam pada Salah Satu Pasar Tradisional dan Modern di Kabupaten Bogor"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

The Quality and Total Microbe of Chicken Carcass at One of Traditional and Modern Market at Kabupaten Bogor

Utami, T., T. Suryati and Z. Wulandari

Place of chicken slaughter were divided into chicken slaughter house and chicken slaughter in display kiosk. Chicken slaughter at slaughter house and display kiosk can be produce the different quality and total microbes. Good quality and low total microbe carcass depend on good handling during slaughtering, transportation, and condition in display kiosk. The objective of this study was to study the quality of chicken carcass at one of traditional market and modern at Kabupaten Bogor. The method of this study began from interview some butcher to get information about chicken carcass and take chicken carcass were analyzed at the laboratorium. Results of quality carcass showed that carcass from chicken slaughter in display kiosk got 33,3% for quality I whereas carcass from chicken slaughter house in traditional market and modern got 10% and 0%. Total microbe carcass showed that carcass from chicken slaughter in display kiosk got lower from the others result that is 6,6x104 for breast and 9,5x104 for thigh. Chicken carcass in display kiosk got the best quality and low total microbe, but this place is not recommended cause will be distribute foodborne disease and contaminated environment around traditional market. This study indicated that chicken carcass from slaughter house need good handling such as good slaughtering practices, cold chain system aplication, good handling practices, and good retailing practices.

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka makin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, tidak terkecuali bahan makanan asal hewani terutama daging ayam. Daging ayam memberikan sumbangan yang sangat besar bagi tercukupinya kebutuhan terhadap protein hewani. Daging ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis komoditi dengan produksi tinggi yaitu 1.270,40 ton pertahun 2011 (Basis Data Statistik Pertanian, 2011). Daging ayam adalah salah satu jenis daging yang tinggi kandungan gizinya.sehingga sangat baik bagi pertumbuhan manusia.

Daging ayam yang dijual biasanya berasal dari rumah pemotongan ayam (RPA) dan langsung dikirim ke pasar-pasar sekitar RPA. Pasar terbagi menjadi dua jenis yaitu : pasar modern dan pasar tradisional. Kedua pasar tersebut merupakan tempat penjualan berbagai jenis kebutuhan masyarakat sehari-hari. Salah satunya adalah tersedianya daging ayam sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat. Kondisi sanitasi pada alur proses daging ayam pada masing-masing pasar merupakan satu hal yang membedakan antara kedua pasar tersebut. Penjualan daging di pasar tradisional dijual dengan keadaan terbuka (tanpa penutup) serta diletakkan bebas di meja gerainya tanpa adanya pengaturan suhu serta tidak memperdulikan aspek kebersihan produk yang dijualnya. Berbeda dengan kondisi penjualan daging di pasar modern yang dijual dalam keadaan tertutup dengan menggunakan pengemas serta dijajakan dengan memperhatikan suhu rak pemajangan karkas.

(3)

Permasalahan lain di pasar tradisional maupun modern adalah menurunnya mutu karkas ayam sehingga dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap pembelian daging ayam secara fisik. Menurunnya mutu karkas ini dapat disebabkan oleh penanganan yang kurang tepat pada saat ayam hidup, saat pemotongan bahkan penanganan pascapemotongan yaitu saat pemasaran.

Bahaya mikroorganisme dan penurunan mutu karkas yang kemungkinan terjadi dapat diminimalisasi dengan menerapkan sistem sanitasi terhadap produk daging mulai dari proses pemotongan hingga penjualan. Tempat pemotongan, ritel pangan berupa swalayan dan pasar tradisional diharapkan mulai menerapkan cara-cara menjual dan memasarkan produk pangan secara-cara baik serta jaminan keamanan pangan lain yang berhubungan dengan produk pangan sesuai dengan amanat peraturan dan perundang-undangan yang ada. Penjaminan keamanan pangan harus dimulai sejak dari pangan diproduksi sampai pangan berada di tangan konsumen. Keamanan terhadap pangan bukan hanya menjadi tanggung jawab pelaku industri saja melainkan konsumen pun harus memperlakukan makanan agar tetap aman untuk dikonsumsi.

Tujuan

(4)

TINJAUAN PUSTAKA Karkas Ayam Pedaging

Ayam dibagi menjadi 2 tipe yaitu ayam petelur dan ayam pedaging. Ayam petelur adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil telurnya sedangkan ayam pedaging adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil dagingnya. Salah satu jenis ayam yang sering digunakan sebagai ayam pedaging adalah jenis ayam broiler. Ayam broiler memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan ayam lokal dan memiliki perdagingan yang baik. Daging ayam yang dijual untuk keperluan konsumsi biasanya dijual dalam bentuk karkas. Karkas ayam pedaging adalah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (Dewan Standardidasi Nasional, 1995).

Nilai Gizi Daging Ayam

Definisi daging menurut Badan Standardisasi Nasional (2009) merupakan otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi oleh manusia. Makanan bergizi yang dibutuhkan manusia adalah daging. Hal ini karena mutu proteinnya tinggi serta kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Protein dagingpun lebih mudah dicerna daripada nabati. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Ayam

(5)

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Daging Ayam

Rumah pemotongan ayam (RPA) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong ayam bagi konsumsi masyarakat umum. Ayam hidup yang akan dipotong harus berasal dari ayam hidup yang sehat, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Proses pemotongan ayam menurut Dewan Standardisasi Nasional (1995) tentang karkas ayam pedaging melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah persiapan tempat yang digunakan untuk pemotongan yaitu harus menggunakan tempat yang bersih serta air yang digunakan adalah air yang berasal dari sumber berkualitas baik. Tahapan selanjutnya adalah pemotongan ayam.

(6)

terhadap ternak yang akan dipotong (Abubakar, 2003). Teknik pemotongan secara langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

Gambar 1. Teknik Pemotongan Ayam. (a) Pemotongan secara langsung dengan dimasukkan ke dalam corong, dan (b) Pemotongan secara tidak langsung : pemingsanan dengan electrical stunning box secara manual, (c) pemingsanan dengan waterbath (FAO, 2001).

Teknik dengan penggunaan corong dimaksudkan untuk mengurangi memar, patah dan perubahan warna pada sayap yang dikarenakan berkurangnya benturan setelah ayam dipotong (Gambar a). Teknik dengan menggunakan corong ini biasanya digunakan oleh tempat pemotongan dengan skala kecil. Tipe pemotongan dengan cara kaki digantung dilakukan agar pengeluaran darah lebih cepat dan darah banyak keluar. Gambar b menunjukkan pemotongan secara tidak langsung yaitu menggunakan electrical stunning box secara manual. Pemotongan dengan menggunakan waterbath yang telah dialiri listrik dengan tegangan rendah.

Pengeluaran darah (bleeding) setelah ayam dipotong harus tuntas sehingga ayam benar-benar mati dan kemudian ayam yang telah mati tersebut dimasukkan ke dalam air panas dengan temperatur 52-60oC selama 3-5 menit. Pencabutan bulu dilakukan setelah dilakukan pencelupan ke dalam air panas dan setelah bulu tercabut seluruhnya kemudian ayam tersebut dicuci dan didinginkan dengan temperatur 0-5oC (Dewan Standardisasi Nasional, 1995).

Mutu Daging Ayam

(7)

dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi (Herawati, 2008) Tingkatan mutu karkas ayam pedaging dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan Tingkatan Mutu Berdasarkan SNI 01-3924-2009

No Faktor Mutu Tingkatan Mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)

Mikrobiologi Daging Ayam

(8)

(Frazier dan Westhoff, 1988). Kontaminasi selanjutnya dapat terjadi melalui permukaan daging selama operasi persiapan daging, yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas atau daging, pembuatan daging proses preservasi, pengepakan, penyimpanan dan distribusi. Pencemaran mikroorganisme terhadap daging dapat terjadi sebelum pemotongan (pencemaran primer) dan setelah pemotongan (pencemaran sekunder). Pencemaran primer dapat dihindari dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengurangi kepadatan ternak pada suatu peternakan dan pada saat pengangkutan. Hal ini dikarenakan dapat mengakibatkan penyebaran penyakit antar ternak. Pencemaran sekunder dapat terjadi selama beberapa tahapan yaitu selama pengolahan, penjualan dan persiapan oleh konsumen (Buckle et al., 1987).

Transportasi merupakan salah satu faktor penting dalam rantai penyediaan bahan pangan asal ternak, baik transportasi dari peternakan ke tempat pemotongan maupun dari rumah pemotongan ke distributor dan industri, maupun dari distributor ke pengecer atau konsumen. Produk peternakan semisal daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba patogen maupun nonpatogen, sehingga diperlukan fasilitas pendingin pada saat transportasi. Transportasi dan penyimpanan daging tanpa pendingin dapat menyebabkan mikroba berkembang biak dengan cepat sehingga jumlahnya mencapai tingkat yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Murdiati, 2006).

(9)

melebihi batas maksimum cemaran mikroba. Batas maksimum cemaran mikroba daging ayam segar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Ayam

No. Jenis Cemaran Mikroba Satuan Persyaratan

1.

Total Mikroba (Total Plate Count) Coliform Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2009)

Total Mikroba. Total mikroba atau total plate count (TPC) berdasarkan SNI 01-2897-2008 merupakan suatu cara perhitungan total mikroba yang terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu inkubasi yang ditetapkan. Mikroba yang tumbuh dalam media agar tersebut dihitung koloninya tanpa menggunakan mikroskop. Hasil pengujiannya dinyatakan dengan CFU (Colony Forming Unit) per ml.

(10)

Coliform. Coliform merupakan bakteri gram negatif yang tidak membentuk spora. Beberapa spesies mikroorganisme ini dapat tumbuh pada temperatur tinggi (44,5oC) sedangkan spesies lainnya tumbuh pada suhu 4-5oC. Coliform biasanya terdapat pada makanan mentah dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Kontaminasi bakteri ini pada tumbuhan diketahui karena terkontaminasi dari tanah (Ray and Arun, 2008). Kontaminasi Coliform dapat berasal dari kontaminasi fekal lingkungan rumah potong hewan yang berkaitan dengan pengeluaran isi usus serta pencemaran dari rumah potong hewan. Sekalipun dalam lingkungan rumah potong yang baik, kontaminasi dengan bakteri Coliform tidak dapat dihindarkan karena penggunaan air yang telah terkontaminasi. Jumlah cemaran Coliform yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pencernaan (Setiowati dan Mardiastuti, 2009). Proses eviserasi (pengeluaran jeroan) dapat meningkatkan mikroba kontaminasi fekal. Penurunan kontaminasi tersebut dapat dilakukan dengan penerapan higiene dalam alur proses pada penanganan karkas (Yashoda et al., 2001).

Escherichia coli. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang tidak membentuk spora. Bakteri ini hidup secara fakultatif anaerob dan hidup di dalam usus manusia dan hewan berdarah panas lainnya (Ray and Arun, 2008). Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini bersumber dari makanan dan air minum yang terkontaminasi tinja (faecal contamination).

(11)

Staphylococcus aureus.Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk coccus (seperti kumpulan buah anggur). Bakteri ini dapat hidup secara fakultatif anaerob serta tumbuh dengan cepat pada kondisi aerob. Suhu pertumbuhan bakteri ini adalah 7-48oC (Ray and Arun, 2008). Cara penularan penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini adalah memakan makanan yang mengandung toksin (intoksikasi). Toksin tersebut relatif stabil terhadap panas yaitu pada suhu 60oC selama 16 jam. Salah satu bakteri yang mencemari daging ayam adalah Staphylococcus aureus. Beberapa peristiwa dari keracunan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus aureus diakibatkan oleh higiene yang buruk dari pengelola bahan pangan. Secara ekologis, Staphylococcus aureus erat sekali hubungannya dengan menusia terutama pada bagian kulit, hidung dan tenggorokan. Dengan demikian, makanan kebanyakan tercemar melalui pengelolaan oleh manusia (Buckle et al., 1987). Jumlah S. aureus pada kasus-kasus keracunan makanan biasanya mencapai 108 CFU/g atau lebih (Harmayani et al., 1996).

Campylobacter sp. Campylobacter sp. merupakan bakteri gram negatif, motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh pada kadar oksigen rendah serta tumbuh pada temperatur 32-45oC dan optimum pada 42 oC. Bakteri ini sensitif terhadap panas, penggaraman, pH rendah dan kering. Mikroorganisme ini tahan pada suhu dingin dan beku (Ray and Arun, 2008). Penularan bakteri ini disebabkan oleh makanan yang menjadi sumber utama yaitu susu dan daging unggas mentah atau kurang matang. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Campylobacter sp dikenal dengan nama campylobacteriosis. Penyakit tersebut ditandai dengan diare yang hebat disertai demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis. Sekitar 70% kasus campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh cemaran C. jejuni pada karkas ayam (Djafaar dan Rahayu, 2007).

(12)

pangan, seperti pada daging ayam. Keamanan produk pangan dapat dikatakan aman jika produk tersebut bebas dari mikroba pathogen (Mead, 2004).

Sanitasi

Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Secara luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu memperbaiki, mempertahankan, atau mengendalikan kesehatan yang baik pada manusia (Purnawijayanti, 2001). Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 6 menyatakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib ; 1) memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia, 2) menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala, dan 3) menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi. Beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan sanitasi lingkungan, yaitu delapan kunci kondisi sanitasi menurut Food and Drug Administration (FDA) USA (1995). Delapan kunci sanitasi tersebut antara lain :

a) Keamanan air

b) Kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan c) Pencegahan kontaminasi silang

d) Kebersihan karyawan (fasilitas sanitasi)

e) Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran (adulteran) f) Pelabelan, penggunaan bahan toksin dan penyimpanan yang tepat g) Kesehatan karyawan

h) Pengendalian hama (Pest Control)

Penerapan sanitasi diharapkan menjadi jaminan bahwa daging menjadi aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan keamanan pangan asal ternak dari kandang hingga ke piring konsumen merupakan tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam rantai pangan, mulai dari peternak hingga konsumen yang mempersiapkan

(13)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 31 Oktober sampai 25 November 2011. Lokasi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah 2 pasar yang terletak di Kabupaten Bogor yaitu pasar tradisional Cibinong dan pasar modern yang berupa pasar swalayan, serta Laboratorium Terpadu Teknologi Hasil Peternakan.

Materi Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah karkas utuh serta bagian dada dan paha karkas ayam pedaging, akuades, Plate Count Agar (PCA), Nutrient Agar (NA) dan Buffered Pepton Water (BPW) 0,1 %.

Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah form kuisioner, alat tulis, labu erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, gunting, pinset, plastik steril, pembakar bunsen, timbangan, magnetic stirrer, pengocok tabung (vortex), inkubator, penangas air, autoklaf, lemari steril (clean bench), lemari pendingin (refrigerator), freezer, aluminium foil, penggaris, penghitung manual dan kapas.

Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu tidak semua populasi mendapatkan peluang yang sama untuk diambil menjadi anggota sampel. Penentuan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria tersebut meliputi tempat pemotongan karkas ayam yang bervariasi yaitu karkas yang dijual dari hasil pemotongan RPA dan dipotong sendiri di tempat penjualan, serta meliputi keadaan sanitasi yakni antara pasar tradisional dan swalayan.

(14)

pedagang yang menjual karkas dengan hasil pemotongan RPA dan 5 pedagang yang memotong karkas di tempat penjualan) sehingga besarnya sampel yang dapat digunakan agar mewakili dari semua populasi yang ada dihitung dengan menggunakan rumus Slovin dalam Umar (2005) adalah sebagai berikut:

n = N 1 + Ne2 Keterangan :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan.

Besarnya populasi sebesar 50 pedagang di pasar dan e ditetapkan sebesar 10%, maka besarnya sampel karkas ayam yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar :

ntotal = 50 = 33,3 33 karkas ayam pada pasar tradisional 1 + (50 x 0,12)

Proporsi pembagian sampel untuk karkas yang dipotong di tempat penjualan dan RPA masing-masing adalah :

nRPA = 45 x 33 = 29,7 30 karkas

50

ntempat penjualan = 5 x 33 = 3,3 3 karkas

50

Prosedur 1. Penentuan Lokasi Pasar

Lokasi pengambilan sampel terdiri atas dua jenis pasar yaitu pasar tradisional dan pasar modern yang diwakili oleh pasar swalayan. Kriteria pasar tradisional yang dipilih adalah sebagai berikut : pasar resmi, terdapat banyak pedagang ayam, ramai pembeli, keadaan sanitasi, dan tempat pemotongan yang bervariasi (melakukan pemotongan ayam ditempat penjualan dan RPA). Berdasarkan kriteria tersebut maka dipilih 2 jenis pasar di Kabupaten Bogor yaitu pasar tradisional Cibinong serta salah satu swalayan di daerah tersebut sebagai tempat untuk mengambil sampel.

(15)

Penelitian pendahuluan dilakukan terhadap pasar tradisional yaitu dengan melihat kondisi pasar serta melakukan wawancara terhadap beberapa pedagang ayam di pasar tradisional tersebut terkait alur proses ayam hidup hingga penjualan karkas ayam serta mempelajari kondisi sanitasi tempat penjualan ayam tersebut. Wawancara tersebut dilakukan berdasarkan panduan kuisioner yang ada pada Lampiran 1. Hasil dari penelitian pendahuluan ini adalah ditentukannya beberapa pedagang dari pasar tradisional yang akan menjadi target penelitian untuk diambil sampel dagingnya. 3. Pengambilan Sampel Karkas Ayam

Pengambilan sampel dilakukan pada pasar dan pedagang yang telah memenuhi kriteria yaitu keadaan sanitasi dan tempat pemotongan karkas ayam yang berbeda sesuai dengan kuisioner yang disediakan. Pengambilan sampel untuk pengujian mutu karkas menggunakan karkas ayam utuh sedangkan untuk pengujian total mikroba menggunakan karkas setengah bagian utuh kemudian dipotong menjadi bagian dada dan paha di laboratorium.

Pengambilan masing-masing sampel diambil pada hari yang berbeda. Waktu pengambilan sampel pada beberapa pedagang di pasar tradisional dilakukan antara pukul 06.30-07.00 WIB. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium dengan menggunakan kotak berpendingin untuk kemudian dianalisis. Perjalanan dari pasar tradisional Cibinong sampai laboratorium membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam sehingga sampel telah siap dianalisis pukul 08.30-09.00 WIB. Pemilihan pembelian sampel karkas ayam pada setiap pedagang di pasar tradisional dan swalayan tidak berdasarkan kriteria tertentu tetapi peneliti mengambilnya secara acak di beberapa pedagang yang telah menjadi target penelitian.

4. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah total mikroba dan mutu karkas ayam berdasarkan perbedaan tempat pemotongan antar pedagang di pasar tradisional serta berdasarkan perbedaan keadaan sanitasi antara pasar tradisional dengan pasar swalayan.

5. Pelaksanaan Penelitian Laboratorium

(16)

Penilaian Mutu Karkas Ayam. Sampel yang digunakan sebanyak 34 karkas yaitu 33 berasal dari pasar tradisional (30 pedagang yang menjual karkas dengan dipotong di RPA dan 3 pedagang yang memotong karkas di tempat penjualan) dan satu karkas dari pasar swalayan. Sampel tersebut kemudian langsung dianalisis mutunya. Penilaian mutu karkas dilakukan berdasarkan Badan Standardisasi Nasional (2009) yang terdapat pada Tabel 3. Penilaian mutu tersebut terkait konformasi tubuh, perdagingan, perlemakan, keutuhan, perubahan warna, serta kebersihan karkas. Pengujian Jumlah Bakteri (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Karkas ayam yang digunakan yaitu 20% dari jumlah perhitungan sampel karkas dengan menggunakan rumus Slovin sehingga didapatkan 7 karkas dari pasar tradisional (6 pedagang yang menjual karkas dengan dipotong di RPA dan 1 pedagang yang memotong karkas di tempat penjualan dan 1 karkas dari pasar swalayan. Karkas yang digunakan berupa karkas setengah bagian utuh kemudian dipotong pada bagian dada dan paha di laboratorium untuk pengujian jumlah bakteri. Daging dada dan paha ayam ditimbang sebanyak 25 g kemudian tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % steril ke dalam kantong steril yang berisi sampel daging ayam. Dihomogenkan secara manual dengan menggunakan tangan selama 1-2 menit sehingga dihasilkan sampel dengan pengenceran 10-1. Larutan sampel pada pengenceran 10-1 diambil secara aseptis sebanyak 1 ml dengan pipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga dihasilkan pengenceran 10-2. Pengenceran10-3, 10-4, 10-5 dibuat dengan cara yang sama seperti cara pada pengenceran 10-2. Tiga pengenceran terakhir yang dipilih, dipipet secara aseptis sebanyak 1 ml sampel untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dan ditambahkan media agar PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 15-20 ml yang sudah didinginkan hingga temperatur 45oC ± 1oC pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi. Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur seluruhnya, pemutaran cawan dilakukan ke depan dan ke belakang atau membentuk angka delapan dan diamkan sampai menjadi padat. Inkubasi pada temperatur 34 oC - 36 oC selama 24 jam dengan meletakkan cawan dalam posisi terbalik.

(17)

1. Cawan dengan jumlah koloni kurang dari 25

(-) Bila cawan duplo dari pengenceran terendah menghasilkan koloni kurang dari 25. Jumlah dihitung yang ada pada cawan dari setiap pengenceran.

(-) Rataan jumlah koloni per cawan dan dikalikan dengan faktor pengencerannya untuk menentukan nilaitotal mikroba.

(-) Nilai total mikroba diberi dengan tanda bintang untuk menandai bahwa perhitungannya diluar 25-250 koloni per cawan.

2. Cawan dengan jumlah koloni lebih dari 250

(-) Bila jumlah koloni per cawan lebih dari 250, koloni-koloni pada cawan dihitung untuk memberikan gambaran penyebaran koloni secara representatif

(-) Perhitungan total mikroba diberi dengan tanda bintang untuk menandai bahwa perhitungannya diluar 25-250 koloni per cawan.

3. Koloni yang menyebar (Spreaders) Spreaders biasanya dibagi dalam 3 bentuk :

a) Rantai koloni tidak terpisah secara jelas disebabkan oleh disintegrasi rumpun bakteri

b) Terbentuknya lapisan air antara agar dan dasar cawan c) Terbentuknya lapisan air pada sisi atau permukaan agar.

(i)Bila cawan yang disiapkan untuk sampel lebih banyak ditumbuhi oleh spreader seperti (a) dan total area yang melebihi 25% dan 50% pertumbuhannya dilaporkan sebagai cawan spreaderer.

(ii)Rataan jumlah koloni dari setiap pengenceran, kemudian jumlahnya ditetapkan sebagai total mikroba

(iii) Selain tiga bentuk spreader, dapat dihitung sebagai satu pertumbuhan koloni

(iv) Spreader tipe a) bila hanya terdapat satu rantai, hitung sebagai koloni tunggal. Bila ada satu atau lebih rantai yang terlihat dari sumber lain, hitung tiap sumber sebagai satu koloni, termasuk untuk tipe b) dan c) juga dihitung sebagai koloni.

(18)

4. Cawan tanpa koloni

Bila cawan petri dari semua pengenceran tidak menghasilkan koloni, laporkan total mikroba sebagai kurang dari satu kali pengenceran terendah yang digunakan. Total mikroba diberi dengan tanda bintang untuk menandai bahwa perhitungannya diluar 25-250 koloni

5. Cawan duplo, cawan yang satu menghasilkan 25-250 koloni dan cawan yang lain lebih dari 250 koloni. Kedua cawan dihitung dalam perhitungan total mikroba.

6. Cawan duplo, satu cawan dari setiap pengenceran menghasilkan 25-250 koloni dan cawan yang lain kurang dari 25 koloni atau menghasilkan lebih dari 250 koloni, keempat cawan dihitung dalam perhitungan total mikroba.

7. Cawan duplo, dua cawan dari satu pengenceran menghasilkan 25-250 koloni, keempat cawan termasuk cawan yang kurang dari 25 atau lebih dari 250 koloni dihitung dalam perhitungan total mikroba.

8. Analisis Statistik

Data hasil total mikroba pada pasar tradisional yang melakukan pemotongan di RPA didapat dari rataan total mikroba pada 6 pedagang yang menjadi taget penelitian RPA di pasar tradisional dan dibandingkan dengan hasil dari pasar tradisional yang melakukan pemotongan di tempat penjualan dan juga pada pasar swalayan.

x RPA1 + x RPA2 + x RPA3 + x RPA4 + x RPA5 + x RPA6 6

Keterangan :

X = rataan total mikroba dari 6 sampel

x = total mikroba pada pasar tradisional yang melakukan pemotongan di RPA

9. Penentuan data

(19)

(-) Bila angka ketiga 4 atau dibawahnya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua tetap

(-) Bila angka ketiga 5, maka angka tersebut dapat dibulatkan menjadi 0 (nol) dan angka kedua adalah genap

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kategori Asal Pemotongan dan Pedagang

Penelitian dilakukan berdasarkan asal pemotongan karkas ayam pada beberapa pedagang di pasar tradisional dan satu pasar swalayan. Asal pemotongan karkas ayam terdiri atas pemotongan yang dilakukan di rumah pemotongan ayam (RPA) dan pemotongan langsung di tempat penjualan. Pendistribusian pemotongan ayam di RPA terbagi menjadi dua kategori yaitu pedagang di pasar tradisional dan swalayan. RPA yang digunakan oleh pasar tradisional merupakan RPA tradisional sedangkan pasar swalayan biasanya menggunakan jasa RPA modern.

Banyaknya pedagang yang menjadi target penelitian adalah 7 pedagang di pasar tradisional dan 1 sampel diambil dari pasar swalayan. Tujuh pedagang di pasar tradisional dibagi menjadi 6 pedagang pasar tradisional dengan pemotongan ayam asal RPA dan 1 pedagang dengan pemotongan ayam di tempat penjualan. Wawancara pada awal penelitian dilakukan kepada 7 pedagang di pasar tradisional. Pedagang yang diwawancarai adalah pedagang yang diambil sampel karkasnya untuk diteliti.

Keadaan Umum Tempat Pemotongan dan Penjualan Ayam

(21)

Gambar 2. Kondisi Rumah Pemotongan Ayam Tradisional.

RPA yang digunakan oleh pasar modern merupakan RPA modern. Kondisi RPA modern ini berbeda dengan RPA tradisional yaitu dengan terdapatnya pemisahan antara ruang bersih dan ruang kotor. Pemotongan ayam dilakukan dengan cara digantung sehingga dapat keluar dengan sempurna. Penanganan selanjutnya seperti pengeluaran jeroan juga dilakukan dengan cara digantung dan diletakkan di tempat sesuai dengan jenisnya. Penggunaan masker kepala, masker mulut, apron, dan sepatu boat dilakukan sehingga sanitasi dapat terjaga.

(a) (b)

Gambar 3. Penanganan Karkas Pascapemotongan di RPA Modern. Sumber : Radar Bogor (2011) dan Antara News (2011)

(22)

sehingga mudah dibersihkan namun lantai tidak rata dan terlihat berlubang sehingga menyulitkan dalam pembersihan

Gambar 4. Kondisi Tempat Pemotongan di Tempat Penjualan Karkas Ayam. Tempat penjualan ayam yang menjadi target penelitian dibagi menjadi tiga tempat yaitu pedagang karkas ayam di pasar tradisional yang melakukan pemotongan ayam di RPA (Gambar a), pedagang karkas ayam di pasar tradisional yang melakukan pemotongan langsung di tempat penjualan (Gambar b) dan swalayan (Gambar c). Gambar (a) memperlihatkan bahwa pedagang di pasar tradisional yang melakukan pemotongan ayam di RPA merupakan jenis pedagang dengan tipe toko los. Tipe los adalah tempat penjualan yang tidak memiliki atap dan berdekatan dengan pedagang lain dan jenis komoditi yang berbeda. Gambar (b) merupakan pedagang yang melakukan pemotongan langsung di tempat penjualaan dengan tipe toko kios. Tipe kios merupakan tempat penjualan yang permanen dan tidak bergabung dengan pedagang lain. Gambar (c) merupakan kondisi tempat penjualan di swalayan. Rak tempat pemajangan karkas merupakan rak berpendingin. Pengemasan yang dilakukan pada karkas yang dipajang di swalayan dilakukan agar mengurangi terjadinya kerusakan dan kontaminasi terhadap karkas.

(a) (b) (c)

(23)

Kondisi Pedagang dan Penanganan Karkas Berdasarkan Hasil Wawancara di Pasar Tradisional

Hasil wawancara yang dilakukan pada 7 pedagang pasar tradisional yaitu 6 pedagang ayam yang melakukan pemotongan di RPA dapat dilihat pada Tabel 5. Waktu dimulainya penjualan karkas pedagang ayam yang melakukan pemotongan di RPA yaitu pada pukul 04.30 sedangkan 1 pedagang yang melakukan pemotongan di tempat penjualan berjualan mulai pukul 05.00-17.00. Jenjang pendidikan pedagang ayam dengan pemotongan RPA pada tingkat pendidikan SMP sebanyak 3 pedagang sedangkan tingkat SD dan SMA sebanyak 2 dan 1 pedagang sedangkan 1 pedagang yang melakukan pemotongan di tempat penjualan memiliki jenjang pendidikan SMP. Pemilik usaha yang melakukan pemotongan di tempat penjualan memiliki jenjang pendidikan perguruan tinggi. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan terdapatnya pelatihan pada karyawan melakukan pemotongan di tempat penjualan. Pelatihan yang diberikan terkait dengan sedikit pengetahuan tentang penanganan dan sanitasi pada penjualan ayam. Satu pedagang yang melakukan pemotongan di RPA mendapatkan pelatihan tentang cara pemotongan karkas saja. Pedagang yang tidak mendapatkan pelatihan mengaku hanya berbekal pengalaman saja dalam menangani karkas.

Pemotongan ayam di RPA dilakukan pada jam 02.00 sedangkan pemotongan karkas di tempat penjualan dilakukan sesaat sebelum konsumen membeli karkas ayam. Pengambilan sampel daging untuk dianalisis di laboratorium dilakukan pada pukul 07.00. Lamanya umur daging sejak pemotongan sampai diambil untuk dianalisis disebut juga postmortem. Lamanya postmortem pada sampel yang diambil dari hasil pemotongan RPA adalah 5 jam dan sudah bukan merupakan karkas segar. Karkas segar menurut Standar Nasional Indonesia (2009) adalah karkas yang diperoleh tidak lebih dari 4 jam setelah pemotongan dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut.

(24)

tidak berkarat, namun terdapat 4 pedagang yang melakukan pemotongan di RPA dan 1 pedagang yang melakukan pemotongan di tempat penjualan yang peralatannya terdapat karat yaitu pada timbangan. Hal ini dapat memicu terjadinya kontaminasi secara fisik yaitu karat dapat menempel pada karkas ayam saat penimbangan.

Pedagang yang melakukan pemotongan di RPA membersihkan peralatan dan perlengkapan pada saat awal dan akhir penjualan sedangkan pedagang yang melakukan pemotongan di tempat penjualan melakukan pembersihan setiap selesai pemotongan dan diakhir penjualan melakukan pembersihan dengan menggunakan detergen. Limbah seperti darah dan bulu hasil pemotongan ayam yang dilakukan di tempat penjualan diambil oleh pengepul namun jika tidak diambil pengepul maka dibuang. Menurut seluruh pedagang yang menjadi target penelitian, frekuensi pemeriksaan yang dilakukan dari dinas terkait seperti dinas peternakan tidaklah menentu. Keterangan lainnya mengandung arti bahwa sebanyak 1 dari 7 pedagang diperiksa oleh dinas peternakan langsung ke RPA miliknya sendiri.

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Wawancara di Pasar Tradisional

Jenis Informasi RPA Langsung di Tempat

Pemotongan

1 2 3

Waktu penjualan karkas 04.30-selesai 05.00-17.00 Pendidikan terakhir

kar-Waktu pemotongan ayam 02.00 Sesaat sebelum

(25)

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Wawancara di Pasar Tradisional (Lanjutan)

Penilaian mutu karkas ayam terdiri dari enam kriteria, yaitu konformasi, keutuhan, perdagingan, perlemakan, kebersihan dan perubahan warna pada karkas ayam. Hasil penelitian mutu karkas ayam terhadap 34 sampel yang diambil dari 7 pedagang di pasar tradisional dan satu pasar swalayan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 . Hasil Tingkatan Mutu Karkas Berdasarkan SNI 01-3924-2009

No Sumber Sampel* Mutu dada serta perlemakan dan perdagingan bagus 2. RPA 1b 3 -Terdapat bulu tunas (pin feather) pada bagian

(26)

Tabel 6. Hasil Tingkatan Mutu Karkas Berdasarkan SNI 01-3924-2009 bulu pada bagian sayap dan ekor serta perda-gingan dan perlemakan dengan ukuran sedang 9. RPA 2d 2 -Terdapat bulu tunas (pin feather) pada bagian gingan dan perlemakan dengan ukuran sedang 12. RPA 3b 3 -Adanya bulu jarum pada bagian dada. paha dan ekor, serta perdagingan dan perlemakan dengan ukuran sedang

13. RPA 3c 3 -Adanya sobek bagian dada, adanya bulu jarum pada bagian dada, paha dan ekor serta perdagingan dan perlemakan ukuran sedang 14. RPA 3d 2 -Terdapat bulu tunas (pin feather) pada bagian

sayap serta adanya memar pada bagian sayap 15. RPA 3e 3 -Adanya sobek pada bagian paha serta adanya

bulu jarum pada bagian dada. paha dan ekor serta perdagingan dan perlemakan dengan ukuran sedang

(27)

Tabel 6. Hasil Tingkatan Mutu Karkas Berdasarkan SNI 01-3924-2009 (Lanjutan)

1 2 3 4

17. RPA 4b 2 -Adanya sobekan bagian paha terdapat bulu pada bagian sayap dan ekor serta perdagingan

dan perlemakan sedang 18. RPA 4c 2 -Adanya sobekan bagian paha, terdapat bulu

tunas(pin feather) pada bagian paha dan sayap 19. RPA 4d 3 -Adanya sobekan pada bagian paha serta adanya bulu jarum pada bagian dada. paha dan ekor serta perdagingan dan perlemakan dengan ukuran sedang

20. RPA 4e 3 -Adanya sobekan pada bagian dada serta terdapat bulu pada bagian sayap dan ekor serta perdagingan dan perlemakan dengan ukuran sedang bulu pada bagian sayap dan ekor serta perda-gingan dan perlemakan dengan ukuran sedang 25. RPA 5e 2 -Adanya sobekan pada bagian paha, terdapat bulu tunas (pin feather) pada bagian sayap dan ekor serta memar pada sayap

(28)

Tabel 6. Hasil Tingkatan Mutu Karkas Berdasarkan SNI 01-3924-2009 (Lanjutan)

1 2 3 4

31. Potong di tempat 1 2 -Terdapat sedikit bulu tunas (pin feather) pada bagian sayap dan ekor

32. Potong di tempat 2 2 -Terdapat bulu pada punggung dan ekor serta perdagingan dan perlemakan dengan ukuran sedang

33. Potong di tempat 3 1 -Bersih dan masih segar karena baru dipotong 34. Swalayan 2 -Tulang dan daging pada paha berwarna

kemerahan (darkened bones)

* Kode 1 sampai 6 adalah kode pedagang sedangkan kode a sampai e adalah 5 sampel diambil di setiap pedagang

Konformasi. Konformasi yaitu ada tidaknya kelainan bentuk karkas dari tulang terutama pada bagian dada dan paha. Menurut Rasyaf (1995), konformasi yang baik adalah bulat memanjang dan dipenuhi oleh perdagingan tebal, perlemakan menyebar merata , tidak ada tulang yang patah serta tidak banyak sobekan pada kulit maupun daging. Konformasi pada semua karkas yang diteliti adalah normal yaitu tidak adanya kelainan pada bagian dada dan paha.

Keutuhan. Keutuhan yang baik adalah tidak adanya tulang yang patah atau hilang, persendian yang lepas, kulit atau daging yang sobek maupun hilang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada tulang yang patah dan persendian yang hilang pada penilaian mutu di salah satu pasar tradisional dan swalayan ini namun terdapat sobekan pada bagian dada dan paha. Sobekan yang terjadi hanya terdapat pada karkas yang dijual oleh pedagang pasar tradisional yang melakukan pemotongan di RPA. Sebanyak 19 dari 30 karkas ditemukan adanya sobekan pada bagian dada, paha maupun pada keduanya. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2009) sobekan pada bagian dada menyebabkan mutu karkas menjadi mutu III sedangkan sobekan pada bagian paha hanya menyebabkan karkas menjadi mutu II (Tabel 3).

(29)

tidak sepenuhnya dapat membersihkan bulu pada karkas dan bulu tunas hanya dapat dibersihkan dengan cara manual menggunakan tangan (Sams, 2001).

Perdagingan. Perdagingan karkas dapat dilihat pada dada, paha, dan punggung. Daging sebagian besar tersusun atas otot, selain itu juga terdapat jaringan ikat, epitel, syaraf, pembuluh darah, lemak (Soeparno, 2005).

(a) Tebal (b) Sedang (c) Tipis Gambar 6. Kondisi Perdagingan pada Karkas Utuh (Atas) dan Karkas Setelah

Pemotongan Menjadi Dua Bagian (Bawah).

Perlemakan. Penyebaran jumlah lemak terdapat di pangkal leher (pectoral) dan rongga perut (abdominal). Deposit lemak ayam broiler umumnya disimpan dalam bentuk lemak rongga tubuh dibawah kulit. Lemak rongga tubuh terdiri atas lemak abdominal, lemak rongga dada, dan lemak pada alat pencernaan (Leeson dan Summers, 2002).

(30)

Kebersihan Karkas. Kebersihan karkas yaitu ada tidaknya bulu tunas (pin feather) pada karkas. Kebersihan karkas merupakan salah satu parameter yang paling banyak diabaikan oleh para pedagang maupun tempat pemotongan ayam. Adanya bulu tunas (pin feather) pada bagian karkas dapat menurunkan penilaian mutu karkas secara fisik. Diantaranya ada pada bagian sayap, paha, punggung, ekor dan bahkan pada bagian dada. Sedikitnya hanya 5 sampel dari 30 sampel karkas yang berasal dari pemotongan RPA yang bersih dari bulu tunas (pin feather). Karkas hasil pembelian di pasar swalayan tidak terlihat adanya bulu tunas (pin feather). Pihak swalayan lebih memperhatikan hal tersebut dikarenakan dapat mengurangi tingkat pembelian sehingga dapat mengurangi kepercayaan konsumen terhadap produk yang dijual di swalayan tersebut.

Gambar 8. Bulu Tunas (Pin Feather)

(31)

Gambar 9. Memar pada Karkas

Persyaratan tingkatan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2009) dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Tabel 7 menunjukkan bahwa karkas dengan pemotongan di tempat penjualan menghasilkan persentase mutu karkas terbaik (mutu I) sebanyak 33,3% dan mutu II sebanyak 66,7% serta tidak terdapatnya karkas dengan mutu III. Hal ini dikarenakan pada pemotongan di tempat penjualan masih menggunakan teknik pemotongan dan pencabutan bulu dengan menggunakan tangan (manual) sehingga dapat mengurangi kemungkinan adanya bulu tunas dan memar pada karkas ayam. Menurut Abubakar (2003), teknik pencabutan bulu menggunakan tangan dapat mengurangi terjadinya benturan pada karkas ayam. Metode ini memang kurang efisien karena membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan pencabutan bulu dengan mesin namun dengan persentase karkas mutu I yang tinggi diharapkan harga jualnya lebih baik.

Tabel 7. Persentase Rataan Hasil Tingkatan Mutu Karkas Ayam

Sumber Sampel Mutu I Mutu II Mutu III

---%---

Pedagang dengan pemotongan di RPA 10 50 40

Pedagang dengan pemotongan di tempat penjualan 33,3 66,7 0

Swalayan 0 100 0

(32)

pencabutan bulu yang menggunakan mesin pencabut bulu. Hal ini memicu adanya memar dan bulu tunas pada karkas.

Mutu akhir pada satu karkas yang diambil dari pasar swalayan menghasilkan nilai mutu II karena adanya tulang dan daging pada paha berwarna kemerahan (darkened bones). Darkened bones biasanya ditemukan pada karkas ayam karena proses penyimpanan beku. Hal ini dikarenakan keluarnya darah dari sumsum tulang melalui area rongga pada tulang selama pembekuan dan thawing (Snyder dan Orr, 1964).

Total Mikroba

Total mikroba atau angka lempeng total bakteri (ALTB) berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2008) merupakan suatu cara perhitungan total mikroba yang terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu inkubasi yang ditetapkan. Total mikroba yang didapat dari hasil penelitian terhadap karkas ayam yang diambil dari salah satu pasar tradisional dan swalayan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Total Mikroba Karkas Ayam Bagian Dada dan Paha (dalam satuan cfu/g)

Sumber Sampel (n) Bagian Potongan

Dada Paha

Pedagang dengan pemotongan di tempat penjualan (1)

6,6 x 104 9,5 x 104

Pedagang pasar tradisional hasil pemotongan di RPA (6)

8,5 x 107 ± 10,96 3,8 x 108± 9,33

Swalayan (1) 5,7 x 105 1,8 x 105

(33)

Salah satu penyebab tingginya total mikroba pada karkas ayam hasil pemotongan RPA adalah RPA tradisional yang digunakan belum memenuhi standar persyaratan bangunan yang baik. Salah satu persyaratannya adalah tidak adanya ruang pemisah antara daerah bersih dan kotor. Hal ini dapat menyebabkan adanya kontaminasi silang terhadap karkas yang dihasilkan. Gambar 2 menunjukkan bahwa kurangnya penerapan sanitasi pada RPA tradisional yang digunakan oleh pedagang pasar tradisional. Adanya limbah dari pemotongan ayam seperti terdapat genangan air kotor bekas cucian dan genangan darah pada RPA. Hal ini memicu tingginya total mikroba karkas yang dihasilkan.

(34)

merupakan sampel karkas segar dingin. Karkas segar dingin menurut Standar Nasional Indonesia (2009) adalah karkas segar yang didinginkan setelah proses pemotongan sehingga temperatur bagian dalam daging antara 0°C-4°C.

Kondisi masing-masing tempat penjualan juga merupakan faktor yang menyebabkan perbedaan total mikroba. Kondisi pertama yaitu pedagang di pasar tradisional yang melakukan pemotongan karkas di RPA. Banyak penumpukkan karkas di meja penjualan. Proses pemotongan bagian menjadi lebih kecil dan penimbangan dilakukan dimeja yang sama dengan kondisi yang sangat berdekatan dengan tumpukan karkas. Semua ini dapat memicu adanya kontaminasi silang antara karkas, timbangan, pisau dan talenan. Menurut Frazier dan Westhoff (1988), pisau, gergaji, sarung tangan, alat potong, alat cacah, talenan, timbangan bahkan penjualnya juga merupakan sumber mikroorganisme kontaminan.

Kondisi kedua yaitu kondisi tempat penjualan karkas dengan pemotongan langsung di tempat penjualan. Karkas yang dipajang hanya sedikit (± 5-10 karkas). Timbangan dan talenan diletakkan agak berjauhan dengan karkas walaupun tetap dalam satu meja yang sama. Tahapan proses pemotongan ayam di tempat penjualan maupun di RPA tidak ada perbedaan. Proses dimulai dengan melakukan penyembelihan yaitu memotong arteri karotis, vena jugularis, tenggorokan dan esophagus. Penanganan selanjutnya adalah pengeluaran darah, pencelupan ke dalam air panas (scalding) dengan suhu berkisar ± 55-60oC, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan dan pencucian karkas sebelum akhirnya dipajang di meja penjualan.

(35)

Kondisi tempat penjualan serta pemotongan pada pedagang dengan pemotongan langsung ditempat penjualan kurang mendapat perhatian dari pedagang (Gambar 4). Lantai yang digunakan adalah kedap air namun banyak terdapat lubang pada lantai tersebut sehingga menyulitkan dalam pembersihan. Penempatan penyimpanan jeroan diletakkan di bawah meja penjualan sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi dengan kotoran yang berasal dari lantai, air kotor bekas cucian karkas serta sepatu boat yang digunakan pedagang. hal lain yang harus diperhatikan adalah limbah yang dihasilkan pada proses pemotongan ayam. Tidak terdapatnya saluran pembuangan limbah yang baik menjadikan para pedagang membuang limbah hasil pemotongan ayam tersebut ke sungai yaitu limbah cair yang berupa air bekas cucian karkas dan darah.

Kondisi tempat penjualan ketiga adalah pasar swalayan. Total mikroba pada karkas yang berasal dari pasar swalayan masih dibawah ambang batas dari yang di tetapkan oleh Indonesia yaitu 5,7 x 105 cfu/g pada potongan dada dan 1,8 x 105 cfu/g pada potongan paha. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya total mikroba tersebut diantaranya adalah faktor pengemasan dan rantai dingin. Faktor pengemasan pada karkas yang dijual merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk meminimalkan bahaya kontaminasi yang terjadi jika karkas dibiarkan terbuka. Penggunaan bahan pengemas pada karkas merupakan salah satu strategi yang dilakukan agar karkas aman dari bahaya kontaminasi dan memberi jaminan kepada konsumen terhadap keamanan produk yang dijualnya. Pengemas yang digunakan adalah plastik wrap dan dialasi oleh styrofoam. Pengemasan yang baik dapat mencegah penularan bahan pangan oleh organisme-organisme yang berbahaya bagi kesehatan. Pengemasan digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan lingkungan diluar bahan pangan sehingga dapat menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et al., 1987).

(36)

temperatur di bawah 5oC dapat menghambat pertumbuhan bakteri perusak atau pembusuk dan mencegah hampir semua mikroorganisme patogen. Daging ayam segar yang disimpan dalam refrigerator (suhu dingin) selama 1 sampai 3 hari akan mengurangi aktivitas bakteri mesofil. Hasil penelitian Pestariati et al (2003) pada karkas dengan penyimpanan refrigerator pada hari pertama sebesar 2,6x105 koloni/gram, kemudian meningkat menjadi 2,7x105 koloni/gram pada hari kedua dan menjadi 2,8x105 koloni/gram pada hari ketiga. Penyimpanan daging pada suhu refrigerator tersebut menaikkan total mikroba sebesar 0,03; 0,02; 0,01 log koloni pada penyimpanan hari pertama, kedua dan ketiga.

Sanitasi

Sanitasi merupakan suatu kondisi yang dilakukan untuk menciptakan segala sesuatu yang higienis dan kondisi yang menyehatkan. Memperbaiki sanitasi terutama lingkungan, merupakan salah satu solusi terbaik dalam mengantisipasi cemaran mikroba (Gustiani, 2009). Tempat penjualan karkas harus selalu dikondisikan bersih dan terjaga kehigienisannya. Industri pengolahan dan penjualan panganpun harus membiasakan diri untuk menyadari kebutuhan akan produk pangan yang aman dari mikroorganisme dan harus mendorong karyawannya mengikuti penataran-penataran pelaksanaan higienis yang baik (Buckle et al., 1987). Karyawan yang menangani karkas pada pasar tradisional seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 yakni tidak mendapatkan pelatihan khusus dalam penanganan karkas. Beberapa pedagang yang mendapat pelatihan hanya terkait cara pemotongan karkas menjadi potongan kecil saja tanpa pelatihan terhadap sanitasi dan pedagang lainnya hanya berbekal pengalaman. Hal ini sangat berbeda dengan karyawan yang menangani karkas pada pasar swalayan. Mereka diberikan pelatihan khusus guna menjamin karkas yang dijual aman dan layak untuk dikonsumsi oleh manusia.

(37)

kotoran manusia, bangkai binatang, dan sisa-sisa makanan manusia sehingga kehadirannya dapat merusak sanitasi makanan (Saksono dan Isro’in, 1986). Tidak ada perlakuan bahkan pencegahan yang dilakukan untuk mengendalikan hama di tempat penjualan mereka. Mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut selama hama tidak mengganggu dan merugikan terhadap karkas ayam yang dijual.

Penanganan karkas yang baik diharapkan akan menghasilkan karkas dengan nilai mutu baik dan jumlah bakteri dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh SNI. Mayoritas pedagang hanya memanfaatkan pengalaman yang mereka miliki tentang cara memotong karkas dan penanganan lain terhadap karkas namun pengetahuan tentang sanitasi kurang mendapat perhatian. Tabel 5 memperlihatkan bahwa penggunaan peralatan sanitasi seperti masker, penutup kepala dan sarung tangan serta pengendalian terhadap hama tidak menjadi perhatian para pedagang. Penerapan sanitasi sangat diperlukan pada produk peternakan yang mudah mengalami kerusakan agar karkas menjadi aman untuk dikonsumsi serta mencegah terjadinya kontaminasi yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Bahri (2008) menambahkan bahwa ancaman kontaminasi pada daging dan produk peternakan lainnya dikarenakan lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi yang kurang baik, serta tidak terlindunginya produk pangan tersebut dengan pembungkus apapun sehingga dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia. Hal ini diperburuk dengan perilaku konsumen yang memegang karkas saat akan membeli sehingga konsumenpun dapat menjadi sumber kontaminasi terhadap daging yang dijual di pasar tradisional.

(38)

pasar tradisional. Hal ini dapat memicu timbulnya kontaminasi silang antara bahan pangan dengan peralatan yang digunakan.

Pembahasan Umum

Tingkatan mutu I karkas pada pemotongan ayam yang dilakukan di tempat penjualan menghasilkan persentase tertinggi. Hal ini terjadi karena tempat pemotongan ini melakukan pencabutan bulu manual dengan menggunakan tangan sehingga kemungkinan akan terjadinya memar dan patah akibat benturan dapat dihindarkan. Penggunaan mesin seperti yang dilakukan oleh RPA merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penurunan mutu karkas hasil pemotongan RPA. Penurunan mutu tersebut dapat diminimalkan dengan penerapan good slaughtering practices, manajemen RPA yang baik, cold chain system, manajemen distribusi, dan penerapan ritel yang baik sehingga mutu akhir karkas dapat dipertahankan sejak dari RPA sampai ke tangan konsumen.

Pengujian total mikroba pada pedagang yang melakukan pemotongan di tempat penjualan menghasilkan total mikroba terendah pada bagian dada dan paha. Hal ini terjadi karena lamanya pendeknya waktu postmortem karkas. Pedagang yang menjual karkas ayam ini memotong ayam sesaat sebelum konsumen membeli karkas sehingga pertumbuhan mikroba tidak sebesar karkas dengan waktu postmortem lebih panjang. Rendahnya total mikroba yaitu masih dibawah ambang batas yang ditentukan Indonesia (SNI 01-3924-2009) pada pasar swalayan dikarenakan penerapan sanitasi, pengemasan dan rantai dingin pada alur prosesnya.

(39)

cucian karkas serta limbah padat berupa bulu ayam dapat mengganggu lingkungan sekitar pasar jika tidak ada pengolahan yang baik pada limbah sebelum limbah tersebut dibuang. Air cucian kotor dan darah harus mengalami penyaringan terlebih dahulu sebelum dibuang ke aliran sungai yang berada dibelakang tempat pemotongan sekaligus penjualan tersebut agar tidak mencemari ekosistem sungai. Selain pencemaran lingkungan, tempat pemotongan ditempat penjualan di pasar tradisional dapat menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit yakni penularan penyakit dari ayam hidup ke manusia (zoonosis).

Pencegahan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan tersebut seharusnya dapat diantisipasi oleh dinas terkait. Pembangunan RPA yang sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah merupakan salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif yang terjadi. Peranan penerapan sanitasi serta penanganan pascapemotongan yang baik diharapkan dapat diterapkan pada seluruh RPA baik yang mendistribusi-kan karkas ayam ke pasar tradisional maupun swalayan. Hal ini ditandai dengan tidak adanya lagi RPA yang tidak memisahkan antara ruang bersih dan kotor serta rantai dingin pada penanganan pascapemotongan. Transportasi dan penyimpanan daging tanpa pendingin dapat menyebabkan mikroba berkembang biak dengan cepat sehingga jumlahnya mencapai tingkat yang berbahaya bagi kesehatan manusia (Murdiati, 2006).

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Meskipun pemotongan ayam di tempat penjualan menghasilkan mutu fisik dan mikrobiologis terbaik, tetapi dapat menimbulkan resiko penyebaran penyakit zoonosis serta pencemaran limbah di pasar. Sebagai solusi, peningkatan mutu dan penghambatan pertumbuhan mikroba pada karkas yang dipotong di RPA harus dilakukan melalui manajemen RPA yang baik, sistem rantai dingin dan manajemen karkas yang baik di tempat penjualan.

Saran

(41)

MUTU DAN TOTAL MIKROBA KARKAS AYAM PADA

SALAH SATU PASAR TRADISIONAL DAN

MODERN DI KABUPATEN

BOGOR

SKRIPSI TRI UTAMI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(42)

MUTU DAN TOTAL MIKROBA KARKAS AYAM PADA

SALAH SATU PASAR TRADISIONAL DAN

MODERN DI KABUPATEN

BOGOR

SKRIPSI TRI UTAMI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(43)

RINGKASAN

Tri Utami. D14070026. 2011. Mutu dan Total Mikroba Karkas Ayam pada Salah Satu Pasar Tradisional dan Modern di Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan.Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Tuti Suryati, S.Pt.,M.Si. Pembimbing Kedua : Zakiah Wulandari, S.TP.,M.Si.

Produk peternakan seperti daging ayam merupakan sumber protein hewani dengan mutu protein yang tinggi dan kandungan asam amino esensial yang lengkap. Sumber protein hewani tersebut dapat menjadi rusak seperti menurunnya mutu serta tingginya kandungan mikroba jika tidak mendapatkan penanganan yang benar. Penanganan tersebut dimulai sejak pemotongan, transportasi serta pada saat penjualan. Alur proses penanganan tersebut dilakukan pada pedagang yang melakukan pemotongan ayam di rumah pemotongan ayam (RPA). Berbeda dengan pemotongan RPA, pedagang yang melakukan pemotongan langsung di tempat penjualan hanya memperhatikan saat pemotongan dan penjualan karkas ayam. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mutu dan total mikroba karkas ayam pada salah satu pasar tradisional dan modern yang berupa pasar swalayan di Kabupaten Bogor.

Penelitian ini menggunakan sampel karkas ayam yang berasal dari pedagang pasar tradisional dengan pemotongan di tempat penjualan, pedagang pasar tradisional dengan pemotongan di RPA dan swalayan. Peubah yang diamati adalah mutu dan total mikroba pada karkas ayam dari ketiga jenis sampel yang menjadi target penelitian. Data yang diperolah disajikan secara deskriptif.

Hasil pengklasifikasian mutu kasrkas berdasarkan kriteria SNI 01-3924-2009 menunjukkan bahwa karkas yang diambil dari pedagang pasar tradisional yang melakukan pemotongan di tempat penjualan memiliki tingkatan mutu terbaik yaitu mutu I sebanyak 33,3%, mutu II sebanyak 66,7%, dan mutu III sebanyak 0% untuk sampel. Cemaran mikroba berdasarkan SNI 01-2897-2008 menunjukkan bahwa total mikroba terendah juga didapat dari sampel yang diambil dari pedagang pasar tradisional yang melakukan pemotongan di tempat penjualan yaitu sebanyak 6,6 x 104 cfu/g pada bagian dada dan 9,5 x 104 cfu/g pada bagian paha. Namun demikian, pemotongan ayam di tempat penjualan dapat menimbulkan resiko penyebaran penyakit zoonosis serta pencemaran limbah di pasar. Sebagai kesimpulan, peningkatan mutu dan penghambatan pertumbuhan mikroba pada karkas harus dilakukan melalui manajemen RPA yang baik, sistem rantai dingin dan manajemen karkas yang baik di tempat penjualan.

(44)

ABSTRACT

The Quality and Total Microbe of Chicken Carcass at One of Traditional and Modern Market at Kabupaten Bogor

Utami, T., T. Suryati and Z. Wulandari

Place of chicken slaughter were divided into chicken slaughter house and chicken slaughter in display kiosk. Chicken slaughter at slaughter house and display kiosk can be produce the different quality and total microbes. Good quality and low total microbe carcass depend on good handling during slaughtering, transportation, and condition in display kiosk. The objective of this study was to study the quality of chicken carcass at one of traditional market and modern at Kabupaten Bogor. The method of this study began from interview some butcher to get information about chicken carcass and take chicken carcass were analyzed at the laboratorium. Results of quality carcass showed that carcass from chicken slaughter in display kiosk got 33,3% for quality I whereas carcass from chicken slaughter house in traditional market and modern got 10% and 0%. Total microbe carcass showed that carcass from chicken slaughter in display kiosk got lower from the others result that is 6,6x104 for breast and 9,5x104 for thigh. Chicken carcass in display kiosk got the best quality and low total microbe, but this place is not recommended cause will be distribute foodborne disease and contaminated environment around traditional market. This study indicated that chicken carcass from slaughter house need good handling such as good slaughtering practices, cold chain system aplication, good handling practices, and good retailing practices.

(45)

MUTU DAN TOTAL MIKROBA KARKAS AYAM PADA

SALAH SATU PASAR TRADISIONAL DAN

MODERN DI KABUPATEN

BOGOR

TRI UTAMI D14070026

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(46)

Judul : Mutu dan Total Mikroba Karkas Ayam pada Salah Satu Pasar Tradisional dan Modern di Kabupaten Bogor

Nama : Tri Utami NIM : D14070026

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Tuti Suryati, S. Pt., M. Si. Zakiah Wulandari, S. TP., M. Si. NIP.19720516 199702 2 001 NIP.19750207 199802 2001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

(47)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Pebruari 1989 di Bogor. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang merupakan anak pasangan Bapak Sulaeman dan Ibu Suryati. Penulis memulai pendidikannya di tingkat taman kanan-kanak pada tahun 1994-1995 di TK Bina Insani. Pendidikan sekolah dasar dimulai pada tahun 1995-2001 di SDN Cilodong 1. Penulis melanjutkan sekolahnya di SMP Islam Asy-Syafi’iyah pada tahun 2001-2004. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tempat yang sama di SMA Islam Asy-Syafi’iyah pada tahun 2004-2007.

(48)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi dengan judul “Mutu dan Total Mikroba Karkas Ayam pada Salah Satu Pasar Tradisional dan Modern di Kabupaten Bogor” telah selesai disusun tepat pada waktunya.

Penelitian ini didasarkan oleh pentingnya penerapan sanitasi pada setiap alur proses ternak hidup sampai siap untuk dikonsumsi. Keberadaan mikroorganisme yang tidak diharapkan dalam daging ayam dapat menyebabkan rusaknya daging ayam tersebut dan pada akhirnya dapat merugikan manusia yang mengkonsumsinya. Penanganan yang buruk pada daging juga dapat menyebabkan penurunan mutu secara fisik. Pada skripsi ini, penulis mencoba memberikan gambaran tentang perubahan mutu fisik dan total mikroba karkas ayam yang dijual berdasarkan perbedaan tempat pemotongan serta kondisi tempat penjualan karkas ayam.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Insitut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun demikian penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2012

(49)
(50)

Kategori Asal Pemotongan dan Pedagang ... 19 Keadaan Umum Tempat Pemotongan Ayam dan Penjualan Ayam .... 19 Kondisi Pedagang serta Penanganan Karkas Berdasarkan Hasil

(51)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Gizi Daging Ayam ... 3 2. Komposisi Asam Amino Daging Ayam ... 4 3. Persyaratan Tingkatan Mutu Berdasarkan SNI 01-3924-2009 ... 6 4. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Ayam ... 8 5. Rekapitulasi Hasil Kuisioner ... 23 6. Hasil Tingkatan Mutu Karkas Berdasarkan SNI 01-3924-2009 ... 24 7. Persentase Rataan Hasil Tingkatan Mutu Karkas Ayam ... 30 8. Jumlah Total Mikroba Karkas Ayam Bagian Dada dan Paha

(52)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Teknik Pemotongan Ayam ... 5 2. Kondisi Rumah Pemotongan Ayam Tradisional ... 20 3. Penanganan Karkas Pascapemotongan di RPA Modern ... 20 4. Kondisi Tempat Pemotongan di Tempat Penjualan Karkas Ayam ... 21 5. Kondisi Tempat Penjualan Ayam ... 21 6. Kondisi Perdagingan pada Karkas ... 28 7. Perlemakan ... 28 8. Bulu Tunas (Pin Feather) ... 29 9. Memar pada Karkas ... 30 10.Kondisi Meja Penjualan pada Karkas di Pasar Tradisional yang

Berasal dari Pemotongan RPA dan Pemotongan Langsung di Tempat

(53)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner ... 45 2. Produksi Hasil Peternakan ... 48

3. Metode Pengujian Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur dan Susu,

(54)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka makin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, tidak terkecuali bahan makanan asal hewani terutama daging ayam. Daging ayam memberikan sumbangan yang sangat besar bagi tercukupinya kebutuhan terhadap protein hewani. Daging ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis komoditi dengan produksi tinggi yaitu 1.270,40 ton pertahun 2011 (Basis Data Statistik Pertanian, 2011). Daging ayam adalah salah satu jenis daging yang tinggi kandungan gizinya.sehingga sangat baik bagi pertumbuhan manusia.

Daging ayam yang dijual biasanya berasal dari rumah pemotongan ayam (RPA) dan langsung dikirim ke pasar-pasar sekitar RPA. Pasar terbagi menjadi dua jenis yaitu : pasar modern dan pasar tradisional. Kedua pasar tersebut merupakan tempat penjualan berbagai jenis kebutuhan masyarakat sehari-hari. Salah satunya adalah tersedianya daging ayam sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat. Kondisi sanitasi pada alur proses daging ayam pada masing-masing pasar merupakan satu hal yang membedakan antara kedua pasar tersebut. Penjualan daging di pasar tradisional dijual dengan keadaan terbuka (tanpa penutup) serta diletakkan bebas di meja gerainya tanpa adanya pengaturan suhu serta tidak memperdulikan aspek kebersihan produk yang dijualnya. Berbeda dengan kondisi penjualan daging di pasar modern yang dijual dalam keadaan tertutup dengan menggunakan pengemas serta dijajakan dengan memperhatikan suhu rak pemajangan karkas.

(55)

Permasalahan lain di pasar tradisional maupun modern adalah menurunnya mutu karkas ayam sehingga dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap pembelian daging ayam secara fisik. Menurunnya mutu karkas ini dapat disebabkan oleh penanganan yang kurang tepat pada saat ayam hidup, saat pemotongan bahkan penanganan pascapemotongan yaitu saat pemasaran.

Bahaya mikroorganisme dan penurunan mutu karkas yang kemungkinan terjadi dapat diminimalisasi dengan menerapkan sistem sanitasi terhadap produk daging mulai dari proses pemotongan hingga penjualan. Tempat pemotongan, ritel pangan berupa swalayan dan pasar tradisional diharapkan mulai menerapkan cara-cara menjual dan memasarkan produk pangan secara-cara baik serta jaminan keamanan pangan lain yang berhubungan dengan produk pangan sesuai dengan amanat peraturan dan perundang-undangan yang ada. Penjaminan keamanan pangan harus dimulai sejak dari pangan diproduksi sampai pangan berada di tangan konsumen. Keamanan terhadap pangan bukan hanya menjadi tanggung jawab pelaku industri saja melainkan konsumen pun harus memperlakukan makanan agar tetap aman untuk dikonsumsi.

Tujuan

(56)

TINJAUAN PUSTAKA Karkas Ayam Pedaging

Ayam dibagi menjadi 2 tipe yaitu ayam petelur dan ayam pedaging. Ayam petelur adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil telurnya sedangkan ayam pedaging adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil dagingnya. Salah satu jenis ayam yang sering digunakan sebagai ayam pedaging adalah jenis ayam broiler. Ayam broiler memiliki pertumbuhan yang relatif lebih cepat dibandingkan ayam lokal dan memiliki perdagingan yang baik. Daging ayam yang dijual untuk keperluan konsumsi biasanya dijual dalam bentuk karkas. Karkas ayam pedaging adalah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (Dewan Standardidasi Nasional, 1995).

Nilai Gizi Daging Ayam

Definisi daging menurut Badan Standardisasi Nasional (2009) merupakan otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi oleh manusia. Makanan bergizi yang dibutuhkan manusia adalah daging. Hal ini karena mutu proteinnya tinggi serta kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Protein dagingpun lebih mudah dicerna daripada nabati. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada daging ayam dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Komposisi Gizi Daging Ayam

(57)

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Daging Ayam

Rumah pemotongan ayam (RPA) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong ayam bagi konsumsi masyarakat umum. Ayam hidup yang akan dipotong harus berasal dari ayam hidup yang sehat, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Proses pemotongan ayam menurut Dewan Standardisasi Nasional (1995) tentang karkas ayam pedaging melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah persiapan tempat yang digunakan untuk pemotongan yaitu harus menggunakan tempat yang bersih serta air yang digunakan adalah air yang berasal dari sumber berkualitas baik. Tahapan selanjutnya adalah pemotongan ayam.

Gambar

Tabel 2. Komposisi Asam Amino Daging Ayam
Tabel 3. Persyaratan Tingkatan Mutu Berdasarkan SNI 01-3924-2009
Gambar 2. Kondisi Rumah Pemotongan Ayam Tradisional.
Gambar 4. Kondisi Tempat Pemotongan di Tempat Penjualan Karkas Ayam.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Memberikan pengertian dasar tentang sifat fisik bahan bangunan, hukum-hukum alam, kaitannya dengan perhitungan mekanika teknik maupun untuk penyelesaian

Sebagai mahluk social, individu juga hidup berkelompok mulai dari lingkungan yang paling kecil dalam keluarga sampai dalam lingkungan yang luas, yaitu sebagai anggota

Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah Hotel Dana Solo diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada dengan tujuan meningkatkan

Indeks kepuasan nelayan tersebut masih dikatakan cukup karena masih berada di antara puas dan kurang puas, hal itu disebabkan ada beberapa atribut yang memiliki nilai kinerja

Salah satu tujuan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui penelitian Peningkatan hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode kerja kelompok dan media yang tepat pada

Perkembangan penanda terutama yang bersifat komersil, banyak ditemui pada koridor Jalan Jendral Sudirman tepatnya pada penggal jalan dari perempatan POLDA sampai perempatan RS

Terhadap masalah ini, jika perkawinan putus karena perceraian maka pembagian harta bersama tersebut dapat melalui kompensasi berupa pengembalian oleh pihak yang