PERILAKU SUPIR TAKSI MATRA TERHADAP PENCEGAHAN PENULARAN HIV DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 041000320 SONTI ERIKA MANIK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERILAKU SUPIR TAKSI MATRA TERHADAP PENCEGAHAN
PENULARAN HIV DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NIM. 041000320
SONTI ERIKA MANIK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul :
PERILAKU SUPIR TAKSI MATRA TERHADAP PENCEGAHAN
PENULARAN HIV DI KOTA MEDAN
TAHUN 2008
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM. 041000320
SONTI ERIKA MANIK
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi
Pada Tanggal 30 Desember 2008 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji
Penguji I
dr. Linda T. Maas, MPH
Drs. Eddy Syahrial, MS
Penguji II
Penguji III
Lita Sri Andayani, SKM, MKes Drs. Alam Bakti Keloko, MKes
Medan, Januari 2009
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
ABSTRAK
Pencegahan penularan HIV adalah tindakan mencegah penularan HIV lebih luas serta memiliki kesadaran untuk mencegah penularan HIV. HIV merupakan masalah kesehatan yang penyebarannya begitu cepat dan lebih memiliki efek membinasakan dibanding dengan wabah/becana yang lain.
Supir taksi rentan terhadap penularan HIV dikarenakan mereka termasuk Mobile Men with Money and Migrant (Laki-laki yang memiliki waktu yang banyak di luar rumah dengan uang yang cukup serta jauh dari keluarga).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku supir taksi matra terhadap pencegahan penularan HIV yang berjumlah 64 orang. Besar sampel sebanyak 39 orang dengan pemilihan sampel dilakukan dengan simple random sampling. Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan dikategorikan baik sebanyak 82.1% dari responden, sikap dikategorikan cukup sebanyak 87.2%, dan tindakan dikategorikan cukup sebanyak 61.5%.
Kasus HIV meningkat setiap waktu, oleh karena itu diharapkan kepada petugas kesehatan atau lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan penyuluhan pencegahan penularan HIV di KPUM Matra untuk meningkatkan sikap dan tindakan supir taksi.
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan... i
Abstrak... ii
Daftar Riwayat Hidup... iii
Kata Pengantar... iv
Daftar Isi... vii
Daftar Tabel... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum ... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Perilaku... 9
2.1.1. Pengetahuan (knowledge) ... …. 10
2.1.2. Sikap (Attitude) ... 11
2.1.3. Tindakan ... 12
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku ... 13
2.2 Model Kepercayan Kesehatan (Health Belief Model) ... 14
2.3 Supir Taksi... 17
2.4 HIV... 18
2.4.1 Pengertian HIV ... 18
2.4.2 Gejal-gejala Infeksi HIV... 18
2.4.3 Diagnosa HIV ... 20
2.4.4 Cara-cara Penularan HIV ... 21
2.4.5 Kerentanan Terhadap HIV ... 23
2.4.6 Pencegahan Penularan Terhadap HIV ... 25
2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Jenis Penelitian ... 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 28
3.2.2 Waktu Penelitian ... 28
3.3 Populasi dan Sampel ... 28
3.3.1 Populasi ... 28
3.3.2 Sampel ... 29
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30
3.4.2 Data Sekunder ... 30
3.5 Definisi Opersional ... 30
3.6 Skala Pengukuran... 31
3.7 Teknik Analisa Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN ... .. 34
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34
4.2. KPUM Matra ... 35
4.2. Karakteristik Responden ... 35
4.3 Pengetahuan Responden ... 38
4.4 Sikap Responden... 46
4.5 Tindakan Responden ... 53
BAB V PEMBAHASAN ... 61
5.1 Karakteristik Responden ... 61
5.2. Sumber Informasi Responden ... 65
5.3. Pengetahuan Responden ... 67
5.4 Sikap Responden... 75
5.5 Tindakan Responden ... 80
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 85
6.1 Kesimpulan ... 85
6.2 Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN :
- Kuesioner (Instrumen Penelitian) - Master Data
- Surat Keterangan Survei Pendahuluan di KPUM Matra Medan - Surat Keterangan Izin Penelitian di KPUM MATRA Medan
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Di Kota Medan Tahun 2008 ... 33 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Terakhir Di KPUM
Matra Kota Medan Tahun 2008 ...34 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Pernikahan Di KPUM
Matra Kota Medan Tahun 2008 ...34 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendapatan perbulan Di
KPUM Matra Kota Medan Tahun 2008 ...34 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Bekerja sebagai Supir
Taksi Di Kota Medan Tahun 2008 ...35 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Tempat Tinggal Di
Kota Medan Tahun 2008 ... 35 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang HIV
Merupakan Virus yang Dapat Menyebabkan Penyakit AIDS Di Kota Medan Tahun 2008 ...36 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Cara
Penularan HIV Di Kota Medan Tahun 2008...36 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang
Kekeliruan Cara Penularan HIV Di Kota Medan Tahun 2008 ... 38 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang
Gejala-Gejala Infeksi HIV Di Kota Medan Tahun 2008 ...39 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Cara
Pencegahan Penularan HIV Di Kota Medan Tahun 2008 ... 40 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang
Mengetahui Orang Terinfeksi HIV Di Kota Medan Tahun 2008 ...41 Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Bahaya
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Penularan HIV Dapat Dicegah Di Kota Medan Tahun 2008 ...43 Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Semua
Orang Harus Melakukan Pencegahan Di Kota Medan Tahun 2008 ...43 Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang
Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008 ...44 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Pencegahan
Penularan HIV Tahun 2008 ...45 Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Penggunaan
Alat Makan Secara Bergantian Dengan Orang Yang Terinfeksi HIV Di Kota Medan Tahun 2008 ...47 Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Kemungkinan
Terinfeksi HIV Di Kota Medan Tahun 2008 ...47 Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Menganjurkan
Pencegahan Kepada Orang Lain Di Kota Medan Tahun 2008 ...48 Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Melakukan
Pencegahan Penularan HIV Karena Belum Ada Obatnya di Kota Medan Tahun 2008...49 Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Keluarga
Merupakan Tempat Bertukar Informasi Dalam Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008 ... 50 Tabel 4.24. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkatan Sikap Tentang
Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008 ... 51 Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tindakan Beresiko Tertular
HIV di Kota Medan Tahun 2008 ... 51 Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Faktor Pendorong Seseorang
Berperilaku Beresiko Tertular HIV di Kota Medan Tahun 2008 ... 52 Tabel 4.27. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Yang Dilakukan Dalam
Tabel 4.28. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Yang Dilakukan Dalam Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008 ... 54 Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Yang Dilakukan Dalam
Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual di Kota Medan Tahun 2008 ... 54 Tabel 4.30. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Yang Dilakukan Dalam
Pencegahan Penularan HIV Melalui Kontak Darah Pada Saat Menolong Korban Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan Tahun 2008 ... 55 Tabel 4.31. Distribusi Frekuensi Responden Bila Melihat Seseorang Dengan
Gejala-Gejala Penyakit HIV di Kota Medan Tahun 2008 ... 56 Tabel 4.32. Distribusi Frekuensi Responden Yang Dianjurkan Kepada Orang Yang
Beresiko Tertular HIV Seperti Pekerja Seksual di Kota Medan Tahun 2008 ... 57 Tabel 4.33. Distribusi Frekuensi Responden Yang Dianjurkan Kepada Orang Lain
Dalam Mencegah Penularan HIV Melalui Transfusi Darah di Kota Medan Tahun 2008 ... 58 Tabel 4.34. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Orang Yang Selalu
Mengingatkan Untuk Mencegah Diri Agar Tidak Tertular HIV di Kota Medan Tahun 2008 ... 59 Tabel 4.35. Distribusi Frekuensi Responden Yang Mendorong Melakukan
Pencegahan Terhadap HIV di Kota Medan Tahun 2008 ... 59 Tabel 4.36. Distribusi Frekuensi Responden Dalam Tindakan Pencegahan Penularan
ABSTRAK
Pencegahan penularan HIV adalah tindakan mencegah penularan HIV lebih luas serta memiliki kesadaran untuk mencegah penularan HIV. HIV merupakan masalah kesehatan yang penyebarannya begitu cepat dan lebih memiliki efek membinasakan dibanding dengan wabah/becana yang lain.
Supir taksi rentan terhadap penularan HIV dikarenakan mereka termasuk Mobile Men with Money and Migrant (Laki-laki yang memiliki waktu yang banyak di luar rumah dengan uang yang cukup serta jauh dari keluarga).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku supir taksi matra terhadap pencegahan penularan HIV yang berjumlah 64 orang. Besar sampel sebanyak 39 orang dengan pemilihan sampel dilakukan dengan simple random sampling. Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan dikategorikan baik sebanyak 82.1% dari responden, sikap dikategorikan cukup sebanyak 87.2%, dan tindakan dikategorikan cukup sebanyak 61.5%.
Kasus HIV meningkat setiap waktu, oleh karena itu diharapkan kepada petugas kesehatan atau lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan penyuluhan pencegahan penularan HIV di KPUM Matra untuk meningkatkan sikap dan tindakan supir taksi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Konsep dan strategi pembangunan kesehatan telah mengalami pergeseran, yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah berorientasi kepada promosi dan preventif yang saat ini lebih dikenal dengan istilah paradigma sehat. Paradigma sehat adalah salah satu upaya pembangunan kesehatan yang berorientasi kepada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk sehat bukan hanya penyembuhan pada orang sakit. Sehingga kebijaksanaan pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan, memelihara dan melindungi orang yang sehat agar lebih sehat dan produktif serta tidak jatuh sakit. Sedangkan yang sakit perlu disembuhkan agar menjadi sehat (Depkes RI, 2000).
Pemerintah perlu segera meningkatkan upaya kesehatan yang berorientasi pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan yang mewujudkan manusia Indonesia Sehat 2010 dan membebaskan ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap dokter dan obat. Upaya kesehatan di masa datang harus mampu mendorong masyarakat untuk lebih memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan untuk menghindarkan diri dari perilaku atau gaya hidup yang dapat menimbulkan resiko terhadap suatu penyakit (Depkes RI, 1999).
diwujudkan mengingat kota Medan merupakan kota besar. Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, sangat strategis sebagai pusat informasi, perbelanjaan, hiburan, pendidikan dan teknologi (Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2004).
Kondisi tersebut memberi peluang pada peningkatan urbanisasi penduduk sehingga mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk. Rendahnya pendidikan dan pengetahuan mereka ditambah dengan kurangnya keterampilan akan menempatkan mereka bekerja di sektor informal seperti halnya supir taksi (Agung, 2001).
Salah satu isu yang saat ini telah mempengaruhi dunia kerja adalah meningkatnya kasus HIV/AIDS dimana lebih dari 90% dari mereka berusia produktif antara 20-50 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ILO tahun 2001, Population Mobility and HIV in Indonesia, pola dan kecenderungan penyebaran HIV
terkait dengan perpindahan pekerja baik secara domestik maupun internasional. Meski belum diperoleh data memadai yang membuktikan adanya korelasi antara perpindahan pekerja dan penyebaran HIV, diasumsikan kelompok penduduk dengan mobilitas tinggi dan berperilaku seks berisiko, termasuk pekerja sektor pertambangan, konstruksi, perkebunan, transportasi, perikinan dan buruh migran rentan terhadap penularan HIV (ILO,2001).
berdasarkan Kabupaten /Kota di Provinsi Sumatera Utara sampai dengan Juni 2008 menunjukkan bahwa kota Medan mendapat urutan pertama dengan jumlah kasus 969 yang terdiri dari 621 HIV dan 348 kasus AIDS.
Meningkatnya kasus HIV di kota Medan merupakan salah satu dampak dari berkembangnya kegiatan prostitusi yang merupakan konsekuensi logis dari kemajuan pembangunan dibidang pariwisata. Adanya aktivitas sosial seperti klub malam, warung remang-remang, cafe dan sebagainya yang masih berlangsung hingga larut malam menyebabkan masyarakat dapat dengan leluasa menikmati akses yang ada dan dapat mempengaruhi perilaku masyarakat.
Selain itu, adanya persepsi masyarakat yang keliru yang beranggapan bahwa kegiatan seksual itu pada hakekatnya bukan hanya untuk mencari keturunan (anak), melainkan untuk prorekreasi (untuk memperoleh kenikmatan dan untuk kesenangan) serta untuk mencari hiburan demi pemenuhan kebutuhan biologis saja. Memicu berkembangnya kegiatan prostitusi dan berdampak pula terhadap peningkatan jumlah kasus berbagai penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome)
menginginkan kondom. Kondom dianggap mengurangi kenikmatan dalam berhubungan seksual.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ILO (2004), 7 – 10 juta pelanggan seks komersil di Indonesia yang konsisten menggunakan kondom yaitu dibawah 13%. Penggunaan kondom pada hubungan seksual yang beresiko sebenarnya cara yang paling efektif dalam pencegahan penularan HIV. Akan tetapi banyak masyarakat khususnya pelanggan seks komersial kurang menyadari pentingnya tindakan pencegahan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS. Dimana tindakan melakukan hubungan seksual secara bebas merupakan salah satu fakotr penularan virus HIV.
Dari segi kualitatif terlihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi pada perilaku yang berkaitan dengan penularan HIV, misalnya pola-pola hubungan seks, jumlah pasangan seks, hubungan seks tanpa kondom, norma sosial atau keyakinan yang berkaitan dengan perilaku beresiko serta frekuensi melakukan pada kelompok beresiko (Laura, 2007).
mereka sebagai ganti dari upah berupa uang. Pada awalnya hal ini semata dilakukan karena alasan ekonomi dimana supir bisa mendapatkan penghasilan yang lebih dari yang biasanya. Namun secara tidak langsung kegiatan yang dilakukan dapat mempengaruhi perilaku supir.
Pekerjaan sebagai supir taksi yang mana memiliki waktu yang banyak di jalan raya juga beresiko terinfeksi HIV dalam menghadapi dan menemui peristiwa kecelakaan lalu lintas. Contoh kasus yaitu kesalahan dalam proses pertolongan terhadap korban kecelakaan lalu lintas yang tidak diketahui identitasnya, adanya kemungkinan HIV positif atau tidak bisa menyebabkan supir terinfeksi HIV bila terjadi kontak langsung melalui luka. Luka pada supir taksi sebagai jalan masuknya virus, dan darah dari korban kecelakaan lalu lintas yang kemungkinan mengandung virus HIV memudahkan penularan HIV kepada orang yang membantu korban kecelakaan. Upaya pencegahan penularan HIV pada korban kecelakaan lalu lintas sebaiknya menghindari kontak langsung dengan menggunakan kantongan plastik atau alas yang tersedia. Walaupun kasus seperti ini jarang ditemukan.
Keberadaan yang jauh dari keluarga, seperti halnya supir taksi tidak tinggal dengan keluarga melainkan hidup sendirian di kota dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Ditambah dengan adanya hubungan yang tidak harmonis dalam keluarga dapat mempengaruhi perilaku supir taksi dalam menikmati akses yang ada di masyarakat.
47,5% pernah membeli seks, dimana rata-rata mereka membeli seks dari 8 pekerja seks setahun dan mempunyai 4 pasangan lain.
Supir taksi yang memiliki jam kerja hingga malam hari disebabkan pada malam hari penggunaan jasa taksi oleh masyarakat lebih banyak. Kemudian dengan adanya peran yang ”lebih” antara supir taksi dan pekerja seksual seperti menjemput, mengantar dan mencarikan pelanggan biasanya terjadi pada malam hari. Setelah lelah bekerja dan menyelesaikan rutinitas yang terjadi pada pagi hari hingga sore hari. Masyarakat di kota besar seperti kota Medan banyak mencari dan menikmati hiburan yang memang dapat diakses pada malam hari.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di beberapa lokasi hiburan seperti klub malam, tempat karaoke, dan cafe di kota Medan terlihat mobil taksi mengantar kemudian menjemput wanita pekerja seksual. Ada juga supir taksi yang mangkal di tempat penginapan menunggu pelanggan, baik dari jenis penginapan hotel melati hingga hotel berbintang.
Menurut Meriani (1998), dalam penelitiannya di Pulo Sicanang terlihat bahwa supir taksi merupakan ujung tombak dalam pemasaran jasa seks dengan menyebarkan informasi kepada calon pelanggan potensial mengenai lokasi, aturan main, jenis pelayanan yang tersedia dan tarifnya. Oleh karena peran supir taksi yang demikian bahkan sampai menjadi perantara dalam negosisi tarif kepada calon pelanggan membuat mereka mendapatkan penghasilan yang lebih dari pekerja seks atas jasa yang mereka berikan.
hiburan dan sebagainya. Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang perilaku supir taksi Matra di kota Medan dalam hal pencegahan penularan HIV.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini bagaimana perilaku supir taksi Matra terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan
2. Untuk mengetahui sumber Informasi supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan
3. Untuk mengetahui pengetahuan supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan.
4. Untuk mengetahui sikap supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran tentang pencegahan penularan HIV pada supir Taksi MATRA di Kota Medan.
2. Dapat menambah pengetahuan kepada supir taksi sehingga mengurangi jumlah kasus baru HIV.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perilaku
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seeorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses;
Stimulus Organisme Respons, sehingga teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” (Stimulus-organisme-respons).
Berdasarkan teori ‘S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Perilaku Tertutup (Convert behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus bersangkutan.
b) Perilaku Terbuka (Overt behaviour)
Gambar 1. Teori S-O-R 2.1.1 Pengetahuan (knowledge)
Notoatmodjo (2005), bahwa pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Waktu penginderaan sampai pengetahuan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapar mengintepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami obyek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi lain.
RESPONS TERTUTUP
Pengetahuan Sikap
STIMULUS ORGANISME
RESPONS TERBUKA
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen pengetahuan yang dimilikinya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimilikinya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek tertentu.
2.1.2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya).
Menurut Allport (1954), sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu: Potter (1993), menyatakan bahwa sikap mempunyai lima tingkatan yaitu sebagai berikut:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek.
b) Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c) Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).
d) Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya
2.1.3. Tindakan
Tindakan adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu sarana dalam prasarana.
Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:
a. Respon terpimpin (guided response)
Apabila seseorang dapat melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
Apabila subyek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu dengan benar secara otomatis.
c. Adaptasi (adoption)
Adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa yang sudah dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan yang berkualitas.
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku
Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa faktor yang menentukan atau membentuk perilaku disebut determinan perilaku. Teori yang sering menjadi acuan penelitian ini adalah:
a) Teori Lawrence Green
Green membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan, yakni faktor perilaku dan faktor non-perilaku. Selanjutnya Green menganalisis, bahwa perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi (disposising factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, skap keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.
3. Faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. b) Teori WHO
WHO mengatakan bahwa seseorang berperilaku karena adanya 4 alasan pokok (determinan), yaitu:
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) diartikan pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus merupakan modal utama untuk bertindak atau berperilaku.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercaya (personnal references)
3. Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.
2.2 Model Kepercayan Kesehatan (Health Belief Model)
dikembangkan dari teori lapangan (field theory, Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model) (Notoadjmojo,2007).
Health Belief Model (HBM) telah menjadi salah satu konseptual yang paling sering digunakan dalam perilaku kesehatan. HBM telah digunakan untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan perilaku dan sebagai contoh pedoman untuk intervensi perilaku kesehatan. Selanjutnya dalam meninjau komponen-komponen HBM yang sangat penting, juga mengulas konsep psikologi lainnya yang telah jauh menjelaskan hubungan-hubungan dengan HBM. Ketika ada hasil baru yang pasti dan menarik untuk ditinjau, pertimbangan dari 3 aspek HBM sangat diperlukan, yaitu: komponen HBM, hubungan antara komponen HBM, dan bagaimana menggunakan komponen HBM untuk memehami dan merubah perilaku dengan kesehatan umum yang signifikan. Interpretasi HBM yang dilaksanakan secara berangsur-angsur dalam konteks hubungan kesehatan dan perilaku, adalah:
Keinginan untuk mencegah penyakit atau untuk mencari kesembuhan
(kesehatan).
Kepercayaan bahwa aksi kesehatan yang spesifik berpeluang bagi orang untuk
mencegah penyakit (Janz, et al, 2002).
Menurut Janz, et al (2002) ada 5 komponen model kepercayaan kesehatan, yaitu:
1. Merasa Adanya Kerentanan
Gagasan ini mengacu kepada suatu persepsi subjektif dari penyusutan kondisi kesehatan. Dimensi ini telah diformulasikan untuk penerimaan diagnosa, perkiraan kerentanan seseorang dan kerentanan terhadap semua penyakit. 2. Keseriusan Terhadap Suatu Penyakit
Konsep perasaan akan suatu keseriusan penyusutan penyakit atau menghilangkannya dengan tanpa perawatan termasuk evaluasi medis dan akibat-akibat klinis. Kerentanan dan kerasnya penyakit telah dinamakan sebagai suatu ancaman.
Ketika penerimaan kerentanan perorangan terhadap suatu kondisi juga dipercaya menjadi serius menghasilkan suatu paksaan berperilaku, bagian tertentu dari suatu tindakan yang akan diambil dari keyakinan menghargai keefektifan bermacam tindakan yang tersedia untuk mengurangi ancaman penyakit, mengikut sertakan suatu rasa keuntungan dalam mengambil tindakan kesehatan.
4. Adanya Rintangan
Dapat sebagai penghalang untuk melaksanakan perilaku yang telah direkomendasikan. Suatu ketidak sengajaan, analisis untung rugipun terjadi dimana seseorang mempertimbangkan tindakan efektif yang diperluas dengan persepsi yang mungkin sangat berbahaya, tidak menyenangkan, sukar menghasilkan waktu dan sangat maju.
5. Petunjuk Tindakan
Kesiapan untuk mengambil tindakan bisa dikuatkan oleh faktor-faktor lain, terutama sekali dengan petunjuk untuk mengambil tindakan.
2.3. Supir Taksi
Supir taksi adalah seseorang yang memiliki pekerjaan dalam bidang jasa transportasi jarak dekat, dimana perusahaan menjadi milik perseorangan maupun dalam bentuk koperasi.
• Supir Taksi Tunggal Murni artinya supir yang memiliki jumlah hari kerja
setiap hari setiap bulannya dan membayar setoran setiap hari kepada pemilik perusahaan. Jam kerja tidak di tentukan hanya wajib lapor setiap hari ke perusahaan. Dalam pengoperasiannya tidak dibantu oleh pengemudi lain.
• Supir Taksi Tidak Tunggal Murni artinya kewajiban-kewajibannya sama
dengan supir taksi tunggal murni hanya yang membedakan adalah dalam pengoperasiannya kadang kala dibantu oleh pengemudi lain (supir serap).
• Supir Airport artinya supir yang mencari pelanggannya dari terminal pesawat
terbang (bandara). Dan tidak diperbolehkan mangkal di luar area yang telah ditentukan.
• Supir Berpatner 24 jam artinya supir taksi yang bekerja selama 24 jam dan
dibantu oleh patner atau rekan kerjanya.
• Supir Berpatner 24 jam Tidak aktif artinya supir taksi yang dalam
pengoperasiaannya kadang kala dibantu oleh rekan kerja yang lain dan kadang tidak. Jumlah jam kerja selama 24 jam.
2.4.HIV
2.4.1. Pengertian HIV
atau disebut juga CD-4. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase utuk dapat menginfasi mamalia termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup memiliki lagi subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Di antara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Umar, 2006).
Menurut kedokteran EGC (1996), virus ini dijalarkan dengan cara yang khusus berlaku bagi semua retrovirus yakni secara vertikal dari ibu ke janin, dan secara horizontal yakni melalui hubungan seks dan melalui darah yang tercemar.
2.4.2. Gejala-gejala Infeksi HIV
Lebih dari separuh orang yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala infeksi primer. Biasanya gejala ini timbul setelah beberapa hari terinfeksi dan gejala ini berlangsung selama 2-6 minggu, setelah terinfeksi. Gejala ini dapat ringan sampai berat dan sekitar 42% penderita memerlukan perawatan di rumah sakit (Samsuridjal, 2002).
AIDS adalah penyakit yang fatal, sudah banyak penderita AIDS yang meninggal. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit AIDS. Obat yang ada sekarang ini hanya bermanfaat mengurangi penderitaan, memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup penderita AIDS. Ada lima tahapan gejala perjalan HIV menjadi AIDS yaitu:
Gejala pertama muncul mirip gejala influenza seperti demam, rasa lemah, lesu, sendi – sendi terasa nyeri, batuk, nyeri tenggorokan dan pembesaran kelenjar. Gejala ini biasanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu kemudian hilang dan selanjutnya memasuki stadium tanpa gejala.
b. Stadium tanpa gejala
Pada stadium tanpa gejala tidak muncul tanda – tanda yang mencolok dan orang tampak sehat, walupun sebenarnya tes darah menunjukan HIV positif. Masa stadium tanpa gejala ini bekisar 5 – 7 tahun dan virus yang ada di dalam tubuh perlahan – lahan menyerang sistem kekebalan tubuh.
c. Stadium ARC ( AIDS Related Complex )
ARC adalah istilah klinis yang digunakan bila terjadi dua atu lebih gejala klinis yang berlangsung selama tiga bulan. Gejala yang berkembang adalah demam, berat badan turun lebih dari 10%, pembesaran kelenjar di leher, lipat paha, dan ketiak, diare, batuk terus menerus, sesak nafas, kulit gatal, bercak – bercak merah kebiruan, tenggorokan sakit dan pendarahan yang tidak jelas.
d. Stadium AIDS
Dalam stadium ini kekebalan tubuh semakin melemah membuat penderita mudah terserang penyakit berbahaya yang disebut infeksi opurtunistik. infeksi ini disebabkan virus, bakteri, jamur, atau parasit yang dapat menimbulkan penyakit seperti TBC dan Candidiasis.
Selain sisitem kekebalan tubuh juga menyerang organ lain, organ yang sering diserang antara lain otak dan susunan saraf yang biasa mengakibatkan kematian sel otak. Kematian sel otak menimbulakan gangguan mental organik.
2.4.3. Diagnosa HIV
Diagnosis ditunjukkan pada dua hal yaitu pada keadaan terinfeksi HIV dan dalam keadaan AIDS. Hal ini dilakukan karena terdapat perbedaan langkah – langkah penting dalam menghadapi kedua keadaaan itu, baik dari sudut epidemiologi, pengobatan – perawatan – konseling maupun prognosis.
a. Diagnosis dini infeksi HIV
Ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku resiko tinggi individu tertentu. untuk dignosis HIV ada beberapa tes yaitu ELISA dengan sensitifitasnya 98,1 – 100%, Wester Blot dengan sensitifitas 99% - 100%, dan PCR (Polymerase Chain Reaction ) antara lain digunakan untuk tes pada bayi, menetapkan status individu yang seronegatif ,pada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi serokonversi, tes konfirmasi untuk HIV-2. Dari beberapa tes tersebut yang paling lazim digunakan adalah tes ELISA. b. Diagnosis AIDS
sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS dengan hitungan CD4 < 200/ml. CD4
2.4.4. Cara-cara Penularan HIV
menetapkan dimana infeksi HIV sudah dinyatakan sebagai AIDS (Djoerban, 2001).
Virus HIV dapat menular melalui beberapa cara yaitu:
• Hubungan seksual melalui vagina atau hubungan seksual melalui anus dan mulut.
Dimana perilaku tersebut potensial dapat menyebabkan seseorang terinfeksi oleh HIV antara lain: menginduks i hubungan intim daerah anal dengan mengunakan lidah, menginduksi hubungan intim di daerah vagina/klitoris dengan menggunakan lidah (resiko lebih tinggi saat menstruasi), menginduksi hubungan intim pada daerah genital pria dengan menggunakan lidah dan penghisapan (resiko lebih tinggi bila ejakulasi terjadi di dalam mulut), memakai benda-benda seks pada rektum atau vagina karena dapat menyebabkan perobekan pada mukosa, dimana luka yang terjadi dapat merupakan jalan masuk bagi virus.
• Kemungkinan penularan tertinggi adalah melalui transfusi darah yang sudah
terinfeksi HIV (>90%), oleh karena jumlah darah yang terinfeksi HIV sangat besar dimasukkan langsung ke pembuluh darah penerima donor.
• Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
• Melalui transplantasi organ pengidap HIV.
• Penularan dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak. Keadaan ini bisa terjadi di masa
hamil, pada saat kelahiran, ataupun melalui ASI (Sonja-Christoph, 2007).
Untuk dapat berada dalam tubuh manusia HIV harus masuk langsung ke darah orang yang bersangkutan. HIV cepat mati di luar tubuh manusia, karena itu HIV tidak dapat menular melalui (Djoerban, 2001):
• Udara : bersin, batuk
• Bersentuhan dengan penderita HIV, misalnya bersalaman, cium pipi
• Gigitan nyamuk dan serangga
• Melalui makanan dan minuman
• Menggunakan fasilitas umum seperti kolam renang, telepon bersama-sama.
2.4.5. Kerentanan Terhadap HIV a) Resiko dan Kerentanan
Berdasarkan cara penularan virus HIV, maka kelompok resiko tinggi tertular HIV adalah pasangan seksual pengidap HIV, pencandu narkoba suntik pasangan seksualnya, wanita pekerja seksual (WPS) dan pelanggannya, serta pasangan pelanggannya, waria sebagai pekerja seks dan pelanggannya, serta pasangan pelanggannya, petugas kesehatan yang berhunbungan dengan darah dan sekret penderita infeksi HIV, penerima transfusi darah dan produk darah, janin yang dikandung oleh ibu pengidap HIV (Zein, 2006).
Perilaku seksual para migran seringkali berubah menjadi beresiko, melalui hubungan seksual dengan banyak mitra seksual. Di kota-kota besar tidak ada lagi keluarga-besar dan atau ikatan kekeluargaan tidak berfungsi dengan baik, sehingga kontrol sosial juga berkurang. Para migran dengan mobilitas tinggi mempunyai resiko tinggi tertular HIV di tempat mereka singgah dan membawa penyakit ke rumah, sering tanpa mereka sadari.
Sebagian besar migran seperti, buruh tambang memiliki pemondokan khusus untuk laki-laki, dan sering di sekitarnya terdapat prostitusi. Para migran dan kelompok masyarakat dengan mobilitas tinggi rentan terhadap HIV dan sulit mendapatkan pemeliharaan maupun perawatan karena kurangnya informasi mengenai hal ini (Sonja-Christoph, 2007).
c) Krisis Kemanusiaan, Perang dan Konflik
Menurut Sonja dan Christoph (2007), krisis, perang dan konflik yang terjadi di berbagai negara ditandai dengan hancurnya struktur tradisional, menurunnya sistem kesehatan maupun situasi bahan pangan yang memicu faktor penularan HIV. d) Perdagangan Manusia dan Seks
Perdagangan manusia secara terorganisir di seluruh dunia meningkat. Khususnya yang terlibat di dalam masalah ini adalah Afrika, Asia, dan Eropa Timur. Orang-orang yang tersangkut di dalamnya sangat rentan terhadap penularan HIV.
e) Pekerja Seks
Kelompok pekerja seks ternyata tidak homogen, melainkan menyangkut para perempuan dengan realitas kehidupan yang sangat berbeda diantaranya:
Perempuan yang harus mempertahankan hidup melalui prostitusi.
Perempuan yang melalui kemiskinan dipaksa untuk menukar seks dengan
uang atau keperluan lain.
Prostitusi paksa dan perbudakan.
Kekerasan seksual sering terjadi di dalam prostitusi. Hal ini menambah resiko penularan HIV.
f) Pencandu Narkoba
Pengguna narkoba jenis suntikan, HIV tidak hanya disebarkan dalam hubungannya dengan penggunaan obat-obatan melainkan juga melalui hubungan seksual dengan pasangannya. Pengguna narkoba sering terkait dengan perilaku seksual beresiko seperti seks tanpa penggunaan kondom. Hal ini beresiko dalam penyebaran HIV.
g) Homoseksual ( Laki-laki yang berhubungan seksual dengan Laki-laki)
2.4.6. Pencegahan Penularan Terhadap HIV
Untuk itu berbagai cara yang harus dilakukan dalam pencegahan penularan HIV, yaitu: (Sonja – Christoph, 2007)
a. Informasi, Pendidikan dan Komunikasi
Informasi, Pendidikan dan Komunikasi adalah sesuatu yang sangat penting dalam mencegah infeksi baru. Banyak kelompok masyarakat yang masih mengalami kekurangan informasi tentang HIV/AIDS dan tentang bagaimana melindungi diri dari infeksi ini. Dalam upaya pencegahan juga diperlukan informasi yang menyeluruh termasuk masalah kesehatan seks, perilaku dan peran jender.
b. Pencegahan Penularan Melalui Cairan Darah
Bagi pengguan narkoba yang memakai jarum suntik sebaiknya menghentikan penggunaan narkoba suntik. Tetapi dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menghentikan pemakaian narkoba suntik oleh karena itu dibutuhkan suatu tindakan yang disebut dengan harm reduction yaitu dengan menggunakan jarum suntik sekali pakai atau dengan melakukan sterilisasi alat suntik. Begitu juga dengan petugas kesehatan sebaiknya petugas menggunakan jarum yang steril atau jarum suntik sekali pakai.
Penularan HIV melalui transfusi darah tinggi oleh karena darah yang terinfeksi dimasukkan langsung ke pembuluh darah penerima donor, untuk itu diperlukan pengawasan ketat dalam menerima donor darah.
c. Pencegahan Penularan Melalui Hubungan Seksual
Pantangan atau tidak melakukan hubungan seks Mengurangi jumlah pasangan seks
Tidak melakukan hubungan seks dengan wanita / pria pekerja seks Melakukan seks aman dengan menggunakan kondom.
d. Pencegahan Penularan Melalui Ibu kepada Anak
Upaya dalam menurunkan resiko penularan ibu kepada anak dapat dilakukan dalam bentuk kombinasi sebagai berikut:
Menghindari kehamilan yang tidak diinginkan bagi perempuan yang terinfeksi
HIV melalui konsultasi kesehatan dan penggunaan alat kontrasepsi.
Salah satu langkah yang sampai saat ini dianggap efektif adalah dengan
pemberian obat-obatan seperti AZT (Antiretroviral Zidovudin) yang dikombinasikan dengan beberapa jenis obat lain.
Pada saat melahirkan dilakukan dengan operasi caesar. Waktu terbaik untuk
operasi adalah ketika kandungan mencapai usia 38 minggu.
Selain itu dengan pemberian susu formula sebagai pengganti ASI juga
Pengetahuan Supir Taksi terhadap upaya pencegahan penularan HIV Sikap Supir Taksi terhadap upaya pencegahan penularan HIV Tindakan Supir Taksi terhadap upaya pencegahan penularan HIV Karakteristik Supir Taksi: Umur Penghasilan Pendidikan
Lama bekerja
Status perkawinan
Status Tempat Tinggal
Sumber Informasi:
Media Massa
Teman Kerja (dari tempat kerja)
[image:37.612.114.535.108.348.2]2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui perilaku supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi
Penelitian ini di lakukan di KPUM MATRA dengan alasan KPUM MATRA merupakan perusahaan Taksi yang memiliki jumlah supir taksi yang besar di Kota Medan. Dan memiliki tempat beroperasi yang beragam seperti ada yang di tempat-tempat hiburan, pusat perbelanjaan, klub malam serta belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku supir Taksi MATRA terhadap pencegahan penularan HIV di Kota Medan sebelumnya.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November – Desember 2008.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sample dilakukan dengan cara simple random sampling, yang mana semua populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel, karena karakteristik populasi homogen dari status pekerjaan.
39 Keterangan: n = Besar sample N = Besarnya populasi
d = Tingkat kepercayaan (0,01)
Maka didapat jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 39 orang yang diambil secara proporsional. Dengan kriteria pemilihan sampel pada saat penelitian sebagai berikut:
• Responden masih dalam usia produktif
• Beroperasi sebagai supir taksi 24 jam
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan.
n = 1+ N (d²) N
n = 1+ 64 (0.01) 64
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Kantor Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Sumatera Utara, perusahan pengangkutan jasa transportasi jenis taksi Matra, literature serta sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian, kepustakaan dilakukan melalui buku-buku, kliping dari majalah dan internet.
3.5. Definisi Operasional
1. Tingkat Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh supir taksi tentang pencegahan penularan HIV yang dipengaruhi oleh karakteristik supir dan sumber informasi yang diterima.
2. Karakteristik responden adalah ciri khas yang mempengaruhi persepsi supir taksi yang terdiri dari :
• Umur adalah lamanya waktu perjalanan hidup responden yang dihitung
sejak ia lahir sampai pada pelaksanaan wawancara, yang dinyatakan dalam satuan tahun.
• Tingkat pendidikan adalah pendidikan informal yang selama ini pernah
diikuti oleh responden seperti: SD, SLTP, SMU, dan Akademi/PT.
• Lama bekerja adalah jumlah waktu supir yang dihitung sejak menjalankan
profesi sebagai supir taksi sampai pada pelaksanaan penelitian, yang dihitung dalam satuan tahun.
• Status Perkawinan adalah identitas perkawinan dari responden seperti
• Status Tempat Tinggal adalah tempat tinggal supir taksi setelah menjalani
pekerjaannya, tinggal bersama keluarga atau tidak.
• Penghasilan adalah besarnya pendapatan atau masukan yang diterima
responden dari hasil pekerjaannya yang dihitung dengan jumlah rupiah selama satu bulan.
3. Sumber informasi adalah asal informasi tentang HIV yang diketahui oleh supir taksi yaitu:
• Media Massa adalah informasi tentang HIV yang diketahui meliputi
media cetak dan media elektronik.
• Teman kerja adalah teman kerja di KPUM Matra yang berpengaruh
pada responden dalam perilakunya.
4. Sikap adalah pendapat atau pandangan supir Taksi terhadap pencegahan penularan HIV.
5. Tindakan adalah langkah-langkah konkrit yang dilakukan oleh supir Taksi terhadap pencegahan penularan HIV.
3.6. Skala Pengukuran
Adapun skala pengukuran variabel penelitian terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden diukur melalui pertanyaan yang terdapat pada lembaran kuesioner (Pratomo, 1986).
2. Nilai sedang, apabila responden mendapat nilai 40-75% dari seluruh skor yang ada.
3. Nilai kurang, apabila responden mendapat nilai < 40 % dari seluruh skor yang ada.
Pengetahuan responden diukur melalui 23 item pertanyaan, dengan ketentuan untuk pertanyaan no.1,2,3,6,8,9,10,11,,13,15, 16, 17, 18, 19 dan 20 masing-masing memiliki nilai 1. Untuk pertanyaan no.5 bila responden bisa menjawab semua memiliki nilai 4. Dan untuk pertanyaan no.12 bila responden bisa menjawab semua memiliki nilai 5. Sehingga total nilai tertinggi adalah 30. Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang dengan ketentuan sebagai berikut (Pratomo, 1986): Pengetahuan
Terdiri dari 20 item pertanyaan :
a. Baik, apabila skor jawaban responden > 23 b. Sedang, apabila skor jawaban responden 15 - 23 c. Kurang, apabila skor jawaban responden < 15
Terdiri dari 20 item pertanyaan, dimana : Sikap
• Jawaban setuju nilainya 2
• Jawaban tidak setuju nilainya 1
Terdiri dari 19 Item pertanyaan : Tindakan
a. Baik, apabila skor jawaban responden > 43 b. Sedang, apabila skor jawaban 23-43
c. Kurang, apabila skor jawaban responden < 23
3.7. Teknik Analisa Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, sangat strategis sebagai pusat informasi, perbelanjaan, hiburan, pendidikan dan teknologi. Dengan luas wilayahnya 26.510 Ha, penduduknya berkisar 1.979.340 jiwa terdiri dari 21 kecamatan, 151 kelurahan dan 2000 lingkungan.
Perkembangan dalam dunia kerja dan tingginya tuntutan SDM. Adanya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota memicu pertambahan penduduk membuat banyak orang memilih bekerja di sektor informal seperti supir taksi.
KPUM Matra merupakan salah satu perusahan jasa transportasi jenis taksi yang ada di Kota Medan. KPUM Matra berdiri sejak tahun 2004 yang dikelola dalam bentuk koperasi. Memiliki lokasi pool didaerah Jl. Setia Luhur sebagai pusat administrasi bagi setiap supir.
[image:44.612.104.531.508.618.2]4.2. Karekteristik Responden 4.2.1. Umur Responden
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Di Kota Medan Tahun 2008
NO Umur Frekuensi %
1 29 – 38 tahun 21 53.5
2 39 – 48 tahun 16 41.4
3 > 49 tahun 2 5.1
Total 39 100
4.2.2. Pendidikan Terakhir Responden
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Terakhir Di KPUM Matra Kota Medan Tahun 2008
NO Pendidikan Terakhir Frekuensi %
1 SD/sederajat 2 5.1
2 SLTP/sederajat 6 15.4
3 SLTA/sederajat 28 71.8
4 Akademi/perguruan tinggi 3 7.7
Total 39 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pendidikan terakhir terbanyak adalah tamatan SLTA/sederajat yaitu 28 orang (71.8%) sedangkan yang paling sedikit SD/sederajat yaitu 2 orang (5.1%).
[image:45.612.102.545.369.488.2]4.2.3. Status Pernikahan Responden
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Pernikahan Di Kota Medan Tahun 2008
NO Status Pernikahan Frekuensi %
1 Menikah 30 76.9
2 Cerai Hidup 7 17.9
3 Cerai Mati 2 5.1
Total 39 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut status pernikahan paling banyak adalah menikah yaitu 30 orang (76.9%) sedangkan yang paling sedikit Cerai mati yaitu 2 orang (5.1%).
4.2.4. Pendapatan Responden
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendapatan perbulan Di Kota Medan Tahun 2008
NO Pendapatan Per bulan (Rupiah) Frekuensi %
1 < 820.000 2 5.1
2 820.000 – 1.640.000 13 33.3
[image:45.612.99.543.600.700.2]Total 39 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pendapatan per bulan paling banyak sedangkan yang paling sedikit < Rp. 820.000 yaitu 2 orang (5.1%).
[image:46.612.101.538.204.342.2]4.2.5. Lama Bekerja
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Bekerja sebagai Supir Taksi Di Kota Medan Tahun 2008
NO Lama Bekerja Frekuensi %
1 ≤ 1 tahun 2 5.1
2 1 – 5 tahun 21 53.8
3 6 – 10 tahun 12 30.8
4 > 10 tahun 4 10.3
Total 39 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut lama bekerja paling lama adalah 1 – 5 tahun yaitu 21 orang (53.8%) sedangkan yang paling cepat adalah < 1 tahun yaitu 2 orang (5.1%).
4.2.6. Status Tempat Tinggal
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Tempat Tinggal Di Kota Medan Tahun 2008
NO Status Tempat Tinggal Frekuensi %
1 Dengan Keluarga 32 82.1
2 Kos 7 17.9
Total 39 100
[image:46.612.97.542.453.553.2]4.3. Pengetahuan Responden
4.3.1 Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Penularan HIV
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Pencegahan Penularan HIV Di Kota Medan Tahun 2008
NO Pengetahuan Frekuensi %
1 Tentang HIV Merupakan Virus yang Dapat
Menyebabkan Penyakit AIDS 22 56.4
2 Cara-cara penularan HIV
1. Hubungan Seksual Dengan Orang Yang
Sudah Terinfeksi HIV 27 69.2
2. Melalui Transfusi Darah Yang Sudah
Tercemar Dengan Virus HIV 21 53.8
3. Melalui Alat Suntik Yang Ditusuk Atau Tertusuk Ke Dalam Tubuh Yang Sudah Terkontaminasi Virus HIV
23 59.0
4. Melalui Penularan dari ibu pengidap HIV
kepada bayi yang dikandungnya 22 56.4
5. Melalui darah Korban Kecelakaan Lalu Lintas Tanpa Menggunakan Sarung Tangan Bila Korban Tersebut Ternyata HIV Positip
22 56.4
3. Miskonsepsi cara penularan HIV
1. Seseorang Tidak Bisa Tertular Virus HIV
Melalui Gigitan Nyamuk 28 71.8
2. Bisa Tertular Virus HIV Dengan
Menggunakan Pakaian Dan Alat Makan Secara Bersama Dengan Orang Yang Sudah Terinfeksi HIV
28 71.8
3. Mengantar dan menjemput pelanggan taksi
akan tertular HIV 20 51.3
4. Gejala-gejala infeksi HIV:
1. Selera makan hilang 17 43.6
2. Demam berkepanjangan (lebih dari 3 bulan) 14 35.9 3. Diare terus-menerus (lebih dari satu bulan) 19 48.7
4. Bercak-bercak di kulit 23 59.0
5. Berat badan turun drastis (lebih dari 10%
dalam 3 bulan) 12 30.8
5. Cara Pencegahan Penularan HIV
1. Tidak Melakukan Seks Bebas 27 69.2
2. Hanya Mempunyai Satu Pasangan Seks Yang
Setia Dan Belum Terinfeksi HIV 27 69.2
3. Meminta Jarum Suntik Yang Baru Kepada
Petugas Kesehatan 29 74.4
4. Memakai sarung tangan menolong korban
Tabel 4.7. (Lanjutan)
NO Pengetahuan Frekuensi %
5. Pemakaian kondom 39 100.0
6. Proses Persalinan Ibu Yang Terinfeksi HIV
Dilakukan Dengan Operasi Caesar 20 51.3
6. Seseorang Yang Tertular HIV Tidak Bisa Diketahui Hanya Dengan Melihat Kondisi Fisik Tanpa Melakukan Tes HIV
23 59.0
7. Bahaya HIV:
1. Seseorang Yang Terinfeksi HIV Tidak Dapat
Disembuhkan. 37 94.9
2. Seseorang Yang Terinfeksi HIV Akan
Berakhir Dengan Kematian 37 94.9
3. Seseorang Yang Terinfeksi HIV Akan Hidup
Dengan HIV Selama Hidupnya 37 94.9
8. Penularan HIV dapat dicegah 34 87.2
9. Semua orang harus melakukan pencegahan 37 94.9
Dari Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa: a. Pengetahuan tentang HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang HIV merupakan virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS adalah benar yaitu 22 orang (56.4%).
b. Cara-cara Penularan HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang cara penularan HIV melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terinfeksi HIV adalah benar yaitu 27 orang (69.2%), melalui transfusi darah yang sudah tercemar dengan virus HIV adalah benar yaitu 21 orang
[image:48.612.101.539.92.324.2]penularan dari ibu pengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya adalah benar yaitu 22 orang (56.4%).
c. Kekeliruan Penularan HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang seseorang tidak bisa tertular virus HIV melalui gigitan nyamuk adalah benar yaitu 28 orang (71.8%) dan frekuensi responden menurut pengetahuan tentang Seseorang Tidak Bisa Tertular Virus HIV Dengan Menggunakan Pakaian Dan Alat Makan Secara Bersama Dengan Orang Yang Sudah Terinfeksi HIVadalah benar yaitu 28 orang (71.8%) serta distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang mengantar dan menjemput pelanggan taksi akan tertular HIV
adalah benar yaitu 20 orang (51.3%). d. Gejala-gejala Infeksi HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang gejala-gejala AIDS, selera makan hilang adalah salah yaitu 22 orang (56.4), demam berkepanjangan (lebih dari 3 bulan) adalah benar yaitu 14 orang (35.9%), diare terus menerus (lebih dari satu bulan) adalah benar yaitu 19 orang (48.7%), bercak-bercak di kulit adalah benar yaitu 23 orang (59.0%) dan berat badan turun drastis (lebih dari 10% dalam 3 bulan) adalah benar yaitu 12 orang (30.8%).
e. Cara Pencegahan Penularan HIV
hubungan seksual secara bebas adalah benar yaitu 27 orang (69.2%), sedangkan mempunyai satu pasangan seks yang setia dan belum terinfeksi HIV adalah benar yaitu 27 orang (69.2%).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang mengurangi resiko tertular virus HIV dengan cara meminta jarum suntik yang baru kepada petugas kesehatan adalah benar yaitu 29 orang (74.4%), menolong korban kecelakaan lalu lintas tanpa menggunakan sarung tangan beresiko terinfeksi HIV bila korban tersebut ternyata HIV positip adalah benar yaitu 7 orang (17.9%).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang proses persalinan ibu yang terinfeksi HIV dilakukan dengan operasi caesar untuk mengurangi resiko anak tidak terinfeksi HIV adalah benar yaitu 20 orang (51.3%), dan distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang pemakaian kondom dapat mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual adalah seluruhnya benar yaitu 39 orang (100.0%).
f. Pemeriksaan HIV
g. Bahaya HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang seseorang yang terinfeksi HIV tidak dapat disembuhkan adalah paling banyak benar yaitu 37 orang (94.9%), dan distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang seseorang yang terinfeksi HIV akan berakhir dengan kematian adalah paling banyak benar yaitu 37 orang (94.9%) serta distribusi frekuensi
responden menurut pengetahuan tentang seseorang yang terinfeksi HIV akan hidup dengan HIV selama hidupnya adalah paling banyak benar yaitu 37 orang (94.9%). h. Penularan HIV dapat dicegah
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang penularan HIV dapat di cegah adalah benar yaitu 34 orang (87.2%).
i. Semua orang harus melakukan pencegahan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut pengetahuan tentang semua orang harus melakukan pencegahan penularan terhadap HIV adalah paling banyak benar yaitu 37 orang (94.9).
4.3.2 Pengetahuan Responden Tentang Pencegahan Penularan HIV
Tabel 4.8.Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008
NO Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 32 82.1
2 Sedang 7 17.9
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara keseluruhan pengetahuan responden tentang pencegahan penularan HIV adalah paling banyak benar yaitu 37 orang (94.9%), sedangkan paling sedikit salah yaitu 2 orang (5.1%).
[image:52.612.103.532.169.704.2]4.4. Sikap Responden Tentang Pencegahan Penularan HIV
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008
NO Sikap Frekuensi %
1 Mencegah penularan HIV dengan:
1. Tidak melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan
• Setuju
• Tidak setuju
27 12
69.2 30.8 2. Tidak menggunakan narkoba jenis jarum
suntik
• Setuju 39 100.0
3. Tidak melakukan transfusi darah atau transplantasi organ yang tidak steril dari HIV
• Setuju 39 100.0
4. Menggunakan sarung tangan atau kantongan plastik saat menolong korban kecelakaan lalu lintas
• Setuju
• Tidak setuju
5 34
12.8 87.2 5. Melakukan transfusi darah sebaiknya darah
steril dari HIV
• Setuju 39 100.0
6. Menggunakan Kondom Saat Berhubungan Seksual Bukan Dengan Pasangan Seksual Tetap
• Setuju
• Tidak setuju
27 12
69.2 30.8 7. Menghindari Kontak Langsung Darah
Penderita HIV
• Setuju 39 100.0
8. Meminta Alat Suntik Yang Baru Kepada Petugas Kesehatan Pada Saat Melakukan Injeksi
• Setuju 39 100.0
2. Menggunakan Alat Makan Secara Bergantian Dengan Orang Yang Sudah Terinfeksi HIV Tidak Menyebabkan Tertular HIV
• Setuju
• Tidak setuju
29 10
74.4 25.6 3. Setiap Orang Mempunyai Kemungkinan
• Setuju
• Tidak setuju
33 6
84.6 15.4
Tabel 4.9. (Lanjutan)
NO Sikap Frekuensi %
4. Menganjurkan teman mencegah penularan HIV dengan;
1. Setia Terhadap Pasangan Seksual
• Setuju
• Tidak setuju
5 34
12.8 87.2 2. Menggunakan Kondom
• Setuju
• Tidak setuju
5 34
12.8 87.2 3. Melakukan Transfusi Darah Dari Donor Yang
Tidak Jelas Statusnya
• Setuju 39 100.0
4. Menggunakan sarung tangan atau kantongan plastik saat menolong korban kecelakaan lalu lintas
• Setuju
• Tidak setuju
5 34
12.8 87.2 5. Melakukan Pencegahan Penularan HIV Karena
Belum Ada Obatnya
• Setuju
• Tidak setuju
33 6
84.6 15.4 6. Perlu Penyuluhan Petugas Kesehatan Dalam
Memberikan Informasi Pencegahan Penularan HIV
7. Keluarga Merupakan Tempat Bertukar Informasi Dalam Pencegahan Penularan HIV
• Setuju
• Tidak setuju
4 35
10.3 89.7
Berdasarkan Tabel 4.9. dapat dilihat bahwa:
a. Sikap Responden Tentang Pencegahan Penularan HIV
dengan banyak pasangan seksual adalah paling banyak setuju yaitu 27 orang (69.2%), sedangkan paling sedikit adalah tidak setuju yaitu 12 orang (30.8%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang pencegahan penularan HIV dengan tidak menggunakan narkoba jenis jarum suntik adalah seluruhnya setuju yaitu 39 orang (100.0%).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang pencegahan penularan HIV dengan tidak melakukan transfusi darah atau transplantasi organ yang tidak steril dari HIV adalah seluruhnya setuju yaitu 39 orang (100.0%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang pencegahan penularan HIV dengan memakai sarung tangan saat membantu korban kecelakaan lalu lintas menghindari kontak langsung dengan darah adalah paling banyak tidak setuju yaitu 34 orang (87.2%), sedangkan paling sedikit setuju yaitu 5 orang (12.8%).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang agar tidak terinfeksi HIV pada saat melakukan transfusi darah sebaiknya darah steril dari HIV adalah seluruhnya setuju yaitu 39 orang (100.0%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang pencegahan penularan HIV dengan menggunakan kondom saat berhubungan seksual bukan dengan pasanga tetap adalah terbanyak setuju yaitu 27 orang (69.2%), sedangkan paling sedikit adalah tidak setuju yaitu 13 orang (30.8%).
penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang pencegahan penularan HIV dengan meminta alat suntik yang baru kepada petugas kesehatan pada saat melakukan injeksi adalah seluruhnya setuju yaitu 39 orang (100.0%).
b. Sikap Terhadap Kekeliruan Penularan HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang menggunakan alat makan secara bergantian dengan orang yang sudah terinfeksi HIV tidak menyebabkan tertular HIV adalah paling banyak setuju yaitu 29 orang (74.4%), sedangkan paling sedikit adalah tidak setuju yaitu 10 orang (25.6%). c. Sikap terhadap setiap orang mempunyai kemungkinan tertular HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang setiap orang mempunyai kemungkina tertular HIV adalah paling banyak setuju yaitu 33 orang (84.6%), sedangkan paling sedikit adalah tidak setuju yaitu 6 orang (5.4%).
d. Sikap menganjurkan teman dalam mencegah penularan HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang menganjurkan teman-teman untuk mencegah agar tidak terinfeksi HIV dengan setia terhadap pasangan seksual adalah paling banyak tidak setuju yaitu 34 orang (87.2%), sedangkan paling sedikit setuju yaitu 5 orang (12.8%).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang menganjurkan teman-teman untuk mencegah agar tidak terinfeksi HIV dengan tidak melakukan transfusi darah dari donor yang tidak jelas statusya adalah seluruhnya setuju yaitu 39 orang (100.0%).
e. Sikap Melakukan Pencegahan Penularan HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang melakukan pencegahan penularan HIV karena belum ada obatnya adalah paling banyak setuju yaitu 33 orang (84.6%), sedangkan paling sedikit adalah tidak setuju yaitu 6 orang (5.4%).
f. Perlu Penyuluhan Petugas Kesehatan Dalam Memberikan Informasi Pencegahan Penularan HIV
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut sikap tentang perlu penyuluhan petugas kesehatan dalam memberikan informasi pencegahan penularan HIV adalah seluruhnya setuju yaitu 39 orang (100.0%).
g. Keluarga Merupakan Tempat Bertukar Informasi Dalam Pencegahan Penularan HIV
4.4.1. Sikap Responden Dalam Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008
Tabel 4.10.Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008
NO Sikap Frekuensi %
1 Baik 5 12.8
2 Sedang 34 87.2
Total 39 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara keseluruhan sikap responden tentang pencegahan penularan HIV adalah paling banyak sedang yaitu 37 orang (94.9%), sedangkan paling sedikit baik yaitu 5 orang (5.1%).
4.5. Tindakan Responden
4.5.1. Tindakan Responden Tentang Tindakan Beresiko Tertular HIV di Kota Medan Tahun 2008
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tindakan Beresiko Tertular HIV di Kota Medan Tahun 2008
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut tindakan beresiko tertular HIV adalah memiliki banyak pasangan seksual yaitu 39 orang (100.0%).
4.5.2. Tindakan Responden Tentang Faktor Pendorong Seseorang Berperilaku Beresiko Tertular HIV di Kota Medan Tahun 2008
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Faktor Pendorong Seseorang Berperilaku Beresiko Tertular HIV di Kota Medan Tahun 2008
NO
Faktor Pendorong Seseorang Berperilaku
Beresiko Tertular HIV Frekuensi %
1 Minum minuman keras 18 46.2
2 Mengantar dan menjemput Pekerja Seksual 21 53.8
[image:57.612.101.541.552.649.2]Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut faktor pendorong seseorang berperilaku beresiko tertular HIV adalah terbanyak mengantar dan menjemput pekerja seksual yaitu 21 orang (53.8%), sedangkan paling sedikit adalah tidak konsisten memakai kondom (0.0%) .
[image:58.612.104.538.204.562.2]4.5.3. Tindakan Responden Tentang Yang Dilakukan Dalam Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Yang Dilakukan Dalam Pencegahan Penularan HIV di Kota Medan Tahun 2008
NO Tindakan Pencegahan Penularan HIV
Frekuen
si %
1. Yang Dilakukan Dalam Pencegahan
• Setia dengan satu pasangan seksual 35 89.7
• Tidak Tahu 4 10.3
2. Melalui Hubungan Seksual
• Selalu menggunakan kondom 8 20.5
• Sekali-kali menggunakan kondom 12 30.8
• Tidak Menggunakan Kondom 19 48.7
3. Melalui Kontak Darah Pada Saat Menolong Korban Kecelakaan Lalu Lintas
• Memakai kain yang sudah tercemar darah korban kecelakaan sewaktu megangkat korban
18 46.2
• Tidak memakai apa-apa 21 53.8
4. Melalui Jarum Suntik Pada Saat Injeksi Di Pelayanan Kesehatan
• Meminta jarum suntik yang baru 39 100.0
5. Melalui Transfusi Darah
• meminta darah donor yang bersih dari
virus HIV 39 100.0
distribusi frekuensi responden menurut tindakan yang dilakukan dalam pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual adalah terbanyak tidak menggunakan kondom yaitu 19 orang (48.7%), sedangkan yang paling sedikit adalah selalu menggunakan kondom yaitu 8 orang (20.5%).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut tindakan yang dilakukan dalam pencegahan penularan HIV melalui kontak darah pada saat menolong korban kecelakaan lalu lintas adalah terbanyak tidak memakai apa-apa yaitu 21 orang (53.8%), sedangkan yang paling sedikit adalah memakai kain yang sudah tercemar darah korban kecelakaan sewaktu mengangkat korban yaitu 18 orang (46.2%).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut tindakan yang dilakukan dalam pencegahan penularan HIV melalui jarum suntik yang baru kepada petugas kesehatan pada saat injeksi di pelayanan kesehatan adalah seluruhnya meminta jarum suntik yang baru yaitu 39 orang (100.0%).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut tindakan yang dilakukan dalam pencegahan penularan HIV melalui transfusi darah adalah seluruhnya meminta darah donor yang bersih dari virus HIV yaitu 39 orang (100.0%).
4.5.4. Tindakan Responden Bila Melihat Seseorang Dengan Gejala-Gejala Penyakit HIV di Kota Medan Tahun 2008
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Bila Melihat Seseorang Dengan Gejala-Gejala Penyakit HIV di Kota Medan Tahun 2008
NO
Bila Melihat Seseorang Dengan Gejala-Gejala
Penyakit HIV Frekuensi %
1 Tidak menghindar karena tidak bisa menular lewat
udara 13 33.3
2 Mengambil jarak 2 meter 5 12.8
3 Menghindar karena bisa menular lewat udara 21 53.8
Total 39 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden menurut tindakan yang dilakukan bila melihat seseorang dengan gejala-gejala penyakit HIV paling banyak adalah menghindar karena bisa menular lewat udara yaitu 21 orang (53.8%), sedangkan paling sedikit adalah mengambil jarak 2 meter yaitu 5 orang (12.8%).
4.5.5. Tindakan Responden Bila Merasa Beresiko Tertular HIV di Kota Medan Tahun 2008
Distribusi Frekuensi Responden Bila Merasa Beresiko Tetular HIV di Kota Medan Tahun 2008
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi fre