• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA SUNGAI PROGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA SUNGAI PROGO"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh : Oktiana Shinta Herawati

20120210029

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

ii

POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA

SUNGAI PROGO

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai syarat memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Disusun oleh : Oktiana Shinta Herawati

20120210029

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(3)

iii

Skripsi yang berjudul

POTENSI DAN ZONASI KAWASAN WISATA MUARA SUNGAI PROGO Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Oktiana Shinta Herawati 20120210029

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada tanggal 3 September 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Pembimbing/Penguji Utama Anggota Penguji

Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P NIP : 196011201989031001

Lis Noer Aini S.P, M.Si

NIK : 19730724200004133051 Pembimbing/Penguji Pendamping

Ir. Nafi Ananda Utama, M.S NIK : 19610831198610133002

Yogyakarta, 3 September 2016 Dekan

Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas MuhammadiyahYogyakarta maupun perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing. 4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul "Potensi dan Zonasi Kawasan Wisata Muara Sungai Progo" ini kami susun untuk memenuhi persyaratan kurikulum sarjana strata-1 (S-1) pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini dapat terwujud atas bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. selaku pembimbing utama yang telah dengan sabar memberikan arahan, bimbingan serta masukan dalam menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Ir. Nafi Ananda Utama, M.S. selaku pembimbing pendamping yang telah dengan sabar memberikan arahan, bimbingan serta masukan dalam menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Lis Noer Aini S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P. selaku Kepala Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan studi.

5. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan studi.

6. Seluruh staf karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam menyelesaikan studi.

7. Keluarga tercinta Bapak Sutaman Bsc, Ibu Noviana Ekastuti, Kresna Murti Dewanto, Ratnakandi Febriyanti, Indry Yulianti, Indra Rianto, Om Gatot dan seluruh keluarga besar Toekiman, keluarga besar Sutadi yang selalu memberikan fasilitas dan motivasi dalam menyelesaikan studi.

8. Bapak Bambang Narmodo dan Bapak Sukijan yang telah mendampingi penelitian dilapangan.

9. Bapak Supriyanto selaku Kepala Desa Poncosari dan Bapak Haryanta selaku Kepala Desa Banaran serta seluruh warga Desa Poncosari dan Desa Banaran yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian di lapangan.

(6)

vi

Semoga semua bantuan yang telah diberikan menjadi amal baik dan mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah SWT. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran, kritik dan pengembangan penelitian selanjutnya untuk perbaikan di masa mendatang dan kedalaman karya tulis dengan topik ini.

Yogyakarta, 3 September 2016 Penulis

(7)

vii

F. Kerangka Pikir Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Agrowisata ... 9

B. Zonasi dan Pengembangan Agrowisata ... 16

III. KARAKTERISTIK WILAYAH ... 24

A. Muara Sungai Progo ... 24

1. Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 24

2. Jenis Tanah ... 26

3. Kondisi Geologi ... 28

4. Tingkat Erosi... 30

B. Desa Poncosari ... 31

1. Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 31

2. Iklim, Topografi dan Jenis Tanah ... 34

3. Penggunaan lahan ... 34

4. Kondisi Sosial Masyarakat ... 37

C. Desa Banaran ... 40

1. Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 40

2. Iklim, Topografi dan Jenis Tanah ... 43

3. Penggunaan lahan ... 43

4. Kondisi Sosial Masyarakat ... 44

IV. TATA CARA PENELITIAN ... 49

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49

B. Metode Penelitian dan Analisis Data... 50

1. Metode Penelitian ... 50

2. Metode Penentuan Lokasi ... 51

3. Metode Pengambilan sampel ... 51

4. Metode Analisis Data... 52

5. Teknik Pengumpulan Data... 53

C. Jenis Data ... 54

(8)

viii

1. Potensi Pertanian... 66

2. Potensi Perikanan ... 70

C. Potensi Wisata Pantai ... 80

1. Pantai Pandansimo Bantul ... 80

2. Pantai Trisik Kulon Progo ... 88

D. Persepsi Masyarakat ... 91

E. Identifikasi Potensi Kawasan Muara Sungai Progo ... 106

F. Zonasi Kawasan Wisata Muara Sungai Progo ... 110

1. Zona Inti ... 112

2. Zona Penyangga (buffer zone) ... 112

3. Zona Pengembangan ... 114

4. Zona Pelayanan Wisata ... 115

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Luas wilayah menurut peruntukannya ... 35

Tabel 2. Luas wilayah berdasarkan penggunaannya ... 36

Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK di Desa Poncosari ... 38

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Poncosari ... 39

Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pendidikannya ... 40

Tabel 6. Penggunaan Lahan Desa Banaran ... 43

Tabel 7. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK Desa Banaran ... 45

Tabel 8. Penduduk Desa Banaran Menurut Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Tahun 2014 ... 46

Tabel 9. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2014 ... 46

Tabel 10. Jumlah Pengangguran Menurut Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2014 ... 47

Tabel 11. Jumlah penduduk berdasarkan Pekerjaan Tahun 2014 di Desa Banaran ... 48

Tabel 12. Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ... 55

Tabel 14. Pemanfaatan muara sungai Progo ... 59

Tabel 15. Pengetahuan masyarakat tentang agrowisata ... 92

Tabel 16. Dukungan masyarakat terhadap pengembangan agrowisata di kawasan muara sungai Progo ... 93

Tabel 17. Hak pengelolaan wisata di kawasan muara sungai Progo ... 94

Tabel 18. Persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan muara sungai Progo ... 95

Tabel 19. Persepsi masyarakat tentang manfaat dan harapan ... 97

Tabel 20. Persepsi masyarakat tentang kondisi kawasan muara sungai Progo .... 98

Tabel 21. Persepsi masyarakat tentang daya tarik di kawasan muara sungai Progo ... 99

Tabel 22. Persepsi masyarakat terhadap aksesibiltas kawasan muara sungai Progo ... 100

Tabel 23. Persepsi masyarakat tentang tambak udang . ... 102

Tabel 24.Status pengelolaan tambak ... 104

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir ... 7

Gambar 2. Penataan zona pada agrowisata ... 22

Gambar 3 Peta administrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 25

Gambar 4 Peta jenis tanah di wilayah sungai Progo-Opak-Serang ... 27

Gambar 5. Proses terbentuknya endapan di muara sungai... 28

Gambar 6. Sebaran pasir di sepanjang pantai di DIY ... 29

Gambar 7. Peta erosi lahan wilayah sungai Serayu-Opak tahun 2008 ... 31

Gambar 8. Peta administrasi kabupaten Bantul ... 32

Gambar 9. Peta Administrasi Desa Poncosari ... 33

Gambar 10. Peta sebaran fasilitas umum Desa Poncosari ... 37

Gambar 11. Peta administrasi kabupaten Kulon Progo ... 41

Gambar 12. Peta Administrasi Kecamatan Galur ... 42

Gambar 13. Lokasi penelitian ... 49

Gambar 14. Kawasan muara yang mengalami erosi ... 56

Gambar 15. Kondisi eksiting muara ... 62

Gambar 16. Kondisi eksiting laguna ... 63

Gambar 17. Dampak pencemaran limbah tambak udang di laguna ... 65

Gambar 18. Kondisi eksiting Pantai Pandansimo ... 82

Gambar 19. Fasilitas umum kawasan wisata pantai Pandansimo ... 83

Gambar 20. Tumbuhan Ipomoea pes-caprae (L) atau tapak kuda ... 84

Gambar 21. Kondisi eksiting komplek petilasan Pandansimo ... 86

Gambar 22. Kondisi eksiting komplek petilasan Pandan Payung ... 87

Gambar 23. Fasilitas umum pantai Trisik ... 89

Gambar 24. Kondisi pantai yang terlihat kumuh ... 89

Gambar 25.Papan penanda pantai Trisik sebagai habitat penyu ... 90

Gambar 26.Kondisi lahan pertanian di kawasan muara sungai Progo ... 67

Gambar 27. Komoditas hortikultura di pesisir pantai Trisik ... 68

Gambar 28. Lahan pisang di kawasan pesisir pantai Trisik ... 69

Gambar 29. Aktifitas petani di lahan ... 69

Gambar 30. Aktifitas nelayan di muara sungai Progo dan pesisir pantai Trisik .. 71

Gambar 31.Kondisi eksiting tambak udang di Desa Poncosari ... 74

Gambar 32.Pengelolaan limbah tambak udang ... 75

Gambar 33. Kondisi eksisting kawasan tambak udang Desa Banaran ... 78

Gambar 34..Kondisi jalan kawasan muara sungai Progo Desa Poncosari. ... 101

Gambar 35. Kondisi jalan kawasan muara sungai Progo Desa Banaran ... 102

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Peta Rencana Pola Ruang Pantai Selatan ... 120

Lampiran 2. Peta Kawasan Muara Sungai Progo ... 121

Lampiran 3. Kondisi Muara Sungai Progo ... 122

Lampiran 4. Peta Rencana Pola Ruang Kulon Progo ... 126

(12)
(13)

Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P/ Ir. Nafi Ananda Utama, M.S Agrotechnology Department Faculty of Agriculture

Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

This research entitled The Potency and Zonation of Tourism Area of Progo River Estuary was conducted at Poncosari, Srandakan District, Bantul Regency and Banaran, Galur District, Kulon Progo Regency from March up to May 2016.

The research was done using survey method with 30 samples from Poncosari and 30 samples from Banaran. Samples were determined using non-probability sampling method based on certain criteria. The research was completed by primary and secondary data collecting which would be analyzed descriptively and spatially to determine the concept of zoning tourism area of Progo river eustary.

The results showed that based on current potencies in the area of the estuary, the region could be developed into agro-tourism area, and tourism zoning Progo river estuary could be divided into four zones i.e : main zone, buffer zone, development zone and tourism service zone.

(14)

1

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. DIY juga menjadi salah satu propinsi yang menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik wisata propinsi DIY merupakan segmen pasar wisata yang potensial di masa depan dan pengembangannya menuntut flekibilitas penyesuaian produk dengan permintaan pasar. DIY yang relatif aman dan nyaman menjadikan banyaknya wisatawan yang berkunjung sehingga tidak mengherankan jumlah wisatawan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data statistik pariwisata Dinas Pariwisata DIY tahun 2014, jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY tahun 2013 mencapai 3.346.180 wisatawan yang terdiri dari 254.213 wisatawan asing dan 3.091.967 wisatawan domestik meningkat 17,91% dari tahun 2012 (Dinas Pariwisata DIY, 2015).

(15)

2

persentase Kota Yogyakarta 31,30%, Sleman 25,18%, Gunung Kidul 21,96 %, Bantul 16,14 % dan Kulon Progo 5,39%.

Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo memiliki jumlah wisatawan yang relatif lebih sedikit dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat kedua kabupaten ini memiliki potensi geografis yang sangat menguntungkan untuk pengembangan dan pembangunan kawasan wisata. Rencana pembangunan bandara di Kulon Progo dan keberadaan jalur lintas selatan (JLS) yang nantinya diprediksi akan memberikan dampak yang besar bagi perekonomian dan pembangunan di Bantul dan Kulon Progo.

(16)

3

pencampuran air tawar dan air laut. Proses-proses alam yang terjadi diperairan muara mengakibatkan muara sebagai ekosistem produktif alami (Soeyasa, 2011). Menurut Hutabarat (1985) daerah muara merupakan tempat hidup yang baik bagi populasi ikan, jika dibandingkan jenis hewan lainnya. Muara sungai menjadi tempat yang sangat menarik karena memiliki banyak potensi. Tidak hanya sebagai habitat flora fauna tertentu, tetapi juga menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat yng tinggal di kawasan muara.

Kawasan muara selalu menarik bagi setiap orang begitu juga dengan kawasan muara sungai Progo (biasa disebut muara kali Progo atau suwangan) yang terkenal sebagai habitat ikan dan beberapa jenis burung air membuat banyak orang tertarik datang untuk memancing atau sekedar menikmati pemandangan alam yang ada di kawasan tersebut. Masyarakat sekitar menfungsikan kawasan muara sungai Progo secara turun temurun sebagai sumber mata pencaharian dari sektor pertanian dan perikanan. Tambak udang juga mulai dikembangkan oleh penduduk sekitar untuk mengangkat potensi kawasan ini sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat. Akan tetapi, kawasan ini mulai mengalami degradasi akibat kegiatan penambangan pasir dan pengelolaan tambak udang yang kurang tepat.

(17)

4

melestarikan sumber daya lahan serta memelihara budaya maupun teknologi lokal yang umumnya sesuai kondisi lingkungan alaminya (I Gede Arya Sanjaya dkk, 2013). Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisata adalah keaslian, keunikan, kenyamanan dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan.

Maka dari itu, perlu adanya identifikasi lebih lanjut tentang potensi kawasan muara sungai Progo dan zonasi kawasan wisata muara sungai Progo. Identifikasi potensi harus dikaji lebih lanjut sehingga perlu memperhatikan aspek sosial ekonomi, aspek sosial budaya dan lingkungan yang harus menguntungkan semua pihak baik wisatawan, pemerintahan maupun masyarakat. Penataan zonasi sangatlah penting sebagaimana dikemukakan oleh Wallace (1995) suatu sitem zonasi yang terencana dengan aik akan memberikan kualitas yang tinggi terhadap pengalaman pengunjung dan memberikan lebih banyak pilihan yang akan mempermudah pengelola untuk beradaptasi terhadap perubahan pasar. Identifikasi potensi dan zonasi kawasan wisata muara sungai Progo menjadi langkah awal dalam pengembangan wisata di kawasan muara sungai Progo. Pengembangan wisata di kawasan muara sungai Progo diharapkan dapat meningkatkan daya tarik wisata di kabupaten Bantul dan kabupaten Kulon Progo.

Perumusan Masalah B.

(18)

5

kabupaten Bantul hanya mampu menyerap 16,14 % dan Kulon Progo 5,39 %. Hal ini sangat disayangkan mengingat kedua kabupaten ini memiliki potensi geografis yang sangat menguntungkan bagi pengembangan wisata. Potensi geografis yang dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata ialah kawasan muara sungai Progo. Pengembangan kawasan wisata di muaa sungai Progo diharapkan dapat meningkatkan daya tarik dan kunjungan wisata di kabupaten Kulon Progo dan kabupaten Bantul. Namun, kawasan muara sungai Progo merupakan kawasan yang belum dikelola oleh masyarakat sebagai kawasan wisata. Pemanfaatan kawasan muara sungai Progo hanya terbatas pada sektor perikanan dan pertambangan, sehingga fungsi lainnya belum dirasakan secara optimal. Dalam pengembangan wisata suatu kawasan, perlu adanya identifikasi potensi dan zonasi kawasan wisata sebagai langkah awal dalam pengembangan dan pemanfaatan kawasan muara sungai Progo sebagai kawasan wisata. Dengan demikian permasalahan penelitian adalah :

1. Seberapa besarkah potensi agrowisata di kawasan muara Sungai Progo? 2. Bagaimanakah konsep zonasi kawasan wisata muara Sungai Progo?

Tujuan Penelitian C.

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi agrowisata yang ada di kawasan muara Sungai Progo

(19)

6

Manfaat Penelitian D.

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi dan bahan rekomendasi bagi masyarakat maupun Lembaga Pemerintahan kabupaten Bantul dan Kulon Progo untuk dapat mengembangkan kawasan muara sungai Progo sebagai destinasi wisata guna meningkatkan daya tarik wisata daerah.

Batasan Studi E.

Studi tentang zonasi kawasan wisata muara sungai Progo difokuskan pada wilayah Desa Poncosari, Bantul dan Desa Banaran, Kulon Progo yang secara administrasi berada di kawasan muara sungai Progo.

Kerangka Pikir Penelitian F.

Untuk meningkatkan daya tarik dan jumlah wisatawan yang berkunjung ke kabupaten Bantul dan Kulon Progo, kawasan muara sungai Progo menjadi solusi sebagai salah satu potensi geografis yang bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lebih lanjut potensi yang ada dan melakukan zonasi kawasan wisata muara sungai Progo

(20)

7

kondisi fisik dan kondisi sosial Desa Poncosari, Bantul dan Desa Banaran, Kulon Progo. Berikut adalah skema penelitian ini :

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir

Dalam melakukan penelitian ini muara sungai Progo dilihat sebagai kawasan yang memiliki daya tarik untuk pengembangan kawasan agrowisata. Daya tarik tersebut berupa potensi pertanian, potensi sumber daya alam (SDA) dan potensi wisata pantai sekitar yang kemudian diidentifikasi untuk mengetahui berbagai potensi yang terdapat dikawasan muara sungai Progo. Dari identifikasi potensi kawasan tersebut kemudian dibuat konsep zonasi kawasan wisata muara

Muara Sungai Progo

Potensi Pertanian dan Perikanan Potensi Sumber

Daya Alam (SDA)

Potensi Wisata Pantai

Identifikasi Potensi

Zonasi kawasan wisata muara sungai Progo

(21)

8

(22)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

Agrowisata A.

1. Definisi Agrowisata

Agrowisata merupakan rangkaian kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi pertanian sebagai obyek wisata, baik potensial berupa pemandangan alam kawasan pertaniannya maupun kekhasan dan keanekaragaman aktivitas produksi dan teknologi pertanian serta budaya masyarakat petaninya. Kegiatan agrowisata bertujuan untuk memperluas wawasan pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan peternakan. Di samping itu yang termasuk dalam agro wisata adalah perhutanan dan sumber daya pertanian. Perpaduan antara keindahan alam, kehidupan masyarakat pedesaan dan potensi pertanian apabila dikelola dengan baik dapat mengembangkan daya tarik wisata. Dengan berkembangnya agrowisata di satu daerah tujuan wisata akan memberikan manfaat untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintahan dengan kata lain bahwa fungsi pariwisata dapat dilakukan dengan fungsi budidaya pertanian dan pemukiman pedesaan dan sekaligus fungsi konservasi (Gumelar S. Sastrayuda, 2010).

(23)

2. Prinsip-Prinsip Agrowisata

Ekowisata dan agrowisata pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Menurut Wood (2000) dalam Pitana (2002), ada beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk mengembangkan agrowisata, diantaranya sebagai berikut : a. Menekan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan

yang dapat merusak daerah tujuan wisata.

b. Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu

pelestarian.

c. Menekan pentingnya bisnis yang bertanggungjawab yang bekerjasama dengan

unsur pemerintahan dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.

d. Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian,

manajemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.

e. Memberikan penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan

penataan serta pengelolaan tanaman-tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.

f. Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan

dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan.

(24)

h. Berusaha untuk menyakini bahwa perkembangan tidak melampaui batas-batas sosial dan lingkungan yang diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.

i. Mempercayakan pemanfataan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan

dan binatang liar, dan menyesuaikan dengan lingkungan alam dan budaya. Pengembangan agrowisata dituntut untuk mengarah pada terwujudnya tahap pengembangan pariwisata berkelanjutan (Suistainable of Tourism Development) yaitu prinsip pengembangan yang berpijak pada keseimbangan

aspek dan pengembangan serta berorientasi ke depan (jangka panjang), berkenaan kepada nilai manfaat yang besar bagi masyarakat setempat, prinsip pengelolaan aset/sumber daya yang tidak merusak, namun berkelanjutan jangka panjang baik secara sosial, budaya, ekonomi, serta pengembangan pariwisata harus mampu mengembangkan apresiasi yang lebih peka dari masyarakat. Aspek utama dalam pengembangan sebuah agrowisata, memiliki tujuan yaitu dapat meningkatkan jumlah wisatawan sehingga kesejahteraan pengelola, dan masyrakat sekitar dapat terjamin. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) agrowisata dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Meningkatkan konservasi lingkungan.

b. Meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam c. Memberikan nilai rekreasi.

(25)

Pada prinsipnya agrowisata merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung di tempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisata adalah keaslian, keunikan, kenyamanan dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu diajak untuk menjaga keaslian, kenyaman dan kelestarian lingkungan (Subowo, 2002).

3. Kriteria Agrowisata

Menurut Bappenas (2004) kriteria kawasan agrowisata sebagai berikut : a. Memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian,

hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya :

(i) Subsistem usaha pertanian primer (on farm) yang diantara lain terdiri dari

pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.

(ii) Subsistem industri pertanian yang antara lain terdiri industri pengolahan,

kerajinan, pengemasan dan pemasaran baik lokal maupun ekspor.

(iii) Subsistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung

(26)

b. Adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan ketergantungan yang cukup tinggi, antara lain kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor pertanian.

c. Adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan, antara lain berbagai kegiatan dan produk wisata yang dikembangkan secara berkelanjutan.

4. Ruang Lingkup dan Potensi Agrowisata

Penentuan klasifikasi agrowisata didasari oleh konsepsi dan tujuan pengembangan agrowisata, jenis-jenis obyek agrowisata beserta daya tarik obyek tersebut. Daya tarik agrowisata terdiri dari komoditi usaha agro, sistem sosial ekonomi dan budaya, sistem teknologi dan budidaya usaga agro, peninggalan budaya agro, budaya masyarakat, keadaan alam dan prospek investasi pada usaha agro tersebut. Ruang lingkup dan potensi agrowisata oleh Team Menteeri Rakornas Wistata pada tahun 1992 dalam Betrianis (1996) dijelaskan :

a. Tanaman Pangan

(i) Lingkup komoditas yang ditangani meliputi komoditas tanaman padi, palawija dan komoditas tanaman hortikultura.

(27)

b. Perkebunan

Daya tarik perkebunan sebagai sumberdaya wisata anatara lain sebagai berikut :

(i) Daya tarik histori wisata alam (ii) Lokasi perkebunan

(iii) Cara-cara tradisional dalam pola tanam, pemeliharaan, pengelolaan Ruang lingkup bidang usaha perkebunan meliputi:

(i) Perkebunan tanaman keras dan tanaman lainnya yang dilakukan oleh perusahaan swasta atau BUMN

(ii) Berbagai kegiatan obyek usaha perkebunan dapat berupa praproduksi (pembibitan), produksi dan pasca produksi (pengolahan dan pemasaran) c. Peternakan

Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata anatara lain sebagi berikut : (i) Pola peternakan yang ada

(ii) Cara-cara tradisonal dalam peternakan (iii) Tingkat teknik pengelolaan

(iv) Budidaya hewan ternak

Ruang lingkup obyek wisata peternakan meliputi:

(i) Pra produksi : pembibitan ternak, pabrik pakan ternak, pabrik

obat-obatan dan lain-lain

(ii) Kegiatan produksi : usaha perternakan ungags, ternak perah, ternak potong dan aneka ternak

(28)

(iv) Kegiatan lain : penggemukan ternak, karapan sapi, adu domba, pacu itik dll.

d. Perikanan

Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut : (i) Adanya pola perikanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah

(ii) Cara-cara tradisional dalam perikanan (iii) Tingkat teknik pengelolaan

(iv) Budidaya perikanan

Ruang lingkup obyek iwsata perikanan meliputi :

(i) Kegiatan penangkapan ikan, yang merupakan suatu kegiatan usaha untuk memperoleh hasil perikanan melalui usaha penangkapan pada suatu kawasan perairan tertentu di laut atau perairan umum (danau, sungai, rawa, waduk atau genangan air lainnya). Kegiatan ini ditunjang oleh penyediaan prasarana di darat berupa Pusat Pendaratan Ikan atau Pelabuhan Perikanan.

(ii) Kegiatan perikanan budidaya yang merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh hasil perikanan melalui usaha budidaya perikanan yang mencakup usaha pembenihan dan pembesaran. Kegiatan budidaya perikanan meliputi budidaya ikan tawar, budidaya air payau dan budidaya laut.

(29)

dikonsumsi. Kegiatan ini merupakan uaya penanganan, pengelohan dan pemasaran hasil perikanan.

Zonasi dan Pengembangan Agrowisata B.

1. Konsep Dasar Pengembangan Agrowisata

Pengembangan Agrowisata disetiap lokasi menurut Betrianis (1996) merupakan pengembangan yang terpadu antara pengembangan masyarakat desa, alam terbuka yang khas, pemukiman desa, budaya dan kegiatan pertaniannya serta sarana pendukung wisata seperti transportasi, akomodasi dan komunikasi. Secara umum, pengembangan agrowisata selalu menunjukan suatu usaha perbaikan kehidupan masyarakat petani dengan memanfaatkan potensi yang ada secara optimal.

Upaya pengembangan agrowisata menurut Deasy (1994) mengelompokkan konsep dasar pengembangan agrowisata menjadi lima kelompok, yaitu :

a. Fungsi agrowisata sebagai obyek wisata merupakan ajang pertemuan antara kelompok masyarakat dengan wisatawan yang mempunyai latar belakang sosial budaya yang erbeda dan yang mempunyai motivasi untuk mengetahui, menghayati serta menikmati hasil budidaya masyarakat pada daerah tertentu. b. Sistem struktural agrowisata, tediri dari sub-sub sistem obyek wisata, sarana

(30)

msyarakat, maka sasarannya bersifat strategis, menyangkut kemampuan mandiri manusia di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengembangan agrowisata tidak lagi sekedar proses pembangunan ekonomi tetapi juga proses pembangunan kebudayaan yang mengandung arti pengembangan dan pelestarian.semua program pengembangan agrowisata hendaknya berperan sebagai motivatir, innovator dan dinamisator terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat pedesaan menurut proses evolusi desa secara wajar. Selain itu, semua program yang sifatnya pemanfaatan sumber daya alam dan sumber dana harus memberikan dampak positif kepada semua pihak yang terlibat.

d. Lokasi agrowisata memberikan pengaruh bedar terhadap sub-sub sistem obyek wisata, prasarana dan sarana pariwisata, transportasi, promosi dan wisatawan yang datang. Lokasi agrowisata dapat di dalam kota, di pinggir kota atau di luar kota. Lokasi di luar kota/pedesaan merupakan ciri lingkungan yang mempunyai daya tarik yang kuat bagi wisatawan yang sebagian berasal dari kota.

e. Tata ruang suatu kawasan dipengaruhi oleh sistem nilai dan sistem norma

yang berlaku ditempat tersebut. oleh karena itu, program pengembangan agrowisata hendaknya memperhatikaan tata ruang yang sesuai dengan keadaan dan keperluan masyarakat setempat.

(31)

a. Alternatif pertama, memilih daerah yang mempunyai potensi agrowisata dengan masyarakat tetap bertahan dalam kehidupan tradisional berdasarkan nilai-nilai kehidupannya. Model alternatif ini dapat ditemui di daerah terpencil dan jauh dari lalu lintas ekonomi luar.

b. Alternatif kedua, memilih salah satu tempat yang dipandang strategis dari segi geografis pariwisata, tetapi tidak mempunyai potensi agrowisata sama sekali. Pada daerah ini akan dibuat agrowisata buatan.

c. Alternatif ketiga, memilih daerah yang masyarakatnya memperlihatkan unsur-unsur tata hidup tradisional dan memiliki pola kehidupan bertani, beternak, berdagang dan sebagainya serta tidak jauh dari lalu lintas wisata yang cukup padat.

Dalam pengelolaan agrowisata, perlu mempertimbangkan secara seksama beberapa aspek yang akan melatarbelakangi keberhasilan pengelolaan agrowisata. Menurut Gumelar S. Sastrayuda (2010), aspek yang dimaksud diantara seperti : a. Aspek Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pengelolaan agrowisata harus memiliki latar belakang pendidikan dibidangnya dan memiliki pengalaman yang luas dalam mengelola pekerjaannya. Para petani memiliki skill dalam bercocok tanam perlu mendapatkan tambahan pengetahuan tentang ilmu tanaman, tumbuhan untuk pengembangan informasi kepada pengunjung. b. Aspek Fasilitas, Sarana dan Prasarana

(32)

seperti jalan/akses menuju ke kawasan agrowisata. Sarana yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan kepada wisatawan antara lain seperti fasilitas umum (toilet), restauran, ruang informasi dan sarana transportasi.

c. Aspek Pemilihan Lokasi

Perpaduan antara kekayaan komoditas pertanian dengan keindahan alam dan kehidupan masyarakat dipedesaan pada dasarnya memberikan nuansa kenyamanan dan kenangan dapat mendorong kekayaan daya tarik wisata di berbagai daerah. Untuk lokasi agrowisata perlu adanya identifikasi terhadap wilayah pertanian yang akan dijadikan kawasan agrowisata dengan mempertimbangkan beberapa faktor dominan seperti praasarana dasar, sarana, transportasi dan komunikasi dan yang penting identifikasi trhadap peran serta masyarakat lainnya yang dapat menjadi pendorong berkembangnya agrowisata.

d. Karakteristik Tradisi Para Petani

Masyarakat petani dari sejak turun temurun telah melahirkan berbagai upacara tradisi yang berkembang ditengah-tengah mereka dan diakui oleh masyarakat di luar lingkungannya sebagai tradisi turun temurun yang dapat dipertahankan keberadaanya, misalnya kegiatan membajak sawah atau menggembala bebek di pematang sawah. Banyak nilai-nilai tradisi bertani di Indonesia yang perlu di gali dan dikembangkan sebagai potensi agrowisata.

e. Karakteristik Agro Industri

(33)

makanan tersebut. Aktivitas lainnya seperti menanam buah, pohon dan lain-lain yang menjadi daya tarik. Kegiatan tersebut telah banyak menarik wisatawan.

2. Model Pengembangan Agrowisata a. Pengembangan lanskap

Pengembangan lanskap agrowisata harus berdasarkana RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang dilakukan di kota, kabupaten, propinsi atau produk perencanaan lainnya yang mendukung dan menjadi dasar pengembangan wilayah. Konsep dasarnya meliputi :

(i) Memanfaatkan dan melestarikan kawasan lindung yang menjamin fungsi hidrologis serta sebagai pengendali pelestarian alam yang meliputi kawasan lindung, kawasan hutan lindung, kawasan suatu alam dn cagar budaya serta kawasan rawan bencana.

(ii) Mengembangkan kawasan budidaya pertanian lahan basah dan lahan

kering sebagai mata pencaharian pokok penduduk jangka panjang, sekaligus pembentukan lanskap pertanian yang menunjang keindahan dan keseimbangan alam, pengalihan lahan-lahan non pertanian diarahkan pada lahan-lahan yag tidak atau kurang produktif.

(iii) Mengembangkan kawasan-kawasan wisata baru sesuai dengan potensi

alam yang tersedia, selain mengembangkan obyek wisata yang telah ada, perlu dikembangkan/diversifikasi produk lainnya yang menjadi alternatif daya tarik wisata.

(34)

Agrowisata yang dikembangkan hendaknya mendukung terhadap upaya diversifikasi produk wisata yang mendukung fungsi kawasan wisata dan sekaligus memperhatikan budidaya pertanian. Pengembangannya dilakukan berdasarkan potensi pertanian yang dimiliki dan peruntukan ruangnya sesuai dengan RTDR dari masing-masing desa di satu kecamatan sehingga fungsi pariwisata dapat dilakukan sejalan dengan fungsi budidaya pertanian.

Menurut Gumelar S. Sastrayuda (2010) pengembangan zonasi kewilayahan (RTRW) dikategorikan dalam beberapa peletakannya terdiri dari :

(i) Dalam kawasan lindung, peruntukan ruang adalah hutan lindung, hutan

suaka margasatwa dan cagar alam, dan hutan konservasi.

(ii) Dalam kawasan penyangga yaitu kawasan antara hutan lindung dan kawasan budidaya pertanian adalah dalam bentuk perkebunan terbatas. (iii) Dalam kawasan budidaya pertanian, ruang diperuntukan tanaman tahunan,

tanaman pangan lahan basah dan tanaman pangan lahan kering.

(iv) Dalam kawasan non pertanian diperuntukan untuk rekreasi fungsi pariwisata, pemukiman dan industri.

(35)

terhadap pengamalam pengunjung dan memberikan lebih banyak pilihan yang akan mempermudah pengelola untuk beradaptasi terhadap perubahan pasar.

Pembagian zona pada growisata dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 1. Penataan zona pada agrowisata

(i) Dalam zona inti dapat dikembangkan berbagai kegiatan atraksi yang saling berkaitan dengan potensi sumber daya pertanian sebagai daya tarik agrowisata. Area ini memiliki keunikan tersendiri.

(ii) Zona penyangga lebih menitik beratkan atau mefokuskan kepada

penyangga yang dapat memperkuat kesan hijau, nyaman, dan memiliki nilai konservasi yang tinggi.

(iii) Zona pelayanan merupakan zona semua kegiatan dan penyediaan fasilitas

yang dibutuhkan seperti restauran atau tempat informasi.

(iv) Zona pengembangan menitik beratkan pada kegiatan penelitian

(36)

Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996), prinsip yang harus dipegang dalam sebuah perencanaan agrowisata, yaitu: (1) sesuai dengan rencana pengembangan wilayah tempat agrowisata itu berada, (2) dibuat secara lengkap, tetapi sesederhana mungkin, (3) mempertimbangkan tata lingkungan dan kondisi sosial masyarakat disekitarnya, (4) selaras dengan sumberdaya alam, sumber tenaga kerja, sumber dana, dan teknik-teknik yang ada, (5) perlu evaluasi sesuai dengan perkembangan yang ada.

(37)

24 Letak, Luas dan Batas Wilayah 1.

Muara Sungai Progo secara administrasi berada di dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan merupakan batas wilayah antara Kabupaten Kulon Progo dan Bantul. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah sebesar 3.185,80 km2, dan dilihat dari geografis terletak pada posisi 110°00' - 110°50' BT dan 7°33' - 8°12' LS.

Adapun batas wilayah administrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu: Utara : Provinsi Jawa Tengah

Timur : Provinsi Jawa Tengah Selatan : Samudera Indonesia Barat : Provinsi Jawa Tengah

Secara administrasi, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan satu kota dengan 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan, dengan perincian sebagai berikut:

a. Kota Yogyakarta terdiri atas 14 kecamatan dan 45 kelurahan/desa. b. Kabupaten Bantul terdiri atas 17 kecamatan dan 75 kelurahan/desa.

c. Kabupaten Kulon Progo terdiri atas 12 kecamatan, 1 kelurahan dan 87desa. d. Kabupaten Sleman terdiri atas 17 kecamatan dan 86 kelurahan/desa.

(38)

Gambar 3 Peta administrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, 2012.

Muara Sungai Progo secara administratif berada di dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan merupakan batas wilayah antara Kabupaten Kulon Progo dan Bantul. Dilihat dari peta rupa bumi secara administrasi, muara sungai Progo berada di Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul dan Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulon Progo.

Secara administratif DAS Progo terletak di Provinsi Jawa Tengah dan

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas DAS Progo  2.421 km2, dengan

panjang sungai utamanya  138 km. Sungai ini berhulu di empat gunung, yaitu

Gunung Sumbing ( 3.240 m), Gunung Sindoro ( 3.136 m), Gunung Merbabu (

(39)

berbentuk radial, dan bermuara di sungai utama (Sungai Progo) yang memanjang dari arah utara ke selatan. Di bagian hilir, alur sungai Progo berbelok-belok (meandering), dan di dekat muara banyak terdapat endapan yang berupa delta sungai (Balai Besar Sungai Serayu-Opak, 2008).

Debit rerata bulanan Sungai Progo tercatat di beberapa tempat yaitu di Kali Bawang 58,50 m3/ detik, di Duwet 44,78 m3/detik, di Badran 17,6 m3/detik dan di Borobudur 30,30 m3/detik. Sedangkan debit maximum yang tercatat di Stasiun Duwet sebesar 213,00 m3/detik dan minimum 1,06 m3/detik, di stasiun Kalibawang tercatat maksimum sebesar 331 m3/detik dan minimum sebesar 12,00 m3/ detik. Stasiun Badran maksimum 103 m3/detik dan minimum 5,76 m3/detik, Stasiun Borobudur maksimum 205 m3/detik dan minimum 6,56 m3/detik (Balai Besar Sungai Serayu-Opak, 2008).

Jenis Tanah 2.

Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak tahun 2008, secara garis besar jenis tanah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe tanah , yaitu :

a. Tanah regosol, yang merupakan jenis tanah vulkanis muda; tipe tanah ini berasal dari letusan Gunung Merapi, banyak terdapat di daerah antara Kali Progo dan Kali Opak yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul,

(40)

c. Tanah alluvial, tipe tanah ini terdapat di sepanjang selatan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo. Daerah dengan tanah tipe tanah regosol dan alluvial merupakan daerah yang subur dan pada umumnya mempunyai pengairan yang baik serta merupakan daerah pertanian yang subur.

Peta jenis tanah pada DAS Progo dapat dilihat pada gambar berikut.

(41)

Kondisi Geologi 3.

Pantai yang ada di sepanjang selatan wilayah DIY merupakan pantai berpasir yang memiliki bentang alam atau memiliki topografi eolean. Pasir yang ada di pantai tersebut berasal dari gunung-gunung disebelah utaranya. Pasir dari gunung terbawa ke sungai akibat hujan dan dialirkan ke laut dan diendapkan sebagai endapan delta di muara sungai. Delta merupakan tempat penumpukan material-material yang dibawa oleh sungai. Karena di muara sungai arusnya sudah sangat lemah maka seluruh material pasir yang dibawa oleh aliran sungai diendapkan di muara sungai. Proses terbentuknya endapan muara sungai tersaji pada gambar

Gambar 5. Proses terbentuknya endapan di muara sungai Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012.

(42)

Sehingga Muara Sungai Progo terjadi banyak endapan material pasir yang berupa pulau-pulau di tengah sungai dan muara sungai.

Endapan sedimen yang ada di pantai sepanjang selatan DIY tidak menjadi delta atau dune, hal ini terjadi karena pantai selatan memiliki ombak yang sangat kuat sehingga sedimen pasir yang baru saja diendapkan di pantai akan terkena ombak. Jadi pasir yang sudah sampai di pinggir laut tidak tertumpuk di mulut sungai tetapi disebarkan ke kiri kanan selebar hingga 50 - 60 km. Mulai dari Pantai Parang Tritis di Selatan Jogja, Pantai Samas, hingga pantai Congot di sebelah baratnya. Dengan kondisi tersebut menjadikan pantai selatan DIY kaya dengan material pasir. Sebaran pasir dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Sebaran pasir di sepanjang pantai di DIY Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012.

Tingkat Erosi 4.

(43)

maupun dari arah laut. Pada saat banjir, kecepatan aliran di Sungai Progo tinggi sehingga menyebabkan erosi pada tebing sungai dan dasar sungai. Pada saat kecepatan aliran rendah, sedimen mengendap di sungai sehingga dasar sungai mengalami agradasi dasar sungai, bahkan sampai membentuk pulau-pulau di badan sungai. Di mulut muara sungai terjadi sedimentasi akibat sedimen yang datang dari hulu sungai dan dari arah laut yang bergerak sejajar pantai yang disebut longshore transport (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012).

Pola aliran di hulu Muara Sungai Progo mempunyai pola braided dengan aliran yang terpecah-pecah dan terbagi akibat adanya pulau-pulau dari material pasir yang ada di badan sungai. Pulau-pulau tersebut akan bergeser ke arah hilir pada saat Sungai Progo terjadi banjir, dan sedimen yang ada di mulut muara sungai akan terflusing ke laut (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012).

(44)

Gambar 7. Peta erosi lahan wilayah sungai Serayu-Opak tahun 2008 (Sumber : Balai BesarWilayah Sungai Serayu-Opak, 2008.)

Desa Poncosari B.

Letak, Luas dan Batas Wilayah 1.

(45)

geografisnya berada 110°12'34'' - 110°31'08'' BT dan 7°44'04'' - 8°00'27'' LS dengan batas wilayah :

Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman Timur : Kabupaten Gunung Kidul

Selatan : Samudera Indonesia Barat : Kabupaten Kulon Progo

Peta administrasi Kabupaten Bantul tersaji pada gambar 8.

(46)

Desa Poncosari terletak di wilayah Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis, terletak di 7o59’17,2” Lintang Selatan dan 110o13’17,3” Bujur Timur dengan batas wilayah yaitu :

Utara : Desa Trimurti Selatan : Samudra Hindia Barat : Sungai Progo

Timur : Desa Gadingsari Kecamatan Sanden.

Berikut adalah peta administrasi Desa Poncosari dalam gambar 9.

(47)

Seperti yang digambarkan pada gambar 9. Peta Administrasi, Desa Poncosari terdiri dari 24 padukuhan/dusun yang meliputi Singgelo, Talkondo, Godegan, Polosiyo, Gunturgeni, Wonotongal, Bayuran, Besole, Sambeng I, Sambeng II, Sambeng II, Jragan I. Jragan II, Kukap, Koripan, Jopaten, Bodowaluh, Karang, Bibis, Babakan, Krajan, Ngentak, Kuwaru dan Cangkring. Desa ini menjadi desa dengan jumlah dusun dan jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Srandakan. Desa Poncosari juga menjadi desa yang cukup baik dalam tatanan pemerintahan dan pembangunan.

Iklim, Topografi dan Jenis Tanah 2.

Desa Poncosari berada pada ketinggan 0-2 m.dpl dengan jenis tanah berpasir (regosol pantai). Curah hujan rata rata 2.000-3.000 mm/ tahun dan suhu kawasan rata-rata 30o C.

Penggunaan lahan 3.

(48)

Tabel 1. Luas wilayah menurut peruntukannya No Jenis Tanah Luas/Hektar

1 Sawah 364,96

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014.

Wilayah Desa Poncosari lebih banyak diperuntukan untuk sawah yaitu sebesar 41,37% yang terdiri dari sawah (364,964 hektar), sawah kas desa (38,0815 hektar) dan sawah lungguh (81,5075 hektar). Selain itu, peruntukan wilayah Desa Poncosari 28,83% pekarangan (337,7275%), 6,25% tegal yang terdiri dari tegal (48,575 hektar) dan tegal khas desa (24,6950 hektar), 0,41% makam/kuburan (4,8475 hektar), 0,01% pasar (0,1325 hektar), 0,009% masjid (0,1150 hektar), 12,68% Sultan Ground (SG) (148,6150 hektar), 11,20% pesisir (131,2800 hektar), 0,37% riilban (4,3785 hektar), 4,11% pangonan (48,1450 hektar) dan 0,02% irigasi (0,2750 hektar).

(49)

Tabel 2. Luas wilayah berdasarkan penggunaannya

No Penggunaan lahan Luas/ hektar

1 Industri 1,3

2 Pertokoan/perdagangan 12,5

3 Perkantoran 1,6

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014.

Letaknya yang berbatasan dengan Samudra Hindia sangat menguntungkan bagi wilayah Desa Poncosari. Desa Poncosari memiliki garis pesisir pantai yang cukup luas hingga yang mencakup tiga kawasan pantai yaitu pantai Pandansimo, Pantai Baru dan Pantai Kwaru yang saat ini dikelola sebagai tempat rekreasi dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Kawasan pantai yang ada di Desa Poncosari menjadi salah satu destinasi wisata Kabupaten Bantul yang cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan.

(50)

Gambar 10. Peta sebaran fasilitas umum Desa Poncosari Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul, 2015.

Kondisi Sosial Masyarakat 4.

a. Jumlah penduduk

(51)

Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK di Desa

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014

b. Mata pencaharian

(52)

Tabel 4. Mata Pencaharian Penduduk Desa Poncosari No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)

1 Petani dan Buruh Tani 2.236

2 Pertambangan 212

3 Industri kecil 465

4 Bangunan 305

5 Litrik, Gas, Air 116

6 Angkutan 84

7 Komunikasi 127

8 Transportasi 129

9 Jasa 636

10 Lain-lain 921

Total 5.231

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014

Berdasarkan tabel 4 diatas, jumlah penduduk yang memiliki pekerjaan sebanyak 5.231 yang terbagi dalam beberapa kategori pekerjaan. Adapun, 42,74% dari jumlah penduduk yang bekerja memiliki jenis pekerjaan sebagai petani dan buruh tani. Artinya, mayoritas penduduk Desa Poncosari bekerja sebagai petani dan buruh tani. Hal ini didukung oleh kondisi dan karakteristik wilayah Desa Poncosari yang sebagian besar wilayahnya merupakan lahan pertanian produktif. Selain itu, mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai petani atau buruh tani menjadi salah kearifan lokal Desa Poncosari. Hasil pertanian penduduk Desa Poncosari berupa padi, palawija, jagung, semangka dll.

(53)

c. Pendidikan

Menurut tingkat pendidikannya, jumlah penduduk desa Poncosari 8.803 jiwa atau 64,65 % dari jumlah penduduk secara keseluruhan dan tingkat pendidikannya dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 5. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Pendidikannya No Jenis Pendidikan Jumlah (Orang)

1 SD 2.552

2 SLTP 1.991

3 SLTA 3.359

4 Diploma I 85

5 Diploma II 51

6 Diploma III 268

7 Sarjana S1 458

8 Sarjana S2 35

9 Sarjana S3 4

Total 8.803

Sumber : Poncosari dalam Data, 2014

Dari tabel diatas, tahun 2014 mayoritas penduduk Desa Poncosari memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) dengan jumlah 3.359 orang atau 38,12% dari total jumlah penduduk Desa Poncosari berdasarkan pendidikan yaitu 8.803 orang.

Desa Banaran C.

Letak, Luas dan Batas Wilayah 1.

(54)

Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman Timur : Kabupaten Gunung Kidul

Selatan : Samudera Indonesia Barat : Kabupaten Kulon Progo

Peta administrasi Kabupaten Bantul tersaji dalam gambar 11.

Gambar 11. Peta administrasi kabupaten Kulon Progo Sumber : BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo, 2011.

(55)

terletak di 7o57’45” Lintang Selatan dan 110o12’53” Bujur Timur dengan batas wilayah yaitu :

Utara : Desa Karanggan Selatan : Samudra Hindia Barat : Desa Karangsewu Timur : Sungai Progo.

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Galur Sumber : BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo, 2011.

Iklim, Topografi dan Jenis Tanah 2.

(56)

rata-rata curah hujan/tahun pada rata-rata 214 mm. pertahun dan hari hujan yang

tertinggi terjadi pada bulan Januari – April dan bulan November – Desember.

Wilayah desa Banaran merupakan wilayah pesisir alluvial dengan material penyusun tanah berupa pasir bercampur dengan tanah regosol serta grumusol. Penyebaran jenis tanah tersebut membuat wilayah desa menjadi cocok untuk budidaya tanaman pertanian Karena tingkat kesuburan yang cukup baik selain juga material tambahan yang merupakan sedimentasi dari vulkan gunung Merapi yang terendapkan lewat aliran sungai Progo.

Penggunaan lahan 3.

Desa Banaran memiliki 13 padukuhan/dusun yang meliputi Jati, Bunder I,

Bunder II, Bunder III, Pundung, Sidakan, Kenyeng, Banaran, Jalan, Janggrangan,

Bleberan, Sawahan dan Sidorejo. Luas wilayah Desa Banaran yaitu 907.251

hektar yang penggunaannya dikelompokkan seperti dalam tabel 6.

Tabel 6. Penggunaan Lahan Desa Banaran

No Penggunaan Lahan Luas (hektar)

1 Sawah 258

Sumber : Kabag. Pembangunan Desa Banaran, 2015

(57)

ladang 15 hektar (1.65%) . Penggunaan lahannya lainnya lebih banyak pada pemukiman 155.887 hektar (17,18%), tempat rekreasi 100 hektar (11.02%), pekarangan 125 hektar (13,77%), tanah wakaf 3 hektar (0,33 %), kuburan, tambak 3,8125 hektar (0,42%) , tambak lele 1,5 hektar (0,16%), bangunan umum 4 hektar (0,44%), perkantoran 1,5 hektar (0,16%) dan lain-lain 236,902 hektar (26,11%). Tempat rekreasi seluas 100 hektar merupakan daerah pesisir yang masuk dalam wilayah dusun Sawahan, Sidorejo, Kenyeng dan Sidakan serta tempat wisata Pantai Trisik. Penggunaan wilayah yang dikelompokan dalam kategori lain-lain meliputi sungai Progo dan kawasan sungai lainnya, pulau serta jembatan progo.

Pertanian di desa Banaran tidak hanya meproduksi tanaman padi saja tapi secara bergilir memproduksi tanaman palawija seperti kacang tanah dan kedelai serta sayuran yang meliputi bawang merah, melon, cabai dan semangka. Selain unggul di sektor pertanian, Desa Banaran juga unggul dalam sektor perikanan dan peternakan. Perikanan dibagi menjadi dua kelompok yaitu laut dan darat sehingga di kawasan Pantai Trisik disebut sebagai TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Selain itu, beberapa warga yang tinggal diwilayah bukan pesisir lebih banyak membangun tambak ikan lele dan ikan gurameh.

Kondisi Sosial Masyarakat 4.

a. Jumlah penduduk

(58)

Keluarga (KK) ialah 162 KK Dusun dengan jumlah penuduk paling sedikit ialah dusun Banaran dengan jumlah total penduduk ialah 342 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga (KK) ialah 136 KK. Secara rinci data jumlah penduduk dalam tabel 7. Tabel 7. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah KK Desa Banaran

Sumber: Kabag. Pemerintahan Desa Banaran, 2014 b. Mata pencaharian

(59)

Tabel 8. Penduduk Desa Banaran Menurut Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan

Sumber : Kabag. KESRA Desa Banaran, 2014 c. Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk desa Banaran dikelompokan menjadi beberapa kategori meliputi tidak tamat SD, tamat SD, SLTP, SLTA, diploma dan sarjana. Jumlah angkatan dan jumlah pengangguran penduduk Desa Banaran menurut pendidikannya disajikan dalam tabel 9 dan 10.

Tabel 9. Jumlah Angkatan Kerja Menurut Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun 2014

(60)

Tabel 10. Jumlah Pengangguran Menurut Pendidikan dan Kelompok Umur Tahun

Sumber : Kabag. KESRA Desa Banaran, 2014

Penduduk dengan tingkat pendidikan SLTA (Sekolah Lanjut Tingkat Atas) berada diposisi terbanyak yaitu 1.138 jiwa. Hal ini menunjukan tingkat pendidikan Desa Banaran menjadi prioritas utama dan menjadi pertimbangan penting ketika bekerja. Usia produktif penduduk yang bekerja yaitu pada usia 1.360 jiwa dan pada usia 57 tahun keatas 1.244 jiwa. Kelompok angkatan kerja dengan usia di atas 57 tahun merupakan penduduk yang masih mendapatkan pendapatan lainnya seperti tunjangan hari tua (pensiunan), petani maupun pedagang.

(61)

Berdasarkan pekerjaaannya penduduk Desa Banaran dikelompokan dalam beberapa kelompok dan sektor pertanian yang menjadi keunggulan Desa Banaran didukung dengan jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian yang mencapai 85,07% (1.910 jiwa) dari jumlah penduduk yang bekerja seperti dalam tabel 11.

Tabel 11. Jumlah penduduk berdasarkan Pekerjaan Tahun 2014 di Desa Banaran

No Keterangan Laki-laki Perempuan Total

1 Pertanian 1.040 870 1.910

2 Pertambangan dan penggalian 125 125

3 Industri 12 64 76

4 Listrik, Gas, Air (LGA) 3 3

5 Bangunan/Konstruksi 54 16 70

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 12 29 41

7 Transportasi, Pengangkutan dan Komunikasi 16 16

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 13 18 31 9 Jasa lainnya (Jasa perserorangan, masyarakat, sosial) 76 75 151

10 Tenaga Kerja Indonesia(TKI) 16 16 32

1.367 1.088 2.455

(62)

49

IV. TATA CARA PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian A.

Penelitian ini telah dilaksanakan di kawasan sungai muara sungai Progo Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul dan Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulon Progo pada bulan Maret sampai dengan Mei 2016. Berikut adalah peta lokasi penelitian yang tertuang dalam gambar 13.

Gambar 13. Lokasi penelitian Sumber : Google earth, 2016

(63)

Metode Penelitian dan Analisis Data B.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang mencoba memahami fenomena yang terjadi di dalam lingkungan alaminya, dimana peneliti tidak turut campur terhadap fenomena yang sedang dihadapi (Srosa, 2012:7). Pendekatan ini digunakan untuk dapat melihat secara mendalam kondisi dan potensi yang ada di kawasan muara sungai Progo serta diharapkan mampu menangkap fenomena yang secara khusus terjadi.

Metode Penelitian 1.

(64)

Metode Penentuan Lokasi 2.

Lokasi penelitian dilaksanakan di dua desa yang berbatasan langsung dengan kawasan muara sungai Progo yaitu Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Bantul dan Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulon Progo. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan metode purposive. Menurut Antara (2009) dalam Sugaepi (2013), purposive adalah suatu teknik penentuan penelitian secara sengaja berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan (1) kawasan muara sungai Progo memiliki potensi sumber daya alam dan potensi wisata pantai yang dapat menjadi daya tarik objek wisata (2) kawasan ini didukung dengan suasana pedesaan dan dekat dengan objek wisata lain seperti Pantai Baru, Pantai Kwaru, Pantai Bugel dan Pantai Glagah (3) kawasan muara sungai Progo sangat startegis karena berada di jalur lintas selatan (JLS), jalur yang menghubungkan antar kabupaten.

Metode Pengambilan sampel 3.

Penyebaran kuisioner dan wawancara dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada responden dengan harapan dapat mewakili sifat populasi secara keseluruhan. Dalam Sugiyono (2011), Roscoe (1982) memberikan saran tentang ukuran sampel untuk penelitian diantaranya adalah :

a. Ukuran sampel penelitian yang layak adalah antara 30 sampai dengan 500 b. Bila sampel dibagi dalam beberapa kategori maka jumlah anggota sampel

(65)

Responden masyarakat dipilih dari dusun yang berbatasan langsung dengan kawasan muara sungai Progo yaitu dusun Ngentak yang mewakili wilayah Desa Poncosari yang jumlah KK 241 dan dusun Sidorejo yang mewakili wilayah Desa Banaran yang jumlah KK 162, sehingga didapatkan jumlah total populasi 403 KK. Jumlah responden diambil 15% dari jumlah total populasi yaitu 60 responden.

Metode pengambilan sampel responden menggunakan teknik non-Probabilty Sampling. Pengambilan non-probability sampling merupakan teknik

pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Menurut Sofian dan Tukiran (2012), pengambilan sampel non probabilitas dicirikan bahwa tidak diberikan kesempatan yang sama bagi setiap populasi untuk dipilih menjadi sampel. Cara yang digunakan sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Dari tiap cluster/kelompok sampel peneliti membuat kriteria tertentu yang akan dijadikan sebagai informan atau responden yaitu :

(i) Responden merupakan warga asli (bukan pendatang) Desa Poncosari dan Desa Banaran

(ii) Latar belakang pendidikan responden minimal SLTP/SMP (iii) Responden berusia minimal 20 tahun.

Metode Analisis Data 4.

(66)

berdasarkan fakta-fakta dan hubungan satu dengan yang lainnya pada lingkup aspek yang diteliti (Asnawi, 1995 dalam Rima Windasari, 2006). Analisis ini di dasarkan pada potensi dan kendala pada kawasan muara sungai Progo, ditinjau dari tujuan pengembangan agrowisata di kawasan tersebut.

Menurut Gunn (1994) dalam Rima Windasari (2006), analisis spasial dilakukan untuk menentukan tata ruang lanskap dan tata ruang wisata di kawasan studi menggunakan sistem informasi geografi dan secara manual berdasarkan konsep wisata. Analisis spasial digunakan untuk menentukan dan menyusun zonasi kawasan wisata muara sungai Progo. Sistem informasi geografi (SIG) yang dugunakan yaitu aplikasi google earth untuk melihat kawasan muara sungai Progo dari foto udara sekaligus sebagai base map pembagian zonasi. Penelitian ini juga menggunakan Global Positioning System (GPS) untuk mengukur luas wilayah kawasan studi.

Teknik Pengumpulan Data 5.

a. Observasi

Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya (Umar Husein, 2005). Observasi dilakukan dengan mengamati kondisi fisik wilayah kawasan muara sungai Progo dan mengambil gambar/foto dari kawasan yang diamati.

b. Wawancara

(67)

daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain (Umar Husein, 2005). Wawancara dilakukan secara langsung berhadapan dengan narasumber dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan pertanyaan untuk responden.

Jenis Data C.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ada dua yaitu data primer dan da sekunder

1. Data primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar Husein, 2005). Dalam penelitian ini data primer didapatkan melalui wawancara dan obervasi lapangan langsung serta memotret kondisi kawasan studi dengan kamera digital.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lainnya misalnya data tentang rating televisi yang didapat dari terbitan yang dikeluarkan oleh badan riset yang dikelola oleh swasta (Umar Husein, 2005). Dalam kata lain, data sekunder merupakan data yang diperoleh dari laporan studi, lembaga pemerntahan atau studi pustaka.

(68)

Tabel 12. Jenis Data yang digunakan dalam penelitian 5 Aksesibilitas Kawasan muara

sungai Progo

(69)

56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Sumber Daya Alam A.

1. Muara Sungai Progo

Muara sungai Progo selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun (lampiran 3). Tahun 2012, tebing sisi kiri muara sungai Progo mengalami erosi yang sangat parah akibat aliran sungai yang terkonsentrasi ke arah kiri sungai (gambar 14). Dengan konsentrasi aliran ke sisi kiri maka pada saat banjir, pulau-pulau yang ada disisi kanan sungai bertahan posisinya sehingga menutupi mulut muara anak sungai. Keberadaan pulau-pulau di Muara Sungai Progo menjadikan kapasitas sungai dalam mengalirkan debit banjir mengalami penurunan, sehingga menyebabkan tergenangnya daerah permukiman dan pertanian yang ada di hulu muara sungai (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012).

Gambar 14. Kawasan muara yang mengalami erosi

(70)

muara sungai sehingga menyebabkan erosi. Setelah menghantam sisi kiri muara sungai, aliran mulai teredam sehingga kecepatan aliran yang ada di hilir anak sungai yang ada di sisi kiri muara sungai mengecil. Pasir yang diendapkan oleh gelombang laut di muara sungai tidak berhasil digelontor oleh arus sungai, sehingga terjadilah sedimentasi (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012).

Menurut Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (2012), tipe jetty yang ada di Muara Sungai Progo merupakan jetty pendek, karena kaki ujung bangunan berada pada muka air surut. Fungsi jetty pendek ini yaitu menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi endapan sehingga pada awal musim penghujan dimana debit besar (banjir) belum terjadi, muara sungai telah terbuka. Sampai saat ini, di Muara Sungai Progo masih mengalami ketidakstabilan yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Bangunan jetty yang sudah tidak memenuhi syarat membuat mulut muara sungai berpindah-pindah sesuai dengan besarnya debit sungai dan datangnya arus yang sejajar pantai (longshore transport).

Menurut Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (2012), konsep pemecahan masalah yang terjadi di kawasan muarasungai Progo dapat dilakukan dengan cara:

(i) Penanganan Tebing Muara

(71)

muara sungai dengan soft structure yang berupa krib cerucuk dan tanaman mangrove.

Krib cerucuk disusun dua baris sepanjang sungai yang rawan erosi dengan jarak 100 cm. Krib cerucuk yang bersifat semi permanen ini berfungsi untuk meredam kecepatan arus sungai sehingga bisa mengendapkan pasir yang nantinya diharapkan menumpuk menjadi sedimen di sisi kiri sungai. Seiring dengan hal tersebut, tanaman mangrove beradaptasi dengan daerah sungai sehingga ketika krib cerucuk mulai rusak/hilang, maka tanaman mangrove sudah siap untuk menggantikan fungsinya. Semakin lama sedimen yang terbentuk semakin tinggi dan konsentrasi aliran berubah ke arah tengah alur sungai.

Perubahan kosentrasi aliran menyebabkan pulau yang ada di tengah alur sungai mulai tererosi, dan bersamaan dengan berjalannya waktu akan hilang terbawa aliran sungai menuju laut. Dan selanjutnya pulau-pulau yang ada di sisi kanan (barat) juga tererosi, sehingga kapasitas muara sungai dalam mengalirkan debit banjir meningkat.

(ii) Perbaikan Jetty di Muara Sungai Progo

(72)

dari sedimentasi. Untuk itu perlu adanya perbaikan jetty dengan mengembalikan pada kondisi semula.

a. Pemamfaatan Muara Sungai Progo

Desa Poncosari dan Banaran sangat diuntungkan dengan keberadaan muara sungai Progo di wilayahnya. Seperti pada tabel menunjukan pendapat masyarakat terhadap muara sungai Progo. dari 60 warga masyarakat yang menjadi responden sebesar 70% berpendapat muara sungai Progo sebagai sumber mata pencaharian. Pendapat lainnya sebesar 16,67 % berpendapat muara sungai Progo sebagai tempat refreshing/rekreasi dan 13,33 % menjawab lainnya. Berikut adalah tabel tentang pendapat masyarakat tentang muara sungai Progo :

Tabel 14. Pemanfaatan muara sungai Progo

No Pendapat Jumlah Persentase %

(73)

Penambangan pasir di kawasan muara sungai Progo baik yang berada di kabupaten Kulon Progo dan kabupaten Bantul sering menjadi perdebatan di kalangan masyarakat dan perangkat desa. Kegiatan tambang dinilai mengganggu ekosistem muara sungai Progo dan semakin meningkatkan resiko erosi. Penambang pasir yang berada kabupaten Kulon Progo menggunakan mesin untuk mengambil pasir sehingga kedalaman muara dapat mencapai 5-12 meter, sedangkan pasir yang ditambang berada kabupaten Bantul dilakukan secara manual dan kedalaman maksimal mencapai 2 meter.

Kawasan muara memang rentan terhadap resiko erosi begitu juga dengan muara sungai progo yang terus mengalami pergeseran kearah barat dan membuat tanah milik masyarakat sekitar terkena dampak dari erosi muara. Erupsi Merapi yang terjadi tahun 2010 ternyata membuat aliran sungai Progo melebar kearah timur sehingga tanah yang terkena erosi muncul kembali. Hal ini mendorong pemilik tanah membuat paguyuban yang diberi nama Kismo Muncul dengan tujuan untuk mendapatkan haknya kembali sebagai pemilik tanah yang sah secara hukum dan membuat sertifikat hak milik.

(74)

sungai Progo sisi barat atau pada Desa Banaran, Kulon Progo. Sampai saat ini sudah ada lebih dari 3 hektar lahan yang sudah dilakukan konservasi termasuk di wilayah pesisir pantai Trisik. Rencana adanya penanaman mangrove dan cemara udang sudah lama di wacanakan oleh pemerintah Desa Poncosari, Bantul namun sampai saat ini kawasan muara sungai Progo pada sisi timur belum dilakukan upaya penanaman tanaman konservasi tersebut. Keberadaan mangrove atau tanaman konservasi di kawasan muara sungai Progo dapat meminimalisir erosi sekaligus menambah daya tarik muara sungai.

Gambar

Gambar 1. Penataan zona pada agrowisata
Gambar 3 Peta administrasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, 2012
Gambar 4. Peta jenis tanah di wilayah sungai Progo-Opak-Serang Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2008
Gambar 6. Sebaran pasir di sepanjang pantai di DIY Sumber : Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

memberikan gambaran dan maksud mengenai gagasan Projek Akhir Arsitektur periode 73 tahun 2018 yang berjudul “Wisata Edukasi Budaya di.. Kabupaten Kulon Progo” serta

Analisis kelembagaan dalam pengelolaan ekowisata berbasis hutan rakyat di Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta.. Skripsi (Tidak

Wilayah Kabupaten Banyuasin yang sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah pesisir khususnya kawasan Muara Sungai Musi, memiliki potensi untuk dikembangkan

Wilayah Kabupaten Banyuasin yang sebagian besar wilayahnya berupa dataran rendah pesisir khususnya kawasan Muara Sungai Musi, memiliki potensi untuk dikembangkan

Masyarakat diawali dengan diskusi dengan Kepala Desa dan Direktur Badan Usaha Milik Desa Jatirejo, Lendah, Kulon Progo yang membahas pentingnya dilakukan pemetaan potensi

Dapat diartikan bahwa Kawasan Wisata Resort Kamal Muara Jakarta Utara adalah tempat atau daerah yang memiliki fungsi untuk melakukan kegiatan rekreasi atau bisnis, dimana tempat

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir dengan judul “Kajian Potensi Sungai Curuk Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Padukuhan Gorolangu, Kab.. Kulon

Meskipun pada puncak pasang aras permukaan air tinggi, saat intensitas cahaya sebesar 11 lux atau lebih, maka migrasi harian larva sidat ke muara Sungai Progo juga tidak terjadi..