• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI BERAS ANALOG PUTIH BERBASIS PATI SAGU (Metroxylon sagu R.), SINGKONG (Manihot esculenta Crantz), dan AMPAS

KELAPA (Cocos nucifera L.)

TRINA KHARISMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Trina Kharisma

(4)

ABSTRAK

TRINA KHARISMA. Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.). Dibimbing oleh SLAMET BUDIJANTO dan NANCY DEWI YULIANA

Beras analog putih yang diformulasikan pada penelitian ini adalah beras tiruan berwarna putih yang terbuat dari bahan lokal non beras yaitu pati sagu (Metroxylon sagu R), singkong (Manihot esculenta Crantz), dan ampas kelapa (Cocos nucifera L.). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi beras analog putih yang ditentukan dengan analisis warna dan sensori. Penambahan ampas kelapa berpengaruh pada kualitas beras analog. Semakin tinggi konsentrasi ampas kelapa (5-15%) maka nilai derajat putih berasnya semakin rendah. Hasil analisis sensori menunjukkan bahwa formula 5% ampas kelapa memiliki penerimaan tertinggi pada sampel beras sedangkan formula 15% ampas kelapa memiliki penilaian tertinggi pada sampel nasi, namun nilai atribut rasa dan teksturnya (sampel nasi) tidak berbeda nyata (p>0.05). Oleh karena itu, formula 5% ampas kelapa dipilih sebagai formula terbaik yang memiliki kadar air (7.41%) dan protein (0.61%) rendah sedangkan kadar abu (0.73%), lemak (3.41%), dan karbohidratnya (94.88) cukup tinggi.

Kata kunci: Diversifikasi pangan, beras analog putih, pati sagu, singkong, ampas kelapa

ABSTRACT

TRINA KHARISMA. White Analogue Rice Formulation From Sago Starch (Metroxylon sagu R.), Cassava (Manihot esculenta Crantz), and Coconut Pulp (Cocos nucifera L.). Supervised by SLAMET BUDIJANTO dan NANCY DEWI YULIANA.

White analogue rice formulated in this research was made of several non-rice local carbohydrate sources: sago starch (Metroxylon sagu R), cassava (Manihot esculenta Crantz), and coconut pulp (Cocos nucifera L.). The purpose of this research was to obtain formulation of white analogue rice from above mentioned main materials. Several parameters were measured, those are color analysis (whiteness index) and sensory analysis. It was found that the addition of coconut pulp significantly affected the quality of analogue rice. The addition of coconut pulp to the formulation (5-15%) resulted in a decrease of analogue rice whiteness index. Sensory analysis showed that rice formula with 5% of coconut pulp was the most acceptable one (uncooked rice). For cooked rice, formula with 15% of coconut pulp was the most acceptable one. Although for flavor and texture attributes were not significantly different (p>0.05), thus the 5% of coconut pulp formulation was chosen as the best formula. It had lower moisture (7.41%) and protein contents (0.61%), but higher ash (0.73%), fat (3.41%), and carbohydrate contents (94.88%).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

FORMULASI BERAS ANALOG PUTIH BERBASIS PATI SAGU (Metroxylon sagu R.), SINGKONG (Manihot esculenta Crantz), dan AMPAS

KELAPA (Cocos nucifera L.)

TRINA KHARISMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.)

Nama : Trina Kharisma NIM : F24090127

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Slamet Budijanto, MAgr Pembimbing I

Dr Nancy Dewi Yuliana, STP,MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSi Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam juga semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. atas bimbingan dan teladan yang telah diberikan. Skripsi ini berjudul “Formulasi Beras Analog Putih Berbasis Pati Sagu (Metroxylon sagu R.), Singkong (Manihot esculentas Crantz), dan Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.)yang telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 hingga Juni 2013 di laboratorium F-Technopark, laboratorium Evaluasi Sensori SEAFAST Center, dan laboratorium ITP Fateta IPB.

Selesainya kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Dudung dan Ibu Elly yang telah merawat, memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tiada henti hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang sarjana. Terima kasih juga kepada kakak penulis yaitu Riztia Delianita dan Sarah Aditia yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama penulis mengerjakan tugas akhir. 2. Prof Dr Ir Slamet Budijanto, M.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik penulis selama di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang selalu memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan moril dan materil selama penulis menjalani perkuliahan dan penelitian.

3. Dr Nancy Dewi Yuliana, STP, M.Sc sebagai dosen pembimbing kedua dan penguji yang telah meluangkan waktu dan pikiran demi perbaikan skripsi ini serta Prof Dr Ir Rizal Syarif, DESS yang telah meluangkan waktunya sebagai dosen penguji.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan pengajar TPB, segenap guru penulis sejak duduk di SDN Pintukisi, SMPN 1 Sukabumi, dan SMAN 3 Sukabumi yang telah memberi ilmu dan bimbingan bagi penulis. 5. Teman-teman satu bimbingan Aldith, Fefi, Farah, dan Vincenia yang telah

memberi dukungan dan melalui masa-masa penelitian bersama.

6. Sahabat-sahabat terkasih Grace, Cici, Olga, Jaim, Dani, Iqbal dan Iren atas dukungan, semangat, keceriaan, dan suka duka yang dilalui selama di ITP. 7. Sahabat ITP Eren, Oca, Aca, Lina, Aktris, Sarah, Hayyu, Kyo, Cicil, Charles,

Devi, Dewi, Seno, Sobich, Gema, Anan, Aji, dan sahabat lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kebersamaan dan keceriaan selama menjalani masa perkuliahan.

8. Sahabat satu tempat tinggal selama di Bogor Mona, Dini, Asin, Mirna, Sisca, dan Siska atas dukungan, keceriaan, dan kebersamaannya.

9. Pak Zaenal, Mas Sadar, Pak Hendra, Mas Ade, Pak Ujang, Mang Asep, Mbak Vera, Pak Rozak, Pak Yahya, Bu Antin, Pak Sobirin, Pak Gatot, Mba Ani, Pak Taufik, Bu Sri, Bu Novi, serta segenap teknisi dan staf UPT Departemen ITP atas bantuannya dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian di Lab ITP, F-Technopark, dan SEAFAST.

Semoga skripsi hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pangan.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Bahan 2

Alat 3

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Karakterisasi Bahan Baku 7

Formulasi Beras Analog 8

Produksi Beras Analog 8

Analisis Fisik Beras dan Nasi Analog 8

Analisis Sensori 15

Analisis Formula Terbaik 15

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 21

(11)

DAFTAR TABEL

1. Rancangan acak lengkap beras analog putih 4

2. Analisis proksimat bahan baku 7

3. Formulasi beras analog putih 8

4. Bobot seribu butir beras analog putih 10

5. Densitas kamba beras analog putih 11

6. Waktu pemasakan beras analog putih 11

7. Analisis hilangnya air nasi analog putih 13

8. Kadar air nasi analog putih dan nasi kontrol. 14

9. Analisis kualitas nasi utuh 14

10. Analisis proksimat formula terbaik beras analog putih, beras analog

penelitian sebelumnya, dan beras sosoh. 16

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir pengolahan kelapa segar menjadi ampas kelapa 4

2. Diagram alir produksi beras analog putih 5

3. Nilai derajat putih beras analog putih, beras sosoh, dan beras ketan 9 4. Perbandingan derajat putih beras analog putih (A) beras ketan (B) beras

sosoh (C) secara visual. 9

5. Perbandingan nasi dari beras analog putih (A) dan beras sosoh (B)

secara visual 12

6. Kurva hubungan bobot nasi dan waktu 12

7. Kurva hubungan laju hilangnya air nasi dengan waktu 13

8. Nilai rataan skor hedonik beras analog putih 15

9. Nilai rataan skor hedonik nasi analog putih 15

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras analog adalah beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras (Budijanto et al. 2011). Beras analog berpotensi untuk menjadi pangan fungsional dan media fortifikasi. Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005), sedangkan fortifikasi adalah upaya meningkatkan mutu gizi pangan dengan menambahkan pada pangan tersebut satu atau lebih zat mikro tertentu (BPOM 2004). Fortifikasi beras analog menjadi satu keuntungan tersendiri bagi konsumen karena peningkatan nilai gizi didapatkan tanpa merubah kebiasaan makannya (Kunz 2009). Saat ini, beras analog bisa diposisikan sebagai produk yang mendukung program diversifikasi pangan yang dicanangkan pemerintah dalam kebijakan umum ketahanan pangan 2006-2009.

Penelitian mengenai beras tiruan menjadi topik yang cukup menarik saat ini. Penelitian terdahulu yang sudah dilakukan diantaranya adalah beras

artificial (Kurachi 1995), beras substitusi berbasis kedelai (Kato 2006), beras mutiara dari ubi (Rasbi) (Widowati et al. 2010), dan beras analog berbahan dasar sorgum (Budijanto dan Yuliyanti 2012). Terdapat banyak variasi produk beras analog dengan beragam warnanya. Penelitian terus dilakukan untuk menciptakan beras analog yang memiliki karakteristik mirip beras seperti bentuk, rasa, dan warna. Beras yang berasal dari padi memiliki karakteristik warna putih. Warna adalah salah satu atribut utama dalam evaluasi sensori karena paling cepat dan mudah memberikan kesan terhadap suatu produk. Atribut paling penting pada produk beras dan nasi adalah derajat putih produk (Suwansri et al. 2002) oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan formulasi beras analog berwarna putih berbasis pangan lokal seperti pati sagu (Metroxylon sagu R.), singkong (Manihot esculenta Crantz), dan ampas kelapa (Cocos nucifera L.) yang memiliki karakteristik warna putih.

Sagu adalah tanaman lokal Indonesia. Sagu memiliki peran yang sangat penting terutama sebagai sumber daya lokal untuk mengatasi kekurangan pangan nasional dan ketergantungan sebagaian masyarakat Indonesia terhadap beras (Bintoro et al. 2010). Sagu memiliki luas lahan 1.128 juta ha dan potensi produktivitas tepung sagu yang tinggi yaitu ± 30 ton/ha/tahun melebihi beras ± 10-16 ton/ha/tahun (Alvons dan Rivaie 2011). Pati sagu mengandung 81-88% karbohidrat yang terdiri dari 23% amilosa dan 73% amilopektin (Flach 1996). Tingginya kandungan karbohidrat pada sagu menjadi sumber utama pati yang dibutuhkan adonan beras analog. Proporsi pati dalam adonan mencapai 50-98% (Kurachi 1995).

(13)

2

padi dan jagung. Singkong segar mengandung kadar air 60% yang dimanfaatkan sebagai sumber air untuk adonan beras analog. Air diperlukan untuk menghasilkan adonan dengan kadar air 25-55% (Kurachi 1995; Kato 2006). Kandungan pati singkong sebesar 35% (Prabawati et al. 2011) digunakan sebagai sumber pati lainnya dalam adonan.

Ampas kelapa menjadi bagian dari bahan baku pembuatan beras analog putih. Kandungan nutrisi dalam ampas kelapa seperti lemak dan serat bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas adonan dan produk akhir beras analog (Mishra et al. 2012), terlebih lagi warnanya yang putih. Ampas kelapa mengandung protein 11,35% sebagai binder, lemak 23,36% sebagai

lubricant, serat makanan 5,72% dan serat kasar 14,97% sebagai pengikat air (Miskiyah et al. 2006).

Beras analog bisa diproduksi dengan beberapa metode diantaranya metode granulasi (Kurachi 1996), cold extrusion, dan hot extrusion (Alavi et al. 2008; Mishra et al. 2012). Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode hot extrusion atau ekstrusi dengan suhu tinggi. Prinsip metode ini adalah melewatkan adonan pada ekstruder tipe ulir tunggal atau ganda pada suhu relative tinggi (diatas 70oC) yang dicapai dengan pre-conditioning atau transfer panas dari uap panas. Produk akhir yang dihasilkan adalah butiran beras analog yang matang penuh atau sebagian (Mishra 2012). Metode hot extrusion digunakan karena dalam produksi beras analog dibutuhkan suhu tinggi agar pati dalam adonan beras analog bisa tergelatinisasi (Akdogan 1999). Suhu tinggi juga berperan untuk memudahkan dalam pencampuran adonan dalam barel ekstruder (Mosciki 2011).

Perumusan Masalah

Beras analog yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya belum ada yang menyerupai warna beras padi yaitu warna putih. Warna menjadi parameter utama penelitian ini. Tantangan yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana menghasilkan produk beras analog berwarna putih yang berasal dari bahan baku lokal Indonesia.

Tujuan Penelitian

Mendapatkan formulasi beras analog berwarna putih dari bahan baku lokal yang dapat diterima secara sensori serta mengetahui karakteristik fisikokimianya.

METODE

Bahan

(14)

3 Bahan untuk analisis terdiri dari larutan H2SO4, HCl, H3BO3, HgO, K2SO4, air destilata, larutan NaOH- Na2S2O3, heksana.

Alat

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan beras analog yaitu timbangan, baskom, mixer, twin screw extruder, oven, saringan, alat pengepres tahu dan rice cooker. Alat-alat yang digunakan untuk analisis, yaitu oven, pipet volumetrik 2 ml dan 5 ml, pipet tetes, timbangan analitik, erlenmeyer, kertas saring soxhlet, hotplate, labu kjeldahl, pH-meter, cawan porselin, cawan alumunim, gelas ukur, gelas piala, dan tanur.

Metode Penelitian

Karakterisasi Awal Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu, singkong, dan ampas kelapa. Karakterisasi awal bahan baku diperlukan untuk menentukan formulasi yang tepat sehingga bisa dihasilkan produk beras analog putih. Analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat mencakup analisis kadar air metode oven (AOAC 2007), kadar abu (AOAC 2007), kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 2007), kadar lemak metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992), dan kadar karbohidrat yang ditetapkan dengan perhitungan by-difference. Analisis dilakukan triplo.

Persiapan Bahan Baku dan Uji Coba Produksi

Pada penelitian ini digunakan variabel tetap dan variabel tidak tetap. Variabel tetap beras analog yaitu konsentrasi singkong dan variabel tidak tetap adalah konsentrasi pati sagu dan ampas kelapa.

Bahan baku yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu bahan baku kering dan bahan baku segar. Bahan baku kering yang digunakan adalah pati sagu sedangkan bahan baku segarnya adalah singkong segar dan ampas kelapa. Bahan baku kering berada dalam bentuk tepung sehingga bisa langsung digunakan untuk produksi sedangkan bahan baku segar singkong perlu ada persiapan awal bahan terlebih dahulu.

Singkong segar yang didapat dari pemasok masih berada dalam bentuk segar. Singkong segar lalu dikupas dan dicuci hingga bersih. Singkong bersih direndam dalam air agar terhindar dari reaksi pencoklatan enzimatis. Tahap selanjutnya adalah pemarutan singkong menjadi singkong parut.

Penggunaan ampas kelapa bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak yang terdapat pada kelapa parut. Ampas kelapa yang digunakan pada penelitian ini berasal dari kelapa parut segar yang diambil santannya dengan dua kali pemerasan. Gambar 1 menunjukkan diagram alir pengolahan kelapa menjadi ampas kelapa.

(15)

4

Perancangan formula

Produksi beras analog dilakukan berdasarkan hasil formulasi menggunakan metode rancangan acak lengkap sederhana. Faktor yang digunakan adalah jumlah ampas kelapa yang ditambahkan. Model rancangan percobaannya adalah sebagai berikut :

Yij = μ + τi + εij Keterangan :

Yij = respon pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh ampas kelapa ke-i

εij = error atau galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Apabila dibuat tabel rancangan acak lengkap untuk formulasi beras analog putih maka rancangannya adalah sebagai berikut,

Pembuatan Beras Analog Putih

Beras analog putih diproduksi menggunakan teknik hot extrusion

dengan alat twin screw extruder. Suhu ekstruder yang digunakan adalah 75-80oC. Tahapan pembuatan beras analog terlihat pada Gambar 2 yaitu diawali dengan menimbang bahan baku sesuai formula. Selanjutnya pencampuran bahan kering seperti pati sagu dan GMS hingga homogen. Bahan kering lalu dicampur bahan basah hingga tercampur rata.

Ulangan Perlakuan

a

P1 P2 P3

1 A11 A12 A13

2 A21 A22 A23

a

P1= Konsentrasi ampas kelapa 5%, P2= Konsentrasi ampas kelapa 10%, P3= Konsentrasi ampas kelapa 15%,

Gambar 1 Diagram alir pengolahan kelapa segar menjadi ampas kelapa

(16)

5 Pencampuran bisa dilakukan menggunakan mixer selama 5 menit. Adonan yang sudah tercampur rata dimasukkan kedalam ekstruder yang sudah dipersiapkan kondisinya (suhu 75-80oC). Beras analog yang dihasilkan lalu dikeringkan pada suhu 85oC selama 1jam.

Analisis Fisik Beras Analog

Terdapat tiga jenis beras analog yang dihasilkan berdasarkan formulasi menggunakan rancangan acak lengkap. Ketiga beras analog ini diuji karakteristik fisiknya untuk mengetahui performa masing-masing beras. Analisis fisik yang dilakukan adalah analisis warna menggunakan KETT Digital Whiteness Meter Model C-100, waktu pemasakan beras, hilangnya air dari nasi analog, kualitas nasi utuh, bobot seribu butir, dan densitas kamba. Analisis dilakukan triplo. Data yang diperoleh akan diuji menggunakan metode one way Analysis of Variance (ANOVA) dengan bantuan aplikasi SPSS Statistic 17.0 dengan uji lanjut Duncan (untuk membandingkan antar sampel) dan uji lanjut Dunnet (untuk membandingkan sampel dengan kontrol).

Waktu pemasakan beras

Timbang beras dan air 1:1 (v/v) sebanyak 100-150 ml. Masak beras sosoh (kontrol) menggunakan perbandingan beras dan air 1:2 (v/v). Masak

(17)

6 dinyatakan sebagai laju kehilangan air per satuan waktu.

Laju kehilangan air (gH2O/gmenit) Keterangan:

Bobot air yang hilang (g) = Bobot

= Bobot awal nasi-bobot akhir nasi

Bobot kering nasi (g) = Bobot awal nasi- (%kadar air x bobot awal nasi) Waktu (menit) = Waktu akhir – waktu awal

Analisis kualitas nasi utuh

Timbang 10 gram nasi analog. Pisahkan nasi utuh dan nasi patah. Nilai kualitas nasi utuh didapatkan dengan menghitung nasi utuh yaitu nasi yang memiliki bentuk sempurna dengan nasi patah yaitu nasi yang memiliki bentuk tidak sempurna dan ukurannya lebih kecil dari nasi utuh dalam sejumlah tertentu nasi (dalam gram).

Nilai kualitas nasi utuh

Penentuan Formula Terbaik

Tiga produk beras analog yang dihasilkan berdasarkan rancangan formulasi akan dipilih satu formula terbaik menggunakan analisis sensori dan analisis fisik warna. Analisis sensori yang digunakan adalah uji rating hedonik (Setyaningsih et al. 2010). Pada uji ini, dibutuhkan 70 orang panelis untuk diminta menilai atribut uji pada sampel beras dan nasi analog. Atribut uji pada sampel beras analog yaitu warna, bentuk, aroma dan overall acceptance sedangkan atribut uji sampel nasi analog yaitu warna, aroma, rasa, tekstur, dan overallacceptance. Skala penilaian yang digunakan adalah skala numerik dari 1-7 dengan keterangan bobot penilaian dari sangat tidak suka (1) sampai sangat suka (7). Data yang diperoleh akan diuji menggunakan analisis univariate all two way dengan bantuan aplikasi SPSS

Statistic 17.0. Jika hasil uji menunjukkan perbedaan nyata pada taraf kepercayaan 95% maka dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Test.

Analisis Kimia Formula Terbaik

(18)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Bahan Baku

Bahan baku pembuatan beras analog putih terdiri dari pati sagu, singkong, dan ampas kelapa. Berdasarkan hasil analisis proksimat pada Tabel 2, pati sagu dan singkong memiliki karbohidrat yang tinggi yaitu 101.37% dan 94.74%. Kedua bahan tersebut menjadi sumber karbohidrat utama adonan beras analog.

Berdasarkan hasil analisis, sampel basah memiliki kadar air jauh lebih tinggi dibanding sampel kering. Singkong memiliki kadar air tertinggi yaitu 173.38% sedangkan kelapa mengandung kadar air 154.33%, dan pati sagu sebagai bahan kering mengandung 13.18% air. Air adalah faktor penting yang menentukan karakteristik hasil akhir produk beras analog. Rendahnya kadar air adonan akan memicu shear yang lebih tinggi dalam extruder sehingga menghasilkan derajat gelatinisasi yang lebih tinggi sedangkan kadar air yang terlalu tinggi akan membuat adonan menjadi lengket dalam ekstruder (Mishra et al. 2012). Menurut Kurachi (1994) adonan beras analog sebaiknya memiliki kadar air 25-55%. Tingginya kadar air singkong dimanfaatkan sebagai sumber air utama sehingga dalam formulasi ini tidak digunakan air sama sekali. Perbandingan singkong segar dan bahan lainnya adalah 3:4 sehingga kadar air adonan dijaga berada pada kisaran 35-45%.

Ampas kelapa memiliki kandungan lemak paling tinggi dibanding kedua sampel lainnya yaitu 60.95%. Lemak dalam ampas kelapa memiliki peran sebagai lubricant yang mampu mengurangi gesekan adonan dalam barel ekstruder selama pemasakan dan mengontrol penyerapan air (Mishra

et al 2012). Jika terlalu banyak lemak/minyak yang ditambahkan maka beras analog tidak akan menyerap air dengan baik selama rehidrasi (Dupart

et al 2003). Tingginya lemak juga akan menghasilkan off flavor dan mempengaruhi kualitas penyimpanan produk (Camire et al 1990 dalam Singh et al. 2006). Oleh sebab itu ampas kelapa yang digunakan dalam adonan beras analog memiliki proporsi yang paling kecil dibanding kedua bahan lainnya.

(19)

8

Formulasi Beras Analog

Formulasi adonan beras analog putih pada penelitian ini menggunakan metode racangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu ampas kelapa. Ampas kelapa yang digunakan pada formulasi ini terdiri dari tiga taraf yaitu 5%, 10%, dan 15%. Formulasi ini terlihat pada Tabel 3,

Bahan pengikat yang digunakan pada formulasi beras analog adalah GMS sebanyak 2% berdasarkan penelitian Budijanto dan Yuliyanti (2012) dan Widara (2012). Menurut Widara (2012) GMS bisa membentuk kompleks inklusi heliks dengan amilosa. Kompleks tersebut dapat mencegah granula pati untuk mengembang sehingga menyebabkan berkurangnya kekuatan pengembangan dan kelarutan. GMS termasuk emulsifier yang memiliki fraksi lemak dengan suhu leleh tinggi, berperan memfasilitasi shear, keseragaman pembentukan ekstrudat, dan melindungi adonan dari kelengketan sehingga proses ekstrusi menjadi lebih mudah (Mosciki 2011). Oleh karena itu GMS berfungsi juga sebagai pelumas termal (Singhal 2011).

Produksi Beras Analog

Teknologi yang digunakan untuk produksi beras analog putih adalah

hot extrusion dengan ekstruder tipe ulir ganda. Suhu yang digunakan adalah 75-80oC. Penggunaan suhu tersebut didasarkan pada suhu gelatinisasi pati sagu 70.1oC (Ahmad et al 1999), suhu gelatinisasi prosuk ekstrusi berbasis singkong 70-80 oC (Seibel dan Hu 1994 dalam Singh et al. 2006), dan hasil uji coba produksi sebelumnya. Penggunaan suhu kurang dari 75oC menghasilkan beras analog yang tidak matang sedangkan penggunaan suhu lebih dari 85oC menyebabkan beras lengket dan tidak berbentuk butiran beras.

Hasil produksi beras analog putih kemudian dikeringkan menggunakan suhu 80-85oC selama 1 jam. Pengeringan beras analog bertujuan menurunkan kandungan air beras sehingga memiliki umur simpan yang lama (Mishra et al 2012; Kato 2006).

Analisis Fisik Beras dan Nasi Analog

Beras analog putih yang dihasilkan memiliki bentuk mirip beras yaitu lonjong. Warna beras analog yang dihasilkan pun sesuai harapan yaitu berwarna putih namun warna putih yang dihasilkan lebih menyerupai warna beras ketan yaitu putih susu. Beras analog putih yang dihasilkan selanjutnya dianalisis karakteristik fisiknya untuk mengetahui performa ketiga formulasi.

Formula Komposisi

(20)

9

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05)

Gambar 3 Nilai derajat putih beras analog putih, beras sosoh, dan beras ketana

Analisis Warna Menggunakan KETT Digital Whiteness Meter Model C-100

Hasil analisis warna pada Gambar 3 menunjukkan bahwa sampel beras analog dengan kadar ampas kelapa 5% memiliki intensitas warna putih paling tinggi yaitu sebesar 73.075%. Perbedaan intensitas derajat putih ini berbeda secara nyata dengan taraf kepercayaan 95% menggunakan uji

oneway ANOVA dengan uji lanjut Duncan untuk formula 3 dengan kedua formula lainnya, sedangkan formula 1 dan 2 tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05). Semakin tinggi konsentrasi ampas kelapa dari kisaran 5-15% menunjukkan penurunan nilai derajat warna putih.

Penurunan nilai derajat warna putih ini bisa disebabkan oleh kandungan gula pereduksi dan protein pada ampas kelapa sehingga mengakibatkan reaksi pencoklatan non-enzimatis saat dilakukan proses ekstrusi dan pengeringan. Menurut Okolie et al. (2011), kelapa akan mengalami reaksi Maillard atau reaksi pencoklatan non-enzimatis pada penyimpanan suhu tinggi. Protein terdenaturasi dan mengalami penurunan kualitas. Asam amino seperti lisin akan terikat secara kimia dengan gula sederhana untuk membentuk pigmen kecoklatan. Kandungan gula pereduksi kelapa mencapai 0.17-1.27% (Rachel et al. 2010).

A B C

(21)

10

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (p>0.05)

Ketiga sampel beras analog putih dibandingkan dengan kontrol beras sosoh dan beras ketan yang tampak pada Gambar 4, hasil uji statistik menunjukkan ketiga sampel beras analog berbeda nyata dengan kedua kontrol (p<0.05). Kedua kontrol memiliki skor derajat putih yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol beras sosoh dan beras ketan memiliki warna yang lebih putih dibanding ketiga sampel beras analog.

Bobot Seribu Butir

Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 4, sampel dengan kadar ampas kelapa 5% memiliki bobot paling tinggi yaitu 0.0171 g. Semakin tinggi kadar ampas kelapa ternyata berbanding terbalik dengan bobotnya yang semakin kecil, namun perbedaan ini tidak berbeda nyata (p>0.05). Sampel beras analog memiliki bobot seribu butir yang lebih rendah dari bobot seribu butir beras sosoh. Berdasarkan uji lanjut Dunnet, beras analog 5% tidak berbeda nyata dengan kontrol (p>0.05) sedangkan kedua sampel lainnya berbeda nyata (p<0.05).

Berdasarkan penelitian Widara (2012), kecepatan screw dan cutter menjadi parameter proses yang berpengaruh pada pencetakan beras analog menggunakan ekstruder sehingga memengaruhi bobot per butir beras analog. Proses pengeringan menyebabkan pengurangan bobot dan peningkatan porositas (Berggreen dan Alderborn 2001). Oleh sebab itu beras analog memiliki bobot yang lebih rendah dibanding beras sosoh.

Densitas Kamba

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5, beras analog putih formula 3 memiliki densitas terendah yaitu 0.5004 g/ml. Nilai ini menunjukkan massa beras per satuan volume. Nilai densitas kamba berbanding terbalik dengan volumenya, semakin besar densitas kamba maka semakin kecil volumenya (Budijanto dan Yuliyanti 2012).

Nilai densitas kamba beras analog putih berbeda secara nyata dengan kontrol beras sosoh (p<0.05). Berdasarkan hasil analisis (Tabel 5), densitas kamba beras analog putih lebih kecil dibanding kontrol karena karakteristik beras analog yang porous. Proses pengeringan dapat membuat beras analog kehilangan air sehingga matriks beras analog menjadi lebih porous (Widara 2012) dan terjadi pengurangan bobot. Porositas beras analog juga disebabkan kandungan serat tak larut (insoluble fiber) ampas kelapa (Trinidad et al. 2006; Robin et al. 2012).

Karakteristik densitas kamba dan bobot seribu butir beras akan mempengaruhi kualitas tanak beras analog.

(22)

11

Sampel Densitas Kamba (g/ ml) F1 (5%) 0.5198b

Tabel 5 Densitas kamba beras analog putiha

Waktu Pemasakan Nasi Analog

Cara pemasakan beras analog tidak jauh berbeda dengan cara pemasakan beras pada umumnya (Widara 2012). Alat yang digunakan untuk memasak beras analog adalah rice cooker. Pemasakan beras analog putih dilakukan dengan perbandingan nasi dan beras 1:1. Pemasakan beras analog menggunakan air mendidih karena beras analog sudah mengalami gelatinisasi saat pemasakan dalam ekstruder.

Berdasarkan hasil pengukuran (Tabel 6), waktu pemasakan beras F3 menunjukkan waktu terlama yaitu 5.50 menit yang berbeda nyata dengan kedua sampel beras lainnya (p<0.05). Perbedaan waktu ini bisa disebabkan oleh kandungan ampas kelapa yang terdapat dalam sampel. Serat memiliki sifat hidrasi diantaranya yaitu daya serap air, daya ikat air, dan daya kembang (swelling) yang terutama dipengaruhi oleh struktur kimia serat (Elleuch et al. 2011). Menurut Trinidad et al. (2006), tepung kelapa mengandung 60.9% total serat makanan, 56.8% serat tak larut dan 3.8% serat larut. Tepung kelapa adalah hasil samping industri minyak kelapa (virgin coconut oil) (Gunathilake et al. 2009). Oleh karena itu, tingginya serat tak larut ampas kelapa menyebabkan rendahnya daya serap air pada beras analog. Serat bisa menyebabkan perubahan distribusi air antara pati dan makromolekul lainnya sehingga penambahan serat bekatul berdampak pada penurunan kelarutan dan sifat penyerapan air pada produk ekstruder (Robin et al. 2011). Semakin tinggi kandungan ampas kelapa maka semakin lama waktu pemasakan.

Waktu pemasakan beras analog putih berbeda secara nyata (p<0.05) dengan kontrol. Waktu pemasakan beras sosoh jauh lebih lama dibanding

(23)

12

mengalami gelatinisasi dan matriksnya yang bersifat porous. Hasil pemasakan beras tertera pada gambar 5.

Analisis Hilangnya Air Nasi Analog

Porositas beras analog menyebabkan peningkatan laju penyerapan air dan laju pelepasan air. Oleh karena itu nasi analog memiliki kelemahan cepat kering sehingga konsumsinya hanya bisa untuk jangka waktu yang singkat. Berbeda dengan nasi dari beras padi yang bisa bertahan tanpa mengalami pengeringan lebih dari 5 jam dalam suhu ruang ataupun suhu

rice cooker. Karakteristik nasi yang mampu menjaga air tetap berada didalamnya merupakan parameter yang penting. Nasi analog putih dianalisis laju kehilangan airnya selama 5 jam dan diukur bobotnya setiap 30 menit untuk mengetahui bobot air yang hilang. Pengukuran analisis hilangnya air pada nasi analog menggunakan pendekatan konsep pengeringan bahan pangan.

Pada Gambar 6 dan 7 ditampilkan kurva kehilangan bobot dan laju kehilangan air nasi (analog dan kontrol). Setiap pertambahan waktu akan terjadi penurunan bobot dan penurunan laju hilangnya air. Parameter yang diambil adalah first falling down, constant rate period (CRP), dan bobot air yang hilang.

Gambar 6 Kurva hubungan bobot nasi dan waktu

A B

(24)

13

Nilai first falling down (FFD) (Tabel 7) menunjukkan laju penurunan hilangnya air di 30 menit pertama. Pada 30 menit pertama, nasi mengalami penurunan suhu dan penurunan kelembaban atau relative humidity (RH). RH nasi analog dalam rice cooker berbeda dengan RH lingkungan pada kondisi ruang. Penurunan RH ini menyebabkan air dalam nasi cenderung lebih banyak yang keluar atau mengalami fase desorpsi isotherm dengan laju berkisar 0.0018-0.0026 gH2O/g.menit. Selain RH, fase

desorpsi isotherm dipengaruhi juga oleh tekanan eksternal (Jangam dan Mujumdar 2010). Nilai FFD nasi lebih tinggi dibanding ketiga sampel beras analog. Hal ini bisa disebabkan perbedaan jumlah air yang terdapat dalam nasi. Beras sosoh dimasak dengan jumlah air lebih banyak dari beras analog (2:1) sehingga kadar air nasi (kontrol) lebih banyak dibanding nasi analog, hal tersebut menyebabkan laju fase desorpsi nasi kontrol lebih tinggi. Tabel 8 menunjukkan kadar air nasi (kontrol) lebih tinggi dibanding nasi analog yaitu 67.34%. Pada interval waktu berikutnya laju hilangnya air akan konstan sehingga disebut contant rate period (CRP). Nasi analog putih memiliki nilai CRP yang sama dengan kontrol yaitu 0.0004 gH2O/g.menit.

Hilangnya air nasi analog dihitung dengan mengukur bobot nasi awal dikurangi bobot nasi setelah pengukuran selama 5 jam. Semakin tinggi jumlah air yang hilang menunjukkan daya tahan air nasi yang semakin rendah. Pada Tabel 7 terlihat bahwa beras analog putih formula 3 menahan air lebih baik dibanding kedua sampel lainnya, hal ini menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05) antar ketiga sampel dan tidak berbeda nyata dengan kontrol (p>0.05). Hal ini disebabkan beras formula 3 mengandung ampas kelapa paling tinggi sehingga serat yang terkandung didalamnya

Gambar 7 Kurva hubungan laju hilangnya air nasi dengan waktu

Sampel First falling

downb CRP

b Bobot air yang

hilang (g) F1(5%) 0.0018a 0.0004a 3.6887b

F2(10%) 0.0020a 0.0004a 3.6317b

F3(15%) 0.0019a 0.0004a 3.2217a

Nasi(kontrol) 0.0026 0.0004 3.3605

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05); bsatuan: gH2O/g.menit

(25)

14

Sampel Kualitas nasi utuh (%) F1(5%) 71.00c mengandung serat yang tinggi. Berdasarkan penelitian Yalegama et al.

2013, ampas kelapa yang didapatkan setelah mengekstrak santan dan minyak kelapa (virgin coconut oil) memiliki kandungan serat kasar, neutral detergent fibre (NDF), acid detergent fibre (ADF), dan hemiselulosa yang tinggi. NDF umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin, sedangkan ADF terdiri dari selulosa dan lignin. Ampas kelapa memiliki sifat hidrasi yang tinggi (daya ikat air, daya tahan air, dan swelling capacity) yang mungkin disebabkan oleh peningkatan luas permukaan teoritis, volume pori total dan modifikasi struktural (Yalegama et al. 2013; Raghavendra et al. 2006). Semakin tinggi kandungan ampas kelapa menunjukkan semakin rendah bobot air yang hilang.

Analisis kualitas nasi utuh

Analisis kualitas nasi utuh menunjukkan ketahanan nasi terhadap pengadukan. Semakin kecil nilainya menunjukkan semakin sedikitnya nasi patah dan semakin tinggi kualitas nasi utuh. Pada Tabel 9 terlihat bahwa semakin tinggi kandungan ampas kelapa menunjukkan kualitas nasi utuh yang semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan kandungan serat ampas kelapa yang mampu memperbaiki tekstur dan membuatnya tahan pengadukan. Penambahan serat pada produk ekstrusi menyebabkan ketidakcocokan partikel serat tak larut dan fase kontinyu pati. Hal ini berdampak pada peningkatan titik yang pecah pada membran gelembung ekstrudat. Perpecahan ini berpengaruh pada ketebalan dan partikel sehingga terbentuk struktur yang sulit untuk dipatahkan (Robin et al. 2012). Persen kualitas nasi utuh ketiga sampel beras berbeda nyata dengan kontrol (p<0.05). Nasi kontrol memiliki persen kualitas nasi utuh yang lebih rendah dibanding nasi F2 dan F3. Hal tersebut menunjukkan bahwa serat mampu meningkatkan daya tahan nasi terhadap pengadukan.

Tabel 9 Analisis kualitas nasi utuha

Sampel Kadar air

(26)

15

Gambar 8 Nilai rataan skor hedonik beras analog putih

Analisis Sensori

Evaluasi sensori dilakukan pada sampel beras dan nasi analog. Gambar 8 menunjukkan penerimaan sensori beras analog. Formula 5% ampas kelapa (F1) memiliki penerimaan tertinggi pada atribut warna, hal ini sesuai dengan hasil analisis fisik warna derajat putih. Selain itu, F1 juga memiliki penerimaan tertinggi pada atribut bentuk dan overall acceptance

sedangkan penerimaan tertinggi atribut aroma dimiliki formula 15% (F3) karena tingginya kandungan ampas kelapa meningkatkan ketajaman aroma khas kelapa pada beras analog.

Pada penilaian nasi analog putih (Gambar 9), nasi F3 memiliki penerimaan tertinggi pada atribut aroma, rasa, tekstur, dan overall acceptance. Sedangkan pada atribut warna dimiliki oleh nasi F2. Hasil penerimaan atribut rasa dan tekstur tidak menyebabkan perbedaan nyata (p>0.05). Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisis sensori uji hedonik beras dan nasi analog maka sampel beras analog terpilih adalah sampel F1.

Analisis Formula Terbaik

Beras analog F1 dipilih sebagai formula terbaik berdasarkan hasil analisis fisik warna dan analisis sensori. Tabel 10 menunjukkan hasil analisis kimia beras analog putih formula terbaik. Beras analog putih memiliki kandungan nutrisi yang cukup berbeda dengan beras analog formula terdahulu dan beras sosoh. Kadar airnya 7.41%, lebih kecil dari

(27)

16

Kandungan nutrisi Beras analog putihb

Beras analog

Fc Beras sosoh

d

Kadar Air (%bk) 7.41±0.66 10.58±0.07 11.22±0.11

Kadar Abu (%bk) 0.73±0.02 0.52±0.00 0.56±0.0

Kadar Protein (%bk) 0.61±0.10 6.95±0.17 7.40±0.0

Kadar Lemak (%bk) 3.41±0.02 1.12±0.01 1.46±0.1

Kadar Karbohidrat (%bk) 94.88±0.82 91.60±0.15 89.56

a

Rataan±standar deviasi; bHasil penelitian sendiri; csumber : Widara (2012); dOhtsubo (2005)

Tabel 10 Analisis proksimat formula terbaik beras analog putih, beras analog penelitian sebelumnya, dan beras sosoha

kadar air beras analog penelitian sebelumnya dan beras sosoh. Namun kadar air ini sudah cukup untuk menghambat pertumbuhan kapang. Menurut Mishra et al. (2011) beras analog dikeringkan sampai mencapai kadar air 4-15% untuk meningkatkan umur simpan.

Kadar abu yang dimiliki tidak jauh berbeda yaitu 0.73% tapi masih lebih tinggi dari kedua beras pembanding. Kadar protein yang dimiliki beras analog putih sangat kecil yaitu 0.61%, hal ini disebabkan sumber protein bahan baku yang rendah. Kadar lemak beras analog putih lebih besar dari kedua beras pembanding yaitu 3.41%. Hal ini disebabkan kandungan lemak ampas kelapa yang cukup tinggi. Hal ini masih bisa ditoleransi karena proses ekstrusi menyebabkan terdenaturasinya enzim pemicu oksidasi lipid dan terbentuknya kompleks amilosa dan lipid sehingga mampu meminimalisir oksidasi lipid (Singh et al. 2006)

Kandungan nutrisi terbesar yang dimiliki beras adalah karbohidrat. Kadar karbohidrat beras analog putih yaitu 94.88% yang lebih tinggi dari kadar karbohidrat beras analog penelitian sebelumnya dan beras sosoh.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

17

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat fungsional beras analog putih. Dengan kandungan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan beras sosoh, beras analog putih dapat dimanfaatkan sebagai alternatif diet untuk pasien yang tidak diperkenankan mengonsumsi makanan berprotein tinggi, misalnya penderita gagal ginjal dan asam urat. Selain itu, karena bahan baku utamanya adalah singkong yang berindeks glikemik rendah, beras analog putih juga berpotensi untuk diformulasikan menjadi beras analog dengan indeks glikemik rendah dengan memodifikasi bahan baku lainnya. Tech. 34: 195–207. Doi: 10.1046/j.1365-2621.1999.00256.x.

Alavi S, Betty B, Gail C, Omar D, Tung-Ching L, Luan M, Jennifer M, Eric W. 2008. Rice fortification in developing countries: a critical review of the technical and economic feasibility. A2Z Project. Academy for Educational Development, Washington DC.

Alfons JB, A. Arivin Rivaie. 2011. Sagu mendukung ketahanan pangan dalam menghadapi dampak perubahan iklim [internet]. [Diacu 9 Juli 2013]. Tersedia dari: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/wp-

content/uploads/2012/03/perkebunan_perspektif_Vol10211_N-4-JanesB.pdf. ISSN: 1412-8004

[Anonim]. 2011. Instant Whiteness Tester Rice and Rice Powder [internet].

[diacu 2013 Juni 22]. Tersedia dari:

http://www.kett.com/files/brc300.pdf

(29)

18

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keamanan Pangan.

Buletin POM. 6(3): 5-6.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 Cara Uji Makanan dan Minuman. Hal: 16-18

Budijanto S, dkk. 2011. Pengembang rantai nilai serelalia lokal (indegenous sereal) untuk memperkokoh ketahanan pangan nasional. [Laporan Program Riset Strategi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Peranian Bogor 2011. Dietary fibre and fibre-rich by-products of food processing: Characterisation, technological functionality and commercial applications: A review. Food Chem. 124(2011): 411-421. doi:10.1016/j.foodchem.2010.06.077.

Flach M, F Rumawas. 1996. Plant Resources of South-East Asia No 9. Plants Yielding Non-Seed Carbohydrates. Leiden (NL): Backhuys Publishers. Pp 121-126.

Gunathilake KDPP, C. Yalegama and A.A.N. Kumara. 2009. Use of coconut flour as a source of protein and dietary fibre in wheat bread. As J Food Ag Ind. 2(03): 382-391.

Jangam SV, Mujumdar AS. 2010. Basic Concepts and Definitions, in Drying of Foods, Vegetables and Fruits - Volume 1. Jangam SV, Law CL, Mujumdar AS, editor. ISBN - 978-981-08-6759-1. Singapore (SG). hlm: 1-30 making enriched artificial rice. United States Patent ID 5403606.

Mishra A, Hari NM, Pavuluri SR. 2012. Preparation of rice analogues using extrusion technology. Internationan J Food Sci Tech. 47: 1789–1797. Doi: 10.1111/j.1365-2621.2012.03035.x.

Miskiyah, Ira M, Winda H. 2006. Pemanfaatan ampas kelapa limbah pengolahan minyak kelapa murni menjadi pakan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner

(30)

19 Ohtsubo K, Keitaro S, Yuji Y, Takafumi K. 2005. Bio-functional component in the processed pre-germinated brown rice by a twin screw ekstruder. J. Food Comp Anal. 18: 303-316. Doi: 10.1016/j.jfca.2004.10.003.

Okolie PN, CL Obi, PO Uaboi-Egbenni. 2011. Fungal spoilage of coconut (Cocos nucifera L.) fruits during storage and the growth differential of isolates on selected amino acids and carbohydrates. Pak J Nutr. 10(10): 965-973. Doi: 10.3923/pjn.2011.965.973

Prabawati S, R Nur, Suismono. 2011. Agro Inovasi : Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan [Sinar Tani]. Bogor (ID): Balai besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Rachel AR, Konan KJL, Prades A, Nemlin J, Koffi E. 2010. Physicochemical characteristics of kernel during fruit maturation of four coconut cultivars (Cocos nucifera L.). African J Biotech.. 9(14): 2136-2144. ISSN 1684–5315.

Raghavendra SN, SR Ramachandra Swamy, NK Rastogi, KSMS Raghavarao, Sourav K, RN Tharanathan. 2006. Grinding characteristics and hydration properties of coconut residue: A source of dietary fiber. J Food Eng. 3(72):281-286. Doi: 10.1016/j.jfoodeng.2004.12.008.

Robin F, Heike PS, Stefan P. 2012. Dietary fiber in extruded cereals: Limitations and opportunities. Trends Food Sci Tech. 28: 23-32. Doi:10.1016/j.tifs.2012.06.008.

Robin F. Th_eoduloz C, Gianfrancesco A, Pineau N, Schuchmann HP, Palzer S. 2011. Starch transformation in branenriched extruded wheat flour. Carbo Pol. 85: 65-74. Doi: 10.1016/j.carbpol.2011.01.051.

Seibel W, Ruguo H.1994. Gelatinisation characteristics of a cassava/corn starch based blend during extrusion cooking employing response surface methodology. Starch/Starke. 46: 217–224. Doi: 10.1002/star.19940460604.

Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Pr.

Singh S, Shirani G, Lara W. 2006. Nutritional aspects of food extrusion: a review. Int J Food Sci Tech. 42: 916–929. doi:10.1111/j.1365-2621.2006.01309.x

Singhal S , Lohar V K, Arora V . 2011. Hot Melt Extrusion Technique . WebmedCentral PHARMACEUTICAL SCIENCES. 2(1):WMC001459 Suwansri S, J -F Meullenet, JA Hankins, K Griffin. 2002. Preference

mapping of domestic/imported Jasmine rice for U.S.–Asianconsumers. J Food Sci. 67:2420–31. Doi: 10.1111/j.1365-2621.2002.tb09564.x

Trinidad PT, Aida CM, Divinagracia HV, Anacleta SL, Faridah CA, Joan CC, Rosario RE, Dina BM, Angelica SM, Modesto TC. 2006. Dietary fiber from coconut flour: A functional food. Innov Food Sci Emerg Tech.

7(4):309-317. Doi: 10.1016/j.ifset.2004.04.003.

(31)

20

Widowati S, Heti H, Rizal S, Nugraha ES, Hendra AP. 2010. Pengaruh isotherm sorpsi air terhadap stabilitas beras ubi. J Teknol Indust Pangan.

21(2): 123-128.

(32)

21 Lampiran 1 Hasil uji statistik evaluasi sensori beras analog putih

1. Warna

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 6661.610a 72 92.522 149.526 .000

Panelis 194.024 69 2.812 4.544 .000

Sampel 4.610 2 2.305 3.725 .027

Error 85.390 138 .619

Total 6747.000 210

a. R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .981)

Skor

Duncana,,b

Sampel N

Subset

1 2

Beras Analog Formula 2 70 5.44

Beras Analog Formula 3 70 5.44

Beras Analog Formula 1 70 5.76

Sig. 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

2. Bentuk

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 5755.533a 72 79.938 130.601 .000

Panelis 214.933 69 3.115 5.089 .000

Sampel 6.867 2 3.433 5.609 .005

Error 84.467 138 .612

Total 5840.000 210

(33)

22

Skor

Duncana,,b

Sampel N

Subset

1 2

Beras Analog Formula 3 70 4.91

Beras Analog Formula 2 70 5.13 5.13

Beras Analog Formula 1 70 5.36

Sig. .107 .086

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

3. Aroma

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 5475.057a 72 76.042 145.864 .000

Panelis 274.214 69 3.974 7.623 .000

Sampel .724 2 .362 .694 .501

Error 71.943 138 .521

Total 5547.000 210

a. R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .980)

4. Overall

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 5986.600a 72 83.147 160.705 .000

Panelis 160.400 69 2.325 4.493 .000

Sampel 1.267 2 .633 1.224 .297

Error 71.400 138 .517

Total 6058.000 210

(34)

23 Lampiran 2 Hasil uji statistik evaluasi sensori beras analog putih

1. Warna

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 5468.743a 72 75.955 106.677 .000

Panelis 264.214 69 3.829 5.378 .000

Sampel 4.410 2 2.205 3.097 .048

Error 98.257 138 .712

Total 5567.000 210

a. R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .973)

Skor

Duncana,,b

Sampel N

Subset

1 2

Beras Analog Formula 1 70 4.77

Beras Analog Formula 3 70 5.07

Beras Analog Formula 2 70 5.09

Sig. 1.000 .920

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

2. Aroma

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 5304.600a 72 73.675 162.935 .000

Panelis 256.900 69 3.723 8.234 .000

Sampel 5.600 2 2.800 6.192 .003

Error 62.400 138 .452

Total 5367.000 210

(35)

24

Skor

Duncana,,b

Sampel N

Subset

1 2

Beras Analog Formula 1 70 4.76

Beras Analog Formula 2 70 4.81

Beras Analog Formula 3 70 5.13

Sig. .616 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

3. Rasa

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 5040.990a 72 70.014 81.874 .000

Panelis 171.090 69 2.480 2.900 .000

Sampel 2.657 2 1.329 1.554 .215

Error 118.010 138 .855

Total 5159.000 210

a. R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .965)

4. Tekstur

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 4590.648a 72 63.759 73.108 .000

Panelis 185.948 69 2.695 3.090 .000

Sampel 6.981 2 3.490 4.002 .020

Error 120.352 138 .872

Total 4711.000 210

(36)

25 Skor

Duncana,,b

Sampel N

Subset

1 2

Beras Analog Formula 2 70 4.37

Beras Analog Formula 1 70 4.54 4.54

Beras Analog Formula 3 70 4.81

Sig. .279 .088

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

5. Overall

Tests of Between-Subjects Effects

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 5228.533a 72 72.619 127.715 .000

Panelis 157.948 69 2.289 4.026 .000

Sampel 8.867 2 4.433 7.797 .001

Error 78.467 138 .569

Total 5307.000 210

a. R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .978)

Skor

Duncana,,b

Sampel N

Subset

1 2

Beras Analog Formula 2 70 4.76

Beras Analog Formula 1 70 4.77

Beras Analog Formula 3 70 5.20

Sig. .911 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

(37)

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pengolahan kelapa segar menjadi ampas kelapa
Gambar 2 Diagram alir produksi beras analog putih
Tabel 2  Analisis proksimat bahan baku
Gambar 4  Perbandingan derajat putih beras analog putih (A) beras ketan
+5

Referensi

Dokumen terkait