• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT RAKYAT DESA KELAHUN PINANG, KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANAMAN KELAPA SAWIT RAKYAT DESA KELAHUN PINANG, KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI OLEH :"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

DAMAY PURBA DASUHA 140301023

AGROTEKNOLOGI - HPT

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

SKRIPSI

OLEH :

DAMAY PURBA DASUHA 140301023

AGROTEKNOLOGI - HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)
(4)

Pinang Village, Pancur Batu District, Deli Serdang Regency", supervised by Suzanna Fitriani Sitepu and Syahrial Oemry. Managing agricultural ecosystems, especially oil palm plantations, requires information on the diversity and interactions of insects. The aim of this research was to obtain information on the abundance and diversity of insects in two different conditions of oil palm plantation vegetation. This research was conducted at Kelahun Pinang Village, Pancur Batu District, Deli Serdang Regency. Insects identification was carried out at the Pest Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Sumatera Utara, Medan. The research was conducted from April to July 2019. This research used four insects traps (yellow sticky trap, blue pan trap, pitfall trap,light trap)and was repeated eight times. The results of these research that were caught in relatifly clean oil palm plantations were 20 families from 11 orders, the highest relatif density value was 45,34%, the lowest was 0.33%, the Shannon-Weiner (H') insects diversity index value was 2.10 (moderate) and the evenness index (E') value for insectss was 0.7010 (high) while at In natural vegetation, there were 19 families from 9 orders, the highest relatif density value was 34.17%, the lowest was 0.33%, the Shannon- Weiner insects diversity index (H ') was 2.33 (moderate) and the evenness index value (E') insects is 0.7913 (high).

Keywords: insects diversity, natural enemies, oil palm

(5)

Sawit Rakyat Desa Kelahun Pinang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang”, di bawah bimbingan Suzanna Fitriani Sitepu dan Syahrial Oemry.

Mengelola ekosistem pertanian khususnya perkebunan kelapa sawit memerlukan informasi mengenai keanekaragaman serta interaksi arthropoda. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi kelimpahan dan keanekaragaman serangga pada dua kondisi vegetasi pertanaman kelapa sawit yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kelahun Pinang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Identifikasi arthropoda dilaksanakan di Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2019. Penelitian ini menggunakan 4 teknik penangkapan (perangkap kuning, perangkap nampan biru, perangkap jatuh, perangkap cahaya) dan diulang sebanyak delapan kali. Hasil penelitian menunjukkan serangga yang tertangkap pada pertanaman Kelapa Sawit relatif bersih terdapat 20 famili dari 11 ordo, nilai kerapatan relatif tertinggi sebesar 45,34%, yang terendah sebesar 0.33%, nilai indeks keanekaragaman serangga Shanon-Weiner (H’) adalah 2,10 (sedang) dan nilai indeks kemerataan (E’) serangga adalah 0,7010 (tinggi) sedangkan pada pertanaman vegtasi alami terdapat 19 famili dari 9 ordo, nilai kerapatan relatif tertinggi sebesar 34.17 %, yang terendah sebesar 0,33%, nilai indeks keanekaragaman serangga Shanon-Weiner (H’) adalah 2.33 (sedang) dan nilai indeks kemerataan (E’) serangga adalah 0,7913 (tinggi).

Kata kunci: keanekaragaman serangga, kelapa sawit, musuh alami

(6)

anak ke enam dari enam bersaudara putra dari T. Aldin Purba Dasuha dan Masriani Saragih.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 094102 Sambosar Raya pada tahun 2002-2008, SMP Negeri 1 Raya Kahean dari tahun 2008-2011, tahun 2014 penulis lulus dari SMA Swasta Methodist 7 Medan dan pada tahun 2014 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN), penulis memilih minat Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Program Studi Agroteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu anggota Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (Himagrotek) Fakultas Pertanian USU dan menjadi Panitia Pelatihan Advokasi dan Jurnalistik Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia tahun 2015. Penulis pernah menjadi Wakil Sektretaris Aksi dan Pelayanan GMKI Komisariat FP USU pada masa bakti tahun 2016-2017. Kemudian pada tahun 2016, penulis juga pernah menjadi Koordinator Fakultas (Ketua) Ikatan Mahasiswa Katolik Fakultas Pertanian dan Kehutanan USU.

Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Keanekaragaman Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit Rakyat Desa Kelahun Pinang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang”, di bawah bimbingan Suzanna Fitriani Sitepu dan Syahrial Oemry.

(7)

karena besar kasih dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Keanekaragaman Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit Rakyat Desa Kelahun Pinang, Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi

Pembimbing yaitu Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M.Si selaku Ketua dan Ir. Syahrial Oemry, MS selaku Anggota yang telah membimbing dan mengarahkan

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, November 2020

Penulis

(8)

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) ... 4

Syarat Tumbuh ... 4

Keanekaragaman Serangga ... 5

Hubungan Habitat dengan Serangga ... 8

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Metode Penelitian ... 10

Peubah Amatan ... 12

Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap ... 12

Nilai Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif, Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif pada Setiap Pengamatan. ... 12

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga ... 13

Indeks Dominansi ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Pengambilan Sampel ... 15

Perangkap Warna Kuning (Yellow Sticky Trap) ... 15

Perangkap Nampan Biru (Blue Pan Trap) ... 16

Perangkap Cahaya (Light Trap) ... 16

Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap) ... 17

Identifikasi Serangga ... 17

Koleksi Serangga ... 18

(9)

Perangkap ... 23 Status Fungsi Serangga yang Tertangkap... 25 Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuansi Mutlak, Frekuansi Relatif ... 28 Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga ... 30 Nilai Indeks Kemerataan Jenis (E’) dan Dominansi (D) ... 32 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 35 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

Rakyat Relatif Bersih ... 19 2. Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap pada Pertanaman Kelapa Sawit Rakyat Vegetasi Alami ... 21 3. Jumlah Total Serangga yang Berhasil Ditangkap dengan Empat Tipe

Perangkap ... 23 4. Status Fungsi Serangga yang Tertangkap ... 26 5. Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuansi Mutlak, Frekuansi

Relatif ... 29 6. Indeks Keanekaragaman ... 21 7. Indeks Kemerataan Jenis dan Dominansi ... 32

(11)

2. Perangkap Kuning (Yellow sticky trap) ... 15 3. Perangkap Cahaya (Light Trap) ... 16 4. Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap) ... 17 5. Jumlah dan jenis Serangga yang Tertangkap pada Pertanaman Kelapa Sawit

Rakyat Relatif Bersih dan Vegtasi Alami ... 20 6. Jumlah Total Serangga yang Berhasil Ditangkap dengan Empat Tipe

Perangkap ... 24 7. Status Fungsi Serangga yang Tertangkap ... 26

(12)

2. Foto Perangkap ... 41

3. Foto Serangga ... 42

4. Jumlah Serangga pada Setiap Perangkap di Pertanaman Kelapa Sawit Rakyat Relatif Bersih ... 46

5. Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap pada Pertanaman Kelapa Sawit Rakyat Vegetasi Alami ... 47

6. Jumlah Total Serangga yang Berhasil ditangkap dengan Empat Tipe Perangkap ... 48

7. Status fungsi Serangga yang Tertangkap ... 49

8. Kerapatan Mutlak, Relatif, Frekuansi Mutlak, dan Relatif ... 50

9. Indeks Keanekaragaman ... 51

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk dalam famili Arecaceae yang merupakan tanaman asli Afrika. Pada tahun 2013 lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 10,47 juta hektar, meningkat menjadi 11,26 juta hektar pada tahun 2015 atau terjadi peningkatan 7,60 persen. Selanjutnya, pada tahun 2017 luas areal perkebunan kelapa sawit diperkirakan kembali mengalami peningkatan 9,80 persen dari tahun 2016 menjadi 12,30 juta hektar (BPS, 2018).

Walaupun luas lahan dan produksi kelapa sawit terus meningkat, namun dilihat dari segi luas lahan terhadap produksi masih dikatakan rendah, karena produktivitasnya dari pertanaman kelapa sawit rakyat masih rendah dibanding perkebunan negara maupun swasta (Badan Pusat Statistik, 2018). Berdasarkan hal tersebut bisa dikatakan bahwa pertanaman kelapa sawit rakyat khususnya perlu ditingkatkan produktifitasnya dengan perbaikan segi pengelolaan. Baik dalam hal perawatan, pemeliharaan maupun peremajaan. Peremajaan kelapa sawit sangat diperlukan mengingat sebagian besar pohon kelapa sawit Indonesia sudah memasuki usia tua yang mengakibatkan produktivitas menurun.

Saat peremajaan tanaman kelapa sawit perhatian kepada hama tanaman kelapa sawit sangat diperlukan. Karena hama pada tanaman kelapa sawit menyerang mulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan yang mengakibatkan kerugian

karena penurunan produksi tandan buah sampai mematikan tanaman (Corley dan Tinker 2003). Hama yang menyerang tanaman kelapa sawit pada

umumnya adalah hama pemakan daun yang menyebabkan kerugian tidak langsung

(14)

seperti penurunan produksi. Namun upaya pengendalian hama kelapa sawit biasanya dilakukan dengan menggunakan insektisida kimia (Syahnen dan Siahaan, 2013).

Selain dapat mengendalikan hama, pestisida juga dapat menimbulkan efek samping seperti kerusakan ekosistem, resistensi, resurgensi dan memicu terjadinya ledakan hama (Arsip Seminar Nasional, 2018). Untuk mengurangi efek negatif dari penggunaan pestisida, dapat dilakukan dengan mengaplikasikan pengendalian hayati. Prinsip pengendalian hayati adalah pengendalian hama tanaman dengan memanfaatkan musuh alaminya, seperti predator, parasitoid, dan entomopatogen.

Losey dan Vaughan (2006) menyatakan bahwa musuh alami memiliki peran besar dalam menekan serangan organisme pengganggu tanaman.

Usaha yang harus dilakukan dalam mengelola ekosistem pertanian agar populasi hamanya terkendali secara alami adalah dengan mempelajari struktur ekosistem, antara lain jenis tanaman, jenis hama dan musuh alaminya, serta interaksi satu dengan lainnya. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam mengamati serangga di pertanaman adalah mengumpulkan semua jenis serangga dan mengidentifikasi serangga hama dan bukan hama. Dari kegiatan tersebut akan diketahui berbagai jenis hama yang dapat mengakibatkan kerusakan bagi pertanaman yang digunakan, sehingga dapat ditetapkan tindakan pengendaliannya (Suheriyanto, 2008).

Informasi mengenai keanekaragaman serangga serta interaksi antara parasitoid dan hama kelapa sawit di pertanaman kelapa sawit rakyat masih minim dibanding dengan di perkebunan kelapa sawit milik negara maupun swasta. Pada pengelolaannya pertanaman kelapa sawit rakyat cenderung tidak melakukan sanitasi sehingga lahan tersebut didominasi vegetasi alami dibandingkan vegetasi relatif bersih. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai keanekaragaman serangga

(15)

pada pertanaman kelapa sawit rakyat dengan habitat yang relatif bersih (terawat) dan habitat dengan vegetasi alamai (tidak terawat) agar menjadi salah satu informasi penting dalam penerapan pengendalian hayati pada tanaman kelapa sawit rakyat secara khususnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi kelimpahan dan keanekaragaman serangga pada dua kondisi habitat pertanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) rakyat vegetasi relatif bersih dan vegetasi alami.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan keanekaragaman serangga pada dua kondisi habitat pertanaman kelapa sawit rakyat vegetasi relatif bersih dan vegetasi alami.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah untuk mengetahui indeks keanekaragaman

Serangga pada dua kondisi habitat pertanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) rakyat relatif bersih dan vegetasi alami dan sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di program studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan monokotiledon (kelas Angiospermae), ordo Monocotyledonae, famili Arecaceae, dan termasuk ke dalam genus Elaeis (Pahan 2006). Kelapa sawit berbentuk pohon, tingginya dapat mencapai 24 meter. Kelapa sawit dibedakan menjadi dua bagian, yaitu vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, dan daun. Bagian generatif terdiri dari bunga dan buah (Armando, 2016).

Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan penyerbukan bersilang (cross pollination) (Sunarko, 2007). Tandan buah tumbuh di

ketiak daun. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi dari beberapa ons hingga 30 kg (Sastrosayono, 2007).

Kelapa sawit memiliki biji (kernel) terdiri dari tiga bagian yaitu a. Kulit biji (spemodermis) disebut cangkang (sheel), b. Tali pusat (funiculus), c. Inti biji (nucleus seminis). Didalam inti inilah terdapat lembaga atau embrio yang merupakan calon tanaman baru (Sunarko, 2007).

Syarat Tumbuh

Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit antara 5-7 jam/hari.

Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500 - 4.000 mm, temperatur optimal 24-28°C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 m dpl (di atas permukaan laut). Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar

(17)

80 – 90 % dan kecepatan angin 5 - 6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan (Kiswanto et al., 2008).

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5,0- 5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas. Kemiringan

lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15°

(Kiswanto et al., 2008).

Keanekaragaman Serangga

Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Menurut Altieri dan Nicholls (2004), keanekaragaman hayati merupakan suatu istilah yang digunakan dalam menggambarkan keanekaragaman spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem dan saling berinteraksi satu sama lain. Keanekaragaman hayati dalam suatu ekosistem dianggap sebagai salah

satu sumber daya yang paling penting dalam membantu proses kehidupan (Withey, 2012). Salah satu komponen penyusun keanekaragaman hayati tersebut

adalah serangga.

Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di bumi dan jumlahnya melebihi hewan darat lainnya (Borror et al. 1996; Amir dan Kahono 2003). Jumlah spesies serangga 11 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah spesies Arthropoda lainnya, yaitu sebanyak 59.5% dari total jumlah anggota Filum Arthropoda (Ross et al. 1982, Minga 2010). Serangga memiliki persebaran yang

(18)

luas dan tersebar di semua daerah tropis dan subtropis, akan tetapi tidak ditemukan di daerah kutub utara maupun selatan. Serangga pada daerah tropis biasanya memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi (Odum 1971) dan hampir mendominasi pada semua ekosistem (Stork 1988; Neher 1999; Goehring et al. 2002;

Longcore 2003; Austin et al. 2004; Johnson dan Agrawal 2007; Stork 2007).

Keanekaragaman serangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya kompleksitas suatu lanskap, jenis vegetasi, iklim, garis lintang dan ketinggian dari atas permukaan laut, suhu, kelembaban udara, curah hujan dan intensitas cahaya matahari (Tarumingkeng 2001). Selain itu, perbedaan tipe habitat juga dapat memengaruhi keanekaragaman serangga yang ada. Sebagai contoh pada ekosistem hutan hujan tropis akan ditemukan keanekaragaman serangga yang tinggi dikarenakan masih banyaknya tanaman yang menjadi makanan dari serangga tersebut (Hill dan Hill 2001; Novotny dan Miller 2014). Selain itu, tingginya keanekaragaman serangga pada ekosistem hutan hujan tropis juga dapat disebabkan oleh masih banyaknya terdapat kanopi yang dapat menjadi tempat berlindung maupun beristirahat bagi serangga (Basset et al. 2004). Pada agroekosistem atau perkebunan, keanekaragaman serangga cenderung rendah karena tanaman yang tersedia biasanya hanya terbatas pada tanaman yang ditanaman oleh masyarakat (Paoletti et al. 1992; Carnus et al. 2006; Jaganmohan et al. 2013).

Selain itu, dengan hanya ada jenis tanaman tertentu saja akan menyebabkan tingkat kelimpahan populasi serangga herbivor pada agroekosistem lebih tinggi (Basset 1999; Garbach et al. 2014). Akan tetapi, melimpahnya herbivor pada agroekosistem akan menyebabkan tingginya dan beranekaragamnya musuh alami yang menyerang serangga herbivor tersebut (Magurran 1998; Altieri 1999). Tingkat

(19)

keanekaragaman hayati dapat dinilai dengan menggunakan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan Indeks. Indeks yang digunakan dalam menilai tingkat keanekaragaman adalah Indeks Shannon-Wiener (Heip et al. 1998;

Spellerberg dan Fedor 2003). Indeks Shannon-Wiener dapat digunakan untuk

menghitung estimasi populasi yang terdapat dalam suatu ekosistem (Hutchison 1970; Heip et al. 1998; Clarke dan Warwick 2001). Indeks Shannon-

Wiener didapatkan dengan menghitung individu dalam suatu populasi yang diasumsikan diambil atau tersampling secara acak dalam populasi yang besar (Nolan dan Callahan 2005; Bibi dan Ali 2013). Menurut Magurran (1998) Indeks Shannor-Wiener didapat dengan mengetahui jumlah spesies dan jumlah individu dalam masing-masing spesies.

Terdapat 3 kriteria keanekaragaman pada suatu ekosistem menurut Indeks Shannon-Wiener, yaitu: apabila H < 1 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong rendah keberadaan hama dan musuh alami tidak seimbang sehingga dapat membuat kerusakan pada tanaman. Kriteria kedua apabila 1 < H < 3 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong sedang dan mengarah kepada keadaan stabil, keberadaan hama dan musuh alami pada ekosistem tersebut hampir seimbang. Kriteria keanekaragaman terakhir adalah H > 3 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong tinggi, keadaan pada ekosistem tersebut antara hama dan musuh alami seimbang dan tidak diperlukan pembunuhan hama (Michael 1995). Nilai dari Indeks Shannon-Wiener tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tipe habitat (Carvalho dan Santos, 2013) dan praktek pertanian atau praktek budi daya tanaman (Downie et al. 1999).

(20)

Hubungan Habitat dengan Serangga

Budidaya dengan mengusahakan agar kondisi habitat pertanaman tanpa

keberadaan atau bebas dari tumbuhan liar disebut praktek budidaya bersih (van den Bosch & Telford 1973). Usaha yang sering dilakukan untuk melenyapkan

tumbuhan liar pada habitat pertanaman seperti pengolahan tanah, pembabatan gulma, dan penggunaan herbisida. Menurut Shelton dan Edward (1983), keanekaragaman jenis artropoda penghuni ekosistem kedelai lebih rendah pada pertanaman yang tanahnya diolah dan bebas gulma dibandingkan pada pertanaman yang tanahnya tidak diolah dan ditumbuhi gulma.

Berdasarkan hasil penelitian Armando (2016) mengatakan bahwa, kondisi habitat pertanaman kelapa sawit yang berbeda berpengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan artropoda, serta populasi dan persentase serangan tikus. Habitat pertanaman dengan kacangan penutup tanah merupakan habitat dengan kelimpahan artropoda predator dan parasitoid (musuh alami serangga hama) tertinggi sekaligus persentase serangan tikus (intensitas dan luas serangan) terendah.

Sebaliknya, habitat pertanaman yang relatif bersih merupakan habitat dengan persentase serangan tikus tertinggi dibandingkan habitat yang lain.

Habitat yang bersih pada kelapa sawit dilakukan dengan pembersihan gulma (sanitasi) berkala pada dan di sekitar pertanaman. Umumnya, pembersihan dilakukan pada setiap tanaman sampai diameter ±2 m dari pangkal batang (piringan). Penyiangan gulma dilakukan bila gulma sudah setinggi 10 cm, sedangkan pada piringan tanaman diberikan herbisida yang biasanya berbahan aktif glifosat. Selain itu, penyiangan gulma kadang kala dilakukan pada setiap lorong (gawangan) pertanaman. Ada dua istilah yang sering digunakan oleh pihak

(21)

perkebunan yaitu gawangan hidup untuk menyebutkan lorong pertanaman yang sengaja dibersihkan secara berkala sebagai akses jalan panen, dan gawangan mati untuk lorong pertanaman yang sengaja dijadikan tempat pembuangan pelepah hasil pemangkasan. Dalam hal ini, penyiangan tidak dilakukan pada semua vegetasi liar yang tumbuh di gawangan, akan tetapi ada beberapa kelompok tumbuhan yang tetap dipertahankan selama tidak mengganggu jalannya pemanenan. Kelompok paku- pakuan dan rumput lunak biasanya dipertahankan karena memang diharapkan sebagai suplai air pada saat musim kemarau, karena kelompok tumbuhan tersebut dapat menahan dan menyimpan air tanah (Van Emden 1991).

Di pertanaman kelapa sawit rakyat, sangat susah kita menemukan praktek budidaya bersih. Pada umumnya lahan masyarakat dipenuhi dengan vegetasi tanaman liar yang dibiarkan tumbuh dan mengganggu pertumbuhan tanaman.

Vegetasi liar pada dan di sekitar pertanaman kelapa sawit dapat dari golongan tumbuhan daun lebar, rumput, teki, dan paku-pakuan. Beberapa jenis tumbuhan yang sering ditemukan pada pertanaman kelapa sawit seperti Ageratum conyzoides, Asystasia intrusa, Axonopus compressus, Cyperus kyllingia, Eleusine indica,

Dryopteris filixmas, Melastoma malabatrichum, Mikania micrhanta, Mimosa pudica, dan Paspalum conjugatum. Tumbuhan liar ini bermanfaat

khususnya untuk musuh alami serangga hama sebagai tempat berlindung, sumber makanan (nektar), dan penyedia mangsa alternatif. Selanjutnya, konsekuensi dari perluasan areal perkebunan kelapa sawit (ekstensifikasi) yang sedang ramai dilakukan belakangan ini menyebabkan tidak tersedianya lahan pinggir (sempalan) (Fry, 1994).

(22)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Pertanaman Kelapa Sawit Rakyat Desa Kelahun Pinang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 99 m dpl. Identifikasi sampel dilaksanakan di Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2019 sampai dengan Juli 2019.

Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago serangga yang tertangkap untuk diidentifikasi, gelas plastik, air bersih, detergen, plastik transparan, kertas warna kuning, paku, triplek, nampan warna kuning, lem perekat, tissue, tali plastik, pacak, kertas karton, formalin dan alkohol 70%.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop, lup, stoples, pinset, hekter, gunting, pisau, jaring serangga, kamera, buku kunci identifikasi serangga karangan Borror et. al., (1992) dan Kalshoven (1981), alat perangkap serangga, alat tulis dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.

Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan pendekatan observasi dengan pengamatan secara langsung di lapangan. Penelitian dilakukan pada 2 kebun petani di Desa Kelahun Pinang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Kebun tersebut memenuhi kriteria kondisi habitat pertanaman kelapa sawit yang diinginkan peneliti, yaitu lahan vegetasi yang relatif bersih dan lahan dengan vegetasi alami. Adapaun kriteria lahan vegetasi yang relatif bersih yaitu tanaman menghasilkan, dilakukan

(23)

sanitasi secara berkala, piringan terlihat serta gawangan bebas dari tumbuhan liar sedangkan kriteria vegetasi alami yaitu tanaman menghasilkan, tidak dilakukan sanitasi secara berkala, piringan tidak terlihat serta gawangan dipanuhi tumbuhan liar. Penelitian dilaksanakan pada masing-masing kebun contoh yang memiliki luas 2500 m2. Pengumpulan data di lapangan menggunakan alat perangkap yellow sticky trap, blue pan trap, pitfall trap dan light trap. Pada setiap petak pertanaman akan dilakukan pengambilan sampel dengan cara diagonal. Dimana garis diagonal pada lahan akan menjadi titik peletakan perangkap yang akan digunakan (Gambar 1).

Pengumpulan data dilakukan sebanyak 8 kali dengan interval waktu seminggu.

Selanjutnya, spesimen yang ditemukan dilapangan dibawa ke laboratorium untuk dihitung dan diidentifikasi.

JALAN

Gambar 1. Ilustrasi bagan penelitian

Keterangan : = Pit Fall Trap = Yellow sticky trap

= Blue Pan Trap = Light Trap

(24)

Peubah Amatan

1. Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap

Serangga yang tertangkap dikumpulkan, diidentifikasi dan dihitung sesuai dengan kelompok famili masing-masing setiap serangga pada tiap pengamatan.

2. Nilai Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif, Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif pada Setiap Pengamatan.

Dengan diketahuinya jumlah populasi serangga tertangkap yang telah diidentifikasi maka dapat dihitung nilai frekuensi mutlak, frekuensi relatif, kerapatan mutlak, kerapatan relatif pada setiap pengamatan.

a. Frekuensi Mutlak (FM) suatu jenis serangga

Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah kesering hadiran suatu serangga tertentu yang ditemukan pada habitat tiap pengamatan yang dinyatakan secara mutlak (Purba, 2014).

FM=

b. Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga

Frekuensi relatif menunjukan kesering hadiran suatu serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut dan dihitung dengan rumus menurut Suin, 2002, dalam Saragih, 2008.

FR= × 100%

c. Kerapatan Mutlak (KM) Suatu Jenis Serangga

Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak (Suin, 1997).

KM=

Jumlah Ditemukan Suatu Jenis Serangga Jumlah Seluruh Penangkapan

FM

∑ FM

Jumlah Individu Jenis Yang Tertangkap

(25)

d. Kerapatan relatif (KR) suatu jenis serangga

Kerapatan relatif dihitung dengan rumus menurut (Suin, 2002 dalam Saragih, 2008) sebagai berikut:

KR= × 100%

3. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga

Setelah jumlah serangga yang tertangkap pada setiap pengamatan diketahui, maka dihitung nilai indeks keanekaragaman pada masing-masing pengamatan dengan menggunakan rumus indeks Shanon-Weiner (H).

Untuk membandingkan tinggi rendahnya keragaman jenis serangga digunakan indeks Shanon-Weiner (H’) dengan rumus:

H’= —∑pi In pi Dimana:

Pi = perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis Pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke-i

N = jumlah total individu semua jenis Kriteria indeks keragaman (H’) adalah:

Keragaman jenis rendah bila H=<1 (kondisi lingkunagn tidak stabil) Keragaman jenis sedang bila H= 1-3 (kondisi lingkungan sedang)

Keragaman jenis tinggi bila H= >3 (kondisi lingkungan stabil) (Michael, 1995).

4. Indeks Kemerataan (Index of Evenness)

Indeks Kemerataan (Index of Evenness) berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis dalam setiap komunitas yang dijumpai.

FM

∑ FM

(26)

Untuk membandingkan tinggi rendahnya kemerataan jenis serangga digunakan indeks menurut Odum (1996) dengan rumus:

E= H’/ln S Ket.: E = indeks kemerataan (nilai antara 0 –1)

H’ = keanekaragaman jenis mamalia Ln = logaritma natural

S = jumlah jenis

Dengan kriteria indeks kemerataan jenis menurut Odum (1996) sebagai berikut:

E’ < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah E’ = 0.3 – 0.6 menunjukkan kemerataan jenis tergolong sedang E’ > 0.6 menunjukkan kemerataaan jenis tergolong tinggi.

5. Indeks Dominansi

Indeks dominansi digunakan untuk menggambarkan sejauh mana suatu jenis serangga mendominasi populasi tersebut. Serangga yang paling dominan ini dapat menentukan atau mengendalikan kehadiran jenis lain. Nilai indeks dominansi berkisar 0-1. Semakin besar nilai indeks semakin besar adanya kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi populasi. Dengan memakai indeks dominansi Simpson

D=∑ 2

Keterangan:

D = Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu serangga ke-1 N = Total individu seluruh serangga

(27)

Pelaksanaan Penelitian Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil dan mengumpulkan serangga yang tertangkap pada titik sampel perangkap yang telah ditentukan. Setiap perangkap dipasang selama 1 kali 24 jam sedangkan light trap selama 3 jam, yaitu dari sore hingga malam hari. Sampel serangga yang diambil yaitu berupa imago dari serangga yang tertangkap. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan berbagai perangkap yaitu sebagai berikut

Perangkap Warna Kuning (Yellow Sticky Trap)

Perangkap ini dibuat dari triplek berukuran 30 x 20 cm yang di cat warna kuning dan diolesi lem perekat dengan merek dagang Ronggit Glue merata pada permukaan dan dipasang dengan menggunakan tonggak bambu dengan tinggi mendekati tajuk tanaman (gambar 2). Perangkap ini dipasang di garis diagonal lahan dengan jarak 7 meter sebanyak 22 buah seperti yang telah tertera pada Gambar 1. Pemasangan perangkap dilakukan pada pagi hari lalu dibiarkan terpasang selama 24 jam. Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga terbang di sekitar pertanaman.

Gambar 2. Perangkap kuning (yellow sticky trap)

(28)

Perangkap Nampan Biru (Blue Pan Trap)

Perangkap ini terbuat dari nampan biru berukuran diameter 15 cm yang diisi air sabun tak berbau sebanyak 2/3 bagian dan diletakan di atas permukaan tanah. Perangkap ini dipasang di garis diagonal lahan dengan jarak 5 meter sebanyak 30 buah seperti yang telah tertera pada Gambar 1.

Pemasangan perangkap dilakukan pada pagi hari lalu dibiarkan terpasang selama 24 jam. Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga polinator di sekitar pertanaman.

Perangkap Cahaya (Light Trap)

Perangkap ini digunakan untuk menangkap serangga yang respon terhadap cahaya malam hari (nocturnal), seperti ngengat, beberapa jenis kumbang, kepik, lalat dan serangga lainnya. Pemasangan alat ini ini dilakukan pada pukul 18.00 - 09.00 WIB sebanyak 1 buah yang diletakkan tepat di tengah lahan pengamatan. Perangkap ini dibuat dengan menggunakan lampu emergency led sebagai sumber cahaya yang dibawahnya ditaruh wadah yang bersi air.

(29)

Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap)

Hama yang hidup dan beraktivitas di permukaan tanah diamati dengan menggunakan perangkap jatuh (pit fall trap). Perangkap ini terbuat dari gelas plastik yang biasa digunakan sebagai gelas minum dengan ukuran diameter 8 cm dan tinggi 12 cm yang dimasukkan ke tanah dengan bagian mulut wadah disejajarkan pada permukaan tanah. Wadah plastik dimasukkan air sabun sebanyak 1/3 volume wadah. Pada bagian atas perangkap ditutupi dengan atap yang bertujuan untuk mencegah masuknya air ke perangkap saat musim hujan (Gambar 4). Pemasangan perangkap dilakukan pada pagi hari lalu dibiarkan terpasang selama 24 jam. Serangga yang masuk ke dalam lubang perangkap dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

Gambar 4. Perangkap jatuh (Pit Fall Trap) Identifikasi Serangga

Identifikasi Serangga menggunakan buku identifikasi Borror et al. (1996).

Serangga yang diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan perannya sebagai hama (herbivor) dan musuh alami (predator dan parasitoid).

(30)

Koleksi Serangga

Serangga-serangga yang telah diidentifikasi, kemudian dikoleksi basah dalam campuran alkohol untuk serangga-serangga yang berukuran kecil, sedangkan serangga koleksi kering untuk imago serangga-serangga yang berukuran besar.

Pertanaman Kelapa Sawit

Luas pertanaman vegetasi relatif bersih yang digunakan yaitu 2500 meter persegi pada ketinggian 99 mdpl. Vegetasi sekitar pertanaman yaitu di bagian timur:

tanaman kelapa sawit usia 16 tahun, selatan: pertanaman ubi kayu, barat:

pertanaman ubi kayu, utara: rumah penduduk dan jalan. Kelapa sawit ini merupakan tanaman generasi pertama yang berusia 8 tahun dengan produktivitas rata- rata 2,2 ton TBS/ ha / bulan. Sistem tanaman yang dipakai ialah segi empat dengan jarak tanam 9x9 meter. Pembersihan gulma dilakukan dengan penyemprotan herbisida baik di piringan maupun gawangan kelapa sawit.

Luas pertanaman vegetasi alami yang digunakan yaitu 2500 meter persegi pada ketinggian 99 mdpl. Vegetasi sekitar pertanaman yaitu di bagian timur: rumah penduduk , selatan: tanaman kelapa sawit usia 18 tahun, barat: pertanaman jagung, utara: rumah penduduk dan jalan. Kelapa sawit ini merupakan tanaman generasi pertama yang berusia 6 tahun dengan produktivitas rata- rata 1,9 ton TBS/ ha / bulan. Sistem tanaman yang dipakai ialah segi empat dengan jarak tanam 9x9 meter. Pembersihan gulma sangat jarang dilakukan baik di piringan maupun gawangan kelapa sawit, sehingga hal ini yang menybabkan lahan termasuk vegetasi alami.

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap

Hasil jumlah dan jenis serangga yang tertangkap tercantum pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih

Ordo Famili

Lahan Relatif Bersih Pengamatan

I II III IV V VI VII VIII Total

Blatodea Blatidae 0 1 0 2 1 1 1 0 6

Coleoptera Buprestidae 0 0 1 1 0 0 0 1 3

Cerambycidae 0 2 1 1 3 1 0 2 11

Crytophagidae 2 3 1 1 1 1 2 0 11

Curculionidae 1 4 3 3 6 7 3 3 30

Scarabaeidae 6 3 6 5 4 3 1 5 32

Dermaptera Carcinophoridae 1 0 0 2 1 1 3 4 12

Diptera Muscidae 4 1 5 4 7 2 6 6 35

Drosophilidae 0 1 3 1 0 1 0 2 8

Hemiptera Alydidae 1 0 0 2 0 1 0 1 5

Homoptera Cicadellidae 1 0 0 0 1 0 0 0 2

Hymenoptera Apidae 0 1 0 2 0 1 0 0 4

Evaniidae 5 0 7 2 6 0 6 5 31

Formicidae 41 37 19 23 53 34 41 29 277

Sphecidae 13 9 8 5 11 6 6 12 70

Isoptera Termitidae 2 2 1 3 0 1 2 2 13

Lepidoptera Noctuidae 0 0 1 1 4 0 2 1 9

Mantodea Mantidae 2 2 0 3 1 0 3 4 15

Orthoptera Acrididae 1 3 0 0 1 2 0 1 8

Gryllidae 6 2 7 4 6 2 1 1 29

Total 86 71 63 65 106 64 77 79 611

(32)

0 50 100 150 200 250 300 Blattidae

Buprestidae Cerambycidae Chrysomelidae Coccinillidae Cryptophagidae Curculionidae Scarabaeidae Carcinophoridae Calliphoridae Muscidae Drosophilidae Sarchopagidae Tephiritidae Alydidae Reduviidae Cicadellidae Apidae Evaniidae Formicidae Sphecidae Termitidae Erebidae Noctuidae Mantidae Acrididae Gryllidae

Vegetasi Alami Relatif Bersih

Gambar 5. Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih dan vegtasi alami

(33)

Tabel 2. Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada pertanaman kelapa sawit rakyat vegetasi alami

Ordo Famili

Lahan Vegetasi Alami Pengamatan

I II III IV V VI VII VIII Total

Blatodea Blatidae 0 0 2 5 1 2 0 0 10

Coleoptera Chrysomelidae 3 1 0 2 4 2 0 0 12

Coccinillidae 0 0 0 0 1 0 1 0 2

Crytophgidae 3 0 1 2 0 2 5 3 16

Scarabaeidae 7 2 5 3 7 2 2 6 34

Diptera Calliphoridae 0 1 1 3 2 0 0 7 14

Muscidae 11 13 7 7 14 5 9 11 77

Sarchopagidae 4 0 4 6 3 1 0 4 22

Tephritidae 5 2 4 3 8 8 4 2 36

Hemiptera Alydidae 1 0 3 2 0 1 4 0 11

Reduviidae 0 1 0 3 4 2 0 1 11

Homoptera Cicadellidae 4 1 1 3 6 1 2 4 22

Hymenoptera Formicidae 31 28 19 25 42 25 14 21 205

Sphecidae 3 1 6 0 2 1 3 1 17

Isoptera Termitidae 9 5 11 7 10 6 12 17 71

Lepidoptera Erebidae 2 0 1 0 3 1 0 3 10

Noctuidae 1 1 3 0 2 0 3 0 10

Orthoptera Acrididae 2 1 1 4 2 0 2 1 13

Gryllidae 0 1 0 3 0 0 0 3 7

Total 86 58 69 78 111 59 61 84 600

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah serangga yang paling banyak tertangkap pada kedua pertanaman kelapa sawit adalah Formicidae dari Hymenoptera yang berjumlah 277 dan 205 individu. Keberadaan semut (Hymenoptera: Formicidae) kemungkinan ditentukan oleh keberadaan mangsa di lapang. Kelimpahan semut yang tinggi tidak terlepas dari kemampuan bertahan semut pada setiap kondisi lingkungan (Herlinda et al. 2004), semut mempunyai kisaran inang yang luas (bersifat generalis) sehingga mampu bertahan hidup dengan mengeksploitasi banyak sumber daya yang ada pada lingkungan tersebut.

Hasil pengamatan di pertanaman kelapa sawit relatif bersih diketahui bahwa serangga yang paling sedikit tertangkap adalah famili Cicadellidae dari ordo

(34)

Homoptera yaitu sebanyak 2 individu. Cicadellidae merupakan salah satu organisme yang memiliki status fungsi sebagai hama. Jumlah famili Cicadellidae yang tergolong sedikit pada pengamatan ini membuktikan bahwa hama ini hidup pada habitat yang dipenuhi dengan vegetasi. Menurut Borror et al. (1996) Cicadellidae hidup dan berkembang dengan optimal pada semua tipe tumbuhan seperti tanaman pelindung, semak-semak, rumput-rumput dan tanaman kebun.

Pada pertanaman kelapa sawit dengan vegetasi alami diperoleh bahwa serangga yang paling sedikit tertangkap adalah famili Coccinillidae dari ordo Coleoptera yaitu sebanyak 2 individu. Hal ini disebabkan vegetasi di bawah tanaman kelapa sawit tidak mendukung ketersediaan makanan untuk Coccinillidae

yaitu pada tumbuhan yang terdapat banyak aphid. Hal ini sesuai dengan Borror et al. (1996) yang menyatakan bahwa kebanyakan kumbang-kumbang

ladybird bersifat pemangsa, baik sebagai larva dan yang dewasa, dan terutama makan aphid. Mereka seringkali sangat umum, terutama pada tumbuh-tumbuhan dimana terdapat banyak aphid.

Pada kedua lokasi pertanaman yang terdiri dari lahan vegetasi relatif bersih dan vegetasi alami ditemukan 12 famili yang sama yaitu Blattidae, Crytophagidae, Scarabaeidae, Muscidae, Alydidae, Cicadellidae, Formicidae, Sphecidae, Termitidae, Noctuidae, Mantidae, dan Gryllidae. Kesamaan beberapa famili serangga pada kedua lahan tersebut dipengaruhi oleh faktor jenis komoditi yang sama dan lokasi yang berdekatan.

Selain famili yang sama ditemukan juga famili yang hanya terdapat pada salah satu pertanaman. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil penangkapan serangga pada dua pertanaman kelapa sawit. Pada lahan relatif bersih terdapat 8

(35)

famili yang tidak ditemukan pada lahan vegetasi alami yaitu Buprestidae, Cerambycidae, Curculionidae, Carcinophoridae, Drosophilidae, Apidae, Evaniidae, dan Mantidae. Sedangkan pada lahan vegetasi alami terdapat 7 famili yang tidak ditemukan pada lahan realtif bersih yaitu Chrysomelidae, Coccinillidae, Calliphoridae, Sarchopagidae, Tephiritidae, Reduviidae, dan Erebidae. Perbedaan beberapa famili yang terdapat pada kedua lahan tersebut disebabkan oleh perbedaan vegetasi pada kedua lahan.

Jumlah Total Serangga yang Berhasil Ditangkap dengan Empat Tipe Perangkap

Hasil total tangkapan dari empat tipe perangkap yang digunakan pada penelitian di pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih dan vegetasi alami dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah total verangga yang berhasil ditangkap dengan empat tipe perangkap.

Nama Perankap Lahan Relatif Bersih Lahan Vegetasi Alami Ordo Famili Idividu Ordo Famili Individu

Light Trap 4 4 33 2 3 49

Blue Pan Trap 1 1 218 1 1 183

Pitfall Trap 3 4 109 3 4 71

Yellow sticky trap 9 15 251 8 14 297

Total 11 20 611 9 19 600

Dari tabel 3 diketahui bahwa jumlah ordo dan famili serangga yang terbanyak pada pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih dan vegetasi alami terdapat pada perangkap Yellow sticky trap yaitu 9 ordo, 15 famili pada lahan relatif bersih dan 8 ordo, 14 famili pada lahan vegetasi alami.

(36)

0 100 200 300 400 Light Trap

Blue Pan Trap Pitfall Trap Yellow Trap

Vegetasi Alami Relatif Bersih

Jumlah serangga tertinggi terdapat pada perangkap yellow sticky trap yaitu sebanyak 251 individu pada lahan relatif bersih dan 297 individu pada lahan vegetasi alami. Hal ini disebabkan oleh warna kuning memiliki kontras lebih tinggi sehingga serangga lebih dominan menyukai perangkap kuning. Sunarno (2011) menyatakan bahwa serangga dapat membedakan warna-warna, kemungkinan karena adanya perbedaan sel-sel retina pada serangga, kisaran panjang gelombang yang dapat diterima serangga adalah 245-600 nm. Perangka warna kuning lebih kontras dan lebih mengkilat sehingga serangga bersayap lebih mudah tertarik, dibandingkan jenis perangkap warna lainnya, dan disamping itu pula perangkap warna kuning lebih tahan terhadap cahaya matahari.

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah serangga terendah terdapat pada perangkap light trap yaitu sebanyak 33 individu pada lahan relatif bersih dan 49 individu pada lahan vegetasi alami. Adapaun serangga yang tertangkap pada lahan relatif bersih terdiri dari 4 ordo 4 famili yaitu Buprestidae,

Gambar 6. Jumlah total serangga yang berhasil ditangkap dengan empat tipe perangkap

(37)

rakyat vegetasi alami terdiri dari 2 ordo dan 3 famili yaitu Termitidae, Erebidae, Noctuidae.

Hal disebabkan karena gejala kerusakan yang disebabkan hama ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantong (Lepidoptera: Psychidae) yang merupakan hama utama pada kelapa sawit, tidak ditemukan di kedua lahan pengambilan sampel, sehingga minimnya serangga nocturnal yang terperangkap.

Satriawan (2011) dan Cendramadi (2011) menyatakan bahwa serangga hama yang dilaporkan sering menyerang kelapa sawit seperti ulat api (Setora nitens, Darnatrima, dan Ploneta diducta), ulat kantong (Metisa plana, Mahasena corbetti, dan Crematosphisa pendula), dan belalang (Valanga nigricornis dan Gastrimargus marmoratus).

Status Fungsi Serangga yang Tertangkap

Disuatu ekosistem serangga memiliki berbagai peran dalam rantai makanan, diantaranya adalah sebagai hama, predator, pollinator, parasitoid dan scavenger atau dekomposer. Selain itu serangga juga ada yang berperan lain yang tidak termasuk dalam kelima peran tersebut karena tidak terlalu jelas peranannya dalam ekosistem alami (Odum, 1998). Dalam penelitian ini serangga dikelompokkan berdasarkan perannya masing-masing.

(38)

Tabel 4. Status fungsi serangga yang tertangkap

Ordo Famili Status Fungsi

Serangga

Total Lahan Relatif Bersih

Lahan Vegetasi

Alami

Blattodea Blattidae Hama 6 10

Coleoptera Buprestidae Hama 3 0

Cerambycidae Hama 11 0

Chrysomelidae Hama 0 12

Coccinillidae Predator 0 2

Cryptophagidae Dekomposer 11 16

Curculionidae Penyerbuk 30 0

Scarabaeidae Dekomposer 32 34

Dermaptera Carcinophoridae Predator 12 0

Diptera Calliphoridae Hama 0 14

Muscidae Hama 35 77

Drosophilidae Hama 8 0

Sarchopagidae Hama 0 22

Tephiritidae Hama 0 36

Hemiptera Alydidae Hama 5 11

Reduviidae Predator 0 11

Homoptera Cicadellidae Hama 2 22

Hymenoptera Apidae Penyerbuk 4 0

Evaniidae Parasitoid 31 0

Formicidae Predator 277 205

Sphecidae Parasitoid 70 17

Isoptera Termitidae Hama 13 71

Lepidoptera Erebidae Hama 0 10

Noctuidae Hama 9 10

Mantodea Mantidae Predator 15 0

Orthoptera Acrididae Hama 8 13

Gryllidae Hama 29 7

Total 611 600

0 100 200 300 400

Hama Predator Penyerbuk Parasitioid Dekomposer

Vegetasi Alami Relatif Bersih

Gambar 7. Status fungsi serangga yang tertangkap pada lahan

vegetasi relatif bersih dan vegetasi alami

(39)

Dari Tabel 4. diketahui bahwa serangga yang terdapat pada pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih yaitu berstatus sebagai hama terdiri dari 11 famili dari 8 ordo dengan jumlah populasi 129 individu. Serangga sebagai predator terdiri dari 4 famili dari 4 ordo dengan jumlah populasi 304 individu. Serangga sebagai parasitoid berasal dari 2 famili 2 ordo dengan jumlah populasi 101 individu.

Serangga sebagai penyerbuk terdiri dari 2 famili dari 2 ordo dengan jumlah populasi 34 individu dan serangga sebagai dekomposer terdiri dari 2 famili dari 1 ordo dengan jumlah populasi 43 individu.

Pada lahan vegetasi alami diketahui bahwa serangga sebagai hama terdapat 14 famili dari 8 ordo dengan jumlah populasi 326 individu. Serangga yang berstatus predator terdapat 2 famili dari 2 ordo dengan jumlah populasi 207 individu, status serangga sebagai parasitoid terdiri dari 1 famili dari 1 ordo dengan jumlah populasi 17 individu dan serangga sebagai Dekomposer terdiri dari 2 famili dari 1 ordo dengan jumlah populasi 50 individu.

Berdasarkan tabel 4. diketahui bahwa jumlah serangga sebagai hama antara kedua lahan lebih banyak di lahan vegetasi alami daripada lahan relatif bersih, sedangkan jumlah serangga sebagai musuh alami (predator, parasitoid dan penyerbuk) ditemukan lebih tinggi pada lahan relatif bersih daripada lahan vegetasi alami. Dimana pada lahan relatif bersih jumlah hama tergolong rendah dikarenakan musuh jumlah musuh alami lebih tinggi, sebaliknya pada pertanaman kelapa sawit vegetasi alami jumlah hama tergolong tinggi, dikarenakan musuh alami yang menekan populasi serangga hama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buchori (2014) yang menyatakan serangga hama pada kelapa sawit dapat dikendalikan dengan pengendalian hayati, yaitu pemanfaatan musuh alami untuk menekan populasi hama.

(40)

Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuansi Mutlak, Frekuansi Relatif

Dari tabel 5. dapat diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi pada pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih terdapat pada Formicidae dengan nilai KM = 277 dan KR = 45,34% sedangkan yang terendah terdapat pada Cicadellidae dengan nilai KM = 2 dan KR = 0,33%. Hal ini disebabkan karena Formicidae pada lahan pengamatan adalah famili paling banyak yang berhasil ditangkap dan paling sedikit adalah Cicadellidae. Hal ini disebabkan karena Formicidae pada lahan pengamatan adalah famili paling banyak yang berhasil ditangkap dan yang paling sedikit adalah Cicadellidae. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agosti et al. (2000) menyatakan bahwa semut terdapat pada hampir semua habitatsehingga mudah dikoleksi, sensitif terhadap lingkungan, berfungsi penting dalam ekosistem dan berinteraksi dengan organisme lain.

Berdasarkan tabel 5. diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi pada pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih terdapat pada famili Curculionidae, Scarabaeidae, Muscidae, Formicidae, Sphecidae, Gryllidae dengan nilai FM = 8 dan FR = 6,78 %. Serangga dengan nilai frekuensi terendah adalah Cicadellidae dengan nilai FM = 2 dan FR = 1,69 %. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas didaerah pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih. Hal sesuai dengan pernyataan Purba (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan kehadiran suatu jenis serangga pada suatu habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

(41)

Tabel 5. Nilai kerapatan mutlak, relatif, frekuansi mutlak, dan relatif

Ordo Famili Lahan Relatif Bersih Lahan Vegetasi Alami Km Kr(%) Fm Fr(%) Km Kr(%) Fm Fr(%)

Blatodea Blatidae 6 0.98 5 4.24 10 1.67 4 3.54

Coleoptera Buprestidae 3 0.49 3 2.54 0 0.00 0 0.00

Cerambydae 11 1.80 6 5.08 0 0.00 0 0.00

Chrysomelidae 0 0.00 0 0.00 12 2.00 5 4.42

Coccinillidae 0 0.00 0 0.00 2 0.33 2 1.77

Crytophgidae 11 1.80 7 5.93 16 2.67 6 5.31

Curculionidae 30 4.91 8 6.78 0 0.00 0 0.00

Scarabaeidae 32 5.24 8 6.78 34 5.67 8 7.08

Dermaptera Carcinophoridae 12 1.96 6 5.08 0 0.00 0 0.00

Diptera Calliphoridae 0 0.00 0 0.00 14 2.33 5 4.42

Muscidae 35 5.73 8 6.78 77 12.83 8 7.08

Drosophilidae 8 1.31 5 4.24 0 0.00 0 0.00

Sarchopagidae 0 0.00 0 0.00 22 3.67 6 5.31

Tephiritidae 0 0.00 0 0.00 36 6.00 8 7.08

Hemiptera Alydidae 5 0.82 4 3.39 11 1.83 5 4.42

Reduviidae 0 0.00 0 0.00 11 1.83 5 4.42

Homoptera Cicadellidae 2 0.33 2 1.69 22 3.67 8 7.08

Hymenoptera Apidae 4 0.65 3 2.54 0 0.00 0 0.00

Evaniidae 31 5.07 6 5.08 0 0.00 0 0.00

Formicidae 277 45.34 8 6.78 205 34.17 8 7.08

Sphecidae 70 11.46 8 6.78 17 2.83 7 6.19

Isoptera Termitidae 13 2.13 7 5.93 71 11.83 8 7.08

Lepidoptera Erebidae 0 0.00 0 0.00 10 1.67 5 4.42

Noctuidae 9 1.47 5 4.24 10 1.67 5 4.42

Mantodea Mantidae 15 2.45 6 5.08 0 0.00 0 0.00

Orthoptera Acrididae 8 1.31 5 4.24 13 2.17 7 6.19

Gryllidae 29 4.75 8 6.78 7 1.17 3 2.65

Total 611 100 118 100 600 100 113 100

Pada pengamatan pertanaman kelapa sawit rakyat vegetasi alami diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi terdapat pada famili Formicidae dengan nilai KM = 205 dan KR = 34,17 % sedangkan nilai terendah adalah Coccinillidae dengan nilai KM = 2 dan nilai KR = 0,33 %. Hal ini disebabkan karena Formicidae adalah famili paling banyak tertangkap dan yang

(42)

paling sedikit adalah Coccinillidae. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agosti et al. (2000) menyatakan bahwa semut terdapat pada hampir semua

habitatsehingga mudah dikoleksi, sensitif terhadap lingkungan, berfungsi penting dalam ekosistem dan berinteraksi dengan organisme lain.

Pada pengamatan pertanaman kelapa sawit rakyat vegetasi alami diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan frekuensi relatif tertinggi terdapat pada famili Scarabaeidae, Muscidae, Tephiritidae, Termitidae, Cicadellidae, Formicidae dengan nilai FM = 8 dan FR = 7,08 %. Serangga dengan nilai terendah adalah Coccinillidae dengan nilai FM = 2 dan nilai FR = 1,77 %. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas didaerah pertanaman kelapa sawit rakyat relatif bersih. Hal sesuai dengan pernyataan Purba (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan kehadiran suatu jenis serangga pada suatu habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga

Nilai indeks keanekaragaman pada pertanaman kelapa sawit rakyat lahan relatif bersih adalah H’= 2,10. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga pada lingkungan pertanaman tersebut termasuk kategori sedang (H’ = 1-3).

Menurut Michael (1995) bila H’ = 1-3 berarti keanekaragaman serangga sedang yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami hampir seimbang.

Pada pertanaman kelapa sawit rakyat lahan vegetasi alami nilai indeks keanekaragaman serangga adalah H’= 2,33. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman serangga pada lingkungan pertanaman tersebut termasuk kategori

Gambar

Gambar 1. Ilustrasi bagan penelitian
Gambar 2. Perangkap kuning (yellow sticky trap)
Gambar 4. Perangkap jatuh (Pit Fall Trap)  Identifikasi Serangga
Tabel  1.  Jumlah dan jenis  serangga yang tertangkap pada pertanaman kelapa sawit  rakyat relatif bersih
+6

Referensi

Dokumen terkait

Keluaran : Meningkatkan pengetahuan dalam memasuki dunia kerja sehingga para pencari kerja memahami tentang dunia kerja mulai dari proses rekruitmen sampai dengan hubungan

Selanjutnya user dapat mengklik tombol dekripsi maka pesan akan berubah menjadi teks asli (plainteks) dan ukuran file dan waktu proses akan tampil pada form

PBC paling dominan berpengaruh terhadap minat mahasiswa menabung di bank syariah dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,281, kemudian diikuti oleh variabel norma

Didalam penulisan laporan akhir ini, penulis ingin mengetahui bagaimana perencanaan yang baik dalam merencanakan desain geometrik dan konstruksi perkerasan pada

Salah satu produk dari kesepakatan dagang yang membebaskan produk-produk masuk secara leluasa adalah MEA. Untuk menghadapi MEA perlu persiapan agar industri kecil dapat

Embeding, Blocking, Pemotongan sampling untuk pembuatan slide, Deparafinasi dan rehidrasi, serta Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Pengukuran penghitungan distribusi sel sel

Bagi negara kita Malaysia, hasrat membantu mengembalikan kegemilangan tamadun Islam cuba dipugar dengan penumpuan kepada membentuk ciri-ciri masyarakat bertamadun ( mujtama’