• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENEROPONG KEWARGANEGARAAN INDONESIA Mer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENEROPONG KEWARGANEGARAAN INDONESIA Mer"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MENEROPONG KEWARGANEGARAAN

INDONESIA

(Merujuk pada Kasus Arcandra Tahar, Gloria Natapraja Hamel, dan 177

Calon Haji Indonesia di Filipina)

Oleh: Lando Alfa Martogi Manurung

1

SOROTAN KASUS

Kewarganegaraan adalah hak bagi setiap orang. Masa kini, kewarganegaraan sseorang menjadi isu primadona dalam dunia olahraga. Sering kita jumpai bahwa seorang pesepakbola muda (biasanya berusia kisaran 18-20) memiliki kewarganegaraan ganda dan diwajibkan memilih salah satu kewarganegaraan negara anggota FIFA agar karirnya jelas di kemudian hari. Bahkan, Indonesia tidak ketinggalan pula mengenai hal itu. Malahan, baru-baru ini Indonesia dikejutkan dengan 3 kasus yang terjadi dalam kurun waktu berdekatan yaitu, pengangkatan Arcandra Tahar (memiliki Paspor Amerika Serikat selain Paspor Indonesia )pada 27 Juli 2016 sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM), lolosnya Gloria Natapraja Hamel (memiliki Paspor Perancis) sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka)pada 17 Agustus 2016, dan terakhir kepemilikan Paspor Filipina oleh 177 Calon Haji Indonesia yang berangkat melalui Filipina pada Musim Haji tahun ini, yaitu tahun 2016. Berita nasional memfokuskan perihal kewarganegaraan pada kedua masalah pertama, sementara masalah terakhir lebih menyorot pada penyelenggaraan pelaksanaan haji daripada edukasi mengenai kewarganegaraan calon haji walaupun sebenarnya dapat dijadikan bahan diskusi mengenai kewarganegaraan. Tidak bisa dipungkiri pula bahwa kedua masalah pertama terpicu akibat kondisi menyongsong Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ke-71 pada 17 Agustus 1945 sebagai perwujudan patriotisme warga negara.

1

(2)

PEMBAHASAN SEBAGAI INFORMASI DAN EDUKASI

Pembahasan ini merupakan hasil pandangan pribadi dan kajian penulis dalam melihat ketiga permasalahan di atas dilihat dari sudut Hukum Tata Negara yang didukung oleh beberapa sumber bacaan untuk menguatkan pendapat pembahasan ini. Pembahasan ini melihat ketiga kasus tersebut tanpa memperhatikan apa niatan politik di balik ketiga peristiwa tersebut sehingga akan menghasilkan pendapat yang agak kaku jika dilihat dari kacamata masyarakat umum. Dengan membaca pembahasan ini, pembaca diharapkan dapat memperoleh informasi dan mendukung tersedianya informasi dasar berbasis kasus mengenai kewarganegaraan ganda yang merujuk pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU No.12 Tahun 2006). Sehingga, pada akhirnya polemik mengenai kewarganegaraan ketiga kasus tersebut dapat berkurang karena adanya pembahasan berikut.

KEWARGANEGARAAN SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA

Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 mengungkapkan 4 syarat keberadaan negara2, yaitu:

(1) Ada penduduk tetap ( a permanent population) (2) Ada wilayah tertentu ( a defined territory) (3) Ada pemerintah (a government)

(4) Memiliki kemampuan secara mandiri untuk melakukan hubungan dengan negara lain ( a capacity to enter into relations with other states).

Syarat pertama tersebut memiliki pengertian tidak sekadar penduduk. Melainkan penduduk tetap yang berarti warga negara. Sebab komposisi penduduk adalah gabungan antara penduduk tetap dengan penduduk tidak tetap. Penduduk tetap berarti berada dalam wilayah tersebut terus-menerus atau setidaknya bermukim di dalam wilayah tersebut tanpa waktu yang terbatas. Sementara, penduduk tidak tetap berada dalam wilayah tersebut hanya

2

(3)

dalam jangka waktu tertentu dengan alasan tertentu pula. Dengan demikian, penduduk tetap tidak berbeda pengertiannya dengan warga negara.

Sebagai komponen penting dalam menyusun Negara Kesatuan Republik Indonesia3, warga negara ditegaskan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Pasal 28D ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas

status kewarganegaraan”. Kewarganegaraan pulalah yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban dari orang terkait terhadap negaranya dan sebaliknya. Setiap hak dan kewajiban tersebut tercantum didalam konstitusi dan peraturan yang ada di bawahnya. Dengan demikian, jika seseorang dihalang-halangi dalam proses mendapatkan kewarganegaraan secara segaja, bisa jadi pelaku dituntut melanggar HAM walaupun terlihat sederhana.

Selanjutnya, jika diperhatikan secara saksama UU No.12 Tahun 2006 tidak memberikan kesempatan bagi setiap Warga Negara Indonesia menjadi apatride (tidak berkewarganegaraan) yang berarti tidak ada peluang bagi orang tersebut untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia tanpa memperoleh kewarganegaraan asing baginya. Yang menjadi kekhasan undang-undang ini dibandingkan undang-undang mengenai kewarganegaraan lainnya adalah mengenai kemudahan seseorang yang telah kehilangan kewarganegaraan Indonesia untuk memperolehnya kembali tanpa mengikuti proses naturalisasi yang membutuhkan waktu yang panjang. Hal ini dapat dimaklumi, karena begitu banyak warga negara Indonesia baik akibat politik maupun sosial telah berpindah kewarganegaraan demi mempertahankan hidup di negara lain. Undang-Undang Kewarganegaraan ini menjadi peraturan mengenai kewarganegaraan tersempurna untuk saat ini jika dibandingkan dari peraturan yang telah ada terlebih dahulu karena tidak melihat Suku, Agama, Ras, Antar-golongan (SARA); “pemaaf” (memberikan peluang mudah untuk memperoleh kembali Kewarganegaraan Indonesia); dan tentunya memperjuangkan kesetaraan gender (memberikan hak kepada wanita untuk memilih kewarganegaraan layaknya seperti hak yang dimiliki oleh laki-laki)4.

Hal penting lainnya yang dianut oleh UU No. 12 Tahun 2006 ini adalah mengenai asas-asas yang terkandung di dalamnya5, yaitu:

3

Lihat Penjelasan Umum UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia.

4

Lihat Bagir Manan, Op.cit., hlm 112 mengenai asas equal facility.

5

(4)

(1) Asas ius sanguinis (law of the blood)

Asas ini menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.

(2) Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas.

Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No.12 Tahun 2006.

(3) Asas kewarganegaraan tunggal

Asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi tiap orang.

(4) Asas kewarganegaraan ganda terbatas.

Asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2006.

Asas yang menjadi sorotan utama disaat isu mengenai globalisasi merebak di dunia adalah asas kewarganegaraan tunggal. Banyak negara-negara maju yang menganut kewarganegaraan ganda dan segala variasinya (akan dibahas sepintas pada bagian akhir). Sementara Indonesia kukuh pada anti kewarganegaraan ganda untuk warga negara berusia dewasa. Hal ini dinilai menyulitkan kebingungan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang ingin berkarya di luar negeri namun masih mencintai Indonesia.

MENTERI ESDM DIJABAT OLEH “ORANG ASING”

“Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan

pengalaman. Namun, tidak jujur itu sulit diperbaiki”.

Begitulah perkataan Bung Hatta (Wakil Presiden Indonesia 1945-1956).6 Tidak dapat dipungkiri bahwa kejujuran sangat dekat dengan integritas.

6

(5)

Pada 27 Juli 2016, Arcandra Tahar diangkat oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menjadi Menteri ESDM. Beliau memiliki rekam jejak yang sangat bagus dalam meniti karirnya sebagai seorang profesional dibidang eksploitasi oil and gas. Secara kemampuan praktik, beliau yang meraih gelar master dan doktor di luar negeri ini sangat layak dijadikan menteri. Namun, pada tanggal 15 Agustus 2016, beliau diberhentikan oleh presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam jumpa pers di Kantor Presiden. Praktis, masa jabatan beliau hanya 20 hari dan memecahkan rekor menjadi menteri paling singkat masa jabatannya sejak Indonesia berdiri. Hal ini tentu mengejutkan banyak pihak.

Pemberhentian ini berawal dari munculnya pembicaraan di grup Whatsapp yang meributkan mengenai Arcandara Tahar yang telah memperoleh kewarganegaraan Amerika Serikat pada Maret 2012. Pada awalnya, beliau bersikeras bahwa beliau masih berkewarganegaraan Indonesia. Namun, presiden berkehendak lain dan ingin menyelesaikan masalah ini dengan memberhentikan beliau. Tindakan ini dirasa penulis adalah tindakan yang tepat karena presiden hendaknya mematuhi undang-undang.

Pada pasal 22 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU No. 39 Tahun 2008) menyatakan bahwa ada beberapa syarat utama untuk menjabat seorang menteri, yaitu:

a. Warga Negara Indonesia.

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan.

d. Sehat jasmani dan rohani.

e. Memiliki integritas dan kepribadian yang baik.

f. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap akrena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Berdasarkan informasi yang diperoleh7, Arcandra Tahar telah memperoleh Kewarganegaraan Amerika Serikat pada Maret 2012. Namun, beliau tetap mempertahankan

7

(6)

Kewarganegaraan Indonesianya dengan memperbaharuinya di Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Houston, Amerika Serikat, pada Februari 2012 yang akan berlaku hingga tahun 2017. Anehnya, ketika beliau ditawarkan menjadi menteri oleh presiden, kemungkinan besar beliau tidak mengaku memiliki kewarganegaraan asing. Hal ini tentu membuatnya tidak memenuhi kualifikasi di atas bahwa calon menteri harus berintegritas. Integritas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki pengertian mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Dari pengertian tersebut kita mengetahui bahwa integritas bermakna kejujuran. Sementara, Arcandra Tahar telah tidak jujur mengenai kewarganegaraannya kepada masyarakat Indonesia pastinya. Apakah beliau adalah benar tidak berkewarganegaraan Indonesia lagi? Jawabnya dalah tidak. Ketika beliau telah menerima kewarganegaraan Amerika Serikat, otomatis kewarganegaraan Indonesia yang beliau miliki terlepas ditambah lagi dalam memperoleh kewarganegaraan asingnya, ia mengangkat sumpah.8 Lalu, apakah pasal 23 huruf b9 tidak dapat berlaku untuk beliau dalam pengertian ketentuan tersebut berlaku jika orang terkait ketahuan memiliki kewarganegaraan ganda? Penulis berpandangan bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku dalam kondisi seperti itu. Justru kondisi tersebut berlaku jika orang tersebut karena suatu hal diberikan kewarganegaraan asing dan ia tidak menolaknya. Terlebih lagi, tidak ada pengaturan khusus mengenai WNI yang ketahuan berkewarganegaraan ganda dalam peraturan yang ada sehingga memungkinkan pelaksanaan pasal 23 huruf b dalam pemahaman orang tersebut ketahuan berkewarganegaraan ganda. Dengan kata lain, beliau telah tidak memenuhi kualifikasi sebagai Menteri ESDM.

Sepintas, sebagian mungkin mempertanyakan apa alasan filosofis seorang menteri harus dijabat oleh WNI, bukan warga negara asing seperti beberapa negara asing yang pernah mengizinkan menterinya berasal dari luar negara mereka pula. Hikmahanto Juwana berpendapat bahwa jabatan menteri merupakan personifikasi dari negara. Yang mendudukinya tentu harus mengutamakan negara yang diwakili kepentingannya. Sangat sulit dipahami bahwa orang yang berkewarganegaraan asing mengutamakan kepentingan engara yang asing pula baginya sementara dia harus bersumpah dan selalu memegang sumpah setia

8

Lihat pasal 23 huruf a dan f UU No. 12 Tahun 2006.

9Berbu yi de ikia tidak e olak atau tidak elepaska kewarga egaraa lai , seda gka ora g ya g

(7)

jabatan tersebut.10 Sehingga, hal ini menutup kemungkinan peluang seorang asing menduduki jabatan menteri di Indonesia secara keseluruhan.

Mengenai nasib Arcandra Tahar yang diduga turut kehilangan Kewarganegaraan Amerika Serikatnya setelah dilantik menjadi pejabat negara Indonesia mengakibatkan beliau berstatus apatride (tidak memiliki kewarganegaraan), bisa saja andaikan itu benar pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor khusus bagi orang tanpa kewarganegaraan jika beliau akan bepergian ke luar wilayah Indonesia atas pertimbangan kemanusiaan dan ketertiban umum (openbaar orde)11 walaupun hal ini sebenarnya sangat jarang terjadi. Langkah terbaik untuk mempertahankan melekatnya hak dan kewajiban beliau saat ini adalah demikian. Selanjutnya, apakah mungkin ada cara khusus untuk Arcandra Tahar memperoleh kembali Kewarganegaraan Indonesia? Jawabannya adalah ya. Pasal 20 UU No. 12 Tahun 2006 membuka peluangnya selain dalam konsiderans menimbang undang-undang ini menyatakan bahwa adanya jaminan terhadap potensi seseorang dalam rangka penegakan HAM. Pasal 20 ini termasuk unik karena memusatkan perhatian pada kata-kata

“alasan kepentingan negara”. Menurut Bagir Manan, ketentuan tersebut adalah turunan ketentuan dari aturan sebelumnya, yaitu pasal 6 Undang-Undang No. 62 Tahun 1958. Namun, Bagir Manan berpendapat bahwa pewarganegaraan dengan cara ini menuntut inisiatif dari penerima kewarganegaraan, bukan dari pemerintah Indonesia.12 Jelas bahwa Arcandra Tahar memenuhi kualifikasi demi kepentingan negara dalam hal eksplorasi oil and gas dalam memenuhi kebutuhan energi negara.beliau adalah ahli yang tepat dibidang tersebut. Namun, tentunya untuk meraihnya Arcandra Tahar harus memastikan bahwa dia tidak memiliki kewarganegaraan lain dan lolos dari pertimbangan Dewan perwakilan Rakyat (DPR).

PASKIBRAKA ADALAH PUTERA-PUTERI TERBAIK INDONESIA

Gloria Natapradja Hamel adalah anggota Paskibraka Putri 2016. Sejak awal seleksi hingga lolosnya dia menjadi anggota Paskibraka tidak ada halangan apapun dari panitia

10

Hikmahanto Juwana, Opini Kompas: Talenta Indonesia dan Dwikewarganegaraan, Kamis, 25 Agustus 2016.

11

Bagir Manan, Op.cit., hlm 126.

12

(8)

seleksi. Namun, beberapa hari sebelum hari puncak, yaitu sebelum pada tanggal 17 Agustus 2016 tersiar kabar bahwa Gloria memiliki paspor Perancis. Bukan karena ia memiliki kewarganegaraan ganda, melainkan orang tuanya tidak mendaftarkan dia sebagai WNI yang menurut pasal 41 UU No. 12 Tahun 2006. Alhasil, ia hanya berkewarganegaraan Perancis dan dia bersekolah di Indonesia dengan status sebagai Warga Negara Asing (WNA). Hal ini kemudian dikonfirmasi benar oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.

Pada upacara penaikan Bendera Pusaka, Gloria tidak ikut tampil. Hal ini dinilai penulis sebagai keputusan tepat mengingat dari hukum positif yang ada walaupun sesungguhnya hal tersebut cukup mengecewakan Gloria dan sebagian rakyat Indonesia. Tapi harus diakui bahwa kesalahan seperti ini menjadi sorotan publik bertepatan dengan merebaknya kasus Arcandra Tahar.

Paskibraka dalam Buku I Pedoman Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0065 Tahun 2015 (selanjutnya disebut Buku Pedoman) mengungkapkan dalam Hakekat Paskibraka bahwa Paskibraka merupakan putera-puteri terbaik bangsa, kader pemimpin bangsa yang direkrut dan diseleksi secara bertahap dan berjenjang, melalui sistem dan mekanisme pendidikan dan pelatihan yang menamakan nilai-nilai kebangsaan serta penguatan aspek mental dan fisik agar memiliki kemampuan prima dalam melaksanakan tugas sebagai pasukan pengibar bendera pusaka. Penekanan pada putera-puteri bangsa menjadi hal penting sebab menjadi kata pertama sekaligus syarat utama untuk bergabung dengan Paskibraka. Kemudian, dalam Buku Pedoman tersebut terdapat pula syarat untuk menjadi anggota Paskibraka,13 yaitu:

a. Warga Negara Indonesia;

b. Sehat jasmani dan rohani;

c. Tidak buta warna;

d. Memiliki tinggi dan berat badan yang ideal (lihat dalam Juklak Seleksi);

e. Pada waktu seleksi di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi, peserta seleksi masih kelas X. Pada waktu penugasan (17 Agustus) duduk di kelas XI SLTA atau sederajat.

f. Lulus seleksi sesuai dengan jenjang tingkat seleksi;

13

(9)

g. Bersedia mengikuti pemusatan pendidikan dan pelatihan;

h. Memiliki surat izin dari kepala sekolah dan orang tua/wali;

i. Memiliki prestasi akademik yang baik.

Dari hal-hal diatas dapat ditemukan bahwa Gloria tidak memenuhi syarat dasar sebagai Warga Negara Indonesia walaupun ia telah bersekolah di Indonesia karena selama 4 tahun yang diberikan UU No 12 Tahun 2006 tidak digunakan oleh orang tuanya untuk mendaftarkannya sebagai WNI.14 Hal ini merupakan kesalahan fatal yang kemudian dipadu dengan cerobohnya petugas perekrutan Paskibraka.

Sehingga, seharusnya Gloria Natapradja Hamel tidak lolos menjadi anggota Paskibraka kecuali orang tuanya dapat membuktikan bahwa Gloria memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Apalagi dalam konsiderans menimbang Peraturan Menteri Pemuda dan Olaharaga no 0065 tahun 2015 mengingatkan kembali bahwa pengibaran Bendera Pusaka dilakukan oleh putera-puteri terbaik dari seluruh Indonesia.15 Hal tersebut mengingatkan kembali bahwa syarat WNI merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar mengingat pengibaran Bendera Pusaka adalah peristiwa yang sekaligus mengenang detik-detik perjuangan Bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mungkin hal ini terdengar sulit bagi banyak pihak tetapi hukum telah menentukan sebelum kejadian ini terjadi dan telah ada jawabannya.

BERHAJI DENGAN TERPAKSA MEMAKAI PASPOR ASING

Terdapat 177 calon haji 2016 asal Indonesia yang tertahan di Filipina akibat memakai paspor palsu Filipina. Hal ini tentu menampar wajah kementerian Agama Indonesia yang kurang cermat dalam mengontrol perjalanan haji warganya. Media beramai-ramai memberitakan mengenai nasib ataupun jadi/tidak jadinya berangkat ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah Haji. Tidak banyak yang sadar bahwa kejadian ini sedikit berkenaan dengan persoalan kewarganegaraan. Hal ini disebabkan oleh calon haji tersebut memegang paspor palsu Filipina. Jika dicermati, tentu akan banyak yang bertanya apakah hal tersebut

14

Lihat Hikmahanto Juwana dalam Opini Kompas: Talenta Indonesia dan Dwikewarganegaraan, Kamis, 25 Agustus 2016.

15

(10)

mengakibatkan kehilangan kewarganegaraan Indonesia? Mungkin pembahasan mengenai hal itu hanya sedikit saja namun patut pula untuk dijawab.

Seperti yang kita ketahui bahwa jadwal tunggu Haji di Indonesia bermacam-macam dan biasanya bertahun-tahun. Sementara, terdapat oknum tertentu dari Filipina yang bekerja sama dengan oknum pelaksan tur haji di Indonesia yang menawarkan waktu tunggu yang cukup singkat, yaitu 1 tahun.tentu hal ini menggiurkan. Sebanyak 177 calon haji akan diberangkatkan dari Filipina dengan Paspor Filipina karena menggunakan jatah kuota cadangan haji Filipina dengan cara ilegal. Ilegal karena ke 177 calon haji tersebut diberikan paspor palsu Filipina dan bahkan sebagian besar dari mereka tidak mengetahui bahwa mereka akan diberikan itu dan hal tersebut melanggar hukum negara tersebut. Sampai musim haji tiba, 177 calon haji tersebut tetap bermukim di Indonesia sehingga terlihat janggal jika dalam 1 tahun dari pendaftaran mereka dapat memperoleh kewarganegaraan Filipina andaikan mereka benar-benar jujur berpindah kewarganegaraan.

Selanjutnya, apakah dengan kepemilikan Paspor Filipina walaupun palsu mengakibatkan 177 calon haji tersebut kehilangan kewarganegaraan Indonesia? Jawabannya adalah tidak. Dalam UU No. 12 Tahun 2006 pasal 23 huruf a dinyatakan bahwa kehilangan kewarganegaraan jika memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri. Hal ini perlu ditegaskan bahwa ke 177 tidak pernah memiliki dasar “atas kemauannya sendiri”. Bahkan, mengucapkan sumpah menjadi warga negara Filipinapun tidak. Paspor diberikan kepada mereka tanpa pernah dikabarkan jauh-jauh hari bahwa mereka akan berhaji sebagai seseorang berkewarganegaraan Filipina. Lalu, mungkin ada pertanyaan yang timbul bagaimana dengan pasal 23 di huruf h undang-undang yang sama.16 Pasal tersebut memang tidak menyebutkan persoalan paspor palsu atau tidak. Namun jika ditelusuri dengan logika umum, kita mengetahui bahwa kata ‘paspor’ di ketentuan tersebut merujuk pada paspor sebenar-benarnya yang diakui oleh negara bersangkutan. Bagir Manan menyebutkan setidaknya seseorang akan memenuhi ketentuan tersebut jika memiliki paspor ataupun Surat Perjalanan Laksana Paspor.17 Dari situ dapat diartikan bahwa paspor palsu tidak mendapatkan tempat alias tidak diakui sebagai pemenuhan ketentuan huruf h tersebut. Maka,

16

Bunyinya demikian, mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya

17

(11)

kesimpulannya adalah bahwa ke-177 calon haji tersebut tetap memegang kewarganegaraan Indonesia.

ADMINISTRASI PEWARGANEGARAAN DUNIA YANG LEMAH

Sub judul ini dinilai penulis tidak berlebihan. Hal ini dapat kita lihat dari apa yang terjadi pada ketiga kasus di atas. Ketiganya memiliki permasalahan tidak adanya koneksi antar negara mengenai pewarganegaraan. Misalkan A adalah Warga Negara Indonesia yang kemudian beberapa tahun kemudian berpindah menjadi Warga Negara Amerika Serikat. Kepindahannya tidak menuntut adanya pemberitahuan kepada negara asal (Indonesia) dari negara tujuan (Amerika Serikat) agar tidak terjadi kesalahan pada pendataan kewarganegaraan negara masing-masing. Hal inilah yang terjadi pada Arcandra Tahar. Untuk mengetahui kebenarannya, pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kecerobohan pemilihannya dipastikan harus mengecek langsung ke sistem pendataan warga negara milik Amerika Serikat. Hal ini tentu merepotkan walaupun terlihat sederhana. Begitu pula dengan kasus 177 calon haji. Sementara untuk kasus Gloria, negara bisa terhitung lalai karena menyebabkan seorang WNA menjadi anggota Paskibraka. Namun di sisi lain, bisa jadi orang tua Gloria tidak mendaftarkan anaknya menjadi WNI sesuai ketentuan UU No. 12 Tahun 2006 akibat kurangnya persebaran informasi mengenai undang-undang tersebut. Orang tuanya memang tidak memberikan klarifikasi mengenai hal tersebut, sementara kita tahu bahwa dalam hukum berlaku asas fiksi hukum (semua orang dianggap tahu hukum).

Dengan demikian, ada dua hal yang harus diperbaiki dalam hal administrasi pewarganegaraan ini, yaitu:

1) Hendaknya ada satu sistem khusus mengenai pendataan warga negara yang berpindah kewarganegaraan agar mencegah terjadinya penyelundupan kewarganegaraan yang mengakibatkan adanya peluang dwikewarganegaraan di negara yang menganut asas kewarganegaraan tunggal. Hal ini dikarenakan bahwa pelepasan atau kehilangan kewarganegaraan khususnya di Indonesia, dan dunia pada umumnya tidak mengharuskan adanya keputusan presiden atau penetapan tertentu.

(12)

mempertahankan ataupun melepaskan kewarganegaraan seperti yang dikehendaki orang terkait.

QUO VADIS, POLITIK PEWARGANEGARAAN INDONESIA?

Bagir manan membedakan prinsip politik pewarganegaraan menjadi 2, yaitu:

immigrant state dan non immigrant state.18 Prinsip immigrant state biasanya dijalankan oleh negara berpenduduk jarang dengan memperlancar arus masuk orang asing menjadi warga negaranya sementara non immigrant state adalah kebalikannya. Negara immigrant state

memiliki kecenderungan untuk menggunakan asas kewarganegaraan ganda karena penduduknya jarang walaupun ada negara yang menetapkan demikian karena keterkaitan budaya atau sejarah.19 Indonesia menurut pandangan penulis termasuk kepada non immigrant state karena bukan tergolong pada negara yang berpenduduk jarang dan menganut asas kewarganegaraan tunggal pula.

Saat ini banyak pihak yang mengusulkan agar Indonesia menganut asas kewarganegaraan ganda. Faktanya banyak Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri memiliki keinginan menjadi warga negara tempat mereka berdomisili sementara walaupun mereka tetap ingin menjadi WNI. Selain itu, negara-negara maju sangat akrab dengan dwikewarganegaraan sehingga memungkinkan menjadi WNI sembari menjadi warga negara salah satu negara maju tersebut.

Ada tiga masalah penerapan dwikewarganegaraan menurut Hikmahanto Juwana20, yaitu:

18

Ibid, hlm 88.

19

Misalkan saja seperti Turki dengan Jerman yang memiliki kaitan sejarah bahwa banyak Bangsa Turki yang berpindah ke Jerman dan berganti kewarganegaraan. Hal ini kemudian disiasati dengan diperbolehkannya dwikewarganegaraan diantara kedua negara. Adapula kaitan sejarah antara Spanyol dengan negara bekas koloninya sejak revolusi industri. Hal ini mengakibatkan Sapnyol memperbolehkan kewarganegaraan ganda dengan negara-negara seperti Filipina, Arentina, Bolivia, dan sebagainya.

20

(13)

1) Dwikewarganegaraan yang utuh dalam penerapannya akan memungkinkan orang asing yang tak punya kaitan dengan Indonesia dapat memiliki kewarganegaraan Indonesia.

2) Dwikewarganegaraan rentan disalahgunakan untuk melakukan kejahatan.

3) Secara keamanan pun masalah dwikewarganegaraan sangat rentan mengingat berbagai instansi pemerintah di Indonesia belum memiliki alat canggih untuk dapat mendeteksi pemilik paspor ganda.

Benar bahwa dwikewarganegaraan memiliki banyak masalah. Namun, masalah yang timbul sekarang adalah banyaknya aliran manusia berkualitas berpindah dari negara berkembang menuju negara maju. Indonesia telah kehilangan beberapa orang karena terganjal asas kewarganegaraan tunggal. Mahfud MD mengungkapkan bahwa hukum harus diaktualkan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Gagasan pemberlakuan dwikewarganegaraan bisa saja diteruskan untuk mengakomodasi perkembangan masyarakat Indonesia.21

Harus diwaspadai jika suatu saat Indonesia menganut asas dwikewarganegaraan, maka orang asing akan berlomba menjadi Warga Negara Indonesia karena Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah. Bisa saja mereka hanya dengan tujuan mencari makan dan setelah selesai tidak akan peduli lagi dan cederung pragmatis. Namun, fenomena brain drain 22yang dialami oleh negara maju menjadi suatu fakta yang tidak terbantahkan. Sementara, nasionalisme WNI yang berpindah kewarganegaraan tidak perlu diragukan. Kebanyakan dari mereka yang pernah diliput oleh media menyatakan bahwa mereka cinta Indonesia.

Maka dari itu, penulis menawarkan konsep yang berbeda dengan politik pewarganegaraan pada umumnya dan bahkan mungkin akan terbilang baru sepengetahuan penulis. Penulis menyarankan agar Indonesia menganut “Multikewarganegaraan Terbatas untuk Bangsa Asli Indonesia”. Maksudnya seperti apa? Konsep tersebut berbeda dengan

21

Mahfud MD, Opini Kompas: Pengaturan Dwikewarganegaraan, Rabu, 7 September 2016.

22

Lihat Kolom Kompas Politik & Hukum: Transnasionalisme dan Jalan Pintas, Rabu, 24 Agustus 2016.

(14)

dwikewarganegaraan terbatas yang kita ketahui selama ini, yaitu dwikewarganegaraan anak-anak hingga usia 18 tahun. “Multikewarganegaraan Terbatas untuk Bangsa Asli Indonesia” yang dimaksud penulis adalah bahwa seorang Bangsa Indonesia Asli menurut pasal 2 UU No. 12 Tahun 200623 diperbolehkan untuk memiliki berbagai kewarganegaraan asing selain kewarganegaraan Indonesia. Hal ini akan sangat membantu Indonesia karena ini menjadi salah satu siasat mempercepat pembangunan Indonesia diberbagai bidang. Misalkan saja, seorang peneliti Indonesia merasa kesulitan melakukan penelitian mengenai nuklir di Indonesia akan hijrah ke Swiss untuk mengembangkan penelitiannya yang akan mungkin dilakukan jika dia juga menjadi warga negara Swiss. Ketika ia nantinya berhasil, akan besar peluangnya untuk membantu Indonesia. Masih banyak pula bidang lainnya yang akan bernasib sama. Tidak bisa dipungkiri, jika kita tetap menunggu dan tidak menciptakan sistem yang menguntungkan, kita akan tertinggal dari negara lain. Selama niat dan tujuannya baik dan dilakukan dengan cara yang santun tanpa meninggalkan kesan sekadar memanfaatkan negara tujuan, konsep ini akan menguntungkan banyak pihak karena akan mengurangi beban negara-negara dunia dalam mengurangi ketertinggalan pembangunan, kemiskinan, dan mengurangi jurang perbedaaan “negara-negara utara” dan “negara-negara selatan”.

Menurut konsep yang diajukan penulis ini pulalah bahwa warga negara yang disahkan oleh undang-undang menurut pasal 2 UU No. 12 Tahun 2006 (pada umumnya yang melalui naturalisasi) tidak diberikan hak “Multikewarganegaraan Terbatas untuk Bangsa Asli Indonesia”. Hal ini untuk mencegah orang asing hanya memanfaatkan Indonesia sebagai tempat untuk sekadar cari makan. Dengan konsep ini pulalah Indonesia tetap santun dengan tidak “mencaplok” warga negara asing yang berkualitas untuk menjadi warga negaranya seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara maju selama ini. Keberanian bangsa kita untuk memajukan konsep ini akan ditunggu di masa yang akan datang dan mungkin akan penulis bahas kembali lebih detil pada kesempatan lebih lanjut.

23

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Alat ini terdiri dari: 2 buah motor servo, modul Wiznet110SR, sistem minimum mikrokontroler ATMega8, wireless router, kamera IP D-Link DCS-910, dan pengendali handphone

Seperti wilayah perbatasan pulau Kalimantan dengan Malaysia yang sangat dekat jika perbatasan tersebut dimanfaatkan pemerintah untuk pembangunan maka akan menguntungkan negara

M engapakah sinaran beta lebih banyak digunakan dalam industri berbanding dengan sinaran alfa dan sinaran gama.. A Beta radiation can penetrate very deeply into objects

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Semarang sebagai pelatihan untuk menerapkan teori

Selanjutnya pengaruh variabel antara “Pengaruh Endorser Dian Sastro Iklan Zwitsal Terhadap Pembelian Produk Pada Toko Swalayan di Kota Manado”, dapat dilihat dari

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat, tentang Permohonan Bantuan Program Pipanisasi Air Bersih Pedesaan, kiranya Bapak berkenan untuk dapat memprioritaskan bagi Desa XXX

commuter services in Jabodetabek, asserting the separation of service types, support for.. PSO service improvement, and performance-based