KAJIAN PERESEPAN ANTIBIOTIK
PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT JALAN
DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
PERIODE SEPTEMBER 2014 – DESEMBER 2014
SKRIPSI
Diajukansebagaisalahsatusyaratuntukmemperoleh GelarSarjanaFarmasipadaFakultasFarmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
TRIMA AYU PUTRI LESTARI
NIM 101501122
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN PERESEPAN ANTIBIOTIK
PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT JALAN
DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
PERIODE SEPTEMBER 2014 – DESEMBER 2014
SKRIPSI
OLEH:
TRIMA AYU PUTRI LESTARI
NIM 101501122
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
KAJIAN PERESEPAN ANTIBIOTIK
PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT JALAN
DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
PERIODE SEPTEMBER 2014 – DESEMBER 2014
OLEH:
TRIMA AYU PUTRI LESTARI
NIM 101501122
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 31 Agustus 2015
Disetujui Oleh :
Pembimbing I,
Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. NIP 197803142005011002
Pembimbing II,
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm, Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001
Panitia Penguji,
Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004
Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. NIP 197803142005011002
Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001
Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006 Medan, September 2015
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang
berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi yang berjudulKajian Peresepan Antibiotik Pada Pasien Pediatrik Rawat
Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. Skripsi ini
diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku Pejabat Dekan Fakultas
Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepadaBapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si.,M.Sc., Apt.Ibu Khairunnisa,
S.Si.,M.Pharm., Ph.D., Apt. dan Bapak dr. Ridwanto Situmeang, Sp.A., yang
telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab,
memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi
ini.Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip
Harahap, Apt. selaku ketua penguji. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., dan Ibu
Marianne, S.Si, M.Si., Apt. selaku anggota penguji yang telah memberikan saran
untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Dr. Edy Suwarso SU., Apt. selaku
dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa
perkuliahan hingga selesai. Bapak Pelita Surbakti, S.H., selaku kepala Sub Tata
Usaha Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam yang telah
memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga
tercinta, Ayahanda Alm. Trisunu Herman Subekti dan Ibunda Ermawati,
danadikku Restu Agung Baskoro, M. Rusdi Akbar yang telah memberikan
semangat dan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa/i Farmasi angkatan
2010 dan Sahabat-sahabat tercinta Priyogi Pragiwaksa, Prilly Ramadhania,
Abdullah Syahril Sitepu, Rosliana Fajria, Thia Julaika, Riskha syahfitra nst, dan
Sevilla Andriani yang selalu mendoakan dan memberi semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, September 2015 Penulis,
KAJIAN PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT JALAN
DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM PERIODE SEPTEMBER 2014 – DESEMBER 2014
ABSTRAK
Golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia adalah antibiotik. Diperkirakan lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dibelanjakan untuk kebutuhan antibiotik. Pemakaian antibiotik di negara-negara berkembang sering tidak terkontrol. Penggunaan antibiotik yang rasional harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu tepat indikasi, tepat dosis, tepat frekuensi penggunaan dan tepat durasi penggunaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik dan rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik rawat jalan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif yang dilakukan secara retrospektif. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2015. Data yang diambil pada periode September 2014 sampai dengan Desember 2014. Diperoleh populasi sebanyak 458 resep dan dijadikan sebagai sampel sebanyak 150 resep pasien pediatrik yang memenuhi kriteria inklusi. Antibiotik tersebut dianalisis kerasionalannya berdasarkan kriteria 4T yakni tepat indikasi, tepat dosis, tepat frekuensi penggunaan dan tepat durasi penggunaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola peresepan antibiotik terbanyak adalah golongan sefalosporin sebanyak 120 resep (79,9%) yaitu cefixime sebanyak 77 resep (51,3%) dan cefadroxil sebanyak 43 resep (28,6%). Berdasarkan kriteria 4T sebanyak 119 resep (79,4%) termasuk dalam kategori rasional dan yang termasuk kedalam kategori tidak rasional sebesar 31 resep (20,6%). Berdasarkan analisis resep terdapat 7,0% dosis tidak rasional, 3,9% frekuensi penggunaan tidak rasional, dan 12,3% durasi penggunaan tidak rasional. Berdasarkan hasil penelitian profil penggunaan antibiotik menunjukkan pola peresepan antibiotik terbanyak adalah golongan sefalosporin dan masih terdapat penggunaan antibiotik yang tidak rasionalitas pada pasien pediatrik.
STUDY OF PRESCRIBING ANTIBIOTICS OUTPATIENTS PEDIATRIC
INDELI SERDANG LUBUKPAKAMHOSPITAL PERIOD SEPTEMBER 2014 - DECEMBER 2014
ABSTRACT
Classes of drugs most widely used in the world is an antibiotic. It is estimated that more than a quarter of hospital budgets are spent on the needs antibiotic. Use of antibiotic in developing countries are often uncontrolled. Rational use of antibiotics have to comply with several criteria like the appropriate indication, appropriate dose, appropriate frequency and appropriate duration. This study aims to assess antibiotic prescribing patterns and the level of rationality the use of antibiotics in outpatients pediatric at Deli Serdang Lubuk Pakam hospital.
This research was conducted used descriptive design with retrospective data. Collection the data was from Maret 2015. Take data period September 2014 to December 2014. There are 458 population prescribing and used as a sample was 150 prescribing patients pediatric the inclusion criteria. Antibiotic are analysis of irational according to criteria 4T like the appropriate indication, appropriate dose, appropriate frequency and appropriate duration.
The results showed the highest antibiotic prescribing patterns are cephalosporin 120 R/ (79.9%), namely prescribing cefixime 77 R/ (51.3%) and cefadroxil 43 R/ (27.4%). From 150 R/ patient pediatric have to complywith several criteria 4T as much as 119 R/ (79.4%) category of rational and irational as much as31 R/ (20.6%). Based on the analysis of irational prescriptions that showed doses of antibiotic that showed as much as 7.0% category of irational, frequency of antibiotic use that showed as much as 3.9% category of irational, and duration of antibiotic use that showed as much as 12.3% category of irational. From the research results antibiotic usage profiles showed the highest antibiotic prescribing patterns are cephalosporins and There were inappropiate antibiotic usage in Pediatric.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 LatarBelakang ... 1
1.2 RumusanMasalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 TujuanPenelitian ... 3
1.5 ManfaatPenelitian ... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Pediatrik ... 6
2.2 Pengertian Resep ... 7
2.3 Tujuan Penulisan Resep ... 7
2.4 Peresepan Yang Rasional ... 8
2.5.1 Farmakokinetika ... 11
2.6 Antibiotik ... 14
2.6.1 Definisi ... 14
2.6.2 Mekanisme Aksi Antibiotik ... 14
2.6.3 Aktivitasnya ... 14
2.6.4 Jenis Antibiotik ... 15
2.7 Jenis Penyakit ... 17
2.7.1 Bronkitis ... 18
2.7.2 Faringitis ... 19
2.7.3 Pneumonia ... 20
2.7.4 Sinusitis ... 20
2.7.5 Demam Tifoid ... 21
2.7.6 Infeksi Saluran Kemih ... 22
2.7.7 Tuberkulosis ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
3.1 Jenis Penelitian ... 23
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
3.3 Populasi dan Sampel ... 23
3.3.1 Populasi ... 23
3.3.2 Sampel ... 23
3.4 TeknikPengambilan Data ... 24
3.5 ProsedurKerja ... 24
3.6 Analisis Data ... ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Demografi Pasien Pediatrik ... 27
4.2 Persentase Jenis Penyakit Pada Pasien Pediatrik ... 28
4.3 Persentase Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Bentuk Sediaan Pada Pasien Pediatrik ... 30
4.4 Profil Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Antibiotik Pada Pasien Pediatrik ... 31
4.5 Kerasionalan Peresepan Antibiotik Pada Pasien Pediatrik ... 32
4.5.1 Evaluasi Rasionalitas Antibiotik Berdasarkan Indikasi ... 33
4.5.2 Evaluasi Rasionalitas Antibiotik Berdasarkan Dosis ... 34
4.5.3 Evaluasi Rasionalitas Antibiotik Berdasarkan Frekuensi Penggunaan Antibiotik ... 36
4.5.4 Evaluasi Rasionalitas Antibiotik Berdasarkan Durasi Penggunaan Antibiotik ... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
5.1 Kesimpulan ... 40
5.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi Pasien
Pediatrik Rawat Jalan ... 27
4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Penyakit Pasien Pediatrik
Rawat Jalan ... 29
4.3 Bentuk Sediaan Antibiotik Pada Pasien Pediatrik Rawat
Jalan ... 30
4.4 Distribusi Penggunaan Jenis Antibiotik ... 31
4.5 Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik Pada Pasien
Pediatrik Rawat Jalan ... 33
4.6 Distribusi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Indikasi Pasien Pediatrik Rawat Jalan ... 34
4.7 Standart Dosis Penggunaan Antibiotik ... 35
4.8 Distribusi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Dosis Pasien Pediatrik Rawat Jalan ... 36
4.9 Distribusi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Frekuensi Penggunaan Antibiotik ... 37
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Data Pasien Pediatrik Rawat Jalan ... 45
2 Surat Judul Dan Pembimbing II Yang Telah Disetujui ... 58
3 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Penelitian ... 59
4 Surat Izin Penelitian Di Ruang Instalasi Farmasi, Di Ruang Rekam Medik Dan Poli Anak Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam ... . 60
KAJIAN PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT JALAN
DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM PERIODE SEPTEMBER 2014 – DESEMBER 2014
ABSTRAK
Golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia adalah antibiotik. Diperkirakan lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dibelanjakan untuk kebutuhan antibiotik. Pemakaian antibiotik di negara-negara berkembang sering tidak terkontrol. Penggunaan antibiotik yang rasional harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu tepat indikasi, tepat dosis, tepat frekuensi penggunaan dan tepat durasi penggunaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik dan rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik rawat jalan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif yang dilakukan secara retrospektif. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret 2015. Data yang diambil pada periode September 2014 sampai dengan Desember 2014. Diperoleh populasi sebanyak 458 resep dan dijadikan sebagai sampel sebanyak 150 resep pasien pediatrik yang memenuhi kriteria inklusi. Antibiotik tersebut dianalisis kerasionalannya berdasarkan kriteria 4T yakni tepat indikasi, tepat dosis, tepat frekuensi penggunaan dan tepat durasi penggunaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola peresepan antibiotik terbanyak adalah golongan sefalosporin sebanyak 120 resep (79,9%) yaitu cefixime sebanyak 77 resep (51,3%) dan cefadroxil sebanyak 43 resep (28,6%). Berdasarkan kriteria 4T sebanyak 119 resep (79,4%) termasuk dalam kategori rasional dan yang termasuk kedalam kategori tidak rasional sebesar 31 resep (20,6%). Berdasarkan analisis resep terdapat 7,0% dosis tidak rasional, 3,9% frekuensi penggunaan tidak rasional, dan 12,3% durasi penggunaan tidak rasional. Berdasarkan hasil penelitian profil penggunaan antibiotik menunjukkan pola peresepan antibiotik terbanyak adalah golongan sefalosporin dan masih terdapat penggunaan antibiotik yang tidak rasionalitas pada pasien pediatrik.
STUDY OF PRESCRIBING ANTIBIOTICS OUTPATIENTS PEDIATRIC
INDELI SERDANG LUBUKPAKAMHOSPITAL PERIOD SEPTEMBER 2014 - DECEMBER 2014
ABSTRACT
Classes of drugs most widely used in the world is an antibiotic. It is estimated that more than a quarter of hospital budgets are spent on the needs antibiotic. Use of antibiotic in developing countries are often uncontrolled. Rational use of antibiotics have to comply with several criteria like the appropriate indication, appropriate dose, appropriate frequency and appropriate duration. This study aims to assess antibiotic prescribing patterns and the level of rationality the use of antibiotics in outpatients pediatric at Deli Serdang Lubuk Pakam hospital.
This research was conducted used descriptive design with retrospective data. Collection the data was from Maret 2015. Take data period September 2014 to December 2014. There are 458 population prescribing and used as a sample was 150 prescribing patients pediatric the inclusion criteria. Antibiotic are analysis of irational according to criteria 4T like the appropriate indication, appropriate dose, appropriate frequency and appropriate duration.
The results showed the highest antibiotic prescribing patterns are cephalosporin 120 R/ (79.9%), namely prescribing cefixime 77 R/ (51.3%) and cefadroxil 43 R/ (27.4%). From 150 R/ patient pediatric have to complywith several criteria 4T as much as 119 R/ (79.4%) category of rational and irational as much as31 R/ (20.6%). Based on the analysis of irational prescriptions that showed doses of antibiotic that showed as much as 7.0% category of irational, frequency of antibiotic use that showed as much as 3.9% category of irational, and duration of antibiotic use that showed as much as 12.3% category of irational. From the research results antibiotic usage profiles showed the highest antibiotic prescribing patterns are cephalosporins and There were inappropiate antibiotic usage in Pediatric.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan
cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan
masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya
pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan,
dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun
(Depkes RI., 2014).
Antibiotik merupakan obat yang sangat berperan dalam memerangi infeksi
yang ditimbulkan oleh kuman. Walaupun pemakaian antibiotik yang baik berlaku
untuk semua umur, antibiotik untuk populasi pediatrik perlu memperoleh
perhatian khusus karena kecenderungan pemakaian yang berlebihan. Klinik dokter
anak dipenuhi dengan pasien anak yang hampir setiap 1-3 minggu datang kembali
kebanyakan dengan keluhan yang sama yaitu demam, batuk dan pilek. Anak kecil,
terutama bayi membutuhkan pertumbuhan yang sehat tanpa antibiotik bila
memang tidak ada kepastian infeksi kuman (Iwan, 2008).
Obat-obat antibiotik ditujukan untuk mencegah dan mengobati
penyakit-penyakit infeksi. Pemberian antibiotik pada kondisi yang bukan disebabkan oleh
bakteri banyak ditemukan dari praktek sehari-hari, baik di puskesmas, rumah
sakit, maupun praktek swasta. Ketidaktepatan pemilihan antibiotik hingga indikasi
dosis, cara pemberian, frekuensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak
Pemakaian antibiotik yang tidak berdasarkan ketentuan (petunjuk dokter)
menyebabkan tidak efektifnya obat tersebut sehingga kemampuan membunuh
kuman berkurang atau resisten. Penggunaan obat yang tidak rasional terjadi di
seluruh dunia. Penggunaan obat tidak sesuai dosis, lama konsumsi tidak tepat,
peresepan obat tidak sesuai diagnosis serta pengobatan sendiri dengan obat yang
seharusnya dengan resep dokter. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
penggunaan obat yang tidak rasional perlu diwaspadai dampaknya, khususnya
pada generasi muda mendatang (Depkes RI., 2011).
Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, penggunaan antibiotik sangat tinggi,
bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi di Indonesia. Beberapa fakta di negara
berkembang menunjukkan 40% anak-anak yang terkena diare akut, selain
mendapatkan oralit juga mendapatkan antibiotik yang tidak semestinya diberikan
(Depkes RI, 2011). Penggunaan antibiotik pada balita juga cukup tinggi, terutama
pada terapi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) baik pada saluran pernapasan
bagian atas maupun bagian bawah. Pada 22,6% kejadian ISPA di DKI Jakarta
pada tahun 2008, 42,5% merupakan pada balita (Depkes RI., 2008).
Adanya pemberian antibiotik yang cukup tinggi, serta adanya permasalahan
dalam pemberian antibiotik yang berlebih dan irrasional dalam memilih obat pada
anak-anak, serta kurangnya pemantauan terapi antibiotik oleh tenaga kefarmasian
telah mendorong untuk melakukan penelitian mengenai Kajian peresepan
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. bagaimanakah profil penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik rawat
jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam?
b. bagaimanakah rasionalitas penggunaan antibiotik berdasarkan indikasi,
dosis, frekuensi penggunaan dan durasi penggunaan di Rumah Sakit
Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. profil penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik rawat jalan di Rumah
Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam paling banyak digunakan
adalah golongan sefalosporin.
b. rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik di Rumah Sakit
Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam terggolong baik.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui:
a. profil penggunaan antibiotik berdasarkan jenis antibiotik pada pasien
b. kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik berdasarkan
indikasi, dosis, frekuensi penggunaan dan durasi penggunaan di Rumah
Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam.
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dalam penelitian ini
adalah:
a.hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai bahan kajian bagi Pemerintah
Daerah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.
b.hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang
kerasionalan penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik berdasarkan
tepat indikasi, tepat dosis, tepat frekuensi penggunaan, dan tepat durasi
penggunaan pada pasien pediatric di Rumah Sakit Umum Daerah Deli
Serdang Lubuk Pakam.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan kajian terhadap penulisan
resep-resep pasien pediatrik rawat jalan yang mengandung antibiotik selama
periode September 2014 – Desember 2014 untuk mengetahui kerasionalan
penggunaan antibiotik di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Dalam hal ini
tepat indikasi, tetap dosis, frekuensi penggunaan dan durasi penggunaan
antibiotik adalah variabel bebas. Variabel terikatnya adalah rasionalitas
antibiotik dan Variabel antaranya adalah diagnosa, jenis antibiotik dan berat
badan. Adapun selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian
Variabel bebas Variabel antara Variabel terikat
Gambar 1.1 Kerangka Penelitian
Rasionalitas Antibiotik Tepat Indikasi
Tepat Durasi Penggunaan Tepat Frekuensi Penggunaan
Tepat Dosis
- Diagnosa - Jenis Antibiotik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pediatri
Pediatri berasal dari bahasa Yunani yaitu pedos yang berarti anak dan
iatrica yang berarti pengobatan anak. Beberapa penyakit memerlukan penanganan
khusus untuk pasien pediatrik. Anak adalah masa kanak-kanak menggambarkan
suatu periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Penggunaan obat pada
anak-anak tidaklah sama dengan orang dewasa, sehingga hanya terdapat sejumlah
kecil obat yang telah diberi ijin untuk digunakan pada anak-anak, yang memiliki
bentuk sediaan yang sesuai (Prest, 2003).
Masa bayi dan anak merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat pesat. Penggunaan obat untuk anak merupakan hal khusus yang
terkait dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem enzim yang
bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat (Prest, 2003).
Agar dapat menentukan dosis obat disarankan beberapa penggolongan
untuk membagi masa anak-anak. The British Pediatric (BPA) mengusulkan
rentang waktu berikut yang disarankan pada saat terjadinya perubahan-perubahan
biologis (Prest, 2003).
Neonatus : awal kelahiran sampai usia 1 bulan
Bayi :1 bulan sampai 2 tahun
Anak :2 tahun sampai 12 tahun
Perubahan biologis yang diwakili oleh tiap rentang waktu tersebut adalah :
Neonatus : terjadi perubahan klimakterik
Bayi : awal pertumbuhan yang pesat
Anak : masa pertumbuhan secara bertahap
Remaja : akhir perkembangan secara pesat hingga menjadi orang dewasa
2.2 Pengertian Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Depkes RI, 20014).
Ukuran lembar resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal
lembar 10-12 cm dan panjang 15-20 cm (Jas, 2009).
2.3 Tujuan Penulisan Resep
Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan
kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian
obat. Umumnya, waktu buka instalasi farmasi/apotek dalam pelayanan farmasi
jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan resep
diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang
diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan
tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat
dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada
2.4 Peresepan Yang Rasional
Pada konferensi Para Ahli pada Penggunaan Obat Rasional yang
diselenggarakan oleh World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
penggunaan obat yang rasional terjadi ketika pasien mendapatkan obat dan dosis
yang sesuai, dengan kebutuhan klinik pasien dalam periode waktu yang cukup dan
dengan harga jangkauan untuk pasien dan komunitasnya (Santoso, 1996).
Peresepan yang rasional menurut Kementrian Kesehatan RI (2011) memiliki
kriteria antara lain:
a. tepat diagnosa
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat.
Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga
tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.
b. tepat indikasi penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya
diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya
dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.
c. tepat pemilihan obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan
dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek
terapi sesuai dengan spektrum penyakit.
d. tepat dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi
rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi
yang diharapkan.
e. tepat cara pemberiaan
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula
antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan,
sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya.
f. tepat interval waktu pemberiaan
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar
mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari
(misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang
harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum
dengan interval setiap 8 jam.
g. tepat lama pemberiaan
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing. Untuk
Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama
pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat
yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh
terhadap hasil pengobatan.
h. waspada terhadap efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka
merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan
pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan
tulang yang sedang tumbuh.
i. tepat penilaian kondisi pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat
pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita
dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena
resiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna.
j. tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam
menunjang keberhasilan terapi. Sebagai contoh:
1. Peresepan rifampisin akan mengakibatkan urine penderita berwarna merah.
Jika hal ini tidak diinformasikan, penderita kemungkinan besar akan
menghentikan minum obat karena menduga obat tersebut menyebabkan kencing
disertai darah. Padahal untuk penderita tuberkulosis, terapi dengan rifampisin
harus diberikan dalam jangka panjang.
2. Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus
diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan (1 course of
treatment), meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama sekali.
Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti tiap 6 jam.
Untuk antibiotik hal ini sangat penting, agar kadar obat dalam darah berada di atas
kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit.
k. tepat tindak lanjut (follow-up)
Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya
efek samping. Sebagai contoh, terapi dengan teofi lin sering memberikan gejala
takikardi. Jika hal ini terjadi, maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja
obatnya diganti. Demikian pula dalam penatalaksanaan syok anafi laksis,
pemberian injeksi adrenalin yang kedua perlu segera dilakukan, jika pada
pemberian pertama respons sirkulasi kardiovaskuler belum seperti yang
diharapkan.
l. tepat penyerahan obat (dispending)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan
pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat
penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang
dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien.
Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien
mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas
harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien (Depkes RI., 2011).
2.5 Penggunaan Obat Pada Pediatri
Terapi obat pada pediatri berbeda dengan terapi obat pada orang dewasa
karena perbedaan karakteristik. Perbedaan karakteristik ini akan mempengaruhi
farmakokinetika obat yang pada akhirnya akan mempengaruhi efikasi dan/ atau
toksisitas obat.
2.5.1 Farmakokinetika
Kinetika obat dalam tubuh anak-anak berbeda dengan dewasa sesuai
dengan pertambahan usianya. Beberapa perubahan farmakokinetika terjadi selama
a. absorpsi
Absorpsi obat melalui rute oral dan parenteral pada anak sebanding
dengan pasien dewasa. Pada bayi dan anak sekresi asam lambung belum sebanyak
pada dewasa, sehingga pH lambung menjadi lebih alkalis. Hal tersebut akan
menurunkan absorbsi obat – obat yang bersifat asam lemah seperti fenobarbital
dan fenitoin, sebaliknya akan meningkatkan absorbsi obat – obat yang bersifat
basa lemah seperti penisilin dan eritromisin. Waktu pengosongan dan pH lambung
akan mencapai tahap normal pada usia sekitar tiga tahun. Waktu pengosongan
lambung pada bayi baru lahir yaitu 6-8 jam sedangkan dewasa 3-4 jam. Oleh
karena itu harus diperhatikan pada pemberian obat yang di absorbsi di lambung.
Peristaltik pada neonatus tidak beraturan dan mungkin lebih lambat karena itu
absorbsi obat di usus halus sulit di prediksi. Absorpsi perkutan meningkat pada
bayi dan anak-anak terutama pada bayi prematur karena kulitnya lebih tipis, lebih
lembab, dan lebih besar dalam ratio luas permukaan tubuh per kilogram berat
badan.
b. distribusi
Selama usisa bayi, kadar air total dalam tubuh terhadap berat badan total
memiliki persentase yang lebih besar daripada anak yang lebih tua atau dewasa.
Obat yang larut dalam air seharusnya diberikan dengan dosis yang lebih besar
pada neonatus untuk mencapai efek terapeutik yang dikehendaki
(Mohammed,dkk., 2003). Distribusi obat pada bayi dan anak berbeda dengan
orang dewasa, karena adanya perbedaan volume cairan ekstraselluler, total air
c. metabolisme
Rendahnya metabolisme obat di hati pada neonatus disebabkan oleh
rendahnya aliran darah ke hati, asupan obat oleh sel hati, kapasitas enzim hati dan
ekskresi empedu. Sistem enzim di hati pada neonatus dan bayi belum sempurna,
terutama pada proses oksidasi dan glukoronidase, sebaliknya pada jalur konjugasi
dengan asam sulfat berlangsung sempurna. Meskipun metabolisme asetaminofen
melalui jalur glukoronidase pada anak masih belum sempurna dibandingkan pada
orang dewasa, sebagian kecil dari bagian ini dikompensasi melalui jalur konjugasi
dengan asam sulfat. Jalur metabolisme ini mungkin berhubungan langsung dengan
usia dan mungkin memerlukan waktu selama beberapa bulan sampai satu tahun
agar berkembang sempurna. Hal ini terlihat dari peningkatan klirens pada usia
setelah satu tahun. Dosis beberapa jenis antiepilepsi dan teofilin untuk bayi lebih
besar daripada dosis dewasa agar tercapai konsentrasi plasma terapeutik. Hal ini
disebabkan bayi belum mampu melakukan metabolisme senyawa tersebut menjadi
bentuk metabolit aktifnya (Depkes RI., 2009).
d. eliminasi melalui ginjal
Filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, reabsorbsi tubulus menurun dan
bersihan (clearance) obat tidak dapat di prediksi, tergantung cara eliminasi obat
tersebut di ginjal. Pada umumnya obat dan metabolitnya dieliminasi melalui
ginjal. Kecepatan filtrasi glomerulus pada neonatus adalah 0,6–0,8 mL/menit per
1,73 m2 dan pada bayi adalah 2-4 mL/menit per 1,73 m2. Proses filtrasi
glomerulus, sekresi tubuler dan reabsorpsi tubuler akan menunjukkan efisiensi
ekskresi ginjal. Proses perkembangan ini akan berlangsung sekitar beberapa
2.6 Antibiotik
2.6.1 Definisi
Antibiotika (L. Anti = lawan, bios = hidup) adalah zat-zat kimia yang
dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau
menghambat pertumbuhan kuman (Tjay dan Rahardja, 2007).
2.6.2 Mekanisme Aksi Antibiotik
Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
a. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri. Contohnya
laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor
beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin.
b. Merusak membran sel. Contohnya polimiksin, ketokonazol.
c. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein. Contohnya
aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin,
azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
d. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat. Contohnya
trimetoprim dan sulfonamid.
e. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat. Contohnya
kuinolon, nitrofurantoin, rifampin (Setiabudy, 2007).
2.6.3 Aktivitas Antibiotik
a. antibiotika kerja luas (broad spectrum), yaitu agen yang dapat
menghambat pertumbuhan dan mematikan bakteri gram positif maupun
bakteri gram negatif. Golongan ini diharapkan dapat menghambat
golongan ini adalah tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol, ampisilin,
sefalosporin, carbapenemdan lain-lain.
b. antibiotika kerja sempit (narrow spectrum) adalah golongan ini hanya
aktif terhadap beberapa bakteri saja. Yang termasuk golongan ini adalah
penisilina, streptomisin, neomisin, basitrasin (Tan Rahardja, 2008).
2.6.4 Jenis Antibiotik
a.penisillin
Penisilin merupakan derivat β-laktam terutama yang memiliki aksi
bakterisida dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri dan
penisilin merupakan antibiotik efektif yang paling banyak digunakan dan juga
merupakan obat yang paling sedikit toksik, tetapi peningkatan resistensi telah
membatasi penggunaan obat ini (Harvey,dkk., 2013).
b.sefalosporin
Sefalosporin termasuk antibiotik β-laktam yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman
gram positif dan gram negatif, tapi spektrum antimikroba masing-masing derivat
bervariasi. Farmakologi sefalosporin mirip dengan penisillin. Sefalosporin
diklasifikasikan berdasarkan generasinya.
Sefalosporin generasi pertama: sefaleksin, sefradin, sefadroxil
Aktivitasnya: antibiotik yang efektif terhadap gram positif dan memiliki aktivitas
sedang terhadap gram negatif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S.
Aureus dan Streptococcus termasuk
StreptococcusPyogenes,StreptococcusViridans dan StreptococcusPneumoniae.
perfringens, Listeria Monocytogenesdan Corinebacterium diphteria. Obat ini
diindikasikan untuk infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, sinusitis, infeksi
kulit dan jaringan lunak
Sefalosporin generasi kedua: sefuroksim, sefoktasim, sefmetazol, sefprozil
Aktivitasnya: kurang aktif terhadap bakteri gram positif tapi lebih aktif terhadap
gram negatif, misalnya H.influenza, Pr Mirabilis, E. Coli dan Klebsiella.
Sefalosporin generasi ketiga: cefixime, seftradizin, seftriakson
Aktivitasnya: Sefalosporin ini telah memiliki peran memiliki peran penting dalam
penatalaksanaan penyakit infeksius. Aktivitas kurang aktif terhadap gram positif
dibandingkan generasi 1 tetapi lebih tinggi melawan gram negatif.
Sefalosporin generasi keempat: sefepim, sefpirom
Aktivitasnya: lebih luas dibandingkan generasi III dan tahan terhadap
beta-laktamase (Depkes RI., 2011).
c.sulfonamida
Sulfonamida merupakan salah satu antimikroba tertua yang masih digunakan.
Preparat sulfonamida yang paling banyak digunakan adalah kombinasi
trimethoprim dengan sulfametazol yang lebih dikenal dengan nama
cotrimoksazol. Mekanisme kerja sulfamektazol adalah menghambat sintesis asam
folat, sedangkan trimethoprim menghambat reduksi asam dihydrofolat menjadi
tetrahydrofolat sehingga menghambat enzim pada alur sintesis asam folat.
Kombinasi yang bersifat sinergis ini menyebabkan pemakaian yang luas pada
d.makrolida
Golongan makrolida menghambat sintesis protein kuman dengan jalan
berikatan secara reversible dengan sub unit 50S, dan umumnya bersifat
bakterisidal untuk kuman yang sangat peka (Setiabudy, 2007).
Eritromisin adalah obat pertama dari kelompok makrolida yang digunakan
secara klinis baik sebagai obat pilihan pertama maupun sebagai alternatif untuk
penisillin pada orang yang alergi terhadap antibioika beta-lactam. Obat ini
diindikasikan untuk infeksi saluran nafas, pertusis (Setiabudy, 2007).
e.metronidazol
Metronidazol suatu nitroimidazol terutama digunakan untuk amubiasis dan
infeksi bakteri anaerob. Metronidazol adalah obat yang terpilih untuk pengobatan
kolitis pseudomembranosa yang disebabkan oleh basil gram-positif anaerob.
Clostridiumdifficile dan juga efektif dalam pengobatan abses otak akibat
organisme ini.
f. isoniazid
Isoniazid yang sering disingkat dengan INH adalah antimikroba yang sangat
efektif terhadap Mycobacterium tuberculosis. Isoniazid masih tetap merupakan
obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe tuberkulosis untuk tujuan
terapi obat ini harus digunakan bersama obat tuberkulosis lainnya (Setiabudy,
2007).
g.rifampisin
Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif dan gram
penisilin. Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan
tuberkulosis dan sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi tuberkulosis
jangka pendek (Setiabudy, 2007).
2.7 Jenis Penyakit
Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi
infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas
atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis.
Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli
seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran napas atas bila tidak
diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah.
Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan
dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis,
sinusitis, dan faringitis.
2.7.1 Bronkhitis
Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.
Peradangan tidak meluas sampai alveoli. Bronkhitis seringkali
diklasifikasikansebagai akut dan kronik. Bronkhitis akut mungkin terjadi pada
semua usia, namun bronkhitis kronik umumnya hanya dijumpai pada dewasa.
Pada bayi penyakit ini dikenal dengan nama bronkhiolitis. Bronkhitis akut
umumnya terjadi pada musim dingin, hujan, kehadiran polutan yang mengiritasi
seperti polusi udara, dan rokok.
bakteri atypical yang menjadi penyebab bronkhitis yaitu Chlamydia pneumoniae
ataupun Mycoplasma pneumoniae yang sering dijumpai padaanak-anak, remaja
dan dewasa. Bakteri atypical sulit terdiagnosis, tetapimungkin menginvasi pada
sindroma yang lama yaitu lebih dari 10 hari. Penyebab bronkhitis kronik berkaitan
dengan penyakit paru obstruktif, merokok, paparan terhadap debu,polusi udara,
infeksi bakteri.
Terapi antibiotik pada bronkitis akut tidak dianjurkan kecuali bila disertai
demam dan batuk yang menetap lebih dari 6 hari, karena dicurigai adanya
keterlibatan bakteri saluran napas seperti S. pneumoniae, H. Influenzae.Untuk
batuk yang menetap > 10 hari diduga adanya keterlibatan Mycobacterium
pneumoniae sehingga penggunaan antibiotik disarankan. Antibiotik yang dapat
digunakan dengan lama terapi 5-14 hari sedangkan pada bronkhitis kronik
optimalnya selama 14 hari (Depkes RI., 2005).
2.7.2 Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 th di daerah
dengan iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih memiliki
anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak.
Sejumlah antibiotik terbukti efektif pada terapi faringitis oleh Streptococcus
grup A, yaitu mulai dari Penicillin dan derivatnya, sefalosporin maupun
makrolida. Penicillin tetap menjadi pilihan karena efektivitas dan keamanannya
sudah terbukti, spektrum sempit serta harga yang terjangkau. Amoksisilin
menempati tempat yang sama dengan penicilin, khususnya pada anak dan
selama 10 hari untuk memastikan eradikasi Streptococcus, kecuali pada
azitromisin hanya 5 hari (Depkes RI., 2005).
2.7.3 Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti
infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotik yang dimulai secara
empiris dengan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah
bakteri pathogen diketahui, antibiotik diubah menjadi antibiotik yang berspektrum
sempit sesuai patogen (Depkes RI., 2005).
2.7.4 Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal. Peradangan
ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya didahului oleh infeksi
saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut yaitu infeksi pada
sinus paranasal sampai dengan selama 30 hari baik dengan gejala yang menetap
maupun berat. Sinusitis berikutnya adalah sinusitis subakut dengan gejala yang
menetap selama 30-90 hari. Sinusitis kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus
berlanjut hingga lebih dari 6 minggu.
Bakteri yang paling umum menjadi penyebab sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilusinfluenzae dan Moraxella catarrhalis.
Patogen yang menginfeksi pada sinusitis kronik sama seperti pada sinusitis akut
dengan ditambah adanya keterlibatan bakteri anaerob dan S. aureus.
Terapi pokok meliputi pemberian antibiotika dengan lama terapi 10-14 hari,
hari maka antibiotik dapat diperpanjang hingga 10-14 hari lagi. Pada kasus yang
kompleks diperlukan tindakan operasi (Depkes RI., 2005).
2.7.5 Demam Tifoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi (Soedarmo dkk., 2002). Demam tifoid masih
merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit
menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah,
yaitu: kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular
dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah
(Widodo, 2006).
Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalaui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid. Endotoksin Salmonella thypi
berperan dalam proses inflamasi local pada jaringan tempat kuman tersebut
berkembang biak. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi
demam (Mansjoer, 2001).
Terapi untuk pengobatan demam tifoid antara lain yaitu terapi non
farmokologis meliputi tirah baring dan makan makanan lunak yang rendah serat.
Untuk terapi non farmakologinya yaitu terapi simptomatis dapat diberikan untuk
perbaikan keadaan umum pasien yakni vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk
kenyamanan penderita terutama anak. Untuk antimikroba digunakan
kloramfenikol dan untuk antibiotika yang lain yaitu tiamfenikol, kotrimoksazol,
2.7.6 Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada saluran
kemih (mencakup organ-organ saluran kemih, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih,
dan uretra). Infeksi Saluran Kemih adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme dalam urin. Walaupun terdiri dari berbagai cairan,
garam, dan produk buangan, biasanya urin tidak mengandung bakteri. Jika bakteri
menuju kandung kemih atau ginjal dan berkembang biak dalam urin, terjadilah
Infeksi Saluran Kemih. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan adalah
ampisilin,trimetoprim,kotrimoksazol, fluorokuinolon, sefalosporin generasi ketiga,
aminoglikosida.
2.7.7 Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Obat yang digunakan adalah: Rifampisin, INH, Pirazinamid, Streptomisin,
Etambutol (Depkes RI., 2005).
2.7.8 Infeksi Saluran Pencernaan
Infeksi yang lebih umumnya terjadi diseluruh dunia yang menyebabkan
mobiditas dan mortalitas. Sebagian terbesar disebabkan oleh usus dan sebagian
lagi oleh bakteri atau organism lain. Pada Negara berkembang dan Negara maju
Gastroenteritis akut meliputi diare yaitu penyebab utama mortalitas pada bayi dan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei deskriptif, yang
dilakukan secara retrospektif. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan
melakukan kajian terhadap penulisan resep-resep pasien pediatrik yang
mengandung antibiotik selama periode September 2014 – Desember 2014.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang
Lubuk Pakam. Rumah sakit tersebut dipilih karena termasuk rumah sakit negeri
kelas B dengan pasien yang cukup banyak. Waktu pengambilan data adalah 1
(satu) bulan, yaitu pada bulan Maret 2015.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh resep pasien pediatrik rawat
jalan yang masuk ke bagian Instalasi Farmasi yang menjalani pengobatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam periode September 2014
– Desember 2014.
3.3.2 Sampel
Resep pasien pediatrik rawat jalan yang masuk ke bagian Instalasi Farmasi
Pakam periode September 2014 – Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi
sebagai berikut:
a. seluruh resep yang mengandung antibiotik pada pasien pediatrik rawat
jalan periode September 2014 – Desember 2014 di Rumah Sakit Umum
Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam.
Kriteria eksklusi adalah:
a. resep yang tidak dapat terbaca jelas.
b. resep yang tidak mengandung antibiotik.
c. resep yang berulang.
3.4 Teknik Pengambilan Data
Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif yaitu berupa pengamatan
atau gambaran mengenai subjek penelitian yang meneliti data sebelumnya. Data
yang dikumpulkan merupakan data resep yang mengandung antibiotik pada
pasien pediatrik rawat jalan yang berusia 0-18 tahun di Rumah Sakit Umum
Daerah Lubuk Pakam periode September 2015 s/d Desember 2015 berdasarkan
jenis kelamin, usia, berat badan, diagnosa penyakit, bentuk sediaan, jenis
antibiotika, indikasi, dosis, frekuensi penggunaan antibiotik dan durasi
penggunaan antibiotik di Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Pakam.
3.5Prosedur Kerja
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. meminta izin Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara untuk
b. menghubungi Badan Adminitrasi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
untuk mendapat izin melakukan penelitian dengan membawa surat
rekomendasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
c. mengumpulkan resep yang mengandung antibiotik pada pasien pediatri
usia antara 0 - 18 tahun dan data rekam medis.
d. analisis data dan menyajikannya dalam bentuk tabel sehingga didapatkan
kesimpulan.
3.6Analisis Data
Sumber data penelitian adalah resep penggunaan antibotika pada pasien
pediatrik Di Rumah Sakit Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. Penilaian tingkat
kerasionalan penggunaan antibiotik berdasarkan kriteria 4T yaitu tepat indikasi,
tepat dosis, tepat frekuensi penggunaan, tepat durasi penggunaan. Data yang
diperoleh dibuat kedalam tabel yang memuat inisial nama, nomor rekam medik
kesehatan, jenis kelamin, umur, berat badan, diagnosa penyakit, dosis, frekuensi
penggunaan, durasi penggunaan. Data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan progam Statistic Product and Social Science (SPSS) versi 17.0,
selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3.7Definisi Operasional Penelitian
a. antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan bakteri, antibiotik yang diteliti adalah golongan antibiotik yang
b. data resep yang dikumpulkan adalah umur, jenis kelamin pasien, jenis
antibiotik, berat badan, jumlah obat, dosis, indikasi, frekuensi penggunaan
dan lama penggunaan antibiotik.
c. kerasionalan adalah penggunaan obat yang tepat secara medik dan memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu. Kerasionalan Disini berdasarkan kriteria 4 T
yakni tepat indikasi, tepat dosis, tepat frekuensi penggunaan dan tepat durasi
penggunaan pada pasien pediatri rawat jalan.
d. tepat indikasi adalah pemberian penggunaan antibiotik diindikasikan untuk
pasien yang memiliki gejala adanya infeksi.
e. tepat dosis adalah takaran yang diberikan pada pasien anak yang mendapatkan
terapi antibiotik telah sesuai range terapi sehingga konsentrasi dalam darah
cukup memberikan efek terapi.
f. tepat frekuensi penggunaan adalah pemilihan yang tepat frekuensi/interval
pemberian obat. Misalnya per 4 jam, per 8 jam, per 12 jam dan per 24 jam
g. tepat durasi penggunaan adalah rentang waktu pasien anak menggunakan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasilpenelitian terhadap pasien rawat jalat di RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam pada periode September 2014 sampai dengan Desember
2014 diperoleh populasi sebanyak 458 resep dan dijadikan sebagai sampel
sebanyak 150 resep pasien pediatrik yang memenuhi kriteria inklusi.
4.1 Demografi Pasien Pediatrik
Setelah dilakukan penelitian didapat sampel yang memenuhi kriteria
inklusi sebanyak 150 resep pasien pediatik rawat jalan di RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam. diperoleh gambaran umum karakteristik demografi yang diteliti
seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1 Penggolongan umur pada penelitian ini
berdasarkan penggolongan masa anak-anak menurut The British Pediatric
Association (BPA) yang terdiri dari neonatus (awal kelahiran – 1 bulan) , bayi (1
bulan – 2 tahun), anak-anak (2 tahun – 12 tahun) dan remaja (12 tahun – 18 tahun)
(Depkes RI., 2009).
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik demografi pasien pediatrik rawat
jalan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Periode September 2014 – Desember 2014.
No Karakteristik demografi
Jumlah (N=150)
Kelamin Perempuan 68 45,3
2 Umur
0 bulan – 1 bulan 0 0 1 bulan – 2 tahun 51 34,0 2 tahun – 12 tahun 88 58,7 12 tahun – 18 tahun 11 7,3
Berdasarkan sampel yang diambil dari 150 resep pasien pediatrik rawat
jalan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam diperoleh data paling banyak pada
kelompok usia 2 tahun – 12 tahun sebanyak 88 (58,7%) pasien, diikuti dengan
pasien pada kelompok usia 1 bulan – 2 tahun sebanyak 51 (34,0%).
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang menunjukkan anak berusia
2 tahun – 12 tahun merupakan kelompok yang paling banyak mendapatkan
perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan (Zuhra, 2015).
Pasien anak berdasarkan usia 2 tahun – 12 tahun umumnya mempunyai keluhan
yang lebih banyak dari pada bayi, hal ini sesuai pertambahan usia dan aktifitas
yang lebih banyak menjadi penyebab terganggunya fungsi kekebalan tubuh
(Maas, 2007).
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa frekuensi jenis kelamin,
pasien pediatrik yang terbanyak adalah laki-laki sebesar 82 (54,7%) pasien,
sedangkan perempuan hanya 68 (45,3%) pasien. Penelitian ini sesuai dengan data
terdahulu yang menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik di Bangsal Anak
RSUP Dr. Kariadi Semarang laki-laki lebih banyak dari perempuan (Tia, 2012).
Kondisi ini berkaitan dengan aktifitas fisik yang banyak pada anak laki- laki dapat
membuat kondisi fisik tubuh cepat mengalami penurunan termasuk penurunan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang kajian peresepan antibiotik
pada pasien pediatrik rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang
Lubuk Pakam pada periode September 2014 – Desember 2014 ini, mayoritas
pasien anak rawat jalan menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Infeksi itu sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis penyakit terbanyak adalah ISPA
54 (36,0%) pasien, bronkhitis menjadi urutan kedua sebanyak 37 (24,7%) pasien.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Penyakit Pasien Pediatrik Rawat Jalan Di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Periode September 2014 – Desember 2014.
No Diagnosa / Jenis Penyakit Jumlah
(N=150) Persentase (%)
1 ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) 54 36,0
2 Bronkhitis 37 24,7
3 Faringitis 7 4,7
4 Pneumonia 16 10,7
5 Sinusitis 1 0,7
6 Demam Tipoid 21 14,0 7 ISK(Infeksi Saluran Kemih) 1 0,7
8 Dispepsia 1 0,7
9 Infeksi Saluran Pencernaan 5 3,3 10 Infeksi Kulit 2 1,3
11 TB anak 5 3,3
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan di
puskesmas Kecamatan Jatinegara jenis penyakit balita terbanyak adalah ISPA 293
(88,05%) pasien (Fierdini, 2011). ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat
ISPA setiap tahun, tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan
Faktor-faktor yang menyebabkan masih tingginya kejadian ISPA di negara
berkembang ialah masih rendahnya sirkulasi udara yang kurang baik didalam
rumah, tingginya pencemaran udara, berat badan lahir rendah, dan lain-lain.
Menurut penelitian tentang hubungan status gizi terhadap terjadinya penyakit
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita disimpulkan bahwa faktor
status gizi, status imunisasi, kepadatan tempat tinggal, keadaan ventilasi rumah,
status merokok orang tua, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan status sosial
ekonomi keluarga mempunyai hubungan bermakna dengan penyakit ISPA pada
balita (Nuryanto, 2012).
4.3Persentase Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Bentuk Sediaan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa bentuk sediaan obat yang
paling banyak digunakan bentuk sediaan Sirup/Eliksir sebanyak 127 (82,1%),
tablet sebanyak 25 (16,0%) dan drop sebanyak 3 (1,9%). Hal ini dikarenakan
sediaan mudah diberikan kepada bayi dan anak-anak, dosis nya mudah diatur serta
rasa dan bau yang tidak enak dapat ditutupin dengan korigensia (Jas, 2007).
Pasien anak yang datang berobat ke Rumah Sakit Daerah Lubuk Pakam Periode
tersebut kebanyakan anak usia 2 tahun – 12 tahun, dimana usia tersebut dianggap
lebih mudah menggunakan sirup. Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Penggunaan Obat Berdasarkan Bentuk Sediaan.
No Bentuk Sediaan Obat Jumlah (N=155) Persentase (%)
1 Sirup 127 82,1
2 Tablet 25 16,0
3 Drop 3 1,9
Rute oral merupakan cara pemberiaan yang paling sesuai untuk anak-anak,
obat secara oral lebih banyak digunakan dibandingkan dengan sediaan topikal,
karena penggunaan obat melalui oral adalah yang paling menyenangkan, murah,
penggunaan nya mudah dan paling aman (Anief, 2004).
4.4 Profil Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Antibiotik
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap peresepan antibiotik
pada pasien pediatrik rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang
Lubuk Pakam, golongan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah
golongan sefalosporin sebanyak 120 resep (79,9%) yaitu cefixime sebanyak 77
resep (51,3%) dan cefadroxil sebanyak 43 resep (28,6%), thiampenikol sebanyak
9 resep (5,6%), penisilin sebanyak 7 resep (4,7%), isoniazid dan rifampisin
sebanyak 5 resep (3,3%), makrolida sebanyak 4 resep (2,7%), sulfonamida
sebanyak 3 resep (2,0) dan metronidazol sebanyak 2 resep (1,3). Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Pirngadi Kota Medan yang paling banyak digunakan adalah antibiotik golongan
sefalosporin (Zuhra, 2015). Dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Distribusi Penggunaan Jenis Antibiotik
No Golongan Resep Antibiotik
Jumlah Persentase (%)
1 Penisilin Amoxicilin 7 4,7 2 Sefalosporin Cefadroxil 43 28,6
3 Cefixime 77 51,3
4 Sulfonamid Cotrimoksazol 3 2,0 5 Makrolida Eritromicin 4 2,7 6 Metronidazole Metronidazole 2 1,3 7 Thiamphenicol Thiamphenicol 9 5,6 8 Isoniazid +
Rifampisin
Isoniazid + Rifampisin
5 3,3
Hasil analisis didapatkan bahwa penggunaan antibiotik pada pasien
pediatrik rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam,
diperoleh bahwa antibiotik yang paling banyak digunakan adalah sefalosporin.
Hal ini dikarenakan sefalosporin yang mempunyai spektrum-kerja luas
(Deni, 2012). Cefixime termasuk kedalam golongan antibiotik sephalosporin
generasi ketiga (Santillan, 2000). Sefalosporin generasi ketiga mempunyai
aktivitas yang lebih tinggi melawan bakteri gram negatif dan mempunyai efek
samping yang lebih kecil (Harvey, dkk., 2013). Pada umumnya pasien pediatrik
yang datang berobat ke RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam meliputi pasien BPJS,
ASKES dan JAMKESMAS, dimana dalam pedoman harus menggunaan golongan
obat sefalosporin yang generik meliputi cefadroxil dan cefixime. Berdasarkan data
yang diperoleh di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dari 77 resep cefixime,
indikasi terbanyak adalah untuk pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) sebanyak 27 (35,0%) pasien bronkhitis 17 (22,0%) pasien dan demam
tipoid sebanyak 13 (16,9%) pasien.
4.5 Kerasionalan Peresepan Antibotik Pada Pasien Pediatrik Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Pakam
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 150 resep antibiotik
yang diterima oleh pasien pediatrik rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah
Deli Serdang Lubuk Pakam sebanyak 119 resep (79,4%) telah memenuhi kriteria
tepat indikasi, tepat dosis, tepat frekuensi, tepat durasi dan yang memenuhi
kategori tidak rasional sebanyak 31 resep (20,6%). Evaluasi kerasionalan
tepat frekuensi penggunaan, tepat durasi penggunaan (lama pemberian). Hasil dari
evaluasi tersebut disajikan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Evaluasi Ketepatan (Indikasi, Dosis, Frekuensi dan Lama Pemberian)
Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Pediatrik Kriteria
Kerasionalan
Jumlah Antibiotik (N=155)
Tepat (%) Tidak Tepat (%) Tepat Indikasi 155 (100) -
Tepat Dosis 144 (93,0) 11 (7,0) Tepat Frekuensi 149 (96,1) 6 (3,9) Tepat Durasi 136 (87,7) 19 (12,3)
Berdasarkan hasil evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik menunjukkan
penggunaan antibiotik yang tepat indikasi sebanyak 100%, tepat dosis sebanyak
93,0%, tepat frekuensi sebanyak 96,1% dan tepat durasi (lama pemberian)
sebanyak 87,7%.
Menurut penelitian yang dilakukan tentangkerasionalan penggunaan
antibiotik pada rawat inap anak yang berlokasi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
M. M. Dunda Limboto tahun 2011 menunjukkan penggunaan antibiotika yang
dikategorikan sebagai tepat indikasi sebanyak 100%, dan tepat dosis sebanyak
50.98% (Fransiska, 2012).
Penilaian rasionalitas penggunaan obat dapat dilakukan oleh farmasis.
Peran farmasis ini penting dalam mencegah terjadinya kesalahan pengobatan.
Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa intervensi farmasis untuk
mencegah kesalahan pengobatan yang mungkin berasal dari peresepan yang tidak
Suatu obat dikatakan tepat indikasi adalah pemberian penggunaan
antibiotik diindikasikan untuk pasien yang memiliki gejala adanya infeksi. Dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh obat antibiotik yang diberikan telah
tepat indikasi. Dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Distribusi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Indikasi
Pada Pasien Pediatrik Rawat Jalan Di RSUD Lubuk Pakam Periode September 2014 – Desember 2014.
No Jenis Antibiotik Frekuensi Persentase (%)
R TR R TR
1 Amoxicilin 7 - 4,5 - 2 Cefadroxil 43 - 27,8 - 3 Cefixime 77 - 49.7 - 4 Cotrimoksazol 3 - 1,9 - 5 Eritromicin 4 - 2,6 - 6 Metronidazole 2 - 1,3 - 7 Thiamphenicol 9 - 5,8 -
8 Isoniazid 5 - 3,2 -
9 Rifampisin 5 - 3,2 -
Total 155 - 100 -
Keterangan : R = Rasional TR = Tidak Rasional
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas kecamatan jatinegara
tentang kesesuaian indikasi penggunaan antimikroba pada pasien anak yang
memenuhi kategori rasional sebesar 80 % (Ferdini, 2011).
4.5.2 Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Dosis
Ketepatan dosis merupakan dosis yang digunakan harus sesuai range
terapi dan banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada
seorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat dalam maupun luar secara
tepat. Penggunaan peresepan yang underdose atau overdose dapat menyebabkan
cukup besar adalah peningkatan resistensi bakteri terhadap antibakteri tersebut.
Evaluasi kerasionalan terhadap parameter kesesuaian dosis dilakukan dengan
membandingkan jumlah dosis yang diberikan kepada pasien dengan
menggunakan standar terapi daftar obat Indonesia yang digunakan sebagai acuan
dalam perhitungan dosis. Neonatus, bayi dan anak memerlukan pertimbangan
khusus dalam perhitungan dosis obat karena perbedaan usia secara fisiologis akan
merubah farmakokinetika banyak obat. Dosis yang tinggi juga dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi yang tidak diinginkan (Pagliaro
dkk., 1995). Standar dosis penggunaan antibiotik dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Standar dosis Penggunaan Antibiotik (DOI, 2008)
No Antibiotik satu jenis atau
lebih Dosis Anak
1 Amoxicilin
Kapsul: Anak BB>20 kg;250-500 mg tiap 8 jam. Anak BB<20 kg sehari 20-40/kgBB mg tiap 8 jam
2 Cefadroxil 25-30 mg/kgBB/hari dalam dua dosis terbagi
3 Cefixime
1,5-3 mg/kg BB 2 kali sehari. Infeksi berat 6 mg/kg BB 2 kali sehari Demam tifoid: 10-15mg/kgBB/hari selama 10-12 hari
4 Cotrimoksazol Anak 6-12 thn 5-10 ml sehari 2 x; 2-5 thn sehari 2,5-5 ml; <2 thn sehari 2 x 2,5 ml 5 Eritromicin 30-50 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis
6 Metronidazole 30-50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis selama 5-10 hari
7 Thiamphenicol
Berumur >2 minggu: 50 mg/kgBB dlm dosis terbagi sehari 3-4x; <2 minggu: sehari 4 x 25 mg/kgBB
Dosis lazim: 20-30 mg/kgBB setiap 4 jam
8 Isoniazid 10-20 mg/kgBB/hari dosis tunggal
9 Rifampisin 10-20 mg/kgBB sebaiknya dikombinasi dengan anti tuberkullosa lain
Berdasarkan hasil penelitian ini didapat antibiotik yang memenuhi
dosis antara dosis lazim dengan dosis maksimumnya. Dosis umumnya
berdasarkan pada berat badan neonatus, bayi dan anak-anak; misalnya miligram
per kg berat badan untuk diberikan pada satu atau lebih. Dosis pemberian dalam
sehari peresepan yang underdose dapat menyebabkan tidak sembuhnya pasien
atau sembuh dalam jangka waktu yang lama, Bahaya yang cukup besar adalah
peningkatan resistensi bakteri terhadap antibakteri tersebut (Despkes RI., 2009).
Sebuah penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jati Negara
menunjukkan bahwa Prevalensi dosis antimikroba yang tidak rasional terjadi
sangat kecil yaitu sebesar 2,3% (Fierdini, 2011). Prevalensi dosis dapat dilihat
pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Distribusi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Dosis.
No Kerasionalan Antibiotik satu jenis atau lebih
Jumlah Persentase (%)
R TR R TR
1 Amoxicilin 7 - 4,5
2 Cefadroxil 34 9 22,1 5,7 3 Cefixime 76 1 49,05 0,65 4 Cotrimoksazol 3 - 1,9 -
5 Eritromicin 4 - 2,6 -
6 Metronidazole 1 1 0,65 0,65 7 Thiamphenicol 9 - 5,8 -
8 Isoniazid 5 - 3,2 -
9 Rifampisin 5 - 3,2 -
Total 144 11 93,0 7,0
Keterangan : R = Rasional TR = Tidak Rasional
4.5.3 Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Frekuensi Penggunaan
Frekuensi penggunaan antibiotik berpengaruh terhadap pencapaian kadar
terapi obat dalam darah, kurangnya frekuensi penggunaan obat dapat
pada akhir nya obat menjadi tidak berkhasiat. Frekuensi disini mengandung arti
pemberian antibiotik dalam sehari dibagi dalam beberapa kali dapat dilihat pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Distribusi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Frekuensi
Penggunaan Antibiotik.
No Kerasionalan Antibiotik satu jenis atau lebih
Jumlah Persentase (%)
R TR R TR
1 Amoxicilin 7 - 4,5 -
2 Cefadroxil 37 6 23,9 3,9
3 Cefixime 77 - 49.7 -
4 Cotrimoksazol 3 - 1,9 -
5 Eritromicin 4 - 2,6 -
6 Metronidazole 2 - 1,3 - 7 Thiamphenicol 9 - 5,8 -
8 Isoniazid 5 - 3,2 -
9 Rifampisin 5 - 3,2 -
Total 149 6 96,1 3,9
Keterangan : R = Rasional
TR = Tidak Rasional
Berdasarkan hasil penelitian ini didapat sebanyak 6 resep (3,9%) ketidak
sesuaian frekuensi pemberian antibiotik. Ketidaksesuaian yang terjadi adalah
pemberian antibiotik sefadroxil yang pemberian nya 1 x sehari terbagi 3 dosis
seharusnya pemberiannya 1 x sehari terbagi 2 dosis. untuk itu perlu sosialisasi
lebih jauh terhadap para praktisi kesehatan dalam hal frekuensi penggunaan.