• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI CINTA DI FILM “3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA” ( Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI CINTA DI FILM “3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA” ( Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”)."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI CINTA DI FILM “3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA”

( Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3 Hati 2 Dunia 1

Cinta”)

SKRIPSI

Di susun oleh : NURUL AZIZAH

0743010309

Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

(2)

(Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3HATI 2DUNIA 1CINTA”)

Oleh : NURUL AZIZAH NPM. 0743010309

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 13 Juni 2011

PEMBIMBING

Dra. Sumardjijati, M.si NIP. 19620323 199309 2001

TIM PENGUJI 1. Ketua

Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 19581225 199001 001 NIP. 19641225 199 3092001

Mengetahui

DEKAN

(3)

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas kasih dan berkat yang telah

diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Representasi

cinta di Film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”. Penulis tidak akan mampu menyelesaikan

skripsi dengan baik, tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai

pihak.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Dekan Fisip Dra.Hj.

Suparwati.Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dan juga kepada ibu Dra

Sumardjijati M.si selaku dosen yang telah membimbing dan memberi saran juga

dukungan demi kelancaran penulisan Skripsi ini. Serta untuk semua pihak yang

terkait dengan kelancaran penulisan laporan ini antara lain :

1. Tuhan Allah SWT atas karunianya, penulis diberikan kesehatan dan kekuatan

baek fisik jasmani mauun rohani.

2. Juwito S.Sos,M.si selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan seluruh

Dosen Ilmu Komunikasi serta Staf TU.

3. Kedua orang tuaku abah dan umi yang selalu mendoakan dan memberi

(4)

memberi masukan dan motifasi.

4. Buat teman dikosan MA.IE 14: m.Ve, m.Pandu, Lieva, hesti, nunik, janetha,

mereka teman yang membantuku jikalau sakit, nonton Tv dan berbagi

makanan serta memberi support dalam mengerjakan laporan skripsi ini..

5. Buat abang-abangku di Armada (Ryan,Farid,hasan,agus,eko,dan xilmi) yang

biasanya mentraktir makan dan ngajak karaokean makasih hari-harinya!.

6. Buat teman seperjuanganku Mario, Riska, Ristin, Septrie, dan seluruh teman

di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik angkatan ’07 khususnya Ilmu Komunikasi

yang saling memotifasi “sucses always guys”.

7. Buat someoneku yang selalu sayang, sabar dan setia serta memberi motivasi

untuk menyelesaikan laporan ini.

8. Buat Best Friendku, Raissa Mathilda, Mario S, Yefta, Suha Aenny, Firdaus

Innabah, Nenekku(Via), Vina, dan Eki Nawestina dan The nietha yang selalu

memberi semangat, saran dan bantuannya dalam menyelesaikan laporan

skripsi ini.

9. Buat penjaga Perpus Fisip dan Perpus Pusat, terimakasih atas bantuannya

(5)

terimakasih atas doanya.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis

harapkan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Program

Studi Ilmu Komunikasi. Terima kasih.

Surabaya,juni 2011

(6)

HALAMAN JUDUL ………. i

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ………. iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Film, Masyarakat dan Realitas Sosial ... 11

2.1.2. Film sebagai Media Komunikasi Massa ... 14

2.1.3.Representasi Film ... 16

2.1.4. Devinisi Cinta ... 19

2.1.5. Teori Cinta Sigmund Freud ... 25

2.1.6. Model Semiotik John Fiske ...….…….……...………….. 27

2.1.7.Kode-kode Televisi John Fiske... 29

(7)

3.1. Metode Penelitian ... 34

3.2. Kerangka Konseptual ... 35

3.2.1. Corpus ……… 35

3.3. Definisi Operasional ... 36

3.3.1. Representasi ……….... 36

4.1. Gambaran Umum Objek Dan Penyajian Data……… 41

(8)

LAMPIRAN ... 76

(9)

Vi 

NURUL AZIZAH, REPRESENTASI CINTA DI FILM “ 3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA”(Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA”)

 

Penelitian ini didasarkan pada sebuah fenomena cinta Elektra komplek yang menuai pro dan kontra di masyarakat. Film “3Hati 2Dunia 1 Cinta “, merupakan film yang menyajikan beberapa cmakna cinta didalamnya,mulai dari tokoh utamaRosyid yang menjalin hubungan dengan Delia seoarng nasrani sampe cinta Rosyid dan kedua orang tuanya dan Nabila.

Penelitian ini bertujuan untukmengetahui bagaimana cinta direpresentasikan dalam film. Cinta dalam media massa sering ditampilkan dengan sikap maupun perilaku seorang wanita dan pria dewasa, sampai perilaku orang tua dan anaknya. Fenomena cinta Elektra kompleks adalah sebuah fenomena cinta yang dirasakan dan diwujudkan dalam sebuah perilaku, sikap seorang muslim dan non muslim yang sedang berusaha ingin memperthankan hubungannya dihadapan keluarga masing-masing. Dan sikap seorang orang tua yang keras tehadap anaknya. Film sebagai komunikasi massa dan realitas sosial, serta teori semiotic dalam film.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode semiotic. Pendekatan semiotic yang dikemukakan oleh John Fiske melalui level realitas dan level representasi.

Data dibagi menjadi dua level yaitu level realitas dan level representasi. Pada level realitas, dianalisis penandaan yang terdapat pada kostum, make-up, setting, dan dialog. Pada level representasi dianalisis penandaan yang terdapat pada cara kerja kamera. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan konsep yang melibatkan hubungan tanda, obyek interpran serta menggunakan ikon, indeks dan simbol yang menjadi penandaan terhadap representasi cinta oleh tokoh Rosyid.

(10)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Cinta merupakan sesuatu yang abstrak, sebuah perasaan yang ditampilkan

melalui sikap serta perbuatan dari seseorang yang merasakan cinta. Cinta tidak pernah

terlepas dari kehidupan manusia. Berbicara tentang cinta dalam kehidupan, mungkin

secara tidak sadar, terkadang sering dilibatkan sebuah dialog tentang cinta yang cukup

kompleks karena seperti yang diketahui bahwa cinta mengandung makna yang

kompleks dan tidak terbatas. Misalnya, adanya dengar pendapat atau argument dua

orang berbeda dan bukan tidak mungkin juga akan menemukan beberapa poin yang

berbeda dari kedua orang tersebut. Tidak ada batasan yang jelas tentang arti cinta,

oleh karena itu sering secara tidak sadar berdialog sendiri untuk menemukan arti cinta

yang sesungguhnya. Setiap orang mempunyai pemikiran dan pendapat sendiri

mengenai cinta, hal ini berkaitan dengan pengalaman, latar belakang dan tingkat

kepekaan individu.

Cinta dalam mitologi Yunani dalam sejarahnya berasal dari kata Eros, kata

Eros merupakan sebuah cinta. Eros, juga termasuk para dewa diantara dewa

kekacauan dan dewa bumi. Eros meskipun tidak mempunyai hal yang istimewa

dibandingkan dengan para dewa lainnya, namun Eros memiliki kekuatan yang sangat

besar. Eros memiliki peranan dan kekuatan yang besar untuk mengendalikan dan

mempengaruhi para dewa serta manusia melalui sebuah perasaan cinta yang dapat

(11)

yakni dengan cinta dapat menjadi jahat, sanggup melakukan apapun, tidak terkecuali

untuk membunuh. Eros dengan kekuatan cintanya juga dapat menjadikan sebuah

dendam, permusuhan, rasa sakit serta peperangan menjadikan semuanya indah dan

menyatukan semua perbedaan. (Rasyadi,2000:39).

Ketika cinta berasal dari bahasa sansekerta, yaitu citta yang berarti selalu

dipikirkan; senang; kasih; (ngatenan,1990:43). Sedangkan dalam kamus

Poerwodarminto, disebutkan bahwa :

“Cinta adalah selalu teringat dan terpikirkan dalam hati, lantas berarti; rasa susah hati;rindu, sangat ingin bertemu; sangat suka, sangat kasih dan sangat tertarik hati.” (Poerwodarminto, 1987; 296 dalam Ningrum, 2004:16)

Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah

persaan terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi atau kegiatan

aktif yang dilakukan manusia terhadap obyek lain, berupa pengorbanan diri, empati,

perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti,

patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan obyek tersebut.

(http://id.wikipedia.org/wiki/cinta).

Cinta juga dapat diartikan sebagai kekuatan, kemandirian yang dapat berdiri

sendiri. Cinta merupakan sebuah tindakan yang spontan, kemampuan untuk bertindak

atas keinginannya sendiri. (Fromm,2007:232).

Cinta identik dengan ungkapan perasaan sayang, suka sepasang sejoli yang

dimabuk asmara. Ada yang mengatakan cinta itu suci, cinta itu agung, cinta itu indah

dan begitu indahnya hingga tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, hanya dapat

(12)

Didalam masyarakat sendiri, selain terdapat berbagai macam definisi dan arti

cinta, juga terdapat konsep cinta. Konsep Cinta itu menurut Sujadi (1984:40) yang ada

dalam kehidupan manusia, digolongkan kedalam empat macam :

1. Cinta Agape, yakni cinta manusia kepada Tuhan

2. Cinta Philia, yakni cinta kepada kedua orang tua dan saudaranya

3. Cinta Eros dan Amor, yakni cinta antara pria dan wanita

4. Cinta Sesama, yakni perpaduan antara Agape dan Philia, lebih dikenal

sebagai rasa belas kasih.

Cinta didalam agama Islam merupakan suatu perkara yang suci. Hal ini telah

dijelaskan dalam ayat-ayat Al-qur’an. Didalam Islam, seorang muslim dan muslimah

tidak dilarang untuk saling mencintai, bahkan dianjurkan. Islam tidak membelenggu

cinta, karena itu Islam menyediakan lembaga pernikahan.

Cinta tidak akan pernah terlepas dalam kehidupan manusia, bermacam-macam

tema cinta dalam film, telah disuguhkan pada masyarakat. Tema cinta tersebut,

mendominasi per-filman di Indonesia. Tema cerita cinta dalam film diangkat dari

sebuah realitas yang terjadi dalam masyarakat. Film sendiri bisa dikategorikan

sebagai media massa. Karakteristik film sebagai media massa mampu membentuk

semacam visual public consensus. Hal ini disebabkan karena film selalu bertautan

dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera public. Singkatnya, film

merangkum pluralitas nilai yang ada dalam masyarakatnya. (Jowett dalam

(13)

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen social, lantas para

ahli percaya bahwa memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Sejak itu,

maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap

masyarakat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya keatas layar lebar.

Film juga merupakan sebuah karya seni pada abad 20 yang dapat menghibur,

mendidik, melibatkan perasaan, merangsang pikiran, dan memberikan dorongan

terhadap penontonnya. Pengaruh terhadap khalayak luas sebagai penonton ini lebih

jauh, misalnya sebuah film dapat menjadi media untuk menghibur masyarakat dalam

bentuk komedi, atau bisa juga untuk mendidik masyarakat melalui film dokumenter,

dan lain sebagainya (Irawanto, 1999 : 45).

Dunia film, pada dasarnya juga merupakan sebuah bentuk pemberian

informasi kepada masyarakat. Film juga memiliki kebebasan dalam menyampaikan

informasi atau pesan dari seorang pembuat sineas kepada penonton. Kebebasan dalam

hal ini adalah film seringkali secara lugas dan jujur menyampaikan sebuah pesan,

informasi, atau suatu karakter tertentu. Sementara itu di pihak lain, film juga

terkadang disertai tendensi tertentu, misalnya ingin mendeskripsikan suatu tema

sentral.

Secara umum, film dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu film cerita

dan film non cerita. Film cerita adalah film yang menyajikan kepada public atau

khalayak sebuah cerita dan mengandung unsur-unsur yang menyentuh rasa manusia.

(14)

Selain didukung audio, film juga dilengkapi dengan visualisasi gambar sehingga suatu

pesan yang disampaikan kepada khalayak luas khususnya penonton dapat benar-benar

dipahami. Namun demikian, untuk bisa memahami realitas sosial budaya yang

terekam di dalam sebuah film tentu saja memerlukan data yang hanya dapat diperoleh

dengan menggunakan metode tertentu. salah satu pengumpulan data yang dapat

digunakan adalah observation ex post facto, yakni pengamatan terhadap suatu

peristiwa / fenomena / gejala-gejala melalui media perekam jejak-jejak dari peristiwa

/ fenomena / gejala itu sendiri, baik dalam bentuk rekaman visual berupa gambar atau

foto maupun rekaman audio visual berupa film (Irawanto, 1999 : 52).

Film sebagai seni yang sangat kuat pengaruhnya, dapat memperkaya

pengalaman hidup seseorang, dan bisa menutupi segi-segi kehidupan yang lebih

dalam. Film selalu diwaspasai karena kemungkinan pengaruhnya juga buruk. Pada

tahun 1993, dunia perfilman dicemaskan oleh kekerasan yang seringkali ditampilkan

dalam film-film di televise ataupun di bioskop-bioskop secara vulgar. Namun

demikian, film-film tersebut tetap disajikan dalam konteks yang fiktif atau karangan

scenario belaka (Irawanto, 1999 : 78 – 79).

Selain itu, film juga berpengaruh kuat dan besar terhadap jiwa manusia karena

penonton tidak hanya terpengaruh ketika menonton film saja tetapi juga akan terus

terbawa sampai waktu yang cukup lama. Jadi, film merupakan bagian yang sangat

penting dalam media massa untuk menyampaikan suatu pesan atau setidaknya

memberikan pengaruh kepada khalayak luas untuk bertindak sesuatu (Effendy, 2003 :

(15)

Berbagai tema cinta pada sebuah film telah disuguhkan pada masyarakat,

seperti film Ada Apa Dengan Cinta (AADC), Eiffel I’m In Love, Badai Pasti Berlalu,

dll. Namun pada akhir tahun film 2008, sebuah film menyuguhkan tema cinta yang

berbeda tentang perbedaan Keyakinan (Agama), seperti Film Ayat-ayat Cinta

(sutrarada Hanung Bramantyo) yaitu cinta antara Maria Girgis (Carissa Putri) kepada

tokoh utama film, Fahri (Fedi Nuril). Namun AAC tidak mempersoalkan perbedaan

agama tersebut, karena film ini justru menggunakan perbedaan itu untuk menekankan

keunggulan salah satu agama dibanding yang lainnya. Dalam film itu Maria Girgis,

penganut Kristen Koptik, akhirnya masuk Islam, dan kisah cinta beda agama itu tak

menjadi persoalan sama sekali. Film berakhir dengan baik, dan akhiran film menutup

segala macam perdebatan mengenai perbedaan agama ini tanpa menyisakan

pertanyaan sedikitpun.

Pada pertengahan tahun 2010 Kembalinya latar belakang perbedaan cinta

membuat sutradara Benni Setiawan, menyutradarai film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

Film ini Diadaptasi dari dua buah novel karya Ben Sohib, The Dapeci Code dan Rosid

& Delia yang kemudian skenarionya ditulis sendiri, 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta

menceritakan kisah cinta dengan berbagai kriteria cinta di kehidupan manusia.

Film ini bercerita tentang sebuah keluarga Betawi keturunan Arab dan

muslim yang taat, film ini berkisah tentang Rosyid (Reza Rahadian). Rosyid adalah

anak lelaki yang membuat pusing si abah (Rasyid Karim) dan umi (Henidar Amroe).

Bukan hanya karena dia berambut kribo dan cuma sibuk berpuisi-puisi, tetapi juga

karena si bocah lanang itu berpacaran dengan Delia, seorang gadis Manado yang

(16)

Nasrani yang taat, Rosyid anak lelaki baik tetapi yang juga membuat mereka

menghela nafas karena perbedaan keimanan.

Peneliti memilih film “ 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta “ karena masalah tentang kisah

cinta yang beraneka ragam. Jadi tidak hanya cinta kepada lawan jenis saja yang

dibahas, tetapi cinta terhadap orang tua (Philia) dan cinta kepada tuhan (Agape)

Representasi film ini dan kedekatannya terhadap kenyataan masyarakat

metropolis yang sesungguhnya untuk bisa menghargai dan membedakan cinta kepada

yang dicintainya. peneliti sebagai satu aspek yang sangat penting dalam proses

pemaknaan dan pendeskripsian isi film, agar dapat diperoleh eksplorasi imajinasi

makna semaksimal mungkin terhadap kode-kode verbal, non verbal dan tanda-tanda

konotasi maupun denotasi yang bertebaran di keseluruhan bagiannya untuk

menangkap keutuhan makna dan representasi yang disajikannya.

Cinta merupakan isu sentral yang hingga kini masih disukai oleh masyarakat,

Beberapa film Indonesia sempat mengangkat representasi masalah cinta, namun

dalam film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, isu cinta beda Agama, cinta kepada orang tua dan

cinta terhadap tuhan hadir dalam usahanya untuk mencoba memperjuangkan kisahnya

tanpa mengorbankan agama yang di yakini. Bagaimana masalah mereka dengan krisis

identitas hubungan mereka dan konsekuensinya jika mengungkapkan kepada

masyarakat luas, yang merupakan pertanyaan sekaligus ketakutan terbesar sebagian

mereka selama ini atas efek yang akan diterimanya dari pihak keluarga dan

masyarakat. “3 Hati 2 Dunia 1 cinta” merupakan sebuah film yang berusaha

(17)

Dalam Festival Film Indonesia (FFI ) yang diadakan di Jakarta pada tanggal

06 Desember 2010, 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta telah berhasil meraih Piala Citra sebagai

film Indonesia terbaik tahun 2010. Predikat ini bisa jadi dipertanyakan mengingat film

Sang Pencerah (sutradara Hanung Bramantyo) disingikirkan oleh komite seleksi FFI

dengan alasan “akurasi sejarah” yang lemah. Sekalipun demikian, jelas film ini

merupakan salah satu film terpenting tahun 2010 karena keberaniannya menabrak

tabu.

Strategi komedi film ini memang mampu membawa tema yang tergolong berat

dan sensitif dengan sukses tanpa menjadikannya melodramatis. Sebuah melodrama

mungkin akan menguras emosi dan bisa jadi lebih laris. Namun pendekatan komedi

telah membuat drama menjadi proporsional dan tidak ada penghitam-putihan yang

mengorbankan karakter sehingga menjadi jahat dan mudah dibenci. Alih-alih, elemen

penghalang (adversaries) dalam plot film ini dikenakan berbagai stereotip

(typecasting) untuk menimbulkan efek karikatural yang berguna sebagai bahan

lelucon, terutama pada tokoh ayah Rosid. Pilihan komedi ini akhirnya memang

berhasil melakukan sublimasi atau menghaluskan konflik.

(http://cintabedaagama.com/layar/article.php?id=92646&cat)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif

kualitatif, serta dengan menggunakan pendekatan semiotika yang dikemukakan oleh

John Fiske, yang terdiri dari dua level realitas dan level representasi, serta

menginterprestasikan dan memaknai cinta di film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”. Peneliti

memilih model semiotik milik Fiske karena memiliki kelebihan yaitu dapat diterapkan

(18)

non verbal. Serta analisis semiotik pada sinema atau layar lebar (wide screen)

disertakan dengan analisis film yang ditayangkan ditelevisi, yang dikemukakan oleh

John Fiske, mempresentasikan Hal ini sangat relevan dengan pendekatan semiotik

dalam analisis film. Dikarenakan penelitian ini adalah film yang ditayangkan di

Bioskop maka analisis setara dengan dengan kode-kode televisi pada sinema yang

diutarakan oleh John Fiske.

1.2Perumusan Masalah

Setelah peneliti memaparkan uraian latar belakang masalah yang telah

dikemukakan pada sub bab sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini

dapat di rumuskan sebagai berikut : “bagaimana sebuah cinta di representasikan di

Film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta ?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui

(19)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmu komunikasi, khususnya

yang berkaitan dengan pengembangan studi analisis semiotika film dalam kajian

media massa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan studi

pada berbagai studi film yang selama ini telah melembaga baik formal maupun non

formal. Dan di harapkan pula dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi industri

perfilman atau pihak-pihak yang terkait didalamnya yang ingin melakukan perbaikan

dan penyempurnaan terhadap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam film

tersebut dengan mengetahui arti memaknai cinta dari berbagai criteria, yakni cinta

Agape ( cinta kepada tuhan. Cinta Pilia (cinta kepada orang tua dan sodara), dan cinta

(20)

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Film, Masyarakat dan Realitas Sosial

Film yang dimaksud dalam penelitian ini adalah film teatrikal, jenis film cerita

yaitu film yang menyajikan suatu cerita dan diproduksi secara khusus untuk pertunjukkan

digedung-gedung bioskop atau cinema. Film jenis ini berbeda dengan film tv ( TV film)

atau sinetron (sinetron elektronik) yang khusus dibuat untuk siaran itu. Film teatrikal

dibuat secara mekanik, sedangkan film TV dibuat secara elektronik. (Effendy,1993:201).

Film juga merupakan gambar hidup yang merupakan bentuk seni, bentuk popular dari

hiburan dan juga bisnis. (http://id.wikipedia.org/wiki/film).

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang terpadu dengan hasil

seni dan budaya. Karena perpaduan ini pula, sehingga memungkinkan film dapat dengan

mudah disambut baik oleh masyarakat dan akhirnya menjadi bagian yang menyatu dalam

sejarah umat manusia.

Pesan-pesan dalam film yang dikemas sedemikian rupa, juga mempermudah

audience atau khalayak untuk mencerna dan menerima maksud yang dicoba untuk

disampaikan kepada mereka. Sejak awal dilahirkannya industry film, oleh para pembuat,

distributor dan pemilik cineplax memang sudah dirintis untuk membangun konsumen

untuk film produksinya, sehingga film selain menjadi sebuah karya seni, juga merupakan

bentuk komoditi komersial progresif, dan media representasi social yang dinamis

(21)

Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yaitu lazim

dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan para bintang film yang tenar. Film ini

distribusikan sebagai barang perdagangan dan diperuntukkan bagi masyarakat dimana

saja. (Onong,2000:211). Film berperan berperan sebagai sarana baru yang digunakan

untuk menyebarkan hiburan yang telah menjadi kebiasaan terdahulu. Serta menyajikan

cerita, peristiwa, music, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat

umum. (McQuail,1994:13)

Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam

realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan memproyeksikannya

kedalam layar. (Irwanto,1993;13 dalam Alex Sobur 2004;127)

Film adalah dokumen kehidupan social sebuah komunitas. Film mewakili realitas

kelompok masyarakat pendukungnya itu. Baik realitas dalam bentuk imajinasi maupun

realitas kelompok dalam arti sebenarnya. Film itu menunjukkan pada kita jejak-jejak

yang ditinggalkan pada massa lampau, cara menghadapi masa kini dan keinginan

manusia terhadap massa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film

bukan lagi sekedar usaha menampilkan citra bergerak (moving image) namun juga telah

di ikuti oleh kepentingan tentang seperti politik,kapitalisme, hak asasi manusia atau gaya

hidup. Film juga sudah di anggap bias mewakili citra atau identitas komunikasi tertentu.

Bahkan bisa-bisa membentuk komunitas sendiri, komunikasi sifatnya yang universal

meskipun demikian film juga bukan tidak menimbulkan dampak negative. (Victor

(22)

Status awal film sebagai media massa paradigmatic yang fenomenal merupakan

penjabaran utama atas korelasinya terhadap aktifitas dan masalah social yang terjadi

dalam masyarakat. Popularitasnya yang bisa dibilang kolosal seringkali menjadi alasan

bagi anggota atau beberapa komponen masyarakat untuk ikut merasa ‘bertanggungjawab’

dan khawatir akan akibat film pada pikiran dan sikap dari beberapa kelompok social

tertentu. Pengalaman intens dan menyenangkan yang didapatkan oleh pemirsa film dari

sinema tampak jelas menjelaskan bahwadampak pengaruh film terhadap pikiran

seseorang juga bisa dipastikan akan intens (Gripsurd,1995:131).

Dasar dari tradisi panjang dalam teori film dan hubungannya dengan realitas

social dalam masyarakat berakar dari konsepsi Marxist yang memandang bahwa film

adalah sebuah medium untuk mengubah cara berpikir seseorang menuju arah yang

progresif. Dalam kata lain bisa di artikan sebagai reproduksi dan penyebaran false

consciousness atau kesadaran palsu (Hill,2001:203).

Berkaitan dengan kemampuannya dalam mempresentasikan realitas social yang

ada dalam masyarakat dan menghadirkannya kehadapan khalayak pemirsanya, film

mempunyai potensi yang luar biasa besar dalam menggugah sisi psikologis emosional

manusia (Gripsurd dalam Hill2001:206). Dari berbagai macam cara komunikasi

dilaksanakan dalam masyarakat manusia, salah satunya adalah komunikasi massa.

Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses

dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara

luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari digunakan dan

(23)

2.1.2 Film sebagai Media Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media

cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari

pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Massa

dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan

dengan media massa. Dengan kata lain, massa yang dalam sikap dan perilakunya

berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu, massa di sini menunjuk kepada

khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca.

Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright dalam

Liliweri (1991), bahwa komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang

menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikasi

secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat

heterogen, dan menimbulkan efek tertentu.

Rumusan masalah yang sudah tersurat diatas akan dibedah dalam pencarian

kembali makna-makna yang ada dalam objek penelitian. Proses pencarian makna tersebut

memerlukan cara pandang dalam upaya memahami masalah yang ada. Paradigma dilihat

sebagai suatu cara pandang, cara memahami, cara menginterprestasikan, suatu kerangka

pikir, set dasar keyakinan yang memberi arahan pada tindakan Dalam hal ini pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan Interpretatif sebagai cara membaca fenomena yang

terjadi dalam film Persepolis.

Berbeda dengan pendekatan objektif, pendekatan Interpretif percaya bahwa tidak

(24)

memahami makna dari suatu realitas. Secara umum dalam ilmu sosial terdapat dua

paradigma besar yaitu objektif dan interpretif (Salim, 2006: 5). EM Griffin dalam

bukunya A First Look at Communication Theory menyebutnya dengan pandangan

objektif dan interpretif (Griffin, 2003: 9). Jika positivis sering disebut sebagai pendekatan

objektif dan pendekatan scientific, maka pendekatan interpretif juga dipahami sebagai

pendekatan subjektif. Pendekatan subjektif mengasumsikan bahwa pengetahuan tidak

mempunyai sifat yang objektif dan sifat yang tetap, melainkan bersifat interpretif

(Mulyana, 2001: 33).

Paradigma interpretif adalah suatu paradigma yang menganggap bahwa ilmu

bukanlah didasarkan pada hukum dan prosedur yang baku, setiap gejala atau peristiwa

bisa jadi memiliki makna yang berbeda; artinya tidak ada kebenaran yang bersifat

tunggal, ilmu bersifat induktif berjalan dari yang sepesifik menuju yang umum.

Pendekatan interprestif pada akhirnya melahirkan pendekatan kualitatif (Salim, 2006: 5).

Peneliti menggunakan paradigma interpretif sebagai upaya untuk dapat melihat

fenomena dan menggali pengalaman dari objek penelitian. Pendekatan interpretif

berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau

budaya yang didasarkan pada perspektif dan fenomena yang diteliti. Dalam paradigma

interpretif, realitas sosial dilihat dengan kondisi yang cair dan mudah berubah. Fenomena

sosial senantiasa bersifat sementara (Mulyana, 2001: 34).

Data-data yang tersaji dalam penelitian ilmiah ini adalah data-data yang bersifat

kualitatif. Tidak ada hukum positif yang berlaku secara baku. Sifat dan karakter dari

(25)

adanya pengetahuan baku. Maka proses pencarian makna dari sebuah fenomena

masyarakat yang terjadi dalam film Persepolis membuat pendekatan interpretif dirasa

tepat. Penelitian bergerak dari upaya untuk menemukan makna-makna dari fenomena

tersebut.

2.1.3 Representasi dalam Film

Pengertian representasi sendiri adalah sebuah bagian yang essensial dari proses

dimana makna dihasilkan atau diproduksi dan diubah antara anggota kultur tersebut.

Untuk menyatakan atau menggambarkannya dapat dilakukan menggunakan bahasa. Oleh

karenanya hal ini tidak lepas dari kultur atau budaya. karena antara makna, bahasa dan

kultur berhubungan satu sama lain (Hall,1997:15).

Konsep representasi penting digunakan untuk menggambarkan hubungan antara

teks media dengan realitas. Chiara Giaccardi menyatakan secara semantic representasi di

artikan; “to depict, to be a picture of, atau to act or speak for (in the place of, in the name

of) somebody. Berdasarkan kedua makna tersebut, to represent bisa didefinisikan to stand

for. (Giaciardi dalam Noviani, 2002:61). Ia menjadi sebuah tanda (a sign) untuk sesuatu

atau seseorang, sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang direpresentasikan tapi

dihubungkan dengan, dan mendasarkan diri pada realitas yang menjadi referensinya.

Pada relasi anggota relasi anggota sosial dengan kulturnya akan melahirkan

makna dan menyebarkan pengertiannya karena adanya interaksi yang hidup pada kultur

tertentu melalui bentuk-bentuk representasi. Apakah itu melalui media massa atau

(26)

Termasuk disini adalah film, karena film termasuk media massa yang dapat

menghasilkan makna dan direkonstruksi dalam kehidupan sosial. Makna dikonstruksi

oleh sistem representasi dan diproduksi melalui bahasa, tidak hanya melalui ungkapan

verbal namun juga non verbal. Sistem representasi tersusun melalui pengorganisasian,

penyusunan dan pengklarifikasian dan berbagai kompleksitas hubungan diantara mereka.

Jadi konsep representasi tidak dapat tersusun dengan sendirinya. Seperti yang

diungkapkan oleh Sturken dan Cartwright : representasi merujuk pada penggunaan

bahasa dan imajinasi untuk menciptakan makna tentang dunia sekitar kita. Kita

menggunakan bahasa untuk memahami, menggambarkan dan menjelaskan dunia yang

kita lihat, dan demikian pula dengan penggunaan imaji. Proses ini terjadi melalui sistem

representasi, seperti media bahasa dan visual, yang memiliki aturan dan konvensi tentang

bagaimana mereka diorganisir (Hall,2001:12).

Representasi dikatakan sebagai proses produksi makna melalui bahasa, hal ini

mengandung dua prinsip, pertama untuk mengartikan sesuatu, untuk menjelaskannya atau

menggambarkannya dalam pikiran dengan sebuah gambaran imajinasi: untuk

menempatkan persamaan ini sebelumnya dalam pikiran atau perasaan kita. Kedua adalah

representasi digunakan untuk menjelaskan konstruksi makna sebuah simbol, jadi kita

dapat mengkomunikasikan makna objek melalui bahasa kepada orang lain yang bisa

mengerti dan memahami konvensi bahasa yang sama Pembahasan tentang representasi

tidak lepas dari media.

Media massa merupakan tempat dimana totalitas sosial. Bentuk-bentuk gambaran

(27)

sekedar media yang merefleksikan realitas, namun film juga mengkonstruksikan kembali

realitas tersebut berdasar cara-cara tertentu. Hal ini diungkapkan Turner (dalam

Irawanto, 1999:14)

“Film does not reflect or even record reality: like any other medium of representation it construct and ‘represent’ it picture of reality by way of codes, conventions, myts and ideologies of its culture as well as by way of the specific signifying practices of the medium” (film tidak mencerminkan atau bahkan merekam realitas seperti medium representasi yang lain, ia mengkonstruksikan dan menghadirkan kembali gambaran dari realitas melalui kode-kode, konvensi-konvensi, mitos, ideology-ideologi dari kebudayaannya sebagaimana cara praktik signifikasi yang khusus dari medium”).

Jadi istilah representasi mungkin lebih tepat untuk menggambarkan realitas

masyarakat dalam suatu film, karena realitas yang hadir dalam film bukanlah

semata-mata cerminan dari realitas di masyarakat, tetapi proyeksi dari daya serap penciptanya

dan di hadirkan kembali dalam film.

Representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan.

Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman

berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia

yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi tanda-tanda kebudayaan yang

sama, berbicara dalam ‘bahasa’ yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang

sama.(Hall.1997:29).

Dalam representasikan kita menggunakan tanda ( sign ) yang diorganisasikan

dalam bahasa yang bermacam-macam, untuk berkomunikasi dengan orang lain. Tanda ini

bisa berupa kata-kata, gambar atau bahkan suara

Tanda diorganisasikan kedalam bahasa, dan yang membuat kita dapat mengubah

(28)

mereka untuk mengkomunikasikan maksud kita kepada orang lain. Dua system dari

representasi bekerja bersama untuk menyediakan makna dalam budaya kita. Pertama

mempersuakan kita membuat hubungan antara “sesuatu” dan system konsep kita. Kedua

menghubungkan peta konsepsi kita dengan satu set tanda, yang kemudian

diorganisasikan menjadi bahasa. Proses menghubungkan antara konsep, tanda dan

sesuatu hal dalam memproduksi makna adalah apa yang kita sebut “representasi”.

Representasi dalam film adalah penggambaran suatu objek yang ditampilkan

dalam film. Penggambaran ini ditampilkan melalui serangkaian tanda-tanda. Tanda-tanda

yang dimaksud berarti tanda yang menjadi unsur sebuah film. Unsur tersesbut berupa

dialog, sikap masing-masing pemain, angel kamera hingga music. Tanda dari unsur-unsur

film ini akan dianalisis dan dicari maknanya, sehingga makna dibalik tanda tersebut dapat

diungkapkan. Dalam penelitian ini, representasi menunjuk pada pemaknaan tanda-tanda

yang terdapat pada film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta" dengan mengacu pada pendekatan atau

konsep kehidupan yang menjalani hubungan yang berbeda agama,dan keragaman etnis

budaya yang saling berbagi.

2.1.4 Devinisi Cinta dan Jenis Cinta

Seorang psikologis asal Amerika serikat, Ashley Montagu, memandang cinta

sebagai sebuah perasaan yang memerhatikan, menyayangi, dan menyukai yang

mendalam dan biasanya, rasa cinta itu disertai rasa rindu dan hasrat terhadap sang objek.

Sedangkan menurut psikologis Elain dan William Wasten, cinta adalah suatu keterlibatan

(29)

yang kuat dan diiringi dengan perasaan mendambakan pasangan dan keinginan untuk

memuaskannya.(Widianti, Dian: 2007:37).

Pengertian cinta dalam kamus Funk dan Wagnalis, yaitu :

“cinta adalah suatu emosi atau perasaan yang kompleks dan kuat yang dibangkitkan oleh sesuatu, seseorang atau suatu kausalitas yang menyebabkan seseorang menghargai, senang serta mengharapkan kehadiran si obyek dan menyenangkan atau meningkatkan kesejahteraan obyek tersebut, kerinduan atau keramahan jiwa terhadap sesuatu yang dipahami dan dipandang baik atau sempurna dari berbagai sudut pandang yang dalam bermacam hubungan, perasaan sayang atau kasih sayang yang kuat yang dicurahkan terhadap seseorang.” (Issac dalam Ridha,2000:20, Lukita,16).

Tidak ada batasan yang jelas tentang arti cinta, oleh karena itu kita sering secara

tidak sadar berdialektika sendiri untuk menemukan arti cinta sesungguhnya. Setiap orang

mempunyai pemikiran dan pendapat sendiri mengenai cinta, hal ini berkaitan dengan

pengalaman, latar belakang dan tingkat kepekaan individu.

Kata cinta berasal dari bahasa sansekerta, yaitu citta yang berarti selalu

dipikirkan; senang; kasih; (ngantenan,1990:43). Sedangkan dalam kamus

Poerwodarminto, disebutkan bahwa :

“Cnta adalah selalu teringat dan terpikirkan dalam hati, lantas berarti: rasa susah

hati; rindu, sangat ingin bertemu; sangat suka, sangat sayang; sangat kasih

dan sangat tertarik hati.” (Poerwodarminto, 1987;296).

Cinta identik dengan ungkapan perasaan sayang, suka sepasang sejoli yang

dimabuk asmara, ada yang mengatakan cinta itu suci, cinta itu agung, cinta itu indah dan

begitu indahnya hingga tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya bisa dirasakan.

Menurut sujadi (1984:40) tentang kehidupan manusia, khususnya mengenai cinta

menggolongkan kedalam empat macam :

(30)

2) Cinta Philia, yakni cinta kepada kedua orang tua dan saudaranya

3) Cinta Eros dan Amor, yakni cinta antara pria dan wanita

4) Cinta sesama, yakni perpaduan antara cinta Agape dan Philia, lebih dikenal

sebagai rasa belas kasih.

Ada enam batasan cinta, menurut Master Johnson dan Kolodny (1985), serta

Turner dan Hlems (1995) :

1) Cinta Eros alias cinta birahi,

Cinta ini identik dengan cinta seksual dan erotic yang bersumber dari

melekatnya cairan seksual dalam tubuh bermuara pada lust (nafsu). Cinta

ini ditandai dengan keinginan memiliki, menuntut, merengek, mendesak,

mengambil, dan bukan memberi.

2) Cinta Philia alias rasa sayang dan kasih.

Cinta ini tumbuh dari diri seseorang; bisa karena hubungan keluarga atau

indahnya sebuah persahabatan yang mendalam. Biasanya, cinta model ini

ada pada hubungan orang tua- anak dan kakak-adik.

3) Cinta Agape

Cinta ini ditandai dengan perhatian aktif pada orang yang dicintai dengan

penuh keikhlasan, saling memberi, saling menghargai dan memberi.

4) Cinta Storage (cinta pesahabatan)

Cinta yang ini tumbuh subur dibenak hati seseorang karena adanya sebuah

persahabatan yang hangat dan akrab sehingga tidak menekankan unsur

(31)

5) Cinta Hudus

Cinta ini sering dilakukan anak muda yang sering bermain cinta namun

tidak ada tingkat keseriusannya.

6) Cinta Pragma (cinta untung-rugi)

Cinta yang mempunyai kualitas suatu hubungan dipikirkan dan dihitung

dengan rumus jumlah keuntungan yang didapat oleh sebuah pasangan

yang sedang dimabuk cinta.

Menurut tokoh Sternberg (papilia et. Al, 1998), cinta terdiri dari tiga komponen,

yaitu intimacy (keintiman), passion (gairah), dan komitmen. Ada delapan jenis cinta

berdasarkan ada tidaknya ketiga komponen tadi, yaitu :

1) Non love

Hubungan antara individu yang berbeda jenis kelamin, namun tanpa disertai

unsur intimasi, hawa nafsu biologis (passion), ataupun komitmen.

2) Liking

Dua sosok individu saling mengenal, tetapi hanya sebatas sahabat dan saling

peduli.

3) Infactuation

Hubungan yang terjadi antara dua individu yang berbeda jenis kelamin, hanya

didasari oleh nafsu biologis tanpa adanya keakraban ataupun komitmen.

1. Empty love

Jenis cinta ini didasari dengan komitmen, tetapi tidak ada unsur passion

(32)

2. Romantic love

Jenis cinta ini berdasarkan intimasi dan nafsu seksual, tapi tidak memiliki

sebuah komitmen sampai pada jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan.

3. Companiote love

Hubungan jangka panjang yang tidak melibatkan unsur seksual, termasuk

persahabatan.

4. Fatuous love

Disebut juga hubungan dengan komitmen tertentu.

5. Consummate love

Cinta jenis ini menjadi tujuan hubungan cinta yang ideal karena ketiga unsur

sama-sama ada dan tegar menghadapi berbagai penderitaan, cobaan, ataupun

rintangan.

Berbeda dengan Sternberg, Sawitri Supardi Sedarjo, dalam konsultasi

psikologi-nya membagi cinta menjadi dua, yaitu :

a. Cinta romatis

Cinta dilukiskan sebagai suatu hal yang imajinatif serta tidak praktis,

misterius, dan fiktif karena hanya mengondisikan suatu rangsangan yang

bersifat emosional, petualangan hati, dan pemenuhan idealism yang dilandasi

emosi.

b. Cinta sejati

Cinta sejati cenderung menyertakan rasa hormat, toleransi, penerimaan

(33)

manifestasi kesepian mendalam pada pasangan yang saling mencintai. (Widianti,

Dian:2007:66).

Dalam Wikipedia, para pakar telah membagi cinta dalam beberapa macam, yakni :

1. Cinta terhadap keluarga

2. Cinta terhadap teman-teman, atau Philia

3. Cinta yang romantic

4. Cinta yang hanya merupakan hawa nafsu atau cinta eros

5. Cinta sesama atau juga Agape

6. Cinta dirinya sendiri, narsisme

7. Cinta akan sebuah konsep tertenu

8. Cinta akan negaranya, patriostisme

9. Cinta akan bangsa atau nasionalisme

Beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia atau bahasa Melayu apabila

dibandingkan dengan beberapa bahasa mutakhir di Eropa, terlihat lebih banyak

kosakatanya dalam mengungkapkan konsep ini. Termasuk juga bahasa Yunani kuna,

yang membedakan antara tiga tiga atau lebih konsep: eros,philia, dan agape.

Menurut Syaikh Ibnu Qoyyim, seorang ulama di abad ke-7, ada enam peringkat

cinta (maratibul –mahabah), yaitu:

1. Tatayum, yang merupakan hak Allah semata-mata.

2. Lsyk, yang merupakan hak Rosulullah SWT. Cinta yang melahirkan sikap

hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya, mencontohnya,

(34)

3. Syauq, cinta antara mukmin dengan mukmin yang lainnya. Antara suami

istri, antara orang tua-anak.

4. Shahabah. Yaitu cinta sesama muslim yang melahirkan ukhuwah islamiah.

5. Lthf, yaitu rasa simpati yang ditujukan kepada sesama manusia . rasa simpati

ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, berdakwah

dan sebagainya.

6. Lnthifa, yaitu keinginan untuk mendayagunakan atau memanfaatkan,

keinginan terhadap harta benda.

(www.cahayahidayah.mukjizat-cinta-dan-iman.html).

2.1.5 Teori Cinta Sigmund Freud

Tema utama dalam penelitian ini adalah sebuah representasi cinta yang

ditampilkan dalam film, tema cinta dalam penelitian ini memiliki suatu perbedaan tema

cinta yang diangkat dalam tema-tema cinta sebelumnya.

Didalam psikoanalisis, Freud mengemukakan teori cinta yang membhas cinta

seksual dimana obyek cinta adalah lawan jenis; ini semua merupakan obyek-obyek

normal yang dimiliki insting seksual. Semua jenis cinta lain misalnya cinta diri, cinta

familial, persahabatab dan cinta akan kemanusiaan, cinta terhadap obyek konkrit maupun

abstrak, dibentuk lewat pengalihan obyek normal atau rintangan atau lewat

penyimpangan dari tujuan normal.

Dalam praktek psikoanalisisnya Freud telah menjadi sangat terbiasa dengan

kehidupan cinta yang menyangkut fenomena cinta yang tak biasa, bagaimana semua

(35)

mengalami suatu perkembangan yang emrupakan akar dari suatu sikap dan perilaku

seorang manusia. Tahap perkembangana seorang anak, memiliki beberapa serangkaian

tahapan yang secara dinamis bertahan selama lima tahun pertama kehidupan, kemudian

selama suatu proses periode lima atau enam tahun berikutnya menjadi stabil. Masing-

masing tahap perkembangan selama lima thaun pertama ditentukan oleh cara-cara reaksi

suatu zona tubuh tertentu.

Dirumuskan dengan singkat, Oedipus dan Elektra kompleks ditimbulkan adanya

permusuhan ataupun persaingan antara orang tua dan anak sejenis. Anak laki-laki ingin

memiliki ibunya atau mencari sosok yang sama seperti ibunya. Perasaan –perasaan ini

menyatakan diri dalam khayalan pada waktu anak-anak melakukan masturbasi dan dalam

bentuk pergantian antara sikap cinta dan sikap cinta melawan orang tuanya.

Mengenai kompleks Oedipus dan kompleks Elektra, Karen Horney berpendapat

bahwa hal tersebut bukanlah suatu konflik seksual dan agresif yang terjadi antara anak

dengan orang tuanya, melainkan kecemasan yang timbul dari gangguan-gangguan dasar,

misalnya penolakan, perlindungan yang berlebihan dan hukuman-hukuman yang

diterapkan dalam sebuah keluarga. Agresif bukanlah sifat bawaan, sebagaimana

dinyatakan Freud, melainkan merupakan cara dimana manusia berusaha melindungi

keamanannya. Narsisme pada dasarnya bukanlah cinta diri, melainkan penbawaan diri

dan penilaian diri yang berlebihan akibat perasaan – perasaan tidak aman.

(Hall,Calvin&Lindzey,Gardney,1993:265)

Teori Oedipus komplek dan Elektra komplek, didasarkan pada kenyataan didalam

(36)

Hal ini, yang menyebabkan terjadinya perasaan khusus yang disebut cinta seorang anak

terhadap sosok ibunya sendiri muncul, begitu sebaliknya yang disebut Elektra komplek.

(Santas,Gerosimos,2002:200).

2.1.6 Model Semiotika John Fiske

Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural and communication Studies,

disebutkan bahwa terdapat dua persepektif dalam mempelajari ilmu komunikasi.

Perspektif pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan, sedangkan perspektif

kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perpespektif

yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dna kebudayaan, metode studinya

yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) (Fiske,2006:9).

Perspektif produksi dan pertukaran makna menfokuskan bahasannya pada

bagiamana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya

untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks

tersebut dalam budaya. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan dalam

berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan (komunikator)

dan penerima pesan (komunikan). Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah

signifikansinyadan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk itulah pendekatan

yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik.

(Fiske,2006:09).

Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda. Studi ini tidak

hanya mengarah pada “tanda” dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi juga tujuan dibuatnya

(37)

suara, gesture, dan objek. Bila kita mempelajari tanda maka kita tidak bisa memisahkan

antara satu dengan yang lainnya yang membentuk sebuah sistem, dan kemudian disebut

sistem tanda. Lebih sederhana semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk

sebuah makna, menurut John Fiske dan John Hartley, konsentrasi semiotic adalah pada

hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya, juga

bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode (Chandler,2002:

www.aber.ac.uk)

Penerapan semiotik pada film, berarti harus mempertahankan aspek medium film

atau cinema yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis

pengambilan kamera (selanjutnya disebut Shot saja) dan kerja kamera (camera work).

Dengan cara ini peneliti dapat memahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana

misalnya, Close-up. Terdapat pula kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap

objek. (Berger,1987:37)

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk

berbagai sistem tanda yang bekerja sama denganbaik dalam upaya mencapai efek yang

diharapkan. Yang penting dalam film adalah gambar dan suara : kata yang diucapkan

(ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar yang

bergerak) dan juga musik pada film itu. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam

film adalah digunakannya tanda-tanda dan ikonis, yakni tanda-tanda yang

menggambarkan sesuatu.(Sobur,2004:128)

Berkaitan dengan permasalahan maupun ruang lingkup dalam penelitian ini, maka

(38)

dalam film yang berupa scene atau gambar dan suara (kata yang diucapkan). Adapun hal

tersebut nantinya akan dianalisis dengan menggunakan “kode-kode televise” dari John

Fiske.

2.1.7 Kode-kode Televisi John Fiske

Untuk menganalisis sinema atau film, Fiske (1990:40) membagi kode menjadi 3

level, yaitu:

1. Level Realitas ( reality )

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian, dan make-up yang

digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi, suara dan

sebagainya yang dipaham sebagai kode-kode teknis.

2. Level Representasi (representation)

Level representasi meliputi kerja kamera pencahyaan, editing, music, dan suara, yang

ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensioanal.

Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting dan

sebagainya. Level representasi meliputi :

a. Tekhnis Kamera : jarak dan sudut pengambilan.

Ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi :

1. Long Shot ( LS ), yaitu shot gambar yang jika obyeknya adalah manusia maka

dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang diatas kepala. Dari jenis

shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long shot (ELS). Mulai dari

sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu diatas kepala. Pengambilan

(39)

penonton mengenai penampilan tokoh (termasuk pada body language,

ekspresi tubuh, gerak cara berjalan dan sebagainya dari ujung, rambut sampai

kaki) yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang

sedang terjadi pada adegan itu.

2. Medium Shot ( MS ), yaitu shot gambar yang jika obyeknya adalah manusia,

maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari

Medium Shot dapat dikembangkan lagi, yaitu Wide Medium Shot (WMS),

gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan kiri. Pengambilan

gambar medium shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada

penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibandingkan

long shot.

3. Close Up (CU), menggambarkan secara detail ekspresi pemain dari suatu

peristiwa ( lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya mata, bibir, tangan dan

sebagainya ).

4. Extreme Close-Up : menggambarkan secara detail ekspresi pemain dari suatu

peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh, seperti mata,bibir,tangan, dan

sebagainya).

b. Pencahayaan

Cahaya menjadi salah satu unsure media visual, karena dengan cahayalah

informasi bias dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsure

tekhnis yang membuat benda bias dilihat. Maka penyajian film juga, pada

(40)

dalam perkembangan bertutur dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang

semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood

atau atmosfer set dan bisa menunjang dramatic adegan.(Biran,2006:43).

c. Penataan Suara

1. Sound effect, untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu kejadian.

2. Music, untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi

suatu adegan, warna emosional pada music turut mendukung keadaan

emosional pada music turut mendukung keadaan emosional suatu adegan.

d. Tekhnik Editing

1. Cut, perubahan secara tiba-tiba dari suatu pengambilan, sudut pandang

atau lokasi lakonnya. Ada bermacam-macam cut yang mempunyai efek

untuk merubah Scene, mempersingkat waktu, memperbanyak pont of

view, atau membentuk kesan terhadap image atau ide.

2. Jump Cut, untuk membuat suatu adegan yang dramatis

3. Motivated Cut, bertjuan untuk membuat penonton segera ingin melihat

adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya.

Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada suara

dan penataan music yang ada pada level representasi, karena keduanya dianggap tidak

memiliki kaitan langsung terhadap representasi cinta di film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”

4. Level Ideologi

Level ideologi diorganisasikan kedalam kesatuan dan penerimaan sosial seperti

(41)

 

II.2. Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan maka dapat diketahui bahwa

mengerti dan memahami beberapa bentuk visual yang mempresentasikan cinta beda

agama dalam film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”, peneliti menggunakan teori analisis semiotic

film oleh John Fiske, analisis semiotic pada sinema atau film layar lebar (wide screen)

disetarakan dengan analisis film yang ditayangkan di televise yang dikemukakan oleh

John Fiske. Analisis ini terbagi menjadi level realitas dan level representasi.

Dalam pengembangan kerangka berpikir peneliti menggunakan analisis berupa

scene-scene yang menunjukkan karakteristik cinta beda agama, pertama Film akan

dipilah penanda-penandanya ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun. Pada

tahap kedua film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” scene-scene yang sudah dipilah tersebut akan

dianalisa secara mendalam dan dimaknai, yang menunjukkan adegan percintaan beda

agama, menurut level realitas dan representasi menurut Jhon Fiske.

Fenomena tentang hubungan yang dtabu ini sangat menarik untuk

divisualisasikan dalam bentuk karya seni berupa film. Penelitian ini menggunakan studi

semiotic Jhon Fiske, mengingat film ini terdiri dari yang mendasari tanda-tanda yang

perlu dimaknai.

(42)

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati. (Meleong,1998:3)

Metode penelitian kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang

berupa teks, gambar, symbol dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks

social tertentu. Metodelogi analisis yang interaktif dan lebih secara konseptual tertentu.

Metode kualitatif ini, merujuk pada metode analisis dokumen untuk menemukan,

mengidentifikasi, mengolah dan menganalisi dokumen untuk memahami makna atau

signifikasi.

Oleh karena itu peneliti yang melakukan studi analisis isi kualitatif harus

memperhatikan beberapa hal: pertama adalah konteks atau situasi social diseputar

dokumen atau teks yang diteliti. Disini, peneliti diharapkan dapat memahami the nature

atau kealamiahan dan culture meaning atau makna cultural dari artifact atau teks yang

diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya

dikreasi secara actual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga adalah emergence,

yakni pembentukan secra gradual/ bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman

dan interprestasi.

(43)

menggunakan metode semiotic, peneliti berusaha menggali realitas real yang didapatkan

melalui interprestasi symbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang film.

Analisis semiotic termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif,

dimana peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana cinta yang berbeda agama itu

dipresentasikan melalui sistem tanda pada film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”.

3.2. Kerangka Konseptual

3.2.1 Corpus

Didalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang

disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada

perkembangannya oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi

harapan yang beralasan bahwa unsur-unsur akan memelihara sebuah sistem kemiripan

dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen

pada taraf waktu (Kurniawan,2000:70).

Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya

interprestasi alternatif. Corpus dalam penelitian ini adalah tokoh Rosyid dan Delia yang

mengalami cinta yang tidak biasa dalam film yang berjudul “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”,

yang ditonton dalam versi VCD (Video Compact Disc).

Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta merupakan film teatrikal (layar lebar) jenis film

cerita dan diproduksi secara khusus untuk dipertunjukkan di gedung-gedung

bioskop/cinema. Film jenis ini berbeda dengan film televise ( television film) atau

(44)

di bioskop-bioskop 21 indonesia pada awal bulan juli 2010, film ini disutradarai oleh

Benni Setyawan

3.3. Definisi Operasional

3.3.1. Representasi

Representasi berasal dari kata dasar dalam bahasa inggris “represent” yang

bermakna “stand for”, artinya “berarti” atau “act as a delegate for”, yang artinya

bertindak sebagai perlambang atas sesuatu.

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses social pemaknaan

melalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan

sebaginya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna lewat bahasa. Lewat

bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan atau gambar) tersebut bitulah seseorang

dapat mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu (Juliastuti,200).

Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan

pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri

juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negoisasi dan disesuaikan dengan

situasi yang baru. Intinya adalah : makna akan inheren dalam suatu dunia ini. Ia selalu

dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek

penandaan.

Ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang

“sesuatu” yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental

(45)

diterjemahkan dalam bahasa yang “lazim”, supaya kita dapat menghubungkan konsep

dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan symbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi

seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan system “peta konseptual” kita.

Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai koresponden antara “peta

konseptual” dengan bahasa atau symbol yang berfungsi merepresentasikan

konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara “sesuatu”, “peta konsep-konseptual”, dan “bahasa atau

symbol” adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan

ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakana representasi.

Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang

bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan ditunjukkan dalam media

massa (Eriyanto,2001:113). Oleh karena itu, representasi cinta beda agama di film “3

Hati 2 Dunia 1 Cinta” berarti dalam film ini terdapat tanda dan symbol-simbol yang

menunjukkan adanya adegan yang mewakili makna perbedaan.

3.3.2. Cinta

Cinta ialah sebuah perasaan selalu teringat dan terpikirkan dalam hati, lantas

berarti; rasa susah hati; rindu, sangat tertarik hati. Cinta dapat diwujudkan kedalam

sebuah aksi perilaku atau sebuah sikap seseorang yang sedang mengalami perasaan cinta.

Perasaan cinta mendorong seseorang berperilaku dengan menggunakan emosi dan sering

kali bertindak irasional.

3.3.3. Film

(46)

dipertunjukkan digedung-gedung bioskop/cinema. Film jenis ini berbeda dengan film

televise (television film) atau sinetron (sinema elektronika) yang khusus dibuat untuk

siaran televise. Film teatrikal dibuat secara mekanik, sedangkan film televisi dibuat

secara elektronik. Berkaitan dengan penelitian ini, yang ingin diteliti ialah tentang

penokohan dalam sebuah layar lebar, yakni penokohan Rosyid dan Delia dalam film “3

Hati 2 Dunia 1 Cinta”, yang dalam hal ini mempresentasikan Cinta.

3.4 Unit Analisis

Tanda – tanda dalam tataran bergerak (film) tersebut telah dikombinasikan

menjadi kode-kode, untuk memungkinkan sesuatu pesan disampaikan dari komunikator

kepada komunikan. Adapun tanda-tanda tersebut oleh John Fiske dikategorikan menjadi

tiga level, yakni :

1. Level realitas yang mencakup kode-kode sosial seperti penampilan pakaian

dan make up, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi dan dialog.

Penampilan kostum dan make-up yang digunakan oleh pemain di film 3 Hati

2 Dunia 1 Cinta. Dalam penelitian ini tokoh yang menjadi obyek penelitian

adalah Rosyid dan Delia. Pentingnya peran busana, pakaian, dandanan dan

perhiasan dalam proses komunikasi insani telah mendapatkan sorotan.

Pakaian di yang digunakan, serta apakah kostum dan make-up yang

ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode social dan

(47)

2. Level representasi yang meliputi kode-kode tekhnik seperti kerja kamera,

pencahayaan, editing, music dan suara

Analisis semiotic pada sinema atau film layar lebar (wide screen) disetarakan

dengan analisis film yang ditayangkan di televise. Fiske mengkategorikan sign pada film

kedalam tiga kategori, yakni kode-kode social (social codes), dank kode-kode tekhnis

(technical codes), dan kode-kode representasi (representational codes). Hal ini untuk

mengetahui bagaimana representasi cinta beda agama dalam film tersebut.

3.5. Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tekhnik dokumentasi

dan mengamati film yang berjudul “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” secara langsung serta

melakukan studi keperpustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang

dapat dijadikan sebagai referensi.

3.6. Tekhnik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan Peneliti berdasarkan sign atau

sistem tanda yang tampak pada cerita “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” yang dapat digolongkan

sebagai pesan pemaknaan cinta, kemudian dianalisis dengan menggunakan

pendekatan-pendekatan kode-kode televise oleh John fiske, analisis semiotic pada film dibagi

menjadi beberapa elemen, yaitu level realitas, dan level representasi. Untuk

selanjutnyaakan dilakukan analisis terhadap masing-masing unit analisis disetiap level.

(48)

 

Pada level realitas, dianalisis beberapa kode-kode sosial yang merupakan realitas

berupa penampilan dan kostum, perilaku, ekspresi, dan dialog.

Pada Level reprenstasi yang akan diamati, meliputi kerja kamera, pewarnaan dan

suara yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional.

Namun dalam penelitian ini, peneliti tidak akan membahas lebih lanjut tentang tekhnik

editing, dan music yang ada pada level representasi, karena dianggap tidak memiliki

korelasi langsung terhadap pembahasan di dalam film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”. Level

representasi ini membantu dalam melakukan analisis pada level realitas, menunjukkan

alur cerita melalui penggambaran tokoh dan setting yang dapat menjurus ke karekter dan

(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Dan Penyajian Data

4.1.1. Gambaran Umum Objek

Gambar 4.1. Poster Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta

Film drama religious ini mengisahkan tentang percintaan beda agama, film

“3Hati 2Dunia 1Cinta yang dibintangi oleh Reza Rahardian, Laura Basuki dan

Arumi Bachsin. Film ini diadaptasi dari buah novel karya Ben Sohib, The Dapeci

(50)

. Meskipun novel ini tak

sefenomenal novel AAC dan Sang Pencerah namun novel tersebut sudah mencuri

perhatian novel Indonesia.

Sepintas, novel ini mirip ketenaran novel Da Vinci Code, karangan

penulis Amerika Serikat Dan Brown Tapi isinya beda sekali. Da Vinci Code

mengisahkan misteri legenda cawan suci (Holy Grail) dan peran Maria

Magdalena dalam sejarah Kristen, teori-teori yang oleh Kristen dipertimbangkan

sebagai ajaran sesat dan telah dikritik sebagai sejarah yang tidak akurat.

Sementara itu, novel Da Peci Code mengisahkan perseteruan antara ayah

(Mansur) dan anaknya (Rosyid). Di novel best seller itu, Rosyid menabrak tradisi

memakai peci putih di masyarakat Betawi-Arab.

Novel yang ditulis Ben Sohib mencoba mengenalkan lebih lanjut budaya

Betawi dalam khazanah sastra yang belum banyak dilakukan, penulis Indonesia,

Ben juga mencatat pergulatan yang terjadi antara Betawi tradisional dan modern.

Bahkan, beberapa pergulatan yang diangkatnya itu termasuk masalah yang gawat

dan sensitif. “Persoalan peci, itu masalah gawat. Kemudian di novel kedua Rosyid

dan Delia ini dia mengangkat pernikahan beda agama. Ben kembali

menghadirkan rosyid yang kritis bersama pacarnya, Delia. Keduanya hadir

(51)

Betawi-Arab kini berinteraksi dengan beragam budaya dan agama, bukan tidak

mungkin perkawinan beda agama terjadi. Ben Sohib mengangkat budaya Betawi

ke dalam sastra. Menurut Ben, Betawi sangat dekat dengan kesehariannya, yang

sudah 20 tahun tinggal di daerah Condet-Cililitan, Jakarta Timur. Dari

pengamatannya, ada fenomena yang menarik dari masyarakat Condet. Condet

adalah sebuah prototipe yang sempurna untuk masyarakat Betawi yang bisa

dibilang tertinggal, kalau tidak mau dibilang terpinggirkan dari pergerakan

zaman.

Dalam perkembangannya, ada perbenturan antara tradisi yang terus

dipertahankan dengan budaya yang makin berkembang. “Termasuk tradisi

memakai peci putih dan budaya Arab yang berakulturasi dengan budaya Betawi

di mana peci putih menjadi simbol identifikasi agama Islam.

Beda lagi dengan Sutradara Benny setiawan, sutradara ini mungkin belom

banyak dikenal oleh masyarakat karena termasuk sutradara terbaru didunia

hiburan saat ini, setelah membuat film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” Benni Setiawan

akhirnya meraih penghargaan sebagai Sutradara Terbaik versi Festival Film

Indonesia (FFI) pada tahun 2010 dan Benni juga meraih penghargaan untuk

Cerita Skenario dan Adaptasi Terbaik di film yang yang sama.

4.1.2 Sinopsis Film 3 Hati 2 dunia 1 Cinta

Film ini awalnya dimulai dengan adegan Rosyid yang mengundang

kemarahan abahnya karena rambut kribo yang tak kunjung di potongnya, Rosyid,

Gambar

Gambar 4.1. Poster Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta
Gambar 4.2 Rosyid yang diperankan oleh Reza Rahardian
Gambar 4.6 Uminya Rosyid
Gambar  4.7  penampilan Rosyid
+4

Referensi

Dokumen terkait

Juga terlihat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara purata kadar plasma hewan uji yang dipengaruhi oleh perlakuan (dosis), sehingga perlakuan antar kelompok terbukti

The higher weight gain of ewes supplemented during the 50-day feeding period with barley grain or LS compared to control ewes would be expected due to the increased density of

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementerian/Lembaga di..

Dalam penelitian ini, algoritma yang digunakan adalah Frequent Pattern- Growth (FP-Growth) yaitu pengembangan dari metode Apriori yang merupakan salah satu

pimpinan dapat memotivasi pegawai dengan motivasi positif yang merupakan pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana hal ini diarahkan pada usaha

Sehubungan dengan Proses Pelelangan Paket Pengadaan Alat Kesehatan Poskesdes pada Satuan Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu, maka dengan memperhatikan Surat

Hal ini disebabkan oleh dua kemungkinan, yang pertama jumlah artikel yang berada pada berita dengan kategori hiburan lebih banyak dari dua kategori yang lain,

Data dikumpulkan dengan menggunakan data primer, kemudian dilakukan pengumpulan data dengan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diisi