1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar Tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan proses tawar-menawar. Dalam suatu daerah atau wilayah pasar menjadi pusat dari kegiatan perekonomian masyarakat.
Karena dalam suatu pasar banyak masyarakat yang terlibat langsung didalamnya, diantaranya sebagai pedagang, pembeli, para pengelola pasar, serta sebagai pemasok barang bagi mereka yang dapat menghasilkan barang sendiri dan ingin memasarkan barang produksinya tersebut.
Untuk itu suatu pengelolaan dan perberdayaan pasar tradisional sangat dibutuhkan terutama dalam pembenahan fasilitas bangunan dari suatu pasar tradisional.
1.1.1. Pengaruh Perkembangan Pasar Terhadap Suatu Wilayah
Salah satu komponen wilayah atau kawasan yang sangat berperan dalam mempengaruhi perkembangan wilayah tersebut ialah penduduk. Seperti yang dikatakan oleh Ir. H.M. Djumantri, MSi bahwa
‘perkembangan wilayah tergantung dari kegiatan sosial ekonomi penduduk suatu wilayah, yang kegiatan itu sendiri ditentukan oleh permintaan barang dan jasa. Sehingga kegiatan ekonomi erat kaitannya untuk mempertemukan permintaan dan penawaran, dan tempat kegiatannya dapat dijumpai dalam bentuk fisik yang disebut pasar.’
Menurut perkembangannya, pasar pada mulanya bersifat non
permanen, yaitu sebagai kegiatan dadakan yang dilakukan oleh
pedagang dan pembeli. Seperti banyaknya pasar harian yang buka
pada hari tertentu saja, contohnya pasar senin, pasar rebo, pasar
kemis, pasar jumat dan pasar minggu. Dan terdapat pula pasar yang
buka ketika ada hari spesial atau berdasarkan kegiatan adat daerah
2 tertentu, contohnya pasar sekaten. Yaitu pasar rakyat yang diselenggaran sekitar 1 bulan untuk memperingati maulid nabi muhammad SAW dengan puncak dari acara tersebut ialah gunungan.
Dalam suatu wilayah, semakin pesatnya perkembangan pasar maka akan semakin besar pula tuntutan kebutuhan akan pasar, baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk itu disuatu wilayah yang kondisi sosial ekonomi penduduknya baik, maka akan semakin banyak pasar dan membawa perkembangan dan tentunya menarik minat penduduk baru untuk menetap diwilayah itu. Selain itu wilayah yang letaknya berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan dan kemudahan transportasi berimpas pada pertumbuhan. Kebijakan pemerintah seperti penentuan lokasi pusat perdagangan (pasar), kegiatan produksi, kebijakan ekspor-impor, kebijakan fiskal dan moneter sangat mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.
Namun, menurut Ir. H.M. Djumantri, Msi, pada artikelnya yang berjudul; Pasar Tradisional, Ruang untuk Masyarakat Tradisional yang Semakin Terpinggirkan, (http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=266 diakses tanggal 22 oktober 2012 pukul 22.45 WIB), bahwa seiring kemajuan teknologi dan manajemen maka berkembanglah pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, departement store, mall, hypermart, supermaket secara pesat. Pertumbuhan pasar modern tersebut sebesar 31,4% sedangkan pertumbuhan pasar tradisional minus 8,1%.
1.1.2. Perkembangan Pasar Modern dan Pasar Tradisional
Gambar 1. 1. Kutipan Judul Artikel “Minimarket Menjamur, Pasar Tradisional Sepi”
Sumber: http://ekbis.rmol.co/read/2012/08/26/75751/Minimarket-Menjamur,-Pasar- Tradisional-Sepi-
Kutipan Judul artikel diatas diambil dari Harian Rakyat Merdeka yang
membahas isu tentang kondisi perekonomian Indonesia saat ini
dimana terjadi penurunan omzet pasar tradisional hingga 50 persen.
3 Pasca Lebaran, omzet pedagang pasar tradisional mengalami penurunan hingga 50 persen dibanding selama bulan puasa.
“Penurunan omzet pedagang tradisional hingga 50 persen dise- babkan menjamurnya gerai minimarket dan pasar modern saat ini,”
ujar Ketua Persatuan Pedagang Pasar dan Warung Tradisional Usep Iskandar Wijaya.
Selain itu, penurunan omzet dikarenakan kondisi perekonomian pasar tradisional tidak terayomi oleh pemerintah kabupaten/kota yang menyebabkan pangsa pasar beralih ke pasar modern ataupun minimarket. Ia menguraikan, setiap tahunnya, tiap kios di pasar bisa meraup pendapatan hingga Rp 2-3 juta per hari. Sedangkan untuk ta- hun ini rata-rata pedagang menghasilkan Rp 1-1,5 juta per hari. Hal tersebut diakibatkan oleh sub sektor sembako yang mengalami penurunan penjualan.
Dengan menjamurnya minimarket di tiap-tiap pelosok tersebut, lanjut Usep, pedagang sembako di pasar tradisional hanya menghasilkan Rp 700 ribu-Rp 1 juta per hari. Sebab, beberapa ruas jalan yang biasanya macet disebabkan banyaknya pengunjung yang hendak berbelanja tidak terjadi. Masyarakat lebih memilih berbelanja di pasar swalayan. “Pedagang sembako benar-benar babak belur, para pelanggannya beralih ke minimarket,” keluhnya.
Sebab itu, pihaknya berharap pemerintah bertindak tegas ter- hadap pemberlakuan peraturan terkait waktu pelayanan ritel dan mi- nimarket. Hal itu setidaknya bisa memberikan peluang terhadap pasar tradisional untuk dioptimalkan kembali 1) .
1