• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Mahasiswa Indekos Dalam Konteks Komunikasi Antarpribadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konsep Diri Mahasiswa Indekos Dalam Konteks Komunikasi Antarpribadi"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DIRI MAHASISWA INDEKOS DALAM KONTEKS

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

(Studi Kasus Tentang Proses Pembentukkan Konsep Diri

Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara

Dewi Arishayanti Purba

090904063

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KONSEP DIRI MAHASISWA INDEKOS DALAM KONTEKS

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

(Studi Kasus Tentang Proses Pembentukkan Konsep Diri

Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara)

SKRIPSI

Dewi Arishayanti Purba

090904063

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Dewi Arishayanti Purba

NIM : 090904063

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : KONSEP DIRI MAHASISWA INDEKOS DALAM

KONTEKS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus Tentang Proses Pembentukkan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara)

Medan, Desember 2013

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Ilmu Komunikasi

Dr. Nurbani, M.Si

NIP : 196108021987012001 NIP : 196208281986012001 Dra. Fatma Waty Lubis, M.A.

Dekan FISIP USU

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun di rujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika kemudian hari saya terbukti melakukan pelenggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses

sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Dewi Arishayanti Purba

NIM : 090904063

Tanda Tangan :

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan RahmatNya. Saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi dalam satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. dari masa perkuliahan sampai pada pernyusunan skripsi ini . sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra.Fatma Wardi Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi

3. Ibu Dra. Dayana, M. Si selaku selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi

4. Ibu Dr. Nurbani M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, nasehat, dan bimbingan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah membimbing penulis selama perkuliahan di Dapartemen Ilmu Komunikasi.

6. Laboratorium Ilmu Komunikasi yang telah membantu menulis mendapatkan ilmu yang bermamfaat.

7. Orang tua saya St. Alex T.H.Purba, S.E dan Dra.Rismauli Hutagaol yang telah memberikan bantuan dukungan materi dan moral.

8. Adik saya Rio Putra P. Purba dan Guido Vito P. Purba yang memberikan dukungan dan doa.

(6)

10.Tante-tante saya, Tulang saya, Bou saya, Uda saya, Kela saya, yang selalu memberikan doanya kepada saya.

11.Bonar Jubelmar Silaban, S.T. selaku pacar saya yang selalu memberikan motivasi kepada saya dan dukungan doa kepada saya.

12.Uwak saya yang dirumah, yang selalu memberikan semangatnya kepada saya dan selalu mendoakan saya.

13.Keluarga saya yang tidak bisa saya paparkan satu per satu yang memberikan dukungan dan doa.

14.Teman dekat saya yaitu Yohanna Carla yang telah memberikan dukungan dan doa.

15.Teman – teman pelayanan saya di Pemuda – Pemudi GKPS Kampung Durian yang telah memberikan dukungan dan doa.

16.Para informan yang bersedia meluangkan waktu untuk di wawancarai dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikkan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, 13 Desember 2013

(7)

ABSTRAK

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN……… i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii

KATA PENGANTAR………. iii

ABSTRAK………. iv

DAFTAR ISI………. v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR……… vii

DAFTAR LAMPIRAN……… viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Konteks Masalah... 1

1.2.Fokus Masalah... 6

1.3.Tujuan Penelitian... 6

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perspektif/Paradigma Kajian……… 8

2.2. Kajian Pustaka………..……… 9

2.2.1. Komunikasi………. 9

2.2.1.1. Pengertian Komunikasi……….. 10

(9)

2.2.1.3. Unsur-Unsur Komunikasi……… 12

2.2.1.4. Fungsi Komunikasi………... 13

2.2.1.5. Tujuan Komunikasi………... 13

2.2.2. Komunikasi Antarpribadi…... 14

2.2.2.1. Defenisi Komunikasi Antarpribadi…... 14

2.2.2.2. Fungsi dan Keampuhan Komunikasi Antarpribadi……15

2.2.2.3. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi……… 16

2.2.2.4 Tahapan Hubungan Komunikasi……… 18

2.2.4. Konsep Diri………... 21

2.2.4.1. Pengertian Konsep Diri………..21

2.2.4.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Konsep Diri...23

2.2.4.3. Proses Terbentuknya Konsep Diri………24

2.2.4.4. Proses Pengembangan Konsep Diri………...25

2.2.4.5. Jenis-Jenis Konsep Diri………..26

2.2.4.6. Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi28 2.2.5. Teori Disonansi Kognitif...29

2.2.5.1. Pengertian Teori Disonansi Kognitif...29

2.2.5.2. Asumsi dari Teori Disonansi Kognitif...30

2.2.5.3. Disonansi Kognitif dan Persepsi...31

2.2.6. Teori Interaksi Simbolik………...31

(10)

2.2.6.2. Prinsip Dasar Teori Interaksi Simbolik………32

2.2.6.3. Asumsi Teori Interaksi Simbolik………..32

2.2.7. Mahasiswa Indekos...35

2.2.7.1. Pengertian Mahasiswa Indekos...35

2.2.7.2. Peran dan Fungsi Sebagai Mahasiswa...36

2.3 Model Teoritik...37

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian………...38

3.1.1. Metodologi Kualitatif………....38

3.1.2. Studi Kasus………40

3.2. Objek Penelitian………...42

3.3. Subjek Penelitian………..42

3.4. Teknik Pengumpulan Data…...44

3.4.1. Penentuan Informan………46

3.4.2. Keabsahan Data………..46

3.5. Teknik Analisis Data………47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian………49

4.2. Profil Informan………51

(11)

4.2.2. Profil Bonar Jubelmar Silaban………...53

4.2.3. Profil Siti Aisyah………...54

4.2.4. Profil Daud Steven Lingga………..55

4.2.5. Profil Septika Evalina Hutagaol………..56

4.2.6. Tabel Matriks Mengenai Profil Informan………...57

4.3. Hasil Pengamatan dan Wawancara Yang Menggambarkan Konsep Diri Mahasiswa-Mahasiswi Indekos Universitas Sumatera Utara...58

4.4. Pembahasan………...77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………...………81

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Tabel Matriks Mengenai Profil Informan 57

2.1 Klasifikasi Tabel sesuai Tujuan Penelitian 71

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Bagan Model Teoretik Penelitian Proses Pembentukan

(14)

ABSTRAK

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. KONTEKS MASALAH

Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dan kompleks bagi kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukan dengan manusia lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak dikenal sama sekali. Komunikasi memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan (sumber, komunikator sendiri) ditujukan kepada penerima pesan (receiver,komunikan, audience).

Setiap orang selalu berupaya memahami setiap peristiwa yang dialaminya. Orang memberikan makna terhadap apa yang terjadi di dalam dirinya sendiri atau lingkungan sekitarnya. Terkadang makna yang diberikan itu sangat jelas dan mudah dipahami orang lain, namun terkadang makna itu buram, tidak dapat dipahami dan bahkan bertentangan dengan makna sebelumnya.

Komunikasi berfungsi sebagai perekat atau lem dalam masyarakat. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial akan saling berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara yang berbeda pula. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia. Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi. Begitupun dalam interaksi keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan keluarga yang lain sebagai perorangan, kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri.

(16)

proses yang merupakan rangkaian sistematis perilaku yang bertujuan yang terjadi dari waktu ke waktu atau berulang kali. Misalnya, selama dua puluh menit percakapan telepon seorang anak dengan orangtuanya untuk mendapatkan informasi keluarga.

Komunikasi antarpribadi merupakan salah satu faktor yang menentukan konsep diri seseorang, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Suksesnya komunikasi antarpribadi banyak bergantung pada kualitas konsep diri seseorang (Rakhmat,2008:105). Seseorang berkomunikasi harus memiliki konsep yang positif, maka komunikasi akan semakin efektif. Contohnya, bila seorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur dan mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik. Konsep diri memiliki peran penting karena menjadi motivasi utang yang didukung oleh seluruh elemen lainnya yang terdapat pada sistem kognitif manusia (Morissan,2009:70).

Konsep diri merupakan faktor yang menentukan dalam komunikasi antarpribadi, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Dasara dari konsep diri individu ditanamkan pada saat dini kehidupan anak yang menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari (Agustiani,2009:138).

(17)

disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.

c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll succeed”.

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). (Rakhmat, 2005: 104-109).

(18)

perbandingan yang dibuat antara diri sendiri dan orang lain. Ketiga, adanya budaya yang dianut. Keempat, mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri.

Menurut D.H. Demo menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan/atau diubah oleh komunikasi para anggota keluarga. Mereka itulah yang disebut sebagai significant others. (Budyatna,2011:169). significant others yang dimaksud merupakan orangtua. Orangtua adalah faktor utama yang membentuk dan mengembangkan konsep diri seorang anak. Orangtua mengarahkan tindakan anaknya, membentuk pikiran anaknya dan menyentuh anaknya secara emosional. Karena orangtua mempunyai hubungan emosional. Dan merekalah, secara perlahan-lahan yang membentuk konsep diri anak melalui senyuman, pujian, penghargaan, pelukan, yang menyebabkan anak tersebut menilai dirinya sendiri secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat anak tersebut memandang dirinya sencari secara negatif.

Ketika si anak tumbuh dewasa menjadi seorang mahasiswa dan mengharuskan si anak berpisah dengan orangtuanya karena menempuh pendidikan di daerah yang berbeda, mahasiswa tersebut merasa harus mengembangkan potensi dirinya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan kampus, organisasi-organisasi, lingkungan tempat tinggal, interaksi dengan orang sekitar. Melalui ini membuat konsep diri mahasiswa ini berkembang karena disebabkan oleh orang lain atau lingkungan.. Pandangan ini disebut generalized others dimana orang lain yang memandanganya.

(19)

mahasiswa indekos tersebut akan mudah terpengaruh dengan hal-hal yang tidak baik. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri ada salah satu faktor yang membentuk konsep diri seorang mahasiswa. Ketika mahasiswa tersebut berperilaku melalui tindakan, seorang mahasiswa indekos akan mengevaluasi dirinya sendiri

Komunikasi yang terjalin akan bergantung pada kualitas konsep diri yang dibentuk. Apakah konsep diri tersebut positif atau negatif (Morissan,2009:70-71). Semakin efektif komunikasi yang terjalin, makan akan semakin positif konsep diri yang terbentuk dan sebaliknya.

Teori disonansi kognitif akan membantu untuk mengetahui perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pendapat yang dipegang. Melalui teori ini, akan mengetahui bagaiman konsep diri yang dibentuk oleh mahasiswa indekos untuk mengetahu siapa dirinya sebelum dan setelah menjadi anak kos.

(20)

dan adanya kesadaran diri untuk mengevalusi perilakunya sendiri merupak faktor yang membentuk konsep diri mahasiswa indekos tersebut Melalui interaksi ini mahasiswa tersebut dapat menyelidiki tentang diri.

Subjek penelitian adalah mahasiswa-mahasiswi yang berstatus aktif dan tidak tinggal dengan orangtua (anak kos) di Universitas Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian di daerah sekitar Universitas Sumatera Utara dilakukan mahasiswa indekos di USU ada yang berasal dari luar Medan yang tidak tinggal dengan orangtuanya. Peneliti ingin mengetahui konsep diri mahasiswa ketika tinggal dengan orangtuanya dan konsep diri mahasiswa tersebut berkembang ketika menjadi mahasiswa indekos dimana konsep diri berkembang karena adanya faktor-faktor lain ketika tidak tinggal bersama dengan orangtuanya. Bila melihat pada salah satu tujuan komunikasi antarpribadi adalah untuk memelihara hubungan yang bermakna dengan orang lain, maka yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana proses pembentukkan konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan konteks masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti proses pembentukan konsep diri mahasiswa indekos setelah menjadi anak kos.

1.2. FOKUS MASALAH

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan fokus masalah adalah “ Bagaimana Proses Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara Setelah Menjadi Anak Kos”.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara

(21)

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya komunikasi antarpribadi yang berkaitan dengan pembentukan konsep diri.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU, khususnya di bidang ilmu komunikasi.

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. PARADIGMA KAJIAN

Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis, yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur, 2012:73).

Menurut Maxwell (1996), kelebihan paradigma adalah pemahaman makna, dimana makna merujuk pada kognisi, afeksi, intense, dan apa saja yang berada di bawah paying perspektif partisipan. Peneliti bukan saja tertarik pada aspek fisik pada kejadian itu, melainkan bagaimana mereka memaknai semua itu, dan bagaimana makna itu mempengaruhi tingkah laku informan. Fokus pada makna seperti itu disebut intrepretif (Maxwell dalam Ghony dan Almanshur,2012:77).

(23)

pembacaan naskah yang dikaji, (6) pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan pembahasan (discussing), (7) negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan (8) perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatu-paduan (interpreting and intergrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya.

Karena sifat dasar bahan yang dikaji serta tujuan yang ingin dicapai, bisa saja langkah-langkah tersebut diubah menurut dinamika di lapangan. Fokus kajian, misalnya mungkin mengalami penajaman dan perumusan ulang setelah peneliti melakukan penjajakan lapangan. Tentu saja, penajaman ulang perlu dilakukan berdasarkan ketersediaan data, serta dimaksudkan untuk meningkatkan kebermaknaan kajian. Setiap kajian berparadigma interpretif harus memenuhi kriteria: (1) keterpercayaan (credibility), (2) kebergantungan (dependability), dan (3) kepastian (confirmability), dan (4) keteralihan (transferability) (Ghony dan Almanshur,2012:77).

Kepercayaan membuktikan bahwa data perolehan dan simpulan kajian benar-benar dapat dipercaya. Ketergantungan membuktikan bahwa temuan dan simpulan kajian benar-benar bersandar pada data mentah. Kepastian membuktikan bahwa kebenaran temuan dan simpulan kajian bisa dilacak berdasarkan data perolehan. Sedangkan keteralihan membuktikan bahwa temuan dan simpulan penelitian bisa diberlakukan pada kasus lain yang memiliki ciri-ciri sama dengan kasus yang dikaji

2.2 KAJIAN PUSTAKA 2.2.1 KOMUNIKASI

(24)

2.2.1.1 Pengertian Komunikasi

Secara etimologis, istilah komunikasi atau dalam Bahasa Inggris

communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata

communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi,

komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan interfensi. Komunikasi juga merupakan transimisi pesan yang bertujuan untuk memperoleh makna perubahan tertentu. (Liliweri,2011:31).

Berikut ini adalah 6 defenisi komunikasi menurut para ahli (Mulyana, 2007 : 62-66) :

1. Theodore M. Newcomb

Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.

2. Gerald R. Miller

Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

3. Everett M. Rogers

Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

4. Raymond S. Ross

Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.

5. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss

Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.

6. Harold Lasswell

(25)

Paradigma Lasswell ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur

dasar :

a. Who (Siapa) : Komunikator; orang yang menyampaikan pesan.

b. Says What (Mengatakan Apa) : Pesan, pernyataan yang didukung oleh

lambang, dapat berupa ide atau gagasan.

c. In Which Channel (Saluran) : Media; sarana atau saluran yang mendukung

pesan bila komunikasn jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

d. To Whom (Kepada Siapa) : Komunikan; orang yang menerima pesan.

e. With What Effect (Dampak) : Efek; dampak sebagai pengaruh dari pesan

atau dapat juga dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melaluui media yang menimbulkan efek tertentu.

2.2.1.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana caranya agar “gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu dapat

dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan (Effendy, 2005:11). Wilbur Schramm (Effendy, 1992:32-33) dalam karyanya “How Communication Works”mengatakan the condition of success in communication diringkaskan sebagai berikut :

e. Pesan harus dirancangkan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud.

(26)

g. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan, dan

menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

h. Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok tempat komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Komunikasi yang efektif adalah sejauh mana komunikator mampu berorientasi kepada komunikannya. Berorientasi maksudnya melihat dan memahami pesan yang disampaikan, terkait dengan bentuk pesan, makna pesan, cara penyajian pesan termasuk penentuan saluran yang ditentukan oleh komunikator (Vardiansyah, 2004:111).

2.2.1.3 Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi dapat berjalan baik dan lancar jika pesan yang disampaikan seseorang yang didasari dengan tujuan tertentu dapat diterimanya dengan baik dan dimengerti. Suksesnya suatu komunikasi apabila dalam penyampaiannya menyertakan unsur-unsur berikut (Liliweri,2011:39-43) :

1. Sumber

Sumber sering disebut pengirim, komunikator, atau source, sender, atau

encoder. Pengirim adalah orang yang membuat pesan. Pengirim merupakan

pemrakarsa yang ingin menyajikan pikiran dan pendapat tentang suatu peristiwa atau objek

2. Pesan

Pesan adalah gagasan, perasaan, atau pemikiran yang telah di-encode oleh pengirim atau di-decode oleh penerima. Pada umumnya pesan-pesan berbentuk sinyal, simbol, tanda-tanda atau kombinasi dari semuanya dan berfungsi sebagai stimulus yang akan direspon oleh penerima. .

3. Media / Saluran Komunikasi

(27)

sebagai media komunikasi. Termasuk juga telepon, surat kabar, dan media massa

lainnya.

4. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima biasanya terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk

kelompok, partai bahkan negara. Sering juga disebut sebagai khalayak, sasaran, komunikan, atau audience. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, maka akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau saluran.

5. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini biasa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebgai akibat penerimaan pesan.

6. Feedback

Umpan balik adalah respon yang diberikan oleh penerima terhadap pesan yang dikirimkan oleh pengirim.

Aristoteles (Cangara, 2003:22) mengatakan suatu pesan akan terlaksana dengan baik hanya cukup dengan tiga unsur saja, yaitu sumber, pesan, dan penerima. Sedangkan Claude E.Shannon dan Warren Weaver menyatakan bahwa proses komunikasi memerlukan unsur pengirim, transmitte, sinyal, penerima dan tujuan.

2.2.1.4 Fungsi Komunikasi

Fungsi komunikasi (Effendy, 2011:8), yaitu : 1. Menyampaikan inform asi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain) 4. Mempengaruhi (to influence)

2.2.1.5 Tujuan Komunikasi

(28)

2.2.2 KOMUNIKASI ANTARPRIBADI 2.2.2.1 Defenisi Komunikasi Antarpribadi

Para ahli teori komunikasi mendefenisikan komunikasi antarpribadi secara berbeda-beda. Adapun defenisi komunikasi antarpribadi menurut tiga ancangan utama (Devito,1997:231-232), yaitu:

1. Defenisi Berdasarkan Komponen

Defenisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponen-komponen utamanya dan dalam hal ini, penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.

2. Defenisi Berdasarkan Hubungan Diadik

Defenisi berdasarkan hubungan ini, komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Adakalanya defenisi hubungan ini diperluas sehingga mencakup juga sekelompok kecil orang seperti anggota keluarga atau kelompok-kelompok yang terdiri dari atas tiga atau empat orang.

3. Defenisi Berdasarkan Pengembangan

Dalam ancangan pengembangan, komunikasi antarpribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak-pribadi pada satu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain. Perkembangan ini mengisyaratkan atau mendefenisikan pengembangan komunikasi antarpribadi.

Ada beberapa defenisi komunikasi antar pribadi menurut para ahli, yaitu : 1. Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal

(29)

2. Menurut Effendy, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan (Liliweri,1991:12).

3. Menurut Dean C. Barnlund, komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur (Liliweri,1991:12).

4. Menurut Tan, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang (Liliweri,1991:13).

5. Menurut Rogers, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Liliweri,1991:13).

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses saling mempengaruhi ini merupakan suatu proses bersifat psikologis dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antarmanusia yang memiliki suatu pribadi

2.2.2.2 Fungsi dan Keampuhan Komunikasi Antarpribadi

(30)

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi antarpribadi acapkali dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. (Effendy, 2003:61)Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan hubungan insan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi, individu berusaha membina hubungan yang baik dengan individu lainnya, sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara individu-individu tersebut. (Cangara, 2005:56).

2.2.2.3 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Karakteristik komunikasi antarpribadi yang efektif dilihat dari tiga sudut

pandang (Devito,1997:259-268) :

1. Sudut pandang humanistik

Sudut pandang ini menekankan pada interaksi yang bermakna jujur dan

memuaskan yang menentukan terciptakan hubungan antarmanusia yang superior.

Ada lima kualitas umum dari sudut pandang humanistik, yaitu :

a. Keterbukaan

Kualitas keterbukaan ini yang pertama mengacu pada komunikator

antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang lain yang diajak

berinteraksi. Yang kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi

secara jujur terhadap stimulus yang datang. Yang ketiga, menyangkut

“kepemilikkan” perasaan dan pikiran. Terbuka mengakui bahwa perasaan dan

pikiran yang dilontarkan merupakan milik dan tanggung jawab atasnya.

b. Empati

Henry Backrack mendefenisikan empati sebagai kemampuan

seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat

(31)

Untuk mencapai empati harus bisa menahan godaan untuk

mengevaluasi, menilai, menafsirkan, mengkritik , mencoba mengerti alasan yang

membuat orang itu merasa seperti yang dirasakan dan merasakan apa yang sedang

dirasakan orang lain dari sudut pandangnya.

c. Sikap Mendukung

Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan di mana

terdapat sikap mendukung. Sikap mendukung terlihat dari sikap yang deskriptif

bukan evaluatif, spontan bukan strategik, dan provisonal bukan sangat yakin.

d. Sikap Positif

Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dinyatakan melalui dua

cara, yaitu yang pertama melalui sikap positif. Orang yang merasa negatif

terhadap diri sendiri selalu mengkomunikasikan perasaan kepada orang lain dan

akan mengembangkan perasaan negatif yang sama. Sebaliknya, orang merasa

positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan perasaan kepada orang lain, yanng

selanjutnya akan merefleksikan perasaan positif.

Yang kedua, dorongan merupakan hal yang dipandang penting dalam

analisis transaksional dan dalam interaksi antarmanusia secara umum. Perilajku

mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain.

e. Kesetaraan

Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasannya setara.

Artinya, harus ada pengakuan diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai

dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting

disumbangkan

2. Sudut Pandang Pragmatis

Sudut pandang ini menekankan pada manajemen dan kesegaran interaksi,

dan secara umum, kualitas-kualitas yang menetukan pencapaian tujuan yang

spesifik. Ada lima kualitas efeftivitas, yaitu :

a. Kepercayaan diri

Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang

lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Komunikator

yang percaya diri bersikap santai, tidak kaku, fleksibel dalam bersuara dan gerak

(32)

b. Kebersatuan

Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara

dengan pendengar sehingga terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan.

c. Manajemen Interaksi

Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan

kedua pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa

diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting, masing-masing mempunyai

kontribusi dalam berkomunikasi.

d. Daya Ekspresi

Daya ekspresi mengacu pada keterampilan mengkomunikasikan

keterlibatan tulus dalam interaksi antarpribadi. Daya ekspresi sama dengan

keterbukaan dalama hal penekannya pada keterlibatan.

e. Orientasi Kepada Orang Lain

Orientasi ini mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikan diri

dengan lawan bicara selama perjumpaan antarpribadi. Orientasi ini mencakup

pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara.

3. Sudut Pandang Pergaulan Sosial dan Sudut Pandang Kesetaraan

Sudut pandang ini mengasumsikan bahwa suatu hubungan merupakan

kemitraan di mana imbalan dan biaya saling dipertukarkan.

2.2.2.4. Sifat-sifat Komunikasi Antar Pribadi

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua

orang merupakan komunikasi antar pribadi (Liliweri, 1991:31-43):

1. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal

maupun non verbal.

Dalam pelaksanaan komunikasi antar pribadi setiap hari terbanyak

melibatkan perilaku nonverbal sebagai penguat pesan-pesan verbal yang

diucapkan. Komunikasi antar pribadi dalam memanfaatkan tanda-tanda informasi

(33)

dengan suatu pesan . Unsur isi terdiri atas apa ayng dikatakan dan dibuat,

sedangkan unsur hubungan/relasi terdiri atas bagaimana sesuatu itu diktakan dan

dibuat. Jadi, baik perilaku verbal maupun nonverbal masing-masing dapat

menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di

dalamnya.

2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan

contrived.

Suatu perilaku spontan ditimbulkan karena kekuasaan emosi yang bebas

dari campur tangan kognisi, kita berbuat sesuatu karena tekanan emosi belaka

yang bisa verbal dan nonverbal, meskipun kadang-kadang perilaku ini tidak

masuk dalam pertimbangan akal sehat seseorang. Kemudian perilaku scripted

disebabkan karena suatu hasil belajar seseorang secara terus-menerus sebelumnya.

Dan terakhir perilaku yang contrived karena dikuasai sebagian besarnya oleh

keputusan-keputusan yang rasional.

3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang.

Sifat yang ketiga ini menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi

sebenarnya tidaklah statis, melainkan dinamis. Suatu proses dalam komunikasi

antar pribadi terus berkembang, semakin hidup karena perkenalan telah merasuki

pertambahan kognisi pihak lain, kemudian perasaan afektifnya dan pada

gilirannya akan terlihat dalam perilaku verbal maupun nonverbal. Dengan

demikian jika hubungan bersifat statis maka hubungan di antara mereka tidak

bermutu, tidak maju, karena tidak bertambahnya suatu informasi baru atau yang

lebih bermutu daripada sebelumnya.

4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai

interaksi, dan koherensi.

Suatu komunikasi antar pribadi ditandai dengan adanya umpan balik.

Umpan balik mengacu pada respon verbal dan nonverbal dari seorang komunikan

maupun komunikator secara bergantian. Umpan balik tidak mungkin ada jika

(34)

menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi harus menghasilkan suatu

keterpengaruhan tertentu. Tanpa adanya pengaruh sebaliknya interaksi juga tidak

ada manfaatnya. Karena interaksi dalam komunikasi antar pribadi mengandalkan

suatu perubahan dalam sikap, pendapat dan pikiran, perasaan dan minat maupun

tindakan tertentu. Pada tahap inilah suatu kegiatan komunikasi antar pribadi bisa

dirancang, apakah komunikasi hanya mengharapkan perubahan pikiran dan

pendapat saja, atau ditekankan pada minat dan perasaan, ataukah hanya pada

tindakan saja.

5. Komunikasi antar pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang

bersifat intrinsik dan ekstrinsik.

Intrinsik dimaksudkan suatu standar dari perilaku yang dikembangkan

oleh seseorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi.

Dengan demikian tata aturan intrinsik biasanya disepakati di antara peserta

komunikasi antar pribadi untuk meneruskan dan menghentikan tema-tema

percakapan, perilaku verbal dan nonverbla selanjutnya. Ekstrinsik yang

dimaksudkan dengan adanya standar atau aturan lain yang ditimbulkan karena

danya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga

komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah harus dihentikan.

6. Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan.

Sifat keenam dari komunikasi antar pribadi adalah harus adanya sesuatu

yang dibuat oleh mereka yang terlibat dalam proses komunikasi itu. Jadi kedua

pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sehingga tanda bahwa

mereka memang berkomunikasi. Para ahli melukiskan bahwa yang disebut

komunikasi itu merupakan suatu upaya untuk memulai suatu pesan dari sumber

dan berakhir pada reaksi dari penerimanya. Hal ini berarti komunikasi tidak

memerlukan perhatian hanya pada sebab datangnya suatu pesan kepada akibat

terpaan pesan, namun lebih dari itu harus memperhatikan seluruh proses dari

komunikasi itu.

(35)

Komunikasi antar pribadi melibatkan usaha yang bersifat persuasif,

karena untuk mencapai sukses harus dikenal latar belakang psikologis, sosiologis

seseorang. Daripadanya seorang komunikator menyiapkan pesan yang baik

sehingga mampu mengena keadaan, lapangan psikologis dan sosiologis

komunikan. Artinya memanfaatkan pengetahuan, pendapat, perasaan serta

kebiasaan seseorang darimana perasaan itu perlu disesuaikan agar dapat diterima.

Pada saat sekarang para ahli komunikasi menghendaki supaya seorang yang

berkomunikasi harus mampu merubah cara berpikir, perasaan atau perilaku

sesama, hal itu akan tercapai kalau ia juga memberikan kesempatan pada pihak

lain untuk dapat mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan dan perilakunya.

2.2.4. KONSEP DIRI

2.2.4.1 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman – pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari.

Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini disebut konsep diri (Rakhmat,1991:99). Konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Menurut Symonds dan Fitts, menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif (Agustiani,2009:18).

(36)

Mead mendefenisikan diri (self) sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri melalui perspektif orang lain. Mead berteori mengenai diri, ia mengamati bahwa melalui bahsa orang mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri. Mead menyebut subjek, atau diri yang bertindak, sebagai I , bersifat spontan, implusifdan kreatif, objek, atau diri yang mengamati, adalah Me¸bersifat lebih reflektif dan peka secara sosial (West,2011:107).

Terdapat beberapa defenisi konsep diri menurut beberapa para ahli, diantaranya adalah :

1. Menurut Arndt dalam Theories of Personality, konsep diri adalah cerminan dari tuntunan significant person terhadap diri individu (Agustiani,2009:20).

2. Menurut William H. Fitts mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan terhadap dunia di luar dirinya. Fitts juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang (Agustiani,2009:138-139).

3. Menurut William D. Brooks (Rakhmat,1991:99) mendefenisikan konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derivedfrom experiences and our interactions with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.

4. Menurut Anita Taylor (Rakhmat,1991:100) mendefenisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself”.

(37)

6. Menurut Rogers (Sobur,2010:507), mendefenisikan konsep diri sebagai bagaian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat refrensi setiap pengalaman.

Konsep diri meliputi apa yang Anda pikirkan dan apa yang Anda rasakan tentang diri Anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri : Komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem) (Rakhmat,1991:100).

2.2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukkan Konsep Diri Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukkan konsep diri (Devito,2009:55-57), yaitu :

1. Others Images

Menurut Charles Horton Cooley, others images merupakan orang yang mengatakan siapa Anda, melihat citra diri Anda dengan mengungkapkannya melalui perilaku dan aksi. Konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orang-orang yang paling penting dalam hidup seseorang-orang seperti orang-orang tua. Menurut D.H. Demo menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan/atau diubah oleh komunikasi para anggota keluarga. Mereka itulah yang disebut sebagai significant others. (Budyatna,2011:169). significant others yang dimaksud merupakan orangtua. Orangtua adalah faktor utama yang membentuk dan mengembangkan konsep diri seorang anak. Dalam perkembangan, significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional.

2. Orang lain

(38)

kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita.

Ketika kita tumbuh menjadi dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Sebagai contoh, Minah memperoleh informasi tentang dirinya dari kedua orang tuanya dan orang di sekitarnya bahwa Minah anak yang pintar. Minah berpikir, “Saya pintar.”. Ia menilai dirinya dari persepsi orang lain.

Richard Dewey dan W.J. Humber menamai orang lain sebagai affective others, dimana orang lain yang mengenal kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita melalui senyuman, pujian, penghargaan, pelukan yang menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat kita memandang diri kita secara negatif.

Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut generalized others. Konsep ini berasal dari George Herbert Mead. Memandang diri kita seperti orang lain memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Bila saya seorang ibu, bagaimanakah ibu memandang saya.

3. Budaya

Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka akan ditanamkan keyakinan, nilai, agama, ras, sifat nasional untuk membentuk konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang mempunyai latar belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka orang tersebut memiliki konsep diri positif.

4. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri.

Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari perilaku diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan, bagaimana perilaku orang tersebut

2.2.4.3 Proses Terbentuknya Konsep Diri

(39)

Namun reaksi ini muncul kerena orang lain yang memiliki arti (sifnificant other) yang mungkin berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri.

Konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan (Sobur,2010:510-511), yaitu :

1. Konsep diri primer

Konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Pengalaman yang berbeda diterima melalui anggota rumah, dari orangtua, nenek, paman atau saudara kandung.

Konsep tentang bagaimana dirinya banyak bermula dari perbandingan antara dirinya dan saudara-saudara lainnya. Adapun konsep bagaimana perannya, aspirasi-aspirasinya ataupun tanggung jawabnya dalam kehidupan, ditentukan atas dasar didikan yang datang dari orang tuanya.

2. Konsep diri sekunder

Konsep ini banyak ditentukan oleh konsep diri primernya. Misalnya apabila konsep diri primer seseorang adalah pendiam, tidak nakal, tidak suka keributan, maka ia akan memilih teman bermain yang sesuai dengan konsep diri yang sudah dimiliknya dan teman-teman baru yang nantinya menunjang terbentuknya konsep diri sekunder.

Menurut Clara R. Pudjijogyanti (Sobur,2010:511-512), konsep diri terbentuk atas dua komponen yaitu komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Misalnya, saya bodoh. Komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Komponen kognitif merupakan data yang data yang bersifat objektif.

Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri serta penghargaan diri individu. Komponen afektif merupakan data yang bersifat subjektif.

(40)

2.2.4.4 Proses Pengembangan Konsep Diri

Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lainnya. Tanggapan yang diberikan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Dengan demikian, konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu lain.

Pada dasarnya, pengembangan konsep diri merupakan proses yang relatif pasif. Pada pokoknya, individu akan berperilaku dengan cara tertentu dan mengamati reaksi orang lain terhadap perilaku (Sobur,2010:514).

Ada dua hal yang mendasari pengembangan konsep diri (Sobur,2010:515-516), yaitu :

1. Pengalaman Secara Situasional

Pengalaman yang pernah dialami, tidak seluruhnya mempunyai pengaruh dalam diri seseorang. Jika pengalaman tersebut sesuatu yang konsisten dengan nilai-nilai dan konsep diri yang ada, secara rasional dapat diterima, dan sebaliknya.

Apa yang diperlukan dan tidak bisa dipertahankan, akan timbul keinginan untuk mengubah konsep diri agar bisa disesuaikan dengan pengalaman mutakhir sepanjang ada kesadaran untuk merespon pengalaman melalui pancaindera yang dapat dimengerti dan diterima. Penerimaan pengalaman mutakhir ke dalam konsep diri mungkin akan dapat mengubah sistem nilai yang kaku, yang dianut sebelumnya. Pengalaman ini, akan menjadi lebih terbuka untuk mengubah nilai-nilai, dan mengubah konsep diri.

2. Interaksi Dengan Orang Lain

Segala aktivitas dalam masyarakat memunculkan adanya interkasi seseorang dengan orang lain. Dari interaksi yang muncul, terdapat usaha untuk mempengaruhi antara seseorang dengan orang lain tersebut. Dalam situasi tersebut, konsep diri berkembang dalam proses saling memperngaruhi.

(41)

2.2.4.5 Jenis-Jenis Konsep Diri

Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri (Rakhmat,2008:105-106) yaitu :

1. Konsep Diri Negatif

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada beberapa tanda yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :

a. Peka terhadap kritikan

Orang ini tidak tahan dikritik yang diterimanya, dan mudah marah. b. Responsif terhadap pujian

Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.

c. Sikap Hiperkritis

Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.

d. Pesimis

Menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

Orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka , dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.

2. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif ditandai dengan :

a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah; b. Ia merasa setara dengan orang lain;

c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu;

d. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat;

e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sangguo mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Menurut D.E. Hamachek, ada sebelas karakteristik konsep diri positif, yaitu :

(42)

b. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.

c. Ia tidak menghabiskan waktu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu lalu dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.

d. Ia memiliki kenyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan. e. Ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan latar

belakang keluarga, ataupun yang lain.

f. Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain.

g. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa bersalah.

h. Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

i. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.

j. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, pengungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekadae mengisi waktu.

k. Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

Konsep diri positif menghasilkan pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan dengan cermat pula.

2.2.4.6. Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi

(43)

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.

c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll succeed”

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif).

2.2.5. TEORI DISONANSI KOGNITIF 2.2.5.1. Pengertian Teori Disonansi Kognitif

(44)

pegang. Festinger berpedapat bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu.

Menurut Roger Brown (West,2011:137), keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Browns menyatakan teori ini memiliki dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbedan satu sama lain yaitu konsonan, disonan, tidak relevan,

Hubungan konsonan ada antar dua elemen yang berada pada posisi seimbang satu sama lain. Misalnya, jika seseorang yakin bahwa kesehatan itu penting makan orang tersebut akan rajin berolahraga. Hubungan disonan mempunyai elemen-elemen yang tidak seimbang satu dengan lainnya. Contohnya, penganut agama Katolok mendukung hak perempuan untuk memilih melakukan aborsi. Sementara agama lainnya tidak memperbolehkan melakukan aborsi. Hubungan tidak relevan ada ketika dua elemen tidak mempunyai makna hubungan satu sama lain.

2.2.5.2. Asumsi dari Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Ada empat asumsi dasar dari teori disonansi kognitif ini (West,2011:139-140), yaitu :

1. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya

Asumsi ini menekankan pada sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi.

2. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis

Asumsi ini berbicara mengenai jenis konsistensi yang paling penting bagi orang. Teori ini tidak berpegang pada konsistensi logis yang kaku. Sebaliknya teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis.

(45)

Asumsi ini menyatakan bahwa ketika orang mengalami inkonsistensi psikologis disonansi yang tercipta menimbulkan perasaan tidak suka. Jadi, orang tidak senang berada dalam keadaan disonansi, hal ini merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman.

4. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk menngurangi disonansi.

Teori ini mengasumsikan bahwa ransangan yang diciptakan oleh disonansi akan memotivasi orang untuk menghindari situasi yang menciptakan inkonsistensi dan berusaha mencari situasi yang mengembalikan konsistensi.

2.2.5.3. Disonansi Kognitif dan Persepsi

Teori disonansi kognitif ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi. Ada beberapa proses perseptual yang merupakan dasar dari penghindaran ini (West,2011:142-143), yaitu :

1. Terpaan Selektif, metode ini untuk mengurangi disonansi dengan mencari informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.

2. Perhatiaan Selektif, metode ini mengurangi disonansi dengan memberikan perhatian pada informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.

3. Interpretasi Selektif, metode ini untuk mengurangi disonansi dengan menginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga informasi ini menjadi konsisten dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.

4. Retensi Selektif, metode untuk mengurangi disonansi dengan mengingat informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.

2.2.6. TEORI INTERAKSI SIMBOLIK 2.2.6.1 Pengertian Teori Interaksi Simbolik

(46)

Interaksi simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi (Morissan dan Wardhany,2009:74).

George Herbert Mead dipandang sebagai pembangun paham interaksi simbolik ini. Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di antara manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Melalui aksi dan respon yang terjadi, maka memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu Morissan dan Wardhany,2009:75).

2.2.6.2 Prinsip Dasar Teori Interaksi Simbolik

Menurut Blumer (Santoso dan Setiansah,2010:22-23) ada tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yaitu :

1. Meaning

Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang obyek atau orang tersebut.

2. Languange

Seseorang memperoleh makna atas sesuatu hal melalui interaksi. Makna adalah hasil interaksi. Makna tidak melekat pada obyek, melainkan diinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari simbol.

3. Thought

Menurut Blumer, “an individual’s interpretation of symbol is modified by his or her own thought processes”. Interaksi simbolik menjelaskan proses berpikir sebagai inner conversation. Secara sederhana proses menjelaskan bahwa seseorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika berhadapan dengan sebuah situasi dan berusaha untuk memaknai situasi tersebut. Untuk bisa berpikir maka seseorang memerlukan bahasa dan mampu untuk berinteraksi secara simbolik.

(47)

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini, dalam prosesnya, dan dijelaskan kerangka asumsi teori ini.

Menurut Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes (West,2011:98) telah mempelajari teori interaksi simbolik yang berhubungan dengan kajian orang tua dan memperlihatkan tiga tema besar, yaitu :

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia 2. Pentingnya konsep mengenai diri

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat

1. Pentingnya Makna Bagi Perilaku Manusia

Suatu objek dapat berupa aspek tertentu dari realitas individu apakah itu benda, kualitas, peristiwa, situasi atau keadaan. Bagi Kuhn, penamaan objek adalah penting guna menyampaikan makna suatu objek (Morissan,2009:75). Menurut pandangan interaksi simbolik, makna suatu objek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan ssesuatu yang terisolir satu sama lain. Seluruh ide paham interaksi simbolik menyatakan bahwa makna muncul melalui interaksi. Tujuan dari interaksi menurut interaksi simbolik untuk menciptakan makna yang sama karena tanpa makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat sulit , atau bahkan tidak mungkin (West,2011:99).

Menurut LaRossa dan Reitzes, ada tiga asumsi yang mendukung pentingnya makna bagi perilaku manusia yang diambil dari karya Herbert Blumer, (West,2011:99-100)yaitu :

a. Manusia Bertindak Terhadap Manusia Lainnya Berdasarkan Makna yang Diberikan Orang Lain Kepada Mereka.

(48)

Thomas, membuat makna yang sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuk dirinya.

Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu.

b. Makna Diciptakan dalam Interaksi Antarmanusia

Menurut Mead, makna dapat ada hanya ketika orang-orang mempunyai interpretasi yang sama mengenai simbol yang dipertukarkan dalam interaksi. Menurut Blumer, ada tiga cara untuk menjelaskan asal sebuah makna, yaitu :

1. Makna adalah sesuatu yang bersifat intrinsik dari suatu benda

2. Makna terdapat dalam orang bukan benda, makna dijelaskan dengan mengisolasi elemen-elemen psikologis di dalam seorang individu yang menghasilkan makna.

3. Melihat makna sebagai sesuatu yang terjadi diantara orang-orang .

Makna adalah “produk sosial” atau “ciptaan yang dibentuk dalam dan melalui pendefenisian aktivitas manusia ketika mereka berinteraksi.

c. Makna Dimodifikasi Melalui Proses Interpretif

Blumer menyatakan bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah yaitu yang pertama, menentukan benda-benda yang mempunyai makna. Blumer berargumen bahwa bagian dari proses ini berbeda ari pendekatan psikologis dan terdiri atas orang yang terlibat di dalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Yag kedua, melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan transformasi makna di dalam konteks di maba mereka berada.

2. Pentingnya Konsep Diri

(49)

a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.

Asumsi ini menyatakan orang-orang tidak terlahir dengan konsep diri; mereka belajar melalui kontak dengan orang lain. Seseorang mempunyai perasaan akan diri merupakan hasil dari kontaknya dengan orangtua, guru, dan lainnya. Peneliti-peneliti awal mengenai keluarga seperti Edgar Burgess menyatakan bahwa pentingnya keluarga sebagai sebuah institusi untuk bersosialisasi. Burgess juga menyatakan bahwa anak dan orangtua berselisih paham mengenai konsep diri. Konteks sosial dan interaksi adalah suatu yang penting untuk menyelidiki siapa diri kita.

b. Konsep Diri Memberikan Motif Penting Untuk Perilaku.

Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting dalam interaksi simbolik. Meadn berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme perilaku dan sikap. Mead melihat diri, sebagai sebuah proses bukan struktur . Predikasi pemenuhan diri adalah prediksi mengenai diri sendiri yang menyebabkan diri tersebut berperilaku sedemikian sehingga hal tersebut benar-benar terjadi.

3. Hubungan Antara Individu dan Masyarakat

Hubungan antara individu dan masyarakat ini merupakan hubungan kebebasan individu dan batasan sosial. Ada dua asumsi (West,2011:103-104), yaitu :

a. Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya sosial

Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku individu. Budaya secara kuat mempengaruhi perilaku dan sikap yang dianggap penting dalam konsep diri.

b. Struktur Sosial Dihasilkan Melalui Interaksi Sosial

(50)

2.2.7. MAHASISWA INDEKOS 2.2.7.1. Pengertian Mahasiswa Indekos

Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.

Pengertian Definisi Mahasiswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, indekos merupakan jasa yang menawarkan sebua

dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per pada sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu.

2.2.7.2. Peran dan Fungsi Sebagai Mahasiswa

Secara garis besar, setidaknya ada tiga peran dan fungsi yang sangat penting bagi mahasiwa, yaitu :

1. Peranan moral

Dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka mau. Disinilah dituntut suatu tanggung jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai indidu untuk dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral yang hidup dalam masyarakat.

2. Peranan sosial.

(51)

3. Peranan intelektual

Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki selama menjalani pendidikan.

2.3. Model Teoritik

Bagan Model Teoretik Penelitian Konsep Diri Mahasiswa Indekos di Universitas Sumatera Utara

1.1. Bagan Model Teoretik Penelitian Proses Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara

Tingkat Analisis

Proses terbentuknya konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara

Analisis Data Model Miles dan Huberman

- Reduksi data - Penyajian data

- Menarik kesimpulan/verifikasi

Konsep diri mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara sebelum dan sesudah menjadi anak kos

Objek Penelitian

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN 3.1.1 Metodologi Kualitatif

Penelitian mengenai pembentukkan konsep diri mahasiswa dalam interaksi komunikasi antarpribadi antara orangtua dan mahasiswa yang berbeda tempat tinggal merupakan studi yang menggunakan metodologi kualitatif. Metode kualitatif ini digunakan karena :

1. Metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda

2. Metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat hubungan antarpeniliti dan informan

3. Metode kualitatif lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan latar penelitian dan mampu melakukan penajaman pola-pola nilai yang dihadapi peneliti (Ghony dan Almanshur,2012:34).

Dalam tataran teoritik, ada beberapa asumsi yang menjadi landasan dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang dikatakan Merriam (dalam Creswell, 1994:145). Asumsi- asumsi tersebut adalah:

1. Peneliti kualitatif lebih memiliki perhatian pada proses daripada hasil atau produk

2. Peneliti kualitatif tertarik pada makna, yaitu bagaimana orang berusaha memahami kehidupan, pengalaman, dan struktur lingkungan mereka.

3. Peneliti kualitatif merupakan instrumen utama dalam pengumpulan dan analisis data. Data diperoleh melalui instrumen manusia daripada melalui inventarisasi (inventories), kuesioner, atau pun melalui mesin.

4. Penelitian kualitatif sangat berkaitan dengan fieldwork. Artinya, peneliti secara fisik terlibat langsung dengan orang, latar (setting), tempat, atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya. 5. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, dalam arti peneliti tertarik pada

(53)

6. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dalam arti peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesis, dan teori.

Penelitian kualitatif tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara indukt if yang menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu (Bungin,2010:6).

Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana mendeskrpsikan kenyataan secara benar yang dialami oleh subjek penelitian ini (mahasiswa). Penelitian ini berusaha untuk memberikan deskripsi terhadap bagaimana komunikasi antarpribadi yang dilakukan orangtua dan mahasiswi yang berbeda tempat tinggal dalam membentuk konsep diri mahasiswa

Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alami (Ghony dan Almanshur,2012:26). Penelitian kualitatif lebih menekan pada persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data. (Kriyantono, 2009:56).

Secara umum, riset yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri:

1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset adalah instrumen pokok riset.

2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan- catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter.

3. Analisis data lapangan.

4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentar-komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap periset mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses risetnya. Realitas dipandang dinamis dan sebagai produk konstruksi sosial.

Gambar

Tabel Matriks Mengenai Profil Informan
Table 1.1 Tabel Matriks Mengenai Profil Informan
Table 2.1 Klasifikasi Tabel sesuai Tujuan Penelitian
Tabel 3.1 Konsep diri.

Referensi

Dokumen terkait

(g) explain the meaning of the term theory with reference to examples from the Subject Content (h) use the knowledge and understanding gained in this section in new situations, or

CAPM menunjukkan tingkat pengembalian (return) aset yang diharapkan pada suatu aset berisiko merupakan fungsi dari tiga faktor, antara lain : tingkat keuntungan bebas risiko,

Ada perbedaan yang mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional dari pondasi dasar yang telah dijelaskan diatas. Pertama adalah sumber landasan nilai yang mrmcul.

Dalam rangka mengisi low ongan formasi CPNS Tahun Anggaran 2013, sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan M enteri Negara Pendayagunaan Aparatur N egara dan Reformasi

Warna merupakan salah satu unsur penting didalam promosi, karena warna mempunyai bahasa komunikasi yang disampaikan lewat penglihatan. Penggunaan warna menunjukkan identitas

OVARIUM (INDUNG TELUR).. ORGAN YANG TERLIBAT DALAM SIKLUS HAID ) KORTERKS SEREBRI ) HIPOTALAMUS ) HIPOFISA ANTERIOR ) HIPOFISA ANTERIOR ) OVARIUM ) ENDOMETRIUM (UTERUS)... SIKLUS

[r]

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN EDUTAINMENT PADA PEMBELAJARAN PSYCHROMETRIC UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |