• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi dan Unjuk Kerja Kompor Sumbu Tunggal Berbahan Bakar Minyak Bintaro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modifikasi dan Unjuk Kerja Kompor Sumbu Tunggal Berbahan Bakar Minyak Bintaro"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

0

MODIFIKASI DAN UNJUK KERJA KOMPOR SUMBU

TUNGGAL BERBAHAN BAKAR MINYAK BINTARO

SKRIPSI

TAUBING DES MARLIANTO

F14070053

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

0

MODIFICATION AND PERFORMANCE OF SINGLE WICK STOVE

FUELED BY BINTARO OIL

Taubing Des Marlianto1, Y. Aris Purwanto1), dan Kudrat Sunandar2 1

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

2

Department of Chemical Engineering, Institute of Technology Indonesia Indonesia.

Phone 62 813 8562 7378, e-mail: destaubing@yahoo.co.id

ABSTRACT

Bintaro (Cerbera odollam gaertn) has oil content 46-64% and it is potential as a biofuel feedstock. Bintaro oil, like other bio oil, has high viscosity. Due to it, the capillarity of oil on the wick is very low. This will affect to the combustion. The objectives of this study were to analyze the properties of Bintaro oil and to examine the use of Bintaro oil as fuel for a single wick stove. In this study, sample of Bintaro oil was processed from Bintaro fruits collected around Bogor. Sample of single wick stove which was familiar stove used by household in Bogor area, was modified mainly at part of flame holder at the height of 5, 6, 7, 8 and 11 cm. The caracteristic of combustion was investigated from the flames temperature and contour at different height of flame holder. The result showed that heat loss rate values for Bintaro oil were 76.6 W, 88.5 W, 100.7 W, 111.1 W and 142.8 W for the height flame holder of 5, 6, 7, 8 and 11 cm. The flame temperature based on the heat loses were 443.97, 476.75, 451.95, 450.5 and 454.77°C, respectively. For kerosene, the heat loss and flame temperature were 245.6 W and 730.77 °C for the height flame holder of 11 cm. The boiling test resulted that for kerosene with flame holder of 11 cm ,the water boiled at temperature of 100°C for 26 minutes. The average temperature was 637 °C and the power was 1.318 W. For Bintaro oil with the height of flame holder of 6 cm, resulted the flame temperature of 482°C, the heat loss of 1.092 W, and the water boiled of 45 minutes.

(3)

0

Taubing Des Marlianto. F14070053. Modifikasi dan Unjuk Kerja Kompor Sumbu Tunggal Berbahan Baku Minyak Bintaro. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr. Ir. Kudrat Sunandar, MT. 2012

RINGKASAN

Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang berasal dari tanaman. Banyak tanaman yang dinilai memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati setelah melalui serangkaian proses, salah satunya adalah tanaman bintaro (Cerbera odollam gaertn). Biji bintaro mengandung lemak/minyak sebesar 46% - 64% berpotensi digunakan sebagai bahan baku bahan bakar nabati. Komposisi buah bintaro terdiri dari 94,76% kulit, sabut, dan tista dan 5,24% biji.

Karena viskositasnya tinggi, maka daya kapilaritas minyak pada sumbu kompor sangat lambat, hal ini akan berpengaruh terhadap kesempurnaan proses pembakaran minyak bintaro sebagai biokerosene (pengganti minyak tanah). Untuk mengatasi masalah tersebut, dikembangkan dua metoda yaitu mengkarakterisasi minyak nabati sedemikian rupa sehingga memiliki karaketristik yang sama dengan minyak tanah agar dapat dipergunakan secara langsung pada kompor sumbu yang ada atau melakukan modifikasi disain kompor sehingga dapat dipergunakan langsung untuk minyak nabati. Dalam penelitian ini, metode yang dipilih adalah memodifikasi tinggi sarangan kompor yang merupakan ruang terjadinya pembakaran. Penelitian ini dititikberatkan untuk melihat kemampuan minyak bintaro sebagai bahan bakar pada kompor sumbu tunggal melalui pengujian sifat termofisik minyak, temperatur api yang dihasilkan, dan tinggi nyala api. Modifikasi pada kompor sumbu disesuaikan dengan hasil uji ketiga parameter tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik minyak bintaro yang akan dipergunakan sebagai bahan bakar dan pengaruhnya terhadap kompor sumbu tunggal. Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Wageningan. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap 1 adalah persiapan bahan baku yang meliputi pengeringan, pengecilan ukuran, pengepresan, dan degumming minyak bintaro. Tahap 2 adalah penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk mencari data mengenai sifat termofisik dari minyak bintaro dan daya kapilaritas dari minyak pada sumbu. Tahap 3 adalah penelitian utama yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak bintaro pada kompor sumbu tunggal standar dan pada kompor sumbu tunggal modifikasi. Pengujian dilakukan pada kompor bersumbu tunggal, baik sebelum dan setelah dimodifikasi dengan menggunakan minyak bintaro, dan minyak tanah digunakan sebagai kontrol.

Modifikasi yang dilakukan adalah ukuran tinggi sarangan kompor minyak tanah sumbu tunggal. Modifikasi dilakukan dari desain yang telah ada agar diperoleh kinerja kompor yang lebih baik. Perpindahan panas yang terjadi pada kompor meliputi perpindahan panas konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada keadaan mantap, kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding dan melalui saluran udara dan gas hasil pembakaran. Untuk mengetahui tinggi sarangan yang sesuai dengan bahan bakar minyak bintaro, maka analisis hanya dilakukan pada sarangan kompor atau permukaan dinding sarangan, sehingga dapat diketahui sebaran temperatur api pada sarangan kompor (flame holder). Tinggi sarangan kompor yang diuji coba adalah 5 cm, 6 cm, 7 cm, 8 cm, dan 11 cm.

(4)

1

cm, dan 11 cm secara berurutan adalah 443.97 0C, 476.75 0C, 451.95 0C, 450.50 0C, dan 454.77 0C, sedangkan untuk minyak tanah 730.77 0C.
(5)

0

MODIFIKASI DAN UNJUK KERJA KOMPOR SUMBU TUNGGAL

BERBAHAN BAKAR MINYAK BINTARO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

TAUBING DES MARLIANTO

F14070053

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

0

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Modifikasi dan Unjuk Kerja Kompor Sumbu Tunggal Berbahan Bakar Minyak Bintaro adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012 Yang membuat pernyataan

(8)

0

©Hak cipta milik Taubing Des Marlianto, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

(9)

0

BIODATA PENULIS

Taubing Des Marlianto. Lahir pada tanggal 24 Desember 1988 di Padang. Penulis lahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Sumarno dan Ibu Sumartini. Pendidikan formal mulai ditempuh di TK Islam Bakti VII Tanjung Beringin, Painan (1994-1995), SD Negeri 14 Padang Bintungan, Dharmasraya (1995-2001), SLTPN 3 Dharmasraya, Padang (2001-2004), SMAN 1 Sitiung, Padang (2004-2007), dan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Teknik Pertanian (Teknik Mesin dan Biosistem) Fakultas Teknologi Pertanian (2007-2012). Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti berbagai kegiatan termasuk menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa FATETA (BEM-F) periode 2008-2009 sebagai staf Bisnis dan Kewirausahaan. Adapun prestasi yang pernah diukir penulis antara lain finalis dalam lomba bisnisplan yang diadakan di Taiwan tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan praktik lapangan di PT Bina Pratama Sakato Jaya, Kab. Dharmasraya, Padang, selama 41 hari kerja dengan topik ” Aspek Keteknikan Pertanian Di Perkebunan Kelapa Sawit PT Bina Pratama Sakato Jaya, Sumatera Barat”. Di tahun berikutnya, penulis melakukan penelitian sebagai syarat kelulusan Sarjana Teknologi

Pertanian dengan judul ”Modifikasi dan Unjuk Kerja Kompor Sumbu Tunggal Berbahan Bakar

(10)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam juga dihaturkan kepada junjungan

baginda Rasulullah SAW, pemimpin besar umat Islam. Penelitian ini berjudul “Modifikasi dan Unjuk Kerja Kompor Sumbu Tunggal Berbahan Bakar Minyak Bitaro”, dilaksanakan di laboratorium Energi dan Listrik Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB, sejak september sampai desember 2011.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Y.Aris Purwanto, M.Sc sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta inspirasi selama pelaksanaan penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Kudrat Sunandar, MT sebagai pembimbing pendamping terima kasih atas saran dan masukan untuk kebaikan penelitian ini.

3. Dr. Ir. Dyah Wulandari, M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ayah, Ibu, dan Adik untuk semua pertolongan, dukungan moril dan materil, kasih sayang, do’a,

dan semua pengorbanan yang tak ternilai.

Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Maret 2012

(11)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Bintaro ... 5

2.2 Minyak Bintaro ... 7

2.3 Karakteristik Minyak Nabati ... 8

2.3.1 Densitas ... 8

2.3.2 Viskositas ... 8

2.3.3 Tegangan Permukaan ... 8

2.3.4 Kapilaritas ... 9

2.3.5 Nilai Kalor ... 10

2.4 Kompor Sumbu ... 11

2.4.1 Karakteristik Kompor Sumbu... 11

2.4.2 Bagian-Bagian Kompor Minyak Tanah Bersumbu ... 12

2.4.3 Prinsipdan Cara Kerja Kompor Standar ... 13

2.4.4 Reaksi Pembakaran ... 14

2.4.5 Pengaruh Udara Pembakaran ... 15

2.4.6 Daya Kompor ... 15

2.5 Pindah Panas pada Sistem Kompor ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.2.1 Bahan ... 18

3.2.2 Alat ... 18

3.3 Prosedur Penelitian ... 18

3.3.1 Persiapan Minyak Bintaro ... 20

3.3.2 Penelitian Pendahuluan ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Proses Produksi Minyak Bintaro Kasar (Crude) ... 26

4.2 Sifat Termofisik Minyak Bintaro ... 29

(12)

v

4.2.2 Viskositas ... 30

4.2.3 Kapilaritas ... 31

4.2.4 Nilai Kalor ... 32

4.3 Uji Kompor Bahan Bakar Minyak Tanah dan Bahan Bakar Minyak Bintaro ... 33

4.3.1 Pengukuran Temperatur Api ... 33

4.3.2 Pengukuran Temperatur Api pada Kompor dengan Bahan Bakar Minyak Tanah 33 4.3.3 Pengukuran Temperatur Api pada Kompor dengan Bahan Bakar Bintaro ... 34

4.3.4 Penentuan Daya Kompor ... 35

4.4 Pengaruh Ketinggian Sarangan Kompor (flame holder) Terhadap Temperatur Api ... 37

4.5 Uji pada Sarangan Kompor (Flame Holder) Termodifikasi ... 39

4.6 Uji Coba Pemanasan Air ... 42

4.6.1 Hubungan Kenaikan Temperatur Air dengan waktu pemanasan ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1. Kesimpulan ... 44

5.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(13)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Konsumsi energi Indonesia tahun 2000-2009 ... 1

Tabel 2. Cadangan minyak bumi tahun 2004-2010 ... 1

Tabel 3. Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005-2010 ... 2

Tabel 4. Komposisi asam – asam lemak minyak biji ... 7

Tabel 5. Komposisi udara... 15

Tabel 6. Contoh tabel data pengujian temperatur api ... 23

Tabel 7. Contoh tabel pengujian daya kompor ... 24

Tabel 8. Contoh tabel pengujian pemanasan air ... 25

Tabel 9. Hasil rendemen dari proses degumming ... 29

Tabel 10. Data temperatur pada kompor bahan bakar minyak tanah ... 33

Tabel 11. Data temperatur pada kompor bahan bakar bintaro... 34

Tabel 12. Konsumsi bahan bakar dan daya kompor bahan bakar minyak tanah ... 36

Tabel 13. Konsumsi bahan bakar dan daya kompor bahan bakar minyak bintaro ... 36

(14)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman Bintaro ... 5

Gambar 2. Daun Bintaro ... 6

Gambar 3. Bunga bintaro ... 6

Gambar 4. (a) Kulit(epikarp), (b) sabut (mesokarp), dan (c) biji (endocarp) ... 6

Gambar 5. Buah dan minyak bintaro (Sunandar 2010) ... 7

Gambar 6. Interaksi molekul-molekul yang menimbulkan tegangan permukaan (San 2009) ... 8

Gambar 7. Kohesi dan adhesi (a). kohesi, (b). adhesi (San 2009) ... 9

Gambar 8. Kapilarisasi jika kohesi lebih besar dari adhesi cairan (San 2009) ... 9

Gambar 9. Kapilarisasi jika adhesi lebih besar daripada kohesi cairan (San 2009) ... 10

Gambar 10. Kompor sumbu tunggal dan bentuk sumbunya ... 11

Gambar 11. Kompor sumbu banyak dan bentuk sumbunya ... 11

Gambar 12. Bagian-bagian kompor bersumbu banyak (Raffaella 2010) ... 12

Gambar 13. Bagian-bagian kompor bersumbu tunggal ... 12

Gambar 14. Prinsip pembakaran pada kompor (Raffaella 2010) ... 14

Gambar 15. Diagram alir prosedur penelitian ... 19

Gambar 16. Diagram alir tahapan pembuatan minyak bintaro ... 20

Gambar 17. Buah bintaro (a) buah bintaro muda (b) buah bintaro tua (c) mesokarp (d) endocarp 26 Gambar 18. Bagan alir proses produksi minyak bintaro ... 27

Gambar 19. Biji bintaro ... 27

Gambar 20. (a) oven pengering (b) biji bintaro setelah dikeringkan ... 28

Gambar 21. (a) alat pengecil ukuran (b) alat hotpress hidrolik (c) minyak setelah di press ... 28

Gambar 22. Bungkil ... 28

Gambar 23. (a) proses degumming (b) minyak hasil degumming ... 29

Gambar 24. Pengaruh suhu terhadap densitas (a) minyak tanah, (b) minyak bintaro ... 30

Gambar 25. Pengaruh suhu terhadap viskositas (a) minyak tanah, (b) minyak bintaro ... 30

Gambar 26. Pengaruh suhu terhadap daya kapilaritas (a) minyak tanah dan (b) minyak bintaro ... 31

Gambar 27. Bomb calorimeter ... 32

Gambar 28. Perbandingan nilai kalor ... 32

Gambar 29. Profil api biru kompor bahan bakar minyak tanah ... 34

Gambar 30. Profil api kompor bahan bakar minyak bintaro ... 35

Gambar 31. Hubungan tinggi pengukuran dan temperatur api... 35

Gambar 32. Perbandingan daya kompor ... 37

Gambar 33. Hubungan ketinggian dengan laju kehilangan panas ... 38

Gambar 34. Hubungan koefisien konveksi dengan ketinggian sarangan ... 38

Gambar 35. Hubungan nilai koefisien konveksi dengan temperatur ... 39

(15)

viii

Gambar 37. Perbandingan nyala api (a) minyak bintaro (b) minyak tanah ... 40

Gambar 38. Grafik temperatur api pada setiap pemotongan ... 41

Gambar 39. Perbandingan temperatur api sebelum dan sesudah modifikasi... 42

Gambar 40. Perbandingan daya sebelum dan sesudah modifikasi ... 42

(16)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sifat Gas pada Tekana 1 ATM... 48

Lampiran 2. Kompor standar minyak tanah bersumbu tunggal ... 50

Lampiran 3. Gambar tampak depan, atas, dan samping kanan kompor standar ... 51

Lampiran 4. Sarangan kompor (flame holder) standar ... 52

Lampiran 5. Kompor modifikasi minyak tanah bersumbu tunggal ... 53

Lampiran 6. Gambar tampak depan, atas, dan samping kanan kompor modifikasi ... 54

Lampiran 7. Sarangan kompor (flame holder) modifikasi ... 55

Lampiran 8. Contoh Perhitungan ... 55

Lampiran 9. Pengukuran dan Perhitungan Nilai Kalor Bintaro ... 59

Lampiran 10. Pengukuran Viskositas dan Densitas Minyak Bintaro ... 60

Lampiran 11. Pengukuran Kapilaritas ... 61

Lampiran 12. Pengukuran Temperatur Api ... 62

Lampiran 13. Uji Pemanasan Air ... 63

(17)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang handal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.

Kebutuhan dasar energi rumah tangga merupakan jumlah energi yang efektif untuk menghasilkan tenaga yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti memasak, penerangan, dan lain-lain yang berasal dari berbagai sumber energi yang tersedia.

Tabel 1. Konsumsi energi Indonesia tahun 2000-2009

Tahun Industri Rumah

Tangga Komersial Transportasi 2000 192,914,655 87,963,563 19,218,814 139,178,658 2001 196,972,955 89,023,979 20,005,525 148,259,584 2002 192,803,789 86,568,222 20,315,203 151,498,823 2003 225,141,109 88,669,268 20,967,212 156,232,909 2004 216,377,677 90,689,214 23,989,565 178,374,391 2005 218,766,032 89,065,250 24,819,117 178,452,407 2006 233,511,599 84,529,554 24,786,114 170,127,492 2007 258,567,087 87,716,652 26,494,973 179,144,177 2008 217,404,455 84,558,021 27,615,169 191,256,615 2009 251,137,583 81,498,636 29,085,635 226,578,475 *Satuan SBM

Sumber : Pusat Data dan Informasi ESDM 2011

Dari Tabel 1 diatas rumah tangga merupakan salah satu sektor pengguna energi terbesar ketiga setelah sektor tranportasi dan industri. Menurut data distribusi persentase pemakaian energi final, pemakaian energi untuk rumah tangga mencapai 23% dari total pemakai energi di Indonesia (Handbook Statistik Ekonomi Energi Indonesia, 2011). Hal ini berarti pemenuhan kebutuhan energi rumah tangga merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan.

Tabel 2. Cadangan minyak bumi tahun 2004-2010 Tahun Terbukti Potensial Total

2004 4.30 4.31 8.61

2005 4.19 4.44 8.63

2006 4.37 4.56 8.93

2007 3.99 4.41 8.40

2008 3.75 4.47 8.22

2009 4.30 3.70 8.00

2010 4.23 3.53 7.76

*Satuan milyar barel

(18)

2

Dari tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa bahwa total cadangan bahan bakar minyak mengalami penurunan dari tahun 2005 – 2010. Dengan berkurangnya cadangan minyak bumi, maka produksi turunannya akan dibatasi dan juga harga minyak bumi menjadi mahal. Terbatasnya produksi minyak bumi akibat ketersediaan energi fosil yang diperkirakan tidak akan berlangsung lama lagi, memerlukan solusi yang tepat untuk mengatasinya, diantaranya adalah dengan mencari sumber bahan bakar alternative. Salah satu bahan bakar alternatif untuk dapat digunakan adalah minyak nabati (plant/vegetable oil) yang bahan bakunya tersedia secara lokal, mudah didapat dan terbarukan (renewable).

Bioenergi kurang berkembang karena masalah harga, peraturan, insentif, birokrasi, koordinasi dan litbang. Menurut International Sustainable Energy Organization (ISEO) biaya energi terbarukan seperti bioenergi, energi surya, energi angin, panasbumi, arus laut dan hidrogen akan turun di masa depan, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Tenaga Air (PLTA) akan naik (walaupun masih tetap rendah). Biaya energi tak terbarukan seperti minyak, gas, batubara dan nuklir akan naik di masa depan.

Dalam upaya menjamin pasokan energi dalam negeri, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dengan langkah kebijakan:

intensifikasi, diversifikasi, dan konversi energi dari BBM ke BBN sebagai sumber energi alternatif. Tujuan dan sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri dan adanya penurunan elastisitas energi dari 1.84 (tahun 2006) menjadi < 1 (tahun 2025) serta terwujudnya energi mix Tahun 2025. Dalam mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah pada tahun 2006 telah menerbitkan Inpres No.1 Tahun 2006. Inpres ini merupakan intruksi dan pembagaian tugas kepada instansi atau lembaga terkait dipusat (13 kementerian) dan daerah (gubernur dan bupati) dalam rangka percepatan dan penyediaan dan pemanfaatan BBN (Idris diacu dalam sinposium biodiesel nasional 2006).

Tabel 3. Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005-2010

Tahun Minyak Tanah Minyak Solar Minyak Diesel Minyak Bakar

Total BBM LPG

Ribu BBM SBM Ribu KL Ribu SBM Ribu Ton

2005 67,395 175,518 5,893 33,431 397,802 63,927 8,453 992 2006 59,412 164,656 3,289 33,554 374,691 60,222 9,414 1,104 2007 58,672 166,448 1,781 35,756 383,453 61,664 10,925 1,282 2008 46,836 175,148 1,196 34,594 388,107 62,388 15,718 1,844 2009 28,332 173,134 959 31,190 379,142 61,037 25,259 2,963 2010 18,093 174,669 990 23,719 388,241 61,730 31,966 3,751 *ribu setara barel minyak

Sumber : Ditjen MIGAS 2011

(19)

3

mengurangi penggunaan minyak tanah. Untuk menekan penggunaan minyak tanah yang pasokannya akhir-akhir ini terganggu di beberapa daerah diperlukan upaya yang serius dari semua pihak.

Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah menggunakan Bahan Bakar Nabati untuk

memasak. Bahan bakar nabati merupakan bahan bakar yang berasal dari tanaman. Penelitian

mengenai bahan bakar nabati ini sudah mulai berkembang. Banyak tanaman yang dinilai memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati setelah melalui serangkaian proses, salah satunya adalah tanaman bintaro (Cerbera odollamgaertn). Kelebihan bintaro sebagai bahan baku bahan bakar nabati adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, untuk bintaro memiliki rendemen biji sekitar 54% dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan. Beberapa keunggulan ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain, antara lain adalah tanaman tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia, regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan, tanaman relatif mudah dibudidayakan baik tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran (mixed-forest).

Pada saat ini penelitian tentang pemakaian bahan bakar nabati sebagai pengganti minyak tanah sudah mulai dikembangkan. Karena viskositas dan titik nyalanya yang tinggi maka penggunaan bahan bakar nabati memerlukan jenis kompor tertentu. Perbedaan yang perlu dilihat dan dikaji dari minyak nabati yang akan dipergunakan sebagai bahan bakar adalah pada parameternya berupa titik nyala, viskositas, kadar air, dan nilai kalor. Untuk itu diperlukan kompor yang dapat dioperasikan dengan karakteristik bahan bakar minyak nabati tersebut (Soerawidjaja 2006 diacu dalam Puslitbun 2007).

Minyak nabati memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda dengan minyak tanah. Pada kompor tekan, minyak nabati menyisakan kerak setelah pembakaran dan menyumbat lubang nosel, sedangkan pada kompor sumbu akan mengakibatkan mengerasnya sumbu kompor yang akan menghambat kapilaritas minyak selanjutnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang kompor yang mampu beradaptasi dengan sifat-sifat minyak tersebut terutama pada sifat densitas dan viskositasnya (Reksowardojo, 2008).

Menurut Sunandar (2010) tahapan modifikasi kompor sebagai salah satu tahapan yang dilakukan berdasarkan hasil pengujian terhadap kapilarisasi, dilakukan dua modifikasi yaitu memasang kompor dengan alat pemindah panas yang berbentuk U dan dipasang terbalik, sehingga sebagian dari alat tersebut terletak pada permukaan ruang bakar kompor dan bagian kakinya tercelup ke dalam tangki minyak. Tetapi pemasangan ini menyulitkan pada waktu pembersihan sebagai langkah pembersihan yang harus rutin dilakukan agar kompor tetap terjaga kondisinya. Pemasangan logam dibagian atas ruang bakar pada kedua jenis sistim tersebut mempunyai sedikit kelemahan, akibat pemanasan yang terus menerus secara langsung terhadap batang pemindah panas di bagian permukaan ruang bakar, dapat mempercepat logam menjadi aus. Modifikasi yang kedua adalah melakukan pemendekkan tinggi kolom sumbu. Dari hasil analisis kapilarisasi, tampak pada ketinggian dibawah empat sentimeter kecepatan naiknya minyak melalui sumbu relatif cukup cepat. Dalam penelitian ini ketinggian kolom sumbu untuk minyak nabati berkisar antara 2 sampai 4 cm, diambil 3 cm yang merupakan nilai rata-rata ketinggian kolom sumbu.

Sungkono (2009) menyatakan pada sumbu kompor yang dipendekkan sampai 3 cm dari asalnya 18 cm, namun kompor tetap tidak mampu menghasilkan nyala api yang lama, selain itu sumbu kompor masih juga ikut terbakar hingga hangus dalam waktu ±20 menit.

(20)

4

atas, maka dalam penelitian ini dititik beratkan untuk melihat kemampuan minyak bintaro sebagai bahan bakar pada kompor sumbu melalui pengujian sifat kapilaritas minyak pada sumbu kompor. Dengan demikian maka dapat dilakukan modifikasi pada kompor sumbu yang sesuai dengan hasil uji karakteristik bahan bakar nabati tersebut.

1.2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis sifat termofisik minyak bintaro.

2. Melakukan uji coba minyak bintaro sebagai bahan bakar kompor sumbu tunggal

3. Melakukan modifikasi ketinggian sarangan kompor berdasarkan hasil uji coba dengan referensi bahan bakar minyak tanah

(21)

5

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tanaman Bintaro

Pohon bintaro disebut juga Pong-pong tree atau Indian suicide tree, mempunyai nama latin

Cerbera odollam gaertn, termasuk tumbuhan non pangan atau tidak untuk dimakan. Tinggi pohon bintaro sekitar 4 meter sampai 20 meter dengan banyak percabangan. Batangnya tegak, berkayu, bulat, dan berbintik-bintik. Batangnya berkayu, bulat licin, dan bergetah. Tumbuh disekitar aliran sungai berair payau di dataran rendah sampai 800 meter diatas permukaan laut (Heyne 1987). Saat ini belum mulai dibudidayakan sebagai salah satu komoditas perkebunan, hanya dijadikan sebagai tanaman hias di perumahan atau jalan.

Tanaman bintaro memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, seperti bintaro (Sunda), bintaro (Jawa), kanyeri putih (Bali), bilutasi (Timor), wabo (Ambon), goro-goro guwae (Ternate), madangkapo (Minangkabau), bintan (Melayu), lambuto (Makasar), dan goro-goro (Manado). Bintaro termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat samudera pasifik. Taksonomi tanaman bintaro adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Superdivision : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Division : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) class : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Subclass : Asteridae

Orde : Gentianales Family : Apocynaceae Genus : Cerbera

Species : Cerbera odollam

Daun Bintaro bentuknya memanjang, simetris, dan menumpul pada bagian ujung dengan ukuran bervariasi, tetapi rata-rata memiliki panjang 25 cm. Tersusun secara spiral, terkadang berkumpul pada ujung roset dengan bentuk ovate-oblong atau elongate-obovate (Mulyani 2007).

(22)

6

Bunga Bintaro terdapat pada ujung pedikel simosa dengan lima petal yang sama atau disebut

pentamery. Korola berbentuk tabung dan ada warna kuning pada bagian tengahnya (Backer 1965).

Buah bintaro berbentuk bulat dan berwarna hijau pucat sampai kemerahan. Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) yang terdiri dari tiga lapisan (Gambar 4) yaitu epikarp atau

eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa), dan

endocarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa). Biji yang terdapat di dalam endokarp terkadang menghasilkan dua biji berbentuk ellips atau oval dalam satu buah. Walapun berbentuk indah namun buah Bintaro tidak dapat dikonsumsi, karena mengandung zat yang bersifat racun terhadap manusia (Khanh 2001).

(a ) (b) (c)

Menurut Mulyani (2007), biji buah bintaro memiliki rasio berat biji per buah rata-rata 2.79 – 2.92%. Dinamakan Cerbera karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang

disebut “cerberin” yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian. Walaupun beracun, bijinya mengandung minyak yang cukup banyak (50-60%) dan berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel dengan melalui proses hidrolisis, ekstrasidandestilasi.

Gambar 2. Daun Bintaro

Gambar 3. Bunga bintaro

(23)

7

2.2

Minyak Bintaro

Minyak nabati atau plant oil adalah minyak yang diperoleh dari tanaman melalui proses ekstraksi dari biji, buah atau pun bagian lain dari suatu tanaman. Pure Plant Oil (PPO) didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh secara langsung baik dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak, minyak yang telah dimurnikan, maupun minyak kasar tanpa melibatkan modifikasi secara kimia. PPO disebut juga sebagai unmodified oil atau SVO (straight vegetable oil) (Hambali dkk 2008).

Seperti hal namanya, PPO dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung minyak, seperti kelapa (daging buah), kelapa sawit (buah), kedelai (biji), bunga matahari (biji), kacang tanah (biji), jagung (biji), kaliki (biji), dan sebagainya. Minyak dari tanaman tersebut berupa minyak kasar (crude oil), umumnya dapat digunakan untuk pengganti minyak tanah dan sejenisnya, melalui peralatan atau kompor yang dimodifikasi (Reksowardojo 2008).

Menurut Edi (2011), biji bintaro mengandung lemak/minyak sebesar 46% - 64%. Sementara itu, menurut Chang et al. (2000), biji bintaro mengandung minyak sekitar 54,33% dan berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Menurut Pranowo (2010), komposisi kulit, sabut, dan tista buah bintaro sebesar 94,76% dan komposisi biji adalah 5,24% biji basah atau hanya sebanyak 3,10% biji keringdari buah panen. Dalam Puspitasari (2010), komposisi asam – asam lemak penyusun minyak biji bintaro yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Asam – Asam Lemak Minyak Biji

Bintaro Jenis Asam Lemak Jumlah atom C Komposisi (%)

Palmitat C16 26,24

Oleat C18:1 47,78

Stearat C18 0,80

Miristat C14 0,59

Linoleat C18:2 4,10

Linolenat C18:3 1,11

Asetat C2 0,88

Buah bintaro berwarna hijau pada saat muda dan berubah menjadi merah kecoklatan pada saat tua, berbentuk bulat agak lonjong seperti mangga. Daging buah berupa serabut dan bergetah sedangkan biji dari buah tua berwarna putih yang ditutupi dengan kulit ari yang keras berwarna coklat gelap (Gambar 5). Minyak bintaro mempunyai sifat beracun (cerebrin) disamping kandungan asam lemak esensialnya yang sangat rendah (Heyne 1987). Hal ini menyebabkan minyak bintaro tidak dapat dipergunakan sebagai minyak pangan. Dengan demikian penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif merupakan pilihan yang cukup tepat, sehingga tidak menggangu siklus minyak pangan (Sunandar 2010).

(24)

8

2.3

Karakteristik Minyak Nabati

Agar minyak nabati dapat dijadikan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah, maka minyak nabati harus memiliki karaketristik yang hampir sama dengan minyak tanah. Salah satu karakteristik yang paling utama adalah angka viskositas. Minyak nabati memiliki angka viskositas yang sangat tinggi, sehingga pada pemakaiannya minyak nabati harus mengalami proses-proses tertentu untuk menurunkan angka viskositasnya. Angka viskositas ini mempengaruhi kemampuan naiknya minyak melalui sumbu untuk selanjutnya dapat terbakar. Sifat-sifat minyak nabati yang berhubungan langsung dengan daya kapilaritasnya diantaranya adalah densitas, viskositas, dan tegangan permukaan.

2.3.1 Densitas

Densitas atau rapat suatu zat adalah perbandingan massa dari volume satuan zat tersebut. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut Picknometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3.

2.3.2 Viskositas

Viskositas adalah ukuran ketahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi (Shreve, 1956). Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Viskometer Brookfield. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood, dan lain-lain. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer Brookfield. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental, maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akan mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.

2.3.3 Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan merupakan sifat dari cairan terhadap udara sehingga membuatnya bertindak seolah-olah dilapisi oleh selaput tipis. Molekul di dalam cairan saling berinteraksi satu sama lain dengan molekul-molekul lain dari segala sisi, sedangkan molekul di sepanjang permukaan hanya dipengaruhi oleh molekul yang berada di bawahnya.

(25)

9

Interaksi molekul dalam zat cair diseimbangkan oleh gaya tarik yang sama ke segala arah. Molekul pada permukaan cairan mengalami ketidakseimbangan gaya sehingga muncul energi bebas pada permukaan tersebut. Energi yang timbul pada antarmuka dua fluida tersebut disebut sebagai energi bebas permukaan. Jika salah satu fluida berupa gas dengan cairan maka yang terukur adalah tegangan permukaan. Jika permukaan yang diamati adalah antarmuka dua cairan maka yang terukur adalah tegangan antarmuka.

Suhu mempengaruhi nilai tegangan permukaan fluida. Umumnya ketika terjadi kenaikan suhu, nilai tegangan permukaan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ketika suhu meningkat, molekul cairan bergerak semakin cepat sehingga pengaruh interaksi antar molekul cairan berkurang. Akibatnya nilai tegangan permukaan juga mengalami penurunan.

2.3.4 Kapilaritas

Kapilarisasi adalah gejala naiknya suatu fluida yang disebabkan oleh gaya kohesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang sejenis, misalnya partikel minyak dengan partikel minyak, dan gaya adesi atau gaya tarik menarik antara partikel yang berbeda jenis misalnya partikel minyak dengan partikel lain (Fayala et al. 2004). Gaya kohesi merupakan gaya tarik-menarik antara molekul dalam zat yang sejenis, sedangkan gaya tarik-menarik antara molekul zat yang tidak sejenis dinamakan gaya adhesi. Misalnya kita tuangkan air dalam sebuah gelas. Kohesi terjadi ketika molekul air saling tarik-menarik, sedangkan adhesi terjadi ketika molekul air dan molekul gelas saling tarik menarik.

Ketika gaya kohesi molekul cairan lebih kuat daripada gaya adhesi (gaya tarik-menarik antara molekul cairan dengan molekul gelas) maka permukaan cairan akan membentuk lengkungan ke atas. Contoh untuk kasus ini adalah ketika air berada dalam gelas. Biasanya dikatakan bahwa air membasahi permukaan gelas. Sebaliknya apabila gaya adhesi lebih kuat maka permukaan cairan akan melengkung ke bawah. Contohnya ketika air raksa berada di dalam gelas.

Sudut yang dibentuk oleh lengkungan itu dinamakan sudut kontak (θ). Ketika gaya kohesi cairan lebih besar daripada adhesi, maka sudut kontak yang terbentuk umumnya lebih kecil dari 90o (Gambar 7a). Sebaliknya, apabila gaya adhesi lebih besar daripada gaya kohesi cairan, maka sudut kontak yang terbentuk lebih besar dari 90o (Gambar 7b). Gaya adhesi dan kohesi secara teoritis sulit dihitung, tetapi sudut kontak dapat diukur.

Gambar 7. Kohesi dan adhesi (a). kohesi, (b). adhesi (San 2009)

(26)

10

Setiap permukaan cairan terdapat tegangan permukaan. Apabila gaya kohesi cairan lebih besar dari gaya adhesi, maka permukaan cairan akan melengkung ke atas. Ketika kita memasukan tabung atau pipa tipis (pipa yang diameternya lebih kecil dari wadah), maka akan terbentuk bagian cairan yang lebih tinggi (Gambar 8). Dengan kata lain, cairan yang ada dalam wadah naik melalui kolom pipa tersebut. Hal ini disebabkan karena gaya tegangan permukaan total sepanjang dinding tabung bekerja ke atas. Ketinggian maksimum yang dapat dicapai cairan adalah ketika gaya tegangan permukaan sama atau setara dengan berat cairan yang berada dalam pipa. Jadi, cairan hanya mampu naik hingga ketinggian di mana gaya tegangan permukaan seimbang dengan berat cairan yang ada dalam pipa.

Sebaliknya, jika gaya adhesi lebih besar daripada gaya kohesi cairan, maka permukaan cairan akan melengkung ke bawah. Ketika kita memasukan tabung atau pipa tipis (pipa yang diameternya lebih kecil dari wadah), maka akan terbentuk bagian cairan yang lebih rendah (Gambar 9). Efek ini dikenal dengan julukan gerakan kapiler atau kapilaritas, dan pipa tipis tersebut dinamakan pipa kapiler.

2.3.5

Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan suatu angka yang menyatakan jumlah panas atau kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan udara atau oksigen (Susilo 2007). Dari bahan bakar yang ada dibakar, nilai kalor yang terkandung akan diubah menjadi energi panas. Derajat kejenuhan minyak dipengaruhi besar kecilnya energi yang dihasilkan oleh minyak. Nilai kalor yang dihasilkan pada pembakaran minyak yang mengandung asam lemak jenuh lebih besar dari pada minyak yang banyak mengandung asam tidak jenuh (Argeros et al 1998).

Nilai kalor diukur dengan cara membakar sejumlah minyak menggunakan bomb kalorimeter (ASTM 1980). Untuk menghitung nilai kalor atas dapat menggunakan rumus:

...(1)

: Nilai Kalor

: Nilai ekivalen air (592.5 g)

: Panas Jenis air (1 cal/g.K = 4.186 J/goC)

: Massa air (gram) : Massa bahan (gram) : Suhu akhir air (0C) : Suhu Awal Air (0C)

(27)

11

2.4

Kompor Sumbu

2.4.1 Karakteristik Kompor Sumbu

Ada 3 faktor yang dapat dipertimbangkan didalam pemilihan kompor minyak tanah bersumbu, yaitu keselamatan (safety), daya, dan efisiensi. Namun di Indonesia banyak para pembeli kompor yang kurang memperhatikan ketiga faktor di atas, karena tidak adanya data-data dari produsen kompor dan karena ketidaktahuan antara kedua belah pihak.

Romp (1937) menyatakan bahwa kompor sumbu sudah ada sejak tahun 1916. Beberapa rancangan kompor pada dasarnya digolongkan menjadi dua tipe, yaitu kompor sumbu (wick burner) dan kompor bertekanan (pressure burner). Kompor minyak tanah bersumbu struktur rangkanya terbuat dari logam (metal) sedangkan sumbunya rata-rata terbuat dari benang.

Kompor sumbu digolongkan menjadi 2, yaitu:

1. Bersumbu tunggal berbentuk melingkar, biasanya sumbu terbuat dari asbes. (Gambar 10).

.

2. Bersumbu banyak (multi-wick) dengan sumbu model lingkaran (round wick) atau sumbu datar (flat wick), dengan bahan sumbu terbuat dari benang yang dipintal. (Gambar 11).

Secara keseluruhan bahwa kompor sumbu berpotensi untuk digunakan di negara-negara berkembang, karena mudah dipelihara, harganya relative rendah, dan bisa dikembangkan oleh industri skala kecil (Sulilatu 1988 & Sangen 1988 dalam Raffaella 2010 ). Jarak antara sarangan dalam dan sarangan luar lebih kecil dari pada ketebalan sumbu, jaraknya sekitar 12 mm. tinggi silinder sarangan kompor sekitar 10 cm (Raffaella 2010).

Pada dasarnya sebuah kompor terdiri dari elemen-elemen utama, yaitu: fasilitas penyimpanan bahan bakar, sistem transportasi bahan bakar, ruang atau fasilitas pembakaran (termasuk sarangan dalam, sarangan luar, kubung), mekanisme pengatur nyala api, dan penyangga panci (beban masak) (Gambar 12).

Gambar 10. Kompor sumbu tunggal dan bentuk sumbunya

(28)

12

2.4.2 Bagian-Bagian Kompor Minyak Tanah Bersumbu

Fungsi dari masing-masing bagian diatas adalah:

1. Tangki, yaitu berupa bejana untuk menampung bahan bakar yang dipergunakan untuk pembakaran.

2. Kubung atau selubung sarangan (heat-shield), yaitu sebuah tabung logam yang tidak mempunyai tutup atas dan bawah yang dipasang konsentris dengan sarangan. Pada sisi bagian atasnya dapat berbentuk menyudut (miring, cekung, ataupun cembung) dimana fungsinya sebagai penyekat panas yang hilang karena konveksi ataupun radiasi, mempertahankan temperatur kompor agar tetap tinggi dan mengurangi pengaruh tiupan udara dari luar agar nyala api tetap stabil.

Gambar 13. Bagian-bagian kompor bersumbu tunggal

1

2

3

4

5

6

7

8

(29)

13

3. Kran pengatur bahan bakar, berupa kran yang berfungsi untuk mengatur laju bahan

bakar yang akan dibakar diruang bakar.

4. Sarangan luar, Sebuah tabung logam terbuka tanpa tutup dengan lubang pada dindingnya yang berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan udara untuk pembakaran dan dipasang konsentris dengan sarangan dalam.

5. Sarangan dalam, adalah sebuah tabung dengan bagian atas tertutup . sedangkan pada dindingnya terdapat lubang-lubang kecil sebagai tempat laluan udara untuk menyuplai kebutuhan udara pembakaran.

6. Penyangga panci, merupakan komponen yang berfungsi sebagai dudukan panci atau peralatan yang digunakan untuk memasak.

7. Sumbu, yaitu tenunan benang kapas yang dapat berbentuk dalam berbagai macam, diantaranya berbentuk bulat dan mempunyai efek kapiler yang berfungsi sebagai penyalur minyak ke ruang bakar.

8. Ruang bakar, yaitu ruang dimana minyak dibakar dengan bantuan oksigen yang berasal dari udara luar. Nyala api biru menandakan bahwa reaksi pembakaran yang terjadi adalah optimum. Hal ini terjadi apabila reaksi kimia antara minyak dengan oksigen mempunyai komposisi yang optimum (reaksi stoikiometri) pada temperatur pembakaran tertentu yang sangat tinggi. Nyala api merah menandakan pembakaran tidak sempurna yang kemungkinan disebabkan oleh adanya sebagian uap minyak yang tidak terbakar. Hal ini merupakan pemborosan serta akan menimbulkan jelaga serta polusi yang mencemari udara.

2.4.3 Prinsip dan Cara Kerja Kompor Standar

Kompor standar hanya memiliki satu sumbu ini berbahan bakar minyak tanah, namun kompor ini akan diuji menggunakan minyak bintaro sebagai pembanding dalam unjuk kerja kedua bahan bakar tersebut.

Untuk menghidupkan kompor tersebut, mula-mula di isi bahan bakar terlebih dahulu pada tangkinya, kemudian kran untuk pemasukan minyak dibuka secara berlahan agar bahan bakar dapat meresap ke sumbu dan menghasilkan api yang sempurna. Pada saat api telah menyala, udara sekitar ditarik melalui lubang-lubang laluan udara pada sarangan dalam maupun sarangan luar ke dalam ruang pembakaran. Di dalam ruang pembakaran ini udara bereaksi dengan uap bahan bakar yang terbakar peristiwa ini ditunjukkan pada Gambar 14. Jika kran dibuka sampai bukaan yang maksimal, maka volume bahan bakar yang masuk ke tempat sumbu akan semakin banyak, hal ini menyebabkan akan semakin banyak uap bahan bakar yang terbentuk di ruang bakar. Hal ini menyebabkan api yang terbentuk akan semakin besar.

(30)

14

2.4.4 Reaksi Pembakaran

Proses pembakaran dapat didefinisikan sebagai proses atau reaksi secara kimiawi dari unsur oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar (reaksi oksidasi) yang berlangsung secara cepat pada suhu dan tekanan tertentu. Pada reaksi oksidasi yang berlangsung cepat yang dihasilkan sejumlah energi electromagnetik (cahaya), energi panas dan energi mekanik (suara). Bahan bakar (fuel) merupakan segala substansi yang melepaskan panas ketika dioksidasi dan secara umum mengandung unsur-unsur karbon (C), hydrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur (S). sementara oksidator adalah segala substansi yang mengandung oksigen (misalnya udara) yang akan bereaksi dengan bahan bakar (fuel). Pada semua jenis pembakaran, kondisi campuran udara dan bahan bakar merupakan faktor utama yang harus diperhatikan untuk mendapatkan campuran yang

combustible. Pada reaksi pembakaran, oksidasi pada unsur-unsur yang dapat terbakar dari bahan bakar menghasilkan pembebasan energi yang tergantung pada produk pembakaran yang terbentuk.

Dalam proses pembakaran fenomena-fenomena yang terjadi antara lain interaksi proses-proses kimia dan fisika, proses perpindahan panas, proses perpindahan massa, dan gerakan fluida. Seperti telah diuraikan sebelumnya, proses pembakaran akan terjadi jika unsur-unsur bahan bakar teroksidasi. Proses ini akan menghasilkan panas sehingga akan disebut sebagai proses oksidasi eksotermis. Jika oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran diperoleh dari udara, dimana udara yang umumnya tersusun atas 21% oksigen dan 79% nitrogen (dalam %volume) atau 23.15% oksigen dan 76.85% nitrogen (dalam %massa), maka reaksi stoikiometrik pembakaran hidrokarbon murni CmHn dapat ditulis dengan persamaan:

Persamaan ini telah disederhanakan karena cukup sulit untuk memastikan proses pembakaran yang sempurna dengan rasio ekivalen yang tepat dari udara. Jika terjadi pembakaran tidak sempurna, maka hasil persamaan di atas CO2 dan H2O tidak akan terjadi, akan tetapi terbentuk hasil oksidasi parsial berupa CO, CO2, dan H2O, juga sering terbentuk hidrokarbon tak jenuh, formaldehida, dan kadang-kadang didapatkan juga unsur karbon.

Pada temperatur yang sangat tinggi, gas-gas pecah atau terdisosiasi menjadi gas-gas yang tak sederhana, dan molekul-molekul dari gas dasar akan terpecah menjadi atom-atom yang membutuhkan

(31)

15

panas dan menyebabkan kenaikan temperatur. Reaksi akan bersifat endotermik dan disosiasi tergantung pada temperatur dan waktu kontak.

2.4.5 Pengaruh Udara Pembakaran

Pembakaran membutuhkan udara sebagai pengoksidasi bahan bakar, unsur utama yang diperlukan adalah oksigen. Oksigen murni hanya digunakan pada proses-proses khusus seperti proses pengelasan dan pemotongan logam. Pada proses pembakaran oksigen berasal dari udara. Secara umum komposisi udara seperti tabel 5.

Tabel 5. Komposisi udara

Komponen Fraksi mol

Nitrogen 78.08

Oksigen 20.98

Argon 0.93

Karbondioksida 0.03

Neon, helium, metana, dan unsur lain 0.01

Komposisi diatas dapat kita sederhanakan sehingga komposisi udara menjadi 21% oksigen dan 79% nitrogen. Dengan pendekatan ini perbandingan mol nitrogen terhadap oksigen adalah 3.76, artinya untuk sekian jumlah tertentu udara pembakaran terdiri dari 1 mol oksigen dan 3.76 mol nitrogen.

Perbandingan campuran bahan bakar dan udara memegang peranan yang penting dalam menentukan hasil proses pembakaran itu sendiri yang secara langsung mempengaruhi reaksi pembakaran yang terjadi serta hasil keluaran (produk) proses pembakaran. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung rasio campuran bahan bakar dan udara antara lain AFR (Air-Fuel-Rasio), FAR (Fuel-Air-Rasio), dan Rasio Ekivalen (ɸ) (Firmansyah 2008).

Dalam proses pembakaran sulit untuk mendapatkan pencampuran yang memuaskan antara bahan bakar dengan udara pada proses pembakaran aktual. Udara perlu diberikan dalam jumlah berlebih untuk memastikan terjadinya pembakaran secara sempurna seluruh bahan bakar yang ada.

Udara lebih (excess air) didefinisikan sebagai udara yang diberikan untuk pembakaran dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah teoritis yang dibutuhkan bahan bakar. Walau demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Tidak seluruh bahan bakar diubah menjadi panas dan diserap oleh peralatan pembangkit. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO2 (Firmansyah 2008).

2.4.6 Daya Kompor

(32)

16

...(2)

Dimana:

mf = konsumsi bahan bakar selama pengukuran (kg) E = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg)

t = waktu pengukuran (dtk)

2.5

Pindah Panas pada Sistem Kompor

Perpindahan panas yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada keadaan mantap (steady state), kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding tungku dan melalui saluran udara dan gas hasil pembakaran. Sedangkan untuk gabungan aliran kalor konduksi dan konveksi dinyatakan dalam koefisien pindah panas menyeluruh (Holman 1981). Menurut Arnold (1978) dalam Djatmiko (1986) untuk mengurangi kehilangan panas pada tungku atau kompor dapat dilakukan dengan memberi insulasi pada tungku atau kompor, mengatur lubang pemasukan udara dan penyempurnaan pembakaran, aliran udara dikonsentrasikan ke lubang dapur, desain pengeluaran (cerobong) yang sesuai untuk pengeluaran udara, pemakaian alat masak yang mengurangi kebocoran dan kehilangan panas.

Pada keadaan mantap, kehilangan panas dari hasil pembakaran terjadi melalui permukaan dinding tungku secara konveksi dan radiasi. Perpindahan panas secara konveksi berdasarkan hukum Newton dapat dihitung menggunakan persamaan (3).

...(3)

Pada perpindahan panas terdapat tahanan termal (thermal resistance) yang disebabkan karena lapisan yang berlapis. Tahanan termal (thermal resistance) dari sebuah medium tergantung pada bentuk benda dan karakter panas dari benda tersebut. Tahanan termal secara konveksi mempunyai persamaan sebagai berikut:

...(4)

Dimana:

...(5)

Maka laju pindah panasnya menjadi:

...(6)

Pada sebuah silinder yang mempunyai diameter dalam, diameter luar, tinggi, dan konduktifitas panas di susun sebuah persamaan dibawah ini:

...(7)

Dimana:

...(8)

Untuk menghitung pindah panas pada bidang silinder yang memiliki ruang dibagian tengahnya, maka persamaannya menjadi:

...(9)

Dimana adalah tahanan pindah panas, menjadi:

(33)

17

Lebih lanjut bahwa aliran kalor antara suatu permukaan dengan udara luar merupakan penjumlahan aliran kalor konveksi, kalor konduksi, dan aliran kalor radiasi sehingga persamaan menjadi:

...(11)

Cengel dan Turner (2001) menyatakan bahwa besarnya koefisien pindah panas konveksi (h) untuk bidang berbentuk silider tegak (vertical) didekati dengan:

...(12)

...(13)

...(14)

...(15)

...(16)

...(17)

Dimana:

= laju pindah panas pembakaran (W) = diameter silinder sarangan kompor (m) = bilangan Nusselt

= konduktifitas termal (W/m0C)

= diameter luar silinder sarangan kompor(m) = diameter dalam silinder sarangan kompor (m) = luas silinder sarangan kompor (m2)

= suhu ruang pembakaran (0C) = koefisien ekspansi termal (1/K) = koefisien pindah panas (W/m2 0C) = percepatan grafitasi (m2/s) = bilangan Grashof

= tahanan panas (0C/W) = dimensi karakteristik (m) = kecepatan kinetic fluida (m2/s) = biangan Prandtl

= suhu film (0K)

(34)

18

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Wageningan.

3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak bintaro, minyak tanah, sumbu kompor minyak, dan air.

3.2.2 Alat

Piknometer, viskometer brookfield, piknometer 10 ml, pencatat waktu digital, penangas air, termometer, timbangan digital, timbangan analitik, alat-alat gelas kimia, tiang statif, gelas kimia 500 ml dan 250 ml, kompor sumbu tunggal, termokopel, pencatat suhu, kalorimeter bomb, dan penggaris.

3.3

Prosedur Penelitian

(35)

19

Persiapan bahan baku

Pengujian sifat termofisik

Modifikasi desain kompor sumbu

Analisis data

Selesai Pengujian kompor:

- Uji temperatur api - Uji daya

- Uji pemanasan air Uji kapilaritas sumbu

[image:35.595.174.433.110.479.2]

Viskositas Densitas Nilai kalor

(36)

20

3.3.1 Persiapan Minyak Bintaro

Persiapan bahan untuk ekstraksi minyak meliputi sortasi (pemilihan buah bintaro yang layak untuk dijadikan minyak), pemisahan biji buah dengan serat dan kulit buah, pengeringan biji buah pada suhu 55 °C. Biji diletakkan pada layer-layer bertingkat dalam ruang/oven yang dialiri udara panas. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat di dalam biji.

Menurut Norris (1982), minyak yang diperoleh dengan pengempaan mekanis dipengaruhi oleh kandungan air, metode pemanasan, dan komposisi kimia biji. Menurut Hartanti (1995), pengeringan dimaksudkan untuk memudahkan pengeluaran minyak pada waktu ekstraksi sehingga waktu ekstraksi menjadi lebih singkat. Dengan adanya pemanasan, butiran – butiran lemak minyak dapat membentuk butiran – butiran yang lebih besar dan protein yang mengikat lemak akan terkoagulasi sehingga butiran ini akan lebih mudah keluar dari biji. Pemanasan juga dapat menurunkan afinitas minyak terhadap permukaan biji, sehingga minyak dapat diekstrak dengan pengepresan. Menurut Swern (1979), pemanasan dapat memberikan sifat plastis biji, mengurangi kelarutan fosfatida, destruksi kapang dan bakteri, serta dapat meningkatkan fluiditas minyak. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu yang tinggi akan menurunkan mutu organoleptik minyak. Suhu oven yang digunakan pada penelitian ini adalah 55 °C.

Pengepresan biji bisa dilakukan dengan dua macam mesin pres, yaitu: alat hotpress

hidrolik manual dan alat press ekstruder (sistem ulir). Alat hotpress hidrolik memerlukan energi listrik ±1000 watt. Pada saat pengepresan dengan alat hotpress hidrolik, suhu pengepresan dipertahankan 80 0C, hal ini bertujuan untuk membantu meningkatkan rendemen minyak. Minyak yang keluar dari mesin pres berwarna kuning tua karena mengandung kotoran

Pengupasan

Pengeringan biji pada suhu 550

Pengecilan ukuran biji bintaro

Pengpresan biji bintaro

Degumming

Biji Bintaro

Biji buah kering

[image:36.595.245.392.89.384.2]

Minyak biji bintaro

(37)

21

dari kulit dan senyawa kimia seperti: alkanoid, fosfatida, karotenoid, khlorofil, dan lain-lain. Proses selanjutnya adalah pemisahan getah (degumming terhadap minyak bintaro yang dihasilkan oleh mesin).

Degumming minyak merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdir dari fosfatida, protein, karbohidrat, residu, air, dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Proses degumming dilakukan dengan memanaskan minyak di dalam labu pemisah mencapai suhu 80 0C. Air panas suhu 95-100 0C dan larutan asam fosfat (H3PO4) 20% sebanyak 0,2-0,3% (v/b), kemudian dicampurkan ke dalam minyak dan dilakukan pengadukan secara konstan selama 15 menit. Selanjutnya didiamkan hingga terjadi perubahan dengan munculnya warna hitam diantara lapisan minyak dan air (warna hitam ini disebut gum). Setelah terbentuk gum diantara lapisan minyak dan air, kemudian air dan gum dibuang selanjutnya lakukan water washing dengan menambahkan air panas. Water washing dilakukan berulang-ulang sampai dengan air buangan mencapai pH netral dan gum tersebut hilang.

3.3.2 Penelitian Pendahuluan

Pengujian termofisik meliputi densitas, viskositas, dan kapilarisasi minyak nabati. Pengujian termofisik minyak dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Densitas (ASTM D-1298)

Densitas merupakan perbandingan berat suatu sampel dengan volumenya pada suhu pengujiannya.

Prosedur :

Piknometer 10 ml ditimbang bobot kosongnya, kemudian sampel yang akan diuji masukkan ke dalam piknometer hingga tanda batas. Selanjutnya piknometer didiamkan selama 1 jam dalam

waterbath pada suhu 30, 50, dan 70oC, kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik. Pengukuran dilakukan menggunakan 3 kali ulangan. Densitas minyak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

...(8)

dimana :

ρt = densitas (g/ml)

mi = masa piknometer dan sampel (g) mo = masa piknometer kosong (g) vt = volume piknometer (ml)

2. Viskositas Metode Brookfield (AOAC 1995)

Viskositas bahan bakar diartikan sebagai ukuran ketahanan bahan bakar untuk mengalir. Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Viskometer Brookfield.

Prosedur :

(38)

22

penekan jarum ditekan, kemudian dibaca angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut (A). Pada Gambar 10 dapat dilihat proses pengujian viskositas dengan menggunakan viskometerBrookfield. Rumus viskositas adalah sebagai berikut.

... ...(18)

3. Uji Kapilaritas Sumbu

Uji daya kapilarisasi dilakukan dengan menggunakan sumbu kompor yang dijahit diujungnya agar dapat menyatu dan berbentuk bulat. Kemudian dibuat kaitan untuk menggantung sumbu dengan tiang statif, sumbu tersebut di masukkan ke dalam kolom kaca yang berisikan minyak bintaro. Sumbu setinggi 0.5 cm tercelup dalam 250 ml minyak ditempatkan dalam gelas kimia berukuran 1000 ml. Sumbu diberi ukuran atau skala dari 0.5 sampai 2 cm dan pencatatan waktu dilakukan untuk setiap kenaikan minyak 0.5 cm. Percobaan dilakukan pada tiga titik suhu, yaitu 30, 50, dan 70oC, dengan tiga kali pengulangan (Sunandar 2010).

3.3.3 Penelitian Utama 1.Pengujian Kompor

a. Pengujian temperatur api

Pengujian temperatur api bertujuan untuk menentukan temperatur optimum dari profil api biru.

Prosedur:

1. Kompor dinyalakan untuk pemanasan awal pada bukaan katup tertentu yang bisa menghasilkan api biru atau api terbaik yang mendekati api biru, pemanasan awal dilakukan dalam waktu 10 sampai 15 menit hingga nyala api stabil.

2. Apabila nyala api yang stabil sudah dicapai, dilakukan pengukuran temperatur api dengan termokopel pada titik-titik tertentu secara bersamaan, yaitu:

- Termokopel diletakkan diatas kompor pada ketinggian 2cm dan dilakukan

pengukuran temperatur.

- Termokopel dinaikkan terus tiap ketinggian 2 cm, hingga mencapai ketinggian 18 cm dan pada tiap-tiap ketinggian dilakukan pengukuran temperatur.

3. Langkah no(1) dan no(2) dilakukan untuk beberapa bukaan katup yang mampu menghasilkan nyala api biru atau nyala api terbaik yang mendekati api biru.

4. Temperatur optimum tertinggi dari beberapa ketinggian pada api yang dihasilkan kompor kemudian kita gunakan sebagai acuan dalam pengujian daya kompor dan pengujian efisiensi.

(39)

23

Tabel 6. Contoh tabel data pengujian temperatur api

Tangal :

Jenis kompor :

Jenis bahan bakar :

Bukaan Tinggi Temperatur

termokopel Rata-Rata Katup (derajat) Pengukuran

(mm) 1 2

20

40

45 60

80

100

120

b. Pelaksanaan uji daya

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan tingkat daya kompor, yaitu konsumsi bahan bakar tiap satuan waktu. Pengujian daya dilakukan pada bukaan katup bahan bakar dengan temperatur api tertinggi. Variabel yang dicari dalam pengujian daya yaitu massa bahan bakar yang terbakar dalam 30 menit.

Prosedur:

1. Mengukur temperatur ruangan dan temperatur awal bahan bakar. 2. Menimbang berat kompor dalam keadaan kosong

3. Menimbang berat kompor dalam keadaan terisi bahan bakar

4. Kompor dinyalakan dengan bukaan katup yang telah ditentukan selama ±5 menit, hal ini untuk pemanasan awal sampai mencapai api biru yang stabil

5. Timbang diatur ulang dan stopwatch dinyalakan

6. Setelah mencapai 30 menit, timbangan diatur ulang, dan berat setelah diatur ulang ini digunakan sebagai pengganti berat minyak terpakai.

7. Timbangan diatur ulang tiap 30 menit dan mencatat berat minyak terpakai dan temperatur bahan bakar, dilakukan sampai lima kali pengambilan data.

8. Berat pengatur ulang (berat minyak terpakai) ditimbang dengan timbangan digital.

(40)

24

Tabel 7. Contoh tabel pengujian daya kompor

Tanggal Uji : Temperatur Awal Minyak : Jenis Kompor : Temperatur Ruang : Jenis Bahan Bakar : Nilai Kalor Bawah :

Percobaan Waktu (Menit)

Temperatur

Minyak Berat Minyak Terpakai (gram)

Daya (kilo watt) Minyak Ruang

1 30

2 30

3 30

4 30

5 30

Rata-Rata

c. Pemilihan diameter panci/bejana

Panci digunakan untuk pengujian efisiensi. Panci yang digunakan adalah panci masak yang banyak dijual dipasaran. Penentuan/pemilihan diameter panci dapat dilakukan setelah melakukan pengujian daya kompor. Panci ditentukan sesuai dengan daya kompor yang telah ditentukan.

d. Uji coba pemanasan air kompor sumbu

Uji coba pemanasan air pada kompor sumbu termodifikasi ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar yang terpakai yang dibutuhkan untuk memanaskan air hingga mendidih dengan menggunakan kompor sumbu termodifikasi berbahan bakar minyak bintaro. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali percobaan pada kompor yang diuji. Seperti halnya pada pengujian daya, uji coba pemanasan air ini juga dilakukan pada bukaan katup bahan bakar yang menghasilkan api terbaik dengan temperatur tertinggi.

Prosedur:

1. Mencatat temperatur awal air, bahan bakar, dan temperatur ruangan. 2. Menimbang panci kosong beserta tutupnya.

3. Menimbang berat awal panci yang sudah terisi air sebanyak 2200 ml yang telah dipasang termometer.

4. Kompor yang telah berisi minyak dan telah dipasang termometer diletakkan di atas timbangan duduk. Kemudian dinyalakan untuk pemanasan awal sampai mencapai api yang stabil.

5. Kompor dengan api yang stabil timbangan diatur ulang, kemudian panci yang sudah terisi air dan telah dipasang termometer diletakkan di atas kompor. Bersamaan dengan itu stopwatch dinyalakan dan pengukuran dimulai.

(41)

25

7. Termokopel lalu dihubungkan dengan pencatat suhu jenis hybrid recorder

Yokogawa.

8. Amati dan catat secara periodik setiap 3 menit sampai air mendidih pertama kali.

9. Mengamati dan mencatat waktu saat pertama kali air mendidih.

10. Setelah air mendidih, kompor dimatikan dan dilakukan pengukuran bahan bakar dan uap air yang terpakai.

- Pengukuran bahan bakar yang terpakai yaitu dengan mengangkat panci dari

atas kompor kemudian timbangan diatur ulang. Berat yang terbaca setelah diatur ulang merupakan berat dari konsumsi bahan bakar yang terpakai. - Pengukuran berat uap yang tepakai yaitu dengan menimbang panci beserta

termometer. Kemudian selisih antara berat panci setelah pengujian dengan berat awal panci merupakan berat uap yang hilang.

Data yang diperoleh dari langkah-langkah diatas dicatat dalam suatu tabel. Berikut adalah contoh tabel yang digunakan dalam uji coba pemanasan air.

Tabel 8. Contoh tabel pengujian pemanasan air

Tanggal Uji Percobaan Percobaan

Waktu TA TM TR Waktu TA TM TR

TA = Temperatur Air 0 0

TM = Temperatur Minyak 3 3

TR = Temperatur Ruang 6 6

Massa panci = 9 9

Ukuran Panci = 12 12

Massa panci + Air +Termokopel = 15 15

Jenis Kompor = 18 18

Jenis Bahan Bakar = 21 21

24 24

27 27

30 30

33 33

36 36

Waktu Pendidihan Awal

Massa Uap (gram)

Massa Minyak terpakai (gram)

Effisiensi (%)

T1 T4

T2

T3

T6

(42)

26

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Proses Produksi Minyak Bintaro Kasar (Crude)

Buah bintaro memiliki bentuk bulat dan berwarna hijau (Gambar 17a) dan ketika tua akan berwarna merah (Gambar 17b). Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) yang terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesocarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa) seperti tampak pada Gambar 17c dan endocarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa) seperti tampak pada Gambar 17d. Biji yang terdapat di dalam endokarp terdiri dari satu sampai dua biji berbentuk ellips atau oval dalam satu buah. Walapun memiliki bentuk indah namun buah Bintaro tidak dapat dikonsumsi, karena mengandung zat yang bersifat racun (cerberin) terhadap manusia (Khanh 2001).

(a)

(b)

(b)

(c) (d) [image:42.595.172.429.281.506.2]

Proses produksi minyak bintaro kasar diawali dengan proses pengupasan buah sampai penyaringan seperti dijelaskan pada Gambar 18. Bintaro yang dapat dijadikan minyak harus yang sudah tua yang memiliki warna merah. Bintaro yang sudah jatuh ke tanah dapat juga diolah meskipun kulit luarnya sudah berwarna cokelat. Proses pengupasan dilakukan dengan membelah buah bintaro menjadi dua bagian. Bintaro memiliki kulit yang tebal dan berserat. Maka perlu bantuan golok untuk membelahnya menjadi dua bagian.pada bagian tengah buah terdapat biji bintaro yang masih terlapisi cangkang. Untuk menghilangkan cangkang, cukup dengan bantuan pisau dan dicungkil bijinya keluar. Biji bintaro yang baru dicungkil dan belum dikeringkan akan berwarna putih (Gambar 19).

(43)

27

Untuk menurunkan kadar air biji dan mempermudah proses pemisahan minyak, biji dikeringkan pada terlebih dahulu. Pengeringan juga memudahkan proses pemecahan biji. Menurut Norris (1982), minyak yang diperoleh dengan pengempaan mekanis dipengaruhi oleh kandungan air, metode pemanasan, dan komposisi kimia biji. Menurut Swern (1979), pemanasan dapat memberikan sifat plastis biji, mengurangi kelarutan fosfatida, destruksi kapang dan bakteri, serta dapat meningkatkan fluiditas minyak. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu yang tinggi akan menurunkan mutu organoleptik minyak. Suhu oven yang digunakan pada penelitian ini adalah 55 °C. Suhu tersebut didasarkan atas pernyataan oleh Whiteleyet al (1949) bahwa suhu yang baik untuk ekstraksi minyak secara mekanis adalah 50 – 60 °C, karena pada suhu tersebut lemak sudah mencair sekaligus dapat menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel dan memecahkan emulsi protein dengan lemak. [image:43.595.252.329.84.226.2]

Biji bintaro dikeringkan di dalam rumah kaca selama1-2 minggu, tergantung kondisi matahari. Setelah 1-2 minggu di dalam rumah kaca, pengeringan dilanjutkan dengan menggunakan oven pengering (Gambar 20a). Biji bintaro diletakkan pada layer-layer bertingkat pada ruang oven dan dilaliri udara panas. Suhu udara panas yang dikenakan pada biji bintaro 55 0C. Pengeringan menggunakan alat ini selama satu hari, dan biji bintaro akan berwarna putih kehitaman (Gambar 20b). Kadar air akhir biji bintaro setelah pengeringan sebesar 9%.

Gambar 19. Biji bintaro Pengupasan

Pengeringan

Pengepresan

Degumming

[image:43.595.237.353.248.366.2]

Penggilingan

(44)

28

(a) (b)

Proses pengempaan minyak dengan menggunakan alat kempa tipe hotpress hidrolik (Gambar 21b). Alat kempa dilengkapi dengan pemanas (hotpress) pada bagian yang bersentuhan dengan biji. Suhu yang digunakan dipertahankan 75 0C selama proses pengepresan. Tujuan pemanasan agar minya

Gambar

Gambar 15. Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 16. Diagram alir tahapan pembuatan minyak bintaro
Gambar 17. Buah bintaro (a) buah bintaro muda (b) buah bintaro tua (c)  mesokarp (d) endocarp
Gambar 19. Biji bintaro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang diharapkan adalah untuk mendapatkan suatu desain dan sebuah instalasi kompor dengan bahan bakar biogas sampah organik sehingga dapat menggantikan kompor minyak..

Bintaro ( Cerbera manghas L.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Ekstraksi minyak ini menghasilkan daging buah bintaro dan bungkil biji yang

Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian tentang penggunaan bahan bakar bensin premium, pertamax, dan pertamax plus untuk meneliti daya dan torsi yang dihasilkan,

Rancang Bangun Kompor Berbahan Bakar Campuran Minyak Jelantah dan Solar dengan Metode Atomisasi dan Preheating Bahan Bakar.. (Analisa Air Fuel Ratio (AFR) terhadap Nyala

Limbah industri kayu olahan berpotensi dijadikan sumber energi alternatif pada kompor gasifikasi untuk memenuhi kebutuhan memasak pada sektor rumah tangga.. Penelitian

startup lebih lama yaitu mencapai 6.38 menit jika dibandingkan dengan kompor berdiameter 12 cm yang hanya 4.48 menit, sedangkan tinggi ruang bakar kompor tidak

Performansi kompor dapat diketahui dengan melakukan beberapa pengujian antara lain: lama penyalaan, tekanan minimal, waktu operasi, laju konsumsi bahan bakar, panas

1) Untuk kompor gas-biomassa dengan bahan bakar pellet dari limbah bagas tebu, emisi rata-rata gas CO yang dihasilkan dari setiap pengujian bervariasi dari 16,33