• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk pada Sektor Tanaman Bahan Makanan di Kota Bogor terhadap Output, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kebijakan Subsidi Pupuk pada Sektor Tanaman Bahan Makanan di Kota Bogor terhadap Output, Pendapatan, dan Penyerapan Tenaga Kerja"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang

sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani.

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

Indonesia. Penggunaan lahan sawah untuk tanaman bahan makanan di Jawa Barat

menempati urutan kedua setelah Jawa Timur yaitu seluas 1.12 juta ha (BPS,

1999). Namun sebagian besar di wilayah Jawa Barat memiliki lahan pertanian

yang telah banyak dikonversi untuk sektor lain seperti industri, perdagangan, jasa,

dan lain-lain sehingga daerah-daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan

tanaman bahan makanan harus disuplai dari daerah lain. Kota Bogor merupakan

salah satu daerah yang dalam menyediakan tanaman bahan makanan harus

disuplai oleh luar wilayah. Ketersediaan tanaman bahan makanan yang

dibutuhkan penduduk Kota Bogor sebagian besar tidak dapat dipenuhi oleh

produksi sendiri, melainkan disuplai oleh luar wilayah seperti Kabupaten Bogor.

Kota Bogor bukan merupakan daerah pertanian tetapi masalah pertanian masih

sangat diupayakan dalam jajaran Pemerintah Daerah Kota Bogor melalui Dinas

Agribisnis karena masih ada lahan yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian.

Sektor pertanian di Kota Bogor bukan merupakan sektor ekonomi yang

dominan, tetapi penggunaan lahan baik sawah maupun bukan sawah masih tetap

mendapat perhatian utama pemerintah daerah Kota Bogor. Pada tahun 2010

terdapat 793 ha lahan sawah dan 2 735 ha lahan bukan sawah di Kota Bogor.

Selain padi dan palawija, tanaman holtikultura merupakan andalan sektor

(2)

2 peternakan dan perikanan juga masih cukup berkembang di Kota Bogor (BPS

Kota Bogor, 2011). Namun Sektor pertanian merupakan sektor penting yang

menyediakan kebutuhan pokok untuk tanaman bahan makanan penduduk dan

sektor pertanian merupakan sektor primer yang berkontribusi nyata terhadap

PDRB di Kota Bogor. Berikut ini merupakan struktur ekonomi Kota Bogor

menurut kelompok sektor atas dasar harga berlaku dan harga konstan tahun

2009-2010.

Tabel 1.1. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun 2009-2010 Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2010)

Peran sektor pertanian sangat luas dan mencakup beberapa indikator.

Indikator peran sektor pertanian antara lain: 1. pertanian sebagai penyerap tenaga

kerja yang cukup besar, 2. pertanian merupakan penghasil makanan pokok

penduduk, 3. komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga. Harga

(3)

3 sehingga dinamika sangat berpengaruh terhadap inflasi, 4. akselerasi

pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong ekspor dan mengurangi

impor, 5. komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur pertanian.

Sektor pertanian adalah prasyarat bagi adanya sektor industri manufaktur

pertanian berlanjut, 6. pertanian memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi.

Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain dapat dilihat dari aspek

keterkaitan produksi, keterkaitan konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan

fiskal. (Setiawan, 2010)

Produksi tanaman bahan makanan di Kota Bogor yang berasal dari seluruh

kecamatan yang ada pada tahun 2004 yaitu tanaman padi sawah sebanyak 5

788.16 ton, jagung 1 424.28 ton, kacang tanah 59 ton, ubi kayu 5 530 ton, ubi

jalar 1 219 ton, total produksi sayuran 6 332 ton dengan hasil terbanyak diperoleh

dari produksi ketimun sebesar 1 700 ton dan terung sebesar 1 620 ton, total

produksi buah-buahan 487 90 ton sebagian besar yang disumbang oleh produksi

pepaya 80.30 ton dan rambutan sebesar 55.80 ton. Produksi beras berasal dari padi

sawah. Selama periode tahun 2002 sampai 2005 produksi padi mengalami

peningkatan. Pada tahun 2002 produksi padi sebesar 4 035 ton, tahun 2003

menjadi 9 953.28 ton, tahun 2004 sebesar 5 788.16 ton dan pada tahun 2005

menjadi 7 185 ton. Peningkatan produksi ternyata tidak mampu memenuhi

kebutuhan tanaman bahan makanan yang semakin bertambah. Berikut ini

merupakan tabel prediksi kebutuhan konsumsi tanaman bahan makanan penduduk

(4)

4

Tabel 1.2. Prediksi Kebutuhan Konsumsi Tanaman Bahan Makanan Penduduk

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2004)

Sektor pertanian membutuhkan dukungan dari berbagai pihak karena

disamping pertanian sangat terkait dengan masalah fenomena perubahan iklim,

bencana banjir, dan kekeringan terdapat fakta bahwa sebagian besar petani kita

memiliki luasan lahan yang sempit, yaitu berkisar antara 0.5 ha-1 ha yang bisa

disebut gurem dan terdapat sekitar 55 persen dari total petani yang ada di

Indonesia. Produksi tanaman bahan makanan umumnya dihasilkan oleh petani

gurem yang menggarap lahan yang relatif sempit dengan kemampuan dan

keterampilan yang masih sangat terbatas serta kondisi perekonomian yang pada

umumnya lemah. Hal ini menyebabkan perlunya perhatian pemerintah terhadap

sektor pertanian. Petani dalam memproduksi lahan pertaniannya memerlukan

input-input produksi dari mulai penanaman hingga pemanenan. Input produksi

yang dibutuhkan seperti bibit atau benih, tenaga kerja, modal, peralatan tanam,

peralatan bajak seperti traktor dan peralatan panen seperti rice milling unit (unit

penggilingan padi) dan juga pupuk yang sangat bermanfaat untuk tanaman

(5)

5 Pupuk merupakan input yang penting dalam pertanian serta memiliki

pengaruh nyata pada produksi dan produktifitas komoditas tanaman bahan

makanan terutama komoditas padi. Pupuk yang digunakan dalam pertanian

terdapat dua macam, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik, kedua jenis

pupuk ini masih digunakan oleh petani. Pupuk organik menjadi andalan petani

karena selain harganya sangat terjangkau dan manfaatnya lebih dirasakan daripada

pupuk industri atau pupuk anorganik tapi pupuk anorganik merupakan sarana

produksi yang sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan oleh petani kita.

Walaupun pemerintah telah gencar mengadakan sosialisasi tentang substitusi

pupuk anorganik dengan pupuk organik, kenyataannya peran pupuk anorganik

masih belum tergantikan oleh pupuk organik. Perhatian pemerintah terhadap

pupuk ini dapat diaplikasikan melalui pemberian subsidi pupuk baik pupuk

organik maupun anorganik.

Subsidi pupuk merupakan kebijakan pemerintah yang kebanyakan disorot

oleh berbagai pihak, baik dari pihak petani, pemerintah itu sendiri, maupun

pihak-pihak yang berusaha mengambil keuntungan dari pemberian subsidi pupuk

bahkan terdapat banyak pihak yang menyelewengkan atau menyalahgunakan

subsidi pupuk dan pada akhirnya subsidi pupuk tersebut banyak yang tidak

dinikmati oleh petani serta terdapatnya masalah penggunaan pupuk yang tidak

rasional, menurut penelitian bahwa secara agronomis dibutuhkan sekitar 200-250

kg/ha, namun dewasa ini penggunaan pupuk melebihi batas toleransi tersebut,

yaitu 350-450 kg/ha yang mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah dan

(6)

6 Pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus sangat berhati-hati

terhadap semua kebijakan yang akan diterapkan. Kebijakan subsidi pupuk

memiliki pro dan kontra dari berbagai pihak. Disatu sisi pemberian subsidi pupuk

menimbulkan banyak masalah jika penggunaan, pendistribusian, dan

penerapannya tidak dilakukan secara benar dan tepat sasaran tapi tidak dapat

dipungkiri bahwa petani kita sangat membutuhkan subsidi dalam bidang pertanian

terutama subsidi pupuk. Subsidi pupuk ini merupakan penolong bagi petani dalam

memproduksi hasil pertanian mereka dan pemberian subsidi pupuk dapat

meningkatkan kesejahteraaan petani yang dapat dilihat dari berbagai aspek

diantaranya output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja petani di Kota

Bogor.

Terjadinya peningkatan maupun pengurangan subsidi dapat

mempengaruhi jumlah output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Sektor

pertanian merupakan sektor primer sehingga menyebabkan banyaknya penyerapan

tenaga kerja pada sektor pertanian, semakin banyaknya perhatian pemerintah

melalui subsidi pupuk dibidang tanaman bahan makanan juga akan menyebabkan

pendapatan masyarakat pada sektor tanaman bahan makanan juga meningkat

karena output tanaman bahan makanan juga akan meningkat seiring dengan

murahnya harga input-input produksi termasuk pupuk dan memudahkan petani

untuk mencapai penyediaan input tersebut tapi sebaliknya jika terjadi

pengurangan subsidi pupuk. Subsidi pupuk yang selama ini diberikan masih

dirasakan kurang di Kota Bogor karena terkadang jumlah yang diberikan

pemerintah tidak sama dengan jumlah yang diterima petani, hal ini menimbulkan

(7)

7 merupakan jenis pupuk, target, realisasi dan capaian pupuk bersubsidi di Kota

Bogor Tahun 2010.

Tabel 1.3. Jenis Pupuk, Target, Realisasi, dan Capaian Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kota Bogor Tahun 2010

No Jenis Pupuk Target

Sumber : Dinas Pertanian Kota Bogor (2010)

Penelitian ini merupakan penelitian data sekunder. Data sekunder yang

diperoleh dari berbagai sumber seperti Pemerintah Kota Bogor, Bappeda Kota

Bogor, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian serta sumber-sumber lain

yang terkait. Penelitian ini penting dilakukan karena dampak dari kebijakan

subsidi pupuk di Kota Bogor mempengaruhi sektor tanaman bahan makanan

terutama dalam hal output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor

tanaman bahan makanan. Penelitian ini pada akhirnya berusaha merumuskan

kebijakan subsidi pupuk yang terbaik oleh pemerintah daerah Kota Bogor

disamping banyaknya permasalahan yang menyangkut subsidi pupuk, kebijakan

yang baik serta tepat sasaran dengan tujuan menyejahterakan petani di Kota

Bogor.

1.2. Perumusan Masalah

Kota Bogor merupakan daerah yang memiliki kebutuhan akan tanaman

bahan makanan yang besar namun tidak dapat menyediakan atau memproduksi

sendiri melainkan mengandalkan daerah lain dalam penyediaannya. Sektor

(8)

8 dukungan agar produksi tanaman bahan makanan dapat meningkat dan pada

akhirnya dapat memenuhi kebutuhan tanaman bahan makanan di daerahnya

sendiri dan mengurangi suplai dari daerah lain. Dukungan dan perhatian yang

diperlukan berasal dari pemerintah karena disamping masalah perubahan cuaca,

bencana alam dan kekeringan, sektor tanaman bahan makanan merupakan sektor

yang cukup banyak menyerap tenaga kerja di Kota Bogor dan berpengaruh

terhadap perekonomian Kota Bogor.

Sektor tanaman bahan makanan membutuhkan banyak input-input

produksi yang terkadang menjadi hambatan petani untuk meningkatkan

produksinya. Pupuk merupakan salah satu input penting dalam sektor tanaman

bahan makanan terutama pertanian. Perhatian pemerintah terhadap petani yang

terkait dengan pemberian pupuk adalah subsidi pupuk untuk tanaman bahan

makanan. Subsidi pupuk yang diberikan selama ini oleh pemerintah Kota Bogor

dapat mempengaruhi output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor

pertanian.

Kebijakan subsidi pupuk yang diberikan pemerintah dapat bertambah

maupun berkurang. Peningkatan subsidi pupuk ini dapat berpengaruh positif bagi

petani karena akan menyebabkan harga eceran pupuk menurun dan

mempermudah petani dalam penyediaan input dalam produksi. Sedangkan

pengurangan subsidi pupuk ini menyebabkan harga eceran pupuk meningkat.

Perubahan harga pupuk akan mempengaruhi struktur biaya usaha tani padi dan

permintaan pupuk menurun, hal ini akan berpengaruh pula pada output,

pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian. Perlunya

(9)

9 harus menyebabkan kesejahteraan petani kita menurun dan kebijakan tersebut

dapat menyelesaikan masalah penyalahgunaan subsidi pupuk oleh beberapa pihak

agar subsidi pupuk yang diberikan dapat diterima seluruhnya oleh petani.

Penelitian ini penting dilakukan karena untuk mengetahui bagaimana

dampak dari subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan di Kota Bogor

terhadap output tanaman bahan makanan itu sendiri, pendapatan, dan penyerapan

tenaga kerja. Oleh karena itu, perumusan masalah dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana peran sektor tanaman bahan makanan terhadap perekonomian

di Kota Bogor ?

2. Bagaimana dampak kebijakan subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan

makanan di Kota Bogor terhadap output, pendapatan, dan penyerapan

tenaga kerja ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu :

1. Menganalisis peran sektor tanaman bahan makanan terhadap

perekonomian di Kota Bogor.

2. Menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan

makanan di Kota Bogor terhadap output, pendapatan, dan penyerapan

tenaga kerja.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan memiliki batasan-batasan, yaitu:

1. Data yang digunakan yaitu data sekunder tanpa adanya turun lapang

(10)

10 Bogor, Bappeda Kota Bogor, Badan Pusat Statistik, serta sumber-sumber

lain yang terkait.

2. Penelitian ini menganalisis bagaimana peran sektor tanaman bahan

makanan terhadap perekonomian Kota Bogor dari tahun 2008-2012.

3. Penelitian ini menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk baik

peningkatan maupun pengurangan subsidi pupuk di Kota Bogor terhadap

output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor tanaman

bahan makanan.

4. Penelitian ini hanya menganalisis dampak kebijakan subsidi pupuk di Kota

Bogor dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dan hanya pada tanaman bahan

makanan.

5. Penelitian ini hanya menganalisis jenis pupuk urea bersubsidi karena

dibanding dengan jenis pupuk yang lain pupuk urea memiliki dominasi

yang cukup besar dalam subsidi pupuk di Kota Bogor atau dapat dikatakan

bahwa pupuk bersubsidi adalah pupuk urea yang paling sering dan banyak

digunakan oleh petani.

6. Aspek yang dilihat dalam penelitian ini ada empat, diantaranya:

1) Output pada sektor tanaman bahan makanan. Setelah adanya

kebijakan subsidi pupuk baik terjadinya peningkatan, pengurangan

maupun tetap dari subsidi tersebut, apakah output pada sektor tanaman

bahan makanan juga mengalami peningkatan, pengurangan atau tetap

dan seberapa besar persentase perubahannya tiap tahun dari tahun

(11)

11 2) Pendapatan pada sektor tanaman bahan makanan. Setelah adanya

kebijakan subsidi pupuk baik terjadinya peningkatan, pengurangan

maupun tetap dari subsidi tersebut, apakah pendapatan pada sektor

tanaman bahan makanan juga mengalami peningkatan, pengurangan,

atau tetap dan seberapa besar persentase perubahannya tiap tahun dari

tahun 2008 sampai tahun 2012.

3) Penyerapan tenaga kerja pada sektor tanaman bahan makanan. Setelah

adanya kebijakan subsidi pupuk baik terjadinya peningkatan,

pengurangan maupun tetap dari subsidi tersebut, apakah penyerapan

tenaga kerja pada sektor tanaman bahan makanan juga mengalami

peningkatan, pengurangan atau tetap dan seberapa besar persentase

perubahannya tiap tahun dari tahun 2008 sampai tahun 2012.

4) Kebijakan pemerintah yang paling tepat dalam menyelesaikan

masalah kebijakan subsidi pupuk yang terjadi di Kota Bogor tanpa

mengurangi kesejahteraan petani dan dapat meningkatan output,

pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja pada sektor tanaman bahan

makanan serta menghindari rent seeking behaviour oleh beberapa

pihak.

7. Penelitian ini menggunakan model Input-Output dan model tersebut

memiliki beberapa keterbatasan. Menurut West (1993) dalam Hadianto

(2010), transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan Tabel I-O

(12)

12 1) Asumsi keseragaman (Homogenitas)

Artinya tiap sektor dalam perekonomian memproduksi satu output

tunggal dengan struktur input tunggal.

2) Asumsi kesebandingan (Proporsionalitas)

Artinya dalam proses produksi, hubungan antara input dan output

merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor

tertentu naik (atau turun) sebanding dengan kenaikan (atau penurunan)

output tersebut.

3) Asumsi penjumlahan (Addivitas), asumsi ini menjelaskan bahwa

dampak total pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh

masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti diluar sistem

Input-Output semua pengaruh dari luar diabaikan.

Sebagai sebuah model analisis kuantitatif, adanya asumsi-asumsi tersebut

menandakan adanya keterbatasan model Input-Output itu sendiri. Asumsi

keseragaman menganggap setiap sektor memiliki struktur input tunggal, maka

asumsi ini tidak mempertimbangkan adanya kemungkinan setiap sektor produksi

untuk melakukan substitusi input, misalnya karena faktor harga yang lebih murah.

Setiap sektor hanya memproduksi suatu output tunggal, maka setiap sektor tidak

mungkin melakukan variasi produk. Asumsi kesebandingan menganggap rasio

input-output tetap dan konstan sepanjang periode analisis, dengan demikian

produsen tidak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau

mengubah proses produksinya. Asumsi ini tidak mempertimbangkan adanya

kemajuan teknologi atau produktivitas. Selanjutnya asumsi penjumlahan

(13)

13 Asumsi ini tidak mempertimbangkan faktor luar yang sebenarnya berpengaruh

terhadap proses produksi.

1.5. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1) Masyarakat Kota Bogor dapat mengetahui peran sektor tanaman bahan

makanan terhadap perekonomian Kota Bogor dan dampak kebijakan

subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan terhadap output,

pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja.

2) Petani dalam menggunakan subsidi pupuk secara hemat dan tidak ada

pemborosan penggunaan pupuk melebihi kapasitas yang dianjurkan yang

dapat merusak kesuburan tanah serta pencemaran lingkungan hidup.

3) Pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang tepat dalam hal subsidi

pupuk untuk meningkatkan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga

kerja pada sektor tanaman bahan makanan di Kota Bogor serta

menegaskan kebijakan-kebijakan dalam mengatasi masalah subsidi pupuk

yang terjadi di Kota Bogor.

4) Banyak pihak terkait serta akademisi mengembangkan pemahaman serta

teknologi mengenai pupuk, alternatif pembuatan pupuk dari sumberdaya

lokal dengan tujuan memudahkan petani dalam penyediaan pupuk yang

(14)

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi

Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk

mendukung suatu kegiatan usaha atau perorangan oleh pemerintah. Subsidi dapat

bersifat langsung (dalam bentuk uang tunai, pinjaman bebas bunga dan

sebagainya), atau tidak langsung (pembebasan penyusutan, potongan sewa dan

semacamnya). Subsidi dapat bertujuan untuk: 1) subsidi produksi, dimana

pemerintah menutup sebagian biaya produksi untuk mendorong peningkatan

output produk tertentu dan dimaksudkan untuk menekan harga dan memperluas

penggunaan produk tersebut, 2) subsidi ekspor, yang diberikan pada produk

ekspor yang dianggap dapat membantu neraca perdagangan negara, 3) subsidi

pekerjaan, yang diberikan untuk membayar sebagian dari beban upah perusahaan

agar dapat diserap lebih banyak pekerja dan mengurangi pengangguran, dan 4)

subsidi pendapatan, yang diberikan melalui sistem pembayaran transfer

pemerintah untuk meningkatkan standar hidup minimum sebagian kelompok

tertentu seperti tunjangan hari tua dan lainnya. Dari uraian diatas, yang dimaksud

dengan subsidi harga pupuk dalam penelitian ini adalah subsidi produksi yang

diberikan oleh pemerintah untuk menanggung sebagian biaya produksi pupuk agar

bisa dicapai harga jual yang diinginkan.

a) Teori Dasar Subsidi Input

Pembangunan pertanian yang diarahkan untuk mewujudkan pertanian

(15)

15 pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan pembangunan ekonomi. Salah satu cara

untuk menciptakan pertanian yang tangguh adalah melalui peningkatan produksi

pertanian yang berkelanjutan. Upaya yang ditempuh untuk meningkatkan

produksi pertanian adalah antara lain dengan mendorong petani untuk menerapkan

teknologi usaha tani, yaitu berupa penggunaan pupuk sebagai salah satu input

produksi. Dalam rangka mencapai tujuan ini, pemerintah selalu berupaya

mendorong petani untuk memanfaatkan pupuk secara tepat waktu dan tepat dosis.

Konsekuensinya adalah pemerintah juga harus berupaya meningkatkan produksi

pupuk, sehingga tercapainya pasokan yang cukup dan juga dengan harga yang

dapat dijangkau oleh petani. (Manaf, 2000).

Sebagai tanaman bahan makanan pokok (padi dan palawija) umumnya

mempunyai kurva permintaan yang inelastis, sehingga perubahan produksi akan

sangat berpengaruh pada perubahan harga tanaman bahan makanan tersebut.

Gambar 2.1 memperlihatkan keadaan permintaan dan penawaran dari tanaman

bahan makanan pokok pada umumnya. Jika terjadi peningkatan produksi yang

didorong dengan penggunaan pupuk, hal ini akan mendorong kurva penawaran ke

kanan sehingga produksi akan meningkat dari QE1 ke QE2 dan menekan harga dari

PE1 ke PE2. Disisi lain, penurunan harga dari tanaman bahan makanan pokok

tersebut tidak akan banyak meningkatkan permintaan karena kurvanya inelastis,

sehingga secara umum terjadi penurunan pendapatan bagi petani. Hal ini sering

(16)

16 Harga

P S1

S2

PE1 E1

PE2 E2

D

0 QE1 QE2 Kuantitas Q

Sumber : Manaf (2000)

Gambar 2.1. Permintaan dan Penawaran dari Tanaman Bahan Makanan Pokok

b) Teori Kebijakan Pemerintah dalam Perpupukan

Kebijakan pemerintah dalam perpupukan yaitu mengenai kebijakan harga

eceran tertinggi. Menurut Manaf (2000), kebijakan ini dilatarbelakangi oleh fungsi

pupuk sebagai kebutuhan yang esensial dalam meningkatkan produksi pertanian

terutama tanaman bahan makanan. Oleh karena itu pemerintah merasa perlu

menetapkan harga eceran tertinggi pupuk untuk melindungi petani sebagai

konsumen pupuk. Dalam penetapan harga tersebut, pemerintah

mempertimbangkan agar harga pupuk tetap berada dalam kisaran kemampuan

petani untuk membeli pupuk dalam dosis yang optimal.

Mekanisme pembentukan harga pupuk setelah adanya kebijakan subsidi

(17)

17 Harga

(P) S

PE E harga tertinggi

PS C

D

0 QS QE QD Pupuk (Q)

Sumber : Manaf, 2000

Gambar 2.2. Mekanisme Pembentukan Harga Pupuk Setelah Adanya Kebijakan Subsidi

Pada gambar 2.2, keseimbangan awal (sebelum ada kebijakan pemerintah

mengenai harga eceran tertinggi) berada pada titik E dengan tingkat harga sebesar

PE dan jumlah pupuk sebesar QE. Saat pemerintah melakukan kebijakan dengan

menetapkan harga tertinggi, maka harga yang efektif adalah bila ditetapkan

sebesar PS, yaitu dibawah harga keseimbangan. Pada tingkat harga PS produsen

hanya mau menawarkan sebesar QS, sementara yang diminta konsumen adalah

sebesar QD, sehingga terjadi excess demand sebesar QS QD. Sementara itu titik C

menunjukkan keadaan tingkat harga dan jumlah yang seharusnya terjadi dipasar.

Campur tangan pemerintah tersebut mendorong peningkatan jumlah penawaran

pupuk ke QD pada tingkat harga sebesar PS dengan membiayainya melalui

pemberian subsidi kepada produsen pupuk.

2.2. Tanaman Bahan Makanan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996. Dikenal dua

(18)

18 makanan dan ketahanan tanaman bahan makanan. Sistem tanaman bahan

makanan diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan,

pembinaan, dan/atau pengawasan terhadap kegiatan atau produksi tanaman bahan

makanan dan peredaran tanaman bahan makanan sampai dengan siap konsumsi

oleh manusia. Sementara itu, ketahanan tanaman bahan makanan diartikan sebagai

kondisi terpenuhnya tanaman bahan makanan bagi rumah tangga yang tercermin

dari tersedianya tanaman bahan makanan yang cukup baik jumlah maupun

mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Ketergantungan pada padi seperti yang terjadi saat ini sangat tidak

menguntungkan bagi kelangsungan ketahanan tanaman bahan makanan nasional.

Selain harus dilakukan usaha peningkatan produksi padi, program diverifikasi

tanaman bahan makanan dengan sumber karbohidrat lain merupakan tindakan

yang sangat strategis. Oleh karena itu perlu mengenal jenis tanaman bahan

makanan lainnya.

2.2.1. Pengertian Tanaman Bahan Makanan

Tanaman bahan makanan diartikan sebagai segala sesuatu yang bersumber

dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Tanaman

bahan makanan diperuntukan bagi konsumsi manusia sebagai makanan atau

minuman, termasuk bahan tambahan tanaman bahan makanan, bahan baku

tanaman bahan makanan, dan bahan-bahan lain yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan, dan/atau bagi pembuatan makanan atau minuman.

Komoditas tanaman bahan makanan harus mengandung zat gizi yang

terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat

(19)

19 adalah kelompok tanaman sumber karbohidrat dan protein. Namun, secara sempit,

tanaman bahan makanan biasanya dibatasi pada kelompok tanaman yang berumur

semusim. Batasan ini dimasa mendatang harus diperbaiki karena akan

menyebabkan sumber karbohidrat menjadi terbatas. Tanaman bahan makanan

sebaiknya memasukkan jenis tanaman yang dapat menjadi sumber karbohidrat

tanpa dibatasi pada kelompok tanaman semusim.

2.2.2. Peluang Pasar Tanaman Bahan Makanan

Kebutuhan terhadap tanaman bahan makanan akan selalu ada. Hal ini

disebabkan setiap hari tanaman bahan makanan selalu dikonsumsi masyarakat

Indonesia. Oleh karena itu, ketersediaan tanaman bahan makanan harus tetap

terjaga. Namun secara umum kebutuhan beberapa jenis tanaman bahan makanan

masih belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sehingga harus diimpor

setiap tahunnya.

Jagung, kedelai, kacang tanah, dan tepung tapioka masih harus diimpor

dalam jumlah yang banyak. Bahkan, pada saat-saat terakhir ini beras juga harus

diimpor meskipun dengan alasan untuk memenuhi stok nasional. Impor beras

pada tahun 2002 sebanyak 1.79 juta ton, setahun kemudian turun menjadi 1.43

juta ton, dan 0.24 juta ton pada tahun 2004, lalu tinggal 0.17 juta ton pada tahun

2005. Akan tetapi pada tahun 2006, impor beras meningkat mencapai 0.11 juta ton

untuk Januari 2006 dan 0.21 juta ton pada Oktober 2006 dan pada tahun 2007

beras akan diimpor sebanyak 1 juta ton. Dengan demikian, jelas sekali peluang

(20)

20

2.3. Keterkaitan Tanaman Bahan Makanan dan Pupuk 2.3.1. Output Tanaman Bahan Makanan dan Pupuk

Sudaryanto (2000) dalam Manaf (2000) memperlihatkan bahwa penurunan

produksi tanaman bahan makanan di Indonesia selain disebabkan oleh kemarau

panjang pada tahun 1997-1998, serta kebakaran hutan, juga oleh ketersediaan

pupuk utama antara lain Urea, SP-36, dan KCL yang sangat terbatas, ditambah

lagi dengan harganya yang melonjak 100-300 persen dari harga eceran tertinggi di

pasar.

Namun menurut Wini (2000) dalam Manaf (2000), kenaikan harga input

(antara lain pupuk) relatif tidak banyak berpengaruh dalam menurunkan

permintaan input itu sendiri. Hal ini disebabkan karena elastisitas permintaan

input terhadap harga sendiri adalah inelastis. Di lain pihak, pengaruh harga padi

(output) mempunyai pengaruh yang positif terhadap penawaran output dan

permintaan input akan lebih efektif melalui kebijakan harga output.

2.3.2. Pendapatan Sektor Tanaman Bahan Makanan dan Pupuk

Untuk mendorong peningkatan pendapatan riil petani diperlukan

peningkatan produksi dengan penekanan penggunaan teknologi pertanian seperti

pupuk dan bibit unggul, pemerintah perlu memberikan insentif antara lain dengan

harga yang murah. Oleh sebab itu, diperlukan subsidi harga agar dapat terjangkau

dan mendorong petani menggunakannya. Kebijakan ini adalah salah satu

kebijakan yang dianggap memberikan dampak distorsi paling rendah.

Renade dan Herdt (1978) dalam Manaf (2000) pernah menyatakan bahwa

kebijakan pemerintah dalam menggunakan teknologi baru bagi pertanian padi dan

(21)

21 riil petani secara umum. Memang pada permulaan ekspansi produksi beras secara

besar-besaran, semua sarana penunjang produksi diperkenalkan untuk menaikkan

output perhektar. Selain subsidi harga pupuk dan pestisida, kebijakan perdagangan

yang membatasi impor beras (dan tanaman bahan makanan pokok lainnya), juga

pengenalan benih-benih unggulan dan bahkan peralatan pertanian yang modern

telah dilakukan. Dan untuk beberapa tahun pertama, hal ini memang dapat

meningkatkan output perhektar secara signifikan yang dapat langsung dinikmati

oleh petani dan buruh tani.

2.3.3. Tenaga Kerja Sektor Tanaman Bahan Makanan dan Pupuk

Tenaga kerja merupakan input yang penting dalam suatu sektor

perekonomian, tenaga kerja dalam sektor pertanian yang sebagian besar adalah

petani yang merupakan tenaga kerja yang bergantung pada hasil panennya. Hasil

panen tanaman bahan makanan yang dihasilkan oleh petani dipengaruhi

input-input seperti benih, pupuk, alat-alat pertanian, dan faktor eksternal lainnya seperti

cuaca dsb. Pupuk merupakan salah satu input yang berkontribusi langsung

terhadap pertumbuhan tanaman bahan makanan, jika ketersediaan pupuk pada

sektor tanaman bahan makanan memenuhi maka akan memudahkan tenaga kerja

pada sektor tersebut dalam meningkatkan produksi pertaniannya. Pemenuhan

kebutuhan pupuk secara memadai akan berkorelasi positif dengan peningkatan

produksi tanaman bahan makanan, dan semakin banyak produksi tanaman bahan

makanan dari tahun ke tahun akan menyebabkan peningkatan tenaga kerja pada

sektor tanaman bahan makanan karena semakin dibutuhkannya tenaga-tenaga

dalam proses produksi tanaman bahan makanan baik pada proses di hulu maupun

(22)

22 daerah harus mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja pada sektor tanaman

bahan makanan, agar subsidi pupuk tersebut dapat digunakan secara efektif dan

efisien di tingkat petani.

2.4. Model Input-Output

Menurut Leontief (1986) dalam Mulyani (2007), analisis I-O merupakan

suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara

beberapa sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks. Sistem ekonomi yang

dimaksud dapat diterapkan berupa sistem suatu bangsa atau dunia. Kemudian ia

juga memfokuskan perhatian terhadap terhadap hubungan antar sektor di dalam

suatu wilayah, dan mendasarkan analisisnya terhadap keseimbangan. Kemudian,

model I-O dapat dianggap sebagai suatu kemajuan penting di dalam

pengembangan teori keseimbangan umum.

2.4.1 Konsep Dasar Model Input-Output

Konsep dasar Model I-O Leontief didasarkan atas : 1) struktur

perekonomian tersusun (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui

transaksi jual beli, 2) output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya untuk

memenuhi permintaan akhir rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan

ekspor, 3) input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga

dalam bentuk jasa dan tenaga kerja, pemerintah dalam bentuk pajak tidak

langsung, penyusutan, surplus usaha dan impor, 4) hubungan input-output bersifat

linier, 5) dalam suatu kurun waktu analisis, biasanya satu tahun, total input sama

dengan total output, dan 6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan.

Suatu sektor hanya menghasilkan suatu output, dan output tersebut dihasilkan

(23)

23 Badan Pusat Statistik (BPS) mengembangkan Tabel Input-Output sebagai

dasar pengembangan model Input-Output dengan tiga kuadran yaitu matriks

input-output (kuadran I), matriks permintaan akhir (kuadran II) dan matriks input

antara (kuadran III) seperti pada gambar.

Gambar 2.3. Kuadran Matriks Tabel Input-Output

Keterangan:

Kuadran I : transaksi antar industri, output sektor i menjadi input sektor j.

Kuadran II : transaksi antara konsumen akhir (rumah tangga, pemerintah,

investor, dan ekspor) dengan industri penghasil barang dan jasa.

Kuadran III : menggambarkan transaksi antara pihak-pihak pemilik faktor

produksi (tenaga dan pemilik modal) dengan unit-unit ekonomi

yang menggunakannya.

Tabel 2.1. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Sektor

(24)

24 Keterangan:

1) Permintaan akhir (F) terdiri dari konsumsi rumah tangga (C), konsumsi

pemerintah (G), pembentukan modal/investasi (I), dan Ekspor (E).

2) Xij = besarnya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor

j.

3) vj adalah nilai tambah dan IMj adalah impor.

4) xi = ∑ Xj+fi adalah total input = total output.

5) Koefisien langsung, aij = xij/Xj, Xij, xij =aijXj, matriks A = [aij].

6) AX + F = X dengan melakukan transformasi maka diperoleh (I-A)-1F =

X.

7) (I-A)-1 adalah matriks kebalikan Leontief.

Matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang

bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (pertanian) akan mempengaruhi

pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Karena setiap sektor memiliki pola transaksi

pembelian maupun penjualan dengan sektor lain yang berbeda-beda, maka

dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi

sektor-sektor lainnya juga berbeda-beda. Matriks kebalikan Leontief merangkum seluruh

dampak dari perubahan produksi dari suatu sektor terhadap total produksi

sektor-sektor lainnya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier ( ij).

Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (I-A)-1.

2.4.2. Koefisien Input

Menurut Sahara dan D.S Priyarsono (1998) dalam Mulyani (2007), pada

(25)

25 yang digunakan dalam sektor j atau (Xij) dengan input total sektor j (Xij). Jika

koefisien input dilambangkan dengan ij, maka:

(26)

26 (I-A)-1 : Matriks Kebalikan Leontief

Matriks kebalikan merupakan alat yang sangat penting dalam melakukan

analisis ekonomi karena saling berkaitan dengan tingkat permintaan akhir maupun

tingkat produksi. Hasil dari analisis tersebut yaitu,

1) Keterkaitan langsung baik langsung ke depan maupun langsung ke

belakang.

2) Pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja.

3) Koefisien dan kepekaan penyebaran.

2.5. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Hess dan Ross (2000) dalam Hadianto (2010), pertumbuhan

ekonomi merupakan peningkatan total barang dan jasa yang dihasilkan suatu

negara pada periode waktu tertentu yang direpresentasikan oleh peningkatan

output perkapita. Lebih jauh menurut Mankiw (2000), dalam terminologi fungsi

produksi pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total output dalam proses

produksi akibat peningkatan faktor produksi dan kemajuan teknologi pada periode

waktu tertentu.

Dornbush (1992) dalam Hadianto (2010) mengklasifikasikan pengukuran

output suatu perekonomian melalui indikator PDB, dibagi dalam dua pendekatan

yaitu pendekatan sisi penerimaaan (income side) dan pendekatan sisi pengeluaran

(expenditure side). PDB dari sisi penerimaan merupakan nilai tambah yang

dihasilkan oleh suatu perekonomian. Sementara PDB dari sisi pengeluaran terdiri

dari konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah, pengeluaran investasi, dan

(27)

27

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian terhadap subsidi pupuk ini sudah sering dilakukan, penelitian ini

biasanya meliputi perencanaan, peraturan harga eceran tertinggi, jumlah subsidi,

sistem distribusi pupuk, dan dampak dari diterapkan subsidi pupuk tersebut.

Penelitian Manaf (2000) yang berjudul “Pengaruh Subsidi Harga Pupuk Terhadap

Pendapatan Petani: Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi”, menganalisis

bagaimana pengaruh dari kebijakan subsidi pupuk yang ada di Indonesia terhadap

pendapatan petani yang menyangkut aspek-aspek harga eceran tertinggi dari

pupuk, permintaan dan penawaran pupuk, penyaluran subsidi pupuk,

perkembangan subsidi pupuk, bahkan sampai pada kebijakan ekspor dan impor

pupuk kemudian dari aspek-aspek tersebut dilihat pengaruhnya terhadap

pendapatan petani yang ada di Indonesia, bagaimana pendapatan rumah tangga

petani setelah adanya kebijakan subsidi pupuk. Penelitian ini menggunakan

metode Sistem Neraca Sosial Ekonomi yaitu sebuah metode yang merangkum

berbagai variabel sosial dan ekonomi secara kompak dan terintegrasi untuk

memperlihatkan gambaran umum mengenai perekonomian suatu negara dan

keterkaitan antar variabel sosial dan ekonomi pada suatu waktu tertentu.

Penelitian Sudaryanto (2010) yang berjudul “Dampak dan Perspektif

Kebijakan Pupuk di Indonesia” membahas mengenai pelaksanaan kebijakan

subsidi pupuk telah diterapkan secara komprehensif mulai dari tahap perencanaan,

pengaturan harga eceran tertinggi, jumlah subsidi dan sistem distribusi pupuk.

Namun, dalam penelitian ini menyatakan bahwa kebijakan tersebut belum mampu

manjamin ketersediaan pupuk yang memadai di tingkat petani. Perencanaan

(28)

28 ketidakoptimalan pengawasan dalam distribusi pupuk. Penelitian ini juga

membahas mengenai perubahan mekanisme distribusi subsidi dari subsidi tidak

langsung menjadi subsidi langsung kepada petani.

Penelitian yang dilakukan oleh penulis memiliki beberapa perbedaan

dengan penelitian sebelumnya. Peneliti ingin mengetahui dampak dari kebijakan

subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan di Kota Bogor terhadap

output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini dilakukan di Kota

Bogor karena Kota Bogor merupakan daerah yang telah banyak mengalami

konversi lahan pada sektor tanaman bahan makanan menjadi sektor tersier dan

primer. Sedangkan kebutuhan tanaman bahan makanan untuk konsumsi penduduk

di Kota Bogor terus meningkat dan tidak dapat dipenuhi oleh Kota Bogor sendiri

melainkan selalu disuplai oleh daerah lain. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan

kepada kebijakan pemerintah pada sektor pertanian terutama tanaman bahan

makanan dalam bentuk kebijakan subsidi input yaitu subsidi pupuk yang terjadi di

Kota Bogor dan bagaimana dampaknya terhadap output tanaman bahan makanan,

penyerapan tenaga kerja, serta pendapatan pada sektor tanaman bahan makanan.

Dampak tersebut mencakup dampak dari peningkatan maupun pengurangan

subsidi pupuk di Kota Bogor yang pada akhirnya merumuskan kebijakan harga

subsidi pupuk dan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada

(29)

29

III. KERANGKA PEMIKIRAN OPERASIONAL

Kota Bogor merupakan suatu daerah di Jawa Barat yang telah mengalami

konversi lahan, yakni dari sektor pertanian menjadi sektor lain seperti industri,

perdagangan, hotel, dsb. Hal ini menyebabkan pemenuhan kebutuhan tanaman

bahan makanan penduduk Kota Bogor tidak dapat dari dalam daerah melainkan

harus disuplai dari daerah lain seperti Kabupaten Bogor bahkan banyak komoditas

yang disuplai dari luar daerah seperti Cianjur, Sukabumi, dan Bandung.

Pergeseran sektor ini menyebabkan kerawanan tanaman bahan makanan bagi

penduduk Kota Bogor. Sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan

merupakan sektor yang penting dan harus mendapatkan perhatian yang lebih.

Walaupun Kota Bogor bukan merupakan daerah pertanian tetapi masalah

pertanian masih sangat diupayakan dalam jajaran Pemerintah Daerah Kota Bogor

melalui Dinas Agribisnis karena masih ada lahan dapat digunakan sebagai lahan

pertanian dan alasan pemerintah harus memperhatikan sektor pertanian adalah

sektor pertanian merupakan sektor primer di Kota Bogor yang masih

berkontribusi terhadap PDRB Kota Bogor. Peran sektor pertanian sangat luas

terutama mencakup penyediaan output-output tanaman bahan makanan,

penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan. Sektor pertanian memiliki keterkaitan

antar sektor yang dapat dilihat dari aspek keterkaitan produksi, keterkaitan

konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal.

Kebutuhan akan konsumsi tanaman bahan makanan penduduk Kota Bogor

dari tahun ke tahun semakin meningkat sedangkan Kota Bogor tidak dapat

memproduksi tanaman bahan makanan untuk daerahnya sendiri dan sebagian

(30)

30 produksi tanaman bahan makanan di Kota Bogor dan mengurangi ketergantungan

pemenuhan dari luar daerah menyebabkan perlunya dukungan dari berbagai pihak

dalam sektor pertanian terutama tanaman bahan makanan karena selain sektor

pertanian merupakan sektor yang dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal seperti

perubahan iklim, hama, penyakit, dan kekeringan terdapat fakta bahwa sebagian

besar petani kita adalah petani gurem yang memiliki luasan lahan yang sempit

yaitu hanya berkisar 0.5 ha - 1 ha sehingga menyebabkan kondisi perekonomian

mereka relatif rendah.

Salah satu dukungan terhadap sektor pertanian yang dapat membantu

menyejahterakan petani yaitu dengan adanya pemberian subsidi dari pemerintah.

Pemberian subsidi ini dapat berupa subsidi input pertanian yaitu subsidi pupuk,

karena pupuk merupakan input yang penting dalam pertanian serta memiliki

pengaruh nyata pada produksi dan produktivitas komoditas tanaman bahan

makanan terutama padi. Baik pupuk organik maupun pupuk anorganik merupakan

input yang tidak bisa ditinggalkan oleh petani. Subsidi pupuk merupakan

kebijakan pemerintah yang kebanyakan disorot oleh berbagai pihak baik dari

pihak petani, pemerintah itu sendiri, maupun pihak-pihak yang berusaha

mengambil keuntungan dari pemberian subsidi pupuk bahkan terdapat banyak

pihak yang menyelewengkan atau menyalahgunakan subsidi pupuk dan pada

akhirnya subsidi pupuk tersebut banyak yang tidak dinikmati oleh petani serta

terdapatnya masalah penggunaan pupuk yang tidak rasional yang menyebabkan

penurunan kualitas tanah dan perusakan lingkungan hidup.

Disatu sisi pemberian subsidi pupuk menimbulkan banyak masalah jika

(31)

31 tepat sasaran tapi tidak dapat dipungkiri bahwa petani kita sangat membutuhkan

subsidi dalam bidang pertanian terutama subsidi pupuk. Subsidi pupuk ini

merupakan penolong bagi petani dalam memproduksi hasil pertanian mereka dan

pemberian subsidi pupuk dapat meningkatkan kesejahteraaan petani yang dapat

dilihat dari berbagai aspek diantaranya output, pendapatan, dan penyerapan tenaga

kerja petani di Kota Bogor.

Kebijakan subsidi pupuk yang diberikan oleh pemerintah dapat mengalami

peningkatan dan pengurangan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah di

Indonesia termasuk Kota Bogor. Peningkatan maupun pengurangan tersebut dapat

mempengaruhi jumlah output tanaman bahan makanan, penyerapan tenaga kerja,

dan juga pendapatan. Karena sektor pertanian merupakan sektor primer sehingga

menyebabkan banyaknya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, semakin

banyaknya perhatian pemerintah melalui subsidi pupuk dibidang tanaman bahan

makanan juga akan menyebabkan pendapatan masyarakat pada sektor tanaman

bahan makanan juga meningkat karena output tanaman bahan makanan juga akan

meningkat seiring dengan murahnya harga input-input produksi termasuk pupuk

dan memudahkan petani untuk mencapai penyediaan input tersebut tapi

sebaliknya jika terjadi pengurangan subsidi pupuk.

Subsidi pupuk yang selama ini diberikan masih dirasakan kurang di Kota

Bogor karena terkadang jumlah yang diberikan pemerintah tidak sama dengan

jumlah yang diterima petani, hal ini menimbulkan masalah yang cukup besar

dalam hal penyaluran pupuk bersubsidi. Jenis pupuk yang dibutuhkan di Kota

Bogor dan mendapatkan subsidi adalah Urea, Superphos, NPK Ponska, NPK

(32)

32 ini hanya subsidi pupuk urea karena persentase terbesar dari subsidi pupuk di

Kota Bogor didominasi oleh pupuk urea atau bisa dikatakan bahwa subsidi pupuk

di Kota Bogor adalah subsidi urea.

Untuk menganalis dampak dari subsidi pupuk ini baik terhadap output

tanaman bahan makanan, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan yaitu dengan

menggunakan model input ouput yaitu merupakan suatu metode yang secara

sistematis mengukur hubungan timbal balik diantara beberapa sektor dalam sistem

ekonomi yang kompleks. Dalam model I-O menganalisis pengaruh interaksi

ekonomi yang dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu: 1) pengaruh

langsung, 2) pengaruh tidak langsung, dan 3) pengaruh total. Analisis dampak

input primer digunakan untuk melihat pengaruh perubahan dampak input primer

yaitu pupuk dalam sektor tanaman bahan makanan terhadap pembentukan output,

(33)

33 Konversi lahan pertanian di Kota Bogor

Kerawanan pangan

Ketergantungan pada luar daerah

Peningkatan kebutuhan pangan

Pentingnya sektor pangan di Kota Bogor

Perlunya perhatian pemerintah pada sektor pangan

Subsidi pupuk pada tanaman pangan

Dampak subsidi pupuk

Analisis Multiplier

Analisis Lingkages

Dampak terhadap pertumbuhan output

Dampak terhadap pendapatan Dampak terhadap peluang kerja

Masalah penggunaan dan distribusi pupuk

Kebijakan pemerintah dengan analisis deskriptif

Peran sektor pangan terhadap perekonomian

Analisis Dampak

Gambar 3.1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional

(34)

34

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan

lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan

merupakan sektor yang penting dan perlu diperhatikan di Kota Bogor oleh

pemerintah mengingat semakin berkurangnya lahan pertanian di Kota Bogor

karena adanya pergeseran sektor yakni dari sektor pertanian ke sektor lain seperti

industri, perdagangan, hotel, transportasi, dan sektor-sektor lainnya sedangkan

kebutuhan tanaman bahan makanan semakin meningkat. Salah satu bentuk

perhatian dari pemerintah adalah dengan memberikan subsidi pupuk pada sektor

tanaman bahan makanan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesempatan

kerja dan pendapatan. Selain itu tersedianya Tabel Input-Output Kota Bogor yang

mendukung penelitian. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai bulan

Mei 2012.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Perpustakaan IPB, Perusahaan Produsen Pupuk Kota Bogor yaitu PT. Pupuk

Kujang serta lembaga atau instansi yang terkait lainnya. Data yang digunakan

adalah data subsidi pupuk di Kota Bogor dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dan

tabel Input-Output Kota Bogor tahun 2008 klasifikasi 28 sektor. Jenis data yang

(35)

35

Tabel 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian

No Tujuan Jenis dan Sumber Data Metode

Analisis

1 Menganalisis peran sektor tanaman bahan makanan terhadap perekonomian dan sektor lainnya.

Data Sekunder sumber Dinas Pertanian Kota Bogor, Bappeda Kota Bogor, Badan Pusat

Data Sekunder sumber Bappeda Kota Bogor, PT. Pupuk Kujang,

Alat analisis yang digunakan adalah model input-output dari sisi

permintaan (demand). Dari tabel input-output ini peranan subsidi pupuk pada

sektor tanaman bahan makanan dalam pembentukan output, pendapatan, dan

penyerapan tenaga kerja dapat diketahui secara langsung karena sudah tersaji

dalam tabel. Untuk mengetahui peran sektor tanaman bahan makanan terhadap

perekonomian Kota Bogor dapat dikaji berdasarkan analisis input-output yang

terdiri dari analisis keterkaitan dan multiplier dan untuk menganalisis dampak

kebijakan subsidi pupuk pada sektor tanaman bahan makanan untuk

meningkatkan ouput, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dapat dikaji

berdasarkan analisis dampak subsidi input primer yang berpengaruh terhadap final

demand. Dalam pengolahan datanya didukung dengan Microsoft Office Excel.

(36)

36

4.3.1. Analisis Keterkaitan (Linkages)

Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor.

Analisis ini disebut dengan koefisien penyebaran (backward lingkage) dan

kepekaan penyebaran (forward lingkage)

a) Koefisien Penyebaran (Backward Lingkages)

Koefisien penyebaran digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari

pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui

mekanisme transaksi pasar input. Dengan kata lain, koefisien penyebaran dapat

didefinisikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan

industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi

apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu, begitu juga sebaliknya jika nilai

Pdj lebih kecil dari satu. Untuk mengetahui besarnya nilai koefisien penyebaran,

digunakan rumus sebagai berikut:

Pdj = ∑

; untuk i dan j = 1,2,...,n (4.1)

dimana:

Pdj = Koefisien Penyebaran sektor j

ij = Unsur matriks kebalikan Leontief

n = Jumlah sektor

Nilai koefisien penyebaran dari suatu sektor menunjukkan tingkat

kepekaan suatu sektor tersebut terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme

pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor

untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input

(37)

37

b) Kepekaan Penyebaran (Forward Lingkages)

Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung

ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor seluruh koefisien matriks

kebalikan Leontief. Untuk mengetahui besarnya nilai kepekaan penyebaran,

digunakan rumus sebagai berikut:

Sdi = ∑

; untuk i dan j = 1,2,...,n (4.2)

dimana:

Sdi = Kepekaan Penyebaran sektor j

ij = Unsur matriks kebalikan Leontief

n = Jumlah sektor

Nilai kepekaan penyebaran suatu sektor menunjukkan bahwa kenaikan

satu unit output dari suatu sektor akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor

lain yang menggunakan output dari sektor tersebut, termasuk sektor itu sendiri

sebesar nilai kepekaan penyebarannya. Apabila nilai kepekaan penyebaran (Sdi)

lebih dari satu maka sektor i tersebut mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi.

Sebaliknya jika nilai Sdi kecil maka sektor i tersebut mempunyai tingkat

penyebaran yang rendah. Semakin besar nilai kepekaan suatu sektor menunjukkan

bahwa sektor tersebut mampu menumbuhkan sektor hilirnya.

Perbandingan antara nilai kepekaan dan koefisien penyebaran dapat

menunjukkan kemampuan menarik atau mendorong suatu sektor. Apabila suatu

sektor memiliki koefisien penyebaran lebih besar dari nilai kepekaan penyebaran

maka sektor tersebut mempunyai kemampuan menarik yang lebih besar terhadap

(38)

38

4.3.2. Analisis Pengganda (Multiplier)

Menurut Sahara dan D.S Priyarsono (1998) dalam Mulyani (2007),

berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik untuk model terbuka ( ij) atau

model tertutup ( *ij) dapat ditentukan nilai-nilai multiplier output, pendapatan,

dan tenaga kerja.

a) Multiplier Output

Multiplier Output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek

awal (initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan

moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers)

menunjukkan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari

sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i

sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan

dengan persamaan:

= (I-A)-1 =

[

ij

]

; untuk i dan j = 1,2,...,n (4.3)

Dengan demikian matriks mengandung informasi penting tentang

struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan

antar sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari

matriks invers ini [ ij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu

sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

b) Multiplier Pendapatan

Multiplier pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya

perubahan output dalam perekonomian. Dalam Tabel Input-Output, yang

dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah

(39)

39 pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga,

tetapi juga dividen dan bunga bank Jensen (1979) dalam Priyarsono, et al.(2007).

Angka pengganda pendapatan dapat diperoleh dari rumus :

MI

j=

; untuk i dan j = 1,2,...,n (4.4)

Dimana :

MIj = pengganda tipe II

Dij = unsur matrik kebalikan Leontief tertutup

n+1, j = koefisien input dari gaji/upah rumah tangga sektor j

c) Multiplier Tenaga Kerja

Multiplier tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang

disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak

diperoleh dari elemen-elemen dalam Tabel Input-Output seperti pada multiplier

output dan pendapatan, karena dalam Tabel Input-Output tidak mengandung

elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Untuk memperoleh

multiplier tenaga kerja maka pada Tabel Input-Output harus ditambahkan baris

yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam

perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk

memperoleh koefisien tenaga kerja (wn+1).

Besaran multiplier tenaga kerja dapat diperoleh dengan rumus :

ML

j

=

(40)

40 Dimana :

MLj = pengganda tenaga kerja tipe II

Dij = unsur matrik kebalikan Leontief tertutup

wn+1,j = koefisien tenaga kerja sektor j

wn+1,i = koefisien tenaga kerja sektor i

Tabel 4.2. Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja

Nilai Multiplier

Output Pendapatan Tenaga Kerja

Efek Awal 1 hi ei

Sumber : Sahara dan D.S Priyarsono (1998) dalam Mulyani (2007)

Keterangan:

ij = Koefisien Output

hij = Koefisien pendapatan rumah tangga

ei = Koefisien tenaga kerja

ij = Matriks Kebalikan Leontief Model Terbuka

*ij = Matriks Kebalikan Leontief Model Tertutup

d) Multiplier Tipe I dan II

Multiplier Tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output,

pendapatan dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang

(41)

41 tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Respon atau efek multiplier

output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

i) Dampak Awal (Initial Impact)

Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan

sebagai peningkatan atau penurunan jumlah dalam satu unit satuan moneter. Dari

sisi output, dampak awal ini diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke

permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut

akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja.

Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah

tangga (hi). Sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien

tenaga kerja (ei).

ii) Efek Putaran Pertama (First Round Effect)

Efek putaran pertama menunjukkan efek langsung dari pembelian

masing-masing sektor untuk peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari

sisi output efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien

input output/ ij). Sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan (

i ijhi)

menunjukkan adanya efek putaran pertama dari sisi output. Sementara efek

putaran pertama dari sisi tenaga kerja (

ieijhi) menunjukkan peningkatan

penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output.

iii) Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect)

Efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari

peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus

ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri

(42)

42 putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang

menghasilkan output.

iv) Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect)

Efek induksi konsumsi dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan

output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi

rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi

pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing

dengan mengalihkan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan

rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.

v) Efek Lanjutan (Flow-on-Effect)

Efek lanjutan merupakan efek (dari output, pendapatan, dan tenaga kerja)

yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah

akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat

diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.

Hubungan antara efek awal dengan efek lanjutan per unit pengukuran dari

sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja, dihitung dengan menggunakan rumus

multiplier tipe I dan tipe II, sebagai berikut:

Tipe I

(4.6)

Tipe II

(4.7)

4.4. Penentuan Besarnya Subsidi (external shock)

Kota Bogor mendapatkan subsidi pupuk mulai tahun 2008 hingga saat ini,

(43)

SP-43 36/superphose, NPK yang terdiri dari NPK phonska dan kujang, ZA, dan Organik

namun subsidi pupuk yang selama ini diberikan didominasi oleh pupuk urea yang

diproduksi PT. Pupuk Kujang. Kota Bogor merupakan salah satu daerah yang

menjadi daerah distribusi pupuk bersubsidi yang dihasilkan dari PT. Pupuk

Kujang yang berlokasi di Cikampek. Kota Bogor mendapatkan subsidi dalam

tonase per tahun jadi untuk mendapatkan nilai subsidi, perlunya konversi ke

rupiah sesuai dengan keputusan Menteri Pertanian nomor 3293/kpts/sr.130/7/2011

yaitu HPP atau harga pokok penjualan yang diperoleh dari total biaya produksi

ditambah marjin PT. Pupuk Kujang yang bertindak sebagai produsen pupuk yang

kemudian nilai tersebut dikurang dengan harga eceran tertinggi (HET) pupuk.

Nilai tersebut akan di shock ke dalam tabel input-output Kota Bogor.

(4.8)

4.5. Analisis Dampak Perubahan Input Primer terhadap Output, Pendapatan, dan Tenaga kerja

Subsidi yang diberikan oleh pemerintah merupakan pengeluaran

pemerintah yang digunakan untuk meningkatkan perekonomian suatu sektor.

Subsidi pupuk merupakan salah salah satu perhatian pemerintah dalam hal

meningkatkan input primer dari sektor pertanian terutama tanaman pangan.

Subsidi pupuk ini memberikan dampak baik bagi output sektor tanaman pangan,

penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan. Berikut ini merupakan rumus dampak

dari pemberian subsidi pupuk terhadap pembentukan output, pendapatan, dan

penyerapan tenaga kerja yang merupakan rumus yang diolah dari BPS (2000),

yaitu :

(44)

44

a) Dampak Terhadap Pembentukan Output ( Xw )

Xw = (Wsub)(I-A)-1 (4.9)

b) Dampak Terhadap Pembentukan Pendapatan ( Pw )

Pw =

(4.10)

c) Dampak Terhadap Pembentukan Tenaga Kerja ( Tw)

Tw =

(4.11)

dimana :

Xw = matriks baris dampak terhadap output

Pw = matriks baris dampak terhadap pendapatan

Tw = matriks baris dampak terhadap tenaga kerja

Wsub = matriks baris input primer

(I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief terbuka

δ(I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief terbuka yang masing-masing

sektornya telah dikalikan dengan masing-masing koefisien

pendapatan

β(I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief terbuka yang masing-masing

sektornya telah dikalikan dengan masing-masing koefisien

tenaga kerja

δs = koefisien pendapatan sektor yang mendapat subsidi

βs = koefsien tenaga kerja sektor yang mendapat subsidi

4.5.1. Koefisien Pendapatan ( δs )

Menurut Sahara dan D.S Priyarsono (1998) dalam Mulyani (2007),

(45)

45 jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk

menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari

dampak perubahan input primer terhadap pembentukan pendapatan. Rumusnya

adalah :

δs

=

(4.12)

dimana:

δs

=

koefisien pendapatan sektor i

Ui = jumlah upah dan gaji

Xi = jumlah input total sektor i

4.5.2. Koefisien Tenaga Kerja ( βs )

Menurut Sahara dan D.S Priyarsono dalam Mulyani (2007), koefisien

tenaga kerja merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah

tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien

tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan i primer terhadap

pembentukan tenaga kerja. Dirumuskan sebagai berikut:

βs

=

(4.13)

dimana :

βs = koefisien tenaga kerja sektor i

Li = jumlah tenaga kerja sektor i

(46)

46

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis

Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km2 atau 0.27 persen dari

luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43’30’BT-106 derajat 51’00”BT dan 30’30” LS-6 derajat 41’00” LS. Kota

Bogor memiliki ketinggian rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter

diatas permukaan laut. Jarak Kota Bogor dengan ibukota Jakarta kurang lebih 60

km.

Kota Bogor memiliki udara yang sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap

bulannya adalah 26oC dan suhu udara terendah 21oC, dengan kelembaban udara

kurang lebih 70 persen disebut sebagai Kota Hujan. Di Kota Bogor mengalir

beberapa sungai yang permukaan airnya jauh dibawah permukaan tanah, yaitu

sungai Ciliwung, Cisadane, Cikapancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Dengan

kondisi sungai seperti ini, Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir walaupun

memiliki banyak aliran sungai.

Batas-batas wilayah Kota Bogor adalah sebagai berikut :

1. Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin

Kabupaten Bogor

2. Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi

Kabupaten Bogor

3. Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede, dan

Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor

4. Barat : berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga

(47)

47 Secara topografi, kemiringan tanah di Kota Bogor berkisar antara 0-15

persen dan hanya sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15-30

persen. Jenis tanah dihampir seluruh wilayah adalah lotosil coklat kemerahan

dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus

serta bersifat agak peka terhadap erosi. Berikut ini merupakan gambar lokasi

penelitian di Kota Bogor.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2010)

Gambar 5.1. Peta Kota Bogor

Gambar

Tabel  1.1.  Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun
Tabel 1.2.  Prediksi Kebutuhan Konsumsi Tanaman Bahan Makanan
Gambar  2.1.  Permintaan dan Penawaran dari Tanaman Bahan Makanan
Gambar 2.2.  Mekanisme Pembentukan Harga Pupuk Setelah Adanya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun analisa yang dilakukan pada hasil interaksi, meliputi hasil penentuan sifat fisika kimia turunan asam sinamat dengan hukum lima dari Lipinski, nilai docking score

flakes , mengetahui formula terbaik flakes berbahan dasar tepung milet putih dengan penambahan koya ikan gabus dan tepung tempe sebagai sereal tinggi protein

Dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian lalu Lintas Dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga

Bawang putih mentah yang dikonsumsi 2 kali sehari akan membantu menurunkan tekanan darah tinggi dan memperbaiki sirkulasi darah. *Ambil 1 siung besar bawang putih,

Selanjutnya dilakukan studi terhadap struktur kristal berdasarkan karakterisasi menggunakan x-ray diffaction (XRD), energi celah pita (Eg) berdasarkan karakterisasi

Peraturan-peraturan yang hingga waktu mulai berlakunya Undang-undang ini berlaku buat stadsgemeente dan desa (Kalurahan) berlaku juga buat Haminte-Kota Yogyakarta dan desa

Bentuk tindak kesantunan komisif pada tuturan pedagang di pasar tradisional Ngawi terdapat 5 Tindak Tutur Komisif (TTK), yaitu TTK Menawarkan, TTK Bersumpah, TTK

yang signifikan antara stigma diri dengan kualitas hidup pasien skizofrenia. (p=0,000 dan r= - 0,568) dengan arah hubungan negatif semakin