ANALISIS SEMIOTIK
FILM
3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA
Skripsi
DiajukanuntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMemperoleh GelarSarjanaSosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Sinthiani
NIM: 107051102569
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
ABSTRAK
Nama : Sinthiani
NIM : 107051102569
Jurusan : Konsentrasi Jurnalistik
Skripsi : Analisis semiotik terhadap film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.
Film adalah karya seni yang sarat dengan simbol-simbol yang di dalamnya terkandung makna tertentu. Film merupakan salah satu media komunikasi massa audiovisual yang mampu mempengaruhi jiwa manusia, dimana penontonnya seakan menyaksikan langsung bahkan seolah-olah ikut terlibat pada peristiwa yang terjadi dalam sebuah film. Film umumnya dibangun oleh banyak tanda, tanda- tanda termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan.
Studi ini merupakan sebuah upaya untuk menemukan makna semiotik di balik film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Secara umum, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk meneliti film ini. Metode kualitatif memungkinkan penulis mengkaji film secara lebih mendalam untuk menggali makna yang tersirat dalam berbagai simbol, kode, dan seluruh adegan yang hendak digunakan sebagai objek penelitian.
Beberapa pertanyaan yang selanjutnya mengarahkan penulis antara lain : Bagaimana makna film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta berdasarkan analisis semiotik Roland Barthes? Bagaimana makna teks judul dari film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta?
Penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan semiotik yang dikembangkan oleh pemikir Perancis, Roland Barthes. Pendekatan semiotik ala Roland Barthes ini memberi titik tekan pada makna denotatif, konotatif, dan mitos. Makna denotatif adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan antara sign dengan objek dalam realitas. Makna konotatif adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca/pengguna dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Sedangkan mitos dalam pengertian Roland Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebelumnya arbitrer atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penulisan skripsi ini. Berkat
pertolongan serta nikmat-Nya, penulis mampu melalui rintangan dan cobaan saat
mengerjakan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada yang tersayang,
penyeru kebenaran, pembawa keberkahan Rasulullah SAW, beserta keluarga,
sahabatnya dan semoga kita istiqomah menjadi umatnya sampai hari kiamat.
Amin.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dorongan
dan doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Mahmud Jalal, M.A selaku Pembantu
Dekan Bidang Kepegawaian. Bapak Drs. Studi Rizal, LK M.A selaku
Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Ibu Rubiyanah, M.A selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Ibu Ade Rina Farida, M.Si selaku
3. Bapak Dr. Suhaimi M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu bersedia memberikan masukan yang sangat
bermanfaat dalam menyusun skripsi ini.
4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah memberikan ilmu serta berbagai macam
pengalaman selama menuntut ilmu.
5. Segenap staff perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Orang tua tercinta, Ayahanda Alm. Muhammad Dimyathie AW.BA dan
Ibunda Nurlela yang dengan ketulusan hati memberikan dorongan moral
maupun materil serta iringan doa kepada penulis untuk menuntut ilmu
sampai saat ini, semoga Allah SWT merahmati dan hanya Dialah yang
mampu membalas segala jasa besarmu.
7. Kakak-kakakku, Ka Diana, Bang Win, Ka Isti, Bang Fahmi, Ka Lili, A
Hendra, Ka Uul, Ka Icha yang selalu mendukung dan mendoakan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada Mas Benni Setiawan selaku sutradara dan penulis skenario Film
3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, terima kasih atas waktu yang diberikan
untuk menjawab semua pertanyaan yang membantu penulis dalam
9. Kepada PSM UIN JAKARTA yang banyak memberikan pelajaran dan
pengalaman tentang kehidupan. Teman-teman seperjuangan di PSM UIN
JAKARTA “INFINITO” (Boshy, Ka Sopic, Tutti, Emay, Bishop, Tetha, Sumbu, Gamut, Dawul, Lasnot, Tubu, Harpa, dan lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu). Teman-teman dari Unit Kegiatan Mahasiswa
lainnya (RIAK, ARKADIA, FORSA, TEATER SYAHID, KALACITRA,
RANITA, dll).
10. Teman-teman Jurnalistik 2007 yang sama-sama berjuang, Lola, Silvia,
Nunu, Nana, Nia, Jeto, Ika, Ririn, Cahya, Era, Ajat, Taufik, Dodo, Dita,
Alan, Zahra, Mawa, Yanti, Admiral, Helmi, Anay dan semua teman
kelasku.
11. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun
imateri sehingga penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Hanya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang dapat penulis
haturkan kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu dalam
penulisan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala budi baik dan
bantuan semua pihak yang telah diberikan kepada penulis.
Jakarta, Juni 2011
v
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ……….. . v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ……….7
1. Segi Akademis ……… . 7
2. Segi Praktis ……….. 7
E. Metodologi Penelitian ... 8
1. Pendekatan Penelitian ... 8
2. Jenis Data ... 8
3. Subjek dan Objek Penelitian ... 9
4. Teknik Pengumpulan Data ... 9
5. Teknik Analisis Data ……… .... 10
6. Teknik Penulisan………13
F. Tinjauan Pustaka……….13
G. Sistematika Penulisan ……… ... 14
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum tentang Film ……….. .17
1. Pengertian Film ……….. .17
2. Sejarah dan Perkembangan Film ………..18
3. Jenis Film ……… .21
4. Unsur-Unsur Pembentuk Film ……… .23
5. Struktur dalam Film ……….. . .24
6. Sinematografi ……….. .27
vi
C.Tinjauan Umum tentang Toleransi………... 40
D.Tinjauan Umum tentang Cinta………. 44
BAB III PROFIL FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA
A. Sekilas tentang Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….. ..50 B. Sinopsis Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ………. ..53
C. Profil Benni Setiawan ……… .. ..54
D. Profil Pemeran Utama Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ………… 54 E. Karakter Pemain Film Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….61 F. Tim Produksi dan Para Pemain Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ...62
BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA
A. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos ……… . .64 1. Indonesia sebagai Bangsa yang Relijius ……… .66
2. Antara “Tradisi dan Agama” ………74
3. Rosyid : Sosok Pemuda Muslim yang Ideal ……… .. .84
4. Cinta Beda Agama ……….. ... .91
B. Analisis Makna Judul Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….. 108
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 113 B. Saran ... 116
DAFTAR PUSTAKA ... 118
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belakangan ini, agama adalah sebuah nama yang terkesan membuat
gentar, menakutkan, dan mencemaskan. Agama di tangan para pemeluknya sering
tampil dengan wajah kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhir banyak muncul
konflik, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Pandangan dunia keagamaan
yang cenderung anakronostik (tidak menghargai sejarah) memang sangat
berpotensi untuk memecah belah dan saling klaim kebenaran sehingga
menimbulkan berbagai macam konflik. Fenomena yang juga terjadi saat ini
adalah muncul dan berkembangnya tingkat kekerasan yang membawa-bawa nama
agama (mengatasnamakan agama) sehingga realitas kehidupan beragama yang
muncul adalah saling curiga mencurigai, saling tidak percaya, dan hidup dalam
ketidak harmonisan.
Toleransi yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan
masuk dalam kerangka sistem teologi Islam, yang sejatinya harus dikaji secara
mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu
keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi
Toleransi (Arab: tasamuh) adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan
agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi
terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh
mayoritas dalam suatu masyarakat.1 Dalam bahasa latin, toleransi disebut dengan
tolerare, yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lainatau berpandangan
lain tanpa dihalang-halangi.2 Contohnya adalah toleransi beragama, dimana
penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan
agama-agama lainnya.
Toleransi menggambarkan sikap saling menghormati dan saling
bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara
etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi merupakan konsep agung
dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama,
termasuk agama Islam.
Dalam Islam, toleransi memiliki konsep yang jelas. Toleransi dalam Islam
merupakan bagian integral dari Islam itu sendiri. Menurut ajaran Islam, toleransi
bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang,
dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka
toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan
serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi
keyakinan manusia terhadap Allah SWT. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah
membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam.
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Toleransi, di akses tanggal 21/11/2010. 11.57 WIB.
2
Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur
dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara
kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam
pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh
dan tak boleh dilanggar.3 Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak
untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati
keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun
hak-haknya.
Film merupakan produk komunikasi massa yang sangat berpengaruh bagi
kehidupan manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodermik atau peluru yang banyak
dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, dimana kegiatan mengirimkan pesan
sama halnya dengan tindakan menyuntikkan obat yang dapat langsung merasuk ke
dalam jiwa penerima pesan4.
Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik dibandingkan
dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap,
penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata,
juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subyek yang tidak terbatas
ragamnya. 5 Berkat unsur inilah, film merupakan salah satu bentuk seni alternatif
yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara saksama apa
yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada di balik
3
http://www.annaba-center.com/main/kajian/detail.php?detail=20090312204755, diakses
tanggal 21/11/2010. Jam 12.15 WIB 4
Morrisan, Media Penyiaran:Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang:Ramdina Prakarsa,2005),h.12.
5
ceritanya. Yang tak kalah pentingnya, film juga merupakan ekspresi atau
pernyataan dari sebuah kebudayaan.
Film dibuat dengan tujuan tertentu kemudian hasilnya tersebut
ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis.
Karakter psikologisnya khas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi
interpersonal, seperti bahwa film bersifat satu arah. Bahkan bila dibandingkan
dengan jenis komunikasi massa lainnya, film dianggap jenis yang paling efektif.
Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hassanudin, Anwar Arifin dan
Azwar Hasan mengatakan, bahwa dari sudut pandang teori komunikasi,
khususnya filmologi, diakui bahwa film sangat potensial untuk mempengaruhi
perilaku penonton. Hal ini disebabkan kekuatan dan keunikannya sebagai media
efektif yang mengantar pesan secara mengesankan. Kekuatan pengaruhnya,
mampu menggiring penonton pada situasi identifikasi optik dan identifikasi
psikologik.6
Film saat ini sudah menjadi keseharian dalam kehidupan modern umat
manusia di dunia. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
menonton film menjadi sangat mudah didapatkan. Setiap hari bahkan setiap jam,
kita dapat menyaksikan berbagai film, baik itu melalui televisi, gedung-gedung
bioskop, VCD, DVD, hingga internet yang tersebar di mana-mana. Bahkan kini
telah hadir Indovision yang beberapa stasiun televisinya hanya menyuguhkan film
6
Anwar Arifin dan Azwar Hasan, “Pemberdayaan Perfilman Indonesia. Suatu Upaya
sebagai program acara setiap harinya. Oleh karenanya saat ini sepertinya film
mustahil dipisahkan dari kehidupan manusia, termasuk anak-anak.
Namun menjadikan film sebagai media pendidikan tentunya harus bisa
menyesuaikan bagaimana pesan pendidikan yang disampaikan dapat diterima oleh
audiensnya tanpa terasa menggurui. Hal inilah yang telah dilakukan oleh seorang
sutradara sekaligus penulis skenario Indonesia yang bernama Benni Setiawan. Ia
membuat sebuah film motivasi tentang toleransi beragama yang sangat memikat,
yaitu 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Film yang di produseri oleh Putut Widjanarko,
dan di produksi oleh Mizan ini, bercerita mengenai sepasang kekasih dengan
perbedaan prinsip agama, sang lelaki adalah keturunan Arab yang keluarganya
masih memegang tradisi ke-Islaman dan juga ke-Araban yang kuat. Sang
perempuan, Manado Khatolik dari keluarga yang taat. Mereka berencana untuk
menikah, namun kedua orang tua mereka menentang keras. Orang tua mereka
tidak setuju, karena menurut keyakinan yang dianut, menikah beda agama tidak
legal, alias haram. Tetapi, sepasang kekasih itu terus berusaha mencari jalan agar
cinta mereka menyatu.
Pesan utama yang ingin diangkat dalam film ini tentang toleransi
beragama dan kesadaran untuk menjaga keragaman etnik di Indonesia, serta
mengutamakan keluarga dalam urusan apapun.
Sebagai tontonan, film ini cukup komprehensif karena selain mengusung
topik perbedaan keyakinan, di dalamnya ada pesan dan kritik tersirat yang
“Di saat Indonesia menghadapi problem terkait soal toleransi, film
produksi Mizan Productions ini menjawab keresahan tersebut. Ini nilai lebih yang
membuat film ini layak ditonton semua kalangan dari berbagai agama dan etnik,”
ungkap Bachtiar Effendy, Intelektual Muslim dalam diskusi Film 3 Hati Dua
Dunia Satu Cinta.7
Dari masalah yang terlihat sepele inilah akan muncul masalah-masalah
lain dan akhirnya banyak hikmah dan pesan-pesan yang bisa dipetik dari adegan
yang secara natural diperankan oleh para pemainnya.
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti bermaksud
menyusun skripsi dengan judul “Analisis Semiotik Film 3 Hati Dua Dunia Satu
Cinta”, karya Benni Setiawan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan oleh penulis di atas,
maka penulis membatasi penelitian pada pesan tanda atau simbol yang
mengandung aspek toleransi beragama dan yang berhubungan dengan cinta yang
ada pada film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta karya Benni Setiawan. menggunakan
analisis semiotik model Roland Barthes, karena menurut Barthes semua objek
kultural dapat diolah secara tekstual. Dengan demikian, semiotik dapat meneliti
bermacam-macam teks seperti berita, film, fashion, fiksi, dan drama.8
7
Bachtiar Effendy, dalam diskusi film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, bertajuk “Merawat
Keberagaman Indonesia” di Cinema XXI, Pondok Indah Mall Jakarta, pada 10 Juli 2010. 8
Sedangkan rumusan masalah yang diangkat pada penelitian skripsi ini
adalah :
1. Bagaimana makna film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta berdasarkan
analisis semiotik Roland Barthes?
2. Bagaimana makna teks judul film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran dan permasalahan di atas, Penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Untuk memahami makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film 3 Hati
Dua Dunia Satu Cinta dengan menggunakan analisis semiotik Roland
Barthes.
2. Untuk memahami apa makna teks dari judul film 3 Hati Dua Dunia Satu
Cinta.
D. Manfaat Penelitian
1. Segi Akademis
Di harapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dan positif pada
khazanah keilmuan dalam bidang dakwah melalui media massa, khususnya
tentang penelitian analisis semiotika film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta sebagai
media dakwah melalui media massa yaitu film.
2. Segi Praktis
Untuk menambah wawasan bagi praktisi komunikasi dan dakwah tentang
media dakwah. Juga setiap muslim bisa ikut berperan aktif dalam pengembangan
tugas dakwah, tidak terkecuali para seniman sastra yang mementingkan nilai
toleransi beragama yang mengutamakan cinta kasih sayang sebagai suatu
kebersamaan yang indah. Dan juga penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan pemikiran serta pengetahuan mengenai simbol-simbol dan
tanda-tanda dibalik sebuah film. Serta dapat menghargai sinema Indonesia dan
lebih kritis dalam memilih film yang bermutu.
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif
kualitatif, dimana hasil temuan akan dideskripsikan kemudian ditinjau kembali
untuk dianalisis dari hasil pengamatan lapangan dan penelusuran pustaka.
Sedangkan taraf analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan penjelasan yang lebih rinci terkait
dengan rumusan masalah. Metode deskriptif kualitatif adalah proses pencarian
data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang
menyeluruh (holistic).
2. Jenis Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori yaitu
data primer dan data sekunder. Sumber data primer yaitu data yang dikumpulkan
oleh peneliti, seperti wawancara langsung, dan ini merupakan sasaran utama
diaplikasikan guna mempertajam analisis data primer, yaitu sebagai pendukung
dan penguat data primer dalam penelitian.
Sumber Data Primer:
Yaitu data yang diperoleh dari hasil analisis semiotik tiap adegan yang
mengandung makna pesan toleransi beragama yang terdapat dalam film “3 Hati,
Dua Dunia, Satu Cinta”. Dan juga diperoleh dari wawancara dengan sutradara
film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, karya Benni Setiawan.
Sumber Data Sekunder:
Yaitu data bersumber pada berbagai referensi seperti buku, film, media
internet, dan terbitan lain yang ada relevansinya dengan masalah penelitian.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta karya
Benni Setiawan. Dan objek penelitian ini adalah scene dalam film 3 Hati Dua
Dunia Satu Cinta yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, penulis menggunakan
metode sebagai berikut:
a. Observasi atau Pengamatan yaitu metode pertama yang digunakan
dalam penelitian ini dengan melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.9 Di sini penulis
membaca dan memahami isi pesan dan makna dari tanda atau simbol
9
yang ada pada film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ini. Setelah itu
penulis mengutip kemudian mencatat dialog-dialog ataupun paragraf
yang mengandung pesan pada film ini untuk dijadikan sebagai
codingsheet, yakni rangkaian pencatatan lambang atau pesan secara
sistematis untuk kemudian diberikan interpretasi.
b. Metode wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data
dengan melakukan komunikasi tatap muka (face to face) antara
peneliti dan sumber penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan
wawancara dengan Benni Setiawan sebagai sutradara dari film 3 Hati
Dua Dunia Satu Cinta.
c. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, buku-buku yang menunjang penulisan skripsi ini,
internet dan lain sebagainya.
Langkah selanjutnya ialah mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil
pemilihan dialog, wawancara, serta dokumnetasi. Lalu mengolah hasil temuan
atau data dan meninjau kembali data yang telah terkumpul. Seluruh data tersebut
nantinya akan dipaparkan dengan didukung oleh beberapa hasil temuan studi
pustaka yang kemudian dianalisis.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
semiotik yang bersifat kualitatif. Secara sederhana semiotik adalah ilmu tentang
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut berarti. Semiotik adalah studi
tentang bagaimana bentuk-bentuk simbolik diinterprestasikan. Kajian ilmiah
mengenai pembentukan makna.10 Secara substansial, semiotika adalah kajian yang
concern dengan dunia simbol.
Semiotik memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan
menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah analisis
semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan sistem pesan
dimana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual pada isi: ia
mengulas cara-cara beragam unsur teks bekerja sama dan berinteraksi dengan
pengetahuan kultural kita untuk menghasilkan makna.11
Metode ini memperkaya pemahaman kita terhadap teks, sebagai sebuah
metode, semiotik bersifat interpretatif, dan konsekuensinya sangat subjektif.
Namun hal ini tidak mengurangi nilai semiotik karena semiotik adalah ilmu
tentang memperkaya pemahaman kita terhadap teks12. Peneliti menggunakan
metode semiotik model Roland Barthes. Di sini tanda dimaknai secara denotasi
dan konotasi tanpa mengesampingkan mitos yang ada, untuk memperoleh
gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh dan
mencakup permasalahan yang diteliti. Ketika suatu tanda yang memiliki makna
konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi
tersebut menjadi mitos.
10
James Lull, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj). A. Setiawan Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997), cet. Kel-1, h. 232
11
Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2006), h. 77.
12
Dalam proses penelitian, tahap pertama yang dilakukan adalah tahap
pemilihan tanda, yang dilakukan setelah peneliti mengamati secara keseluruhan
adegan dalam film tersebut. Peneliti akan mereduksi film 3 Hati Dua Dunia Satu
Cinta menjadi miteme-miteme (sign) yang membentuknya. Proses pereduksian
teks film hingga menjadi miteme ini didasarkan pada tanda-tanda dominan yang
mampu merepresentasikan makna toleransi antar umat beragama dalam film
tersebut.
Tahap kedua, yaitu tahap analisis tanda. Tahap ini difokuskan pada usaha
mengidentifikasi sistem penanda tingkat pertama dan tingkat kedua, serta
mengidentifikasi kode-kode sinematik dan tata bahasa film apa saja yang
digunakan dalam membentuk sistem penanda tersebut.
Langkah selanjutnya, peneliti berusaha menentukan makna denotasi dan
konotasi film tersebut. Dalam tahap menentukan denotasi dan konotasi, yang
peneliti lakukan terlebih dahulu adalah tanda-tanda apa saja yang
diidentifikasikan sebagai sebuah nilai yang mengandung makna toleransi
beragama yang terdapat dalam film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.
Satu persatu tanda tersebut dijabarkan dalam tahap denotasi. Dalam tahap
denotasi ini, peneliti menjelaskan apa saja yang menjadi penanda, petanda, dan
tanda dalam setiap tanda film tersebut yang merepresentasikan makna toleransi
beragama. Penjelasannya dijabarkan dalam tabel visual berupa cut dari adegan,
transkrip dialog, dan jenis-jenis shot.
Setelah tahap penentuan sistem pemaknaan tingkat pertama (denotasi),
shot yang menjelaskan situasi, kondisi, ekspresi para tokoh, dan lingkungan
sekitar.
Masuk pada tahap penentuan konotasi, peneliti melakukan pengamatan
pada bentuk, konsep, dan penandaan. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
identifikasi mitos nilai-nilai toleransi beragama. Bagi Barthes, mitos merupakan
cara berpikir suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara mengkonseptualisasikan atau
memahami sesuatu. Menurut Barthes, mitos adalah sebuah kisah (a story) yan
melaluinya sebuah budaya mejelaskan dan memahami beberapa aspek dari
realitas. Mitos membantu kita untuk memaknai pengalaman-pengalaman kita
dalam satu konteks budaya tertentu. Berdasarkan analisis terhadap kedua tanda
dominan tersebut ditemukan makna-makna konotatif sebagai wujud dari sebuah
mitos.
6. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh
CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan
pustaka, ternyata penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti
tentang judul ini. Hanya saja ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir
A Mighty Heart disusun oleh Rizky Akmalsyah, mahasiswa Konsentrasi
Jurnalistik UIN Jakarta NIM:106051102939 Tahun: 2010. Dalam penelitian
tersebut objek yang diteliti adalah film A Mighty Heart dengan menggunakan
metode semiotika Roland Barthes.
Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta disusun oleh Fikri Ghazali,
mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta. NIM: 206051003915,
Tahun : 2010. Dalam penelitian tersebut objek yang adalah setiap adegan yang
mengandung pesan moral dalam film “3 DOA 3 CINTA” dengan menggunakan
analisis semiotik Roland Barthes. Simbol-simbol itu pada film dipresentasikan
melalui penampilan (appearance) perilaku tokoh dalam film.
Analisis Semiotik Film Animasi Upin dan Ipin disusun oleh Akhmad
Bayhaki, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta NIM :
105051001885 Tahun : 2009. Dalam penelitian tersebut objek yang diteliti adalah
cerita dalam film animasi Upin dan Ipin dengan menggunakan metode semiotika
John Fiske.
Dari beberapa skripsi tersebut maka penulis mengambil kesimpulan bahwa
belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Analisis Semiotika film 3 Hati Dua
Dunia Satu Cinta di UIN Syahid Jakarta. Oleh karena itu penulis menggunakan
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terarah maka penulis
membagi pembahasannya ke dalam lima bab yang dibagi ke dalam sub-sub bab
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pendahuluan ini menguraikan secara singkat mengenai alasan
pemilihan judul, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, serta
sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini menerangkan tentang konsep dan pengertian semiotika
secara etimologis dan terminologis, pengertian film, film sebagai media
dakwah, tinjauan umum tentang toleransi beragama, dan tinjauan umum
tentang cinta.
BAB III: SEKILAS TENTANG FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU
CINTA
Pada bab ini berisikan tentang konsep dasar pembuatan film 3 Hati
Dua Dunia Satu Cinta, sinopsis film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, dan
yang terakhir profil sutradara film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.
BAB IV: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 HATI DUA DUNIA
Dalam bab ini menjelaskan tentang pesan dari tanda dan simbol
yang mempunyai makna dari film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, serta
makna dari judul film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.
BAB V: PENUTUP
Dalam bab akhir ini, penulis memberikan kesimpulan terhadap apa
yang telah diteliti oleh penulis dalam karya ilmiah ini, serta memberikan
17 BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Tinjauan Umum tentang Film
1. Pengertian Film
Awalnya film berupa pita film yang memang digunakan untuk
memproduksi sebuah gambar hidup.Namun dengan semakin majunya teknologi,
era digital pun melibas seluloid/pita film.Film dapat diproduksi dengan format
digital, disebarluaskan juga dalam bentuk digital.
Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie.Film, secara
kolektif, sering disebut sinema. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah
Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie =
graph (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan
cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan
alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.1
Menurut UU Perfilman No 8 Tahun 1992, “film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunukasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sisten proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya”.2
1
Oleh Galih, http://bahasfilmbareng.blogspot.com/2008/04/pengertian-film.html. Diakses tanggal 20 Januari 2010, jam 15.02 WIB
2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian film secara fisik
adalah selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang
akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di
bioskop).3Sedangkan melalui kesepakatan sosial istilah film memperoleh arti
seperti yang secara umum dipahami yaitu lakon (cerita) gambar hidup atau segala
sesuatu yang berkaitan dengan gambar hidup.
Pengertian film kini juga diartikan sebagai sebuah genre dalam
kesenian.Seni tari, seni musik, dan juga seni film.Karena didalam sebuah film atau
rekaman gambar bergerak, kita dapat menemukan berbagai jenis seni yang
direkam.Contoh dalam film ada seni artistik, dimana pengambilan gambarnya
harus indah, bagus dan enak dipandang. Film adalah sebuah karya mengandung
unsur keindahan dan membuat film juga dibutuhkan keahlian.Jadi, wajar saja bila
pengertian film sudah dikaitkan dengan seni.
2. Sejarah dan Perkembangan Film
“Dialog haruslah menjadi satu suara di antara banyak suara, seperti sesuatu
yang keluar dari mulut orang-orang yang matanya bercerita secara visual,”
menurut Alfred Hitchcock (1899-1980).4
Foto bergerak pertama berhasil dibuat pada tahun 1877 oleh Eadweard
Muybridge, fotografer Inggris yang bekerja di California.5Muybridge yang juga
mahasiswa Stanford University mencoba membuat 16 foto atau frame kuda yang
3
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan. (Jakarta: Balai Pustaka, 1997).
4
Marcel Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media(Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 133.
5
sedang berlari. Dari ke-16 foto kuda yang berlari ini, Muybridge mengatur
sederetan kamera dengan benang tersambung pada kamera shutter. Ketika kuda
berlari, ia akan memutus benang secara berurutan dan membuka masing-masing
kamera shutter. Hasilnya, foto tersebut terlihat hidup dan berhasil menjadi foto
bergerak pertama di dunia.Sekalipun pada saat itu teknologi perekam belum ada,
Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari
kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali agar
memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan. Sejarah mencatat
peristiwa itu pada tahun 1878, dari sinilah ide membuat film muncul.6
Sejak saat itu, banyak orang berbondong-bondong mulai membuat foto
bergerak dan bergulat untuk memperbaiki mesin proyektor.Marey salah satunya,
penemu asal Perancis yang mampu membuat foto bergerak (progresif), sehingga
dengan adanya kamera ini teknologi film dan fotografi mengalami kemajuan yang
pesat.7 Selain itu, Thomas Alva Edison (1847-1931) “sang raja penemu”, juga
sedang berkutat dalam pembuatan film sepanjang 15 detik yang merekam salah
seorang asistennya ketika sedang bersin. Yang untuk pertama kalinya
mengembangkan kamera citra bergerak pada tahun 1888.8Dan alat berbentuk
kotak ini dinamakan kinetoscope (alat untuk memproyeksikan gerak), dan orang
dapat mengintip melalui jendela kecilnya. Di dalamnya terdapat pita film enderos
sepanjang 17 m, sehingga film yang sama dapat dilihat berulang kali.Penemuan
6“News Display”
di akses pada 20 Januari 2010, jam 15.05 WIB, dari http://www.wikimu.com 7
Ibid. 8
ini banyak digemari, sampai orang-orang rela mengantri untuk bisa
menikmatinya.9
Ketika itu, di Perancis, Lumiere bersaudara yaitu sang kakak Auguste, dan
sang adik Louis (1862-1954), juga sedang berusaha keras menemukan film. Dan,
pada tanggal 28 Desember 1895, Lumiere bersaudara akhirnya berhasil
menemukan dan mempertunjukkan film mereka untuk pertama kali kepada
masyarakat Paris.10 Salah satu film pertama yang diputar, durasinya sangat
singkat, dan hanya bercerita tentang kereta api yang tiba di stasiun. Berlandasakan
hal ini, para ahli sejarah sepakat menetapkan, bahwa pertunjukkan perdana
Lumiere bersaudara saat itu, dideklarasikan sebagai hari kelahiran dunia
perfilman.11
Kebanyakan sejarawan sinema menelusuri asal-usul film ke tahun 1896,
ketika seorang pesulap asal Prancis, Georges Melies, membuat serangkaian film
yang mengeksplorasi potensi naratif dari medium baru ini. Tahun 1900, Alfred
Dreyfus, seorang perwira militer Prancis, memfilmkan Cinderella dalam 20
adegan. Kemudian, ia juga membuat film A Trip to the Moon (1902), film
pendeknya ini menjadi terkenal dan dipertontonkan secara internasional.
Meskipun saat ini hanya dilihat untuk memuaskan rasa ingin tahu, ia tetaplah
menjadi penanda awal dari suatu bentuk seni yang saat itu belum dilahirkan.12
9
Seiichi Konishi & Keiji Nakamura, Penemuan Film, (Jakarta:Elex Media Komputindo, 2002), cet-1,h.21.
10
“Sejarah Film” oleh Kahirunnisa, diakses pada 20 Januari 2010, jam 15.10 WIB, dari http://blogiehaha.blogspot.com/2008/09/sejarah-film-dunia-lumiere-vs-melies.html
11
Seiichi Konishi, Penemuan Film,h.22. 12
Masa keemasan film dimulai dari film animasi yang mendapatkan
popularitas.Walt Disney membuat film kartun animasi pertama yang
disinkronisasi dengan suara, Streamboat Willie (1928). Kemudian, siklus film
horror klasik, seperti Dracula(1931), Frankenstein (1931), dan The Mummy
(1932), yang melahirkan serangkaian sekuel dan kembangan cerita yang
berlangsung sepanjang 1930-an.13
3. Jenis Film
Ada tiga jenis film yang umum dikenal, yaitu film fitur, film dokumenter,
dan film animasi yang secara umum dikenal sebagai film kartun.14
a. Film Fitur
Film fitur merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa
narasi, yang dibut dalam tiga tahap, yaitu tahap praproduksi, tahap
produksi dan tahap post-produksi.Tahap praproduksi merupakan periode
ketika skenario diperoleh.Skenario bisa berupa adapatsi dari novel, cerita
pendek, atau karya lainnya.Tahap produksi merupakan masa
berlangsungnya pembuatan film berdasarkan skenario itu.Kemudian tahap
[image:29.595.110.524.83.439.2]post-produksi (editing) ketika semua bagian film yang pengambilan
gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah
yang menyatu.
13
ibid, h. 141. 14
b. Film Dokumenter
Film dokumenter merupakanfilm nonfiksi yang menggambarkan
situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan
perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya.
Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert
Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of
actuality)”. Berbeda dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka
film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya)
mengenai kenyataan tersebut.
c. Film Animasi (Kartun)
Film Kartun (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan
utama dari film kartun adalah untuk menghibur. Walaupun tujuan
utamanya adalah untuk menghibur, tapi terdapat pula film-film kartun
yang mengandung unsur-unsur pendidikan didalamnya.
Animasi merupakan teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi
gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.Pada
masa kini, hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan
komputer.
Dalam buku Komunikasi Massa, suatu pengantar, karya Elvinaro
Ardianto, menambahkan satu jenis film, yaitu film berita. Film berita atau
newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena
berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Yang
terpenting dalam film berita adalah peristiwanya terekam secara utuh.
4. Unsur-unsur Pembentuk Film
Film memang dibentuk oleh banyak unsur (audio dan visual), Secara teori
unsur-unsur audio visual dalam film dikatagorikan ke dalam unsur naratif dan
unsur sinematik.15 Dua unsur tersebut saling berinteraksi satu sama lain untuk
membuat sebuah film.
Unsur naratif adalah materi atau bahan olahan, kalau dalam film yang
dimaksud unsur naratif adalah penceritaannya, sementara yang dimaksud unsur
sinematik adalah cara atau gaya seperti apa bahan olahan itu digarap.
Dalam film cerita unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya.
Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis
pembentuk film.16
Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:
a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera. Ada
empat elemen pentingnya, yaitu setting, tata cahaya, kostum, make up,
akting, dan pergerakan pemain.
b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta
hubungan kamera dengan objek yang diambil.
15
Bambang Supriadi. Artikel diakses pada 23 Januari 2010, jam 12.41 WIB dari http://ranabiru.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur-pembentuk-film.html.
16
c. Editing, yaitu proses pemilihan, penyambungan transisi sebuah gambar
(shot) ke gambar (shot) lainnya. Melalui editing struktur,ritme serta
penekanan dramatik dibangun/diciptakan.
d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui
indera pendengaran.Elemen-elemennya bisa dari dialog,musik ataupun
effect.
5. Struktur dalam Film
Struktur adalah blueprint; kerangka desain yang menyatukan berbagai
unsur film dan merepresentasikan jalan pikiran dari pembuat film.Struktur
terdapat dalam semua bentuk karya seni. Pada film ia mengikat aksi (action)`dan
ide menjadi suatu kesatuan yang utuh.Struktur yang baik adalah struktur yang
sederhana tapi penuh relief. Penyusunan pikiran dan perasaan si seniman film
ditentukan oleh faktor-faktor :17
a. Keutuhan (semua unsur dalam film mesti bertalian dengan subyek
utamanya.
b. Ketergabungan (harus berhubungan antar unsur, dan menunjukkan
kesimpulan).
c. Tekanan (tekanan akan menentukan posisi dari unit-unit utama dan
sampingan film)
d. Interes (berhubungan dengan “isi” dari setiap unit).
17
Struktur film terdiri dari struktur lahiriah dan struktur batiniah.18Dalam
struktur lahiriah, terdapat unsur-unsur atau unit-unit yang membangun dan ecara
fisik sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-unsur sebagai berikut 19 :
a. Shot selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak
kamera dikatifkan (on) hingga kamera dihentikan (off) atau juga sering
diidtilahkan satu kali take ( pengambilan gambar). Sementara shot setelah
film telah jadi ( pasca produksi) memiliki arti satu rangkaian gambar utuh
yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan shot
biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan. Satu adegan bisa
berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang
dari satu detik, beberapa menit, bahkan jam.
b. Scene (Adegan) adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang
memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,
waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya terdiri
dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita terdiri
dari 30-35 adegan.
c. Sequence (Sekuen) adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu
rangkaian peristiwa yang utuh. Atausequence adalah sebuah rangkaian
adegan. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling
berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diibaratkan bab atau
sekumpulan bab. Film cerita biasanya terdiri dari 8-15 sequence.
18 Ibid. 19
Struktur batiniah ditentukan oleh sejumlah unsur20:
a. Eksposisi (keterangan tentang tempat, waktu, suasana, watak).
b. Point of attack(konfrontasi awal dari kekuatan- kekuatan yang saling
bertentangan).
c. Komplikasi (menuturkan keterlibatan-keterlibatan antar unsur
pendukung cerita)
d. Discovery ( penemuan informasi- informasi baru dalam pertengahan
cerita)
e. Reversal/ pemablikan (terjadinya komplikasi baru antar pendukung
cerita)
f. Konflik ( perbenturan antara kekuatan-kekuatan yang bertentangan)
g. Rising Action(pengungkapan pengembangan plot utama).
h. Krisis ( timbul apabila komplikasi- komplikasi menuntut keputusan
penting dari tokoh).
i. Klimaks ( puncak paling tinggi dari semua ketegangan dan intensitas,
biasanya timbul bersamaan dengan krisis)
j. Falling action ( klimaks menurun dan menuju kesimpulan)
k. Kesimpulan (tahap semua pertanyaan dijawab, masalah utama
dipecahkan dan diatasi, dalam cerita tragedi disebut katarsis, dalam
komedi disebut happy end).
20
6. Sinematografi
Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris cinematograhy yang
berasal dari bahasa latin kinema „gambar„. Sinematografi sebagai ilmu serapan
merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan
menggabung gabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar yang
dapat menyampaikan ide.21
Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene telah
tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, pada tahap inilah
unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi
menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film,framing, serta durasi gambar. Kamera
dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok
filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan
sebagainya.Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil,
seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera
dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek
diambil gambarnya oleh kamera.
Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam
sinematografi, yakni jarak kamera terhadap obyek (type of shot), yaitu22 :
21 Ibid.
22
a. Extremelong shot
Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari
obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini umumnya untuk
menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama yang luas.
b. Long shot
Pada long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar
belakang masih dominan. Long shot sering digunakan sebagai estabilising shot,
yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.
c. Medium long shot
Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas.
Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relatif seimbang.
d. Medium shot
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.
Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam
frame.
e. Medium close-up
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok
tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan
percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium close-up.
f. Close-up
Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil
gestur yang mendetil. Close-up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang
lebih intim. Close-up juga memperlihatkan mendetil sebuah benda atau obyek.
g. Extreme close-up
Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetail bagian
dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah
objek.
Berdasarkan sudut pengambilan gambar (camera angle)23
a. Bird Eye View
Pengambilan gambar dilakukan dari atas ketinggian tertentu, sehingga
memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda-benda lain yang
tampak dibawah sedemikian kecil.Pengambilan gambar biasanya menggunakan
helicopter maupun dari gedung-gedung tinggi.
b. High Angle
Menempatkan objek lebih rendah daripada kamera, atau kamera lebih
tinggi daripada objek, sehingga yang terlihat pada kaca pembidik objek yang
[image:37.595.107.522.124.475.2]terkesan mengecil.Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan
gambar seperti ini memiliki arti yang dramatic yaitu kecil atau kerdil.
c. Low Angle
Menempatkan kamera lebih rendah dari objek, atau objek lebih tinggi dari
kamera, sehingga objek terkesan membesar.Sudut pengambilan gambar ini
merupakan kebalikan dari high angle.Kesan yang ditimbulkan dari sudut pandang
ini yaitu keagungan atau kejayaan.
23
d. Eye Level
Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan mata objek,
tidak ada kesan dramatic tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada hanya
memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.
e. Frog Level
Sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan permukaan tempat
objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan objek menjadi sangat besar.
Berdasarkan pergerakan kamera (moving camera) 24:
a. Pan
Panmerupakan singkatan dari kata panorama.Istilah panorama digunakan
karena umumnya menggambarkan pemandangan secara luas.Panadalah
pergerakan kamera secara horisontal (kanan dan kiri) dengan posisi kamera statis.
b. Tilt
Gerakan kamera secara vertikal, ke atas ke bawah atau bawah ke atas
dengan kamera statis.Tilt Up jika kamera mendongak dan tilt down jika kamera
mengangguk. Tilt sering digunakan untuk memperlihatkan obyek yang tinggi atau
raksasa.
c. Tracking
Tracking shot atau dolly shotmerupakan pergerakan kamera akibat
perubahan posisi kamera secara horisontal.Kedudukan kamera di tripod dan di
atas landasan rodanya.Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out jika bergerak
menjauh.
24
d. Crane shot
Crane shot adalah pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera
secara vertikal,horisontal atau kemana saja selama masih di atas permukaan
tanah.Crane shot umumnya menghasilkan efek high-angle dan sering digunakan
untuk menggambarkan situasi lansekap luas, seperti kawasan kota, bangunan,
areal taman, dan sebagainya.
e. Zoom In/ Zoom Out
Kamera bergerak menjauh dan mendekati objek dengan menggunakan
tombol zooming yang ada di kamera.
f. Follow
Gerakan kamera mengikuti objek yang bergerak.
g. Fading
Pergantian gambar secara perlahan.Fade In jika gambar muncul dan fade
out jika gambar menghilang serta cross fade jika gambar 1 dan 2 saling
menggantikan secara bersamaan.
h. Framing
Objek berada dalam framing shot.Frame in jika memasuki bingkai dan
B. Tinjauan Umum Semiotik
1. Konsep Semiotik
Kita bisa pikirkan sebuah ilmu yang mempelajari kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi sosial, dan dari sini menjadi bagian dari psikologi umum; saya akan menyebutnya sebagai semiologi (dari bahasa Yunani semion“tanda”). Semiologi akan menunjukkan pelbagai hal
yang membentuk tanda, dan hukum apa yang mengaturnya.
Ferdinand de Saussure (1857-1913).25
Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk kepada
makna yang sama. Istilah semiotika lebih lazim digunakan ilmuwan Amerika,
sedangkan „semiologi‟ sangat kental dengan nuansa Eropa yang mewarisi tradisi
linguistik Saussurean.26
Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.Dalam
kedua istilah tersebut tidak terdapat perbedaan yang substansif, ini tergantung di
mana istilah itu populer. Namun yang jelas, keduanya merupakan ilmu yang
mempelajari hubungan antara signs (tanda-tanda) berdasarkan kode-kode tertentu.
Tanda- tanda tersebut akan tampak pada perilaku komunikasi manusia lewat
bahasa, baik lisan maupun isyarat.
Semiotik merupakan sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut
“tanda”.Semiotik berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti tanda.27
Semiotik (semiologi) telah menjadi alat analisis yang popular untuk
meneliti isi dari media massa dan telah banyak digunakan oleh para mahasiswa
25
Danesi.Pengantar Memahami Semiotika Media, h.33.
26
Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Progretivitas Makna.(Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 23.
27
ilmu komunikasi dalam meneliti makna dari pesan yang termuat dalam media
massa.28
Semiotik pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
memaknai hal-hal.Memaknai dalam hal ini tidak dapat digabungkan dengan
mengkomunikasikan.Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa
informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.29
Jadi, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda.Ilmu ini menganggap
bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaannya merupakan
tanda-tanda.30Artinya, semiotik mempelajari sistem, aturan-aturan, yang memungkinkan
tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dengan kata lain, semiotika mempelajari
relasi di antara komponen tanda, serta hubungan antara
komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya.
Menurut John Fiske, studi semiotik dapat dibagi ke dalam bagian sebagai
berikut31:
a. Tanda itu sendiri, hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang
berbeda, cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan
cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.
Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam
artian yang menggunakannya.
28
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-1, h. 100.
29
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet-3, h.15. 30
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 11. 31
b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup
cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu
masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran
komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.
c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya
bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu, untuk
keberadaandan bentuknya sendiri.
Dalam pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik
adalah pandangannya mengenai tanda.Saussure memusatkan perhatian pada sifat
dan perilaku tanda linguistik.Menurutnya, “definisi tanda linguistik merupakan
entitas dua sisi (dyad) yang berdifat arbitrer (berdasarkan kesepakatan). Sisi
pertama disebutnya dengan penanda (signifier), dan sisi kedua dari tanda yaitu sisi
yang diwakili secara material oleh penanda, disebut juga sebagai petanda
(signified)”.32
Tanda adalah hasil asosiasi antara signified (petanda) dan signifier
(penanda). Sebagai contoh, kata „laki-laki‟ (yang terdapat di pintu wc) adalah
tanda yang terdiri dari:
Penanda : kata „laki-laki‟
Petanda : sebuah ruang wc yang digunakan hanya untuk manusia
berjenis kelamin laki-laki.33
32
ST. Sunardi, Semiotika Negativa. (Yogyakarta: Kanal, 2002), h. 155. 33
Sementara itu, Charles Sanders Peirce, dikenal dengan teori segitiga
makna-nya (triangle meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotik berangkat dari
tiga elemen utama yang terdiri dari: tanda (sign), acuan tanda objek, pengguna
tanda (interpertant). Menurut Peirce, “salah satu bentuk tanda adalah kata.
Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah
tanda yang ada dibenak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.
Apabila elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam bentuk seseorang, maka
muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut”.34
2. Konsep Semiotik Roland Barthes
Lahir di Cherbourg Perancis pada tahun 1915, dan dibesarkan di Bayonne,
kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis.Roland Barthes
dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang giat mempraktikkan
model linguistik dan semiologi Saussurean.Ia sangat popular seiring dengan
semakin seringnya analisis semitika dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu.
Barthes memberikan perhatian pada persoalan-persoalan dalam teks sastra,
fotografi, iklan, film dan sebagainya.Pemikirannya adalah serpihan gagasan yang
multidimensi dan mengundang berbagai interpretasi.Karya-karya pokok Barthes,
antara lain: Le degree zero de I‟ecriture atau “Nol Derajat di Bidang Menulis”
(1953, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977).35
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang
tanda adalah peran pembaca (the reader).Konotasi, walaupun merupakan sifat asli
34
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Sesuatu Pengantar, h. 115 35
tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.“Barthes
menjelaskan apa yang di sebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang
dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh
Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia
bedakan dari dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama”.36
Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang
memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu
tingkat denotasi dan konotasi.
Barthes menggunakan istilah “orders of signification”. First order of
signification adalah denotasi.Sedangkan konotasi adalah second order of
signification.Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang
berbentuk tanda.Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda
tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada
tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru inilah yang
kemudian menjadi konotasi”.37
Melanjutkan studi Hjelmsev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana
tanda bekerja:
36
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 21-22. 37
1. Signfier
(penanda)
2. Signfied
(petanda)
3. Denotative Sign (tanda Denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PETANDA KONOTATIF)
[image:45.595.107.560.79.452.2]CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
Gambar 1. Peta tanda Roland Barthes
Sumber : Paul Cobley & Litza Janz, 1999. Introducing Semiotics.NY: Totem Books, hlm.51.
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2).Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur
material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga
diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.
Jadi, dalam konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya
sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda
denotatif yang melandasi keberadaannya.Sesungguhnya, inilah sumbangan
Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang
berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.38
Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara
penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang
menghadirkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat
pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di
38
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.ia
menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan
dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan.39
Jadi, makna denotasi adalah makna pada apa yang tampak, makna yang
paling nyata dari tanda, sedangkan konotasi dapat menghasilkan makna lapis
kedua yang bersifat implisit, tersembunyi. Dengan kata lain, denotasi adalah apa
yang digambarkan tanda terhadap obyek, sementara konotasi adalah bagaimana
menggambarkan tanda tersebut.
Reality Signs Culture
[image:46.595.122.512.290.574.2]First Order Second Order
Gambar 2. The orders of signification
Sumber: Fiske, J. (1990:88) Introduction to Communication Studies.
Dalam gambar tersebut, tanda panah dari signified mengarah pada mitos.
Ini berarti mitos muncul pada tataran konsep mental suatu tanda. Mitos bisa
dikatakan sebagai ideologi dominan pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi
39
Akhmad Muzakki,Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.22.
Signifier
Signified Denotasi
Form
Content Mitos
memiliki potensi untuk menjadi ideologi yang bisa dikategorikan sebagai
thirdorder of signification (istilah ini bukan dari Barthes), Barthes menyebut
konsepini sebagai myth (mitos).40
Dalam konsep Barthes, “tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi
keberadaannya. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai
mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu”. Mitos, dalam
pemahaman semiotika Barthes adalah “pengkodean makna dan nilai-nilai sosial
sebagai sesuatu yang dianggap alamiah”.41
Kata „mitos‟ berasal dari kata bahasa Yunani mythos yang arinya
kata-kata, wicara, kisah tentang para dewa. Ini bisa didefinisikan sebagai narasi yang di
dalanya karakter-karakternya adalah para dewa, pahlawan, dan makhluk-makhluk
mistis, dengan plotnya adalah tentang asal-usul segala sesuatu atau tentang
peristiwa metafisis yang berlangsung di dalam kehidupan manusia.42
Mitos lahir melalui konotasi tahap kedua di mana rangkaian tanda yang
terkombinasikan sebagaimana dalam film disebut dengan teks akan membantu
pemaknaan tingkat kedua. Ide- ide dari Barthes banyak digunakan untuk
memahami realitas budaya media kontemporer yang dikonsumsi oleh manusia
40
Pappilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 58-60
41
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.23. 42
setiap harinya seperti film, lagu, novel dan sebagainya.43Mekanisme kerja mitos
dalam suatu ideologi adalah apa yang disebut Barthes sebagai naturalisasi sejarah.
Suatu mitos akan menampilkan gambaran dunia yang seolah terberi begitu saja
alias alamiah. Nilai ideologis dari mitos muncul ketika mitos tersebut
menyediakan fungsinya untuk mengungkap dan membenarkan nilai-nilai dominan
yang ada dalam masyarakat.
Dalam mitos terdapat pola tiga dimensi, yaitu penanda, petanda, dan tanda
yang dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya.Jadi,
mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek
tentang realitas atau gejala alam.44
Kalau kita memperhatikan kerangka berpikir Barthes, kita pasti akan
menyimpulkan bahwa mitos adalah sejenis konotasi. Dari skema yang diberikan
Barthes, kita melihat bahwa sistem tanda tingkat pertama dijadikan signifier baru
bagi sistem tanda tingkat kedua. Dengan kata lain, tanda denotatif sebagai tanda
tingkat pertama yang terdiri atas penanda dan petanda, pada saat bersamaan tanda
denotatif juga menjadi penanda bagi tanda konotatif.
C. Tinjauan Umum tentang Toleransi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata
“toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk
penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.45Secara etimologi,
43
Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi,h. 101. 44
Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 91. 45
toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada.Sedangkan
menurut istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan
pendiriannya.46
Toleransi berarti endurance atau ketabahan, yang bukan hanya menunjuk
pada sikap membiarkan orang lain hidup di sekitar kita tanpa larangan dan
penganiayaan. Toleransi dalam artian seperti ini khususnya di bidang agama
menunjuk pada kerelaan dan kesediaan untuk memasuki dan memberlakukan
agama lain dengan penuh hormat dalam suatu dialog dengan orang lain secara
terus menerus tanpa perlu dipengaruhi oleh pendapat lain dalam dialog tersebut.47
Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk
tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah
penganut agama-agama lain.
Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan
mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa,
warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama.Ini semua
merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan.Landasan
dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
46
Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama,www.google.com, diakses tanggal 30 Desember 2010, jam 15.07 WIB.
47