• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL LITERASI MEDIA BAGI REMAJA OLEH KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (KPID DIY) DAN RUMAH SINEMA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL LITERASI MEDIA BAGI REMAJA OLEH KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (KPID DIY) DAN RUMAH SINEMA YOGYAKARTA"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL LITERASI MEDIA BAGI REMAJA OLEH KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (KPID DIY) DAN

RUMAH SINEMA YOGYAKARTA

(The Model Literation Media for Teenagers by KPID DIY and Yogyakarta Home Productions)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh: Baiq Rita Astari 20130530104

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

MODEL LITERASI MEDIA BAGI REMAJA OLEH KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (KPID DIY) DAN

RUMAH SINEMA YOGYAKARTA

(The Model Literation Media for Teenagers by KPID DIY and Yogyakarta Home Productions)

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh: Baiq Rita Astari 20130530104

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang menjadi rujukan telah saya nyatakan dengan benar. Apabila di kemudian hari karya saya ini terbukti merupakan hasil plagiat atau menjiplak karya orang lain, maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaannya.

Yogyakarta, 28 November 2016 Penulis

(4)

MOTTO

USAHA DAN DOA

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Special Thanks To:

Allah SWT segala rasa syukur dan terimakasih telah memberikan begitu banyak nikmat, dan segala kemudahan. Terimakasih telah memberikan kesempatan yang luar

biasa di tengah lika liku cobaan dalam perjalanan menempuh pendidikan hingga sampai detik ini.

Karya sederhana ini saya dedikasikan kepada kedua orang tua saya Alm. H. Lalu Djumaka dan Almh. Hj. Sahriah yang saya cintai. Terimakasih telah mengantarkan

saya hingga sampai pada tahap ini. Terimakasih atas pelajaran hidup yang telah engkau berikan selama sisa hidup kalian. Terimakasih atas doa yang setiap saat kalian

panjatkan untuk keerhasilan saya. Semoga Allah memberikan tempat yang terbaik untuk kalian disisi-Nya. Amin. Karya ini juga saya dedikasikan kepada sahabat saya

Larasati Rizki Apsari (Almh) dan kakak tercinta saya Baiq Nindya Arisanti, S.E (Almh).

Terimakasih Mamiq Rahman dan keluarga. Terimakasih telah menjadi orang tua bagi saya dan keluarga. Terimakasih telah memberikan dukungan dan semangat yang

begitu luar biasa.

Terimakasih kepada kepada seluruh keluarga besar saya atas semangat yang diberikan.

Terimakasih kepada pembimbing skripsi saya Mas Fajar Junaedi, S.Sos., M. Si. atas semnagat dan bantuan beliau saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih kepada

bapak Filosa Gita Sukmono, S.I.Kom. MA dan bapak Taufiqurrahman., S.IP., MA., Ph.D telah menguji saat ujian proposal hingga ujian pendadaran.

Terimakasih kepada seluruh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas ilmu yang diberikan kepada saya selama 3.5 tahun ini. Semoga kelak

ilmu ini dapat bermanfaat.

Terimakasih kepada pak Jono, Par Muryadi, Pak Yuni, mb Siti atas bantuannya selama ini.

Terimaksih kepada sahabat-sahabatku dan teman-teman ku yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Yang namanya minta untuk disebutkan disini (haha) Arman Maulana dan Afnan Muhammad semoga kalian cepat lulus dan menjadi sarjana Ilmu Komunikasi yang

bermanfaat.

Terimaksih kepada LPPM Nuansa dan Fisipol Research Club (Fresh Club) yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan berproses bersama kalian yang luar biasa.

(6)

KATA PENGANTAR

Sudah semestinya media televisi memberikan tayangan-tayangan yang mendidik bagi masyarakat terutama remaja. Hampir seluruh media televisi di Indonesia di tengah perkembangannya justru memberikan pesan-pesan yang mengarah pada pola gaya hidup konsumtif, ikut menjadi bagian dalam salah satu faktor yang menyebabkan remaja untuk melanggar nilai-nilai kehidupan yang telah tertanam di masyarakat, serta mampu mengubah pola piker remaja. Alhasil, remaja sebagai golongan yang rentan terpengaruh oleh hal-hal yang berbau modern tentunya juga dengan cepat mengikuti perilaku yang dihadirkan di media massa.

Keuntungan yang banyak ditawarkan melalui media massa menjadi salah satu penyebab semua perusahaan media massa secara tidak langsung menghilangkan fungsi media massa secara utuh. Kekuatan pemilik modal yang ikut memainkan peran di belakang layar menjadikan konten dunia pertelevisian Indonesia menjadi suram. Remaja yang umumnya belum sepenuhnya memahami bagaimana memilih dan mengolah informasi secara baik menjadi sasaran empuk bagi pemilik media. Asalkan program yang mereka buat disukai dan mendapatkan retting tertinggi, maka semua menjadi aman. Tanpa mereka memperdulikan informasi yang disajikan akan memilik dampak buruk yang sangat berpengaruh bagi kehidupan sosial para remaja.

Hal ini tentunya mendorong berbagai lembaga maupun komunitas di Indonesia salah satunya di Yogykarta untuk gencar melakukan gerakan dalam memberikan kesadaran dan pemahaman kepada masyarkat akan efek yang ditimbulkan oleh televisi. Gerakan yang selama ini dilakukan oleh lembaga dan komunitas ini dikenal dengan gerakan literasi media atau melek media. Di Yogyakarta, gerakan ini dilakukan oleh banyak lembaga dan komunitas, salah satunya lembaga independen yaitu Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta dan Rumah Sinema Yogyakarta.

(7)
(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...iii

MOTTO ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ...x

ABSTRAK ...xi

ABSTRACT ...xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penelitian ...8

D. Manfaat Penelitian ...9

E. Kerangka Teori ...10

1. Literasi Media ...10

2. Media Massa ...17

3. Remaja ...22

4. Model Literasi ...26

5. Televisi ...30

F. Metode Penelitian ...34

1. Jenis Penelitian...34

(9)

3. Teknik Pengumpulan Data ...35

4. Teknik Analisis Data...37

G. Sistematika Penulisan ...39

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ...40

A. Profil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta dan Rumah Sinema Yogyakarta ...40

A.1. Gambaran Umum Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta ...40

A.2. Gambaran Umum Rumah Sinema Yogyakarta ...48

B. Penelitian Terdahulu ...51

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN ...54

A. Penyajian Data ...54

III.A.1. Model Literasi Media bagi Remaja Oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (KPID DIY) ...54

III.A.2. Model Literasi Media bagi Remaja Oleh Rumah Sinema Yogyakarta ...65

B. Pembahasan ...71

III.B.1. Model Literasi Media bagi Remaja Oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta ...71

III.B.2 Model Literasi Media Bagi Remaja oleh Rumah Sinema Yogyakarat ...83

III.B.3.Perbedaan Model Literasi Media Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Rumah Sinema Yogyakarta……… 94

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...97

A. Kesimpulan ...97

B. Saran ...98

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Analisis Kelebihan dan Kekurangan Model Literasi Media KPID DIY ...81

Tabel 3.2 Analisis Kelebihan dan Kekurangan Model Literasi Media Rumah Sinema Yogyakarta ...92

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Model Literasi Remotivi ...29

Gambar 2.1 Struktur anggota KPID DIY periode 2014-2017 ...47

Gambar 3.1 Sosialisasi Literasi Media oleh KPID DIY di SMAN 1 Galur ...60

Gambar 3.2 Contoh Surat Aduan KPID DIY ...63

Gambar 3.3 Model Literasi Remotivi ...76

Gambar 3.4 Model Literasi KPID DIY...78

Gambar 3.5 Model Literasi Remotivi ...87

Gambar 3.6 Model Literasi Rumah Sinema ...89

(11)
(12)

ABSTRACT

This research is trying to analyze how the model of media literation which conducted by KPID DIY as an independent association that responsible upon broadcasting of Indonesia and Yogyakarta’s home Production, this organization is noncommercial association based on voluntary. Both of the associations do the same idea that is promoting media literation to the society. This research using method of qualitative-descriptive.

The purposes of this research are to know the model of media literation conducted by KPID DIY and Yogyakarta’s home Production. The kind of the research use the method of qualitative-descriptive with doing observation, interview and documentation as the resource.

The result of the research revealed that both of the association have the different ways. KPID DIY use public discussion w ith mass media, discussion group of social media, newspaper and magazine. While, Yogyakarta’s Home Production use model of the book maker, workshop and socialization, and wall magazine and training for trainer for their media literation.

(13)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menganilisis bagaimana model literasi media yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (KPID DIY) yang merupakan lembaga independen, bertanggung jawab terhadap penyiaran Indonesia dan Rumah Sinema Yogyakarta, yang merupakan sebuah lembaga non komersial dengan berbasis kesukarelaan. Dimana kedua lembaga ini sama-sama melakukan gerakan literasi media ke masyarakat luas.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui model literasi media KPID DIY dan Rumah Sinema Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan pedekatan deskriptif kualitatiif yaitu dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai bentuk sumber data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua lembaga ini memiliki cara yang berbeda seperti KPID DIY menggunakan diskusi publik melalui media massa, grup diskusi di media sosial, dan tulisan-tulisan di media cetak. Sedangkan Rumah Sinema Yogyakarta menggunakan model pembuatan buku, workshop atau penyuluhan, mading (majalah dinding), dan Training for Trainer (ToT).

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kehadiran media massa terutama televisi di tengah masyarakat telah memberikan warna dalam dunia pertelevisian Indonesia. Berbagai program yang bersifat edukasi hingga hiburan terus ditawarkan media kepada masyarakat. Tidak dapat dihindari lagi, bahwa kehadiran televisi menjadi salah satu media yang digunakan untuk menjadi tolok ukur dalam berperilaku. Terlebih lagi pada remaja, pada usia yang memasuki usia transisi, remaja akan mencoba hal-hal baru yang ada disekeliling mereka. Salah satu media yang saat ini banyak digunakan adalah televisi.

Menurut McLuhan, dalam menggunakan media orang cenderung mementingkan isi pesannya saja dan seringkali orang tidak menyadari bahwa media yang menyampaikan pesan itu juga mempengaruhi kehidupannya (Morrisan, 2012:494).

Dalam hal ini, masyarakat akan secara tidak sadar terus menerima pesan yang diberikan media. Tanpa disadari, pesan-pesan yang diterima perlahan mempengaruhi kehidupan mereka. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak memproses pesan yang diterima secara baik.

(15)

menerima semua yang disuguhkan oleh media menunjukkan betapa rendahnya pemahaman masyarakat akan fungsi media, sehingga hal ini semakin membuka peluang besar bagi para pemilik media untuk meraup keuntungan. Dimana, fungsi utama media massa sebagai sarana informasi dan digantikan dengan masuknya kepetingan pribadi, seperti bisnis, idiologi hingga pada ranah politik. Sehingga, apa yang ditampilkan di televisi hanya sebatas sebagai komoditas yang dikemas dalam bentuk hiburan.

Efek media massa terutama televisi tidak hanya menyerang orang dewasa, namun juga remaja. Remaja merupakan yang paling rentan untuk terpengaruh oleh terpaan media massa. Dalam masa remaja ini merupakan masa dimana remaja mulai mencari identitas mereka dan salah satu bagian yang berperan dalam kehidupan mereka adalah televisi. Dapat dilihat, kehadiran berbagai program televisi seperti sinetron, reality show, hingga infotaiment kini telah mengajarkan perilaku yang miskin akan pesan moral dan nilai-nilai edukasi. Hal ini dilihat dari konten yang ditampilkan dalam media massa seperti kekerasan, mem-bully, pornografi, hingga pada perubahan gaya hidup masyarakat terutama remaja. Selain itu, efek dari media massa juga tidak dapat dihindari lagi mampu mengubah pola pikir dan nilai-nilai yang sudah tertanam dalam masyarakat.

(16)

pendidikan perilaku remaja saat ini diserahkan sepenuhnya kepada program televisi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purwadi yang dimuat dalam Jurnal MediaTor, Vol. 6 No. 1 tahun 2005 yang berjudul Potret Penggunaan Media Televisi pada Kalangan Remaja menuju Dewasa Awal di Yogyakarta memperoleh hasil bahwa dilihat dari jumlah waktu menonton menunjukkan sebanyak 48,40% responden menghabiskan waktunya untuk menonton televisi selama 180-239 menit dan 31,33% menghabiskan waktunya antara 120-179 menit sehari. Responden dengan golongan kelas berat sebanyak 11.73%, hanya sebagian kecil (8.53%) yang menonton 60-119 menit sehari. Jika dilihat dari jam menontonnya, data penelitian menunjukkan 83.87% responden menonton televisi antara pukul 17.00-22.30, hanya sebagian kecil yang menonton di atas pukul 22.30. Dengan melihat dari aspek yang ditonton menunjukkan khusunya dalam mennton film dalam hal ini termasuk sinetron, telenovela, dan sejenisnya yang mengandung unsur seks sebanyak 72% responden memiliki frekuensi menonton adegan seks tergolong tinggi (sering). Sementara, 4,13% tergolong frekuensi sangat tinggi (sangat sering) meonton hal-hal yang mengandung unsur seks. Hanya sebagian kecil (23,87%) saja yang mengatakan jarang menonton hal-hal yang mengandung unsur seks.

(17)

agak menyimpang dari nilai-nilai yang berlaku. Hal ini didasarkan karena responden cenderung menyetujui hal-hal seperti ciuman (kissing) karena telah dianggap biasa di era modern seperti sekarang. Kedua, penyimpangan perilaku dari 750 responden menunjukkan 0,94% saja yang perilakunya tidak menyimpang sama sekali. 74,93% tergolong agak menyimpang dan 24,13% tergolong menyimpang. Menyimpang dalam hal ini yaitu antara lain melakukan kissing disertai meraba-raba bagian sensual, berhubungan intim sebelum menikah, (pernah) mengambil milik orang lain, berkata kasar, melawan orangtua dan guru, berhubungan intim dengan pacar atau orang lain dengan imbalan uang, mengkonsumsi minuman keras, minum obatan terlarang dan berjudi. Ketiga, gaya hidup konsumtif dimana 47,60% responden tergolong kelompok yang memiliki gaya hidup konsumtif, sedangkan 52,40% responden tergolong kelompok agak konsumtif. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup yang dilakukan dikalangan responden yang ditunjukkan dari mengonsumsi barang-barang yang digunakan atau makanan seperti pakaian, aksesoris, kendaraan yang mengikuti trend mode tertentu.

Menurut Greg Phillo, media dapat digunakan untuk menyebarkan ide, pemikiran dan doktrin yang baru, bahkan pada tataran yang ekstrem media dapat melahirkan revolusi dan sekaligus menimbulkan imperialisme modern seperti: perubahan sistem demokrasi, budaya dan gaya hidup bahkan cara berpikir dengan konsep dan perspektif yang mendukung ideologi dominan dari kelompok dominan (Mulyana dkk, 2011: 243).

(18)

Media Televisi terhdap Penyimpangan Nilai dan Perilaku Remaja (Kekerasan,

Seks dan Konsumtif) di Kota Yogyakarta menghasilkan bahwa hipotesis pertama penggunaan media mengakibatkan remaja di Yogyakarta cenderung lebih permasif, berani dan tidak sungkan dalam melakukan hal yang dianggap tabu di dalam masyarakat sedangkan pada hasil pengujian hipotesis kedua yaitu faktor pendidikan, gaya hidup konsumtif, lingkungan keluarga, dan ketaatan beragama menentukan besarnya pengaruh penggunaan televisi terhadap penyimpangan nilai dan perilaku yang signifikan.

Yogyakarta dengan tingkat pelajar yang tinggi maka diperlukan sebuah kesadaran lebih terhadap penggunaan media yang bijak. Berdasarkan penelitian tersebut juga memperlihakan bagaimana remaja khususnya belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya literasi media, terlebih lagi perkembangan media saat ini begitu cepat akan mendukung cepat terpengaruhnya remaja terhadap tayangan media yang negatif. Disamping itu, Yogyakarta dengan luas wilayah yang tidak begitu luas dengan jumlah penduduk yang padat juga menjadi pendorong penggunaan media televisi yang semakin tinggi.

(19)

Berawal dari kerihatinan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh media massa, utamanya pada remaja, maka muncullah inisiatif dari berbagai pihak untuk melakukan gerakan literasi media. Literasi media menuntut masyarakat untuk sadar dan cerdas dalam menggunakan media. Masyarakat diarahkan untuk kritis terhadap konten-konten yang dihadirkan pada program televisi, dapat memilah program-program yang baik dan buruk.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) muncul sebagai lembaga Negara yang independen yang berfungsi sebagai pengawas dalam menindaklanjuti program-program yang melanggar Pedoman Prilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Dimana berdasarkan Undang-undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dengan tujuan mengatur segala hal mengenai penyiaran Indonesia. Salah satu tanggungjawab dari Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) maupun Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) adalah bidang pengawasan isi siaran. Dimana, berkaitan dengan bagaimana menciptakan tayangan yang berkualitas. Literasi media merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh KPID dalam memberikan kesadaran kepada remaja dalam cerdas memilih tayangan yang sesuai untuk ditonton. Berdasarkan Undang-undang tersebut baik KPIP maupun KPID memiliki tanggung jawab utama dalam memfilter dan mengawasi berbagai tayangan-tayangan yang ada di media massa salah satunya televisi agar mampu menayangkan program-program yang baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

(20)

Rumah Sinema Yogyakarta sebagai subjek penelitian karena merupakan lembaga non komersial yang berbasis sukarelawan dan telah melakukan gerakan literasi media keberbagai lapisan msyarakat khusunya remaja. Selain itu juga Rumah Sinema Yogyakarta telah melakukan literasi media cukup lama dan memiliki pengaruh terhadap perkembanagan literasi media di Yogyakarta.

Dalam penelitian ini, selain peneliti merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan Purwadi, peneliti juga merujuk hasil penelitian berupa artikel jurnal dari Israwati Suryadi, dengan judul penelitian “Kajian Perilaku Menonton Tayangan Televisi dan Pendidikan Literasi Media Pada Remaja (Studi Di SMP Madani, Kota Palu)” yang dimuat pada Jurnal Academica Fisip Untad Vol. 05 No. 01 Februari 2013. Pada penelitian ini, literasi media menjadi bagian yang penting untuk terus dikembangkan baik melalui pelatihan, sosialisasi dan sebuah kurikulum yang dapat diterapkan pada dunia pendididkan. Penelitian pada siswa SMP Madani yang menjadi informan menemukan bahwa siswa sudah cukup kritis dalam memahami isi media. Namun disisi lain, berdasarkan hasil temuan peneliti pengaruh buruk dari televisi masih terlihat pada siswa dimana siswa masih akrab dengan kekerasan, pergaulan bebas, konsumerisme, malas belajar, kurangnya etika dalam hubungan dengan orang lain terutama orang tua dan gangguan saraf.

Adapun penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Latifah yang dirangkum dalam eJournal Ilmu Komunikasi, Vol. 2, No. 4 tahun 2014 dengan judul Analisis Literasi Media Televisi dalam Keluarga (Studi Kasus Pendampingan Anak Menonton Televisi di Kelurahan Sempaja Selatan Kota

(21)

terhadap anak menggunakan dua cara, yaitu: pembatasan jam menonton dan pemilihan isi tayangan serta menggunakan diskusi dan bertukar pikiran ketika menonton televisi. Dari hasil penelitian ini, peneliti mendapatkan bahwa tingkat literasi media pada keluarga belum sepenuhnya berjalan baik, hal ini dikarenakan pengetahuan dan keterampilan masih berada pada tahap klasifikasi jenis, kategori, fungsi, dan pengaruh media televisi.

Dari kedua penelitian di atas, kesamaan antara penelitian Israwati dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu: pertama, sama-sama menggunakan metode kualitatif dalam penelitian. Kedua, sama-sama berfokus pada literasi media. Ketiga, sama-sama fokus objek kepada remaja.

Adapun penelitian ini lebih memfokuskan pada peran literasi media bagi pendidikan untuk remaja. Sedangkan peneliti lebih fokus kepada bagaimana model literasi media yang dilakukan oleh KPID Yogyakarta dan Rumah Sinema Yogyakarta kepada remaja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah: “Bagaimana model literasi media televisi bagi remaja oleh KPID DIY dan

Rumah Sinema Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian

(22)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini mampu memberikan kontribusi dalam dunia Ilmu Komunikasi khususnya dalam masalah literasi media.

b. Manfaat Praktis

1) Mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan media dan dampak yang terjadi di masyarakat.

2) Menjadi rujukan untuk penelitian lanjutan yang lebih mendalam yang kaitannya dengan model literasi media.

3) Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi KPID DIY dan Rumah Sinema Yogyakarta dalam meciptakan model literasi media bagi masyarakat, khususnya generasi muda.

E. Kerangka Teori 1. Literasi Media

(23)

pesan, mengorganisasikan makna itu hingga berguna, dan kemudian membangun pesan untuk disampaikan kepada orang lain (PKMBP,2013:16).

Adams dan Hamm (2001) mendefinisikan literasi media sebagai kemampuan membaca, menulis, berbicara, mendengar, berpikir, dan mengamati (Potter, 2004:30). Mengamati utamanya merupakan bagian paling penting dan termasuk kemamuan mengkritisi informasi visual yang diproduksi oleh televisi, film, permainan, internet, atau simulasi yang dibuat oleh komputer.

Baran dan Dennis (2010) (dalam Tamburaka, 2013:8) memandang literasi media sebagai suatu gerakan literasi media, yaitu: gerakan melek media dirancang untuk meningkatkan kontrol individu terhadap media yang digunakan untuk mengirim dan menerima pesan. Gerakan literasi media merupakan kegiatan dalam membangun kesadaran seseorang terhadap sebuah pesan dalam media massa.

Messaris (dalam Potter, 2004: 29) menjelaskan komponen dari literasi media yaitu: a central component of media literacy should be an understanding of the representational conventions through

(24)

Lebih lanjut James W. Potter menjelaskan tentang literasi media yaitu: a set of perspectives that we actively use to expose ourselves to the media to interpret the meaning of the messages we

encounter”. (Seperangkat perspektif dimana kita secara aktif memberdayakan diri kita sendiri dalam menafsirkan pesan-pesan yang diterima dan cara mengantisipasinya) (Potter, 200:19).

Potter juga menjelaskan bahwa literasi media tidak hanya sebatas pemahaman seseorang dalam menerima gambaran-gambaran yang disampaikan oleh sebuah pesan, namun lebih kepada bagaimana literasi media sebagai sebuah kontrol.

Adapun menurut Potter terdapat beberapa konsep dasar dalam literasi. Pertama, literasi media merupakan sebuah kontinum, bukan kategori. Artinya setiap orang memiliki pemahaman tentang media, meskipun berbeda tingkatan. Dimana, kekuatan dalam memahami media ditentukan dari kualitas struktur pengetahuannya.

Kedua, literasi media bersifat multi-dimensional. Artinya, struktur pengetahuan seseorang berasal dari empat dimensi, yaitu kognitif kaitainnya dengan fakta yang terdapat dalam sebuah informasi. Dimensi Emosional yakni kaitannya dengan perasaan. Dimensi estetika kaitannya dengan apresiasi terhadap pesan dan dimensi moral berkaitan dengan nilai.

(25)

dengan tingkat literasi media seseorang. Dimana, semakin tinggi tingkatan literasi media seseorang, maka makna yang diperoleh dari sebuah pesan akan semakin banyak. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat literasi media yang rendah akan kesulitan dalam mengenali ketidakteraturan, memahami kontroversi, mengapresiasi ironi dan satire atau membangun padangan yang luas.

Menurut pakar ilmu komunikasi, Art Silverblatt (2001) dalam Baran (2011:32-35) mengidentifikasikan tujuh elemen literasi media, yang selanjutnya ditambahkan satu elemen oleh Stanley J. Baran sehingga terdapat delapan elemen literasi media, yakni: 1. Sebuah keterampilan berpikir kritis yang memungkinkan

anggota khalayak untuk mengembangkan penilaian independen tentang konten media.

2. Pemahaman tentang proses komunikasi massa.

3. Sebuah kesadaran akan dampak media pada individu dan masyarakat.

4. Strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan-pesan media.

5. Memahami isi media sebagai teks yang memeberikan wawasan kita tentang budaya dan hidup.

(26)

7. Pembangunan dari keterampilan produksi yang efektif dan bertanggung jawab.

8. Pemahaman tentang kewajiban etika dan moral dan praktisi media.

Sedangkan menurut Potter (dalam Rahardjo, 2013:18-20) menjelaskan sembilan karakteristik dari literasi media atau deskripsi tentang apa yang dibutuhkan seseorang untuk berpikir dan bertindak agar dinilai melek media, yaitu:

1. Kecakapan dan informasi merupakan hal yang penting.

Dalam hal ini banyaknya informasi yang dimiliki akan berpengaruh pada kecakapan seseorang dalam memahami informasi dengan baik. Kecakapan yang dimaksud adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, membuat sintesis, dan ekspresi persuasif.

2. Literasi media merupakan seperangkat perspektif di mana kita mengekspose diri kita sendiri terhadap media dan

menginterpretasikan makna dari pesan-pesan yang kita

(27)

3. Literasi media harus dikembangkan, no one is born media literate. Media dan dunia nyata akan terus mengalami perubahan. Maka, dibutuhkan pengembangan terhadap struktur pengetahuan sebagai proses jangka panjang untuk mencapai tahapan literasi media yang lengkap.

4. Literasi media bersifat multi dimensi. Dalam struktur pengetahuan, tidak hanya dibutuhkan elemen kognitif saja, namun perlu adanya kesinambungan antara empat elemen yaitu, emosional, estetika, dan moral.

5. Literasi media tidak dibatasi pada satu medium. Literasi media tidak hanya sebatas membaca dan lambang-lambang komunikasi saja, namun lebih luas lagi yaitu mengkonstruksikan makna dari pengalaman dan konteks ekonomi, politik, budaya, dan lainnya.

6. Orang yang melek media bisa memahami bahwa maksud dari literasi media adalah kemampuan mengendalikan

pesan-pesan yang menerpanya dan menciptakan makna.

Menjadi melek media adalah kemampuan dalam melakukan kontrol terhadap terpaan media dan mengkonstruksikan makna dari pesan-pesan yang disampaikan oleh media. 7. Literasi media harus terkait dengan nilai-nilai. Masterman

(28)

berusaha untuk memaksakan gagasan-gagasan tentang apa

yang “baik” atau “buruk”.

8. Orang yang melek media meningkat terpaan mindfulnya.

Seseorang yang memiliki perspektif kuat tentang fenomena media sangat berpotensi untuk bertindak melek media. Seperangkat struktur pengetahuan tidak akan mengindikasikan melek media, namun orang harus secara mindful (proaktif) dalam menggunakan informasi. Dengan begitu, orang yang melek media akan menggunakan lebih sedikit waktu dan semakin sadar dalam tujuan dalam menggunakan media.

(29)

Dengan demikian, adanya literasi media akan memberikan kontrol terhadap berbagai pandangan yang diberikan oleh media. Literasi media sebagai gerakan melek media dilakukan untuk mmembangun kesadaran masyarakat dalam memproses dan menganalisa pesan yang ada di media massa. 2. Media Massa

Media massa merupakan alat yang digunakan dalam menyampaikan informasi. Kini media massa menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Salah satu jenis media massa yaitu media massa televisi. Kelebihan dari media massa televisi yaitu audio visual, dimana terdapat gambar bergerak yang memungkinkan penonton dapat melihat lansung peristiwa dari tempat kejadian.

Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada

audience yang luas dan heterogen. Kelebihan dari media massa dibandingkan dengan jenis komunikasi lain adalah ia bisa mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas (Nurudin, 2004: 8).

(30)

1. Media merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Dipihak lain, institusi media diatur oleh masyarakat.

2. Media massa merupakan sumber kekuatan - alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.

3. Media merupakan lokasi (atau norma) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional maupun internasional.

4. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan hanya sebagai pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.

(31)

realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif. Dimana media juga mempunyai peran dalam menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan (Nurudin, 2004:31-32).

(32)

pendorong berkembangnya budaya yang bermanfaat bagi masyarakat.

Media massa kaitannya dengan literasi media memiliki beberapa arti. Pertama, sebagai alat dan materi untuk mentransmisikan informasi. Kedua, medium untuk merekam dan melindungi informasi. Ketiga, informasi atau pesan-pesan yang didistribusikan di media.

Adapun karakteristik media massa seperti: 1. Komunikasi berlangsung satu arah.

2. Komunikator bertindak atas nama lembaga dan pesan-pesan yang disampaikan merupakan hasil kerja sama.

3. Pesan-pesan bersifat umum (untuk orang banyak). 4. Menciptakan keserempakan.

5. Komunikan bersifat heterogen.

6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis. 7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.

Menurut Cangara (dalam Tamburaka, 2013:41) terdapat beberapa karakteristik media massa, antara lain:

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengolahan sampai pada penyajian informasi.

(33)

Kalaupun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.

4. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa menegenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.

Keberadaan media massa dalam kehidupan masyarakat pada akhirnya mampu membuat pengaruh besar. Ketika media massa telah mengambil ruang dalam kehidupan masyarakat, maka kemungkinan besar hal yang terjadi adalah ketergaantungan bagi masyarakat akan media massa, dalam hal ini adalah televisi. Ketergantungan yang tinggi akan media massa tentunya membawa masyarakat pada perubahan gaya hidup dan budaya.

(34)

disajikan. Oleh karena keuntungan menjadi prioritas utama, maka media massa lebih cenderung membangun sebuah realitas berdasarkan ideologi mereka.

3. Remaja

Dalam dunia komunikasi massa, kita akan mengenal beragam audience, salah satu audience dalam hal ini adalah remaja. Dimana remaja sebagai bagian yang menerima pesan yang disampaikan melalui media. Audience dalam proses menerima pesan akan memiliki cara yang berbeda begitu juga dengan remaja. Dalam hal literasi media, cara pandang audience sangat dibutuhkan untuk menyikapi berbagai konten yang ada di media massa. Ketika kita mampu menyikapi dengan baik konten media, maka akan mempengaruhi cara pandang kita terhadap konten tersebut.

Menurut Hiebert dan kawan-kawan (Nurudin, 2004:96-98) menjelaskan audience dalam komunikasi massa setidaknya memiliki 5 (lima) karakteristik sebagai berikut:

1. Audience cenderung berisi individu-individu yang condong untuk berbagi pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan sosial diantara mereka. Dimana individu-individu akan memilih produk media yang mereka gunakan berdasarkan seleksi kesadaran.

(35)

luas ini bersifat relatif. Sebab, terdapat media yang memiliki jumlah audience ribuan bahkan jutaan. Meskipun jumlah yang berbeda, tetap disebut audience.

Tetapi, perbedaan ini bukan sesuatu yang prinsip. Jadi, tidak ada ukuran pasti tentang luasnya audience.

3. Audience cenderung heterogen. Mereka berasal dari berbagai lapisan dan kategori sosial. Beberapa media tertentu mempunyai sasaran, tetapi heterogenitasnya juga tetap ada. Majalah yang dikhususkan untuk dokter, memang sama secara profesi, tetapi ststus sosial ekonomi, agama, umur tetap berbeda satu sama lain. 4. Audience cenderung anonim, yakni tidak mengenal satu

sama lain. Bagaimana mungkin audience bisa mengenal khalayak televisi yang jumlahnya jutaan? Tidak mengenal ini tidak ditekankan satu kasus per kasus tetapi meliputi semua audience. Sebab bisa saja sesama

audience TV 7, antar anggota saling mengenal. Tetapi mengenai ini bukan seperti itu maksudnya.

(36)

dikatakan juga audience dipisahkan oleh ruang dan waktu.

Jika dikaji lebih jauh, Melvin De Fleur dan Sandra Ball-Rokeaach dalam Nurudin (2004:98-100), mengkaji

audience berdasarkan interaksi audience dan bagaimana tindakan audience terhadap isi media yang dijelaskan melalui tiga teori yakni: (1) Individual Differences perspective, proses ini menjelaskan bahwa setiap individu memiliki perspektif yang berbeda dalam menanggapi pesan yang disampaikan oleh media, dimana hal ini dipengaruhi oleh kondisi psikologi individu itu yang berasal dari pengalaman masa lalunya. (2) Social Categories Perspective, dalam perspektif ini menjelaskan bahwa masyarakat terbagi kedalam karakteristik umum seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan, kesempatan, dan seterusnya. Dengan ini, individu-individu anggota suatu kelompok akan mempunyai kecenderungan merespon sama seperti yang dilakukan oleh anggota kelompok dalam satu perkumpulan sosial tadi. (3) Social Relationship Perspective,

(37)

anggota audience. Artinya, individu akan saling mempengaruhi satu sama lain dan menghasilkan respon yang hampir sama.

McQuail (1987) dalam Mulyana (2013:239) menyebutkan beberapa konsep alternatif tentang audience sebagai berikut:

1. Audience sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, pemirsa. Konsep audience diartikan sebagai penerima pesan dalam komunikasi massa, yang keberadaannya tersebar, heterogen, dan berjumlah banyak.

2. Audience sebagai massa. Audience sebagai kumpulan orang yang berukuran besar, heterogen, penyebaran, dan anomitasnya serta lemahnya organisasi sosial dan komposisinya yang berubah dengan cepat dan tidak konsisten.

3. Audience sebagai kelompok sosial atau publik. Konsep

audience diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang terbentuk atas suatu isu, minat, atau bidang keahlian.

Audience ini aktif untuk memperoleh informasi dan mendiskusikannya dengan sesama anggota audience.

(38)

5. Model Literasi

Model literasi media memerlukan lebih kesadaran dalam proses pengolahan informasi. Menurut Potter dalam model literasi media menekankan pada empat faktor utama yaitu:

1. Knowledge Structure

Struktur pengetahuan merupakan dasar dalam membangun literasi media. Dimana dasar struktur pengetahuan ini terdiri dari: efek media, isi media, industri, dunia nyata, dan dirinya sendiri. Melalui stuktur pengetahuan yang dimiliki seseorang, maka akan sadar dan akan lebih baik dalam mengolah terhadap informasi yang diperoleh.

2. Personal Locus

Merupakan salah satu energi yang digunakan dalam proses perolehan informasi. Dimana semakin seseorang secara sadar dalam memproses suatu pesan, maka semakin tinggi tingkat literasi yang dimiliki. Ini artinya seseoramg akan lebih peduli dalam mencari fakta-fakta dari pesan yang diperoleh.

3. Competence and Skill

(39)

memproses informasi. Contohnya, keahlian ini menjadi penting karena akan membantu dalam menganalisis dan mengevaluasi pesan yang telah disaring, dimana akan membentuk makna dengan keahlian tersebut baik secara induktif, deduktif, pengelompokan, dan perpaduan antara semuanya. Intinya, pesan yang dihasilkan secara berbeda-beda melalui fakta-fakta yang ada dihasilkan dari kompetensi dan keahlian yang dimiliki oleh masing-masing individu.

4. Information – Processing Tasks

(40)

terdapat beberapa hal yang diperoleh melalui need assessment antara lain: siapa sasaran program dan bagaimana kriterianya, sejauh mana tingkat literasi media yang sudah dimiliki oleh sasaran, sejauh mana kebutuhan sasaran akan literasi media. Beberapa komponen tersebut akan menjadi bagian penting dalam proses literasi media. (2) Pasca- need assessment, tujuannya untuk penentuan tujuan pendidikan literasi media yang bergerak untuk mencapai kemampuan kognisi, kemampuan afeksi, hingga kemampuan psikomotor. Untuk mencapai ketiga komponen tersebut, maka dibutuhkan metode yang berbeda-beda. Salah satu metode yang dilakuakan adalah metode top-down

seperti ceramah, seminar, diskusi, pelatihan, dan dongeng yang cocok diterapkan untuk menempuh tujuan kognisi. Selain itu, metode

bottom-up dapat dilakukan untuk membawa khalayak dalam memahami literasi media dan pemantauan media dengan cara memberikan konteks terhadap program literasi media, dalam hal ini adalah terkait dengan kebutuhan sasaran media, yang dibuktikan oleh keberhasilan program yang dijalankan yang sesuai dengan kebutuhan sasaran.

(41)

Berikut model literasi Remotivi yang digunakan oleh peneliti sebagai acuan untuk meneliti model literasi KPID DIY dan Rumah Sinema Yogyakarta:

Sumber: 2013, TIM Peneliti PKMBP, Model-model Gerakan Literasi Media dan Pemantauan Media di Indonesia, Pusat Kajian Media dan Budaya Populer

dan Yayasan Tifa, 2013, hal. 61

Berdasarkan bagan diatas, dapat dijelaskan literasi media yang dilakuakan oleh Remotivi yaitu melalui website atau media baru dilakukan dengan melalui berbagai tulisan kritis yang dipublikasikan melalui website remotivi.or.id. Berbagai tulisan yang dipublikasikan tersebut diharapkan akan Program Literasi

Media

Berbasis WEB

Artikel

Refleksi dalam WEB Substansi: Isu-Isu Media: misal, kekerasan perempuan

Metode Diskusi/seminar Target Umum

Metode:

Penyebaran tulisan

kritis di web

Berbasis Kampus Diskusi/seminar

Target Mahasiswa Substansi Isi-Isu Media dan

(42)

memberikan suatu perspektif kepada khalayak pembacanya. Melalui tulisan (kritis) itu, termuat juga upaya merasionalisasi kritik atas tayangan televisi. Sedangkam model literasi yang kedua adalah meyelenggarakan diskusi di kampus. Ada sesi diskusi yang pernah dilakukan, yakni di Atma Jaya Jakarta dan Paramadina Jakarta. Topik yang didiskusikan adalah kekerasan media (berita teror menjadi teror itu sendiri), realitas televisi (realitas hasil konstruksi), dan K-POP (PKMBP, 2013: 59).

6. Televisi

Perkembangan zaman tidak lepas mendorong munculnya berbagai tekhnologi lainnya sepeti televisi. Televisi saat ini menjadi salah satu media massa yang banyak digunakan oleh masyarakat. Kelebihan yang dimiliki televisi dibandingkan dengan media massa lainnya seperti radio adalah televisi memiliki model audio visual. Munculnya televisi ditengah masyarakat tentunya guna membatu dalam menyeimbangi perkembangan arus globalisasi, sebagai sarana transfer informasi agar masyarakat dapat mengetahui banyak informasi diseluruh belahan dunia.

(43)

Televisipun memiliki fungsi dasar sebagai media massa yaitu diantaranya sebagai sarana informasi bagi masyarakat, sebagai sarana pendidikan dimana televisi juga perlu menyediakan tayangan-tayangan yang mengandung nilai-nilai pendidikan serta mendidik bagi masyarakat sehingga mampu menambah pengetahuan masyarakat dari berbagai usia, memberikan dorongan kepada masyarakat untuk melakukan hal-hal positif, terakhir yaitu sebagai sarana hiburan atau entertainment dimana televisi juga memiliki fungsi memberikan hiburan kepada masyarakat yang tentunya hiburan ini tetap mampu memberikan informasi yang juga mendidik, memperkenalkan kepada masyarakat nilai-nilai baru yang dapat diterapkan kepada di masyarakat.

(44)

Setiap media massa yang ada akan memiliki karakteristik yang berbeda, begitu juga dengan televisi. Adapun karakteristik media televisi yang dikutip dalam (Sutisno, 1993:3) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki jangkauan yang luas dan segera dapat menyentuh rangsang penglihatan dan pendengaran manusia.

2. Dapat menghadirkan objek yang sangat kecil/besar , berbahaya, atau yang langka.

3. Menyajikan pengalaman langsung kepada penonton 4. Dapat dikatakan “meniadakan” perbedaan jarak dan waktu.

5. Mampu menyajikan unsur warna, gerakan, bunyi, dan proses dengan baik. 6. Dapat mengkoordinasikan pemanfaatan berbagai media lain, seperti film,

foto, dan gambar dengan baik.

7. Dapat menyimpan berbagai data, informasi, dan serentak menyebarluaskannya dengan cepat ke berbagai tempat yang berjauhan. 8. Mudah ditonton tanpa perlu menggelapkan ruangan.

9. Membangkitkan perasaan intim atau media personal.

Selain itu, menurut Elvinaro dalam buku Komunikasi Massa Sebagai Pengantar menulis beberapa karakteristik televisi sebagai berikut:

(45)

gambar dimana terdapat dua tahapan dalam proses berfikir yaitu proses visualisasi yang mengarah pada merangkai kata-kata hingga mengandung sebuah makna dan proses penggambaran dimana merangkai gambar-gambar hingga mempunyai kontuinitas dan memiliki makna tertentu.

Ketiga, pengoprasian lebih kompleks yaitu dalam pengoprasian televisi harus melibatkna banyak orang dan peralatan dalam pengoprasiannya yang dilakukan oleh orang yang terampil dan terlatih. Pengoprasian kommpleks ini terdiri dari produser, pengarah acara, pengarah tekhnik, pengarah studio, pemadu gambar, dua atau tiga juru kamera, juru video, audio, juru suara, rias dan lain-lain.

(46)

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakuakan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada genarilisasi (Sugiyono, 2015: 1).

Rumusan lain mengenai penelitian kualitatif adalah dari McMillan & Schumacher dalam Sugiyono (2001:4) yang menyebut penelitian kualitatif sebagai inquiry in which researchers collect data in face-to-face situation by interacting with selected person in their settings (field

research) (peneliti menyelidiki data-data situasi secara bertatap muka melalui interaksi langsung dengan orang yang telah diatur- dasar penelitian).

Penelitian kualitatif digunakan untuk mempermudah peneliti dalam menganalisa yang terjadi di lapangan. Strategi penelitian kualitatif dapat digolongkan menjadi dua cara yaitu metode interaktif (wawancara) dan non interaktif (dokumentatif). Metode kualitatif digunakan untuk memperoleh data mendalam yang mengandung makna.

(47)

seperti studi kasus, pengalaman pribadi, introspeksi, riwayat hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual – yang menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif.

2. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID DIY).

b. Objek Penelitian

Adapun objek dalam penelitian ini adalah model literasi media. 3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi data diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2015:83). Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

(48)

Wawancara ini bertujuan untuk menggali informasi secara detail perihal masalah dan subjek yang dikaji.

Dari struktur, wawancara dapat dibedakan menjadi empat model, yakni: (1) wawancara alamiah-informal, pertanyaan dikembangkan secara spontan selama terjadinya percakapan antara periset dan responden. (2) wawancara dengan pedoman umum, periset hanya menggunakan pedoman wawancara (interview guide) yang telah disiapkan sesuai materi penelitian, yakni tema-tema yang harus diwawancarakan, dimana pemilihan tema didasarkan atas tujuan studi dan teori-teori yang digunakan. (3) wawancara dengan pedoman terstandar terbuka terbuka, biasa digunakan bila wawancara melibatkan banyak pengumpul data. Model ini ditempuh guna membatasi jumlah variasi temuan yang mungkin muncul. (4) wawancara tidak langsung, adalah teknik wawancara seperti model ketiga, yaitu dilakukan oleh beberapa orang pengambil data (enumerator), yang karena sesuatu hal tidak dapt dilakukan sendiri oleh periset.

(49)

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Kesimpulan & Verifikasi 4. Teknik Analisis Data

Tujuan utama dalam analisis data kualitatif adalah mencari makna dibalik data yang telah diperoleh. Analisis data kualitatif disebut pula sebagai model interaktif. Dimana komponen – komponen analisis data (yang mencakup reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan) secara interaktif saling berhubungan selama dan sesudah pengumpulan data (Salim, 2006:22).

Bagan 1.2

Proses-proses Analisis Data Penelitian Kualitatif

Sumber: Salim, 2006 : 22

(50)

1. Reduksi data (data reduction), yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan studi.

2. Penyajian data (data display), yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif yang lazim digunakan adalah bentuk teks naratif.

(51)

G. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah:

BAB I, berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metedologi penelitian dan sistematika penilisan.

BAB II, berisi tentang objek penelitian. Pada bagian ini penulis menuliskan profil dari objek yang akan diteliti oleh peneliti yang mana dalam hal ini adalah KPID DIY dan Rumah Sinema Yogyakarta serta penjelasan mengenai penelitian terdahulu.

BAB III, berisi tentang pemaparan temuan data dari hasil observasi dan wawancara kemudian diolah dan dianalisis.

(52)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELTIAN

A. Profil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta dan Rumah Sinema Yogyakarta

A.1 Gambaran Umum Komisi Penyiaran Daerah Istimewa Yogyakarta

A.1.1 Profil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) merupakan Lembaga Negara Independen yang dibentuk melalui Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dengan tujuan mengatur segala hal mengenai penyiaran di Indonesia. KPI pusat yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia memiliki anggota sebanyak 9 orang. Dimana yang dimaksud Lembaga Negara Independen adalah Lembaga Negara yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya bebas dari tekanan dan campur tangan Pemerintah, Parpol dan atau pihak-pihak lainnya.

(53)

Karena itu pemerintah wajib membiayai lembaga independen yang dibutuhkan masyarakat tanpa bermaksud menguasai.

KPI pusat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh KPI Daerah yang berada disetiap Ibukota Provinsi. Keanggotaan KPID disetiap provinsi terdiri dari 7 orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka. Masa kerja KPI dan KPID adalah selama 3 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali periode berikutnya. Anggota KPIP bertanggungjawab kepada Presiden dan anggota KPID bertanggungjawab kepada Gubernur.

KPIP/KPID dibentuk untuk menciptakan sistem penyiaran nasional yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kepentingan masyarakat serta industri penyiaran Indonesia sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Visi KPID yaitu mewujudkan sistem yang sehat dan berbudaya. Sedangkan Misi KPID diantaranya:

1. Mendorong terwujudnya sistem penyiaran yang mencerdaskan dan menyejahterakan masyarakat.

2. Menjamin masyarakat memperoleh informasi yang layak dan benar di bidang penyiaran.

3. Membangun iklim usaha penyiaran yang sehat dan berkeadilan. 4. Menumbuhkan partisipasi masyarakat yang sadar media

(54)

5. Menguatkan kelembagaan KPID sebagai lembaga Negara independen yang dilandasi semanagat keistimewaan.

Fungsi dari KPIP/KPID mewadahi aspirasi dan mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran di Indonesia. KPI/KPID merupakan akses yang menjembatani kepentingan masyarakat dengan institusi pemerintah dan lembaga penyiaran. KPIP/KPID wajib mengusahakan agar tercipta suatu sistem penyiaran nasional yang memberikan kepastian hukum, tatanan serta keteraturan berdasarkan asas kebersamaan dan keadilan.

Tugas pokok dari KPI/KPID sesuai UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, maka KPI/KPID memiliki tugas, kewajiban, fungsi, dan wewenang yang dapat dikelompokkan dalam kegiatan: regulasi/pengaturan, Pengawasan dan Pengembangan.

Adapun tugas dan kewajiban KPI/KPID antara lain:

a. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak azazi manusia.

b. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran. c. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antara

lembaga penyiaran dan industri terkait.

(55)

e. Menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat.

f. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalisme di bidang penyiaran.

Berkaitan dengan tugas dan kewajiban tersebut, KPI/KPID mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. Menetapkan standar program penyiaran.

b. Menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku siaran.

c. Mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.

d. Memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran. e. Melakukan koordinasi atau kerjasama dengan pemerintah,

lembaga penyiaran dan masyarakat.

(56)

a. Warga Negara RI yang bertakwa kepada YME. b. Setia pada Pancasila dan UUD 1945.

c. Berpendidikan sarjana atau memiliki kompetensi intelektual yang setara.

d. Sehat jasmani dan rohani.

e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela. f. Memiliki kepribadian, pengetahuan, dan/atau pengalaman

dalam bidang penyiaran.

g. Tidak terkait langsung atau tidak langsung dengan kepemilikan media massa.

h. Bukan anggota legislatif atau yudikatif. i. Bukan pejabat pemerintah.

j. Non partisan.

(57)

penjaringan calon anggota KPID. Keempat, hasil penjaringan calon anggota KPID yang dilakukan Tim Ad hoc, 14 nama atau dua kali anggota terpilih diserahkan ke DPRD DIY untuk menjalani fit dan proper test. Kelima, DPRD memilih 7 (tujuh) calon anggota yang dipandang memenuhi persyaratan yang ditetapkan undang-undang. Terakhir, nama-nama yang dipilih calon anggota KPID tersebut oleh DPRD dikirim ke Gubernur DIY untuk dikukuhkan dengan Surat Keputusan Gubernur DIY menjadi anggota KPID DIY.

Dalam UU No.32 tahun 2002 pasal 9 ayat 4 ditetapkan bahwa KPI dibantu oleh sebuah sekertariat yang dibiayai oleh Negara. Sekertariat adalah staf yang membantu KPI/KPID dalam menyelenggarakan kesekertariatan di lingkungan KPI/KPID. Sekertariat KPI Pusat secara teknis dan operasional bertanggung jawab kepada ketua KPI Pusat sedangkan sekertariat KPID bertanggung jawab kepada ketua KPID. Adapun fungsi dari sekertariat KPI/KPID yaitu:

a. Pemberian dukungan dalam penyusunan rencana program serta perencanaan peraturan dan administrasi pengaduan. b. Pemberian dukungan administrasi perizinan

(58)

c. Pemberian dukungan kegiatan hubungan dengan masyarakat dan antar lembaga, pemberdayaan masyarakat serta fasilitas monitoring.

d. Perlengkapan urusan ketatausahaan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kerumahtanggaan, dokumentasi dan kepustakaan.

(59)

A. 1.3 Struktur Anggota KPID DIY

Adapun struktur anggota KPID DIY periode 2014-2017 adalah sebagai berikut:

Sapardiyono, S.Hut., M.H Ketua merangkap Bidang

Kelembagaan

Hajar Pamudi, S.T. Koordinator Bidang

Kelembagaan

Ahmad Ghozi Nurul Islam, S.Fil.

Anggota Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Siaran Trapsi Haryadi, S.IP.

Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan

Sistem Siaran

Sukiratnasari, S.H Wakil ketua merangkap

Bidang Isi Siaran Supadiyanto, S.Sos.I.,

M.Ikom. Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran

Amin Purnama, S.H. Anggota Bidang Pengawasan

(60)

A.2 Gambaran Umum Rumah Sinema Yogyakarta A.2.1 Profil Rumah Sinema Yogyakarta

Dalam buku Gerakan Literasi Media Indonesia (2012:98-99) yang diterbitkan oleh Rumah Sinema bahwa Rumah Sinema merupakan sebuah lembaga non komersial yang berbasis kesukarelaan yang memfokuskan diri pada kajian media dan khalayak. Adapun kegiatan dalam Rumah Sinema ini diwujudkan dalam bentuk penelitian, pelatihan, penerbitan, dan kursus.

(61)

Bheti Krisindawati sebagai pendiri sekaligus sekertari Rumah Sinema pada tanggal 15 November 2016).

Seiring perkembangan waktu, Rumah Sinema tidak hanya sekedar menulis buku, tetapi juga penelitian. Disamping yang dulunya merupakan fokus pada pengarsipan, sekarang Rumah Sinema kegiatan lebih kepada penelitian, penerbitan buku, dan pelatihan atau workshop. sehingga tiga kegiatan tersebut menjadi konsentrasi dari Rumah Sinema yang diwujudkan dalam bentuk buku cetakan, workshop dengan materi yang tidak jauh seputar media literasi perfilman.

Adapun beberapa kegiatan yang pernah dilakukan oleh Rumah Sinema antara lain:

1. Penerbitan ‘Clea’ – Berkala Kritik Film (2002-2008)

2. Klub Menonton – Ajang Apresiasi Film Pendek (2004-2006)

3. Pelatihan Penayangan Film secara Partipasitoris utuk Pembelajaran dan Aksi Anti-Traffcking (2006)

4. Penerbitan Arsip Visual (Foto dan Film) “Dua Keluarga Menghadapi

Bencana Gempa Bumi di Yogyakarta” (2006-2007) 5. Workshop Film Multikulturalisme (2007)

6. Pelatihan LIterasi Media (diberbagai festival film, sekolah negeri dan swasta, pesantren) – 2007-2011)

(62)

9. Konferensi Nasional Literasi Media (2011)

10.Penelitian Pengembangan dan Pengujian Skala Literasi Iklan (2011) A. 2.2 Fokus Program

Rumah Sinema sampai saat ini memfokuskan program kegiatan literasi media yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan seperti Workshop, pelatihan literasi media dengan metode kreatif, penerbitan buku dan seminar serta kursus.

A.2.3 Stuktur Anggota Rumah Sinema Yogyakarta

Adapun susunan pengurus di Rumah Sinema Yogyakarta adalah sebagai berikut:

Direktur : Firly Annisa, MA Sekertaris : Bheti Krisindawati, S.IP Bendahara : Eko Suprati, S.Sn

Manager Program : Nur Hidayati Kusumaningtyas, S.IP Peneliti : M. Zamzam Fauzanafi, M.A

Kurniawan Adi Saputro, M.A

Dyna Herlina Suwarto, M.Sc

Sukarelawan : Dewi Kharisma Michellia

Dipa Utomo dan Zselma Khoff Azsazsa

(63)

B. Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dari penelitian ini maka peneliti mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan literasi media pada remaja yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca, berikut data penelitian dan hasilnya:

Penelitian yang dilakukan oleh Israwati Suryadi yang berjudul Kajian Perilaku Menonton Tayangan Televisi dan Pendidikan Literasi Media

pada Remaja dengan studi kasus di SMP Madani, Kota Palu. Pada penelitian ini, kemampuan memahami isi media siswa terhadap literasi media oleh Israwati Suryadi dinilai cukup baik atau cukup kritis dilihat dari bagaimana siswa memberikan tanggapannya yang diisi dalam kuesioner penelitian. Namun, terdapat beberapa aspek tertentu yang siswa tidak bisa memilah yang patut dikritisi dan yang pantas untuk dicontoh seperti hal yang menyangkut acara atau bersetting remaja, gaya hidup, musik, dan sinetron. Sementara itu, jika dilihat dari frekuensi menonton menunjukkan siswa SMP Madani Palu cukup tinggi. Dari hasil perolehan data ditemukan sebesar 53,57% siswa menonton atau menghabiskan waktu 3 s/d 4 jam untuk menonton televisi selanjutnya 39,29% yang menghabiskan 1 s/d 2 jam dan sekitar 7,14% yang menonton antara 5 s/d 6 jam perhari.

(64)

Menonton Televisi di Kelurahan Sempaja Selatan Kota Samarinda).

Dalam penelitian ini, pemahaman literasi media televisi oleh orang tua masih berada ditingkatan awal. Dimana orang tua (ayah-ibu) masih cenderung pasif menanggapi terpaan media dan juga hal pendampingan anak menonton. Dalam penelitian ini juga orang tua diharapkan mampu menerapkan literasi media dengan keterampilan mendampingi, menjelaskan, memilihkan dan mewujudkan kegiatan menonton anak serta pembatasan durasi menonton hingga pada mencari alternatif selain menoton televisi.

Penelitian yang ketiga oleh Redatin Purwadi dengan judul penelitian

Pengaruh Penggunaan Media Televisi terhadap Penyimpangan Nilai dan

Perilaku Remaja (Kekerasan, Seks dan Konsumtif) di Kota Yogyakarta.

Penelitian ini menghasilkan bahwa remaja di Kota Yogyakarta masih banyak yang melakukan penyimpangan perilaku dimana remaja melakukannya cenderung secara permasif dan melakukan hal-hal yang dianggap tabu dalam masyarakat secara terang-terangan. Pada penelitian ini juga Purwadi menemukan bahwa penyimpangan yang disebabkan oleh media sebagian besar adalah masyarakat yang berusia 14-22 tahun (73,87%) dan sering menonton acara-acara yang berbau seks (76,13%), kekerasan (62,40%) dan iklan (66,93%).

(65)
(66)

BAB III

PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN A. PENYAJIAN DATA

Pada bab III ini, peneliti akan memaparkan mengenai bagaimana model literasi media oleh remaja yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (KPID DIY) dan Rumah Sinema Yogyakarta. Data tersebut berupa data wawancara terhadap informan, observasi, dokumen, dan dokumentasi. Selain itu dalam bab III ini akan dipaparkan mengenai analisis data temuan yang diperoleh dengan teori yang digunakan pada kerangka teori pada bab I. Pada bab III ini, penyajian data akan disusun berdasarkan model literasi media bagi remaja oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta dan Rumah Sinema Yogyakarta.

III.A.1 Model Literasi Media bagi Remaja Oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (KPID DIY)

(67)

mereka juga mempunyai tanggung jawab terhadap gerakan literasi media. Gerakan literasi media yang dilakukan oleh KPID ini tidak dikhususkan hanya kepada satu golongan saja, namun telah mencakup masyarakat secara luas yaitu anak-anak, remaja hingga dewasa.

Pesatnya perkembangan media massa saat ini mendorong KPID DIY untuk aktif dalam melakukan pengawasan terhadap setiap isi siaran yang ditampilkan oleh televisi. Kehadiran media televisi ini tentunya membantu masyarakat untuk memperoleh informasi yang lebih. Namun kendati demikian, dengan beragam tayangan yang disajikan oleh media massa televisi mulai dari hiburan, kekerasan, konsumerisme, hingga mengajarkan remaja pada gaya hidup yang bermewah-mewahan. Berbicara mengenai hal tersebut, tentunya banyak tayangan televisi yang tidak sehat dan tidak layak untuk dikonsumsi hadir di tengah masyarakat khususnya remaja.

Menyikapi hal tersebut, KPID DIY sebagai sebuah lembaga negara prihatin dengan perkembangan media yang sebagian besar acuh tak acuh terhdap perkembagan remaja saat ini. Sedangkan jika dilihat, remaja belum sepenuhnya memiliki pemahaman untuk mengelola pesan yang disampaikan media televisi melalui berbagai tayangan dengan variasi dampak yang dihadirkan.

(68)

dari SMA, guru, dosen, masyarakat, LSM, lembaga penyiaran dan lain sebagainya (Wawancara dengan bapak Supadiyanto, S.Sos., M.I.Kom Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran pada tanggal 15 November

2016)”.

Kegiatan rutin setiap tahun ini merupakan kegiatan yang dilakukan KPID DIY dalam mensosialisasikan gerakan literasi media kepada masyarakat khususnya remaja. Di samping itu, KPID DIY juga mengadakan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) yang ditunjukkan kepada media lokal baik televisi maupun radio. EDP yang dilakukan oleh KPID ini pada dasarnya bukan sebagai inti dari wadah mengenalkan atau mensosialisasikan regulasi media, lebih pada memutuskan perijinan. Namun, dalam prosesnya EDP ini juga KPID menyampaikan beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh media lokal tersebut, karena hal ini dikhawatirkan akan didengar bahkan smapai dicontoh oleh anak-anak maupu remaja.

“Sesungguhnya target literasi media segmentasinya cukup banyak ya, karena konsumen daripada media ini kan linknya dari semua usia. Dari sejak pra sekolah, sejak TK, SD, SMP, SMA, Perguruan tinggi, kemudian dewasa sampai manula. Tapi kan ya, ada dua kelompok yang sangat riskan terdampak buruk karena terindikasi atau terkena akses buruk dari dua media ini khususnya tv dan radio. Dua kelompok ini adalah anak-anak dan remaja. Makanya kami akan memfokuskan gerakan literasi dan gerakan regulasi media kepada dua kelompok yang riskan terpapar dampak negatif daripada siaran media (wawancara Bapak Supadiyanto, S.Sos., M.I.Kom koodinator Bidang Pengawasan Isi Siaran wawancara

(69)

Adapun beberapa kerjasama KPID DIY dengan beberapa instansi di Yogyakarta antara lain, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY), Rumah Sinema, LPM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesian Consortium For Religious Studies, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat DIY, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan masih banyak lagi. Mengenai sasaran dalam gerakan literasi media, saat ini KPID DIY lebih memfokuskan pada anak-anak dan remaja. Disisi lain dapat dilihat jika sasaran pasar dari media adalah lebih banyak ke anak-anak dan remaja. Selain karena remaja sangat mudah dalam menerima apa yang diberikan oleh media, remaja juga tidak perlu untuk mengolah maupun mencerna pesan apa yang disampaikan oleh media.

Selain melakukan gerakan literasi media, KPID DIY juga melakukan gerakan regulasi media. Gerakan regulasi media ini merupakan kegiatan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat, bahwasanya informasi yang disajikan oleh media televisi tidak semua benar. Dimana literasi regulasi media ini merupakan perkerjaan yang dilakuakan setelah mnegetahui efek dari informasi yang disamapaikan oleh media televisi.

(70)

ini masyarakat kemudian memproduksi informasi (wawancara Bapak Supadiyanto, S.Sos., M.I.Kom Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, wawancara pada tangggal 15 November

2016) ”.

Artinya, masyarakat khususnya remaja ini dapat tidak hanya dapat menerima pesan secara gamblang, namun bagaimana mereka juga ikut dalam memahami regulasi yang mendukung dari mereka sadar terhadap fungsi media itu sendiri.

Mengambil dari pernyataan yang disampaiakan oleh Potter bahwasanya literasi media tidak hanya sebatas seseorang dalam menerima gambaran-gambaran yang disampaikan oleh sebuah pesan, namun lebih kepada bagaimana literasi media sebagai sebuah kontrol. Inilah yang secara tidak langsung ingin disampaikan KPID DIY kepada masyarakat akan pentingnya literasi dan regulasi ini.

Gerakan literasi ini juga tidak jauh memiliki tujuan untuk mengajak masyarakat secara umumnya dan anak-anak serta remaja secara khususnya untuk menjadi kritis dalam mengkonsumsi tayangan-tayangan yang ada di media televisi.

Gambar

Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4               Model Literasi Media KPID DIY
+4

Referensi

Dokumen terkait

Riskan oleh akibat penggunaan narkoba pada mahasiswa, khususnya mahasiswa di kota Bandung yang sebelumnya merupakan kota pelajar yang bersih, aman, makmur maka penulis

 Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian (Berpikir kritis dan bekerjasama (4C) dalam mengamati permasalahan (literasi membaca)

(2008) yang menyatakan bahwa enzim lipase dari kentos kelapa yang difraksinasi menggunakan ammonium sulfat mengandung protein pada semua fraksi dengan jumlah yang

Konsep Ekohidrolika pada pengelolaan sungai dapat meningkatkan nilai dan fungsi ekosistem riparian sehingga keberlanjutan sungai dan peranannya dalam penyediaan sumber daya air

Data tentang respon Mahasiswa Jurnalistik UIN Bandung Angkatan 2013 terhadap tayangan dakwah islamiyah Khazanah (Trans7) dan Damai Indonesiaku (TV One) diperoleh melalui

Akad Musyarakah adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian

Dapat dikatakan bahwa strategi pesantren adalah taktik atau rencana yang ditentukan khusus oleh pesantren. Jadi strategi pesantren dalam mengatasi gangguan kejiwaan adalah

Beberapa jenis bahan galian yang terdapat di wilayah Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Luwu Utara adalah berupa batuan ultrabasa, marmer, lempung, sirtu, pasir kuarsa, granit,