• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis semiotik film 3 hati dua dunia satu cinta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis semiotik film 3 hati dua dunia satu cinta"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEMIOTIK

FILM

3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA

Skripsi

DiajukanuntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMemperoleh GelarSarjanaSosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Sinthiani

NIM: 107051102569

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

ABSTRAK

Nama : Sinthiani

NIM : 107051102569

Jurusan : Konsentrasi Jurnalistik

Skripsi : Analisis semiotik terhadap film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

Film adalah karya seni yang sarat dengan simbol-simbol yang di dalamnya terkandung makna tertentu. Film merupakan salah satu media komunikasi massa audiovisual yang mampu mempengaruhi jiwa manusia, dimana penontonnya seakan menyaksikan langsung bahkan seolah-olah ikut terlibat pada peristiwa yang terjadi dalam sebuah film. Film umumnya dibangun oleh banyak tanda, tanda- tanda termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan.

Studi ini merupakan sebuah upaya untuk menemukan makna semiotik di balik film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Secara umum, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk meneliti film ini. Metode kualitatif memungkinkan penulis mengkaji film secara lebih mendalam untuk menggali makna yang tersirat dalam berbagai simbol, kode, dan seluruh adegan yang hendak digunakan sebagai objek penelitian.

Beberapa pertanyaan yang selanjutnya mengarahkan penulis antara lain : Bagaimana makna film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta berdasarkan analisis semiotik Roland Barthes? Bagaimana makna teks judul dari film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta?

Penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan semiotik yang dikembangkan oleh pemikir Perancis, Roland Barthes. Pendekatan semiotik ala Roland Barthes ini memberi titik tekan pada makna denotatif, konotatif, dan mitos. Makna denotatif adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan antara sign dengan objek dalam realitas. Makna konotatif adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca/pengguna dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Sedangkan mitos dalam pengertian Roland Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebelumnya arbitrer atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah.

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penulisan skripsi ini. Berkat

pertolongan serta nikmat-Nya, penulis mampu melalui rintangan dan cobaan saat

mengerjakan skripsi ini.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada yang tersayang,

penyeru kebenaran, pembawa keberkahan Rasulullah SAW, beserta keluarga,

sahabatnya dan semoga kita istiqomah menjadi umatnya sampai hari kiamat.

Amin.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dorongan

dan doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Mahmud Jalal, M.A selaku Pembantu

Dekan Bidang Kepegawaian. Bapak Drs. Studi Rizal, LK M.A selaku

Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Ibu Rubiyanah, M.A selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Ibu Ade Rina Farida, M.Si selaku

(4)

3. Bapak Dr. Suhaimi M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu bersedia memberikan masukan yang sangat

bermanfaat dalam menyusun skripsi ini.

4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi yang telah memberikan ilmu serta berbagai macam

pengalaman selama menuntut ilmu.

5. Segenap staff perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi

di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Orang tua tercinta, Ayahanda Alm. Muhammad Dimyathie AW.BA dan

Ibunda Nurlela yang dengan ketulusan hati memberikan dorongan moral

maupun materil serta iringan doa kepada penulis untuk menuntut ilmu

sampai saat ini, semoga Allah SWT merahmati dan hanya Dialah yang

mampu membalas segala jasa besarmu.

7. Kakak-kakakku, Ka Diana, Bang Win, Ka Isti, Bang Fahmi, Ka Lili, A

Hendra, Ka Uul, Ka Icha yang selalu mendukung dan mendoakan penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada Mas Benni Setiawan selaku sutradara dan penulis skenario Film

3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, terima kasih atas waktu yang diberikan

untuk menjawab semua pertanyaan yang membantu penulis dalam

(5)

9. Kepada PSM UIN JAKARTA yang banyak memberikan pelajaran dan

pengalaman tentang kehidupan. Teman-teman seperjuangan di PSM UIN

JAKARTA “INFINITO” (Boshy, Ka Sopic, Tutti, Emay, Bishop, Tetha, Sumbu, Gamut, Dawul, Lasnot, Tubu, Harpa, dan lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu). Teman-teman dari Unit Kegiatan Mahasiswa

lainnya (RIAK, ARKADIA, FORSA, TEATER SYAHID, KALACITRA,

RANITA, dll).

10. Teman-teman Jurnalistik 2007 yang sama-sama berjuang, Lola, Silvia,

Nunu, Nana, Nia, Jeto, Ika, Ririn, Cahya, Era, Ajat, Taufik, Dodo, Dita,

Alan, Zahra, Mawa, Yanti, Admiral, Helmi, Anay dan semua teman

kelasku.

11. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun

imateri sehingga penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Hanya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang dapat penulis

haturkan kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu dalam

penulisan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala budi baik dan

bantuan semua pihak yang telah diberikan kepada penulis.

Jakarta, Juni 2011

(6)
(7)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ……….. . v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ……….7

1. Segi Akademis ……… . 7

2. Segi Praktis ……….. 7

E. Metodologi Penelitian ... 8

1. Pendekatan Penelitian ... 8

2. Jenis Data ... 8

3. Subjek dan Objek Penelitian ... 9

4. Teknik Pengumpulan Data ... 9

5. Teknik Analisis Data ……… .... 10

6. Teknik Penulisan………13

F. Tinjauan Pustaka……….13

G. Sistematika Penulisan ……… ... 14

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum tentang Film ……….. .17

1. Pengertian Film ……….. .17

2. Sejarah dan Perkembangan Film ………..18

3. Jenis Film ……… .21

4. Unsur-Unsur Pembentuk Film ……… .23

5. Struktur dalam Film ……….. . .24

6. Sinematografi ……….. .27

(8)

vi

C.Tinjauan Umum tentang Toleransi………... 40

D.Tinjauan Umum tentang Cinta………. 44

BAB III PROFIL FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA

A. Sekilas tentang Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….. ..50 B. Sinopsis Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ………. ..53

C. Profil Benni Setiawan ……… .. ..54

D. Profil Pemeran Utama Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ………… 54 E. Karakter Pemain Film Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….61 F. Tim Produksi dan Para Pemain Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ...62

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA

A. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos ……… . .64 1. Indonesia sebagai Bangsa yang Relijius ……… .66

2. Antara “Tradisi dan Agama” ………74

3. Rosyid : Sosok Pemuda Muslim yang Ideal ……… .. .84

4. Cinta Beda Agama ……….. ... .91

B. Analisis Makna Judul Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….. 108

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 113 B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

LAMPIRAN

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belakangan ini, agama adalah sebuah nama yang terkesan membuat

gentar, menakutkan, dan mencemaskan. Agama di tangan para pemeluknya sering

tampil dengan wajah kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhir banyak muncul

konflik, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Pandangan dunia keagamaan

yang cenderung anakronostik (tidak menghargai sejarah) memang sangat

berpotensi untuk memecah belah dan saling klaim kebenaran sehingga

menimbulkan berbagai macam konflik. Fenomena yang juga terjadi saat ini

adalah muncul dan berkembangnya tingkat kekerasan yang membawa-bawa nama

agama (mengatasnamakan agama) sehingga realitas kehidupan beragama yang

muncul adalah saling curiga mencurigai, saling tidak percaya, dan hidup dalam

ketidak harmonisan.

Toleransi yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan

masuk dalam kerangka sistem teologi Islam, yang sejatinya harus dikaji secara

mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu

keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi

(10)

Toleransi (Arab: tasamuh) adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan

agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi

terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh

mayoritas dalam suatu masyarakat.1 Dalam bahasa latin, toleransi disebut dengan

tolerare, yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lainatau berpandangan

lain tanpa dihalang-halangi.2 Contohnya adalah toleransi beragama, dimana

penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan

agama-agama lainnya.

Toleransi menggambarkan sikap saling menghormati dan saling

bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara

etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi merupakan konsep agung

dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama,

termasuk agama Islam.

Dalam Islam, toleransi memiliki konsep yang jelas. Toleransi dalam Islam

merupakan bagian integral dari Islam itu sendiri. Menurut ajaran Islam, toleransi

bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang,

dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka

toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan

serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi

keyakinan manusia terhadap Allah SWT. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah

membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam.

1

http://id.wikipedia.org/wiki/Toleransi, di akses tanggal 21/11/2010. 11.57 WIB.

2

(11)

Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur

dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara

kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam

pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh

dan tak boleh dilanggar.3 Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak

untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati

keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun

hak-haknya.

Film merupakan produk komunikasi massa yang sangat berpengaruh bagi

kehidupan manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodermik atau peluru yang banyak

dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, dimana kegiatan mengirimkan pesan

sama halnya dengan tindakan menyuntikkan obat yang dapat langsung merasuk ke

dalam jiwa penerima pesan4.

Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik dibandingkan

dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap,

penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata,

juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subyek yang tidak terbatas

ragamnya. 5 Berkat unsur inilah, film merupakan salah satu bentuk seni alternatif

yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara saksama apa

yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada di balik

3

http://www.annaba-center.com/main/kajian/detail.php?detail=20090312204755, diakses

tanggal 21/11/2010. Jam 12.15 WIB 4

Morrisan, Media Penyiaran:Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang:Ramdina Prakarsa,2005),h.12.

5

(12)

ceritanya. Yang tak kalah pentingnya, film juga merupakan ekspresi atau

pernyataan dari sebuah kebudayaan.

Film dibuat dengan tujuan tertentu kemudian hasilnya tersebut

ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis.

Karakter psikologisnya khas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi

interpersonal, seperti bahwa film bersifat satu arah. Bahkan bila dibandingkan

dengan jenis komunikasi massa lainnya, film dianggap jenis yang paling efektif.

Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hassanudin, Anwar Arifin dan

Azwar Hasan mengatakan, bahwa dari sudut pandang teori komunikasi,

khususnya filmologi, diakui bahwa film sangat potensial untuk mempengaruhi

perilaku penonton. Hal ini disebabkan kekuatan dan keunikannya sebagai media

efektif yang mengantar pesan secara mengesankan. Kekuatan pengaruhnya,

mampu menggiring penonton pada situasi identifikasi optik dan identifikasi

psikologik.6

Film saat ini sudah menjadi keseharian dalam kehidupan modern umat

manusia di dunia. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,

menonton film menjadi sangat mudah didapatkan. Setiap hari bahkan setiap jam,

kita dapat menyaksikan berbagai film, baik itu melalui televisi, gedung-gedung

bioskop, VCD, DVD, hingga internet yang tersebar di mana-mana. Bahkan kini

telah hadir Indovision yang beberapa stasiun televisinya hanya menyuguhkan film

6

Anwar Arifin dan Azwar Hasan, “Pemberdayaan Perfilman Indonesia. Suatu Upaya

(13)

sebagai program acara setiap harinya. Oleh karenanya saat ini sepertinya film

mustahil dipisahkan dari kehidupan manusia, termasuk anak-anak.

Namun menjadikan film sebagai media pendidikan tentunya harus bisa

menyesuaikan bagaimana pesan pendidikan yang disampaikan dapat diterima oleh

audiensnya tanpa terasa menggurui. Hal inilah yang telah dilakukan oleh seorang

sutradara sekaligus penulis skenario Indonesia yang bernama Benni Setiawan. Ia

membuat sebuah film motivasi tentang toleransi beragama yang sangat memikat,

yaitu 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Film yang di produseri oleh Putut Widjanarko,

dan di produksi oleh Mizan ini, bercerita mengenai sepasang kekasih dengan

perbedaan prinsip agama, sang lelaki adalah keturunan Arab yang keluarganya

masih memegang tradisi ke-Islaman dan juga ke-Araban yang kuat. Sang

perempuan, Manado Khatolik dari keluarga yang taat. Mereka berencana untuk

menikah, namun kedua orang tua mereka menentang keras. Orang tua mereka

tidak setuju, karena menurut keyakinan yang dianut, menikah beda agama tidak

legal, alias haram. Tetapi, sepasang kekasih itu terus berusaha mencari jalan agar

cinta mereka menyatu.

Pesan utama yang ingin diangkat dalam film ini tentang toleransi

beragama dan kesadaran untuk menjaga keragaman etnik di Indonesia, serta

mengutamakan keluarga dalam urusan apapun.

Sebagai tontonan, film ini cukup komprehensif karena selain mengusung

topik perbedaan keyakinan, di dalamnya ada pesan dan kritik tersirat yang

(14)

“Di saat Indonesia menghadapi problem terkait soal toleransi, film

produksi Mizan Productions ini menjawab keresahan tersebut. Ini nilai lebih yang

membuat film ini layak ditonton semua kalangan dari berbagai agama dan etnik,”

ungkap Bachtiar Effendy, Intelektual Muslim dalam diskusi Film 3 Hati Dua

Dunia Satu Cinta.7

Dari masalah yang terlihat sepele inilah akan muncul masalah-masalah

lain dan akhirnya banyak hikmah dan pesan-pesan yang bisa dipetik dari adegan

yang secara natural diperankan oleh para pemainnya.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti bermaksud

menyusun skripsi dengan judul Analisis Semiotik Film 3 Hati Dua Dunia Satu

Cinta, karya Benni Setiawan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan oleh penulis di atas,

maka penulis membatasi penelitian pada pesan tanda atau simbol yang

mengandung aspek toleransi beragama dan yang berhubungan dengan cinta yang

ada pada film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta karya Benni Setiawan. menggunakan

analisis semiotik model Roland Barthes, karena menurut Barthes semua objek

kultural dapat diolah secara tekstual. Dengan demikian, semiotik dapat meneliti

bermacam-macam teks seperti berita, film, fashion, fiksi, dan drama.8

7

Bachtiar Effendy, dalam diskusi film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, bertajuk “Merawat

Keberagaman Indonesia” di Cinema XXI, Pondok Indah Mall Jakarta, pada 10 Juli 2010. 8

(15)

Sedangkan rumusan masalah yang diangkat pada penelitian skripsi ini

adalah :

1. Bagaimana makna film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta berdasarkan

analisis semiotik Roland Barthes?

2. Bagaimana makna teks judul film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemikiran dan permasalahan di atas, Penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Untuk memahami makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film 3 Hati

Dua Dunia Satu Cinta dengan menggunakan analisis semiotik Roland

Barthes.

2. Untuk memahami apa makna teks dari judul film 3 Hati Dua Dunia Satu

Cinta.

D. Manfaat Penelitian

1. Segi Akademis

Di harapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dan positif pada

khazanah keilmuan dalam bidang dakwah melalui media massa, khususnya

tentang penelitian analisis semiotika film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta sebagai

media dakwah melalui media massa yaitu film.

2. Segi Praktis

Untuk menambah wawasan bagi praktisi komunikasi dan dakwah tentang

(16)

media dakwah. Juga setiap muslim bisa ikut berperan aktif dalam pengembangan

tugas dakwah, tidak terkecuali para seniman sastra yang mementingkan nilai

toleransi beragama yang mengutamakan cinta kasih sayang sebagai suatu

kebersamaan yang indah. Dan juga penelitian ini diharapkan dapat

mengembangkan pemikiran serta pengetahuan mengenai simbol-simbol dan

tanda-tanda dibalik sebuah film. Serta dapat menghargai sinema Indonesia dan

lebih kritis dalam memilih film yang bermutu.

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif

kualitatif, dimana hasil temuan akan dideskripsikan kemudian ditinjau kembali

untuk dianalisis dari hasil pengamatan lapangan dan penelusuran pustaka.

Sedangkan taraf analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini

dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan penjelasan yang lebih rinci terkait

dengan rumusan masalah. Metode deskriptif kualitatif adalah proses pencarian

data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang

menyeluruh (holistic).

2. Jenis Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori yaitu

data primer dan data sekunder. Sumber data primer yaitu data yang dikumpulkan

oleh peneliti, seperti wawancara langsung, dan ini merupakan sasaran utama

(17)

diaplikasikan guna mempertajam analisis data primer, yaitu sebagai pendukung

dan penguat data primer dalam penelitian.

Sumber Data Primer:

Yaitu data yang diperoleh dari hasil analisis semiotik tiap adegan yang

mengandung makna pesan toleransi beragama yang terdapat dalam film “3 Hati,

Dua Dunia, Satu Cinta”. Dan juga diperoleh dari wawancara dengan sutradara

film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, karya Benni Setiawan.

Sumber Data Sekunder:

Yaitu data bersumber pada berbagai referensi seperti buku, film, media

internet, dan terbitan lain yang ada relevansinya dengan masalah penelitian.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta karya

Benni Setiawan. Dan objek penelitian ini adalah scene dalam film 3 Hati Dua

Dunia Satu Cinta yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, penulis menggunakan

metode sebagai berikut:

a. Observasi atau Pengamatan yaitu metode pertama yang digunakan

dalam penelitian ini dengan melakukan pengamatan dan pencatatan

terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.9 Di sini penulis

membaca dan memahami isi pesan dan makna dari tanda atau simbol

9

(18)

yang ada pada film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ini. Setelah itu

penulis mengutip kemudian mencatat dialog-dialog ataupun paragraf

yang mengandung pesan pada film ini untuk dijadikan sebagai

codingsheet, yakni rangkaian pencatatan lambang atau pesan secara

sistematis untuk kemudian diberikan interpretasi.

b. Metode wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data

dengan melakukan komunikasi tatap muka (face to face) antara

peneliti dan sumber penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan

wawancara dengan Benni Setiawan sebagai sutradara dari film 3 Hati

Dua Dunia Satu Cinta.

c. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, buku-buku yang menunjang penulisan skripsi ini,

internet dan lain sebagainya.

Langkah selanjutnya ialah mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil

pemilihan dialog, wawancara, serta dokumnetasi. Lalu mengolah hasil temuan

atau data dan meninjau kembali data yang telah terkumpul. Seluruh data tersebut

nantinya akan dipaparkan dengan didukung oleh beberapa hasil temuan studi

pustaka yang kemudian dianalisis.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

semiotik yang bersifat kualitatif. Secara sederhana semiotik adalah ilmu tentang

(19)

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut berarti. Semiotik adalah studi

tentang bagaimana bentuk-bentuk simbolik diinterprestasikan. Kajian ilmiah

mengenai pembentukan makna.10 Secara substansial, semiotika adalah kajian yang

concern dengan dunia simbol.

Semiotik memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan

menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah analisis

semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan sistem pesan

dimana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual pada isi: ia

mengulas cara-cara beragam unsur teks bekerja sama dan berinteraksi dengan

pengetahuan kultural kita untuk menghasilkan makna.11

Metode ini memperkaya pemahaman kita terhadap teks, sebagai sebuah

metode, semiotik bersifat interpretatif, dan konsekuensinya sangat subjektif.

Namun hal ini tidak mengurangi nilai semiotik karena semiotik adalah ilmu

tentang memperkaya pemahaman kita terhadap teks12. Peneliti menggunakan

metode semiotik model Roland Barthes. Di sini tanda dimaknai secara denotasi

dan konotasi tanpa mengesampingkan mitos yang ada, untuk memperoleh

gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh dan

mencakup permasalahan yang diteliti. Ketika suatu tanda yang memiliki makna

konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi

tersebut menjadi mitos.

10

James Lull, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj). A. Setiawan Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997), cet. Kel-1, h. 232

11

Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2006), h. 77.

12

(20)

Dalam proses penelitian, tahap pertama yang dilakukan adalah tahap

pemilihan tanda, yang dilakukan setelah peneliti mengamati secara keseluruhan

adegan dalam film tersebut. Peneliti akan mereduksi film 3 Hati Dua Dunia Satu

Cinta menjadi miteme-miteme (sign) yang membentuknya. Proses pereduksian

teks film hingga menjadi miteme ini didasarkan pada tanda-tanda dominan yang

mampu merepresentasikan makna toleransi antar umat beragama dalam film

tersebut.

Tahap kedua, yaitu tahap analisis tanda. Tahap ini difokuskan pada usaha

mengidentifikasi sistem penanda tingkat pertama dan tingkat kedua, serta

mengidentifikasi kode-kode sinematik dan tata bahasa film apa saja yang

digunakan dalam membentuk sistem penanda tersebut.

Langkah selanjutnya, peneliti berusaha menentukan makna denotasi dan

konotasi film tersebut. Dalam tahap menentukan denotasi dan konotasi, yang

peneliti lakukan terlebih dahulu adalah tanda-tanda apa saja yang

diidentifikasikan sebagai sebuah nilai yang mengandung makna toleransi

beragama yang terdapat dalam film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

Satu persatu tanda tersebut dijabarkan dalam tahap denotasi. Dalam tahap

denotasi ini, peneliti menjelaskan apa saja yang menjadi penanda, petanda, dan

tanda dalam setiap tanda film tersebut yang merepresentasikan makna toleransi

beragama. Penjelasannya dijabarkan dalam tabel visual berupa cut dari adegan,

transkrip dialog, dan jenis-jenis shot.

Setelah tahap penentuan sistem pemaknaan tingkat pertama (denotasi),

(21)

shot yang menjelaskan situasi, kondisi, ekspresi para tokoh, dan lingkungan

sekitar.

Masuk pada tahap penentuan konotasi, peneliti melakukan pengamatan

pada bentuk, konsep, dan penandaan. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah

identifikasi mitos nilai-nilai toleransi beragama. Bagi Barthes, mitos merupakan

cara berpikir suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara mengkonseptualisasikan atau

memahami sesuatu. Menurut Barthes, mitos adalah sebuah kisah (a story) yan

melaluinya sebuah budaya mejelaskan dan memahami beberapa aspek dari

realitas. Mitos membantu kita untuk memaknai pengalaman-pengalaman kita

dalam satu konteks budaya tertentu. Berdasarkan analisis terhadap kedua tanda

dominan tersebut ditemukan makna-makna konotatif sebagai wujud dari sebuah

mitos.

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh

CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan

pustaka, ternyata penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti

tentang judul ini. Hanya saja ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir

(22)

A Mighty Heart disusun oleh Rizky Akmalsyah, mahasiswa Konsentrasi

Jurnalistik UIN Jakarta NIM:106051102939 Tahun: 2010. Dalam penelitian

tersebut objek yang diteliti adalah film A Mighty Heart dengan menggunakan

metode semiotika Roland Barthes.

Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta disusun oleh Fikri Ghazali,

mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta. NIM: 206051003915,

Tahun : 2010. Dalam penelitian tersebut objek yang adalah setiap adegan yang

mengandung pesan moral dalam film “3 DOA 3 CINTA” dengan menggunakan

analisis semiotik Roland Barthes. Simbol-simbol itu pada film dipresentasikan

melalui penampilan (appearance) perilaku tokoh dalam film.

Analisis Semiotik Film Animasi Upin dan Ipin disusun oleh Akhmad

Bayhaki, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta NIM :

105051001885 Tahun : 2009. Dalam penelitian tersebut objek yang diteliti adalah

cerita dalam film animasi Upin dan Ipin dengan menggunakan metode semiotika

John Fiske.

Dari beberapa skripsi tersebut maka penulis mengambil kesimpulan bahwa

belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Analisis Semiotika film 3 Hati Dua

Dunia Satu Cinta di UIN Syahid Jakarta. Oleh karena itu penulis menggunakan

(23)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terarah maka penulis

membagi pembahasannya ke dalam lima bab yang dibagi ke dalam sub-sub bab

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan ini menguraikan secara singkat mengenai alasan

pemilihan judul, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, serta

sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menerangkan tentang konsep dan pengertian semiotika

secara etimologis dan terminologis, pengertian film, film sebagai media

dakwah, tinjauan umum tentang toleransi beragama, dan tinjauan umum

tentang cinta.

BAB III: SEKILAS TENTANG FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU

CINTA

Pada bab ini berisikan tentang konsep dasar pembuatan film 3 Hati

Dua Dunia Satu Cinta, sinopsis film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, dan

yang terakhir profil sutradara film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

BAB IV: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 HATI DUA DUNIA

(24)

Dalam bab ini menjelaskan tentang pesan dari tanda dan simbol

yang mempunyai makna dari film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, serta

makna dari judul film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

BAB V: PENUTUP

Dalam bab akhir ini, penulis memberikan kesimpulan terhadap apa

yang telah diteliti oleh penulis dalam karya ilmiah ini, serta memberikan

(25)

17 BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Tinjauan Umum tentang Film

1. Pengertian Film

Awalnya film berupa pita film yang memang digunakan untuk

memproduksi sebuah gambar hidup.Namun dengan semakin majunya teknologi,

era digital pun melibas seluloid/pita film.Film dapat diproduksi dengan format

digital, disebarluaskan juga dalam bentuk digital.

Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie.Film, secara

kolektif, sering disebut sinema. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah

Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie =

graph (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan

cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan

alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.1

Menurut UU Perfilman No 8 Tahun 1992, “film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunukasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sisten proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya”.2

1

Oleh Galih, http://bahasfilmbareng.blogspot.com/2008/04/pengertian-film.html. Diakses tanggal 20 Januari 2010, jam 15.02 WIB

2

(26)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian film secara fisik

adalah selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang

akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di

bioskop).3Sedangkan melalui kesepakatan sosial istilah film memperoleh arti

seperti yang secara umum dipahami yaitu lakon (cerita) gambar hidup atau segala

sesuatu yang berkaitan dengan gambar hidup.

Pengertian film kini juga diartikan sebagai sebuah genre dalam

kesenian.Seni tari, seni musik, dan juga seni film.Karena didalam sebuah film atau

rekaman gambar bergerak, kita dapat menemukan berbagai jenis seni yang

direkam.Contoh dalam film ada seni artistik, dimana pengambilan gambarnya

harus indah, bagus dan enak dipandang. Film adalah sebuah karya mengandung

unsur keindahan dan membuat film juga dibutuhkan keahlian.Jadi, wajar saja bila

pengertian film sudah dikaitkan dengan seni.

2. Sejarah dan Perkembangan Film

“Dialog haruslah menjadi satu suara di antara banyak suara, seperti sesuatu

yang keluar dari mulut orang-orang yang matanya bercerita secara visual,”

menurut Alfred Hitchcock (1899-1980).4

Foto bergerak pertama berhasil dibuat pada tahun 1877 oleh Eadweard

Muybridge, fotografer Inggris yang bekerja di California.5Muybridge yang juga

mahasiswa Stanford University mencoba membuat 16 foto atau frame kuda yang

3

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan. (Jakarta: Balai Pustaka, 1997).

4

Marcel Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media(Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 133.

5

(27)

sedang berlari. Dari ke-16 foto kuda yang berlari ini, Muybridge mengatur

sederetan kamera dengan benang tersambung pada kamera shutter. Ketika kuda

berlari, ia akan memutus benang secara berurutan dan membuka masing-masing

kamera shutter. Hasilnya, foto tersebut terlihat hidup dan berhasil menjadi foto

bergerak pertama di dunia.Sekalipun pada saat itu teknologi perekam belum ada,

Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari

kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali agar

memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan. Sejarah mencatat

peristiwa itu pada tahun 1878, dari sinilah ide membuat film muncul.6

Sejak saat itu, banyak orang berbondong-bondong mulai membuat foto

bergerak dan bergulat untuk memperbaiki mesin proyektor.Marey salah satunya,

penemu asal Perancis yang mampu membuat foto bergerak (progresif), sehingga

dengan adanya kamera ini teknologi film dan fotografi mengalami kemajuan yang

pesat.7 Selain itu, Thomas Alva Edison (1847-1931) “sang raja penemu”, juga

sedang berkutat dalam pembuatan film sepanjang 15 detik yang merekam salah

seorang asistennya ketika sedang bersin. Yang untuk pertama kalinya

mengembangkan kamera citra bergerak pada tahun 1888.8Dan alat berbentuk

kotak ini dinamakan kinetoscope (alat untuk memproyeksikan gerak), dan orang

dapat mengintip melalui jendela kecilnya. Di dalamnya terdapat pita film enderos

sepanjang 17 m, sehingga film yang sama dapat dilihat berulang kali.Penemuan

6News Display”

di akses pada 20 Januari 2010, jam 15.05 WIB, dari http://www.wikimu.com 7

Ibid. 8

(28)

ini banyak digemari, sampai orang-orang rela mengantri untuk bisa

menikmatinya.9

Ketika itu, di Perancis, Lumiere bersaudara yaitu sang kakak Auguste, dan

sang adik Louis (1862-1954), juga sedang berusaha keras menemukan film. Dan,

pada tanggal 28 Desember 1895, Lumiere bersaudara akhirnya berhasil

menemukan dan mempertunjukkan film mereka untuk pertama kali kepada

masyarakat Paris.10 Salah satu film pertama yang diputar, durasinya sangat

singkat, dan hanya bercerita tentang kereta api yang tiba di stasiun. Berlandasakan

hal ini, para ahli sejarah sepakat menetapkan, bahwa pertunjukkan perdana

Lumiere bersaudara saat itu, dideklarasikan sebagai hari kelahiran dunia

perfilman.11

Kebanyakan sejarawan sinema menelusuri asal-usul film ke tahun 1896,

ketika seorang pesulap asal Prancis, Georges Melies, membuat serangkaian film

yang mengeksplorasi potensi naratif dari medium baru ini. Tahun 1900, Alfred

Dreyfus, seorang perwira militer Prancis, memfilmkan Cinderella dalam 20

adegan. Kemudian, ia juga membuat film A Trip to the Moon (1902), film

pendeknya ini menjadi terkenal dan dipertontonkan secara internasional.

Meskipun saat ini hanya dilihat untuk memuaskan rasa ingin tahu, ia tetaplah

menjadi penanda awal dari suatu bentuk seni yang saat itu belum dilahirkan.12

9

Seiichi Konishi & Keiji Nakamura, Penemuan Film, (Jakarta:Elex Media Komputindo, 2002), cet-1,h.21.

10

“Sejarah Film” oleh Kahirunnisa, diakses pada 20 Januari 2010, jam 15.10 WIB, dari http://blogiehaha.blogspot.com/2008/09/sejarah-film-dunia-lumiere-vs-melies.html

11

Seiichi Konishi, Penemuan Film,h.22. 12

(29)

Masa keemasan film dimulai dari film animasi yang mendapatkan

popularitas.Walt Disney membuat film kartun animasi pertama yang

disinkronisasi dengan suara, Streamboat Willie (1928). Kemudian, siklus film

horror klasik, seperti Dracula(1931), Frankenstein (1931), dan The Mummy

(1932), yang melahirkan serangkaian sekuel dan kembangan cerita yang

berlangsung sepanjang 1930-an.13

3. Jenis Film

Ada tiga jenis film yang umum dikenal, yaitu film fitur, film dokumenter,

dan film animasi yang secara umum dikenal sebagai film kartun.14

a. Film Fitur

Film fitur merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa

narasi, yang dibut dalam tiga tahap, yaitu tahap praproduksi, tahap

produksi dan tahap post-produksi.Tahap praproduksi merupakan periode

ketika skenario diperoleh.Skenario bisa berupa adapatsi dari novel, cerita

pendek, atau karya lainnya.Tahap produksi merupakan masa

berlangsungnya pembuatan film berdasarkan skenario itu.Kemudian tahap

[image:29.595.110.524.83.439.2]

post-produksi (editing) ketika semua bagian film yang pengambilan

gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah

yang menyatu.

13

ibid, h. 141. 14

(30)

b. Film Dokumenter

Film dokumenter merupakanfilm nonfiksi yang menggambarkan

situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan

perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya.

Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert

Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of

actuality)”. Berbeda dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka

film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya)

mengenai kenyataan tersebut.

c. Film Animasi (Kartun)

Film Kartun (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan

utama dari film kartun adalah untuk menghibur. Walaupun tujuan

utamanya adalah untuk menghibur, tapi terdapat pula film-film kartun

yang mengandung unsur-unsur pendidikan didalamnya.

Animasi merupakan teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi

gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.Pada

masa kini, hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan

komputer.

Dalam buku Komunikasi Massa, suatu pengantar, karya Elvinaro

Ardianto, menambahkan satu jenis film, yaitu film berita. Film berita atau

newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena

(31)

berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Yang

terpenting dalam film berita adalah peristiwanya terekam secara utuh.

4. Unsur-unsur Pembentuk Film

Film memang dibentuk oleh banyak unsur (audio dan visual), Secara teori

unsur-unsur audio visual dalam film dikatagorikan ke dalam unsur naratif dan

unsur sinematik.15 Dua unsur tersebut saling berinteraksi satu sama lain untuk

membuat sebuah film.

Unsur naratif adalah materi atau bahan olahan, kalau dalam film yang

dimaksud unsur naratif adalah penceritaannya, sementara yang dimaksud unsur

sinematik adalah cara atau gaya seperti apa bahan olahan itu digarap.

Dalam film cerita unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya.

Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis

pembentuk film.16

Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:

a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera. Ada

empat elemen pentingnya, yaitu setting, tata cahaya, kostum, make up,

akting, dan pergerakan pemain.

b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta

hubungan kamera dengan objek yang diambil.

15

Bambang Supriadi. Artikel diakses pada 23 Januari 2010, jam 12.41 WIB dari http://ranabiru.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur-pembentuk-film.html.

16

(32)

c. Editing, yaitu proses pemilihan, penyambungan transisi sebuah gambar

(shot) ke gambar (shot) lainnya. Melalui editing struktur,ritme serta

penekanan dramatik dibangun/diciptakan.

d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui

indera pendengaran.Elemen-elemennya bisa dari dialog,musik ataupun

effect.

5. Struktur dalam Film

Struktur adalah blueprint; kerangka desain yang menyatukan berbagai

unsur film dan merepresentasikan jalan pikiran dari pembuat film.Struktur

terdapat dalam semua bentuk karya seni. Pada film ia mengikat aksi (action)`dan

ide menjadi suatu kesatuan yang utuh.Struktur yang baik adalah struktur yang

sederhana tapi penuh relief. Penyusunan pikiran dan perasaan si seniman film

ditentukan oleh faktor-faktor :17

a. Keutuhan (semua unsur dalam film mesti bertalian dengan subyek

utamanya.

b. Ketergabungan (harus berhubungan antar unsur, dan menunjukkan

kesimpulan).

c. Tekanan (tekanan akan menentukan posisi dari unit-unit utama dan

sampingan film)

d. Interes (berhubungan dengan “isi” dari setiap unit).

17

(33)

Struktur film terdiri dari struktur lahiriah dan struktur batiniah.18Dalam

struktur lahiriah, terdapat unsur-unsur atau unit-unit yang membangun dan ecara

fisik sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-unsur sebagai berikut 19 :

a. Shot selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak

kamera dikatifkan (on) hingga kamera dihentikan (off) atau juga sering

diidtilahkan satu kali take ( pengambilan gambar). Sementara shot setelah

film telah jadi ( pasca produksi) memiliki arti satu rangkaian gambar utuh

yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan shot

biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan. Satu adegan bisa

berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang

dari satu detik, beberapa menit, bahkan jam.

b. Scene (Adegan) adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang

memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,

waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya terdiri

dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita terdiri

dari 30-35 adegan.

c. Sequence (Sekuen) adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu

rangkaian peristiwa yang utuh. Atausequence adalah sebuah rangkaian

adegan. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling

berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diibaratkan bab atau

sekumpulan bab. Film cerita biasanya terdiri dari 8-15 sequence.

18 Ibid. 19

(34)

Struktur batiniah ditentukan oleh sejumlah unsur20:

a. Eksposisi (keterangan tentang tempat, waktu, suasana, watak).

b. Point of attack(konfrontasi awal dari kekuatan- kekuatan yang saling

bertentangan).

c. Komplikasi (menuturkan keterlibatan-keterlibatan antar unsur

pendukung cerita)

d. Discovery ( penemuan informasi- informasi baru dalam pertengahan

cerita)

e. Reversal/ pemablikan (terjadinya komplikasi baru antar pendukung

cerita)

f. Konflik ( perbenturan antara kekuatan-kekuatan yang bertentangan)

g. Rising Action(pengungkapan pengembangan plot utama).

h. Krisis ( timbul apabila komplikasi- komplikasi menuntut keputusan

penting dari tokoh).

i. Klimaks ( puncak paling tinggi dari semua ketegangan dan intensitas,

biasanya timbul bersamaan dengan krisis)

j. Falling action ( klimaks menurun dan menuju kesimpulan)

k. Kesimpulan (tahap semua pertanyaan dijawab, masalah utama

dipecahkan dan diatasi, dalam cerita tragedi disebut katarsis, dalam

komedi disebut happy end).

20

(35)

6. Sinematografi

Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris cinematograhy yang

berasal dari bahasa latin kinema „gambar„. Sinematografi sebagai ilmu serapan

merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan

menggabung gabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar yang

dapat menyampaikan ide.21

Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene telah

tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, pada tahap inilah

unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi

menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film,framing, serta durasi gambar. Kamera

dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok

filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan

sebagainya.Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil,

seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera

dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek

diambil gambarnya oleh kamera.

Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam

sinematografi, yakni jarak kamera terhadap obyek (type of shot), yaitu22 :

21 Ibid.

22

(36)

a. Extremelong shot

Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari

obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini umumnya untuk

menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama yang luas.

b. Long shot

Pada long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar

belakang masih dominan. Long shot sering digunakan sebagai estabilising shot,

yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.

c. Medium long shot

Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas.

Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relatif seimbang.

d. Medium shot

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.

Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam

frame.

e. Medium close-up

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok

tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan

percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium close-up.

f. Close-up

Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil

(37)

gestur yang mendetil. Close-up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang

lebih intim. Close-up juga memperlihatkan mendetil sebuah benda atau obyek.

g. Extreme close-up

Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetail bagian

dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah

objek.

Berdasarkan sudut pengambilan gambar (camera angle)23

a. Bird Eye View

Pengambilan gambar dilakukan dari atas ketinggian tertentu, sehingga

memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda-benda lain yang

tampak dibawah sedemikian kecil.Pengambilan gambar biasanya menggunakan

helicopter maupun dari gedung-gedung tinggi.

b. High Angle

Menempatkan objek lebih rendah daripada kamera, atau kamera lebih

tinggi daripada objek, sehingga yang terlihat pada kaca pembidik objek yang

[image:37.595.107.522.124.475.2]

terkesan mengecil.Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan

gambar seperti ini memiliki arti yang dramatic yaitu kecil atau kerdil.

c. Low Angle

Menempatkan kamera lebih rendah dari objek, atau objek lebih tinggi dari

kamera, sehingga objek terkesan membesar.Sudut pengambilan gambar ini

merupakan kebalikan dari high angle.Kesan yang ditimbulkan dari sudut pandang

ini yaitu keagungan atau kejayaan.

23

(38)

d. Eye Level

Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan mata objek,

tidak ada kesan dramatic tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada hanya

memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.

e. Frog Level

Sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan permukaan tempat

objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan objek menjadi sangat besar.

Berdasarkan pergerakan kamera (moving camera) 24:

a. Pan

Panmerupakan singkatan dari kata panorama.Istilah panorama digunakan

karena umumnya menggambarkan pemandangan secara luas.Panadalah

pergerakan kamera secara horisontal (kanan dan kiri) dengan posisi kamera statis.

b. Tilt

Gerakan kamera secara vertikal, ke atas ke bawah atau bawah ke atas

dengan kamera statis.Tilt Up jika kamera mendongak dan tilt down jika kamera

mengangguk. Tilt sering digunakan untuk memperlihatkan obyek yang tinggi atau

raksasa.

c. Tracking

Tracking shot atau dolly shotmerupakan pergerakan kamera akibat

perubahan posisi kamera secara horisontal.Kedudukan kamera di tripod dan di

atas landasan rodanya.Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out jika bergerak

menjauh.

24

(39)

d. Crane shot

Crane shot adalah pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera

secara vertikal,horisontal atau kemana saja selama masih di atas permukaan

tanah.Crane shot umumnya menghasilkan efek high-angle dan sering digunakan

untuk menggambarkan situasi lansekap luas, seperti kawasan kota, bangunan,

areal taman, dan sebagainya.

e. Zoom In/ Zoom Out

Kamera bergerak menjauh dan mendekati objek dengan menggunakan

tombol zooming yang ada di kamera.

f. Follow

Gerakan kamera mengikuti objek yang bergerak.

g. Fading

Pergantian gambar secara perlahan.Fade In jika gambar muncul dan fade

out jika gambar menghilang serta cross fade jika gambar 1 dan 2 saling

menggantikan secara bersamaan.

h. Framing

Objek berada dalam framing shot.Frame in jika memasuki bingkai dan

(40)

B. Tinjauan Umum Semiotik

1. Konsep Semiotik

Kita bisa pikirkan sebuah ilmu yang mempelajari kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi sosial, dan dari sini menjadi bagian dari psikologi umum; saya akan menyebutnya sebagai semiologi (dari bahasa Yunani semion“tanda”). Semiologi akan menunjukkan pelbagai hal

yang membentuk tanda, dan hukum apa yang mengaturnya.

Ferdinand de Saussure (1857-1913).25

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk kepada

makna yang sama. Istilah semiotika lebih lazim digunakan ilmuwan Amerika,

sedangkan „semiologi‟ sangat kental dengan nuansa Eropa yang mewarisi tradisi

linguistik Saussurean.26

Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.Dalam

kedua istilah tersebut tidak terdapat perbedaan yang substansif, ini tergantung di

mana istilah itu populer. Namun yang jelas, keduanya merupakan ilmu yang

mempelajari hubungan antara signs (tanda-tanda) berdasarkan kode-kode tertentu.

Tanda- tanda tersebut akan tampak pada perilaku komunikasi manusia lewat

bahasa, baik lisan maupun isyarat.

Semiotik merupakan sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam

memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut

“tanda”.Semiotik berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti tanda.27

Semiotik (semiologi) telah menjadi alat analisis yang popular untuk

meneliti isi dari media massa dan telah banyak digunakan oleh para mahasiswa

25

Danesi.Pengantar Memahami Semiotika Media, h.33.

26

Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Progretivitas Makna.(Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 23.

27

(41)

ilmu komunikasi dalam meneliti makna dari pesan yang termuat dalam media

massa.28

Semiotik pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan

memaknai hal-hal.Memaknai dalam hal ini tidak dapat digabungkan dengan

mengkomunikasikan.Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa

informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga

mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.29

Jadi, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda.Ilmu ini menganggap

bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaannya merupakan

tanda-tanda.30Artinya, semiotik mempelajari sistem, aturan-aturan, yang memungkinkan

tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dengan kata lain, semiotika mempelajari

relasi di antara komponen tanda, serta hubungan antara

komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya.

Menurut John Fiske, studi semiotik dapat dibagi ke dalam bagian sebagai

berikut31:

a. Tanda itu sendiri, hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

berbeda, cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan

cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.

Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam

artian yang menggunakannya.

28

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-1, h. 100.

29

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet-3, h.15. 30

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 11. 31

(42)

b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup

cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu

masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran

komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya

bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu, untuk

keberadaandan bentuknya sendiri.

Dalam pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik

adalah pandangannya mengenai tanda.Saussure memusatkan perhatian pada sifat

dan perilaku tanda linguistik.Menurutnya, “definisi tanda linguistik merupakan

entitas dua sisi (dyad) yang berdifat arbitrer (berdasarkan kesepakatan). Sisi

pertama disebutnya dengan penanda (signifier), dan sisi kedua dari tanda yaitu sisi

yang diwakili secara material oleh penanda, disebut juga sebagai petanda

(signified)”.32

Tanda adalah hasil asosiasi antara signified (petanda) dan signifier

(penanda). Sebagai contoh, kata „laki-laki‟ (yang terdapat di pintu wc) adalah

tanda yang terdiri dari:

 Penanda : kata „laki-laki‟

 Petanda : sebuah ruang wc yang digunakan hanya untuk manusia

berjenis kelamin laki-laki.33

32

ST. Sunardi, Semiotika Negativa. (Yogyakarta: Kanal, 2002), h. 155. 33

(43)

Sementara itu, Charles Sanders Peirce, dikenal dengan teori segitiga

makna-nya (triangle meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotik berangkat dari

tiga elemen utama yang terdiri dari: tanda (sign), acuan tanda objek, pengguna

tanda (interpertant). Menurut Peirce, “salah satu bentuk tanda adalah kata.

Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah

tanda yang ada dibenak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Apabila elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam bentuk seseorang, maka

muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut”.34

2. Konsep Semiotik Roland Barthes

Lahir di Cherbourg Perancis pada tahun 1915, dan dibesarkan di Bayonne,

kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis.Roland Barthes

dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang giat mempraktikkan

model linguistik dan semiologi Saussurean.Ia sangat popular seiring dengan

semakin seringnya analisis semitika dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu.

Barthes memberikan perhatian pada persoalan-persoalan dalam teks sastra,

fotografi, iklan, film dan sebagainya.Pemikirannya adalah serpihan gagasan yang

multidimensi dan mengundang berbagai interpretasi.Karya-karya pokok Barthes,

antara lain: Le degree zero de I‟ecriture atau “Nol Derajat di Bidang Menulis”

(1953, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977).35

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang

tanda adalah peran pembaca (the reader).Konotasi, walaupun merupakan sifat asli

34

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Sesuatu Pengantar, h. 115 35

(44)

tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.“Barthes

menjelaskan apa yang di sebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang

dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh

Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia

bedakan dari dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama”.36

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang

memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu

tingkat denotasi dan konotasi.

Barthes menggunakan istilah “orders of signification”. First order of

signification adalah denotasi.Sedangkan konotasi adalah second order of

signification.Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang

berbentuk tanda.Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda

tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada

tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru inilah yang

kemudian menjadi konotasi”.37

Melanjutkan studi Hjelmsev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana

tanda bekerja:

36

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 21-22. 37

(45)

1. Signfier

(penanda)

2. Signfied

(petanda)

3. Denotative Sign (tanda Denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER

(PENANDA KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED

(PETANDA KONOTATIF)

[image:45.595.107.560.79.452.2]

CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Gambar 1. Peta tanda Roland Barthes

Sumber : Paul Cobley & Litza Janz, 1999. Introducing Semiotics.NY: Totem Books, hlm.51.

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas

penanda (1) dan petanda (2).Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif

adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur

material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga

diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.

Jadi, dalam konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya

sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda

denotatif yang melandasi keberadaannya.Sesungguhnya, inilah sumbangan

Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang

berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.38

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang

menghadirkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat

pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di

38

(46)

dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.ia

menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan

dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan.39

Jadi, makna denotasi adalah makna pada apa yang tampak, makna yang

paling nyata dari tanda, sedangkan konotasi dapat menghasilkan makna lapis

kedua yang bersifat implisit, tersembunyi. Dengan kata lain, denotasi adalah apa

yang digambarkan tanda terhadap obyek, sementara konotasi adalah bagaimana

menggambarkan tanda tersebut.

Reality Signs Culture

[image:46.595.122.512.290.574.2]

First Order Second Order

Gambar 2. The orders of signification

Sumber: Fiske, J. (1990:88) Introduction to Communication Studies.

Dalam gambar tersebut, tanda panah dari signified mengarah pada mitos.

Ini berarti mitos muncul pada tataran konsep mental suatu tanda. Mitos bisa

dikatakan sebagai ideologi dominan pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi

39

Akhmad Muzakki,Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.22.

Signifier

Signified Denotasi

Form

Content Mitos

(47)

memiliki potensi untuk menjadi ideologi yang bisa dikategorikan sebagai

thirdorder of signification (istilah ini bukan dari Barthes), Barthes menyebut

konsepini sebagai myth (mitos).40

Dalam konsep Barthes, “tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna

tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi

keberadaannya. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai

mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi

nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu”. Mitos, dalam

pemahaman semiotika Barthes adalah “pengkodean makna dan nilai-nilai sosial

sebagai sesuatu yang dianggap alamiah”.41

Kata „mitos‟ berasal dari kata bahasa Yunani mythos yang arinya

kata-kata, wicara, kisah tentang para dewa. Ini bisa didefinisikan sebagai narasi yang di

dalanya karakter-karakternya adalah para dewa, pahlawan, dan makhluk-makhluk

mistis, dengan plotnya adalah tentang asal-usul segala sesuatu atau tentang

peristiwa metafisis yang berlangsung di dalam kehidupan manusia.42

Mitos lahir melalui konotasi tahap kedua di mana rangkaian tanda yang

terkombinasikan sebagaimana dalam film disebut dengan teks akan membantu

pemaknaan tingkat kedua. Ide- ide dari Barthes banyak digunakan untuk

memahami realitas budaya media kontemporer yang dikonsumsi oleh manusia

40

Pappilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 58-60

41

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.23. 42

(48)

setiap harinya seperti film, lagu, novel dan sebagainya.43Mekanisme kerja mitos

dalam suatu ideologi adalah apa yang disebut Barthes sebagai naturalisasi sejarah.

Suatu mitos akan menampilkan gambaran dunia yang seolah terberi begitu saja

alias alamiah. Nilai ideologis dari mitos muncul ketika mitos tersebut

menyediakan fungsinya untuk mengungkap dan membenarkan nilai-nilai dominan

yang ada dalam masyarakat.

Dalam mitos terdapat pola tiga dimensi, yaitu penanda, petanda, dan tanda

yang dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya.Jadi,

mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek

tentang realitas atau gejala alam.44

Kalau kita memperhatikan kerangka berpikir Barthes, kita pasti akan

menyimpulkan bahwa mitos adalah sejenis konotasi. Dari skema yang diberikan

Barthes, kita melihat bahwa sistem tanda tingkat pertama dijadikan signifier baru

bagi sistem tanda tingkat kedua. Dengan kata lain, tanda denotatif sebagai tanda

tingkat pertama yang terdiri atas penanda dan petanda, pada saat bersamaan tanda

denotatif juga menjadi penanda bagi tanda konotatif.

C. Tinjauan Umum tentang Toleransi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata

“toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk

penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.45Secara etimologi,

43

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi,h. 101. 44

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 91. 45

(49)

toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada.Sedangkan

menurut istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang

(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,

kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan

pendiriannya.46

Toleransi berarti endurance atau ketabahan, yang bukan hanya menunjuk

pada sikap membiarkan orang lain hidup di sekitar kita tanpa larangan dan

penganiayaan. Toleransi dalam artian seperti ini khususnya di bidang agama

menunjuk pada kerelaan dan kesediaan untuk memasuki dan memberlakukan

agama lain dengan penuh hormat dalam suatu dialog dengan orang lain secara

terus menerus tanpa perlu dipengaruhi oleh pendapat lain dalam dialog tersebut.47

Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk

tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah

penganut agama-agama lain.

Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan

mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa,

warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama.Ini semua

merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan.Landasan

dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

46

Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama,www.google.com, diakses tanggal 30 Desember 2010, jam 15.07 WIB.

47

<

Gambar

gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah
gambar seperti ini memiliki arti yang dramatic yaitu kecil atau kerdil.
Gambar 1. Peta tanda Roland Barthes
Gambar 2. The orders of signification Sumber: Fiske, J. (1990:88) Introduction to Communication Studies
+7

Referensi

Dokumen terkait

  Keywords:  makna persahabatan, film, analisis semiotik 

Dan film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita berhasil menyabet gelar di 2 (dua) nominasi, yakni dalam nominasi Pemeran Pendukung Wanita Terbaik lewat aktornya Heppy

Hati 7 Cinta 7 Wanita karya Robby Ertanto ditemukan 19 leksia yang memiliki makna penting dalam merepresentasikan mitos perempuan. Kode-kode yang terdapat dalam leksia

“cinta adalah suatu emosi atau perasaan yang kompleks dan kuat yang dibangkitkan oleh sesuatu, seseorang atau suatu kausalitas yang menyebabkan seseorang menghargai, senang

Multikulturalisme dalam novel Pelangi Melbourne: Dua Dunia Satu Cinta karya Zuhairi Misrawi merupakan sebuah gambaran tentang hidup bertoleransi di tengah berbagai

Data dalam penelitian ini adalah leksia-leksia yang dilengkapi dengan gambar dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita karya Robby Ertanto, dan data tersebut.

Dalam film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta terdapat adegan-adegan yang berhubungan dengan konflik perbedaan agama, di mana gambaran konflik tersebut masih juga sering terjadi di Indonesia

Pluralisme agama yang dipahami para informan bukan berarti juga harus menjalani hubungan berpacaran beda agama seperti yang dilakukan Rosid dan Delia dalam film