• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Panas sebelum Penggorengan terhadap Kerenyahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perlakuan Panas sebelum Penggorengan terhadap Kerenyahan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS SEBELUM

PENGGORENGAN TERHADAP KERENYAHAN

ROSANNA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Perlakuan Panas sebelum Penggorengan terhadap Kerenyahan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ROSANNA. Pengaruh Pengaruh Perlakuan Panas sebelum Penggorengan terhadap Kerenyahan. Dibimbing oleh DAHRUL SYAH

Singkong merupakan salah satu komoditi lokal Indonesia yang dapat ditemukan dengan mudah di berbagai tempat. Salah satu produk olahan singkong yang cukup terkenal adalah keripik dan kerenyahan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan mutu keripik singkong. Beberapa usaha dilakukan oleh produsen keripik singkong untuk meningkatkan kerenyahannya. Perlakuan pemanasan, seperti pengukusan dan perebusan, diekplorasi pengaruhnya untuk membantu meningkatkan kerenyahan keripik singkong. Pengukusan dan perebusan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati pada irisan singkong. Akibatnya, granula pati mengembang akibat hidrasi air. Ketika irisan singkong digoreng, air dalam granula akan keluar dan menghasilkan pori yang dapat memberikan pengaruh terhadap kerenyahan keripik. Kerenyahan dianalisis secara subjektif menggunakan uji rating dan segitiga sebagai analisis sensori serta menggunakan texture analyzer sebagai analisis fisik. Analisis proksimat juga dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya pengaruh perubahan kandungan zat gizi keripik terhadap kerenyahan. Hasil percobaan menunjukkan pengukusan dan perebusan irisan singkong sebelum penggorengan dapat meningkatkan kerenyahan keripik singkong. Zat gizi yang terkandung dalam keripik singkong menunjukkan perubahan karena perlakukan panas ini.

Kata kunci: kerenyahan, keripik singkong, gelatinisasi, pengukusan, perebusan

ABSTRACT

ROSANNA. Effect of Heating Processes before Frying on Crispness. Supervised by DAHRUL SYAH.

Cassava is one of the local commodities of Indonesia that can be found easily at many places. Cassava chip is one of the popular snacks in Indonesia and crispness becomes one of the important factors to measure cassava chips quality. Some efforts have been tried to enhance the crispness of cassava chip. Heating processes before frying, such as steaming and boiling, are explored whether they can help to enhance cassava chip crispness or not. Steaming and boiling can cause the cassava starch gelatinization. As a result, the starch granule swells because of water hydration. When cassava slices is fried, the water comes out and small pores formed. The pores can cause the crispness of chips. The crispness was analyzed by sensory evaluation using rating and triangle test as subjective test and physical test using texture analyzer as objective test. Proximate analysis was also done to see if there are any effects of nutrients change because of heating processes to crispness. The result showed that steaming and boiling cassava slices before frying enhanced the crispness of cassava chips. Nutrients changed because of these heating processes.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PENGARUH PERLAKUAN PANAS SEBELUM

PENGGORENGAN TERHADAP KERENYAHAN

ROSANNA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Pengaruh Perlakuan Panas sebelum Penggorengan terhadap Kerenyahan

Nama : Rosanna NIM : F24090076

Disetujui oleh

Dr Ir Dahrul Syah Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugrah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Perlakuan Panas sebelum Penggorengan terhadap Kerenyahan sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran serta Bapak Dr. Ir. Adil Basuki, MS dan Ibu Dian Herawati, S.TP, Msi. yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi penguji di sidang skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik, keluarga besar, serta seluruh sahabat dan teman atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat benrmanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan dan bagi pengembangan ilmu dan penerapan pembelajaran, khususnya bagi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Singkong 2

Kerenyahan 3

METODE 6

Bahan 6

Alat 6

Prosedur Percobaan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Penelitian Pendahuluan 9

Penelitian Lanjutan 10

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18

(11)

DAFTAR TABEL

1 Daftar Komposisi Kimia Ubi Kayu (Singkong)/100 g bahan 2 2 Skor uji rating dan hasil uji segitiga kerenyahan keripik singkong 10 3 Skor kerenyahan analisis fisik kerenyahan keripik singkong 11

4 Hasil analisis proksimat keripik singkong 13

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram profil kerenyahan 3

2 Granula pati 4

3 Diagram alir pembuatan keripik singkong 6

4 Diagram alir penelitian 7

5 Korelasi analisis subjektif dan objektif pada keripik singkong perlakuan

pengukusan dan perebusan 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan uji lanjut LSD 18

2 Lembar uji organoleptik 20

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Singkong (Manihot esculenta crantz), yang berasal dari tanaman ketela pohon atau ubi kayu, merupakan salah satu tanaman yang banyak ditanam di Indonesia karena mampu beradaptasi dengan iklim tropis di Indonesia (Damardjati, et al. 2000). Daun, kulit, hingga umbi singkong memiliki kegunaan bagi manusia. Penduduk Indonesia memanfaatkan umbi dan daun singkong sebagai bahan pangan karena dapat menjadi sumber karbohidrat dan protein. Umbi singkong merupakan sumber karbohidrat tetapi miskin protein, sedangkan daun singkong merupakan sumber protein (Djuwardi 2009).

Berbagai macam produk pangan olahan singkong dapat ditemukan di Indonesia dengan mudah setiap hari. Salah satu produk pangan olahan singkong yang sangat terkenal di Indonesia adalah keripik singkong. Di Indonesia, keripik singkong dibuat mulai dari skala rumah tangga hingga skala industri besar. Keripik singkong dibuat dari umbi singkong yang diiris tipis, digoreng, dan terkadang diberi bumbu. Bumbu yang digunakan beraneka ragam, misalnya garam, sambal, atau bumbu dengan rasa-rasa tertentu, misalnya barbeque, balado, keju, dan sebagainya.

Mutu suatu keripik singkong dapat dinilai dari berbagai parameter. Salah satu faktor mutu yang penting adalah kerenyahan. Oleh sebab itu, dilakukan berbagai usaha atau inovasi baru agar diperoleh keripik singkong yang renyah. Saat ini, sebagian besar pembuat keripik singkong merendam irisan singkong dalam larutan kapur atau soda kue sebelum digoreng untuk menghasilkan keripik singkong dengan tekstur yang renyah (Yanuar 2012).

Cara baru yang ingin dijadikan alternatif untuk meningkatkan kerenyahan adalah proses pemanasan sebelum penggorengan pada irisan singkong. Singkong merupakan bahan pangan yang banyak mengandung pati. Pati dalam singkong dapat mengalami gelatinisasi bila terekspos air dan suhu tinggi. Proses pemanasan, misalnya pengukusan atau perebusan, dapat menciptakan kondisi gelatinisasi pada pati singkong (Hillocks et al. 2002). Pati yang tergelatinisasi akan mengembang akibat masuknya air ke dalam granula dan menghasilkan rongga-rongga akibat menguapnya air saat proses penggorengan. Rongga-rongga ini dapat memberikan efek renyah pada keripik (Matz 1984).

Parameter-parameter yang terlibat dalam proses pemanasan sebelum penggorengan perlu dioptimalkan agar diperoleh keripik singkong dengan kerenyahan yang terbaik. Suhu dan waktu pemanasan dapat dijadikan parameter untuk mengoptimalkan pengaruh proses pemanasan terhadap kerenyahan keripik singkong yang dihasilkan.

Perumusan Masalah

1. Adakah pengaruh proses pengukusan dan perebusan sebagai proses pemanasan irisan singkong sebelum penggorengan terhadap kerenyahan keripik?

(13)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah melihat pengaruh proses pengukusan dan perebusan dalam pembuatan keripik singkong terhadap kerenyahan. Tujuan khusus penelitian ini adalah menentukan suhu dan waktu optimal pada proses pengukusan dan perebusan irisan singkong untuk menghasilkan keripik singkong yang renyah.

TINJAUAN PUSTAKA

Singkong

Tanaman singkong (Manihot esculenta crantz) atau juga dikenal sebagai ubi kayu maupun ketela pohon, merupakan tanaman tropis yang berasal dari Brasil (Amerika Selatan) yang menyebar ke Indonesia pada tahun 1914-1918 untuk dijadikan makanan pokok pada waktu itu. Bagian tubuh tanaman singkong terdiri atas batang, daun, bunga, dan umbi. Bagian umbi dan daun merupakan bagian yang biasa digunakan sebagai bahan pangan. Umbi singkong merupakan bagian yang berbentuk bulat memanjang dan terdiri dari kulit ari kering berwarna kecokelatan, kulit dalam agak tebal berwarna keputihan, serta daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietas) (Suprapti 2005).

Tabel 1 Daftar Komposisi Kimia Ubi Kayu (Singkong)/100 g bahan Komponen Kadar

Kalori (kal) 146 Protein (g) 1,2 Lemak (g) 0,3 Karbohidrat (g) 34,7

Kalsium (mg) 33 Fosfor (mg) 40 Besi (mg) 0,7 Vitamin A (S.I) 0 Vitamin B1 (mg) 0,06

Vitamin C (mg) 30 Air (g) 62,5

BDD (%) 75

Sumber : Departemen Kesehatan R.I. (1992)

(14)

3

mengandung amilopektin sehingga pasta yang terbentuk bening dan kemungkinan untuk terjadi retrogradasi kecil (Anonim 2009).

Granula pati akan mengalami pembengkakan (swelling) bila dipanaskan dalam media air akibat masuknya air ke dalam granula. Proses ini disebut dengan gelatinisasi. Swelling akan meningkat seiring naiknya suhu pemanasan. Pada awalnya, pembengkakan ini bersifat reversible. Namun, ketika suhu tertentu sudah terlewati, pembengkakan ini menjadi bersifat irreversible. Kondisi yang bersifat irreversible ini disebut dengan gelatinisasi. Suhu saat gelatinisasi terjadi disebut dengan suhu gelatinisasi. Pati singkong memiliki suhu gelatinisasi yang berkisar antara 52-64°C (Pomeranz 1991). Melalui serangkaian proses tersebut, maka penggorengan keripik singkong menyebabkan air keluar dari bahan sehingga menghasilkan produk yang glassy dan memiliki tekstur renyah (Vincent 2004).

Kerenyahan

Definisi Kerenyahan

Kerenyahan merupakan parameter tekstur yang penting dalam produk keripik. Pada dasarnya, kerenyahan dapat diartikan sebagai serangkaian retakan yang dirasakan di dalam mulut akibat dikenai gaya yang rendah (Vincent 2004). Menurut Duizer, et al. (1998), kerenyahan merupakan kombinasi dari suara yang dihasilkan dengan hancurnya produk karena proses penggigitan. Sensasi renyah berhubungan dengan terdeteksinya retakan-retakan kecil dalam mulut yang juga ditandai dengan suara yang terbentuk akibat makanan retak atau hancur (van Vliet, et al. 2007). Berdasarkan definisi-definisi tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa kerenyahan merupakan sensasi rapuh dari makanan di dalam mulut akibat dikenai suatu gaya yang rendah untuk menghancurkannya yang juga ditandai dengan timbulnya suara. Definisi tersebut dapat ditinjau lebih lanjut dengan diagram profil kerenyahan pada Gambar 1 untuk memperjelasnya. Definisi umum dari kerenyahan tersebut masih perlu dikembangkan karena definisi-definisi yang saat ini ada belum bersifat umum untuk semua peneliti, seperti persepsi dan kuantifikasinya (Vincent 1998).

(15)

4

Asal Usul Terjadinya Kerenyahan pada Keripik

Pori memegang peranan penting dalam produk yang renyah (Saeleaw 2011). Pori terbentuk akibat proses penggorengan produk. Kerenyahan keripik diperoleh dari kandungan polisakarida yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan hemiselulosa (Hartuti dan Sinaga 1998), serta adanya proses gelatinisasi (Visser 2007). Gelatinisasi merupakan proses yang terjadi ketika pati dipanaskan di media air. Granula pati akan membengkak karena air masuk ke dalamnya seiring dengan naiknya suhu pemanasan (Gambar 2B).

Pada saat proses penggorengan, air yang terikat di dalam granula pati yang telah membengkak akan terlepas. Air ini mula-mula menjadi uap akibat meningkatnya suhu serta mendesak pati agar air dapat keluar dari dalam granula pati sehingga terjadi pengosongan yang membentuk kantong-kantong udara pada keripik yang telah digoreng. Kantong-kantong ini merupakan pori dalam produk sehingga menyebabkan keripik menjadi renyah (Matz 1984). Pengembangan akan mengurangi densitas dari keripik yang dihasilkan (Ding, et al. 2005).

Bila pada saat proses gelatinisasi granula pati pecah akibat air yang masuk, pati akan mengalami retrogadasi di mana terjadi pembentukan kembali ikatan hidrogen oleh amilosa terputus akibat proses gelatinisasi (Gambar 2C). Semakin tinggi tingkat retrogadasi pati, semakin rendah tingkat kerenyahan dari bahan berpati setelah digoreng. Hal ini diduga akibat jaringan dari ikatan hidrogen yang dibentuk oleh amilosa setelah keluar dari granula pati yang pecah (Kingcam 2008). Jaringan tersebut akan mengikat air di dalamnya membentuk gel pati. Gel pati yang semakin padat akan menghambat penguapan air dari dalam jaringan pati pada saat penggorengan (Martin 2011).

Gambar 2 Granula pati: A. Granula pati yang belum mengalami gelatinisasi; B. Granula pati yang mengembang saat tergelatinisasi; C. Granula pati yang telah mengalami retrogadasi (Food-Info 2013)

Selain dari faktor retrogadasi pati, kerenyahan pada keripik juga dipengaruhi oleh kadar air dari keripik yang digoreng. Keripik yang memiliki kadar air lebih tinggi akan memiliki kerenyahan yang lebih rendah (Roudaut, et al. 2002). Kadar lemak yang sebagian besar berasal dari minyak yang digunakan untuk menggoreng juga berpengaruh terhadap peningkatan kerenyahan keripik karena lemak dapat memberikan rasa gurih pada makanan (Kapriana dan Sulchan 2012). Praktik Saat ini untuk Meningkatkan Kerenyahan pada Pembuatan Keripik Singkong

(16)

5 larutan kapur (Ca(OH)2) atau soda kue (NaHCO3) sebelum digoreng (Yanuar 2012). Ion Ca2+ yang terkandung pada larutan kapur akan masuk ke dalam jaringan dan berinteraksi dengan air sehingga air tertarik keluar dari jaringan sel (Bryant dan Hamaker 1997). Hal ini menyebabkan penurunan kadar air dari bahan sehingga keripik yang dihasilkan menjadi lebih renyah (Matz 1984). Soda kue dapat membentuk CO2 pada bahan (Winarno 1992). Gas CO2 yang terbentuk diharapkan dapat membentuk pori pada keripik yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan kerenyahan keripik (Saeleaw 2011).

Pengukuran Kerenyahan

Kerenyahan, sebagai salah satu profil tekstur makanan, dapat dideterminasi secara instrumental dan sensori. Secara umum, penggunaan pendekatan secara instrumental dan sensori sekaligus dalam menganalisis kerenyahan akan memberikan hasil yang lebih baik (Roudaut, et al. 2002). Beberapa peneliti telah mempelajari korelasi antara metode instrumental dan sensori. Misalnya, Mohammed, et al. (1982) meneliti kerenyahan produk makanan secara sensori dan instrumental. Mereka menemukan korelasi yang buruk antara kekerasan produk secara instrumental dengan kerenyahan secara sensori. Hal ini menunjukkan bahwa semakin keras produk maka akan semakin tidak renyah.

(17)

6

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan untuk memproduksi keripik singkong adalah adalah singkong varietas manggu usia 9 bulan, air, dan minyak goreng. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia adalah keripik singkong, HgO, K2SO4, H2SO4 pekat, HCl, H3BO3 jenuh, indikator MRMB, tris, NaOH, Na2SO3.5H2O, dan heksana.

Alat

Alat yang digunakan untuk memproduksi keripik singkong adalah steamer yang dilengkapi dengan pengukur suhu (pengukusan), slicer, steam jacket (perebusan), deep fat fryer. Alat yang digunakan untuk analisis fisik adalah penetrometer dan texture analyzer TA-XT2.

Prosedur Percobaan

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memantapkan prosedur pembuatan keripik singkong di laboratorium dan mencari kombinasi perlakuan waktu dan suhu pengukusan maupun perebusan irisan singkong. Tahapan pembuatan keripik singkong disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir pembuatan keripik singkong Singkong kupas

Iris ketebalan 1 ± 0,5 mm

Kukus selama waktu dan suhu tertentu

Goreng pada suhu dan waktu tertentu Keripik singkong

setengah jadi

Keripik singkong jadi

Rebus selama waktu dan suhu tertentu

(18)

7 Keripik singkong yang telah dikupas kemudian diiris dengan menggunakan slicer yang menghasilkan irisan singkong dengan ketebalan 1 ± 0,5 mm. Irisan singkong diberi perlakuan pengukusan dengan menggunakan steamer dan perebusan dengan menggunakan steam jacket. Waktu dan suhu pengukusan maupun perebusan ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Irisan yang telah mengalami perebusan atau pengukusan (keripik singkong setengah jadi) digoreng pada suhu dan waktu tertentu dan sebagian disimpan beku sebagai sampel untuk keperluan analisis lain, misalnya densitas, profil gelatinisasi pati, dan sebagainya. Keripik singkong yang telah digoreng (keripik singkong jadi) kemudian ditiriskan di atas kertas selama waktu tertentu yang ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan. Dibuat juga keripik singkong yang tidak mengalami perlakuan pengukusan dan perebusan irisan singkong sebagai kontrol. Penelitian Lanjutan

Setelah didapatkan prosedur pembuatan serta kombinasi perlakuan dari penelitian pendahuluan, dilakukan produksi keripik singkong serta analisis-analisis sesuai dengan alur penelitian pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir penelitian

Variabel yang digunakan sebagai perlakuan dalam penelitian lanjutan adalah waktu pengukusan dan perebusan irisan singkong sebelum penggorengan. Waktu dan suhu perlakuan didapatkan dari penelitian pendahuluan. Keripik singkong kontrol merupakan keripik singkong yang tidak mengalami perlakuan pengukusan dan perebusan terlebih dahulu. Keripik singkong kontrol dan perlakuan

Penelitian pendahuluan

Produksi keripik singkong

Perlakuan : kontrol, kukus (3, 5, 7 menit) suhu 1000C, rebus (1,2,3 menit) suhu 950C

Analisis Organoleptik Analisis fisik

Analisis proksimat

(juga dilakukan pada keripik singkong kontrol) Keripik singkong dengan

perlakuan yang memberikan kerenyahan terbaik

(19)

8

pengukusan maupun perebusan yang dihasilkan dianalisis secara organoleptik sebagai hasil analisis secara subjektif dan secara fisik sebagai hasil analisis secara objektif. Hasil analisis secara subjektif dan objektif dianalisis lebih lanjut secara statistik untuk memilih keripik singkong perlakuan dengan kerenyahan terbaik untuk analisis proksimat. Analisis proksimat juga dilakukan pada keripik singkong kontrol.

Analisis Organoleptik Keripik Singkong

Uji rating dan segitiga dilakukan dengan bantuan 70 orang panelis tidak terlatih. Uji rating menggunakan 7 skala kategori dengan skala 1 untuk “amat sangat tidak renyah” dan skala 7 untuk “amat sangat renyah”. Uji segitiga dilakukan untuk melihat apakah panelis dapat membedakan keripik yang diberi perlakuan dengan kontrol.

Analisis Fisik Keripik Singkong

Analisis kerenyahan keripik singkong dengan menggunakan texture analyzer TA-XT2. Probe yang digunakan adalah spherical ball probe 0.25 inch. Kerenyahan dihitung dengan menjumlahkan force antara peak pertama sampai peak maksimum dari grafik yang dihasilkan, kemudian dibagi dengan jumlah peak dari peak pertama sampai peak maksimum. Sampel yang lebih renyah akan memiliki force yang lebih rendah dan jumlah peak yang lebih banyak sehingga skornya akan lebih rendah.

Setting TA-XT2:

Option : Measure Force in Compression Pre-Test Speed : 1.0 mm/s (1) untuk uji fisik dan model (2) untuk uji organoleptik:

Yij = U + Ai + Eij...(1) Yij = U + Ai + Bj + Eij...(2)

(Saefuddin, et al. 2009)

Yij = pengamatan pada faktor perlakuan waktu taraf ke-i dan ulangan ke-j U = pengaruh rata-rata sebenarnya atau nilai tengah umum (berharga konstan) Ai = pengaruh taraf ke-i faktor perlakuan waktu

Bj = pengaruh taraf ke-j faktor panelis

Eij = pengaruh acak pada perlakuan waktu taraf ke-i dan ulangan ke-j J = ulangan (j = 1, 2, 3)

(20)

9 Analisis Proksimat Keripik Singkong

Analisis proksimat berupa kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat (by difference) terhadap keripik singkong jadi dengan perlakuan yang memberikan kerenyahan terbaik dan singkong tanpa perlakuan dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh komposisi kimia keripik singkong tiap perlakuan terhadap kerenyahan. Metode yang digunakan mengacu pada AOAC 1995 untuk analisis kadar protein dan SNI 01-3181-1992 untuk analisis kadar air, abu, dan lemak metode soxhlet. Dilakukan juga uji-t pada taraf 5% untuk melihat apakah perbedaan komposisi kimia antara keripik singkong berbagai perlakuan signifikan atau tidak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Tujuan utama dari penelitian pendahuluan adalah mendapatkan kombinasi perlakuan waktu dan suhu pengukusan maupun perebusan irisan singkong yang optimal. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, pengukusan dilakukan pada suhu 1000C dan perebusan dilakukan pada suhu 950C. Pemilihan suhu pengukusan disesuaikan dengan kapasitas alat di laboratorium. Suhu yang dipilih merupakan suhu maksimum dari alat-alat yang digunakan. Pemograman suhu pada alat dilakukan dengan mengatur tekanan uap dari boiler sehingga terdapat kesulitan dalam mempertahankan suhu agar tidak berfluktuasi (bagi suhu di bawah suhu maksimum alat). Hal ini juga yang menyebabkan penelitian hanya dilakukan dengan menggunakan satu parameter suhu untuk setiap perlakuan. Pemilihan waktu perlakuan dilakukan dengan trial and error berdasarkan waktu singkong mulai matang hingga hancur karena perlakuan panas. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh kisaran waktu pengukusan dan perebusan irisan singkong, yaitu 3, 5, dan 7 menit untuk pengukusan serta 1, 2, dan 3 menit untuk perebusan. Selain itu, dibuat juga sampel tanpa perlakuan sebagai kontrol.

Ketebalan irisan singkong 1 ± 0,5 mm. Ketebalan tersebut dihasilkan dari pengirisan singkong menggunakan slicer. Diameter singkong irisan singkong sekitar 5-5,5 cm. Diameter tersebut merupakan diameter dari bagian tengah singkong yang digunakan. Bagian tengah singkong dipilih untuk mencegah ketidakseragaman diameter irisan. Keseragaman parameter fisik bahan merupakan faktor yang penting untuk mencegah terjadinya variasi yang besar dari data hasil analisis.

(21)

10

tinggi. Minyak akan masuk ke dalam produk menuju bagian yang kering akibat kehilangan air (Gamble dan Rice 1987). Oleh sebab itu, waktu penirisan yang dibutuhkan oleh keripik singkong perlakuan perebusan juga menjadi sedikit lebih lama.

Penelitian Lanjutan

Sesuai dengan diagram pembuatan keripik singkong (Gambar 3), terdapat dua sampel uji, yaitu keripik singkong setengah jadi dan keripik singkong jadi. Sampel keripik singkong setengah jadi dibekukan untuk digunakan sebagai sampel uji analisis lanjutan yang lebih dalam dari penelitian ini, misalnya dikeringkan untuk analisis densitas, profil gelatinisasi pati, mikroskopik, dan sebagainya. Analisis tekstur (kekerasan) secara fisik sampel keripik singkong setengah jadi tidak dilakukan karena teksturnya yang sangat rapuh. Keripik singkong jadi dianalisis lebih lanjut berdasarkan analisis yang tertera pada diagram alir (Gambar 4).

Pengaruh Perlakuan Irisan Singkong terhadap Kerenyahan Keripik secara Organoleptik

Hasil uji rating dan segitiga terhadap kerenyahan keripik singkong disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2 Skor uji rating dan hasil uji segitiga kerenyahan keripik singkong

Pengukusan Perebusan Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda secara nyata pada

taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji rating pada Tabel 2, sampel perlakuan pengukusan yang memiliki skor kerenyahan tertinggi adalah sampel dengan perlakuan pengukusan 0 menit (kontrol) dan 7 menit. Sampel yang memiliki skor kerenyahan terendah adalah sampel dengan perlakuan pengukusan 3 menit. Hasil uji segitiga menunjukkan bahwa sampel yang berbeda nyata dengan kontrol adalah sampel yang diberi perlakuan pengukusan 3 menit dan 5 menit.

Berdasarkan Tabel 2, sampel perlakuan perebusan yang memiliki skor kerenyahan tertinggi adalah sampel dengan perlakuan waktu perebusan 3 menit, sedangkan sampel yang memiliki skor kerenyahan terendah adalah sampel dengan perlakuan waktu perebusan 0 menit (kontrol). Hasil uji segitiga menunjukkan sampel yang diberi perlakuan perebusan berbeda nyata dengan kontrol.

(22)

11 Hasil uji LSD panelis menunjukkan bahwa dari 70 panelis tidak terlatih terdapat beberapa panelis yang saling berbeda nyata dengan beberapa panelis lainnya dan terdapat juga beberapa panelis yang tidak saling berbeda nyata. Taraf yang digunakan adalah 5%.

Hasil uji LSD sampel perlakuan perebusan menunjukkan bahwa sampel yang mengalami perlakuan perebusan berbeda nyata dengan sampel yang tidak mengalami perlakuan (kontrol). Sampel yang mengalami perlakuan waktu perebusan selama 1 menit berbeda nyata dengan waktu perlakuan 2 menit, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 3 menit. Sampel dengan perlakuan perebusan 3 menit berbeda nyata dengan 2 menit. Hasil uji LSD panelis menunjukkan bahwa dari 70 panelis tidak terlatih terdapat beberapa panelis yang saling berbeda nyata dengan beberapa panelis lainnya dan terdapat juga beberapa panelis yang tidak saling berbeda nyata. Taraf yang digunakan adalah 5%.

Hasil uji segitiga perlakuan pengukusan menunjukkan sedikit perbedaan dengan hasil uji rating. Menurut uji rating, sampel dengan perlakuan pengukusan 5 menit tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan sampel kontrol, sedangkan hasil uji segitiga menunjukkan sebaliknya. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan karena panelis dilarang untuk membandingkan sampel yang satu dengan yang lainnya dalam memberi skor pada uji rating. Pada uji segitiga, panelis diharuskan membandingkan masing-masing sampel agar dapat menentukan sampel mana yang berbeda sehingga cenderung lebih meningkatkan kepekaan sensori panelis.

Pengaruh Perlakuan Irisan Singkong terhadap Kerenyahan Keripik secara Fisik

Hasil uji kerenyahan keripik singkong secara fisik dengan menggunakan texture analyzer disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3 Skor kerenyahan analisis fisik kerenyahan keripik singkong

Pengukusan Perebusan Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda secara nyata pada

taraf 5%.

Berdasarkan hasil skor kerenyahan pada Tabel 3, sampel perlakuan pengukusan yang memiliki kerenyahan tertinggi adalah sampel perlakuan pengukusan 7 menit. Sampel yang memiliki kerenyahan terendah adalah sampel tanpa perlakuan pengukusan (kontrol).

(23)

12

keseragaman profil kerenyahan produk akhir yang sulit didapatkan meskipun sampel telah diperlakukan secara seragam selama proses pembuatannya.

Hasil uji LSD perlakuan pengukusan menunjukkan bahwa sampel yang mengalami perlakuan pengukusan 5 dan 7 menit berbeda nyata dengan sampel yang tidak mengalami perlakuan (kontrol) dan pengukusan 3 menit. Sampel perlakuan pengukusan 5 dan 7 menit tidak saling berbeda nyata. Sampel perlakuan pengukusan 3 menit dan kontrol juga tidak saling berbeda nyata. Taraf yang digunakan adalah 5% sesuai dengan taraf uji organoleptik.

Hasil uji LSD perlakuan perebusan menunjukkan bahwa sampel yang mengalami perlakuan perebusan 2 dan 3 menit berbeda nyata dengan sampel yang tidak mengalami perlakuan (kontrol) dan perebusan 1 menit. Sampel perlakuan perebusan 2 dan 3 menit tidak saling berbeda nyata. Sampel perlakuan perebusan 1 menit dan kontrol juga tidak saling berbeda nyata. Taraf yang digunakan adalah 5% sesuai dengan taraf uji organoleptik.

Korelasi antara Pengukuran Subjektif dan Objektif

Untuk mendapatkan kesimpulan yang dapat lebih diandalkan, data pengukuran objektif perlu dikorelasikan dengan subjektif. Korelasi antara hasil analisis subjektif dan objektif tersebut dapat dilihat secara lebih jelas pada Gambar 5.

Gambar 5 Korelasi analisis subjektif dan objektif pada keripik singkong perlakuan pengukusan dan perebusan

Hasil perhitungan koefisien korelasi menunjukkan nilai -0,65 untuk perlakuan pengukusan dan -0,69 untuk perlakuan perebusan. Bila koefisien korelasi mendekati +1 atau -1, maka terdapat hubungan yang kuat antara kedua nilai peubah. Sebaliknya, nilai koefisien korelasi yang mendekati nilai 0 menunjukkan hubungan yang lemah antara kedua nilai peubah (Saefuddin, et al. 2009). Nilai koefisien korelasi untuk kedua perlakuan menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara hasil analisis subjektif dan objektif. Nilai korelasi yang negatif disebabkan karena kerenyahan yang semakin tinggi akan ditunjukkan dengan nilai skor kerenyahan yang semakin tinggi pada hasil uji organoleptik dan nilai skor yang semakin rendah pada hasil uji fisik.

Nilai koefisien korelasi yang tinggi pada perlakuan pengukusan dan perebusan menunjukkan bahwa pengukuran kerenyahan secara objektif dengan texture analyzer mampu mewakili hasil analisis secara subjektif. Berdasarkan pembandingan hasil subjektif dan objektif melalui analisis korelasi ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan panas, yaitu pengukusan dan perebusan,

(24)

13 sangat bermanfaat untuk meningkatkan kerenyahan keripik singkong. Paten penemuan Evans, et al. (1993) menunjukkan bahwa keripik kentang yang mengalami perlakuan pengukusan dan hot washing sebelum proses penggorengan menghasilkan kerenyahan yang diinginkan dengan tekstur yang tidak keras dan mouthfeel yang baik.

Pada keripik singkong perlakuan perebusan, perebusan 3 menit memberikan hasil kerenyahan paling tinggi menurut uji organoleptik dan fisik. Namun, berdasarkan hasil analisis fisik, tidak terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5 % antara perlakuan perebusan 2 menit dan 3 menit, sehingga perebusan 2 menit dianggap telah cukup untuk meningkatkan kerenyahan keripik singkong dibandingkan dengan kontrol. Hasil analisis fisik yang dipilih untuk penentuan parameter waktu yang optimal karena terdapat sedikit kejanggalan pada hasil uji organoleptik. Penggunaan panelis tidak terlatih dapat menyebabkan penyimpangan pada hasil uji organoleptik (Greene dan Cumuze 2006). Berdasarkan hasil uji organoleptik dan fisik, keripik singkong dengan perlakuan pengukusan 7 menit memberi kerenyahan tertinggi tetapi tidak saling berbeda nyata pada taraf 5 % dengan pengukusan 5 menit, sehingga perlakuan pengukusan 5 menit dianggap telah cukup untuk meningkatkan kerenyahan keripik singkong dibandingkan dengan kontrol. Hal-hal di atas berlaku pada keripik singkong varietas manggu yang diiris dengan ketebalan ± 1 mm.

Hasil Analisis Proksimat Keripik Sinkong

Berdasarkan hasil uji organoleptik dan fisik, sampel dengan perlakuan pengukusan 7 menit dan perlakuan perebusan 3 menit memiliki kerenyahan tertinggi, sehingga dilakukan uji proksimat terhadap perlakuan-perlakuan tersebut dan tanpa perlakuan.

Tabel 3 Hasil analisis proksimat keripik singkong

% BK Kontrol Kukus Rebus

(25)

14

Berdasarkan hasil analisis proksimat, kadar air keripik singkong perlakuan pengukusan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena irisan singkong perlakuan pengukusan lebih banyak mengandung air dibandingkan dengan kontrol. Kadar air keripik singkong perlakuan perebusan lebih rendah dari kontrol karena waktu penggorengan irisan singkong yang sedikit lebih lama walaupun kadar air irisan bahannya sebelum digoreng lebih tinggi dari kontrol. Kadar air keripik singkong perlakuan pengukusan yang lebih tinggi dari kontrol tidak menghasilkan kerenyahan yang lebih rendah dari kontrol baik secara subjektif maupun objektif. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kadar air yang terjadi tidak berpengaruh terhadap kerenyahan yang dihasilkan.

Pengukusan dan perebusan irisan singkong mempengaruhi kenaikan kadar lemak dari keripik singkong yang dihasilkan. Kadar lemak yang meningkat berasal dari minyak goreng yang berpenetrasi ke bahan. Kadar air irisan bahan yang mengalami perlakuan pengukusan dan perebusan lebih tinggi dari kontrol. Hal ini menyebabkan air yang diuapkan pada proses penggorengan semakin banyak dan celah kosong akibat air menguap yang digantikan oleh minyak juga menjadi lebih banyak (Gamble dan Rice 1987). Kadar lemak keripik singkong perlakuan perebusan yang lebih rendah daripada perlakuan pengukusan disebabkan oleh waktu penirisan keripik singkong perlakuan perebusan yang lebih lama dari perlakuan pengukusan. Kenaikan kadar lemak ini kemungkinan dapat mempengaruhi persepsi kerenyahan secara subjektif. Namun, hasil objektif yang menunjukkan bahwa keripik yang diberi perlakuan pengukusan dan perebusan mengalami peningkatan kerenyahan dapat memperlihatkan bahwa peningkatan kadar lemak tidak mempengaruhi kerenyahan yang dihasilkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan pengukusan dan perebusan irisan singkong sebelum penggorengan berpengaruh terhadap kerenyahan keripik singkong yang dihasilkan. Hasil tersebut ditunjukkan oleh hasil analisis secara subjektif dan objektif yang memiliki korelasi yang cukup kuat. Perlakuan pengukusan 5 menit dan perebusan 2 menit dapat memberikan kerenyahan yang optimal pada keripik singkong varietas manggu dengan ketebalan 1±0,5 mm. Pengaruh perbedaan kadar air dan lemak keripik singkong perlakuan yang tertinggi, yaitu pengukusan 7 menit dan perebusan 3 menit, dengan tanpa perlakuan tidak terlalu berpengaruh terhadap kerenyahan keripik singkong.

Saran

(26)

15 dalam untuk melihat kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor lain terhadap kerenyahan. Penyeragaman parameter di luar faktor perlakuan, misalnya waktu penggorengan dan penirisan, perlu dilakukan agar hasil analisis yang didapat tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar perlakuan.

Parameter kombinasi waktu dan suhu pengukusan serta perebusan optimal yang dapat meningkatkan kerenyahan keripik dari percobaan ini diaplikasikan pada singkong varietas manggu usia 9 bulan yang diiris dengan ketebalan ± 1 mm. Penggunaan singkong varietas lain serta ketebalan irisan yang berbeda memerlukan pengkajian lebih lanjut lagi.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical Chemist. Bourne CM. 1982. Food Texture and Viscosity: Concept and Measurement. New

York (US): Academic Pr.

Bryant CM dan Hamaker BR. 1997. Effect of Lime and Gelatinization of Corn

Flour and starch. J. Cereal Chemistry 2 (74): 171-175.doi:

10.1094/CCHEM.1997.74.2.171.

Damardjati DS, Widowati S, Suismono. 2000. Sistem pengembangan agroindustri tepung kasava di Indonesia: studi kasus di kabupaten Ponorogo. Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor (ID).

Ding QB, Ainsworth P, Tucker G, Marson H. 2005. The effect of extrusion conditions on the physicochemical properties and sensory characteristics of rice-based expanded snacks. J Food Eng. 2005: 283-289.doi: 10.1016/j.jfoodeng.2004.03.019.

Djuwardi A. 2009. Cassava: Solusi Pemberagaman Kemandirian Pangan. Jakarta (ID): Grasindo.

Duizer LM, Campanella OH, Bames GRG. 1998. Sensory, instrumental and acoustic characteristics of extruded snack food products. J Texture Studies. 29: 397-411.doi:10.1111/j.1745-4603.1998.tb00812.x.

Evans GG, Smith JSS, Wilkes MS, Wrathall KR. 1993 Mei 12. Crisps. United Biscuits Limited UK EP 0331387 B1.

Food-Info. 2013. Starch. [Internet]. [diunduh 2013 Juli 8]. Tersedia pada: http://www.food-info.net/uk/carbs/starch.htm.

Fransisco M, Velasco P, Moreno DA, Garcia-Viguera C, Cartea ME. 2010. Cooking methods of Brassica rapa affect the preservation of glucosinolates, phenolics, and vitamin C. Food Research Int. 43:1455-1463.doi:10.1016/j.foodres.2010.04.024.

(27)

16

Greene BE, Cumuze TH. 2006. Relationship between TBA numbers and

inexperienced panelists’asessments of oxidixed flavor in cooked beef. J Food Sci. 47(1):52-54.10.1111/j.1365-2621.1982.tb11025.x.

Guraya H S, & Toledo RT. 1996. Microstructural characteristicsand compression resistance as indices of sensory texture in a crunchy snack product.. J Texture Studies. 27:687–701.doi:10.1111/j.1745-4603.1996.tb01002.x.

Hartuti N, Sinaga RM. 1998. Keripik Kentang. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Hillocks RJ, Thresh JM., Bellotti AC. 2002. Cassava: Biology, Production and Utilization. New York (US): Cabi Publishing.

Kapriana MT, Sulchan M. 2012. Asupan tinggi lemak dan aktivitas olahraga sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi obesitik pada remaja awal [tesis]. Semarang (ID): Fakultas Kedokteran, Departemen Ilmu Nutrisi, Universitas Diponegoro.

Kingcam R, Devahastin S, Chiewchan N. 2008. Effect of starch retrogradation on texture of potato chips produced by low-pressure superheated steam drying. J Food Eng. 89:72–79.doi:10.1016/j.jfoodeng.2008.04.008.

Martin CP, Deventer HV. 2011. Deep-fat fried battered snacks prepared using super heated steam (SHS): crispness and low oil content. Food Research Int. 44:442–448.doi:10.1016/j.foodres.2010.09.026.

Matsunaga K, Kawasaki S,Takeda Y. 2003. Influence of physicochemical properties of starch on crispness of tempura fried batters. ProQuest Agriculture J. 80(3):339.

Matz SA. 1993. Snack Food Technology. New York (US): Van Nostrand Reinhold.

Mohamed AAA. Jowitt R, Brennan JG. 1982. Instrumental and sensory evaluation of crispness: I-in friable foods. J Food Eng. 1:55–75.

Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. California (US): Academic Pr Inc.

Roudaut G, Dacremont C, Pa’mies BV, Colas B, Meste ML. 2002. Crispness: a critical review on sensory and material science approaches. Trends Food Sci & Tech. 13 (2002) :17–227.doi:10.1016/S0924-2244(02)00139-5.

Saefuddin A, Notodiputro KA, Alamudi A, Sadik K. 2009. Statistika Dasar. Jakarta: Grasindo.

Saeleaw M, Schleining G. 2011. Effect of frying parameters on crispiness and sound emission of cassava crackers. J Food Eng. 103: 229-239.doi: 10.1016/j.jfoodeng.2010.10.010.

Suprapti, Lies M. 2005. Tepung Tapioka. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Tan HT, Rahardja K. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

Van Loon WAM, Visser JE, Linssen JPH, Somsen DJ, Klok HJ, Voragen AGJ. 2007. Effect of pre-drying and par-frying conditions on the crispness of French fries. Eur Food Res Technol. 225:929–935

van Vliet T, Visser JE, Luyten H. 2007. On the mechanism by which oil uptake decreases crispy/crunchy behavior of fried products. FoodRes Int. 40(9):1122-1128.doi:10.1016/j.foodres.2007.06.007.

(28)

17 Vincent JFV. 2004. Application of fracture mechanics to the texture of food. J

Eng Failure Analysis. 11:695-704.doi:10.1016/j.engfailanal.2003.11.003. Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

(29)

18

Lampiran 1 Perhitungan analisis ragam

Tabel 1 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor rating kerenyahan keripik singkong Sumber

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 1, sampel perlakuan kukus dan rebus berbeda secara nyata dari segi kerenyahan pada taraf 5% hingga 1% (F hitung sampel = 11,26 dan 207 > F tabel sampel 5 % = 2,60; F tabel sampel 1 % = 3,78). Panelis juga berbeda secara nyata dari segi kerenyahan pada taraf 5% hingga 1 % (F hitung panelis = 2,60 dan 66,50 > F tabel panelis 5 % = 1,03; F tabel panelis 1 % = 1,05) sehingga perlu dilakukan uji lanjut LSD untuk sampel dan panelis.

Uji Lanjut LSD organoleptik perlakuan pengukusan

LSD = tα/2 , dbG 2 ���/�

Uji Lanjut LSD organoleptik perlakuan perebusan

(30)

19 Tabel 2 Hasil analisis ragam uji fisik kerenyahan keripik singkong

Sumber

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 2, sampel perlakuan kukus dan rebus berbeda secara nyata dari segi kerenyahan pada taraf 5% hingga 1% (F hitung sampel = 10,10 dan 14,99 > F tabel sampel 5% = 4,07; F tabel sampel 1% = 7,59) sehingga perlu dilakukan uji lanjut LSD.

Uji Lanjut LSD analisis fisik perlakuan pengukusan

LSD = tα/2 , dbG 2 ���/�

Uji Lanjut LSD analisis fisik perlakuan perebusan

(31)

20

Lampiran 2 Lembar uji organoleptik

Nama : Tanggal :

Produk : Keripik Singkong Instruksi

Berilah skor kerenyahan keempat produk keripik singkong di hadapan anda, di mulai dari sebelah kiri ke sebelah kanan dengan memberi tanda centang (√) pada kategori yang sesuai menurut anda. Sampel yang digunakan adalah sampel dengan kode tanpa huruf. Cicipilah sampel dari sebelah kiri ke kanan. Dalam pemberian skor, tidak boleh membandingkan sampel yang satu dengan yang lainnya. Setiap akan mencicipi sampel yang berbeda, minumlah sedikit air untuk menetralkan lidah.

Kode Sampel Amat sangat tidak renyah

Sangat tidak renyah Tidak renyah Netral Renyah Sangat renyah Amat sangat renyah

Instruksi

Tentukan 1 sampel yang berbeda dari segi kerenyahan dari ketiga sampel di hadapan anda. Tuliskan kode 1 sampel yang berbeda tersebut (kode sampel ditulis secara keseluruhan mulai dari huruf hingga angka, contoh: A0001). Sampel yang digunakan adalah sampel dengan kode menggunakan huruf. Cicipilah sampel dari kiri ke kanan. Setiap akan mencicipi sampel yang berbeda, minumlah sedikit air untuk menetralkan lidah.

Sampel Kode Sampel

Kode A Kode B Kode C

Komentar :

(32)

21 Lampiran 3 Grafik uji fisik dengan texture analyzer

Kontrol Pengukusan 3 menit

Pengukusan 5 menit Pengukusan 7 menit

(33)

22

(34)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Soeprapto dan Lusianingsih. Penulis mengawali masa pendidikannya pada tahun 1994 di TK St. Bernadette Jakarta hingga tahun 1997. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Tarakanita 5 Jakarta hingga tahun 2003. Lalu, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Tarakanita 4 Jakarta hingga tahun 2006 dan melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Santa Ursula Jakarta hingga tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya adalah menjadi pengurus Keluarga Mahasiswa Katholik IPB (Kemaki), terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan Kemaki, sebagai pemain flute dalam Fontane Chamber Orchestra Bogor, serta tergabung dalam Klub Tari Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Kimia Dasar TPB-IPB pada tahun 2011 hingga 2013 dan pengajar privat Kimia di bimbingan belajar Katalis Bogor serta privat Matematika, Fisika, dan Kimia untuk murid SMA di Bogor. Prestasi yang diraih penulis selama masa kuliah adalah mendapat beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari IPB dan beasiswa dari Tanoto Foundation, serta pendanaan proposal PKM-P tahun 2012 oleh Dikti.

Gambar

Gambar 3  Diagram alir pembuatan keripik singkong
Gambar 4  Diagram alir penelitian
Tabel 3  Hasil analisis proksimat keripik singkong

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dalam rangka memenuhi tugas akhir dan

khususnya pada pekerja yang kontak langsung dengan pestisida, seperti pekerja penyemprot pestisida.. Menurut WHO setiap setengah juta

Secara bersamaan, paradigma dari tujuan pemerintahan diharapkan dapat menghilangkan praktek bahwa birokrasi Weberian adalah negatif seperti struktur

Bagaimana wujud rancangan pengembangan Seminari Menengah Roh Kudus Tuka, Dalung-Bali yang bisa mengintegrasikan bangunan lama yang dipertahankan dengan bangunan baru,

Dalam penelitian ini, mesin bubut digunakan untuk melakukan pemesinan terhadap magnesium dengan menggunakan parameter-parameter pengujian yang sudah ditentukan.. Kemudian

Hasil perancangan formulir rekam medis gigi klinik Sakinah (gambar 1) telah sesuai dengan kebutuhan pengguna dan standar nasional rekam medis kedokteran gigi, dimana

Pengujian sensor kecepatan dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran anemometer yang dibuat pada tugas akhir ini dengan anemometer standart yang ada di Stasiun

Astra International, perancangan keamanan jaringan wireless BYOD dengan menggunakan WPA2-Enterprise yang difokuskan pada pemilihan protokol autentikasi yang akan