commit to user
HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DAN
SELF EFFICACY DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN DEPARTEMEN SPINNING PT. DAYA MANUNGGAL
SKRIPSI
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program pendidikan Strata 1 Psikologi
Dosen Pembimbing
1. Drs. Munawir Yusuf M. Psi
2. Nugraha Arif Karyanta S. Psi
Oleh:
Nurhida Rahmalia Wibowo
G0106074
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karyawan merupakan sumber daya yang penting bagi suatu perusahaan.
Karyawan merancang dan menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa,
mengendalikan mutu, memasarkan produk, dan mengolah sumber-sumber daya
yang lainnya. Sebagus apapun manajemen dari sebuah perusahaan tetapi kalau
tidak ditunjang dengan sumber daya manusia yang baik dalam hal ini karyawan
yang ahli dan handal dalam bidangnya, maka perusahaan tidak akan mampu
mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Gomes (2000) tugas manajemen sumber daya manusia berkisar
pada upaya mengelola karyawan sebagai unsur manusia dengan potensi yang
dimiliki sehingga dapat diperoleh sumberdaya yang puas (satisfied) dan
satisfactory bagi organisasi. Bagi banyak orang terutama yang berpendidikan dan
berkemampuan baik, salah satu tujuan bekerja adalah memperoleh kepuasan
kerja. Kondisi kepuasan kerja akan tercapai bila dalam pekerjaan dapat
menggerakkan motivasi yang kuat untuk mencapai kinerja yang lebih baik.
Kepuasan kerja merupakan elemen penting dalam suatu perusahaan.
Kepuasan kerja masing-masing karyawan berlainan, karena pada dasarnya
kepuasan kerja bersifat individual dimana masing-masing karyawan memiliki
tingkat kepuasan kerja yang berlainan sesuai dengan sistem nilai yang berlaku
pada masing-masing karyawan (Utomo, 2002). Semakin banyak aspek-aspek
commit to user
tingkat kepuasan kerja yang dirasakan (As’ad, 1999). Jika seorang karyawan
memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi didalam bekerja maka akan
menimbulkan motivasi diri untuk bekerja lebih maju, karena kepuasan itu
mencerminkan perasaan seseorang terhadap sesuatu yang dilakukan dan berhasil
dan sebaliknya, jika tingkat kepuasan kerja karyawan rendah, maka dapat
mengakibatkan ketidaklancaran perusahaan dan proses produksi yang dikarenakan
tingginya tingkat keterlambatan dan kemangkiran serta tingkat keluar masuknya
karyawan (Tuhumena, 2004).
Banyak pekerja yang merasa tidak puas karena apa yang dikerjakannya
tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Kondisi keuangan PT Daya
Manunggal yang sedang mengalami krisis telah memaksa perusahaan untuk
melakukan penghematan. Hal ini telah dilakukan perusahaan, misalnya dengan
mengistiratkan karyawan bagian spinning sebanyak 239 orang yang terdiri dari
139 pria dan 100 karyawan wanita. Pengistirahatan karyawan ini menghantui
karyawan, sehingga mereka bekerja tidak dengan rasa aman, nyaman dan
menyenangkan. Sebelum memutuskan mengistirahatkan karyawan, pihak
manajemen perusahaan itu juga telah memutus 144 orang karyawan tenaga
kontrak. (www.suaramerdeka.com). Kondisi yang demikian akan menyebabkan
kepuasan kerja karyawan sulit terwujud.
Perlu diketahui bahwa aspek dari kepuasan kerja adalah pekerjaan itu
sendiri, promosi, imbalan, supervisi, rekan kerja. Melihat kasus diatas, tampak
jelas bahwa begitu pentingnya kepuasan kerja bagi karyawan. Ketidakpuasan
commit to user
dimana hampir tiap hari ada karyawan yang terlambat selain itu juga
meninggalkan tempat kerja lebih awal ataupun mangkir. Hal ini bisa
menyebabkan kerugian bagi perusahaan tersebut karena dengan adanya
kemangkiran maka proses produksi menjadi terhambat.
Kepuasan atau ketidakpuasan seseorang dengan pekerjaan merupakan
keadaan yang sifatnya subjektif, yang merupakan hasil kesimpulan yang
didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima
oleh pegawai dari pekerjaannya sebagai hal yang pantas, atau berhak baginya.
Sementara setiap pegawai secara subjektif menentukan bagaimana pekerjaan
memuaskan (Gomes, 2000). Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda
organisasi yang dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan hasil
manajemen perilaku yang efektif ( David dan Newstrom, 1990).
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada suatu perusahaan hanya
mungkin terlaksana secara bermakna apabila faktor-faktor yang mempengaruhi
dapat diidentifikasi secara ilmiah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif
(besarnya hubungan) dengan memberi penekanan intervensi pada faktor-faktor
yang lebih besar bobot hubungannya.
Core self evaluation merupakan penilaian dasar individu terhadap dirinya
sendiri dan seberapa besar ia menghargai dirinya. Individu dengan core self
evaluation positif cenderung mengekspresikan kepuasan kerja yang lebih tinggi
dibanding mereka yang memiliki core self evaluation negatif. Core self evaluation
melibatkan empat faktor dasar yaitu self esteem, self efficacy, locus of control dan
commit to user
Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja,
perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja.
Locus of control merupakan persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan
atau kegagalan dalam melaksanakan pekerjaannya. Melalui locus of control yang
dimiliki, perilaku pekerja dapat dijelaskan ketika seorang karyawan merasakan
hasil pekerjaan yang mereka lakukan merupakan hasil kontrol internal atau
eksternal (Johan, 2002).
Seseorang yang memiliki orientasi kontrol internal dalam diri meyakini
bahwa kesuksesan dan kegagalan dalam hidupnya dipengaruhi oleh tindakan dan
kemampuan mereka (personal factors) sedangkan seseorang yang memiliki
orientasi letak kontrol diluar dirinya (eksternal) meyakini bahwa kesuksesan dan
kegagalan dalam hidupnya dikontrol oleh faktor-faktor eksternal (Purboningsih,
2004). Seorang karyawan akan memiliki kepuasan kerja, apabila mereka dapat
menampilkan perilaku yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya
sebagai hasil pengaruh dalam dirinya (internal) maupun lingkungan diluar dirinya
(eksternal). Melalui locus of control yang dimiliki, perilaku pekerja dapat
dijelaskan ketika seorang karyawan merasakan hasil pekerjaan yang mereka
lakukan merupakan hasil kontrol internal atau eksternal (Johan, 2002).
Pada dasarnya, setiap karyawan memiliki kepuasan kerja yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lain karena karyawan memiliki tingkat kendali atau
cara pandang yang berbeda. Tingkat kendali atau cara pandang yang dimiliki tiap
commit to user
karyawan dengan internal locus of control akan merasa lebih puas dalam bekerja
dibandingkan dengan seorang karyawan yang memiliki external locus of control
karena apa yang dia lakukan dia percayai sebagai hasil dari apa yang dia lakukan
sendiri. Karyawan dengan internal locus of control biasanya bersedia untuk lebih
memperhatikan dan siap untuk belajar tentang lingkungan sekitarnya karena
mereka berpandangan bahwa peristiwa yang terjadi diakibatkan keputusan atau
perbuatan yang dilakukannya. Sedangkan external locus of control mempercayai
ketidakberdayaannya dan cenderung tidak bersedia untuk belajar karena
keberhasilan ataupun segala sesuatu yang mereka lakukan disebabkan oleh faktor
nasib, keberuntungan dan orang lain.
Menurut Spector dan O’Connel (dalam Siciro dan Suyono, 2005), orang
dengan internal locus of control biasanya menggunakan pengalaman selama
bekerja untuk menyelesaikan tugas dan meningkatkan hasil dengan memanfaatkan
informasi yang diperoleh secara efektif. Chiu dkk (dalam Rahim, 2008)
menemukan bahwa hubungan negatif antara kepuasan kerja dan turnover lebih
kuat untuk internal locus of control daripada external locus of control. Menurut
peneliti turnover yang terjadi pada karyawan disebabkan ketidakpuasan kerja para
karyawan. Kondisi kerja yang tidak menyenangkan menyebabkan ketidakpuasan
pada karyawan sehingga akan timbul keinginan karyawan untuk mencari
pekerjaan lain.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Spector (dalam Siciro dan
Suyono, 2005) sendiri menyatakan bahwa terdapat perbedaan kepuasan kerja yang
commit to user
yang memiliki external locus of control dalam suatu organisasi (Siciro dan
Suyono, 2005). Seseorang dengan internal locus of control cenderung melihat
tantangan sebagai kesempatan untuk belajar. Sebaliknya, seseorang dengan
external locus of control akan mengabaikan tantangan karena mereka merasa
bahwa belajar tidak akan berdampak pada diri mereka. Selain locus of control, self
efficacy juga mempengaruhi kepuasan kerja karyawan
Self Efficacy merupakan evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau
kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi
hambatan. Self efficacy berperan dalam ketangguhan seseorang untuk bertahan
menghadapi tantangan saat berjuang untuk meraih tujuannya. Self efficacy
berpengaruh terhadap perasaan, pikiran, dan perilaku yang dilakukan seseorang
(Wulandari dan Tjundjing, 2007).
Jika seseorang memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuan dirinya
maka hal ini akan menyebabkan seseorang tersebut berusaha keras sampai
tujuannya tercapai yang pada akhirnya akan membentuk perilaku positif yang
nantinya membuat individu merasakan kepuasan terhadap apa yang telah
dilakukannya. Namun apabila keyakinan yang dimiliki oleh seseorang cenderung
tidak kuat maka akan mengurangi usahanya bila menemui masalah, kemungkinan
akan mudah putus selanjutnya menyerah terhadap pekerjaan. Orang seperti ini
tidak akan mengalami kepuasan karena dia tidak yakin atas apa yang
dikerjakannya. Begitu juga dengan karyawan, karyawan yang memilki self
efficacy yang kuat tentang kemampuan dirinya dapat membantu proses kinerja
commit to user
diberikan kepada perusahaan secara tuntas dan tepat waktu. Kinerja yang baik dari
seorang karyawan dengan self efficacy yang tinggi menunjukkan tingkat kepuasan
kerja yang dialami karyawan tersebut juga tinggi.
Hasil penelitian Bandura (dalam Siciro dan Suyono, 2005) menunjukkan
bahwa individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan merespon dengan
meningkatkan usaha dan motivasi sedangkan individu dengan self efficacy yang
rendah akan cenderung rendah diri dan menyebabkan menurunnya kinerja
individu tersebut. Maka dari itu dapat dilihat bahwa individu yang memiliki self
efficacy yang tinggi akan mengalami tingkat kepuasan kerja yang tinggi
sedangkan individu yang memiliki self efficacy yang rendah akan mengalami
tingkat kepuasan kerja yang rendah pula.
Persoalan di PT Daya Manunggal timbul karena tidak semua karyawan
dengan locus of control internal dan self efficacy yang tinggi mampu memperoleh
kepuasan kerja. Berdasarkan pra survei yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan PT Daya Manunggal lebih
banyak dipengaruhi karena adanya pemenuhan kebutuhan oleh perusahaan seperti
memberikan gaji yang layak sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, antar
jemput karyawan, jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja), cuti dan dispensasi,
rekreasi gratis kepada karyawan maupun staf, adanya fasilitas kegiatan olah raga
dan kesenian, beasiswa bagi anak pekerja, askes bagi pekerja dan keluarganya.
Penghargaan dan fasilitas ini diharapkan mampu menimbulkan kepuasan kerja
commit to user
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan locus of control internal dan self efficacy terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. Daya Manunggal. PT. Daya Manunggal merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang tekstil yang mempekerjakan tenaga manusia di bidang
produksi yang cukup banyak.
Melihat fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul ”Hubungan antara locus of control internal dan self efficacy dengan
kepuasan kerja karyawan PT Daya Manunggal”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapatlah ditarik sebuah rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara internal locus of control dan self efficacy dengan
kepuasan kerja karyawan Departemen Spinning PT Daya Manunggal?
2. Apakah ada hubungan antara internal locus of control dengan kepuasan kerja
karyawan Departemen Spinning PT Daya Manunggal?
3. Apakah ada hubungan antara self efficacy dengan kepuasan kerja karyawan
Departemen Spinning PT Daya Manunggal?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
1. Hubungan antara internal locus of control dan self efficacy dengan kepuasan
commit to user
2. Hubungan antara internal locus of control dengan kepuasan kerja karyawan
PT Daya Manunggal.
3. Hubungan antara self efficacy dengan kepuasan kerja karyawan PT Daya
Manunggal.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi baru dan sumbangan
ilmu pengetahuan sebagai kajian teoritis khususnya dalam bidang Ilmu
Psikologi pada umumnya serta Psikologi Industri dan Organisasi
khususnya yang berkaitan dengan kepuasan kerja para karyawan
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan
perbandingan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis
khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi dengan variabel yang
lebih banyak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan
yang bersangkutan dengan penelitian ini, sehingga perusahaan dapat
melakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kepuasan kerja
karyawan
commit to user
Adanya kepuasan kerja dari diri karyawan diharapkan mampu digunakan
sebagai motivasi untuk meningkatkan produktivitas kerja.
c. Bagi Penulis
Sebagai wujud aplikasi dari teori yang di dapat selama kuliah dan
commit to user
BAB II LANDASAN TEORIA.
Kepuasan kerja1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang dalam menghadapi
pekerjaannya, seseorang yang tinggi kepuasan kerjanya memiliki sifat positif
terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak memperoleh
kepuasan di dalam pekerjaannya memiliki sifat yang negatif terhadap
pekerjaannya (Garniwa dan Sofyandi, 2007). Menurut Mc. Nisse-Smith et al ,
kepuasan kerja adalah perasaan bekerja terhadap pekerjaannya (Yuwono dan
Khajar, 2005).
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan,
dan prestasi kerja. Kepuasan kerja ini dinikmati dalam pekerjaan, luar
pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan dalam
pekerjaan merupakan kepuasan yang dinikmati dengan memperoleh pujian
dari hasil jerih payahnya, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana
lingkungan disekitar yang baik. Kepuasan luar pekerjaan berhubungan dengan
besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil jerih payah karyawan.
Kepuasan kombinasi dalam dan luar pekerjaan merupakan kepuasan kerja
yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa
dengan pelaksanaan kerjanya. Karyawan yang lebih menikmati kepuasan yang
commit to user
mengkombinasikan dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil
kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak (Hasibuan, 1994).
Menurut Locke (dalam Kawedar dan Lubis, 2009) kepuasan kerja
mencerminkan kegembiran atau sikap emosi positif yang berasal dari
pengalaman kerja seseorang. Kegembiraan yang dirasakan akan memberikan
dampak sikap positif apabila karyawan merasa puas atas pekerjaannya maka
karyawan tersebut akan merasa senang, dan terbebas dari rasa tertekan
sehingga menimbulkan rasa aman dan nyaman untuk tetap bekerja pada
lingkungannya, tidak akan menimbulkan keinginan untuk mencari alternatif
pekerjaan yang lain.
Sikap positif tersebut berasal dari persepsi individu terhadap
pekerjaanya. Jika para individu dalam organisasi percaya bahwa yang
dilakukan penting dan mulia maka hal itu akan mempengaruhi sikap dan
penilaian individu tersebut kepada pekerjaannya. Sikap seseorang terhadap
pekerjaannya juga sangat dipengaruhi oleh pendapat orang lain terhadap
pekerjaannya. Apabila orang lain mempunyai penilaian atau pendapat yang
baik terhadap pekerjaannya, maka sikap individu akan cenderung positif
(Ariyani, 2008).
Menurut Strauss dan Sayles (dalam Handoko, 2000), kepuasan kerja
penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak mempeoleh kepuasan
kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psiklogis, dan pada gilirannya
akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai
commit to user
sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan
kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang
lebih baik dan berprestasi kerja lebih baik daripada karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja.
Dari berbagai pendapat mengenai kepuasan kerja, maka penulis
berpendapat bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan orang terhadap
pekerjaannya. Perasaan orang terhadap pekerjaannya merupakan refleksi dari
sikap terhadap pekerjaannya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Gilmer (dalam Prawitasari dkk, 2007) mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yang meliputi:
a) Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan
situasi dan kondisi kerja yang stabil.
b) Aspek-aspek sosial dalam pekerjaan
Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tapi dipandang
sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja.
c) Komunikasi
Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen
banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya
commit to user
mengakui pendapat atau prestasi karyawannya sangat berperan dalam
menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
Menurut Blum (dalam As’ad 2002), faktor-faktor yang memberi
kepuasan kerja yaitu:
a) Faktor individual
Meliputi kesehatan, watak dan harapan.
b) Faktor sosial
Meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan
berekreasi, kegiatan perserikan pekerja, kebebasan berpolitik dan
hubungan kemasyarakatan
c) Faktor utama dalam pekerjaan
Meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan
kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan,
hubungan sosial dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik
antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi
maupun tugas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis berpendapat bahwa terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu
faktor individual dan faktor utama dalam pekerjaan.
3. Aspek-aspek kepuasan kerja
Menurut Luthan (dalam Yuwono dan Khajar, 2005) menyatakan
terdapat lima dimensi dari pekerjaan yang menggambarkan karakteristik
terpenting dari suatu pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja karyawan:
commit to user
Merupakan sumber kepuasan kerja dan sebagian dari unsur yang
memuaskan kerja yang paling penting yang diungkapkan oleh banyak
penelitian adalah pekerjaan yang memberikan status. Pegawai cenderung
lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan
untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuannya serta menawarkan
beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai seberapa baik
mereka bekerja.
b. Gaji/insentif
Upah yang diterima orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari, dan dengan melihat tingkat upah yang diterimanya orang dapat
mengetahui sejauh mana manjemen menghargai kontribusi pekerjaan
seseorang dalam organisasi tempat kerjanya. Pegawai banyak yang
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang adil dan sesuai
dengan pengharapannya. Apabila sistem upah diberlakukan secara adil
yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan
standar pengupahan maka kemungkinan besar akan diperoleh kepuasan
kerja.
c. Promosi
Kesempatan berpromosi jabatan memiliki efek terhadap kepuasan kerja.
Hal demikian dikarenakan promosi menggunakan beraneka cara dan
memiliki penghargaan yang beragam. Kebijakan promosi yang adil dan
commit to user
yang memperoleh kesempatan dipromosikan seperti perasaan senang,
bahagia dan memperoleh kepuasan atas kerjanya.
d. Supervisi
Kemampuan supervisor dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan
perilaku, pada pegawai dapat menumbuhkan kepuasan kerja bagi mereka.
e. Kolega kerja
Dukungan rekan kerja atau kelompok kerja dapat menimbulkan kepuasan
kerja bagi pegawai, karena merasa diterima dan dibantu dalam
memperlancar penyelesaikan tugasnya sifat kelompok kerja akan memiliki
efek terhadap kepuasan kerja. Bersama dengan rekan kerja ramah dan
mendukung dapat merupakan sumber kepuasan bagi pegawai secara
individu. Kelompok kerja yang bagus dapat membuat kerja lebih
menyenangkan, sehingga kelompok kerja dapat menjadikan support,
kesenangan, nasehat dan bantuan bagi seorang pegawai.
Riggio (2003) mengatakan bahwa:
Two of the most widely used standardized surveys of job satisfaction are the Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) and the Job Descriptive Index (JDI). The Minnesota Satisfaction Questionnaire (Weiss, Dawis, England & Lofquist at Riggio, 2003) is a multiple item rating scale that asks workers to rate their levels of satisfaction/dissatisfaction with twenty job facets, including supervisor’s competence, working conditions, compensation, task varietu, level of job responsibility, and chances for advancements. The Job Descriptive Index (JDI) is briefer than the MSQ, and measure satisfaction with five job facets: the job itself, supervision, pay, promotions, and coworkers
Dari kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa terdapat dua skala yang sudah
standar yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja yaitu MSQ dan JDI.
commit to user
kepuasan/ketidakpuasan kerja dengan menggunakan 20 aspek termasuk
kompetensi supervisor, kondisi kerja, kompensasi, tugas, pertanggung
jawaban kerja, dan ksempatan untuk maju. JDI lebih singkat dibanding MSQ,
dalam mengukur kepuasan kerja, JDI menggunakan 5 aspek yaitu pekerjaan
itu sendiri, supervisi, gaji, promosi dan hubungan dengan para pekerja.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, maka penulis
berpendapat bahwa aspek-aspek kepuasan kerja meliputi pekerjaan itu sendiri,
gaji/insentif, kesempatan untuk promosi, supervisi, kolega
kerja,pertanggungjawaban pekerja, kondisi kerja.
B. Locus of Control Internal
1. Pengertian Locus of Control Internal
Locus of control merupakan suatu aspek kepribadian yang dipunyai
setiap individu (Magdalena,2000). Locus of control adalah persepsi seseorang
terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam melakukan berbagai kegiatan
di dalam hidupnya yang dihubungkan dengan faktor eksternal individu yang
di dalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan dan
lingkungan kerja serta dihubungkan pula dengan faktor internal individu yang
di dalamnya mencakup kemampuan kerja dan tindakan kerja yanng
berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang
bersangkutan (Johan, 2002).
Menurut Spector (dalam Ancok dan Kusumowardhani, 2006), locus of
control merupakan salah satu karakteristik kepribadian yang telah dibuktikan
commit to user
organisasi. Dengan kata lain, locus of control adalah variabel sentral dalam
struktur kepribadian yang implisit dalam proses belajar, mempengaruhi
tingkah laku aktual, mewarnai sikap dan kehidupan perasaan, pusat hirarki
pada pola pikir serta mendasari tingkah laku penyesuaian diri maupun
antisipasinya.
Pada dasarnya, locus of control menggambarkan di mana letak
keyakinan dan seberapa kuat kontrol pada individu, apakah kontrolnya
menjadi dasar pembentukan serta tingkah lakunya itu bersumber dari dalam
dirinya atau dari luar dirinya (Purboningsih, 2004). Menurut Rotter (dalam
Kuncoro, 2004) locus of control yaitu suatu konsep yang merujuk pada
keyakinan seseorang mengenai penentu perilakunya sehingga adanya
anggapan bahwa akibat-akibat yang diterima memiliki hubungan dengan
usaha-usaha yang telah dilakukan. Dalam konsepnya tersebut Rotter
menjelaskan bahwa individu akan mengembangkan suatu harapan terhadap
kemampuan mengendalikan kejadian-kejadian dalam hidupnya. Menurut
Rotter (dalam Shajahan&Shajahan, 2004) orang yang memiliki persepsi
kontrol internal yang tinggi percaya bahwa mereka secara pribadi
mempengaruhi apa yang terjadi.
Menurut Solomon dan Oberlander (dalam Magdalena, 2000) locus of
conrol bukan merupakan suatu konsep yang tipologik, akan tetapi konsep ini
merupakan suatu kontinum yaitu locus of control internal di satu sisi dan locus
commit to user
kontinum tersebut, hal ini berarti semakin dominan locus of control internal
seseorang akan semakin rendah locus of control eksternal dan sebaliknya.
Locus of control internal dimiliki oleh individu-individu yang percaya
bahwa kesuksesan dan kegagalan dalam hidupnya dipengaruhi oleh tindakan
dan kemampuan mereka (personal factors) (Purboningsih, 2004). Sedangkan
Kondalkar (2007) berpendapat bahwa orang yang memiliki locus of control
internal percaya bahwa mereka dapat memanipulasi kejadian-kejadian untuk
keuntungan mereka dan oleh karena itu mereka mampu untuk menentukan
nasib mereka sendiri.
Menurut Kuncoro (2000) orang yang mempunyai orientasi kontrol
internal percaya bahwa hal yang terjadi pada dirinya adalah pengaruh dirinya
sendiri. Individu dengan orientasi internal memiliki ciri-ciri: menggunakan
usaha yang lebih besar untuk mengontrol lingkungan, menunjukkan cara
belajar yang lebih efektif, mencari informasi yang relevan, mengandalkan
ketrampilan dan kemampuan diri serta lebih percaya diri, menghadapi masalah
dengan mengatasi masalah.
Locus of control berperan dalam motivasi, locus of control yang
berbeda bisa mencerminkan motivasi yang berbeda dan kinerja yang berbeda.
Locus of control internal akan cenderung lebih sukses dalam karier daripada
locus of control eksternal, mereka juga cenderung memiliki level kerja yang
tinggi, promosi yang lebih cepat, dan mendapatkan uang yang lebih. Sebagai
tambahan, karyawan dengan kecenderungan locus of control internal memiliki
commit to user
mengatasi stres dibanding dengan karyawan dengan kecenderungan locus of
control eksternal (Kartika dan Wijayanti, 2007).
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka penulis berpendapat bahwa
orang yang memiliki kecenderungan locus of control internal beranggapan
bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada individu disebabkan faktor
personal.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi locus of control internal
Menurut beberapa ahli faktor-faktor yang mempengaruhi locus of
control internal antara lain:
a) Orang tua
Menurut Baron&Byrne (1991), sikap orang tua yang fleksibel dan
mendampingi anaknya untuk mandiri mendorong perkembangan locus of
control anak kearah internal. Jika orang tua bersifat menghukum,
memusuhi dan mendominasi akan mendorong kearah locus of control
eksternal.
b) Pemberian respon
Menurut Monks (2001) pemberian respon yang tepat terhadap perilaku
anak akan menimbulkan locus of control internal.
Pendapat lain disampaikan oleh Phares (dalam Yustian, 2009)dengan
mengelompokkan faktor yang mempengaruhi perkembangan locus of control
internal menjadi dua, yaitu:
a) Family Antencendents,
Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk bersosialisasi.
commit to user
pembentukan kepribadian anak. Sikap orang tua yang memberi dukungan,
kebebasan dan lebih demokratis terhadap anak cenderung ke arah locus of
control internal.
b) Social Antencendents
Dalam kehidupan masyarakat, setiuap individu memiliki status
sosial ekonomi yang berbeda-beda. Individu yang berasal dari status
ekonomi menengah ketas akan cenderung memiliki locus of control
internal. Hal ini disebabkan individu dengan status sosial mmenengah
keatas lebih percaya diri dalam melakukan kontrol atas hidupnya
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis berpendapat bahwa terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi locus of control internal yaitu
orang tua, pemberian respon, family antencendents dan social antencendents.
3. Aspek-aspek locus of control
Dalam mengungkap kecenderungan pusat kendali seseorang itu
termasuk dalam internal atau external maka Rotter menciptakan skala yang
dinamakan skala Internal-External (Skala I-E). Levenson memperbaiki skala
I-E kemudian skala I-E di susun kembali dan diberi nama skala Internal,
Powerful Others and Chance (Skala IPC-Locus of Control). Levenson (dalam
Azwar, 2003) membagi pusat pengendali (locus of control) dalam skala IPC
ke dalam tiga aspek yaitu :
a. Aspek internal (I)
Merupakan keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup
commit to user
b. Aspek powerful others (P)Merupakan keyakinan seseorang bahwa peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya ditentukan oleh orang lain.
c. Aspek chance (C)
Merupakan keyakinan seseorang bahwa peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya ditentukan oleh keberuntungan, nasib dan kesempatan
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berpendapat bahwa Levenson
memodifikasi skala I-E dan memberi nama skala IPC yaitu skala Internal,
eksternal powerful others, eksternal chance. Dalam skala IPC, Levenson
membagi pusat pengendali (locus of control) ke dalam tiga aspek yaitu aspek
internal, aspek powerful others, aspek chance.`
C. Self Efficacy
1. Pengertian Self Efficacy
Para pakar menyebutkan konsep self efficacy berbeda dengan konsep
tipe kepribadian maupun konsep diri lainnya, self efficacy menfokuskan hanya
pada kemampuan untuk mengerjakan suatu tugas tertentu. Untuk mengetahui
seseorang yakin atau tidak untuk dapat mengerjakan suatu tugas tertentu. Self
efficacy merupakan suatu proses kognitif karena terjadi pertimbangan dan
penyatuan berbagai sumber informasi seperti informasi mengenai karakteristik
tugas yang dikerjakan, situasi tentang kondisi yang dihadapi, bagaimana
kinerjanya dan hasil yang dicapai (Nurdjajajadi, dkk, 2009).
Menurut Bandura (1997) menyatakan bahwa self efficacy merupakan
kepercayaan atau keyakinan seseorang tentang kemampuan mereka untuk
commit to user
diinginkan. Dengan kata lain, orang dengan keyakinan yang kuat lebih
percaya diri dalam melakukan sesuatu. Self efficacy juga mempengaruhi
prestasi dan motivasi seseorang. Self efficacy juga mempengaruhi bagaimana
tujuan seseorang dapat berhasil dicapai melalui usaha dan ketekunan sehingga
seseorang dapat menghadapi suatu hambatan.
Performa fisik, tugas akademis, performa dalam pekerjaan dan
kemampuan untuk mengatasi kecemasan dan depresi ditingkatkan melalui
perasaan yang kuat akan self efficacy (Baron, 2004). Self efficacy bersifat
subjektif karena menekankan pada keyakinan individu yang merupakan
persepsinya terhadap kemampuan yang dimiliki di mana penilaian self efficacy
tidak bisa digeneralisasikan pada setiap situasi. Self efficacy pada kehidupan
sehari-hari akan tampak pada tindakan yang akan dipilih (Sulistyowati, 2008).
Self efficacy cenderung konsisten sepanjang waktu, tetapi bukan berarti tidak
berubah. Umpan balik yang positif terhadap kemampuan seseorang mampu
meningkatkan self efficacy (Bandura dalam Baron, 2004).
Menurut Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self efficacy
merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk
melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu.
Menurut Appelbaum (1996) self efficacy memiliki peran yang sentral dalam
pengaturan diri seseorang dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap
keberhasilan seseorang. Self efficacy merupakan prediktor yang kuat untuk
motivasi dan kinerja seseorang dalam suatu organisasi Menurut Santrock
commit to user
kemmapan dirinya untuk menguasai suatu situasi dan menghasilkan sesuatu
positif.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa self
efficacy merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan individu terhadap
kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas dan menampilkan tindakan
tertentu yang berkaitan dengan tugasnya dengan baik dan efektif.
2. Sumber-sumber dalam self efficacy
Menurut Bandura (1997) terdapat empat sumber yang mempengaruhi
pertumbuhan self efficacy seseorang, yaitu
a) Performance accomplishment ( pengalaman pencapaian prestasi)
Merupakan pengalaman seseorang yang berhubungan dengan kegagalan
atau keberhasilan masa lalu. Apabila seseorang mengalami keberhasilan
maka seseorang tersebut dapat meningkatkan self efficacy.
b) Vicarious experience (mengamati pengalaman orang lain sebagai model)
Individu yang kurang menguasai suatu bidang umumnya mengobservasi
orang lain di sekitarnya. Mereka mempelajari cara pengerjaan suatu hal
dengan meniru orang disekeliling mereka yang mengerjakan hal yang
sama. Jika individu melihat orang di sekitar mereka mencapai
keberhasilan, self efficacy yang dimiliki individu akan meningkat.
Sebaliknya, jika individu melihat orang di sekekeliling mereka menemui
kegagalan, self efficacy individu menurun.
commit to user
Individu diarahkan dengan saran, nasehat, bimbingan sehingga dapat
meningkatkan keyakinan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki
dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan.
d) Emotional Arousal (pemunculan emosi)
Seseorang dapat meningkatkan self efficacy dengan tidak sering
mengalami keadaan yang tertekan. Emosional arousal seperi perasaan
takut, stress dapat menyebabkan menurunnya kinerja dan mengurangi
keberhasilan seseorang.
Sedangkan Parker (dalam Dewanto, 2003) menggambarkan
pengembangan self efficacy kedalam kebijakan-kebijakan organisasional
sebagai berikut:
a) Komunikasi yang baik
Jika individu-individu merasa bahwa mereka diberi informasi,
didengarkan, dan didorong untuk berbicara, maka mereka lebih mungkin
untuk membangun kepercayaan di dalam pencapaian tugas. Komunikasi
yang baik mengacu pada kategori verbal persuasion
b) Keanggotaan pada kelompok-kelompok perbaikan (improvement groups)
Improvement groups mengacu pada vicarious experience.
c) Job enlargement
Peranan job enlargement terhadap pengembangan self efficacy mirip
dengan improvement groups. Job enlargement meliputi perluasan
tugas-tugas dari hari ke hari. Jika tugas-tugas yang dilaksanakan tersebut berhasil akan
commit to user
d) Job enrichmentJob enrichmement merupakan pembuatan keputusan dan pemberian
otonomi yang lebih luas. Pemberian otonomi memungkinkan
individu-individu merasa diakui dalam suatu lingkungan kerja
e) Pelatihan-pelatihan yang relevan
Pelatihan yang relevan dianggap dapat menfasilitasi self efficacy individu
dengan meningkatkan keseluruhan kepercayaan individu terhadap
kemampuan-kemampuan mereka.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis berpendapat bahwa sumber
yang mempengaruhi pengembangan self efficacy meliputi performance
accomplishment, vicarious experience, verbal persuasion, emotional arousal,
komunikasi yang baik, improvement groups, job enlargement, job enrichment,
pelatihan-pelatihan yang relevan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy
Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy (Yufita dan Budiarto,
2006) antara lain:
a) Sifat tugas yang dihadapi
Sifat tugas dalam hal ini adalah tingkat kesulitana atu kompleksitas tugas
yang dihadapi. Semakin kompleks dan sulit tugas yang dihadapi individu,
ia akan semakin menilai rendah kemampuannya. Sebaliknya jika ia
dihadapkan pada tugas yang sederhana dan mudah maka individu akan
commit to user
b) Insentif eksternal atau rewardSemakin besar insentif atau reward yang dapat diperoleh seseorang dalam
penyelesaian tugas, maka semakin tinggi derajat self efficacy-nya
c) Status atau peran individu
Seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi dalam lingkungannya
atau kelompoknya akan memiliki derajat kontrol yang lebih besar pula,
sehingga memiliki tingkat self efficacy yang lebih tinggi.
d) Informasi tentang kemampuan diri
Self efficacy individu akan meningkat jika ia mendapatkan informasi yang
positif tentang kemmapuan yang ia miliki. Sebaliknya, self efficacy
cenderung menurun jika individu memiliki informasi yang negatif tentang
dirinya.
Sedangkan menurut Bandura (1997) menyatakan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi self efficacy pada diri individu antara lain :
a) Budaya
Budaya mempengaruhi self efficacy melalui nilai (values), kepercayaan
(beliefs), dan proses pengaturan diri (self regulator process) yang
berfungsi sebagai sumber penilaian self efficacy dan juga sebagai
konsekuensi dari keyakinan akan self efficacy.
b) Gender
Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self efficacy. Hal ini dapat
dilihat dari penelitian Bandura (1997) yang menyatakan bahwa wanita
commit to user
memiliki peran selain ibu rumah tangga, juga sebagai wanita karier akan
memiliki self efficacy yang tinggi dibandingkan pria yang bekerja.
c) Sifat dari tugas yang dihadapi
Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu
akan mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap kemampuan
dirinya sendiri. Semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi oleh
individu maka akan semakin rendah individu tersebut menilai
kemampuannya. Sebaliknya, jika individu dihadapkan pada tugas yang
mudah dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebut menilai
kemampuannya.
d) Insentif eksternal
Faktor lain yang dapat mempengaruhi self efficacy individu adalah
insentif yang diperolehnyaa. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor
yang dapat meningkatkan self fficacy adalah competent contingens
incentive, yaitu insentif yang diberikan oleh orang lain yang merefleksikan
keberhasilan seseorang.
e) Status atau peran individu dalam lingkungan
Individu yang memiliki status yang lebih tinggi akan memperoleh derajat
kontrol yang lebih besar sehingga self efficacy yang dimilikinya juga
tinggi. Sedangkan individu yang memiliki status yang lebih rendah akan
memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self efficacy yang dimilikinya
commit to user
f) Informasi tentang kemampuan diriIndividu yang memiliki self efficacy tinggi, jika ia memperoleh informasi
positif mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki self efficacy
yang rendah, jika ia memperoleh informasi negatif mengenai dirinya.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy adalah sifat tugas yang dihadapi,
insentif eksternal atau reward, status atau peran individu, informasi tentang
kemampuan diri.
4. Aspek-aspek self efficacy
Dalam self efficacy terdapat beberapa aspek yang berkaitan dengan
harapan individu. Rizvi (1998) mengklasifikasikan aspek tersebut menjadi
tiga, yaitu:
a) Pengharapan hasil (outcome expectancy),merupakan hasil pikiran atau
keyakinan individu bahwa perilaku tertentu akan mengarah pada hasil
tertentu.
b) Pengharapan efikasi (efficacy expectancy), yaitu keyakinan seseorang
bahwa dirinya akan mampu melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai hasil. Aspek ini menunjukkan bahwa harapan individu
berkaitan dengan kesanggupan melakukan suatu perilaku yang
dikehendaki.
c) Nilai hasil (outcome value), yaitu nilai kebermaknaan atas hasil yang
commit to user
Menurut Bandura (1997), self efficacy mempunyai tiga dimensi, yaitu:
b) Magnitude (tingkat kesulitan tugas)
Yang berkaitan dengan derajad kesulitan tugas, sejauh mana individu
merasa mampu dalam melakukan berbagai tugas dengan derajad tugas
mulai yang sederhana, agak sulit, hingga yang sulit.
c) Generality (luas bidang perilaku)
Sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi
tugas, mulai dari dalam melakukakan suatu aktivitas atau situasi tertentu
hingga dalam serangkaian tugas atau situasi yang bervariasi. Dimensi luas
bidang periku ini dibagi dalam dua sub dimensi yaitu pengharapan terbatas
pada bidang perilaku, yaitu seberapa besar keyakinan atau kemantapan
karyawan dalam menjalankan bidang tugasnya selama ini dan
pengharapan yang menyebar, yaitu seberapa besar keyakinan atau
kemantapan karyawan terhadap keberhasilan dalam menjalankan bidang
tugas lain yang belum pernah dikerjakan selama ini.
d) Strength (kemantapan keyakinan)
Dimensi kemantapan keyakinan terbagi dalam dua sub dimensi yaitu
bertahan dalam usahanya dan keuletan dalam berusaha. Bertahan dalam
usahanya adalah seberapa besar kemampuan karyawan untuk bertahan
dalam menghadapi tugas dan tantangan pekerjaan sedangkan keuletan
dalam berusaha merupakan seberapa jauh upaya karyawan dalam
commit to user
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek yang mempengaruhi self efficacy adalah aspek-aspek magnitude (tingkat
kesulitan tugas), aspek generality (luas bidang perilaku), aspek strength
(kemantapan keyakinan).
D. Hubungan antara locus of control internal dan self efficacy dengan
kepuasan kerja
1. Hubungan antara locus of control internal dan self efficacy dengan
kepuasan kerja
Menurut Rotter (dalam Shajahan & Shajahan, 2004) locus of control terdiri
atas locus of control internal dan locus of control eksternal. Orang yang memiliki
locus of control internal berkeyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya karena
pengaruh dirinya sendiri, sedangkan orang yang memilik locus of control eksternal
memiliki keyakinan bahwa faktor yang ada di luar kontrolnya akan mempengaruhi
perilakunya. Menurut Crous dkk (2006), individu dengan locus of control internal
yang tinggi lebih mampu dalam mencapai tingkat kinerja yang tinggi dalam waktu
yang singkat dan lebih mampu mengaktualisasikan diri sendiri. Melalui konsep ini
dapat diketahui tentang keterkaitan keyakinan diri dengan kepuasan kerja.
Hasil penelitian Judge dan Bono (dalam Dewanto, 2003) yang mengacu
pada self consistency theory menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi
kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Self efficacy mempengaruhi kepuasan kerja
melalui kesuksesan dalam pekerjaan. Hal ini disebabkan karena individu dengan
self efficacy yang tinggi akan lebih menerima kesulitan dan bertahan terhadap
commit to user
usaha yang dilakukan dan terus berusaha sehingga lebih mungkin untuk mencapai
hasil yang bernilai dan kemudian menghasilkan kepuasan dari pekerjaan.
Sedangkan dalam hubungannya dengan kinerja, self efficacy akan
mempengaruhi pola pikir, reaksi emosional seseorang dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Individu dengan self efficacy yang tinggi merupakan individu yang
yakin akan kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaannya secara tepat dan
tuntas, individu ini juga bertanggung jawab atas apa yang telah dikerjakannya.
Sedangkan menurut Appelbaum (1996) individu dengan self efficacy yang tinggi
dalam hubungannya dengan kinerja cenderung memiliki karakteristik, cepat
belajar ketrampilan baru, ketekunan dan usaha yang tinggi dalam menghadapi
kemunduran, hambatan dan kegagalan. Sehingga, individu dengan self efficacy
yang tinggi akan mencapai suatu kinerja yang lebih baik karena individu ini
memiliki motivasi yang stabil, kuat, tujuan yang jelas, emosi yang stabil dan
kemampuannya untuk memberikan kinerja atas aktivitas atau perilaku dengan
sukses. Kinerja yang tinggi dengan self efficacy yang tinggi menunjukkan
kepuasan kerja yang tinggi.
Jadi semakin karyawan memiliki kecenderungan internal locus of control
dan semakin tinggi self efficacy maka akan mempengaruhi kepuasan karyawan
dalam bekerja. Kepuasan kerja bermanfaat untuk meningkatkan kinerja,
meningkatkan produktivitas dan merupakan salah satu indikator penenentuan
tingkat kesejahteraan hidup karyawan.
2. Hubungan antara locus of control internal dengan kepuasan kerja
Rotter ( dalam Baron & Byrne, 1991) berpendapat bahwa masing-masing
commit to user
keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupan. Individu dengan orientasi internal,
merupakan pekerja keras dan bertanggung jawab terhadap perilakunya.
Sedangkan individu dengan orientasi eksternal merupakan individu yang
mempercayai bahwa kejadian yang terjadi disebabkan faktor eksternal.
Melalui locus of control yang dimiliki, perilaku pekerja dapat dijelaskan
ketika seorang karyawan merasakan hasil pekerjaan yang mereka lakukan
merupakan hasil kontrol internal atau eksternal. Seorang karyawan merasakan
kontrol internal sebagai kepribadian karena merasakan hasil pekerjaan yang
dilakukannya berada dibawah pengaruh kontrol diri pribadinya sendiri. Kontrol
internal ini akan tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang
berhubungan dengan keberhasilan dan kegagalan karyawan pada saat melakukan
pekerjaannya. Dengan demikian seseorang karyawan akan merasa puas dalam
bekerja karena kontrol internalnya memberikan keberhasilan dalam bekerja.
Sedangkan ada pula karyawan yang merasa bahwa terdapat kontrol eksternal di
luar dirinya yang mendukung hasil pekerjaan yang dilakukannya. Kontrol
eksternal ini terlihat melalui nasib dan keberuntungan karyawan yang
bersangkutan serta kekuasaan atasan dan lingkungan kerja tempat karyawan
tersebut bekerja. Perasaan karyawan tentang locus of control, baik internal
maupun eksternal mempunyai pengaruh yang berbeda pada penampilan kerja dan
kepuasan kerja karyawan (Johan, 2002).
3 Hubungan antara self efficacy dengan kepuasan kerja
Self efficacy merupakan kepercayaan terhadap kemampuan seseorang
untuk menjalankan tugas. Orang yang percaya diri dengan kemampuannya
commit to user
untuk gagal. Self efficacy berhubungan dengan kepuasan kerja dimana jika
seseorang memiliki self efficacy yang tinggi maka cenderung untuk berhasil dalam
tugasnya sehingga meningkatkan kepuasan atas apa yang dikerjakannya.
Self efficacy mempunyai arti penting karena memiliki pengaruh yang kuat
terhadap aspek motivasi, tingkah laku, dan afeksi seseorang dalam menjalankan
suatu tugas. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi dalam situasi tertentu
akan menampilkan tingkah laku, motivasi, afeksi yang berbeda dengan individu
yang memiliki self efficacy rendah. Maksudnya individu yang memiliki self
efficacy yang tinggi memiliki motivasi yang tinggi pula terhadap suatu tugas,
sehingga kan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan tugas (Riyanti,
2006).
Bandura (1997) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki self
efficacy tinggi akan mencapai suatu kinerja yang lebih baik karena individu ini
memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang jelas, emosi yang stabil dan
kemampuannya untuk memberikan kinerja atas aktivitas atau perilaku dengan
sukses. Kinerja yang baik dari seorang karyawan dengan self efficacy tinggi
menunjukkan tingkat kepusan kerja yang dialami oleh karyawan tersebut juga
tinggi.
Hasil penelitian Bandura (dalam Paulus Joko Sigiro dan Suyono, 2005)
ketika menerima umpan balik yang negatif, individu yang memiliki self efficacy
yang tinggi akan merespon dengan meningkatkan usaha dan motivasi sedangkan
individu dengan self efficacy yang rendah akan cenderung rendah diri dan
commit to user
Maka dari pendapat di muka dapat disimpulkan bahwa individu dengan
self efficacy tinggi akan mengalami kepuasan kerja yang tingi, sedangkan individu
dengan self efficacy yang rendah akan mengalami tingkat kepuasan kerja yang
rendah pula.
E. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Berdasarkan kerangka pikir di atas maka dapat dilihat bahwa
1. Karyawan dengan kecenderungan locus of control internal maka akan memilki
kepuasan kerja yang tinggi.
2. Karyawan dengan self efficacy yang tinggi maka akan memiliki kepuasan
kerja yang tinggi.
3. Karyawan dengan kecenderungan locus of control internal dan memiliki self
efficacy yang tinggi maka akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi internal locus of
control
Self efficacy
commit to user
F. Hipotesis
Berdasarkan pembahasan dari berbagai teori yang telah dikemukakan oleh
para ahli diatas, maka hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara locus of control internal dan self efficacy dengan
kepuasan kerja karyawan Departemen Spinning PT Daya Manunggal.
2. Ada hubungan antara locus of control internal dengan kepuasan kerja
karyawan PT Daya Manunggal.
3. Ada hubungan antara self efficacy dengan kepuasan kerja karyawan PT Daya
commit to user
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Variabel tergantung : Kepuasan Kerja
2. Variabel bebas : a. Locus of control internal
b. Self efficacy
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah penegasan arti konstrak atau variabel yang
digunakan dengan cara tertentu untuk mengukurnya, sehingga pada akhirnya akan
menghindari salah pengertian dan perbedaan penafsiran dalam penelitian (Azwar,
2003), untuk itu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang dalam menghadapi
pekerjaannya, seseorang yang tinggi kepuasan kerjanya memiliki sifat positif
terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak memperoleh
kepuasan di dalam pekerjaannya memiliki sifat yang negatif terhadap
pekerjaannya. Kepuasan kerja dalam penelitian ini diungkap menggunakan
skala kepuasan kerja yang disusun berdasarkan pada aspek-aspek yang
dikemukakan Luthan (dalam Yuwono dan Khajar, 2005) yaitu aspek
pekerjaan itu sendiri, aspek gaji/insentif, aspek promosi, aspek supervisi dan
aspek kolega kerja. Data mengenai kepuasan kerja ini dapat diketahui dari
commit to user
perolehan skor pengisian skala, bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh
maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja dan apabila skor yang diperoleh
rendah maka tingkat kepuasan kerja pun juga turut rendah.
2. Locus control internal
Locus of control internal adalah persepsi seseorang terhadap
keberhasilan atau kegagalan dalam melakukan berbagai kegiatan di hidupnya
yang dihubungkan dengan faktor internal individu yang di dalamnya
mencakup kemampuan kerja dan tindakan kerja yanng berhubungan dengan
keberhasilan dan kegagalan kerja individu yang bersangkutan. Locus of
control internal dapat diukur menggunakan skala locus of control internal
yang terdiri dari beberapa aspek yaitu aspek internal, aspek powerful other
dan aspek chance.
3. Self efficacy
Self efficacy merupakan kepercayaan atau keyakinan seseorang tentang
kemampuan mereka untuk mengatur dan melaksanakan tindakan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Self efficacy dapat diukur menggunakan
skala self efficacy yang terdiri dari beberapa aspek yaitu aspek magnitude
(tingkat kesulitan tugas), aspek generality (luas bidang perilaku), aspek
strength (kemantapan keyakinan). Data mengenai self efficacy ini dapat
diketahui dari perolehan skor pengisian skala, bahwa semakin tinggi skor yang
diperoleh maka semakin tinggi tingkat self efficacy dan apabila skor yang
commit to user
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki.
Populasi dibatasi sebagai sejumlah atau individu yang sedikitnya mempunyai
sifat yang sama. (Hadi, 2000). Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah karyawan PT. Daya Manunggal bagian spinning.
2. Sampel
Menurut Azwar (2003) sampel adalah sebagian dari populasi atau
jumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi. Menurut
Suharsimi Arikunto (1998) jika subjeknya lebih dari 100 orang maka dapat
diambil sampel antara 10%-15% atau sesuai kebutuhan. Oleh karena
penelitian ini memiliki populasi sebanyak 629 orang, maka penelitian ini
hanya mengambil sampel sebanyak 10% saja atau 63 orang dengan
pertimbangan bahwa jumlah ini secara statistik sudah memenuhi syarat dan
membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive random
sampling. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive
random sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dapat dilakukan
dengan kriteria-kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian kemudian
sampel tersebut diambil secara acak. Sampel dalam penelitian ini adalah
commit to user
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai oleh peneliti
untuk memperoleh data yang ditelitinya. Oleh sebab itu metode yang digunakan
harus tepat dan mempunyai dasar yang beralasan, karena baik buruknya suatu
penelitian tergantung pada teknik pengumpulan data (Hadi, 2000).
1. Metode pengumpulan data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian dan data utama dalam penelitian. Data penelitian tersebut diperoleh
dari skala psikologi. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi skala kepuasan kerja, skala internal locus of control, dan skala self
efficacy.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari tempat
penelitian dilakukan, yakni berupa dokumentasi yang berupa pengumpulan
data dan informasi tentang profil perusahaan, jumlah karyawan, dan struktur
organisasi perusahaan.
2. Alat pengumpulan data
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data yang diperlukan.
Dalam penelitian ini digunakan metode non tes yaitu menggunakan skala
psikologis. Pengukuran skala ini dengan metode rating yang dijumlahkan.
commit to user
subjek sebagai penentu nilai skalanya yang dipisahkan menjadi pernyataan
favorable dan pernyataan unfavorable
Penelitian ini menggunakan skala kepuasan kerja, skala locus of
control dan skala self efficacy dengan metode Skala Likert yang sudah
dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban, dengan jawaban ragu
dihilangkan, adapun alasannya :
a. Kategori undecided, itu mempunyai arti ganda, bisa diartikan belum
mempunyai jawaban atau belum memberikan keputusan (menurut
konsepaslinya), bisa juga diartikan netral, setuju, tidak setujupun tidak,
atau bahkan ragu-ragu. Kategori jawaban ganda arti (multi interpretable)
ini tentu saja tidak diharapkan dalam suatu instrument.
b. Tersedianya yang di tengah ini menimbulkan kecenderungan jawaban ke
tengah (central tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu-ragu
atasarah kecenderungan jawaban, ke arah setuju ataukah ke arah tidak
setuju.
c. Maksud kategori jawaban SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS
(TidakSesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai) adalah terutama untuk
melihatkecenderungan pendapat responden, ke arah sesuai atau ke arah
tidak sesuai. Jika disediakan kategori jawaban itu (ragu-ragu), akan
menghilangkan banyak data penelitian, sehingga mengurangi banyaknya
commit to user
Tabel.1Cara penilaian skala dengan empat kategori jawaban yaitu sebagai berikut
Kategori jawaban Favorable Unfavorable
SS(Sangat Sesuai) 4 1
S(Sesuai) 3 2
TS(Tidak Sesuai) 2 3
STS(Sangat Tidak Sesuai) 1 4
Dalam penelitian ini data dikumpulkan menggunakan tiga skala, yaitu:
a. Skala Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala
kepuasan kerja yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek
kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Luthan (dalam Yuwono dan
Khajar, 2005) yaitu aspek pekerjaan itu sendiri, aspek gaji/insentif, aspek
commit to user
Tabel 2Blue print skala kepuasan kerja
No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
1. Pekerjaan itu
sendiri a. ketrampilan b. jabatan 27,2,14 19 5,13, 38,39 5 3
2. Gaji/insentif a.sesuai kebutuhan
b.adil 7,15,35 22 3,4, 20,16 5 3
3. Promosi a.mengembangkan diri
b.kesempatan naik jabatan 32 1,12, 23 10,28 26,29 3 5
4. Supervisi a.dukungan atasan terhadap
bawahan
b.atasan bersikap adil
terhadap bawahan.
c.atasan meminta pendapat
bawahan 17,33 - 18,21 6,40 34 8 4 1 3
5. Kolega kerja a. kerjasama antar karyawan
b. sosialisasi
11, 25, 36
24
9,37
30,31
5
3
Jumlah 40
b. Skala locus of control internal
Skala ini digunakan untuk mengukur internal locus of control
seseorang. Skala internal locus of control disusun berdasarkan
pengembangan aspek locus of control yang dikemukakan Levenson
(dalam Azwar, 2003) yaitu aspek internal, aspek external powerful others,
aspek external chance. Aitem-aitem eksternal merupakan aitem
unfavorable, karena skala ini bertujuan untuk mengukur tingkat dominan
commit to user
Tabel 2Blue print skala locus of control internal
No Aspek Indikator Item Jumlah
1. Intenal a.menekankan kemampuan
diri
b. kepercayaan diri
1,9,11,12,17,22,27,31
13,19,20,21,25,26,30,32,
8
8
2. Powerful
others
a. bergantung pada orang
lain
b. menyalahkan orang lain
c tidak percaya diri
7,14,16,24,28
5, 23
3
5
2
1
3. Chance a. nasib
b keberuntungan
c. kebetulan
2,4,8,10,15
29
6, 18
5
1
2
Jumlah 32
c. Skala Self efficacy
Penyusunan skala keyakinan diri (self-efficacy) ini merupakan hasil
modifikasi dari skala keyakinan diri (self-efficacy) yang disusun oleh
Legowo (2007) dengan koefisien validitas dari 0,271 - 0,917 dan koefisien
reliabilitas 0,967 dengan p<0,05. Peneliti melakukan modifikasi dengan
cara pengurangan dan penambahan item dan mengubah beberapa item
yang memiliki kekaburan makna akibat memiliki dua kondisi, kondisi
disesuaikan dengan subjek penelitian. Skala ini disusun berdasarkan 3
commit to user
Tabel 3Blue print skala self efficacy
No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
1 Magnitude a.mampu melakukan
berbagai tugas dari yang
mudah sampai sulit.
b. motivasi berprestasi
3,5,7,12 8,13,15,37, 39 17,20,22,24, 25 8 6
2 . Generality a.keyakinan dalam
menjalankan bidang tugasnya b.keyakinan dalam menjalankan berbagai macam tugas c.keyakinan mengerjakan
tugas secara bersamaan
27,31 33,42 1,29,35 2,4,9 6,10, 11,38 2 5 6 4
3. Strength a.mampu bertahan dalam
menghadapi tugas b.keuletan karyawan dalam berusaha. 16,18,19,40 14,21,23 26,28,30,36 32,34,41 8 6
Jumlah 42
E. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas instrumen didefinisikan sejauh mana instrumen itu mengukur
apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2003). Dalam menguji
validitas menggunakan validitas internal yang menunjukkan kesesuaian antara
bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Prosedur
validitas internal yang digunakan adalah validitas butir. Dalam analisisnya
commit to user
dengan skor totalnya. (Arikunto, 1998). Untuk menguji validitas internal maka
digunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Analisis rasional
juga dilakukan oleh pihak yang berkompeten untuk menganalisis skala tersebut.
Prosedur validitas skala melalui pengujian isi skala dengan menganalisis secara
rasional oleh professional judgement, yaitu pembimbing.
2. Uji Reliabilitas
Konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali
pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif
sama.selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah
(Azwar, 1998). Teknik Alpha yang dikembangkan Cronbach dipilih untuk
mengukur reliabilitas antar aitem. Teknik ini dipilih karena merupakan teknik
pengujian konsistensi reabilitas antar item yang paling populer dan
menunjukkan indeks konsistensi reliabilitas yang cukup sempurna.
F. Metode Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
internal locus of control dan self efficacy dengan kepuasan kerja pada karyawan
PT Daya Mnaunggal dalam penelitian ini adalah analisis regresi dua prediktor
dengan alasan karena penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas yaitu internal
locus of control dan self efficacy, serta satu variabel tergantung yaitu kepuasan
kerja. Adapun syarat-syarat analisis regresi dua prediktor (Hadi, 2004) adalah
a. Hubungan variabel bebas dan variabel tergantung merupakan hubungan linear
commit to user
b. Distribusi variabel bebas dan variabel tergantung mendekati distribusi normal.
Dari data yang diperoleh, nantinya akan dikumpulkan kemudian disajikan
menjadi informasi yang selanjutnya menjadi bahan penarikan kesimpulan meliputi
berbagai jenis keterangan, tabel, dan penghitungan dari seluruh analisis yang telah
dilakukan. Data yang diperoleh dari hasil penyebaran skala serta pengujian
hipotesisnya keseluruhan diolah dan diuji dengan menggunakan program
commit to user
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini mengenai hubungan antara locus of control internal dan
self efficacy terhadap kepuasan kerja karyawan yang dilaksanakan di
departemen spinning PT. Daya Manunggal. Sebelum melakukan penelitian,
terlebih dahulu dilakukan survei awal untuk mengetahui informasi yang
berkaitan dengan subjek.
PT. Daya Manunggal Salatiga dengan status Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) didirikan pada tanggal 17 Februari 1961 dengan
diprakarsai Bapak Musa dan Bapak The Nien King. Pada awal berdirinya PT.
Daya Manunggal Salatiga hanya mempunyai 200 mesin konvensional jenis
1511.44” dengan jumlah tenaga kerja 150 orang. Berdiri di atas tanah seluas
±2ha, dengan modal awal Rp 30 juta yang terdiri dari 600 saham utama dan
2400 saham biasa. PT. Daya Manunggal Salatiga beroperasi pada tahun 1962
dengan hasil produksi kain grey jenis cotton.
PT. Daya Manunggal Salatiga merupakan salah satu dari 72
perusahaan yang tergabung dalam Argo Manunggal Group yang berkantor
pusat di Jakarta. Dengan adanya perkembangan dan peluasan pabrik yang saat
ini mencapai kurang lebih ±50ha dengan jumlah tenaga kerja ± 3100 orang
ditambah penambahan mesin canggih, PT. Daya Manunggal Salatiga mampu
commit to user
meningkatkan hasil produksi yang semula hanya kain grey, saat ini sudah
memproduksi dari serat kapas menjadi benang dan menjadi kain jadi.
Pada tahun 1962 PT. Daya Manunggal baru dapat berproduksi dengan
hasil produksi tekstil grey jenis cotton. Dengan adanya perkembangan dan
perluasan pabrik yang saat ini mencapai ± 50 ha dengan jumlah tenaga kerja ±
3100 orang, disertai penambahan mesin-mesin canggih, PT. Daya Manunggal
mampu meningkatkan hasil produksinya yang semula hanya kain grey, saat ini
sudah memproduksi dari serat kapas menjadi benang sampai dengan kain jadi.
Adapun perkembangan-perkembangan secara singkat dapat diikuti
sebagai berikut :
1961 : Pembangunan pabrik Weaving di Salatiga.
1962 : Pabrik mulai beoperasi dengan mengoperasikan 200 mesin tenun
jenis 1511,44”.
1965 : PT. Daya Manunggal Salatiga menambah mesin baru untuk proses
P/F yaitu proses pemberian motif atau corak pada kain yang polos
dengan fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri.
1968 : Penambahan 350 mesin Weaving jenis 1511,50”.
1971 : Penambahan mesin Dyeing yaitu proses pemberian warna tanpa
adanya motif atau corak dan penambahan jenis produksi
menambah membuat kain tetron.
commit to user
1985 : PT. Daya Manunggal Salatiga menambah 1 unit pertenunan dengan
menerima 1000 unit mesin tenun jenis GH3, GH8 dan GH9
pindahan dari Tangerang.
1986 : Penambahan 1 unit mesin Dyeing yang kapasitas lebar kain 58-59
inch.
1990 : Menambah unit Spinning dengan kapasitas 30.000 spindle.
1991 : PT. Daya