• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pertumbuhan pengeluaran publik dengan pendekatan fungsi logistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pertumbuhan pengeluaran publik dengan pendekatan fungsi logistik"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PERTUMBUHAN PENGELUARAN PUBLIK

DENGAN PENDEKATAN FUNGSI LOGISTIK

SOFYAN ZUHRI

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

SOFYAN ZUHRI. Model Pertumbuhan Pengeluaran Publik dengan Pendekatan Fungsi Logistik. Dibimbing oleh ALI KUSNANTO dan ENDAR HASAFAH NUGRAHANI.

Pertumbuhan ekonomi pemerintah semakin besar dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terlihat dari peningkatan rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional (G/Y). Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan tingkat G/Y atau pengeluaran publik perkapita. Antara lain adalah Hukum Wagner dan Pendugaan Pigou.

(3)

ABSTRACT

SOFYAN ZUHRI. Growth Model of Public Expenditure with Logistic Function Approach. Supervised by ALI KUSNANTO and ENDAR HASAFAH NUGRAHANI.

Economic growth can be detected from increasing ratio between public expenditure with national income. Some theories can be applied to explain this ratio level as well as public expenditure per capita, i.e. Wagner’s Law and Pigou’s Conjecture.

(4)

MODEL PERTUMBUHAN PENGELUARAN PUBLIK

DENGAN PENDEKATAN FUNGSI LOGISTIK

SOFYAN ZUHRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul

Skripsi : Model Pertumbuhan Pengeluaran Publik dengan Pendekatan

Fungsi Logistik

Nama

: Sofyan Zuhri

NIM :

G54060382

Menyetujui

Tanggal Lulus:

Pembimbing I,

Drs. Ali Kusnanto, M.Si.

NIP. 19650820 199003 1 001

Pembimbing II,

Dr. Ir. Endar Hasafah Nugrahani, MS.

NIP. 19631228 198903 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas berkat, rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Berbagai kendala dialami oleh penulis sehingga banyak sekali orang yang membantu dan berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sang pencipta, Tuhan semesta alam Allah SWT, atas maha karya-Nya yaitu bumi yang sempurna ini;

2. Keluarga tercinta: bapak dan ibu, ibu sebagai pemberi motivasi dan bapak sebagai sumber inspirasi, untuk adik dan kakak-kakak yang selalu memberikan semangat dan doa. 3. Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan

pikiran dalam membimbing, memberi motivasi, semangat dan doa;

4. Dr. Ir. Endar Hasafah Nugrahani, MS. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmu, kritik dan saran, motivasi serta doanya;

5. Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu, saran dan doanya;

6. Semua dosen Departemen Matematika, terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan; 7. Staf Departemen Matematika: Bapak Yono, Bapak Hery, Bapak Deni, Ibu Ade, Bapak Epul,

Bapak Bono dan Ibu Susi atas semangat dan doanya;

8. Sahabat yang selalu memberi semangat: Nia, Apri, Wira, Tami, Arum, Bayu, Adi, Fardan, Dandi, Slamet, dan Supri;

9. Sahabat terbaik yang selalu memberi inspirasi: Yori, Rio, Bayu, Bian, Aan, Dityo, Andre; 10. Keluarga UNO yang selalu mendukung dan mendoakan;

11. Semua teman Matematika 42 yang selalu menjadi contoh yang baik; 12. Semua teman Matematika 43 yang selalu menjadi bagian dari keluarga; 13. Semua teman Matematika 44 yang selalu mendukung agar terus berkembang; 14. Perkumpulan perpustakaan: Ricken, Agnes, Ryu, Peny;

15. Teman satu pembimbing: Arum dan Ace;

16. Gumatika yang telah mengasah pribadi ini menjadi pribadi yang tangguh; 17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 1988 sebagai anak keempat dari lima bersaudara, anak dari pasangan Tamin dan Lailah.

Pada tahun 2000 penulis lulus dari MI Al-Wathoniyah 1 Jakarta kemudian tahun 2003 lulus dari MTs Al-Wathoniyah 1 Jakarta. Tahun 2006 penulis lulus dari SMAN 71 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun 2007, penulis memilih Mayor Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan minor komunikasi.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

II LANDASAN TEORI 2.1 Beberapa Definisi Ekonomi ... 2

2.2 Teknik Pengintegralan Fraksi Parsial ... 2

2.3 Persamaan Diferensial ... 3

2.4 Persamaan Logistik ... 3

III PEMBAHASAN 3.1 Model Pertumbuhan Wagner ... 4

3.2 Dugaan Pigou ... 5

3.3 Simulasi Parameter ... 6

3.4 Contoh Kasus Negara Maju ... 8

3.5 Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ... 10

IV SIMPULAN ... 11

DAFTARPUSTAKA ... 11

LAMPIRAN ... 12

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Gambar Kurva G/Y Negara Amerika ... 15

2 Gambar Kurva G/Y Negara Perancis ... 16

3 Gambar Kurva G/Y Negara Itali ... 16

4 Gambar Kurva G/Y Negara Jerman ... 17

5 Gambar Kurva G/Y Negara Inggris... 17

6 Gambar Kurva G/Y dengan parameter h>1 ... 17

7 Gambar Kurva G/Y dengan parameter h<0 ... 18

8 Gambar Kurva G/Y dengan perubahan parameter h,k dan t ... 19

9 Gambar Kurva G/Y Negara Indonesia ... 19

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Sifat Fungsi Logistik ... 13

2 Solusi Persamaan Pertumbuhan Pengeluaran Publik ... 13

(10)

I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi adalah

perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah. Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan persentase kenaikan pendapatan nasional real pada suatu tahun tertentu, dibandingkan dengan pendapatan nasional real pada tahun sebelumnya (Mankiw 2003). Faktor-faktor yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi ada empat, yaitu sumberdaya manusia, sumberdaya alam, pembentukan modal, dan teknologi.

Pengeluaran pemerintah berperan dalam pembentukan modal di berbagai bidang seperti sarana dan prasarana. Pembentukan modal di bidang sarana dan prasarana ini sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Fasilitas publik sangat berpengaruh dalam penanaman modal pihak swasta, karena jika fasilitas publik tidak ada maka pihak swasta tidak berminat untuk menanamkan modalnya. Dengan adanya berbagai fasilitas publik ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan (Sukirno 2004).

Peningkatan dalam pendapatan berarti peningkatan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, sehingga peningkatan pajak berarti peningkatan pengeluaran pemerintah. Kenaikan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah yang diperuntukkan bagi pembangunan

Pertumbuhan ekonomi di beberapa negara (seperti di Amerika, Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris) cukup tinggi dalam 150 tahun terakhir. Hal ini terlihat dari peningkatan rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional di negara-negara tersebut. Rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional berkisar antara 5% dan 10% di paruh kedua abad ke-19. Pada akhir abad ke-20 rasio

ini berada dalam kisaran antara 35-55% (Florio & Colauti 2005).

Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan rasio antara pengeluaran publik (G) dengan pendapatan nasional (Y) atau yang biasa dinotasikan dengan G/Y atau pengeluaran publik perkapita, antara lain adalah Hukum Wagner dan dugaan Pigou. Hukum Wagner menyatakan dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat dan Wagner menyatakan bahwa rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional (G/Y) merupakan proses pertumbuhan eksponensial. Sementara dugaan Pigou menganggap bahwa penyediaan barang publik akan memberi manfaat bagi masyarakat, sebaliknya pajak yang dikenakan akan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Semakin banyak barang dan jasa publik disediakan pemerintah maka pajak akan meningkat, sehingga kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat akan semakin menurun. Oleh karena itu, kelebihan pajak bertindak sebagai rem untuk pasokan barang-barang yang disediakan secara publik.

Pertumbuhan ekonomi pemerintah akan dimodelkan dalam karya ilmiah ini dengan cara mengombinasikan Hukum Wagner dengan dugaan Pigou yang dapat dilihat sebagai persamaan diferensial tidak linear dalam G/Y. Persamaan ini sama dengan persamaan logistik yang dikenal dengan persamaan logistik Verhulst. Persamaan logistik merupakan persamaan yang menggambarkan pertumbuhan populasi dalam suatu lingkungan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang terbatas. Integrasi dari persamaan Verhulst menghasilkan kurva berbentuk S.

1.2 Tujuan

(11)

II LANDASAN

TEORI

2.1 Beberapa Definisi Ekonomi Definisi Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu.

Y = C + I + G + ( X – M ) dengan

Y : Pendapatan nasional C : Konsumsi rumah tangga I : Investasi

G : Pengeluaran pemerintah X : Ekspor

M : Impor

(Sukirno 2004) Sumber-sumber dari pendapatan nasional berasal dari penerimaan dalam negri dan penerimaan pembangunan. Penerimaan dalam negri berasal dari penerimaan pajak langsung, pajak tidak langsung, dan penerimaan bukan pajak. Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan langsung pada orang yang harus menanggung dan membayarnya. Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan pada orang yang harus menanggung dan membayarkan lewat orang lain, peristiwa, barang, atau jasa. Sebagian besar pendapatan pemerintah berasal dari pajak, terutama pajak yang berasal dari perseroan minyak.

(Partadiredja 1981)

Definisi Pengeluaran Publik

Pengeluaran publik adalah suatu kegiatan perbelanjaan negara untuk menghasilkan barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik, yang akan dilakukan dalam perekonomian pada suatu waktu tertentu (biasanya dalam satu tahun) pada berbagai tingkat pendapatan negara. Sebagai contoh dari pengeluaran publik pemerintah adalah biaya untuk menyediakan fasilitas pendidikan, untuk polisi dan tentara, dan pembelanjaan untuk mengembangkan infrastruktur dalam masyarakat.

(Sukirno 2004)

Definisi GDP dan GNP

Gross Domestic Product (GDP) atau biasa disebut Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan juga negara asing. Sedangkan Gross National Product (GNP) atau biasa disebut Produk Nasional Bruto (PNB) adalah seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara. Menurut Partadiredja 1981, besarnya PNB sama dengan besarnya pendapatan nasional dan besarnya PNB sama dengan PDB dikurangi dengan pendapatan netto dari luar negri.

PDB = PNB – ( X – M )

dengan

PDB = Produk domestik bruto PNB = Produk nasional bruto X = Nilai ekspor

M = Nilai impor

(Sukirno 2004)

Definisi Elastisitas

Elastisitas adalah sebuah ukuran perubahan persentase dalam satu variabel yang diakibatkan oleh perubahan persen dalam

variabel lainnya. Jika , maka

elastisitas y terhadap x adalah

.

Elastisitas harga adalah perubahan dari sebuah harga barang (P) yang mempengaruhi pada jumlah barang yang akan dibeli (Q)

.

(Nicholson 2002)

(12)

sederhana. Ada beberapa langkah dalam metode fraksi parsial, yaitu:

Langkah 1

Misalkan fungsi rasional

dengan P dan Q adalah fungsi polinom. Dapat dinyatakan bahwa f sebagai jumlah fraksi yang lebih sederhana, dengan syarat bahwa derajat P lebih kecil dari derajat Q, fungsi rasional seperti ini disebut proper. Jika f taksejati, yakni deg(P) deg(Q), maka kita harus mengambil langkah pendahuluan dengan membagi Q dengan P sampai sisa R(x) diperoleh sedemikian sehingga deg(R) deg(Q). Hasil pembagiannya adalah sebagai berikut:

,

dengan S dan R adalah fungsi polinom juga. Langkah 2

Faktorkan penyebut Q(x) sampai tuntas. Dapat ditunjukkan bahwa sebarang polinom Q dapat difaktorkan sebagai hasil kali faktor linier (berbentuk ax+b) dan faktor kuadratik yang tak dapat diuraikan (berbentuk

, dengan ).

Langkah 3

Nyatakan fungsi rasional sejati sebagai

jumlah dari fraksi parsial yang berbentuk atau

(Stewart 1988)

2.3 Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat paling sedikit satu turunan dari suatu fungsi yang tidak diketahui. Bentuk umum suatu persamaan diferensial tingkat satu adalah

, atau

, ,

dengan f adalah fungsi dari dua variabel x dan

y. Setiap fungsi yang terturunkan

pada suatu selang I yang memenuhi

persamaan

,

untuk setiap adalah penyelesaian

persamaan diferensial tersebut. Permasalahan

dalam menentukan penyelesaian persamaan diferensial yang memenuhi syarat jika

maka berlaku disebut masalah nilai

awal. Nilai disebut syarat awal

untuk suatu penyelesaian .

Penyelesaian persamaan diferensial dengan variabel terpisah

Bentuk umum persamaan diferensial tingkat satu dengan variabel-variabel terpisahkan adalah

.

Untuk memperoleh penyelesaian umum dari persamaan diferensial adalah dengan cara mengintegralkan kedua ruas, sehingga diperoleh

dengan C konstanta sembarang.

(Farlow 1994)

2.4 Persamaan Logistik

Persamaan logistik merupakan persamaan yang menggambarkan pertumbuhan populasi dalam suatu lingkungan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang terbatas.

Bentuk umum persamaan logistik:

,

Gambar 1Kurva logistik

(13)

Sifat-sifat fungsi logistik 1. lim

2. R(t) merupakan fungsi naik

3. Titik belok terjadi pada saat log

4.

(2, 3 & 4 lihat Lampiran 1)

Persamaan logistik menghasilkan suatu kurva berbentuk S, yaitu bahwa pada awal adalah serupa dengan eksponensial, proses dapat dilihat terus meningkat sampai titik

tertentu, kemudian akan konvergen pada titik tertentu. Jadi titik belok akan membagi lintasan R(t) menjadi dua pola: bagian pertama adalah cekung ke atas terhadap sumbu horizontal, dan bagian sesudahnya cekung ke bawah. Pada bagian pertama pertumbuhan dipercepat, pada bagian kedua ini masih positif, tapi melambat. Pada titik tertentu proses konvergen menuju satu titik teretentu.

(Florio & Colautti 2005)

III PEMBAHASAN

3.1 Model Pertumbuhan Wagner

Teori Wagner tentang perkembangan pengeluaran pemerintah disebut sebagai Wagner law of increased government activity. Teori ini mengemukakan perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP, di mana teori ini didasarkan pada pengamatan di negara-negara Eropa, US, dan Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk Hukum Wagner sebagai berikut. Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.

Permintaan pengeluaran publik merupakan pernyataan dari hukum Wagner yang ditafsirkan sebagai:

a. Beberapa barang dapat diberikan secara efisien oleh negara.

b. Permintaan terhadap barang-barang

dilambangkan dengan Y, terus meningkat dari waktu ke waktu.

Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut :

= Pengeluaran Pemerintah per kapita

= Pendapatan per kapita, yaitu GDP/jumlah penduduk

i = 1,2,...n : Jangka waktu (tahun)

Pertumbuhan ekonomi dengan populasi stabil di mana N adalah jumlah penduduk,

dapat dinyatakan dengan Hukum Wagner, maka dapat diasumsikan:

Y = Y(t)

N = N(t)

G = G(t)

.

Lintasan G/Y akan lebih mudah dipelajari dengan menggunakan notasi berikut ini:

= Laju perubahan dari logaritma pengeluaran publik

y = Laju perubahan dari logaritma pendapatan nasional

R = Rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional

h = Selisih antara laju pengeluaran publik dengan pendapatan nasional

yaitu :

log

log

.

Dengan menurunkan R terhadap waktu(t)

(14)

,

sehingga diperoleh laju dari lintasan R adalah:

dR hR dt =

dengan mengintegralkan ruas kiri dan kanan persamaan tersebut diperoleh solusi yang membentuk fungsi eksponensial.

.

Jika adalah nilai awal yang diperoleh saat t=0, maka dapat di peroleh C= , sehingga

,

maka dapat diperoleh Gambar 2 berikut ini.

Waktu

Gambar 2Kurva lintasan R, , .

Jika kita perhatikan Gambar 2, jelaslah bahwa dalam jangka panjang hukum Wagner, baik secara teoritis maupun empiris, tidak masuk akal, karena kurva tersebut berbentuk fungsi eksponensial yang menunjukkan bahwa G / Y meningkat dari waktu ke waktu tanpa batas.

Jika h berubah seiring waktu, proses eksponensial yang sama akan dihasilkan untuk mengatur perubahan dalam arah yang berlawanan dari elastisitas pendapatan pemerintah. Dalam kasus yang lebih umum h dapat bervariasi setiap saat, dan integrasi persamaan diferensial di atas mungkin menghasilkan banyak jenis lintasan.

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas mengapa dalam jangka panjang hukum Wagner baik secara teoritis maupun empiris tidak masuk akal. Proses eksponensial menunjukkan bahwa G/Y meningkat dari waktu ke waktu tanpa batas. Hal ini berarti pengeluaran pemerintah selalu lebih besar dari pendapatan, dan untuk mengatasinya pemerintah melakukan pinjaman yang dapat menyebabkan hutang negara akan terus meningkat serta pajak akan semakin mahal. Misal dianggap G = T, di mana T adalah pendapatan pajak. Ketika G/Y>1, yang berarti bahwa pengeluaran pemerintah lebih besar dari pendapatan yang berakibat bahwa G>T, yang menyatakan bahwa pengeluaran lebih besar dari pajak yang diterima pemerintah. Dalam keadaan ini tidak ada cara lain untuk memungut pajak dari pengeluaran publik sendiri, akibatnya adalah meningkatnya hutang, dan ini juga tampaknya tidak masuk akal. Oleh karena itu, diperlukan sesesuatu yang dapat mengendalikan hal tersebut, dan pada hal ini pengendalinya adalah pajak. Pajak bertindak sebagai rem dari rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional. Dengan adanya pajak, pasokan barang-barang yang disediakan secara publik akan terkendali sehingga pengeluaran pemerintah juga akan bisa dikendalikan.

3.2 Dugaan Pigou

Dalam dua abad terakhir, proses penurunan pendapatan pemerintah dari sektor selain pajak serta peningkatan tekanan fiskal adalah berbeda menurut negara, tetapi kecenderungan secara keseluruhan adalah sama, yaitu pengeluaran pemerintah kebanyakan berbasis pajak. Oleh karena itu, pada tahap ini akan diabaikan sumber-sumber lain pendapatan pemerintah (selain dari pajak).

Diasumsikan lebih lanjut :

a. Faktor-faktor produksi disediakan oleh sektor publik adalah memiliki tingkat pengembalian konstan.

b. Ada tambahan biaya pajak yang bersifat kuadratik dari T/Y.

Dimulai dengan kasus yang paling sederhana, misalkan terdapat sistem ekonomi dengan satu konsumen, satu barang pribadi, dan satu barang publik yang disediakan oleh pemerintah. Jumlah dari barang pribadi adalah x, sementara biaya produksi adalah p. Florio & Colauti (2005) mendefinisikan untuk R

5

20 40 60 80 100

(15)

kelebihan beban pajak adalah setengah dari perubahan jumlah barang pribadi dikalikan dengan pajak rendah, sebagai berikut:

Jika pajak hanya dihasilkan dari barang pribadi, maka penerimaan pajak bagi negara adalah

, atau

di mana adalah tingkat pajak efektif. Jika barang publik disediakan gratis, pendapatan nasional pada harga konsumen adalah

di mana p adalah harga konsumen. Sedangkan untuk pajak rendah

dp = p = τ

di mana τ = T / x adalah pajak untuk suatu unit kecil barang pribadi. Elastisitas harga Marshallian dari permintaan barang pribadi adalah

ε = ( dx/dp)/(x/p) atau

dx

=

ε θ

x

. Maka kdefinisi standar kelebihan beban pajak adalah: 2 2 2 . 2 2 2 dxdp E x p E px E Y E ε θ θ ε θ εθ = = = =

Tapi karena G = T dan Y = px, rasio agregat kelebihan beban pajak terhadap pendapatan nasional berbentuk kuadrat dalam rasio pengeluaran publik untuk pendapatan nasional itu sendiri:

/

/

Kemudian Hukum Wagner dikombinasikan dengan dugaan Pigou, diperoleh persamaan seperti berikut ini:

,

di mana dalam persamaan tersebut terlihat bahwa Hukum Wagner dikurangi dengan kelebihan beban pajak. Kelebihan beban pajak bertindak sebagai rem yang membalikkan

proses dari proses eksponensial yang cekung ke atas menjadi cekung ke bawah pada titik tertentu smpai akhirnya konvergen pada satu titik tertentu. Kemudian dengan substitusi nilai

, , ,

maka diperoleh

/

,

di mana α, β adalah parameter.

Persamaan di atas adalah persamaan diferensial biasa tidak linear orde pertama yang dapat ditulis sebagai

di mana

h = α , k = βε/2, dan R=G/Y

sehingga persamaan tersebut menjadi

sehingga dapat diperoleh solusinya sebagai berikut:

(lihat Lampiran 2)

Jika R0 adalah nilai awal saat t=0, maka

sehingga

3.3 Simulasi Parameter

Berdasarkan solusi dari persamaan yang diperoleh, yaitu

Dapat dibuat kurva solusi dengan beberapa nilai parameter h dan k.

(16)

Gambar 3 Kurva lintasan G/Y dengan nilai parameter h=0.5, k=0.01,0.05, dan 0.09, dan

Gambar 4 Kurva lintasan G/Y dengan nilai parameter k=0.02, h=-0.2, 0.8, dan 1.05, dan 7 h 0. 5 k 0. 01

w ak tu

35

30 20 10 10 20 30

10 20 30 40 50 h 0.5 k 0.05

w ak tu

35

30 20 10 10 20 30

2 4 6 8 10 h 0.5 k 0.09 w ak tu

35

30 20 10 10 20 30

1 2 3 4 5 h 0.2 k 0.02

w ak tu

5

4 2 2 4

10 20 30 40 h 0.8 k 0.02

w ak tu

5

4 2 2 4

5 10 15 20 25 30 35 h 1.05 k 0.02 w ak tu

5

4 2 2 4

(17)

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa

dengan parameter . dan tiga jenis

parameter k yaitu 0.01,0.05, dan 0.09 kurva berbentuk lintasan S, dan dengan beberapa nilai parameter k dapat dilihat bahwa semakin besar nilai parameter k maka kurva akan semakin cepat mencapai kondisi mapan atau konvergen pada satu nilai.

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa

dengan parameter . dan tiga jenis

parameter h yaitu . , 0.8, dan 1.05 kurva berbentuk lintasan S, dan dengan beberapa nilai parameter k dapat dilihat bahwa semakin besar nilai parameter h maka kurva akan semakin cepat mencapai kondisi mapan atau konvergen pada satu nilai. Akan tetapi, untuk nilai parameter h negatif kurva berbentuk lintasan S yang terbalik atau menurun. Oleh karena itu nilai parameter h yang sesuai harus berada pada kisaran 0 sampai 1.

3.4 Contoh Kasus Negara Maju

Berikut ini adalah nilai parameter untuk beberapa negara maju (Amerika, Perancis, Italia, Jerman, dan Inggris) yang dikutip dari jurnal Florio dan Colautti (2005).

Tabel 1 Nilai R0 dan parameter untuk negara Amerika, Perancis, Italia, Jerman, dan Inggris.

Negara Parameter

R0 C h K

Amerika 4.20 19.00 0.05 0.0013

Perancis 11.00 103.51 0.07 0.0014

Italia 11.10 16.86 0.03 0.0007

Jerman 9.70 36.60 0.05 0.0013

Inggris 7.80 66.25 0.05 0.0002

Berdasarkan Tabel 1 yang dikutip dari jurnal Florio dan Colautti tahun 2005 dapat dibuat kurva solusi lintasan G/Y untuk negara Amerika, Perancis, Italia, Jerman, dan Inggris, seperti yang diberikan pada Gambar 5.

(18)

Amerika

Waktu

Italia

Waktu

Perancis

Waktu

Jerman

Waktu

Inggris

Waktu

Gambar 5 Kurva lintasan G/Y untuk negara Amerika, Perancis, Italia, Jerman, dan Inggris

G/Y G/Y

G/Y

G/Y

G/Y

9

20 40 60 80 100 120 140

10 20 30

50 100 150

15 20 25 30 35 40

50 100 150

15 20 25 30 35 40

50 100 150

10 15 20 25 30 35

50 100 150

(19)

Pada Gambar 5 kurva yang dihasilkan dari kelima negara tersebut menghasilkan lintasan kurva berbentuk S yang berarti laju dari rasio antara pengeluaran publik dan pendapatan nasional (G/Y) dengan parameter h yang berada pada selang 0<h<1 pada awalnya meningkat dan membentuk kurva eksponensial, tetapi pada waktu tertentu mengalami perlambatan yang pada akhirnya akan konvergen pada kondisi mapan. Dari kurva pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi dari kelima negara yang lebih cepat mencapai kondisi mapan adalah negara Inggris dan yang paling lambat mencapai kondisi mapan adalah negara Italia. Hal ini sebanding dengan nilai parameter h. Negara Inggris memiliki parameter h 0.05 dan k=0.0002, sedangkan negara Italia memiliki parameter h =0.03 dan k=0.007.

3.5 Pertumbuhan ekonomi di Indonesia Seperti yang telah diungkapkan pada bab latar belakang karya ilmiah ini bahwa untuk melihat pertumbuhan ekonomi di suatu negara adalah dengan memodelkan rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional atau G/Y, begitu juga untuk negara Indonesia. Untuk melihat perutmbuhan ekonomi di Indonesia kita harus mengetahu seberapa besar pengeluaran publik negara Indonesia pada setiap tahun dan juga besar dari pendapatan nasional di Indonesia.

Berdasarkan data yang diperoleh, kita dapat melihat besarnya pengeluaran publik di Indonesia sebesar Rp. 794 triliun, sedangkan pendapatan nasional di Indonesia berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2007 adalah

sebesar Rp. 1.964,3 triliun. Oleh karena itu dapat dibuat rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional di Indonesia dengan membagi nilai pengeluaran publik dengan pendapatan nasional. Rasio tersebut sebesar 0.40421524 atau 40.421524% pada

tahun 2007

(http://siteresources.worldbank.org/INTINDO

NESIA/Resources/226271-1168333550999/PER-bahasa.pdf).

Setelah memperoleh rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional (G/Y), selanjutnya harus memperkirakan nilai parameter h, k dan K. dalam hal ini ditentukan nilai parameter h sebanyak tiga jenis, yaitu -0.2, 0.2, dan 1.02. untuk nilai parameter k tergantung dari nilai h dan K. karena k=h/K. oleh karena itu cukup menentukan nilai parameter K dan dalam hal ini ditentukan sebesar 42.50. setelah menentukan nilai parameter K, maka dapat diperoleh nilai parameter k=-0.00047059 untuk h = -0.02, k=0.00047059 untuk h = 0.02, dan k= 0.024 untuk h = 1.02.

Jika rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional (G/Y) dan semua parameter sudah ditentukan maka dengan menggunakan program Mathematica dapat diperoleh kurva lintasan G/Y tersebut dengan menggunakan persamaan :

waktu waktu waktu

Gambar 6 Kurva lintasan G/Y di Indonesia dengan nilai h= -0.02, 0.02, dan 1.02

G/Y

G/Y G/Y

10

50 100 150 200 250

10 20 30 40

50 100 150 200 250

41.0 41.5 42.0 42.5

20 40 60 80 100 120 140 42.5

(20)

Dari Gambar 6 jelas terlihat bahwa lintasan G/Y untuk Negara Indonesia berbentuk S. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang di modelkan dengan menggunakan rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional pada awalnya meningkat terus menerus sampai pada titik tertentu akan konvergen pada niali tertentu yang berarti bahwa mencapai kondisi mapan. Dari tiga jenis nilai parameter h yang digunakan dapat terlihat jelas bahwa untuk

nilai parameter 0<h<1 pertumbuhan ekonomi akan lebih lambat mencapai kondisi mapan dibandingkan dengan nilai parameter h>1. Sedangakan untuk parameter h<0 atau negative pertumbuhan ekonomi semakin menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lintasan G/Y berbanding lurus dengan pertambahan nilai parameter h. semakin besar nilai parameter h maka akan semakin cepat juga mencapai kondisi mapan.

SIMPULAN

Hukum Wagner menyatakan bahwa rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional (G/Y) merupakan proses pertumbuhan eksponensial, dan berarti G/Y terus meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, dikombinasikan dengan dugaan Pigou yang menyatakan bahwa pajak bertindak sebagai rem untuk hal tersebut.

Pada tulisan ini, kecenderungan pengeluaran masyarakat jangka panjang dari lima negara maju (Amerika, Perancis, Italia, Jerman, Inggris) dan juga Indonesia sebagai proses dinamis sederhana yang timbul dari kombinasi Hukum Wagner dan dugaan Pigou, lintasan G/Y dari negara-negara tersebut

berada pada lintasan kurva berbentuk S yang merupakan kurva dari funsi logistik. Begitu juga untuk negara Indonesia, lintasan G/Y berada pada lintasan kurva berbentuk S. Oleh karena itu, kombinasi Hukum Wagner dan dugaan Pigou dapat digunakan untuk analisis dinamika pengeluaran publik.

Laju dari rasio antara pengeluaran publik dengan pendapatan nasional (G/Y) berbanding lurus dengan nilai parameter h dan k. Semakin besar nilai parameter h dan k maka semakin cepat pula laju G/Y tersebut dan semakin cepat pula konvergen pada suatu titik tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Farlow SJ. 1994. An Introduction to Differential Equation and Their application. Mc Graw-Hill, New York. Florio M, Colauti S.2005. A Logistic Growth

theory of Public Expenditure: A Study of Five Countries Over 100 Years. Public Choise 122: 355-393

Haryanto R. 2005. Analisis Pengeluaran Pemerintah Daerah di Propinsi Jawa Tengah Periode Tahun Anggaran 2000-2002. Yogyakarta.

http://siteresources.worldbank.org/INTINDON

ESIA/Resources/226271-1168333550999/PER-bahasa.pdf (diakses

pada tanggal 17 September 2010)

Mankiw NG. 2003. Teori makroekonomi. Ed. Ke-5. Nurmawan I, penerjemah; kristiaji

CW, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics.

Nicholson W. 2002. Mikroekonomi

intermediate. Ed. Ke-8. Mahendra IB, Azis, penerjemah; Jakarta: Erlangga.

Partadiredja A. 1981. Pengantar Ekonomika. Semarang: CV Agung

Stewart J. 1988. Kalkulus jilid 1. Edisi ke-4. IN Susila dan H Gunawan, penerjemah; N Mahanani dan W Hardani, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Calculus, Fourth edition.

Sukirno S. 2004. Teori Pengantar

Makroekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

11

(21)
(22)

Lampiran 1 Sifat Fungsi Logistik 1. Fungsi naik

dari persamaan tersebut dapat dilihat fungsi akan selalu positif yang berarti fungsi akan selalu naik. 2. Penentuan titik belok

Diperoleh log sebagai titik belok

+

--

log

Dari persamaan

Diperoleh

Sementara lim

Sehingga

Lampiran 2 Solusi Persamaan

Misalkan

dengan menggunakan teknik integral fraksi fraksial diperoleh :

(23)

saat

maka

saat

maka

sehingga

ln

ln

ln

ln

ln

ln

ln

ln

ln

.

(24)

Jika menggunakan program mathematica: Input:

DSolve

,

,

Output:

Lampiran 3 Gambar kurva G/Y dengan Program Mathematica

1. Gambar kurva lintasan G/Y untuk negara Amerika, Perancis, Italia, Jerman, dan Inggris. • Gambar kurva lintasan G/Y untuk Negara Amerika:

Input:

US DSolve

.

.

,

. ,

,

Output : {{x[t]→(3871.2.718280.05t

)/((821.667+2.64268×10-13

) +100. 2.718280.05 t

)}}

I

nput:

Plot /. US, , , Output:

• Gambar lintasan G/Y untuk Negara Perancis: Input:

france DSolve . . , , ,

Output:

{{x[t]→(3.50067×1012

2.718280.07t

)/((2.43966×1011

+0.0000784654™) +7.42769×1010

2.718280.07 t

)}}

Input:

15

20 40 60 80 100 120 140

(25)

Plot /. france, , , Output:

• Gambar lintasan G/Y untuk Negara Italia: Input:

italy DSolve . . , . , ,

Output:

{{x[t]→(1.62162×1010

2.718280.03t

)/((1.10452×109

+3.55241×10™) +3.564×108

2.718280.03 t

)}} Input:

Plot /. italy, , , Output:

• Gambar kurva lintasan G/Y Negara Jerman: Input:

germany DSolve . . ,

. , ,

Output:

{{x[t]→(2.6455×109

2.718280.05t

)/((2.05072×108

+1.57027×10™)

16

20 40 60 80 100

20 30 40

50 100 150

(26)

+6.76599×107

2.718280.05 t

)}} Input:

Plot /. germany, , ,

Output:

• Gambar kurva lintasan G/Y untuk negara Inggris: Input:

inggris DSolve . . , . , ,

Output:

{{x[t]→(3.31126×109

2.718280.05t

)/((2.6382×108

3.23086×08

) +7.7547×107

2.718280.05 t

)}} Input:

Plot /. inggris, , , Output:

2. Gambar kurva lintasan kurva G/Y dengan nilai h>1: Input:

DSolve . , , ,

17

50 100 150

10 15 20 25 30 35

50 100 150

(27)

Output:

{{x[t]→(5.×108

2.71828t

)/((8.70834×107

+2.80082×10-8

) +1.29166×107

2.71828t

)}} Input:

Plot /. , , ,

Output:

3. Gambar kurva lintasan G/Y dengan nilai parameter h<0 Input:

DSolve . . , , ,

Output:

{{x[t]→-(3871./(-100.-(674.2+2.16839×10-13

) 2.718280.05 t

))}} Input:

Plot /. , , ,

Output:

4. Gambar kurva lintasan G/Y dengan perubahan parameter h,k, dan t : Input:

18

100 50 50 100

10 20 30

100 50 50 100

(28)

Manipulate Module fungsi , fungsi First NDSolve , /;

, , , , ; Plot /. fungsi, , , , , , , , , , , ,

Output:

5. Gambar 9 dengan menggunakan software matematica. Input:

indonesia DSolve . . ,

. , , output:

{{x[t]→(2.×106 2.718280.02 t)/((2419.59 +7.78199×10-13™)+47059. 2.718280.02 t)}} Input:

Plot /. indonesia, , , Output:

19

h

k

0.054

T

5 5

2 4 6 8

50 50 100 150 200 250

(29)

6. Gambar 10 dengan menggunakan software mathematica. Input:

indonesia DSolve . . ,

. , , output:

{{x[t]→-(2.×106/(-47059.-(2419.59 +7.78199×10-13™) 2.718280.02 t))}} Input:

Plot[x[t]/.indonesia1,{t,-50,250}] Output:

7. Gambar 11 dengan menggunakan software matematica. Input:

indonesia DSolve . . , . , ,

output:

{{x[t]→(85. 2.718281.02 t)/((0.10284 +3.30759×10-17™)+2. 2.718281.02 t)}} Input:

Plot[x[t]/.indonesia2,{t,-20,30}] Output:

20

50 50 100 150 200 250

10 20 30 40

20 10 10 20 30

Gambar

Gambar 1 Kurva logistik
Gambar 2 Kurva lintasan R,
Gambar 4 Kurva lintasan G/Y dengan nilai parameter k=0.02, h=-0.2, 0.8, dan 1.05, dan  �� � �
Gambar 5 Kurva lintasan G/Y untuk negara Amerika, Perancis, Italia, Jerman, dan Inggris
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun seiring dengan bertambahnya persen (%) berat Fe di dalam lapisan tipis, nilai konduktansi lapisan tipis naik drastis, dan sebaliknya nilai kapasitansi mengalami penurunan

Oleh sebab itu maka manajemen perusahaan merupakan hal penting yang memiliki peranan yang kuat dalam mencapai tujuan.sedangkan tugas dari manajemen pemasaran itu

Proyek Rumah Singgah Anak Jalanan yang akan dibangun di Yogyakarta ini bertujuan untuk mewujudkan rancangan yang dapat membuat anak jalanan dapat berinteraksi dengan pendamping

Halaman ini menjelaskan tentang Sumatera Barat salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatera dengan Kota Padang sebagai ibu kotanya. Menempati sepanjang

Membandingkan kekayaan dan keanekaragaman spesies, profil pemencaran biji, mengidentifikasi spesies pohon yang mampu bertahan hingga mencapai stadia reproduksi dan dapat

Serat pisang abacca ( Musa textilis ) dengan orientasi anyaman 0 o dan 90 o yang dikombinasikan dengan keramik dapat dijadikan sebagai reinforcement untuk pelat komposit

GSM Shield. Diagram Sistem Monitoring PJU Pada setiap lampu Penerangan Jalan Umum akan dipasang dua buah sensor LDR, di mana satu LDR akan di letakkan di bawah sinar cahaya

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa universitas di Surakarta yang mempunyai niat untuk melakukan online shopping dengan memanfaatkan e-commerce.. Penelitian ini