IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN WARIA DI PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG OLEH LEMBAGA KASIH RAKYAT
Skripsi
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
RIJAL P NABABAN 060902032
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN WARGA DI PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG OLEH LEMBAGA KASIH RAKYAT (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 77 halaman, 32 tabel, 4 lampiran, serta 21
kepustakaan)
Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma. Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya kepedulian pemerintah dalam menangani permasalahan waria tersebut, membuat beberapa lembaga yang dikelola oleh pihak swasta seperti Lembaga Kasih Rakyat yang berada di Kota Medan turut serta dalam memberikan program pembinaan terhadap waria-waria yang ada di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi secara langsung, realistis dan objektif mengenai Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lembaga Kasih Rakyat.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah lebih dari 100 orang, maka untuk peneliti mengambil sampel sebesar 10% dari populasi agar representatif, sehingga : 20% x 112 orang = 22 Orang.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat
anugerahNya, penelitian ini dapat di selesaikan dengan baik, meskipun penulis sadari
bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat waktu,
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, maka dengan kerendahan hati,
penulis mengharapkan adanya perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini dan tentunya
mengharapkan koreksi dan saran dari segenap pembaca sekalian.
Skripsi ini merupakan karya ilmiah yng disusun sebagai salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Implementasi Program Pembinaan Waria di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Oleh Lembaga Kasih Rakyat”.
Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, penulis menyadari bahwa skripsi
ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian dari berbagai pihak, oleh karena
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan
dorongan kepada penulis selama berkuliah.
3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku dosen Pembimbing yang telah
banyak membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran dan masukan
4. Bapak Husni Thamrin S.Sos yang selalu Memotifasi Penulis selalu dalam
segala ha.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama
perkuliahan dan dengan segala jasa-jasanya.
6. Buat kedua Orang tua tercinta Ayah S. Nababan dan Mama S. Br Sihombing,
yang membesarkan Ananda dengan segenap Cinta, Doa dan kasih sayang
yang teramat tulus, beserta dukungan, Motifasi dan juga dalam segala hal.
7. Kepada Pimpinan Lembaga Kasih Rakyat, Bapak Prisman Tarigan penulis
mengucapkan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk
melakukan penelitian.
8. kepada Teman-teman saya semua stambuk 2006, Senior-senior, adik-adik
junior dan juga PERSIKS FC, FISIP FC dan LKN FC semua.
9. Terima
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kekurangan dan
kesalahan kiranya dapat dimaafkan. Penulis juga mengaharapkan kritikan dan saran
dari para pembaca untuk perbaikan kedepannya. Atas perhatiannya penulis
menyampaikan terima kasih.
Medan, Juni 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK... ii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR TABEL... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah... 4
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5
1.3.1. Tujuan Penelitian... 5
1.3.2. Manfaat Penelitian... 5
1.4. Sistematika Penulisan... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1. Implementasi... 7
2.2. Pembinaan... 10
2.3. Waria (Transsexual)... 10
2.3.1. Jenis-jenis Waria... 11
2.3.2. Ciri-ciri Waria... 12
2.3.3. Faktor Pendukung Terjadinya Waria... 16
2.5. Fungsi-fungsi... 22
2.5.1. Peranan Pekerja Sosial dalam Penanganan Pembinaan Waria... 26
2.6. Definisi Konsep dan Operasional... 27
2.6.1. Definisi Konsep... 27
2.6.2. Definisi Operasional... 29
2.7. Kerangka Pemikiran... 30
BAB III METODE PENELITIAN... 33
3.1. Tipe Penelitian... 33
3.2. Lokasi Penelitian... 33
3.3. Populasi dan Sampel... 33
3.3.1. Populasi... 33
3.3.2. Sampel... 33
3.4. Teknik Pengumpulan Data... 34
3.5. Teknik Analisa Data... 35
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 36
4.1. Sejarah Singkat Lembaga Kasih Rakyat... 36
4.2. Struktur Organisasi LSM Kasih Rakyat... 38
4.3. Bidang-bidang Kerja... 40
4.4. Letak dan Kedudukan Lenbaga... 41
BAB V ANALISA DATA... 45
5.1. Identitas Responden... 46
5.2. Sosialisasi Program Pembinaan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 50
5.3. Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lemabaga Kasih Rakyat... 58
BAB VI PENUTUP... 74
6.1. Kesimpulan... 74
6.2. Saran... 75
DAFTAR PUSTAKA... 76
LEMBARAN KUESIONER
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran... 32
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Umur Responden... 46
Tabel 5.2 Agama Responden... 47
Tabel 5.3 Suku Bangsa Responden... 47
Tabel 5.4 Tingkat Pendidikan Responden... 48
Tabel 5.5 Pekerjaan Responden... 49
Tabel 5.6 Penghasilan Responden/Bulan... 50
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Mengikuti Sosialisasi... 52
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 53
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Bentuk Sosialisasi yang Dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 54
Tabel 5.10 Distribusi Responden Mengenai Tema Sosialisasi oleh Lembaga Kasih Rakyat... 55
tabel 5.11 Distribusi Responden Tentang Pemahaman Sosialisasi... 56
Tabel 5.12 Distribusi Responden Mengenai Pengetahuan Terhadap Bahaya Virus HIV/AIDS... 57
Tabel 5.13 Distribusi Rsponden Mengetahui atau tidak Program yang diberikan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 58
Tabel 5.14 Distribusi Responden Mengerti atau tidak Terhadap
Pendidikan Seks yang Sehat... 59
Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pelatihan dan
Keterampilan yang diberikan oleh Lembaga Kasih Rakyat... 60
Tabel 5.16 Distribusi Responden Waktu Pelatihan dan Keterampilan
yang diberikan oleh lembaga kasih rakyat... 62
Tabel 5.17 Distribusi Responden Terhadap Kecukupan Dana
Pengganti Transport Pelatiha dan keterampilan
oleh lembaga kasih rakyat... 64
Tabel 5.18 Distribusi Responden terhadap ketersediaan sarana dan
prasarana mengikuti pelatihan dan keterampilan yang
diberikan oleh lembaga kasih rakyat ... 65
Tabel 5.19 Distribusi Responden terhadap kesesuaian saran dan
prasarana pada saat mengikuti pelatihan dan keterampilan
yang dibererikan oleh kasih rakyat... 66
Tabel 5.20 Distribusi Responden terhadap penyampaian informasi
mengikuti pelatihan dan keterampilan yang diberikan
lembaga kasih rakyat... 67
Tabel 5.21 Distribusi Responden terhadap alasan mengikuti
pelatihan dan keterampilan yang diberikan oleh
lembaga kasih rakyat... 69
Tabel 5.23 Distribusi Responden tentang peraturan/mekanisme
keterlibatan masyarakat terhadap kegiatan program
lembaga kasih rakyat... 71
Tabel 5.24 Distribusi Responden terhadap minat melakukan seks
yang tidak sehat setelah mengikuti program kegiatan
lembaga kasih rakyat... 72
Tabel 5.25 Distribusi Responden terhadap efektifitas program kegiatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN WARGA DI PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG OLEH LEMBAGA KASIH RAKYAT (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 77 halaman, 32 tabel, 4 lampiran, serta 21
kepustakaan)
Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma. Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya kepedulian pemerintah dalam menangani permasalahan waria tersebut, membuat beberapa lembaga yang dikelola oleh pihak swasta seperti Lembaga Kasih Rakyat yang berada di Kota Medan turut serta dalam memberikan program pembinaan terhadap waria-waria yang ada di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh data dan informasi secara langsung, realistis dan objektif mengenai Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lembaga Kasih Rakyat.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah lebih dari 100 orang, maka untuk peneliti mengambil sampel sebesar 10% dari populasi agar representatif, sehingga : 20% x 112 orang = 22 Orang.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam masyarakat selama ini hanya dua kategori gender, yakni laki-laki dan
perempuan. Maka, munculnya jenis seksual yang seperti waria yang tidak
mempunyai ketidakjelasan posisi. Latar belakang ini jelas menjadi masalah karena
dianggap berada diluar pola pengaturan sosial yang sudah baku. Dalam disiplin ilmu
psikologi, dikenal beberapa gejala kewariaan yaitu pertama, transeksualitas yaitu
seseorang dengan jenis kelamin secara jasmani sempurna, namun secara psikis
cenderung menampilkan diri sebagai lawan jenis. Kedua, tranvetis yaitu nafsu yang
patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis kelaminya dan mendapat
kepuasan seks dengan memakai pakaiaan dari jenis kelamin lainnya. Sedangkan
yang ketiga, hermafrodit yaitu orang yang mempunyai dua jenis kelamin atau tidak
kedua-duanya (Nadia, 2005 : 3).
Dalam konteks ini, kaum waria akan dilihat sesama anggota masyarakat yang
keberadaannya tidak selalu ditentukan oleh kondisi tubuhnya saja, melainkan juga
dimensi psikisnya. Mereka juga mempunyai hak, baik dalam pendidikan, politik,
serta hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang
hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma.
Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran
Norma diciptakan dan menjadi pedoman bagi masyarakat melalui proses
kesepakatan sosial yang merujuk pada tuntunan agama atau kepercayaan yang dianut
oleh masyarakat yang bersangkutan meskipun sesungguhnya norma-norma tersebut
mengalami pergeseran dan pada perkembangan selanjutnya bentuk-bentuk
penyimpangan perilaku sosial dianggap sebagai suatu kewajaran.
Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya, Pelaku transsexual di Indonesia disebut dengan istilah waria (wanita-pria), wadam (wanita-adam), banci
atau bencong. Norma kebudayaan hanya mengakui dua jenis kelamin secara obyektif
yaitu pria dan wanita. Jenis kelamin itu sendiri mengacu kepada keadaan fisik alat
reproduksi manusia. Kelly berpendapat bahwa mengenai jenis kelamin dapat
mengakibatkan masyarakat menilai tentang perilaku manusia dimana pria harus
berperilaku sebagai pria (berperilaku maskulin) dan wanita harus berperilaku sebagai
wanita (Kelly dalam Koeswinarno, 2005 : 15).
Pandangan psikologi mengatakan bahwa transeksual merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual baik dalam hasrat untuk mendapatkan kepuasan
seksual maupun dalam kemampuan untuk mencapai kepuasaan seksual (Supratiknya,
1995 : 91). Dilain pihak, pandangan sosial beranggapan bahwa akibat dari
penyimpangan perilaku yang ditunjukkan oleh waria dalam kehidupan sehari-hari
akan dihadapkan pada konflik sosial dalam berbagai bentuk pelecehan seperti
mengucilkan, mencemooh, memprotes dan menekan keberadaan waria di
Kehadiran seorang waria menjadi bagian dari kehidupan sosial rasanya tidak
mungkin untuk dihindari. Mereka akan terus bertambah selama belum ditemukan cara
yang tepat untuk mencegahnya. Satu hal yang harus diperhatikan dalam hal ini, yaitu
pengertian waria (transsexual) berbeda dengan homoseksual (perilaku seksual yang ditujukan pada pasangan sejenis) atau transvestisme (suka menggunakan pakaian wanita dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan seksualnya). Walaupun hal tersebut
juga merupakan bagian dari suatu kelainan seksual. Seorang transsexual khususnya seorang waria hanya akan bahagia apabila diperlakukan sebagai seorang wanita.
Mereka akan mencari teman atau populasi yang keadaannya serupa dengan diri
mereka agar mereka dapat diterima dan dihargai sebagai individu yang utuh,
sebagaimana layaknya individu yang normal (Nadia, 2005: 46).
Selanjutnya timbul masalah lain, yaitu pemenuhan kehidupan sehari-hari,
sementara tidak semua waria memiliki bakat dan keterampilan yang memadai untuk
bertahan hidup, sehingga cara yang mereka lakukan adalah menjajakan diri dalam
dunia “cebongan” atau pelacuran (Nadia, 2005: 48). Hal ini menjadi dilema tersendiri bagi waria. Disatu sisi, masyarakat tidak membuka kesempatan pendidikan,
kehidupan yang layak dan pekerjaan bagi waria Namun, di sisi lain seiring dengan
menjamurnya prostitusi waria, pandangan masyarakat yang sering ditujukan pada
waria adalah bahwa waria identik dengan prostitusi. Ironisnya, pada saat yang lain
diam-diam, masyarakat juga tidak memiliki kestabilan diri dan tidak dapat menerima
Menurut Departemen Kesehatan jumlah waria di Indonesia pada tahun 2006
ada sekitar antara 20.960 hingga 35.300 orang. Tidak adanya kepedulian dan solusi
dari pemerintah dalam menyelesaikan masalah penyimpangan transeksualitas di
Indonesia, jelas terlihat bahwa tidak adanya program pemberdayaan bagi mereka.
Program-program pemberdayaan yang ada saat ini masih dipegang oleh berbagai
organisasi dan LSM dalam dan luar negeri. Bukti nyata dari tidak adanya kepedulian
pemerintah, bisa kita lihat dari fakta di lapangan. Salah seorang waria yang biasa
mencari penghidupan di daerah Taman Lawang, mengaku kalau dirinya selalu saja
’diuber-uber’ Trantib. Tindak kekerasan dan pemerasan, baginya sudah menjadi hal
yang biasa. Seandainya pun berhasil ditangkap, hal itu tidak membawa pengaruh baik
sama sekali untuk diri dan kaumnya (Nurdiyansah, 2007).
Kurangnya kepedulian pemerintah dalam menangani permasalahan waria
tersebut, membuat beberapa lembaga yang dikelola oleh pihak swasta seperti
Lembaga Kasih Rakyat yang berada di Kota Medan turut serta dalam memberikan
program pembinaan terhadap waria-waria yang ada di Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang. Melihat uraian diatas maka peneliti tertarik untuk membuat suatu penelitian
dalam rangka penulisan karya ilmiah untuk mengetahui bagaimana Implementasi
Program Pembinaan Waria di pancur batu kabupaten deli serdang oloeh lembaga
kasih rakyat.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah: Untuk memperoleh data dan informasi
secara langsung, realistis dan objektif mengenai Implementasi Program Pembinaan
Waria oleh Lembaga Kasih Rakyat di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini sebagai bahan untuk mempertajam kemampuan
penulis dalam penulisan ilmiah.
2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah
penelitian di FISIP-USU.
3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
kontribusi nyata dalam perbaikan proses Implementasi Program Pembinaan Waria
oleh Lembaga Kasih Rakyat di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ke arah
1.4. Sistematika Penulisan
Penulisan Penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
serta sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan
objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tipe Penelitian, lokasi Penelitian, populasi dan sampel,
teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran umum mengenai lokasi penelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
dan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Implementasi
Dalam proses pembangunan, ada sekelompok anggota masyarakat yang secara
struktural tidak mempunyai peluang dan kemampuan yang memadai untuk mencapai
kehidupan yang layak. Sehingga mencerminkan usaha dan prakarsa masyarakat
sendiri/kegiatan organisasi/kegiatan pemerintahan dalam rangka memperbaiki kondisi
ekonomi, sosial, budaya dan mengubah keterbelakangan akibat kemiskinan.
Pembangunan masyarakat bertujuan mengatasi permasalahan seperti adanya
kemiskinan, keterbelakangan, dan sebagainya. Upaya penanggulangan kemiskinan
tidak terlepas dari program-program peningkatan kesejahteraan keluarga, yang
sampai saat ini masih dinaungi oleh program-program pemerintah. Namun demikian
lembaga-lembaga/organisasi-organisasi pun telah banyak mengambil peran, seperti
pada sektor pemberdayaan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Sehingga
untuk mewujudkan program secara nyata diperlukan adanya pelaksanaan.
Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan. Implementasi ini merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengoprasikan sebuah program. Oleh karena itu, implementasi berfungsi untuk
membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran
Sedangkan pengertian implementasi lain dirumuskan secara pendek, dimana
“to implementasi" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu). menurut Webster (Wahab, 1990:64
Negara diwujudkan sebagai hasil akhir dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah.
Tiga kegiatan berikut adalah pilar-pilarnya :
1. Organisasi : Pembentukan atau penataan kembali hasil sumber daya,unit-unit
serta metode untuk menjadikan program berjalan.
2. Interpretasi : Menafsirkan agar program menjadi rencana yang tepat dan dapat
di terima serta dilaksanakan.
3. Penerapan : Ketentuan rutin pelayanan, pembayaran atau lainnya yang sesuai
dengan tujuan.
Pelayanan akan menunjang implementasi karena dalam pelayanan tersebut
telah di muat berbagai aspek, bahwa di dalam setiap pelayanan dijelaskan mengenai:
1. Tujuan yang akan di capai.
2. Kebijakan yang harus di pegang dan prosedur yang harus di lalui.
3. Aturan-aturan yang harus di pegang dan prosedur yang harus di lalui.
4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.
5. Strategi pelaksanaan.
Dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur utama yang harus ada agar
pelaksanaannya, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara
lain:
1. Adanya tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai.
2. Adanya kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan dan
sasaran-sasaran tersebut.
3. Adanya aturan dan prosedur yang harus dilalui.
4. Adanya perkiraan anggaran yang akan dibutuhkan.
5. Adanya strategi dalam pelaksanaan
Unsur kedua yang harus di penuhi dalam proses implementasi yaitu adanya
kelompok yang menjadi sasaran program/pelayanan, sehingga masyarakat tersebut
akan menerima manfaat dari program yang akan dijalankan serta terjadinya
perubahan peningkatan pada kehidupannya.
Berhasil atau tidaknya suatu pelayanan diimplementasikan tergantung pada
unsur pelaksanaanya. Unsur pelaksana ini merupakan unsur ketiga dalam proses
implementasi. Pelaksanaan program/pelayanan penting artinya, baik itu organisasi
maupun perorangan bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pengawasan dalam
proses implementasinya.
Kegagalan atau keberhasilan implementasi dapat di lihat dari kemampuan
secara nyata dalam mengoprasikan program-program/pelayanan yang telah di
rancang. Agar implementasi pelayanan tercapai sesuai tujuan serta terpenuhi misi
program/pelayanan diperlukan kemampuan tinggi pada organisasi/lembaga
pelaksananya. Hasil akhir dari kegiatan implementasi dapat di lihat dari dampaknya
2.2 Pembinaan
Pembinaan merupakan hal umum yang digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan, ikap, kecakapan di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, kemasyarakatan
dan lainnya. Pembinaan menekankan pada pendekatan praktis, pengembangan sikap,
kemampuan dan kecakapan sedangkan pendidikan lebih pada penekanan teoritis.
Pengertian Pembinaan lain menurut Poerwadarminta (1987:182), adalah yang
dilakukan secara sadar, terencana, teratur dan terarah untuk meningkatkan
pengetahuan sikap dan keterampilan subjek dengan tindakan pengarahan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan.
Pengertian pembinaan adalah suatu proses pembelajaran dengan melepaskan
hal-hal yang sudah dimilikinya yang bertujuan untuk membantu dan mengembangkan
kecakapan dan pengetahuan yang sudah ada serta mendapatkan kecakapan dan
pengetahuan untuk mencapai tujuan hidup dan juga kerja yang sudah dijalani secara
efektif dan efisien. Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwasanya pembinaan
terjadi melalui proses pelepasan hal-hal yang bersifat menghambat dan mempelajari
pengetahuan dengan kecakapan baru yang meningkatkan taraf hidup dan kerja yang
2.3 Waria (Transsexual)
Koeswinarno mengatakan bahwa seorang transseksual secara psikis merasa
dirinya tidak cocok dengan alat kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian
atau atribut lain dari jenis kelamin yang lain. Transsexual yaitu seseorang yang
merasa memiliki kelamin yang berlawanan dimana terdapat pertentangan antara
identitas jenis kelamin dan jenis kelamin biologisnya (Koeswinarno 2005 : 12).
Danandjaja menyatakan bahwa transsexual adalah kaum homo yang mengubah
bentuk tubuhnya dapat menjadi serupa dengan lawan jenis. Jika yang jantan
mengubah dadanya dengan operasi plastik atau menyuntikkan diri dengan hormon
seks, dan membuang penis serta testisnya dan membentuk lubang vagina.
Dari beberapa pendapat diatas mengenai transsexual, maka dapat disimpulkan Bahwa
transsexual merupakan suatu kelainan dimana penderita merasa tidak nyaman dan
tidak sesuai dengan jenis kelamin anatomisnya sehingga penderita ingin mengganti
kelaminnya (dari laki-laki menjadi wanita) dan cenderung berpenampilan menyerupai
wanita. (Danandjaja Puspitosari, 2005 : 11).
2.3.1 Jenis-Jenis Waria
Kemala Atmojo (Nadia, 2005 : 40) menyebutkan jenis-jenis waria sebagai
berikut:
a. Transsexual yang aseksual, yaitu seorang transsexual yang tidak berhasrat atau
b. Transsexual homoseksual, yaitu seorang transsexual yang memiliki
kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia sampai ke tahap
transsexual murni.
c. Transsexual yang heteroseksual, yaitu seorang transsexual yang pernah menjalani
kehidupan heteroseksual sebelumnya.
Misalnya pernah menikah. Adapun penyebab dari waria (transsexual) ini
masih menjadi perdebatan; apakah disebabkan oleh kelainan secara biologis dimana
didalamnya terdapat kelainan secara hormonal dan kromosom atau disebabkan oleh
lingkungan (Nature) seperti trauma masa kecil, atau sering diperlakukan sebagai
seorang perempuan dan lain sebagainya.
Beberapa teori tentang abnormalitas seksual menyatakan bahwa
keabnormalan itu timbul karena sugesti masa kecil. Seseorang akan mengalami atau
terjangkit abnormalitas seksual karena pengaruh luar, misalnya dorongan kelompok
tempat ia tinggal, pendidikan orangtua yang menjurus pada benih-benih timbulnya
penyimpangan seksual, dan pengaruh budaya yang diakibatkan oleh komunikasi
intens dalam lingkungan abnormalitas seksual.
2.3.2 Ciri-Ciri Waria
Menurut Maslim (2003 : 111), ciri-ciri transsexual adalah :
a. Identitas transsexual harus sudah menetap selama minimal dua tahun, dan harus
bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau
b. Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan
jenisnya, biasanya disertai perasaan risih atau tidak serasi dengan anatomi
seksualnya.
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk
membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Tanda-tanda untuk mengetahui adanya masalah identitas dan peran jenis menurut
Tjahjono (1995 : 98), yaitu :
a. Individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara kontinyu.
b. Memiliki keinginan yang kuat berpakaian sesuai dengan lawan jenisnya.
c. Minat-minat dan perilaku yang berlawanan dengan lawan jenisnya.
d. Penampilan fisik hampir menyerupai lawan jenis kelaminnya.
e. Perilaku individu yang terganggu peran jenisnya seringkali
f. menyebabkan ditolak di lingkungannya.
g. Bahasa tubuh dan nada suara seperti lawan jenisnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri transsexual
adalah:
1. Individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara kontinyu minimal dua
tahun.
2. Memiliki keinginan yang kuat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari
lawan jenisnya.
3. Mempunyai keinginan yang kuat untuk berpakaian dan berperilaku menyerupai
lawan jenis kelaminnya.
Sue dkk (1986 : 339), faktor-faktor yang mendukung terjadinya transsexual
adalah:
a. Orang tua selalu mendorong anak bertingkah laku seperti wanita dan tergantung
dengan orang lain.
b. Perhatian dan perlindungan yang berlebihan dari seorang ibu.
c. Tidak adanya kakak laki-laki sebagai contoh.
d. Tidak adanya figur ayah.
e. Kurang mendapatkan teman bermain laki-laki.
f. Dukungan pemakaian pakaian yang menyimpang.
Nadia (2005 : 26) menyatakan bahwa secara umum faktor-faktor terjadinya waria
(transsexual) disebabkan karena :
a. Susunan kepribadian seseorang dan perkembangan kepribadiannya, sejak ia
berada dalam kandungan hingga mereka dianggap menyimpang.
b. Menetapnya kebiasaan perilaku yang dianggap menyimpang.
c. Sikap, pandangan dan persepsi seseorang terhadap gejala penyimpangan perilaku.
d. Seberapa kuat perilaku menyimpang itu berada dalam dirinya dan dipertahankan.
e. Kehadiran perilaku menyimpang lainnya yang biasanya ada secara paralel.
Menurut Tjahjono (1995 : 99) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya transsexual yaitu:
a. Anak laki-laki yang dibesarkan tanpa ayah atau dibesarkan tanpa kehadiran ayah
selama periode waktu yang panjang menunjukkan minat-minat, sikap-sikap dan
b. Hubungan yang terlalu dekat antara anak dengan orangtua yang berlawanan
dengan jenis kelaminnya. Anak dan orangtua cenderung memiliki kontak yang
sangat intim baik secara fisik maupun secara psikis, dan orangtua sering
melaporkan adanya suatu hubungan “yang tidak dapat dipisahkan”. Dengan
demikian anak hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk mengidentifikasi
orangtua yang sama dengan jenis kelaminnya dan kurang mengembangkan
perilaku-perilaku sesuai dengan peran jenisnya.
c. Beberapa orangtua, menginginkan anak dengan jenis kelamin yang lain, sehingga
berusaha menjadikan anak perempuan bersikap seperti laki-laki yang tidak pernah
dimilikinya atau sebaliknya.
d. Seorang ibu yang membenci dan iri terhadap kejantanan bias membentuk perilaku
yang kurang jantan pada anak laki-lakinya. Ibu mungkin mengasosiasikan
maskulinitas dengan kekerasan fisik dan agresifitas, penyalahgunaan seksual dan
kekasaran. Ia lebih suka anak laki-lakinya lembut.
e. Pengaruh-pengaruh genetik atau hormonal. Dari perspektif medis, pada waria ini
terdapat kemungkinan disebabkan oleh presdisposisi hormonal, hormon
faktor-faktor endokrin (kelenjar) konstitusi pembawaan, dan beberapa diantaranya basis
biologis pada masa prenatal atau masa didalam kandungan (Nadia, 2005 : 41).
Crooks (1983 : 36) mengatakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
transsexual antara lain yaitu:
a. Faktor biologis, faktor biologis merupakan peran yang dapat menentukan
identitas seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Goy tahun 1970
b. Pengalaman pengetahuan sosial, seorang anak dapat terbuka dengan
bermacam-macam pengalaman yang mendorong tingkah laku dalam sebuah pola secara
tradisional yang berhubungan dengan jenis kelamin. Anak dapat mengembangkan
sebuah keakraban, memperkenalkan hubungan dengan orang tua pada jenis
kelamin yang berbeda sehingga dapat diperkuat oleh reaksi anak pada masa
dewasa (http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi.1/import/2875.pdf. Tanggal
.06 Oktober 2009, 23:22:42).
2.3.3 Faktor Pendukung Terjadinya Waria
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya transsexual adalah:
a. Orang tua selalu mendorong anak bertingkah laku seperti wanita dan tergantung
dengan orang lain.
b. Perhatian dan perlindungan yang berlebihan dari seorang ibu.
c. Tidak adanya kakak laki-laki sebagai contoh.
d. Tidak adanya figur ayah.
e. Kurang mendapatkan teman bermain laki-laki.
Nadia (2005 : 26) menyatakan bahwa secara umum faktor-faktor terjadinya waria
(transsexual) disebabkan karena :
a. Susunan kepribadian seseorang dan perkembangan kepribadiannya, sejak ia
berada dalam kandungan hingga mereka dianggap menyimpang.
b. Menetapnya kebiasaan perilaku yang dianggap menyimpang.
c. Sikap, pandangan dan persepsi seseorang terhadap gejala penyimpangan perilaku.
d. Seberapa kuat perilaku menyimpang itu berada dalam dirinya dan dipertahankan.
e. Kehadiran perilaku menyimpang lainnya yang biasanya ada secara paralel.
Menurut Tjahjono (1995 : 99) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya transsexual yaitu:
a. Anak laki-laki yang dibesarkan tanpa ayah atau dibesarkan tanpa kehadiran ayah
selama periode waktu yang panjang menunjukkan minat-minat, sikap-sikap dan
perilaku feminin.
b. Hubungan yang terlalu dekat antara anak dengan orangtua yang berlawanan
dengan jenis kelaminnya. Anak dan orangtua cenderung memiliki kontak yang
sangat intim baik secara fisik maupun secara psikis, dan orangtua sering
melaporkan adanya suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan
demikian anak hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk mengidentifikasi
orangtua yang sama dengan jenis kelaminnya dan kurang mengembangkan
perilaku-perilaku sesuai dengan peran jenisnya.
c. Beberapa orangtua, menginginkan anak dengan jenis kelamin yang lain, sehingga
berusaha menjadikan anak perempuan bersikap seperti laki-laki yang tidak pernah
d. Seorang ibu yang membenci dan iri terhadap kejantanan bias membentuk perilaku
yang kurang jantan pada anak laki-lakinya. Ibu mungkin mengasosiasikan
maskulinitas dengan kekerasan fisik dan agresifitas, penyalahgunaan seksual dan
kekasaran. Ia lebih suka anak laki-lakinya lembut.
e. Pengaruh-pengaruh genetik atau hormonal. Dari perspektif medis, pada waria ini
terdapat kemungkinan disebabkan oleh presdisposisi hormonal, hormon
faktor-faktor endokrin (kelenjar) konstitusi pembawaan, dan beberapa diantaranya basis
biologis pada masa prenatal atau masa didalam kandungan (Nadia, 2005 : 41).
Puspitosari (2005 : 12) mengatakan bahwa faktor-faktor terjadinya transsexual
adalah : Disebabkan oleh faktor biologis yang dipengaruhi oleh hormon seksual dan
genetik seseorang. Hermaya (Nadia, 2005 : 29) berpendapat bahwa peta kelainan
seksual dari lensa biologi dapat dibagi ke dalam dua penggolongan besar yaitu :
1. Kelainan seksual akibat kromosom. Dari kelompok ini, seseorang ada yang
berfenotip pria dan yang berfenotip wanita. Dimana pria dapat kelebihan
kromosom X. bisa XXY, atau bahkan XXYY atau XXXYY. Diduga, penyebab
kelainan ini karena tidak berpisahnya kromosom seks pada saat meiosis
(pembelahan sel) yang pertama dan kedua. Hal ini dikarenakan usia seorang ibu
yang berpengaruh terhadap proses reproduksi. Artinya bahwa semakin tua
seorang ibu, maka akan semakin tidak baik proses pembelahan sel tersebut dan,
sebagai akibatnya, semakin besar kemungkinan menimbulkan kelainan seks
pada anaknya.
a. Pseudomale atau disebut sebagai pria tersamar. Ia mempunyai sel wanita
tetapi secara fisik ia adalah pria. Testisnya mengandung sedikit sperma atau
sama sekali mandul. Menginjak dewasa, payudaranya membesar sedangkan
kumis dan jenggotnya berkurang.
b. Pseudofemale atau disebut juga sebagai wanita tersamar. Tubuhnya
mengandung sel pria. Tetapi, pada pemeriksaan gonad (alat yang
mengeluarkan hormon dalam embrio) alat seks yang dimiliki adalah wanita.
Ketika menginjak dewasa, kemaluan dan payudaranya tetap kecil dan sering
tidak bias mengalami haid.
c. Female-pseudohermaprodite. Penderita ini pada dasarnya memiliki
kromosom sebagai wanita (XX) tetapi perkembangan fisiknya cenderung
menjadi pria.
d. Male-pseudohermaprodite. Penderita ini pada dasarnya memiliki kromosom
pria (XY) namun perkembangan fisiknya cenderung wanita.
2.4 Pelayanan Sosial
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang
lebih baik. Menurut Walteral Friedlander dalam Muhidin (1992: 1), Kesejahteraan
Sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan
standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial
yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya sepenuh
mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakatnya.
Elizabeth Wickenden dalam Muhidin (1992: 2) mengemukakan bahwa
kesejahteraan sosial termasuk di dalamnya peraturan perundangan, program,
tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga
ketentraman dalam masyarakat.
Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat dari rumusan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial pasal 2 ayat 1:“Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi
oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang
memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, sosial yang sebaik-baiknya bagi diri,
keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban
manusia sesuai dengan Pancasila”(Muhidin, 1992: 5).
Dari berbagai pengertian di atas dapat terlihat luas lingkup pengertian
kesejahteraan sosial yang sebenarnya sangat meluas dan melingkupi berbagai aspek
kehidupan. Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial,
1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi
pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan,
perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.
2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan
sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang
tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin,
cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992: 41).
Maka dapat diartikan bahwa efektifitas pelayanan sosial adalah tercapainya
tujuan pekayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertokongan dan
perkindungan kepada golongan yang tidak beruntung. Dikatakan efektif apabila hasil
yang dicapai dari pelayanan sosial yang diberikan telah sesuai dengan apa tujuan
awal yang telah ditetapkan.
Kebanyakan pengertian pelayanan sosial di negara-negara maju sama dengan
point pertama, sedangkan di negara berkembang umumnya sama dengan point kedua.
Di Negara Amerika Serikat, pelayanan sosial diartikan sebagai suatu aktifitas yang
terorganisir yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu
penyesuaian timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya. Tujuan ini
dapat dicapai melalui teknik dan metode yang diciptakan untuk memungkinkan
individu, kelompok dan masyarakat dan melalui tindakan-tindakan kooperatif untuk
meningkatkan kondisi-kondisi sosial dan ekonomi.
Sedangkan di Inggris, pelayanan sosial mencakup suatu peralatan luas untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dimana mereka hidup. Motif utamanya
menolong masyarakat yang lemah dan kurang beruntung dan memberikan
perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang tidak mungkin dipenuhi oleh mereka
sendiri secara perseorangan.
Pada umumnya baik kualitas maupun kuantitas daripada pelayanan sosial
akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemakmuran suatu
Negara dan juga sesuai dengan faktor sosiokultural dan politik yang juga menentukan
masalah prioritas pelayanan.
Semakin tersebarnya dan dipraktekkan secara universal pelayanan sosial,
maka pelayanan sosial cenderung menjadi pelayanan yang ditujukan kepada golongan
masyarakat yang membutuhkan pertolongan khusus.
2.5. Fungsi-fungsi Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari
tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengemukakan fungsi
pelayanan sosial sebagai berikut:
1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat
2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi
3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan
penyesuaian sosial
4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan
5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan
agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi (Muhidin,
1992: 42).
Richard M. Titmuss dalam Muhidin (1992: 43) mengemukakan fungsi
pelayanan sosial ditinjau dari persfektif masyarakat sebagai berikut:
1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan
untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan
masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang.
2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan
untuk melindungi masyarakat.
3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan
sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat
pelayanan sosial misalnya kompensasi kecelakaan industri dan
sebagainya.
4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan
sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan
sosial.
Alfred J. Khan dalam Muhidin (1992: 43) menyatakan fungsi utama pelayanan
sosial adalah :
1. Pelayanan sosial untuk sosialisasi pengembangan
2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi
Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk
mengadakan perubaha-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui
program-program pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Tujuannya yaitu
untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian
anak.
Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut antara lain :
1. Program Penitipan Anak
2. Program-program kegiatan remaja dan pemuda
3. Program-program pengisian waktu terluang bagi anak dan remaja dalam
keluarga (Muhidin, 1992: 43).
Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi
mempunayi tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara
individual maupun di dalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu
mengatasi masalah-masalahnya.
Bentuk-bentuk pelayanan sosial itu antara lain :
1. bimbingan sosial bagi keluarga
2. program asuhan keluarga dan adopsi anak
3. program bimbingan bagi anak nakal dan bebas hukuman
4. program-program rehabilitasi bagi penderita cacat
5. program-program bagi lanjut usia
7. program-program bimbingan bagi anak-anak yang mengalami masalah
dalam bidang pendidikan
8. program-program bimbingan bagi para pasien di Rumah Sakit
Kebutuhan akan program pelayanan akses disebabkan oleh karena :
1. adanya birokrasi modern
2. perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap
hal-hal dan kewajiban/tanggung jawabnya
3. diskriminasi
4. jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang
memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992: 44).
Dengan adanya berbagai kesenjangan tersebut, maka pelayanan sosial disini
mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan hubungan bimbingan yang
sehat antara berbagai program, sehingga program-program tersebut dapat berfungsi
dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan akses bukanlah
semata-mata memberikan informasi, tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang
dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan program-program
referral.
Fungsi tambahan dari pelayanan sosial ialah menciptakan partisipasi anggota
masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa terapi
individual dan sosial (untuk memberikan kepercayaan pada diri individu dan
masyarakat) dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian
Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu
diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi kadang-kadang merupakan alat,
kadang-kadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan
pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah
satu. Karena itu harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan
pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya suatu program sulit
untuk meningkatkan kedua-duanya sekaligus.
2.5.1. Peranan Pekerja Sosial dalam Penanganan Pembinaan Waria
Menurut Walter A Friedlander dalam Muhidin (1992: hal 7), Pekerjaan Sosial
adalah suatu pelayanan professional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan dan
keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara
perseorangan maupun di dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan
etidaktergantungan secara pribadi dan sosial.
Pekerjaan sosial berusaha untuk membantu individu, kelompok dan asyarakat
mencapai tingkat kesejahteraan sosial, mental dan psikis yang setinggi-tingginya.
Permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial erat kaitannya dengan masalah fungsi
sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk menjalankan peranannya sesuai dengan
tuntutan lingkungannya. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk memberikan pelayanan
sosial, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga diarahkan untuk membantu
individu, kelompok ataupun masyarakat dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Menurut pandangan Zastrow, setidaknya ada beberapa peran yang biasa dilakukan
oleh pekerja sosial, yaitu:
1. Enabler
Sebagai enabler seorang pekerja sosial membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan masalah mereka dan
mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah yang mereka
hadapi secara lebih efektif.
2. Broker
Peranan sebagai broker yaitu berperan dalam menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan
masyarakat (community services) tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat juga dikatakan menjalankan peran
sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang satu dengan pemilik sumber
daya.
3. Educator
Dalam menjalankan peran sebagai educator (pendidik), pekerja sosial
diharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik. Pekerja sosial
harus mampu berbicara di depan publik untuk menyampaikan informasi mengenai
beberapa hal tertentu, sesuai dengan bidang yang ditanganinya.
Dalam pelayanan sosial anak, umumnya peran pekerja sosial adalah sebagai
enabler dimana mereka membantu anak agar dapat mengidentifikasikan masalah
efektif, disamping itu juga sebagai educator (pendidik) yang diharapkan membantu
anak dalam hal pendidikannya (Adi, 1994: 26-28).
2.6 Definisi Konsep dan Operasional 2.6.1 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian, keadaan kelompok atau idividu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial
(Singarimbun, 1989: 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang
digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti
serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan peneliti.
Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang akan
digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Implementasi adalah pelaksanaan dari suatu kebijakan dan strategi organisasi
yang dilakukan oleh individu atau anggota organisasi.
2. Program waria, merupakan kegiatan lembaga untuk memberikan pendidikan seks
sehat untuk waria, menjaga kesehatan reproduksi. Memberikan rujukan
pendidikan untuk mengetahui hubungan yang sehat sesama jenis (waria).
Membantu waria memiliki keterampilan dalam bidang pekerjaan wanita secara
khusus, misalnya salon dan tatarias .
3. Pembinaan merupakan suatu tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pelaksanaan, penggunaan, pengarahan terhadap sesuatu agar
4. Waria, seorang transseksual secara psikis merasa dirinya tidak cocok dengan alat
kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian atau atribut lain dari jenis
kelamin yang lain.
5. Lembaga Kasih Rakyat, merupakan lembaga non profit yang salah satu bidangnya
bergerak di bidang HIV-Aids terkhusus kepada waria.
2.6.2 Definisi Operasional
Defenisi operasional merupakan unsur Praktikum yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur variabel (Singarimbun, 1989: 33). Untuk mengukur
variabel dalam Praktikum ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan
diteliti yang dilihat dari keberhasilan program dan tujuan dari Lembaga Kasih Rakyat
adalah sebagai berikut:
1. Program pembinaan waria Cegah Tangkal HIV-AIDS binaan lembaga Kasih
Rakyat merupakan salah satu program yang diberikan kepada waria di Pancur
Batu Kabupaten Deli Serdang. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilakukan oleh
Lembaga Kasih Rakyat dengan program Cegah Tangkal HIV-AIDS adalah :
a. Melakukan sosialisasi dengan membagi brosur tentang HIV-AIDS kepada waria.
b. Mengadakan penjangkauan terhadap waria terhadap virus yang membahayakan.
c. Memberikan pembinaan dan pendidikan seks sehat untuk waria, bagaimana
2. : Implementasi program yang dilaksanakan akan diukur dengan :
a. Waktu.
b. Sumber daya manusia ( SDM ).
c. Angaran.
d. Ketersedian sarana.
e. Strategi pelaksanaan.
f. Tujuan pelaksanaan.
. 2.7 Kerangka Pemikiran
Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang
hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma.
Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran
terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Munculnya waria sebagai
fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya, Pelaku transsexual di Indonesia disebut dengan istilah waria (wanita-pria), wadam (wanita-adam), banci atau bencong. Norma kebudayaan
hanya mengakui dua jenis kelamin secara obyektif yaitu pria dan wanita. Jenis
kelamin itu sendiri mengacu kepada keadaan fisik alat reproduksi manusia.
Dengan kondisi di atas, Lembaga Kasih Rakyat merupakan suatu lembaga
yang berada di Medan mencoba memberikan solusi yang dianggap dapat
kemudian memberikan pembinaan dan pendidikan seks sehat untuk waria,
bagaimana menjaga kesehatan reproduksi sesama jenis (waria) dan juga membuat
waria memiliki keterampilan dalam bidang pekerjaan wanita secara khusus, misalnya
salon dan tata rias.
Program pembinaan ini bernama program Cegah Tangkal HIV-AIDS yang di
implementasikan kepada para waria yang berada di Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang. Dengan adanya program pembinaan cegah tangkal HIV-AIDS binaan
Lembaga Kasih Rakyat diharapkan keluaran daripada program ini memiliki
pendidikan seks sehat dan menjaga kesehatan reproduksi serta memiliki keterampilan
dan kemampuan di bidang salon dan tata rias. Pelaksanaan program ini diharapkan
Bagan Alir Pemikiran
Lembaga Kasih Rakyat
Program Pembinaan Lembaga :
1. Melakukan sosialisasi tentang HIV-AIDS kepada waria.
2. Mengadakan penjangkauan terhadap waria terhadap virus yang membahayakan.
3. Memberikan pembinaan dan pendidikan seks sehat untuk waria, bagaimana
menjaga kesehatan reproduksi sesama jenis (waria) dan juga membuat waria
memiliki keterampilan dalam bidang pekerjaan wanita secara khusus, misalnya
salon dan tata rias.
Implementasi :
a. Perubahan ekonomi waria.
- salon dan tata rias
- berwirausaha
b. Perubahan perilaku
- memeliki wawasan tentang infeksi menular seksual
- mengguakan alat pengaman atau kondom
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian
Adapun penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu suatu prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek atau objek
penelitian (perorangan, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya ( Nawawi, 1991 : hal
67). Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui Implementasi Program Pembinaan
waria Di Pancur Batu Kab. Deli Serdang Oleh Lembaga Kasih Rakyat.
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti dari manusia, benda, hewan,
dan tumbuha, gejala, peristiwa, nilai-nilai atau peristiwa sebagai sumber data yang
memiliki karakter tertentu dalam suatu peristiwa (Nawawi, 1991 : 61). Berdasarkan
uraian tersebut, maka populasi dari penelitian ini seluruh waria yang mendapatkan
program dengan jumlah 112 orang.
3.3.2. Sampel
Pada dasarnya sampel adalah himpunan bagian atau bagian dari populasi.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat
Menurut Arikunto, jumlah populasi lebih dari 100 maka dianjurkan untuk
menentukan jumlah populasi antara 10% - 20% dan 20% - 25%. Waria yang
dijadikan sampel lebih dari 100 orang, maka untuk waria peneliti mengambil sampel
sebesar 10% dari populasi agar representatif, sehingga : 20% x 112 orang = 22 Orang
(Arikunto, 2002 : 109).
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengumpulkan data-data melalui :
1. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data melalui data atau informasi yang
menyangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajarinya dan menelaah
buku serta tulisan lainnya yang ada releansinya dengan masalah yang diteliti.
2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan
penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti, melalui :
a.Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti. Dilakukan dengan melihat, mendengarkan dan
mencatatat kejadian yang menjadi objek penelitian.
b.Wawancara yatitu data variabel (kata-kata) sebagai data yang diperoleh
melalui percakapan atau tanya jawab.
c.Angket, yaitu kegiatan mengumpul data dilakukan dengan cara menyebar
3.5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif dimana pengolahan data dilakukan dengan manual, data dikumpulkan dari
hasil kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI
4.1. Sejarah Singkat Lembaga Kasih Rakyat
Beberapa kelompok pencinta akan keadilan duduk bersama dan
mendiskusikan apa yang akan diperbuat untuk boleh menyelamatkan dan juga untuk
menginformasikan akan adanya suatu cara untuk dikerjakan dan disampaikan kepada
masyarakat agar supaya masyarakat dapat menjadi masyarakat yang berorientasi ke
Civil Society yang memiliki pemahaman yang benar akan Kesadaran Gender. Kesadaran akan Pluralisme dan sadar akan Hak Azasi untuk mengangkat Hak-Hak
Masyarakat yang Termarginalkan (Homosexual, Transgender dan Anak terlantar)
serta memiliki pengetahuan jelas untuk Kesehatan Reproduksi dan Penyakit Menular
Seksual dan HIV/AIDS. Semua kerinduan ini hendak dilaksanakan dikarenakan
beberapa sukarelawan telah turun ke masyarakat langsung untuk melihat keadaan
yang ada ditengah masyarakat. Dalam hal ini sukarelawan mengadakan kelompok
kecil pada masyarakat untuk berdiskusi permasalahan yang ada di masyarakat
tersebut. Ternyata dari kunjungan-kunjungan yang dilakukan didapat bahwa ternyata
masih banyak masyarakat yang belum memahami secara benar apa artinya Civil Society yang menggiring menuju masyarakat yang sehat serta paham Gender serta mengerti Hak Azasi dan Kesehatan secara benar. Ada beberapa hal yang
menyebabkan LSM Kasih Rakyat terbentuk adalah sebagai berikut :
2. Lemahnya informasi akan Penyakit Menular Seksual dan Hiv-Aids. Sejak awal
kondisi ini udah kami lakukan dan sampai sekarang masih kurang banyak orang
yang paham akan Bahaya PMS dan Virus Hiv-Aids secara benar.
3. Kurangnya informasi yang benar tentang Kesehatan Reproduksi untuk perempuan
sehingga tidak sedikit perempuan yang terkena infeksi pada Vagina yang
akhirnya mendapat Kanker Serviks yang sampai sekarang menjadi pembunuh
nomor satu di Indonesia bagi Perempuan.
4. Pluralisme. Meskipun dikatakan bahwa Pluralisme di Medan adalah yang cukup
baik tapi tetap masih arus dibuat kegiatan yang berorientasi untuk saling
5. Kurangnya penguatan informasi Bahaya Narkoba pada anak-anak remaja sejak
dini. Sehingga tidaklah heran sudah ribuan anak menjadi pencandu Narkoba
langsung maupun tidak langsung.
4.2. Struktur organisasi LSM Kasih Rakyat
Struktur kepengurusan dari LSM Kasih Rakyat adalah merupakan
kepengurusan yang sering dipakai di organisasi-organisasi yang ada dengan
gambaran sebagai berikut :
a. Pengurus LSM Kasih Rakyat
Dikatakan untuk Pengurus LSM Kasih Rakyat dikarenakan pada organisasi
seperti kami harus ada Pengurus LSM untuk memantau kinerja Pengurus Harian yang
diangkat oleh Pengurus LSM Kasih Rakyat dalam mengemban tugasnya sehari-hari
seperti berikut :
- Ketua
- Sekretaris
- Bendahara
- Anggota - Anggota
b. Pengurus pelaksana harian
Dan tugas utama dari Kepengurusan LSM Kasih Rakyat adalah memantau kinerja
dari Kepengurusan Pelaksana Harian LSM Kasih Rakyat yang terdiri dari :
- Direktur pelaksana LSM Kasih Rakyat
- Sekretaris Pelaksana
- Koordinator Program Bidang Pelayanan Masyarakat Termarginalkan.
- Koordinator Program Bidang HIV-AIDS dan penyakit Menular Seksual.
- Koordinator Program Bidang Kesehatan Reproduksi.
- Koordinator Bidang Program Civil Society.
KETUA LSM KASIH
RAKYAT
SEKRETARIS BENDAHARA
DIREKTUR PELAKSANA
SEKRETARIS PELAKSANA
BENDAHARA PELAKSANA
KASIR PELAKSANA
BIDANG CIVIL SOCIETY
BIDANG PROGRAM HIV/AIDS & PENYAKIT
BIDANG KESEHATAN REPRODUKSI
BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT TERMAGINALK
STAFF STAFF
4.3. Bidang-bidang Kerja
Melalui struktur di atas dilihat koordinasi tugas sebagai berikut :
1. Direktur pelaksana
- Direktur Pelaksana membawahi :
- Koordinator Bidang Program Civil Society.
- Koordinator Bidang Program HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual.
- Koordinator Bidang Program Pelayanan Masyarakat Termarginalkan.
- Koordinator Bidang Program Kesehatan Reproduksi.
Direktur Pelaksana dalam tugasnya dibantu oleh seorang Sekretaris.
2. Bidang Program Civil Society
Terdiri dari koordinator Bidang Program Civil Society, dan staff lapangan.
3. BidangProgram Hiv-Aids dan Penyakit Menular Seksual
Terdiri dari koordinator Bidang HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual dan
staff lapangan.
4. Bidang Profram Kesehatan Reproduksi
Terdiri dari koordinator Bidang Program Kesehatan Reproduksi dan staff
lapangan.
5. Bidang Program Pelayanan Masyarakat Termarginalkan
Terdiri dari koordinator Program Pelayanan Masyarakat Termarginalkan dan staff
4.4. Letak dan Kedudukan Lembaga
Timur : Berbatasan dengan rumah penduduk
Barat : Berbatasan dengan rumah penduduk
Utara : Berbatasan dengan rumah penduduk
Selatan : Berbatasan dengan jalan raya
4.5. Fungsi Utama dan Uraian Tugas Masing-masing Bagian
1. Direktur Pelaksana
Fungsi Utama :
Mengarahkan dan membimbing serta mengendalikan kegiatan sehari-hari dari
LSM Kasih Rakyat untuk mengimplementasikan program-program yang sudah ada
melalui koordinator bidang program untuk mencapai keberhasilan program untuk
masyarakat.
Uraian Tugas :
- Menyusun dan membuat rencana kerja setahun kedepan.
- Meyusun anggaran keuangan setahun kedepan.
- Menetapkan orang-orang yang lebih layak untuk program kerja.
- Meyusun program pendididkan dan informasi bagi masyarakat.
- Menyusun area jaringan kerja dan penjangkauan setahun kedepan.
- Mengkordinasikan program-program yang akan dan sedang dilaksanakan.
Meningkatkan hubungan kemasyarakatan melalui kegiatan antar suku dan antar
agama ditengah-tengah masyarakat untuk dapat saling menerima keberbedaan yang
ada ditengah-tengah masyarakat.
Uraian Tugas :
- Mengadakan Dialog Antar Iman dan Antar Suku
- Meningkatkan persahabatan melalui perbandingan olahraga antar iman.
- Meningkatkan Seminar-Seminar tentang keagamaaan untuk menambah wawasan
pemikiran antar iman.
3. Bidang Program HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual
Memberikan pendidikan dan informasi kepada masyarakat tentang bahaya
HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual. Peningkatan penderita HIV/AIDS
semakin hari semakin meninggi termasuk juga PMS.
Uraian Tugas :
- Mengadakan Pendidikan Tentang Bahaya HIV/AIDS pada masyarakat tanpa pilih
bulu baik untuk remaja, pemuda dan dewasa.
- Memberikan informasi lebih pada kaum termarginalkan akan bahaya HIV/AIDS
seperti Kaum Waria dan Wanita Penjual Seks.
- MemberikaN Pendidikan Penguatan Organisasi bagi Pemimpin Agama agar dapat
mempengaruhi para umat dan keluarga umat untuk mengerti bahaya HIV/AIDS.
4. Bidang Program Kesehatan Reproduksi
Memberikan pengertian yang benar bagi masyarakat untuk dapat mengerti akan
Bahaya Kesehatan Reproduksi jika tidak dijaga sejak dini. Khusus bagi Kaum
Perempuaan untuk dapat lebih memperhatikan kesehatan Reproduksi.
Uraian Tugas :
- Melaksanakan Pendidikan dan Informasi akan Kesehatan Reproduksi kepada
Remaja Perempuan dan Laki-Laki, Perempuan Dewasa dan Laki-Laki Dewasa.
5. Bidang Program Masyarakat Termarginalkan
Masyarakat yang majemuk didalamnya terdapat juga masyarakat yang
termarginalkan
dikarenakan Status dan Kondisi mereka seperti Kelompok Waria, Kelompok Gay dan
Wanita Pekerja Seks serta Anak Terlantar.
Uraian Tugas :
- Melaksanakan Pendididkan keterampilan untuk kelanjutan hidup.
- Melaksanakan Pendidikan Dan Informasi untuk kesehatan para Waria, Gay dan
WPS.
- Mendidik masyarakat agar dapat menjadi Orangtua asuh bagi Anak Terlantar.
4.6. Visi dan Misi LSM Kasih Rakyat
Adapun yang menjadi Visi dari LSM Kasih Rakyat yaitu Menjadi lembaga
pusat untuk pendidikan dan informasi bagi masyarakat dalam bidang kesehatan,
pluralisme, kesehatan reproduksi dan masyarakat termarginalkan menuju masyarakat
madani ( Civil Society).
Dan yang menjadi Misi dari LSM Kasih Rakyat yaitu :
1. Meningkatkan Pendidikan dan Informasi masyarakat tentang HIV/AIDS dan
PMS, Pluralisme, Kesehatan Reproduksi dan Masyarakat termarginalkan.
2. Menjadi pembina masyarakat untuk menjalankan Pluralisme.
3. Membantu memberikan informasi dan pendidikan kesejahteraaan masyarakat
BAB V ANALISIS DATA
Pada Bab V ini akan dibahas tentang analisis data, dimana data diperoleh dari
hasil penelitian melalui wawancara dan menyebarkan kuesioner kepada responden.
Menganalisis data merupakan suatu upaya untuk menata dan mengelompokkan data
menjadi suatu bagian-bagian tertentu menurut kelompok data jawaban responden.
Analisis data yang dimaksud adalah suatu interpretasi langsung yang berdasarkan
data dan informasi yang diperoleh di lapangan dengan tetap berpedoman pada tujuan
penelitian.
Seperti yang telah dijelaskan pada bab metodologi penelitian bahwa yang
menjadi responden dalam penelitian ini adalah waria- waria yang dipancur batu yang
dibina oleh lembaga kaih rakyat yang diwakili oleh 22 orang.berdasarkan hasil
penelitian melalui penyebaran angket/kusioner diperoleh data tentang latar belakang
responden yang meliputi umur, tingkat pendidikan, agama, suku, penghasilan dan
pekerjaan.
Pada bagian ini penulis membagi pembahasan data dalam beberapa bagian,
5.1. Identitas Responden
Tabel 5.1 Umur Responden
No Usia frekuensi persentase
1
2
3
4
20-29 tahun
30-39 tahun
40-49 tahun
50 tahun ke atas
10
7
4
1
45,5
31,8
18,2
4,5
Jumlah 22 100
Sumber : Kuesioner 2010
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 10
rang (45,5%) berumur 20-29 tahun, selanjutnya sebanyak 7 orang (31,8%) berusia
30-39 tahun, 4 orang (18,2%) berumur 40-49 tahun dan selebihnya sebanyak 1 orang
(4,5%) berumur 50 tahun ke atas.
Bila melihat komposisi umur responden maka keseluruhan responden masih
berada pada usia produktif yaitu berusia antara 16 tahun sampai dengan 55 tahun.
Sebagai informasi 1 orang yang berada dalam kategori 50 tahun ke atas sebenarnya
Tabel 5.2 Agama Responden
No Agama frekuensi persentase
1 2 3 Islam Kristen Protestan Kristen Katolik 9 12 1 40,9 54,6 5,5
Jumlah 22 100
Sumber : Kuesioner 2010
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa responden yang beragama Kristen
Protestan ada 12 orang (54,6%) dan ini merupakan jumlah terbanyak, sedangkan yang
beragana Islam sebanyak 9 orang (40,9%), dan yang beragama Kristen Katolik hanya
1 orang (5,5%). Namun responden yang beragama lain seperti agama Hindu atau
Budha tidak ada.
Tabel 5.3
Suku Bangsa Responden
No Agama frekuensi persentase
1 2 3 Jawa Batak Toba Batak Karo 4 4 14 18,2 18,2 63,6
Jumlah 22 100
Sumber : Kuesioner 2010
Menurut tabel 5.3 diketahui bahwa mayoritas responden berasal dari suku batak
karo berjumlah 14 orang (63,6%), hal tersebut dikarenakan di daerah Pacur Batu
[image:59.612.112.534.496.611.2]berasal dari suku batak toba sebanyak 4 orang (18,2%) dan yang berasal dari suku
jawa juga sebanyak 4 orang (18,2%). Namun responden yang bersuku lain seperti
[image:60.612.113.533.247.424.2]mandailing dan suku lainnya tidak ada.
Tabel 5.4
Tingkat Pendidikan Responden
No Agama frekuensi persentase
1 2 3 4 5 6
Tidak tamat SD
SD SMP SMA Diploma Sarjana 1 1 5 11 1 3 4,5 4,5 22,8 50 4,5 13,7
Jumlah 22 100
Sumber : Kuesioner 2010
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa responden yang tingkat
pendidikannya rendah ada 7 orang dengan pembagian tidak tamat SD berjumlah 1
orang (4,5%), yang hanya tamat SD berjumlah 1 orang (4,5%) dan yang tingkat
pendidikannya hanya sampai tamat SMP berjumlah 5 orang (22,8%). Mayoritas
responden berada pada pendidikan menengah yaitu sebanyak 11 orang (50%)
responden adalah tamatan SMU. Namun ada juga responden yang tingkat
pendidikannya hingga Diploma sebanyak 1 orang (4,5%) dan tamatan sarjana 3 orang
(13,7%).Dari keseluruhan data terdapat waria yang memiliki latar belakang
memilih untuk menjadi waria dan melakukan aktifitas menjajakan diri mereka
[image:61.612.111.531.217.336.2]dijalanan dan merupakan tambahan ekonomi mereka.
Tabel 5.5 Pekerjaan Responden
No Agama frekuensi persentase
1
2
3
Salon
Pedagang
Penjahit
11
4
7
50
18,2
31,8
Jumlah 22 100
Sumber : Kuesioner 2010