• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Orang Tua Dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional Dan Spiritual Anak (Studi Kasus Di Lingkungan Rt. 004 Rw. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Orang Tua Dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional Dan Spiritual Anak (Studi Kasus Di Lingkungan Rt. 004 Rw. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara)."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

,

EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK

(Studi Kasus di Lingkungan RT.004 RW.01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara )

Diajukan Kepada Fakultas

ff*rrah

dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.D

Oleh :

Klairatul Mashfirah

109011000051

JT]RUS$[ PENDIDIKAF{ AGAMA

ISLAM

FAKT]LTAS

ILMU TARBIYAII

DAFT KNGURUANT

UNTVERSITAS

ISLAM

I\IEGERI

SYARIF HIDAYATT]LLAH

JAKARTA

t435Ht20t4l0'd

l rln

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01

Kelurahan Kamal Muarao Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara) disusun oleh KHAIRATUL MAGI{FIRAH Nomor Induk Mahasiswa 109011000051,

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 05 Mei 2014 dihadapan dewan penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar

sarjana Sl (S.Pd.D dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 05 Mei 2014

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Dr. H. Abdul Maiid Khon. M.As

NrP. 19580707 198703 1 00s

Seketaris (Sekretaris JurusaniProdi) Marhamah Saleh. Lc. MA

NIP. 19720313 200801 2 010

Penguji I

Prof. Dr. Armai Arief, MA NrP.19560119 198603 1 003

Penguji II

Dr. H. Sapiudin Sidiq. MA NrP. 19670328 200003 1 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegu{Uan

Tanggal

/*y7

tlf

,otq

an dan l(esurua

,

pry

(3)

Peranan

Orang Tua Dalam

Pengembangan Kecerdasan

Emosional

Dan Spiritual Anak

(Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara

Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara )

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat trntuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Khairatul Maehfirah 109011000051

Di

bawah bimbingan Dosen Pembimbing $kripsi

\

NIP : 19710319 199803 2 001

JT]RUS$T PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM

FAKT]LTAS

ILMU TARBIYAH

DAII KEGURUAII

T]NTVERSITAS

ISLAM NMGERI

SYARIF HIDAYATT]LLAH

JAKARTA

(4)

Skripsi

ini

berjudul Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak di Lingkungan RT. 004' RW. 01' Kelurahan

Kamal Muara,

Kecamatan Penjaringan,

Jakarta Utara

disusun oleh

Khairatul Maghfirah,

NIM.

109011000051, Jurusan Pendidikan Agarna Islam,

Fakultas

Ilmu

Tarbiyah

dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya

ilxoiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang

ditetapkan oleh fakultas.

Jakart4 15 April2014

Yang mengesahkarl

(5)

JI. lr. H. Juanda No 95 Cipudat 15412 htdoEda Hal 1t1

SURAT PERNYATAAN KARYA

SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Khairatul Maghfirah

Jakart4 30 Okeober 1992

10901 l0000sr

Pendidikan Agama Islam

Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan

Emosional dan Spiritual Anak di Lingkungan RT. 004,

RW.

01

Kelurahan

Kamal

Muara

Kecamatan

Penj aringan Jakarta Utara. Dosen Pembimbing : Dr. Sururin,llA

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apayang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasatr.

Jakart4 15 April2014

Mahasiswa Ybs.

Khairatul Magbfirah NIM. 109011000051 Nama

Tempat Tel. Lahir

NIM

(6)

KHAIRATUL MAGHFIRAH, NIM 109011000051. The Role of Parents in Improving Emotional and Spiritual Intelligence of Children (a Case Study in the Area of RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

Emotional and spiritual intelligence are very important for human being. The effort of developing those intelligences must be started from parents because they are the first who are known by their children. The parents are the first school for their children.

The purpose of this research is to describe and know the role of parents in improving emotional and spiritual intelligence of children in area RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. This research used qualitative research approach, therefore the method that was used in this research is descriptive method. In addition, in collecting data, the writer used library research and field research.

(7)

ABSTRAK

KHAIRATUL MAGHFIRAH, NIM 109011000051. PERANAN ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

Kecerdasan emosional dan spiritual sangat penting dalam dan bagi kehidupan manusia. Upaya dalam mengembangkan kecerdasan tersebut haruslah dimulai dari orang tua, karena orang tualah yang pertama kali dikenal oleh seorang anak, orang tua merupakan madrasah pertama untuk anaknya.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui peranan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anak di lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian kualitatif dan metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dan di dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research).

(8)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Assalamu’alaikum, wr. wb.

Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan rahmat dan kekuatan untuk

menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat akhir dalam menyelesaikan program S1

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt.,

Tuhan Maha Pengasih, yang tak pernah pilih kasih. Tuhan Maha Penyayang,

Yang sayang-Nya tiada terbilang. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada

teladan mulia kita Nabi Muhammad saw., yang memandu kita dalam menggapai

kebahagiaan didunia dan akhirat, kepada keluarga, sahabat dan kita sebagai

pengikutnya yang mendapat syafaat di Yaumil Akhir. Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit

hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Namun, berkat bantuan dan motivasi

yang tak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan.

Penulis berusaha dengan kemampuan yang ada untuk menghasilkan

penulisan yang baik dan berguna. Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak

mendapatkan bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan.

3. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Ketua Jurusan PAI.

4. Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA. sekretaris Jurusan PAI.

5. Ibu Dra. Sofiah, M.Ag dosen penasehat akademik Jurusan PAI Kelas B.

6. Ibu Dr. Sururin, MA. Selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan penuh

kesabaran serta keikhlasan telah banyak meluangkan waktunya, arahan dan

(9)

7. Bapak dan Ibu dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik

dan membimbing penulis selama perkuliahan berlangsung, semoga ilmu yang

diberikan bermanfaat bagi sesama dan membawa keberkahan.

8. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

terutama jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah memberikan

kontribusi selama penulis menjadi mahasiswa.

9. Pimpinan dan staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK, yang turut

memberikan pelayanan dan fasilitas untuk meminjam buku-buku perkuliahan

dan refrensi untuk skripsi ini.

10. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang tak hentinya berdoa untuk penulis, terima

kasih untuk segenap kasih sayang yang tiada berbatas waktu. Bagiku

Ayahanda dan Ibunda tercinta adalah permata terindah pilihan Allah untukku.

11. Seluruh keluarga, Kakak, Adik, Encang, Encing dan masih banyak lagi

anggota keluarga yang lainya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang

telah memberikan dukungan baik secara moril ataupun materil.

12. Kawan-kawan seperjuangan di FITK, jurusan PAI angkatan 2009. Khususnya

PAI kelas B, Nisrina Nur Amelia (Sisin), Maghfirah Ngabalin (Maghe), Nur

Faizah (Oren), Nurdianah (Dhi), Ulfa Nurul Hikmah yang telah memberikan

dukungan untuk tetap semangat, terima kasih sudah menjadi teman yang baik

untuk penulis.

13. Kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini,

penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Akhirnya hanya kepada Allah semata penulis berserah diri, memohon dan

menyerahkan segala persoalan. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi

semua. Penulis menyadari segala kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dimasa

mendatang.

Wassalamu’alaikum, wr. wb.

Jakarta, 05 Mei 2014 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Peranan Orang Tua ... 9

1. Pengertian Peranan ... 9

2. Pengertian Orang Tua ... 11

3. Peran Orang Tua ... 13

4. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua ... 21

B. Kecerdasan Emosional (EQ) ... 26

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 26

2. Esensi Kecerdasan Emosional ... 29

3. Karakteristik Kecerdasan Emosional ... 32

4. Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional 36 C. Kecerdasan Spiritual (SQ) ... 39

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual ... 39

2. Karakteristik Kecerdasan Spiritual ... 43

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 56

B. Metode Penelitian ... 56

C. Populasi dan Sampel ... 58

D. Teknik Pengumpulan data ... 58

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 60

F. Instrumen Penelitian ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 66

A. Deskripsi Data ... 66

B. Analisis Data ... 68

C. Interpretasi Data ... 94

BAB V PENUTUP ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap anak yang dilahirkan telah memiliki potensi, salah satunya

potensi dalam bentuk kecerdasan, baik itu kecerdasan intelektual (IQ),

kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), maupun kecerdasan

lainnya.

Dalam Islam, setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah yang

dimaksud dapat berupa potensi, sebelum manusia dilahirkan ke dunia, Allah

telah memberinya potensi.

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak

dilahirkan seorang anak melainkan dengan fitrah, maka orang tuanyalah

yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi”.1

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem

pendidikan nasional tertera bahwa Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan

kehidupan bangsa, sekaligus meningkatkan harkat dan martabat manusia.

Selain itu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kehidupan manusia

kearah yang sempurna. Sehingga pendidikan berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

(13)

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.2 Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, Islam

mengupayakan pengembangan seluruh potensi manusia agar berjalan

seimbang dan dinamis demi terwujudnya seluruh potensi manusia secara

sempurna. Potensi yang dimiliki manusia merupakan kekayaan dalam diri

manusia yang amat berharga dari Allah, karena setiap mereka adalah khalifah

di muka bumi ini.



























































“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah: 30).3

Potensi atau kecerdasan-kecerdasan tersebut akan sangat

mempengaruhi kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya.

Namun bukan berarti proses itu semuanya telah usai, tidak dapat diubah dan

tidak dapat dipengaruhi. Karena kepribadian seseorang bersumber dari

bentukan keluarga, sekolah dan lingkungan. Atau lebih dikenal dengan

sebutan tri pusat pendidikan.

Orang tua, pendidik dan lingkungan memiliki peran yang sangat

penting dalam mengarahkan dan mengembangkan potensi yang telah

2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional, (Yogyakarta:

Media Wacana Press, 2003), Cet. III, h. 12.

(14)

diberikan oleh Allah pada diri anak tersebut. Kunci pertama dalam

pengembangan kecerdasan anak terletak pada lingkungan keluarganya,

terutama orang tua. Ada pepatah mengatakan bahwa buah jatuh tidak jauh

dari pohonnya, baik buruknya anak tergantung didikkan orang tuanya, karena

orang tua adalah madrasah pertama untuk anaknya.

Pendidikan dalam keluarga merupakan dasar yang tidak boleh

dilupakan. Anak selain bagian dari keluarga, juga merupakan bagian dari

masyarakat, yang dipundaknya terpikul beban pembangunan di masa

mendatang dan juga sebagai generasi penerus dari sebelumnya. Oleh karena

itu, orang tua harus lebih memperhatikan dan selalu membimbing serta

mendidik anaknya dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan

kebahagiaan akhirat. Sebagaimana dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 9,

Allah mengingatkan kepada orang tua agar memperhatikan keturunannya.

























“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa : 9).4

Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak

meninggalkan anak mereka dalam keadaan lemah. Lemah di sini maksudnya

adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti: lemah iman, psikis,

pendidikan, ekonomi, terutama lemah iman (spiritual).

Fenomena yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia saat ini yang

masih menganggap bahwa seseorang yang cerdas adalah yang mendapat nilai

tertinggi, IQ-nya berada di atas rata-rata. Siswa yang cerdas adalah siswa

yang nilai raportnya tinggi. Sementara sikap, kreativitas, kemandirian, emosi

dan spiritualitasnya belum mendapat penilaian yang proporsional. Sehingga

keyakinan umum di masyarakat bahwa jika anak mereka mendapat nilai A,

(15)

maka mereka akan meraih gelar yang baik dan mendapat pekerjaan yang

layak, dengan gaji yang memuaskan yang akan menjamin keberhasilan dan

kebahagiaan sepanjang hidupnya.

Paradigma tersebut masih dapat ditemukan saat ini, dan itu bukan

karena kebanyakan orang masih berpikir dengan cara lama, tapi juga karena

memang paradigma dan sistem evaluasi pendidikan belum beranjak dari

paradigma lama dan cara berpikir positivistik.5 Jika paradigma dan hal ini

terus terjadi di dalam pendidikan Indonesia, apa yang terjadi di kemudian

hari?.

Orang tua tentu menginginkan anaknya dapat menjadi pribadi yang

unggul, tidak hanya cerdas secara intelektualnya saja, melainkan cerdas

secara emosional dan cerdas secara spiritualnya.

Cerdas secara intelektual tidak bisa dijadikan parameter untuk

menentukan tinggi-rendahnya kecerdasan manusia dan intelektual bukanlah

satu-satunya penentu sebuah keberhasilan. Baru-baru ini mitos itu telah

dipatahkan oleh Daniel Goleman, ia mengatakan bahwa keberhasilan siswa

tidak hanya ditentukan oleh IQ melainkan juga ditentukan oleh EQ.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur

kehidupan emosinya, agar dapat mengungkapkannya secara selaras melalui

keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial.6

Anak yang memiliki EQ tinggi lebih mampu mengenal emosinya

sendiri, lebih mampu secara bijaksana menentukan sikap dan mengambil

keputusan; lebih mampu mengendalikan emosi diri agar dapat terungkap

dengan seimbang dan selaras; lebih mampu memotivasi diri lebih tekun

dalam menghadapi frustasi, lebih tampil menyelesaikan konflik dan

mengatasi stress sehingga kemampuan berpikirnya tidak terganggu dan

sekaligus cukup berkonsentrasi terhadap berbagai materi pelajaran yang

diterimanya. Anak tersebut lebih mampu berempati, peka terhadap perasaan

orang lain, lebih peduli pada keadaan disekitarnya. Dengan demikian lebih

(16)

mudah bergaul dan berkomunikasi, dapat bekerja sama dengan baik dalam

lingkungan sosialnya.7

Selain itu bermunculan lagi istilah baru tentang kecerdasan yang intinya

menolak anggapan bahwa IQ bukanlah sebagai satu-satunya parameter untuk

mengukur kecerdasan manusia, seperti SQ (Spiritual Quotient) atau yang

lebih akrab dikenal dengan kecerdasan spiritual yang dipopulerkan oleh

Danah Johar dan Ian Marshall.

Danah Johar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual

adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu

kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam makna yang

lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan

hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah

kecerdasan jiwa, yaitu kecerdasan yang dapat membantu manusia

menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh.8 SQ adalah

landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.

Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi seorang manusia.

Kecerdasan spiritual (SQ) juga memungkinkan diri menyatukan

hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani

kesenjangan antara diri dan orang lain. SQ juga membantu menjalani hidup

pada makna yang lebih dalam; menghadapi baik dan jahat, hidup dan mati,

serta asal-usul sejati dari penderitaan dan keputus-asaan manusia.9

Ketiadaan kecerdasan spiritual bisa sangat berbahaya. Karena, bisa

saja ketika seseorang memiliki IQ tinggi dan EQ tetapi tidak diimbangi

dengan SQ maka bisa terjadi ketimpangan dalam pribadi seseorang dan bisa

saja akibat dari ketimpangan tersebut akan berdampak pada lingkungan

social. Misalnya orang yang pandai membuat bom atau senjata, ketika IQ-nya

tidak diimbangi dengan EQ dan SQ, bom atau senjata tersebut

disalahgunakan untuk tindak kejahatan (kriminalitas), seperti fenomena yang

bisa dilihat sekarang ini banyak sekali aksi terorisme yang meresahkan

7 Nuraida, Character Building untuk Guru, (Jakarta: Aulia Publishing House, 2007), h. 78. 8 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir

Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2001), h. 135.

(17)

masyarakat, prilaku bunuh diri dan korupsi yang sudah merajarela kini sudah

mewarnainya dan menjadi masalah serius bangsa ini.

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna

ibadah terhadap setiap prilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan

pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berprinsip “hanya karena Allah”.10

Kecerdasan bukanlah kemampuan genetis yang dibawa sejak lahir,

tetapi merupakan hasil pembentukan atau perkembangan yang dicapai oleh

seorang individu, dan proses pembelajarannya berlangsung seumur hidup.

Upaya pengembangan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

perlu mendapat perhatian yang serius dari para orang tua. Karena orang tua

adalah pendidik pertama anak sebelum anaknya memasuki pendidikan formal

atau sekolah.

Orang tua mempunyai posisi sebagai pemimpin keluarga atau rumah

tangga. Selin itu juga, sebagai pembentuk pribadi utama dalam kehidupan

anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan tata cara hidup mereka merupakan

unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung dengan sendirinya akan

masuk dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.11

Ringkasnya, orang tua merupakan model atau figur bagi anak. Prilaku

anak meniru didasari oleh keingintahuan anak yang semakin besar

mencoba-coba sesuatu sesuai dengan tumbuh-kembangnya.12

Pengembangan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anak

perlu dilakukan oleh orang tua sejak dini. Sebab masa anak-anak inilah masa

pembentukan pondasi dan masa kepribadian yang akan menentukan

pengalaman anak selanjutnya agar menjadi generasi yang mampu

mengembangkan dirinya secara optimal.

Beranjak dari apa yang telah dipaparkan di atas, dapat dipahami

bahwa orang tua mempunyai peranan penting dalam pengembangan

10 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

(ESQ), (Jakarta: Arga, 2001), Cet. I, h. 57.

11 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. XVII, h. 67.

(18)

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anaknya. Berdasarkan hal

tersebut, penulis bermaksud untuk mengulas lebih dalam, dan selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “PERANAN ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan Jakarta

Utara)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat

diidentifikasikan adalah sebagai berikut :

1. Adanya paradigma yang mengatakan bahwa kecerdasan intelektual adalah

segalanya dan akan membawa keberhasilan serta kesuksesan dalam hidup

atau kebahagiaan hidup.

2. Terjadi ketimpangan orientasi pendidikan yag lebih menekankan pada

aspek kecerdasan intelektual daripada kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual.

3. Adanya ketimpangan prilaku sosial, hal ini akibat ketiadaan atau

kurangnya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

4. Para orang tua lebih mementingkan kecerdasan intelektual, dan anak

diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Padahal peran orang tua

sangat penting dalam pengembangan kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual anak khususnya dalam lingkungan keluarga.

5. Masa anak-anak merupakan masa yang paling penting dan baik untuk

menanamkan nilai-nilai kehidupan sebagai pondasi kehidupan dewasa

nantinya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi yang telah dipaparkan diatas, Skripsi yang

(19)

Yang pertama, orang tua yang dimaksud adalah orang tua yang

memiliki anak di lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara,

Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Dan anak yang dimaksud adalah anak

yang berusia mulai dari 10 sampai 17 tahun.

Kemudian mengenai kecerdasan, penulis hanya membahas dua

kecerdasan yaitu: Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Karena

keduanya sangat berkaitan erat dan penting untuk dipaparkan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan masalahnya adalah :

Bagaimanakah peran orang tua dalam pengembangan EQ dan SQ anak di

lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan

Penjaringan, Jakarta Utara?.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis tuliskan di atas,

maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menjelaskan dan mengetahui peranan orang tua dalam

mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anak di

di lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan

Penjaringan, Jakarta Utara.

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dengan adanya penelitian ini penulis mendapatkan pengalaman baru,

memperkaya khazanah ilmu dan pengetahuan yang akan dijadikan modal

untuk kelak ikut serta berkontribusi dalam mengembangkan EQ dan SQ

anak.

2. Orang tua, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan

membantu orang tua dalam mendidik dan mengembangkan kecerdasan

(20)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Peranan Orang Tua 1. Pengertian Peranan

Peranan adalah kata dasar dari “peran” yang ditambahkan akhiran “an”, peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perangkat tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan

dalam masyarakat.1

Peranan menurut Levinson sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono

Soekanto, sebagai berikut:

“peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dan peranan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.”2

Kata peran setelah mendapatkan akhiran “an”, kata peranan memiliki arti yang berbeda, diantaranya:

a) peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu

peristiwa.3

b) peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status

seseorang.4

1 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 333.

2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), cet. IV, h. 269.

(21)

Menurut Biddle dan Tomas, peran adalah serangkaian rumusan yang

membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan

tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan

bisa memberi anjuran, penilaian, sangsi dan lain-lain. Kalau peran ibu

digabungkan dengan peran ayah maka menjadi peran orang tua dan menjadi

lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang diharapkan juga menjadi lebih

beraneka ragam.5

Peranan adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada

individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.6 Harapan-harapan akan

menjadi pertimbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa peranan itu ditentukan oleh norma-norma yang ada di

dalam masyarakat. Peranan ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan

yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk di

dalam keluarga.

Peranan diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang

merupakan ciri khas semua petugas dari semua pekerjaan atau jabatan

tertentu.7 Pribadi manusia beserta aktifitas-aktifitasnya tidak semata-mata

ditentukan oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses yang berlangsungg

tetapi juga dipengaruhi oleh sejauhmana peranan manusia dalam

mempengaruhi proses itu.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dilihat bahwa peranan merupakan

aspek yang dinamis. Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Bila dihubungkan dengan kata “orang tua” memiliki arti bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan oleh orang tua, baik ayah

maupun ibu. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan adalah sesuatu yang

menjadi bagian atau seseorang yang mempunyai wewenang dalam

menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya untuk

mencapai tujuan. Peranan alangkah lebih baiknya dilaksanakan oleh

4 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. I, ed. 1, h. 73.

5 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. V, h. 224.

6 Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 106.

(22)

individu-individu yang dianggap mampu melaksanakan perannya. Misalnya

orang yang berkedudukan di dalam masyarakat, seperti peran guru dalam

mengatasi kebodohan, peran orang tua dalam mendidik anak, dan jika suatu

peran itu dilaksanakan dengan baik maka dapat mewujudkan kehidupan

manusia yang aman dan damai.

2. Pengertian Orang Tua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah orang tua diartikan

dengan: ayah dan ibu kandung, orang-orang tua atau orang yang dianggap

tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), atau orang yang dihormati

(disegani) dikampung (masyarakat).8

Dalam bahasa Arab istilah orang tua dikenal dengan sebutan “

Al-Walid”.9 Pengertian tersebut dapat dilihat dalam Al-Qur‟an surat Lukman

ayat 14:







































“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang

ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah

kembalimu”.10

Dalam bahasa Inggris istilah orang tua dikenal dengan sebutan “parent” yang artinya “orang tua laki-laki atau ayah, orang tua perampuan atau ibu”.11 Orang tua memiliki arti sebagai orang yang dituakan, dikatakan

tua karena berdasarkan kematangan dan pengalaman hidupnya.

Menurut para ulama, orang tua adalah pria dan wanita yang berjanji

dihadapan Sang Khalik dalam perkawinan untuk hidup sebagai suami istri

8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 627.

9 Ahmad Warson Munawwi, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), cet. XIV, h. 1580.

10 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, juz 21(Jakarta: PT. Sinergi Indonesia, 2012), h. 581.

(23)

dan siap sedia memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari

anak-anak yang dilahirkannya. Ini berarti bahwa pria dan wanita yang terikat

dalam perkawinan siap sedia untuk menjadi orang tua.12

Menurut M. Nashir Ali menjadi orang tua adalah dua orang yang

membentuk keluarga, segera bersiap mengemban (memperkembangkan) fungsinya sebagai “orang tua”. Menjadi orang tua dalam arti menjadi bapak atau ibu dari anak-anaknya, menjadi penanggung jawab dari lembaga

kekeluargaannya sebagai satu sel anggota keluarga, dan di dalam keluarga

cinta dari ayah ibu dan sanak saudaranya sangat penting untuk

membesarkan seorang anak lahir batin. Tanpa cinta dalam keluarga itu,

seorang menjadi kerdil lahir-batin, atau rusak dan timpang

perkembangannya.13

Dari pengertian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa

orang tua adalah ayah dan ibu yang merawat dan mendidik anaknya, mereka

pemimpin bagi anak dan keluarganya, juga orang tua adalah panutan dan

cerminan bagi anaknya yang pertama kali ia kenal, ia lihat dan ia tiru,

sebelum anak mengenali lingkungan sekitarnya.

Orang tua selain telah melahirkan anak ke dunia ini, orang tua juga

mengasuh dan membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang

baik dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang tua jugalah yang selalu

mendampingi dan membantu anak-anaknya untuk mengenal hal-hal apa saja

yang ada di dunia ini, serta menjawab dengan jelas tentang sesuatu yang

tidak dimengerti oleh buah hati mereka.

Hubungan orang tua dan anak sangat berpengaruh terhadap

perkembangan emosional anaknya, terutama dasar-dasar kelakuan seperti

sikap, reaksi, tingkah laku, agamanya dan dasar-dasar kehidupan lainnya.

Orang tua juga merupakan pusat kehidupan rohani si anak dan

sebagai penyebab kenalnya seorang anak dengan dunia luar. Maka, setiap

reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari sangat dipengaruhi

oleh peran orang tuanya. Jadi, orang tua atau ibu dan ayah memiliki peranan

(24)

yang sangat penting atas pendidikan anak-anaknya dan sudah jelas

pengetahuan pertama yang diterima seorang anak adalah dari orang tuanya.

Kini jelaslah bahwa, seorang anak akan menjadi manusia yang baik

sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga

tempat anak tersebut dibesarkan. Kelak kehidupan anak tersebut juga akan

mempengaruhi masyarakat sekitarnya, sehingga pendidikan keluarga yang

dalam hal ini dilakukan oleh orang tua merupakan dasar terpenting untuk

kehidupan anak sebelum masuk sekolah dan terjun kemasyarakat.

3. Peran Orang Tua

Orang tua sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak, sebab

orang tua merupakan guru pertama dan utama bagi anaknya, orang tua juga

sebagai pondasi utama bagi perkembangan pribadi anak.

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak

mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.

Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan

keluarga.14

Orang tua adalah pendidik utama dan pertama, dikatakan utama

karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh besar bagi

kehidupan anak kelak dikemudian hari, dikatakan pertama karena di tempat

inilah anak mendapatkan bimbingan dan kasih sayang untuk yang pertama

kalinya, dari orang tuanyalah anak pertama kali mengenal dunia, mengenal

dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Karena

perannya yang sangat penting maka orang tua harus benar-benar

menyadarinya sehingga mereka dapat memperankannya sebagaimana

mestinya.

Dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang empat

peran orang tua dalam mendidik anak, yaitu:

a. Peran Orang Tua Sebagai Teladan

Seringkali anak cenderung memandang orang tua sebagai model

dalam melakukan peran sebagai orang tua, sebagai suami atau istri, atau

(25)

model hidup sebagai anggota masyarakat,15 oleh sebab itu untuk

membawa anak kepada kedewasaan, orang tua harus memberi teladan

yang baik karena anak suka mengimitasi kepada orang yang lebih tua

atau orang tuanya.16

Orang tua yang soleh merupakan contoh teladan yang baik bagi

perkembangan anak, baik jiwa, pribadi, maupun pembentukan prilaku

anak. Apabila orang tua membiasakan diri untuk berprilaku dan

berakhlak baik, taat kepada Allah, menjalankan syariat agama, serta

memiliki jiwa sosial, maka dalam diri anak akan timbul dan terbentuk

sifat yang ada pada orang tuanya, karena ia akan meniru dan mencontoh

apa yang ia lihat dalam kehidupannya sehari-hari dari tingkah laku orang

tuanya.17

b. Peran Orang Tua sebagai Pendidik

Orang tua juga berperan dalam mendidik anak dan

mengembangkan kepribadiannya, karena pada dasarnya pendidikan anak

adalah tanggung jawab orang tua. Pendidikan anak secara umum di

dalam keluarga terjadi secara alamiah, tanpa disadari oleh orang tua,

namun pengaruh dan akibatnya amat besar. Karena itulah, suasana

keluarga, ketaatan orang tua beribadah, dan perilaku, sikap dan cara

hidup yang sesuai dengan ajaran Islam, akan menjadikan anak yang lahir

dan dibesarkan dalam keluarga baik, beriman dan berakhlak terpuji.

c. Peran Orang Tua sebagai Motivator

Motivasi merupakan dasar tanggung jawab orang tua terhadap

anaknya. Motivasi adalah unsur penting dalam tarbiyah dan tidak boleh

disepelekan. Memberi dorongan kepada anak memainkan peranan

penting dalam jiwa, memicu gerak positif konstruktif dan mengungkap

potensi dan jati dirinya yang terpendam. Sebagaimana ia dapat

15Kartini Kartono, Op. cit., hal. 28.

16 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 155.

(26)

meningkatkan kontinuitas kerja dan mendorongnya untuk terus maju

kearah yang benar.18

Motivasi memiliki peran besar bagi anak sehingga akan terus

menerus dilakukan, membantu selalu mengetahui hobi anak-anak,

kemampuan dan kekuatan mereka. Diantara motivasi yang bermanfaat

adalah memberi semangat kepada anak untuk melakukan hal-hal yang

baik yang mengarahkan kepada komitmen dan berpegang teguh kepada

nilai ajaran agama, seperti memberi buku-buku Islami, mengajak hadir ke

majlis ulama, peryaan hari besar Islam, khutbah dan seminar.19

Sidney D Craig dalam buku “Mendidik dengan Kasih”,

menjelaskan bahwa orang tua dapat memotivasi anak dengan berbicara

atau bertindak terhadap anak dengan jalan sedemikian rupa agar didalam

diri anak tercipta hasrat untuk berbuat sesuai dengan yang diharapkan

orang tua.20 Karena dengan dorongan itulah dapat memacu semangat

kreativitas anak di dalam mengembangkan sesuatu, terutama dalam

menuntut ilmu pengetahuan, sehingga dengan demikian semangat anak

bertambah, di samping itu pula ia merasakan bahwa dirinya ada perhatian

dan bimbingan dari orang tua.

d. Orang Tua Sebagai Pemberi Kasih Sayang

Menurut Zakiah Daradjat, “orang tua secara kodrati diberi Allah perasaan kasih sayang dan kemampuan untuk menyayangi serta kecendrungan menolong dan merawat anak”.21

Pada umumnya ibu yang

memgang peranan penting terhadap pendidikan anak-anaknya sejak anak

itu dilahirkan. Ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga, baik atau

buruknya pendidikan ibu terhadap anak akan berpengaruh besar terhadap

18 Mahmud Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak,Terj. dari Manhaj

Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli, oleh Hamim Thohari, dkk, (Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat,

2004), Cet. 1, hal. 94.

19 Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak (Panduan

Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa),Terj. dari Kaifa Turabbi Waladan

Shalihan oleh Zaenal Abidin,(Jakarta: Daarl Haq, 2004), hal. 383-385.

20 Sidney D Craig, Mendidik dengan Kasih, Terj. dari Raising Your Child, Not by Force but by

Love oleh YB Tugiarso, (Yogyakarta: Kanisius. 1990), .hal. 87.

(27)

perkembangan dan watak anak. Kelangsungan anak sejak lahir berada di

tangan ibu.

Kasih sayang orang tua terhadap anaknya merupakan salah satu

bentuk pendidikan yang sangat baik bagi perkembangan anak. Sebab

anak akan merasakan ikatan batin yang cukup kuat dalam membina

hubungan cinta kasih antara dirinya dengan kedua orang tuanya. Dalam

syariat Islam pun dianjurkan kepada orang tua, para pendidik dan

orang-orang yang bertanggung jawab atas pendidikan anak untuk memiliki sifat

kasih sayang.

Kasih sayang berarti menyediakan situasi yang baik bagi

perkembangan emosi anak, dan mendukung dengan cara yang jelas

dikenali oleh anak, yaitu dengan cara melibatkan secara aktif dalam

kehidupan emosi anak.22

Berikut akan penulis uraikan mengenai bentuk kasih sayang pada

umumnya yang dapat mengembangkan kecerdasan intelegensi dan

emosional anak serta spiritualnya.

1) Mendongeng atau Bercerita Untuk Anak

Hampir semua anak sangat senang mendengar cerita dan

dongeng dari ayah, ibu atau siapa saja. Mula-mula yang paling

disenangi oleh anak adalah cerita anak yang menyangkut dunianya

sendiri. Kesenangan dan kegembiraan anak mendengarkan cerita

dongeng ini hendaknya dimanfaatkan oleh segenap orang tua dalam

rangka mendidik anaknya. Sebagaimana dikutip oleh para ahli

psikologi dan pendidikan:

“anak-anak yang secara teratur didongengi akan memiliki perbendaharaan kata yang jauh lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak pernah mendengarkan dongeng. Mereka lebih pandai dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Adapula menfaat yang penting untuk masa sekolah, anak belajar mendengarkan dengan tekun, dan konsentrasi pada suatu hal”.23

22 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligent Pada Anak, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 29.

(28)

Al-Qur‟an mempergunakan cerita sebagai alat pendidikan

seperti cerita tentang Nabi dan Rasul terdahulu, cerita kaum yang

hidup terdahulu baik yang ingkar kepada Allah ataupun yang beriman

kepada-Nya.

Allah telah menceritakan kepada Rasulullah SAW cerita yang

paling baik, tentang kejadian-kejadian baik, sebagaimana cerminan

bagi umat manusia dan menjadi peneguh Rasulullah SAW seperti

yang terdapat dalam firman-Nya:

. . . .







.

“Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka

berfikir.” (Q.S. Al-A‟raf: 176).24

2) Pemberian Pujian dan Hadiah

Menurut Henry N. Siahan, “pujian yang bersifat konstruktif (membangun) ialah pujian yang jujur dari hati yang tulus ikhlas, wajar, memberikan dorongan dan semangat. Pujian yang bersifat destruktif (merusak) ialah pujian yang berlebih-lebihan, tidak wajar, dibuat-buat dan kadang-kadang pujian seperti ini menjengkelkan”.25

Sebagai ayah dan ibu yang bijaksana harus bersedia membagi

waktunya dengan anak. Memuji anak bila ia melakukan sesuatu

perbuatan yang baik, dan menunjukkan bahwa mereka ikut khawatir

mengenai hal yang ditakutkan anak bila anak merasa lemah dalam

suatu pelajaran tertentu di sekolah. Tidak sepatutnya orang tua

mengecam anak, bahkan sebaliknya orang tua harus turut

memperlihatkan bahwa mereka ikut khawatir akan prestasi anak

tersebut. Kalau merasakan adanya simpati dari orang tua maka anak

mau menceritakan kesulitannya, sehingga orang tua lebih mudah

untuk memberikan bantuan kepada anaknya.

Setiap anak yang mendapatkan kasih sayang akan merasakan

hidupnya lebih bahagia, dan kebahagiaan membantu perkembangan

anak. Mereka menjadi lebih mudah menaruh perhatian pada hal di luar

24 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, juz 9, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 233.

(29)

dirinya, bersedia memikirkan orang lain, dan yang lebih penting juga

mampu menunjukkan simpati pada orang lain.

Dalam memberikan pujian dan hadiah setiap orang tua harus

bertindak proporsional, jadi orang tua hanya memuji dan memberi

hadiah pada anak yang berhasil melaksanakan tugasnya.

Di sisi lain pemberian pujian kepada anak tidak terlalu banyak

memberi manfaat. Hal ini akan menimbulkan sikap sombong pada diri

anak karena ia merasa lebih dari yang lain. Pujian dan pemberian

hadiah ini bertujuan memberi semangat dan dorongan kepada anak

sebagai apresiasi agar anak mampu menjadi yang lebih baik lagi.

3) Menghargai Anak

Menghargai anak dalam setiap tingkah lakunya merupakan

dorongan yang akan merangsang anak melakukan hal-hal yang baik

untuk dirinya. Tindakan ini juga dapat menanamkan toleransi diantara

anak dan orang tua.

Orang tua sering kali mengolok-olok anak dalam bentuk apapun,

hal ini menyebabkan si anak merasa tidak dihargai. Hukuman,

perintah, larangan yang dilakukan tanpa alas an yang masuk akal dan

wajar juga menyebabkan anak merasa tidak dihargai. Demikian pula

tindakan dan sikap orang tua yang selalu menunjukkan kekuasaan dan

kebesaran akan memberikan pengertian pada anak bahwa ia tidak

dihargai. Akibat dari hilangnya rasa harga diri itu antara lain anak

akan merasa rendah diri, tindak berani bertindak, lekas marah dan

sebagainya.26

Empati, merupakan cara yang tepat dilakukan oleh orang tua

guna memahami dan menyelami perasaan anak sehingga ia merasa

dihargai. Dengan adanya penghargaan dari orang tuanya akan timbul

di dalam diri anak rasa percaya diri.

(30)

4) Menciptakan Komunikasi Antara Orang Tua dan Anak

Masalah yang tidak pernah habis dibicarakan orang dalam

kehidupan manusia ialah hubungan atau komunikasi antara orang tua

dan anak.

“Pada hakikatnya, komunikasi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak ialah komunikasi timbal balik, yang di dalam komunikasi tersebut terdapat spontanitas serta keterbukaan”.27

Dalam kondisi seperti ini, orang tua akan dapat mengetahui dan

mengikuti perkembangan jalan pikiran anak. Orang tua dapat

menggunakan situasi komunikasi untuk anak berkembang dan belajar.

Sedangkan untuk si anak, pikiran anak akan berkembang karena anak

dapat mengungkapkan isi hati (pikirannya), bisa memberi usul dan

pendapat berdasarkan penalarannya.

Gagal berkomunikasi dengan anak mungkin juga merupakan

suatu bentuk penolakan, namun tidak selalu demikian. Barang kali

orang tua sibuk, sehingga tidak mau diganggu oleh anaknya, atau lupa

bahwa ia mempunyai anak yang memerlukan perhatian. Oleh karena

itu, hendaknya setiap orang tua menyediakan waktu mereka untuk bisa

mendengarkan pendapat mereka, dan hendaklah bersikap bijaksana

atau berempati untuk menjadi pendengar yang baik untuk

anak-anaknya.

Kasih sayang adalah sesuatu yang indah, suci dan diidamkan

oleh setiap orang. Sebagaimana cinta, kasih sayang tidak akan lahir

tanpa orang yang melahirkannya. Seseorang tidak akan memperoleh

kasih sayang apabila tidak ada orang lain yang memberi. Secara

demikian wajar kalau kita mengenal berbagai macam bentuk kasih

sayang, semua sangat tergantung kepada kondisi penyayang dan yang

disayangi. Dengan bertitik tolak kepada kasus hubungan orang tua

dengan anaknya bisa membedakan berbagai bentuk kasih sayang

berikut ini:28

(31)

a) Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap aktif

sementara si anak bersikap pasif. Dalam hubungan ini orang tua

memberi kasih sayang yang berlebihan terhadap anaknya, baik

berupa materi ataupun non materi, sementara si anak hanya

menerima saja, mengiyakan tanpa sedikit pun berusaha

memberikan respon. Kondisi semacam ini biasanya akan

menciptkan anak yang senantiasa takut, kurang berani menyatakan

pendapat, minder atau dengan kata lain cenderung membentuk

sosok anak yang tidak mampu berdiri sendiri.

b) Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap pasif

sementara anak bersikap aktif. Dalam bentuk ini si anak

mencurahkan kasih sayang kepada kedua orang tuanya secara

berlebihan, kasih sayang ini diberikan secara sepihak. Orang tua

cenderung mendiamkan tingkah lakunya dan tidak memberikan

respon terhadap apapun yang diperbuat anak.

c) Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap pasif

sementara si anak juga bersikap pasif. Dalam bentuk ini jelas

masing-masing pihak membawa cara hidup dan tingkah lakunya

tanpa saling memperhatikan satu sama lain. Suasana keluarga

terasa dingin, tidak ada tegur sapa, dan yang jelas tiada kasih

sayang. Kecenderungan yang menonjol dalam bentuk ini orang tua

hanya memenuhi segala kebutuhan anak dalam bidang materi

semata-mata.

d) Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap aktif

sementara si anak juga bersikap aktif. Dalam bentuk ini orang tua

dan anak saling memberi kasih sayang secara berlebihan sehingga

hubungan antara orang tua dan anak terasa intim dan mesra, saling

mencintai, saling menghargai, dan yang lebih jelas saling

(32)

4. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua

Anak adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang hadir di tengah

keluarga atas dasar fitrah. Mereka menjadi sumber kebahagiaan keluarga

yang harus dijaga dan dipertahankan kesuciannya oleh kedua orang tuanya

demi pertumbuhan kepribadiannya, Allah berfirman:











































“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).29

Dalam firman-Nya tersebut, Allah swt. memerintahkan segenap orang

beriman agar memelihara diri dan keluarganya dengan penuh tanggung

jawab agar terhindar dari bahaya dunia dan akhirat. Untuk menindaklanjuti

tugas dan kewajibannya, orang tua dituntut menjadi pendidik pertama dan

utama bagi putra-putrinya.

Anak adalah amanah Allah swt. maka orang tua wajib menjaga

keselamatan lahir dan kesucian batinnya. Orang tua pun wajib

mengupayakan biaya yang cukup untuk keperluan jasmani anak-anaknya,

tetapi yang lebih penting adalah berusaha mencerdasakan anak dan

memperbaiki budi perketinya. Dengan kata lain, pola pendidikan orang tua

terhadap anak-anak adalah keserasian antara pemenuhan kepentingan dan

kebutuhan jasmani dengan pendidikan keagamaan dan keluhuran budi

pekertinya.30

Tugas dan tanggung jawab orang tua untuk mengasuh dan mendidik

anak sejak masa bayi bukanlah suatu usaha yang mudah. Orang tualah yang

bertanggung jawab membentuk masa depan anak-anak mereka. Hal tersebut

bukanlah soal kecil, karena berhasil atau gagal dalam tanggung jawab ini

29 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. dari Al- Jami’ Lil Ahkam Al-Qur’an,

oleh Mahmud Hamid Utsman dan M. Ibrahim Hifnawi,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Juz. 28, Jilid. 18, Cet. 1, hal. 744.

(33)

berarti membawa pengaruh yang luas, baik dalam lingkungan keluarga itu

sendiri maupun kepada masyarakat dan bangsa.31

Sebelum membahas lebih luas lagi, penulis akan mengemukakan

beberapa fungsi keluarga yang harus dilaksanakan. Berikut adalah beberapa

fungsi keluarga:32

a. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam

membentuk kepribadian anak. melalui fungsi ini, keluarga berusaha

mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan

memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, nilai-nilai

yang dianut oleh masyarakat. Dengan demikian sosialisasi berarti

melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak.

b. Fungsi afeksi

Kasih sayang atau rasa cinta merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia. Pandangan psikiatri mengatakan bahwa penyebab utama

gangguan emosional, prilaku, dan kesehetan fisik adalah ketiadaan cinta,

yakni tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu

lingkungan yang intim.

c. Fungsi edukatif

Keluarga merupakan guru pertama dalam pendidikan anak. hal itu

dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak mulai dari bayi, belajar jalan

hingga mampu berjalan.

d. Fungsi religious

Fungsi keagamaan ini mendorong semua komponen keluarga untuk

berkembang menjadi insan-insan agama yang penuh keimanan dan

ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Model pendidikan agama dalam keluarga dapat dilakukan dengan

berbagai cara: Pertama, dengan menampilkan penghayatan dan perilaku

keagamaan yang sungguh-sungguh. Kedua, pengadaan sarana ibadah.

31 Wauran, Pendidikan Anak Sebelum Sekolah, (Bandung: Indonesia Publishing House, 1977), Cet. 6, hal. 20.

(34)

Ketiga, hubungan sosial yang baik antara anggota keluarga dan lembaga

keagamaan.

e. Fungsi protektif

Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya.

Keluarga berfungsi melindungi para anggotanya dari hal-hal yang

negatif. Dalam masyarakat, keluarga harus memberi perlindungan fisik,

ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya.

f. Fungsi rekreatif

Fungsi rekreatif bertujuan memberikan suasana yang sangat

gembira dalam lingkungan keluarga. Fungsi rekreatif dijalankan untuk

mencari dan mendapatkan hiburan.

Keluarga dengan pembagian tugas antara ayah dan ibu tidak ada

artinya jika mereka masing-masing jalan sendiri tanpa adanya kordinasi.

Menurut Hasbullah, fungsi dan peranan orang tua dalam keluarga adalah

sebagai berikut:

a. Pengalaman pertama masa kanak-kanak

Keluarga adalah pendidik pertama bagi seorang anak untuk

mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan dimengerti

disetiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam keluarga yang

tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan

keluarga. Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman

yang pertama merupakan faktor yang terpenting dalam perkembangan

kepribadian anak.

b. Menjamin kehidupan emosional anak

Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang meliputi

rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan

tentram. Melalui keluarga, kehidupan emosional atau kebutuhan akan

rasa kasih saying dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik.

Hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara anak dan orang

(35)

c. Menanamkan dasar pendidikan moral

Pendidikan moral dalam keluarga dapat ditanamkan sejak dini

melalui keteladanan, yang biasanya tercermin dalam sikap dan

perilaku orang tua sebagai teladan yang tepat dicontoh oleh anaknya.

Dengan teladan ini, melahirkan gejala identifikasi positif, yakni

penyamanan diri dengan orang ditiru dan hal ini sangat penting dalam

membentuk kepribadian seorang anak. Segala nilai yang dikenal anak

akan melekat pada orang-orang yang disenangi dan dikagumi, inilah

salah satu proses yang ditempuh anak mengenai nilai.

d. Memberikan dasar pendidikan sosial

Dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat

penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab

pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang

minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak. Perkembangan benih-benih

kesadaran sosial pada anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama

melalui keluarga yang penuh keserasian seperti misalnya tolong

menolong, gotong-royong, bersama-sama menjaga ketertiban,

kedamaian, kebersihan, dan kenyamanan dalam segala hal.

e. Peletakan dasar-dasar keagamaan

Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Di

samping sangat menentukan dalam menanamkan dasar-dasar moral,

yang tidak kalah penting adalah berperan besar dalam proses

internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan dalam pribadi

anak.33

Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk

meresapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja

terjadi dalam keluarga. Anak seharusnya dibiasakan ikut serta untuk

menjalankan ibadah, mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti

mengaji dan sebagainya. Kegiatan seperti ini sangat besar

pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Kenyataan membuktikan,

(36)

bahwa anak yang masa kecilnya tidak tahu-menahu dengan segala hal

yang berhubungan dengan keagamaan, maka setelah dewasa mereka

pun tidak ada perhatian terhadap hal-hal yang mengenai tentang

keagamaan, hidupnya gersang dan sulit untuk dikontrol.

Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memilki

lingkungan tunggal yaitu keluarga. Kebiasaan yang dimiliki anak

sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga, sejak ia bangun

tidur sampai ia tidur kembali. Orang tua adalah pendidik kodrati bagi

anaknya. Tanggung jawab orang tua tidak hanya terletak pada materi

saja, akan tetapi pada pendidikan non materinya. Beberapa hal yang

termasuk tanggung jawab orang tua, antara lain:

a. Mencintai

Cinta adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar,

berarti secara kongkret bahwa orang tua harus terbuka kepada

anak-anaknya.

b. Memberikan Perlindungan

Anak-anak sangat mengharapkan perlindungan dari orang

tuanya hingga mereka merasa aman dan kerasan. Percaya

mempercayai adalah syarat mutlak untuk menciptakan suasana

aman dan tentram. Suasana keterbukaan yang memberikan

kesempatan pada anak untuk ikut berbagi kebahagiaan,

keberhasilan namun juga kegagalan dan keprihatinan.

c. Memberikan Bimbingan

Orang tua harus menerima bakat dan kemampuan yang ada

pada anak, tetapi tetap bertumpu pada asas pokok yaitu menerima

anak apa adanya. Agar kemampuan anak berkembang, orang tua

harus menciptakan ruang lingkup yang menyenangkan dan

menghindari segala hal yang menekan anak. Jadi bimbingan harus

didasarkan atas kepercayaan kepada anak dan bimbingan orang tua

(37)

d. Memberikan Pengakuan

Orang tua harus menghargai pribadi seorang anak. Anak

berhak untuk didekati dengan penuh respek. Anak pun mempunyai

hak-hak di rumah, di keluarga dan di sekolah. Walaupun masih

amat bergantung pada orang lain dan masih amat lemah, ia

hendaklah diperlakukan sebagai pribadi.

e. Kebutuhan akan Disiplin

Anak adalah manusia yang harus didewasakan. jadi sedikit

demi sedikit sesuai dengan umurnya ia harus diajari dan dibiasakan

bahwa ia adalah mahluk sosial yang harus bergaul dengan orang

lain atau sesamanya. Ia harus belajar bahwa pergaulan berarti ada

aturan, ada batas-batas pada perilakunya.

Orang tua hendaknya menjadi contoh kedisiplinan ini,

apabila anak melihat bahwa ayah dan ibu mereka adalah orang

yang tahu akan disiplin, maka ia akan menerima bahwa kepadanya

dituntut disiplin juga. Disiplin pula adalah salah satu syarat untuk

dapat mencintai dan menghargai orang lain.34

Telah dijelaskan diatas bahwa tanggung jawab pendidikan

anak terletak ditangan orang tuanya dan tidak bisa dipikulkan

kepada orang lain, kecuali ada berbagai keterbatasan orang tua,

maka sebagian tanggung jawab dilimpahkan kepada orang lain

(sekolah).

B.Kecerdasan Emosional (EQ)

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah emosi berasal dari kata “emutus” atau “emovere” yang artinya mencerca “to stir up” yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu,

misalnya emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang yang

(38)

menyebabkan orang tertawa, marah, dilain pihak merupakan suasana hati

untuk menyerang dan mencerca sesuatu.35

Daniel Goleman merumuskan emosi sebagai perasaan dan

pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis serta serangkaian kecenderungan untuk

bertindak.36 Oleh karena itu, secara umum emosi mempunyai fungsi untuk

mencapai sesuatu pemuasan atau perlindungan diri atau bahkan

kesejahteraan pribadi pada saat berhadapan dengan lingkungan atau objek

tertentu, emosi dapat juga dikatakan sebagai alat yang merupakan wujud

dari perasaan yang kuat.37

Dalam beberapa buku, istilah Emotional Quotient biasanya

dituliskan Emotional Intelligence (EI). Tapi istilah itu mengacu pada suatu

arti yaitu kecerdasan emosional. Istilah kecerdasan emosional pertama kali

dilontarkan pada tahun 1990 oleh Psikolog Peter Salovey dari Harvard

University dan John Mayer dari University of Hampshire untuk

menerangkan kualitas emosi yang tampaknya penting bagi keberhasilan.38

Mereka mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai himpunan bagi

kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memantau perasaan

dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah

semuanya, dan menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan

tindakan.

Pakar psikologi Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf mengatakan

bahwa: Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and

effectively apply the power and acumen of emotions as a source of human

energy, information, connection and influence. (kecerda

Gambar

Table 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pendapatan bersih, keuntungan tambahan dari penggunaan tepung daun singkong terfermentasi, break even point (BEP), pay back

Rasio minyak jahe : tepung gadung (1 : 3) dengan suhu 30 o C dan waktu 60 menit adalah kondisi modifikasi terbaik yang diperoleh dari penelitian ini, dimana tepung gadung yang

Berdasarkan dari kelemahan komposit gipsum cast yang ada, maka dilakukan penelitian komposit gipsum cast menggunakan serat bambu sebagai komposit dengan variasi serbuk, air,

[r]

dua kategori umum iaitu kandungan berbentuk fakta atau pengetahuan akademik dan kandungan bertujuan untuk pembentukan sahsiah atau peribadi pembaca. Penemuan ini

Orang yang beriman adalah orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah ia tidak henti-henti mentaati perintah-Nya, baik pada waktu bahagia maupun pada

Hasil yang dicapai dari penelitian ini adalah kerajinan payung geulis Tasikmalaya merupakan sebuah produk yang berdasarkan pada kearifan lokal yang menjadi ciri dari

itu, perlu kiranya dilakukan pembuktian terhadap sampel tanah yang berasal dari kotak ekskavasi khususnya pada tanah yang berasal dari tempayan kubur yang terdapat di Situs