DATA INTERVIEW PADA 20 NOVEMBER 2013 SEKRETARIS UMUM
Nama : Tengku Moharsyah Nazmi
Tempat/ Tgl Lahir : Medan, 6 Mei 1976
No. Hp : 081286638366 / 061 77589499
Pendidikan : Universitas Islam Sumatera Utara Fakultas Hukum 1995
Pekerjaan : Permata Bank Tahun 2006 s/d 2008
: Pemandu Istana Maimon 2008 s/d sekarang
Organisasi : Wakil Sekretaris Umum Pengurus Yayasan Sultan Ma’moen Al Rasyid. Periode 2008 s/d 2011
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Gunn, Clare A. 1988. Tourism Planning – second edition, Taylor & Francis,
London
JICA, 1979. Republic of Indonesia Borobudur Prambanan Archeology National
Park. Author
Marpaung, Drs. Happy. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung. Alfabeta
Reid, Anthony. 1987. Perjuangan Rakyat Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di
Sumatera. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
R.W. McIntosh, 1972, Tourism, Principles, Practices, Philosophies, Grid.Inc.,
Ohio, hlm. 52
Sinar, Tengku Luckman. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan
---, t.th. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Medan:
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Soekadijo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
Tobing, Lolita Refani Lumban. 2012. Penilaian Cagar Budaya Istana Maimun
(skripsi). Depok: UI
Warpani, Suwardjoko P. & Warpani, Indira P. 2007. Pariwisata dalam Tata
Ruang Wilayah. Bandung. ITB
Yoeti, Oka A. 1988. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa
____________ 1996. Anatomi Pariwisata. Bandung. Angkasa
____________ 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung. Angkasa
2. Publikasi Elektronik
diakses
diakses 24 Januari 2014
diakses 17 September 2014
diakses 18 November 2013
diakses 20 oktober 2014
Said, Mohammed H, Benedict Anderson, & Toenggoel Siagian. “what was the
“Social Revolution of 1946” in East Sumatra?” dalam Indonesia, Vol.15,
april 1973, hal. 144-186.
diakses 28 Agustus 2014
20 oktober 2014
3. Lain-lain
• Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya diunduh pada tanggal 28 agustus 2014
BAB III
GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN
3.1 Letak Geografis Kota Medan
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta
dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah
timur dari Propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di
bawah permukaan laut. Kota ini di lalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan
Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis, Medan terletak
pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring
ke utara. Sebelah barat dan timur kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli
dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang
strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan
perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. Posisi
geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub
pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat kota Medan saat ini.
Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm
per tahun. Suhu udara di kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan
minimum 24°C. Kota Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan.
Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Labuhan dengan luas sebesar 36,67
km². Luas kota Medan secara keseluruhan adalah sebesar 265,10
3.2 Demografi Kota Medan
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan
diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar
dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui
merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan
mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan
demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.
Berdasarkan
berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan
1.068.659 perempuan.
Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa
dengan dihitungnya jumlah
berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan
37,8% dari total penduduk).
Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751
jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan,
rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian,
secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai
jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.
Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung
mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah
penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004.
Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan
Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di
Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan
Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan
Timur. Pada tahun
sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.
Mayoritas penduduk kota Medan sekarang iala
dari
keturuna
populasi orang Tionghoa cukup banyak.
Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari
jumlah
Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai
merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada
ta
orang berketurunan
(Tabel 3.1) Perbandingan etnis di kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000.
Sumber : 1930 dan 1980 : Usman Pelly, 1983; 2000 : BPS Sumut
*catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan “Batak” sebagai suku bangsa,
total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias
(0,69%) adalah (20,93%)
tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100 jiwa.
3.3 Sistem Pemerintahan Kota Medan
Kota Medan dipimpin oleh seorang
Medan dijabat oleh
ole
Wilayah kota Medan dibagi menjadi 21-kecamatan & 151-kelurahan:
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Berikut daftar nama walikota di kota Medan pada (Tabel 3.2):
24 Dzulmi Eldin (Walikota Definitif) 15 Mei 2013 - Sekarang
3.4 Mata Pencaharian Kota Medan
Di kota Medan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai
pedagang. Rata-rata para pengusaha Medan ini menjadi pedagang di komoditas
perkebunan. Di sektor perdagangan ini dikuasai oleh etnis Tionghoa dan
Minangkabau. Orang-orang Mandailing menguasai bidang pemerintahan dan
politik, sedangkan dalam bidang pendidikan, hukum, kesehatan, jurnalistik
banyak dilakukan oleh orang Minangkabau yang menetap di Medan.
3.5 Agama
Mayoritas penduduk kota Medan sekarang iala
dari
keturuna
populasi orang Tionghoa cukup banyak. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat
dari jumlah
kota. Mayoritas penduduk kota Medan memeluk agama islam yakni sekitar
1.422.237 jiwa. Berikut ini data tentang pemeluk agama di kota Medan :
1. Agama Islam 1.422.237 jiwa
2. Agama Kristen Protestan 425.253 jiwa
3. Agama Kristen Katolik 37.552 jiwa
4. Agama Hindu dan Budha 9.296 ; 184.807 jiwa
5. Agama Lain-lain 339 jiwa
3.6 Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kota Medan
Kota Medan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara menjadi pintu
gerbang masuknya wisatawan ke Sumatera Utara, telah berkembang menjadi kota
metropolitan dan mengandung banyak historis dan berbagai suku/ etnis yang ada.
Kota Medan dibangun oleh Guru Patimpus pada tahun 1590 sampai saat ini terus
berkembang dengan pesat sehingga mendorong banyak orang dan investor untuk
berkunjung ke kota Medan dalam rangka tujuan wisata maupun bisnis. Potensi itu
dapat dilihat dari kota Medan dengan memiliki banyak aset bangunan yang
bernilai sejarah dan sumber daya kultural yang secara keseluruhan membentuk
citra kota atau gambaran yang bernilai sejarah terhadap kota Medan. (sumber:
Besarnya potensi ini telah mengundang berbagai wisatawan dari berbagai
kawasan dunia. Perkembangan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke
Medan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Target dan Realisasi Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
(Wisman) ke kota Medan
Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
Target (Orang) 174.523 191.975 202.000
Realisasi (Orang) 153.015 131.451 175.158
No.
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan (2012)
Adapun berbagai ODTW yang telah dikelola dan dikembangkan oleh
pihak pemerintah maupun swasta. (Lihat Tabel 3.4)
Tabel 3.4 Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kota Medan
1 Istana Maimoon Sejarah
2 Mesjid Raya Bangunan
3 Vihara Gunung Timur Sejarah
4 Rahmat Gallery Fauna
5 Kuil Shri Mariamman Bangunan
6 Tjong A Fie Mansion Sejarah
7 Penangkaran Buaya Taman Budaya
8 Museum Negeri Sumatera Utara Sejarah
9 Menara Tirtanadi Sejarah
10 Museum Bukit Barisan Sejarah
1. Istana Maimoon
Sumber : (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Medan, 2013)
Istana Maimoon merupakan salah satu objek wisata utama di kota Medan
yang dibangun pada tahun 1888 oleh Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa
Alamsyah.
2. Mesjid Raya
Mesjid ini sebagai lambang kota Medan. Mesjid ini dibangun oleh Sultan
Makmun Al Rasyid pada tahun 1906. Mesjid ini terletak di Jalan
Sisingamangaraja.
3. Vihara Gunung Timur
Vihara Gunung Timur dikenal sebagai Vihara Budha tertua di Medan.
Didirikan oleh umat Budha pada tahun 1962, terletak di suatu lokasi strategis di
4. Rahmat Gallery
Rahmat International Wildlife Museum & Gallery adalah satu-satunya di
Asia yang memiliki ± 850 koleksi satwa dan berada di Jalan S. Parman.
5. Kuil Shri Mariamman
Kuil Shri Mariamman merupakan kuil Hindu tertua di Medan yang
dibangun pada tahun 1884 oleh umat Hindu. Kuil ini berada di Jalan Zainul
Arifin.
6. Tjong A Fie Mansion
Tjong A Fie Mansion merupakan sebuah warisan rumah besar yang di
bangun pada tahun 1900. Lokasinya terletak di Jalan Ahmad Yani, Kesawan.
7. Penangkaran Buaya
Penangkaran ini dibangun oleh Lo Than Mok sejak tahun 1959. Terletak
di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.
8. Museum Negeri Sumatera Utara
Museum ini dibangun pada tahun 1946 dan diresmikan pada tahun 1982
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Yoesoef, berlokasi di Jalan
H.M. Joni.
Satu ciri lagi khas kota Medan adalah Menara Tirtanadi sebagai tangki
penyimpanan air bersih kebutuhan warga kota sejak zaman kolonial Belanda
sampai sekarang. Menara ini terletak di Jalan Sisingamangaraja.
10. Museum Bukit Barisan
Museum Militer ini dibuka pada tahun 1971, merupakan salah satu tempat
penyimpanan benda-benda sejarah perjuangan ABRI dan rakyat di Sumatera
BAB IV
POTENSI BANGUNAN BERSEJARAH ISTANA MAIMON SEBAGAI ASET PARIWISATA DI KOTA MEDAN
4.1 Pendahuluan
Membicarakan sebuah potensi berarti adanya suatu objek yang memiliki
kekuatan dan dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Contohnya
potensi bangunan bersejarah yaitu sebuah bangunan atau kelompok bangunan
yang memiliki nilai sejarah baik dari fisik maupun fungsi dari bangunan tersebut.
Kemudian adanya kekayaan budaya yang mempunyai nilai jual yang mampu
merangsang minat wisatawan untuk mengetahui dan mengembangkannya.
Misalnya potensi budaya dapat dilihat dari kekayaan budaya daerahnya, busana
daerah, kesenian daerahnya, begitu juga dengan potensi sejarah dapat dilihat dari
sejarah berdirinya bangunan tersebut. Oleh karena hal-hal tersebut, maka
muncullah suatu daya tarik bagi wisatawan itu sendiri.
Membicarakan potensi bangunan bersejarah Istana Maimon, yaitu adanya
sejarah singkat Kesultanan Deli, sejarah berdirinya Istana Maimon, pengenalan
budaya melayu-deli, contohnya tradisional musik melayu dan tarian tradisional
melayu. Kemudian adanya sumberdaya budayanya yang dapat dilihat dari bentuk
arsitektur bangunannya dilihat dari ornamen-ornamen dari bentuk bangunannya,
dari Kerajaan Istana Maimon, seperti peralatan makan kesultanan, perlengkapan
musik deli, pakaian kebesaran sultan deli, lampu-lampu kristal dari Eropa zaman
dahulu, dan foto-foto pemangku jabatan kesultanan sejak dahulu kala.
Selain itu bangunan bersejarah Istana Maimon ini termasuk dalam kriteria
umum dari beberapa objek wisata yang perlu dilestarikan, seperti termasuk dalam
kriteria peranan sejarah yaitu bangunan-bangunan dan lingkungan perkotaan yang
merupakan lokasi dari peristiwa penting yang bersejarah, dilestarikan sebagai
ikatan simbolis antara peristiwa yang lampau dengan kondisi pada saat ini.
Kemudian termasuk dalam kriteria kejamakan yaitu bangunan-bangunan atau
bagian dari kota yang dilestarikan, karena mewakili satu jenis khusus bangunan
yang cukup berperan. Juga kriteria kejamakan ditekankan pada seberapa jauh
karya arsitektur tersebut mewakili suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik.
Kemudian yang terakhir termasuk dalam kriteria keistimewaan, karena
keistimewaannya adanya peradaban yang sampai sekarang dikenal masyarakat.
Oleh karena itu, potensi bangunan bersejarah Istana Maimon perlu dikembangkan
dan dilestarikan karena adanya keunikan tersendiri yang menjadi daya tarik bagi
wisatawan mancanegara dan masyarakat sekitarnya.
4.2 Bangunan Bersejarah Istana Maimon sebagai Salah Satu Objek dan Daya Tarik Wisata terfavorit di Kota Medan
Istana Maimon termasuk salah satu objek dan daya tarik wisata terfavorit
budaya sehingga menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sejarah
Istana Maimon berhubungan erat dengan perkembangan tembakau Deli di kota
Medan pada masa penjajahan Belanda. Pada masa pemerintahan Sultan Deli ke-
VIII, beliau mulai menjalin hubungan kerjasama dengan pemerintah Belanda
yaitu melakukan pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan Deli. Awal
perkembangannya dimulai dari percobaan penanaman tembakau secara
besar-besaran di Indonesia dilakukan bangsa Belanda pada tahun 1830 oleh van den
bosch melalui “cultuurstelsel” yaitu sekitar Semarang, Jawa Tengah, namun pada
saat itu mengalami kegagalan. Pada tahun 1856, Belanda mencoba kembali
penanaman tembakau secara meluas di daerah Besuki, Jawa Timur dengan
dilengkapi suatu balai penelitian, yaitu besoekisch profstation pada tahun 1910
dengan adanya balai penelitian tersebut maka usaha-usaha guna mendapatkan alur
yang cocok dan diinginkan terbuka dengan cara seleksi/hibridisasi menggunakan
tembakau yang telah ada / di datangkan dari luar, jenis tembakau besuki cerutu
yang sekarang banyak ditanam di Besuki tersebut merupakan hasil persilangan
antara jenis kedu dengan jenis deli (djojosudiro, 1967, sumber dari
diakses
20 oktober 2014). Dua tahun kemudian , yakni pada tahun 1858 diadakan
penanaman jenis tembakau cerutu lainnya di daerah Yogyakarta- Surakarta,
tepatnnya di daerah klaten.
Penanaman tembakau juga dilakukan di luar Jawa, yakni di daerah Deli,
Sumatra Utara yang dipelopor oleh J. Nienhuys pada tahun 1863. Dan pada tahun
tembakau untuk wilayah deli sekitar sungai ular dan anak sungai wampulah
merupakan daerah yang baik untuk tembakau Deli, jenis tembakau Deli
merupakan jenis tembakau cerutu paling baik guna keperluan pembungkusan
cerutu.
Ketiga daerah yang disebutkan diatas (besuki di Jawa Timur, Klaten di
Jawa Tengah dan Deli di Sumatera Utara), sekarang merupakan daerah penghasil
tembakau jenis cerutu yang sangat potensial bagi Indonesia. Dalam perdagangan
internasional khususnnya Eropa. Indonesia masih merupakan pensuplay
komoditas tembakau cerutu peringkat atas yang diperhitungkan. Dalam pasaran
internasional tembakau Besuki dan Klaten lebih dikenal dengan tembakau Jawa
dan tembakau Deli lebih dikenal dengan tembakau Sumatera.
Sejarah awal berkembangnya perkebunan di Deli, yaitu pemerintah
Belanda tercatat pertama kali masuk di Deli tahun 1841, ketika sebuah kapal,
Arent Patter, merapat untuk mengambil budak. Selanjutnya, hubungan Deli
dengan Belanda semakin mulus. Tahun 1863 Kapal Josephine yang membawa
orang perkebunan tembakau dari Jawa Timur, salah satunya adalah Jacobus
Nienhuijs, dari Firma Van Den Arend Surabaya mendarat di Kesultanan Deli yang
selanjutnya dikenal sebagai peletak dasar budaya perkebunan di Sumatra Utara.
Oleh Sultan Deli, ia diberi tanah untuk Perkebunan Tembakau (Tabaks
Plantations) dan mendapat konsesi tanah selama 20 tahun.
Sejarah perkebunan Deli dimulai ketika langkah kerja Jacobus Nienhuys
wilayah perkebunan di Sumatera Utara. Sejak awal dimulainya perkebunan,
menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat dimana pada tahun
1864 produksi tembakau telah meledak di pasaran Eropa. Pada saat itu, dengan
meminjam istilah Karl J. Pelzer (1976), Deli dikenal sebagai ’Dollar Land’
dengan predikat sebagai penghasil daun pembungkus cerutu terbaik dunia
mengalahkan tembakau dari Brazil dan Cuba. Usaha Jacobus Nienhuys terus
berkembang dan pada tahun 1869, Nienhuys mendirikan Deli Matschapaij, suatu
badan usaha yang membawahi sekitar 75 daerah perkebunan di Sumatra Timur
yang berasal dari usahawan mancanegara seperti Jerman, Inggris, Swiss, Belgia
dan Amerika. Pada tahun 1870 Deli Matschapaij memindahkan kantornya dari
Labuhan ke Medan tepatnya di Jalan Tembakau Deli Sekarang.
Selanjutnya, Tahun 1871, Jacobus Nienhuys meninggalkan Medan. Empat
tahun setelah kepulangan Nienhuys itu, telah terdapat sebanyak 40 saham
kesertaan orang Eropa di perkebunan Deli seperti perkebunan Maryland
(Marelan), Arhemia, Helvetica (Helvetia), Poland (Polonia), Mariendal dan
lain-lain serta terdapat 15 proposal yang telah menyatakan ikut bergabung. Komoditas
yang mereka tanam tidak hanya Tembakau tetapi telah merembes ke sektor lain
seperti Karet, Kopi, Lada, Pala, Kelapa Sawit dan Teh. Lain dari pada itu, wilayah
perkebunan tidak lagi terkonsentrasi di Deli tetapi telah pula menjalar ke kawasan
lain seperti Langkat, Binjai, Serdang, Padang (Tebing Tinggi), Siantar dan
Kesimpulannya, perdagangan tembakau Deli di kota Medan semakin maju
sejak pemerintahan Raja Sultan Deli IX dan menjadi bagian dari sejarah
berdirinya Istana Maimon juga, karena berkat izinnya Nienhuys, seorang
pengusaha asal Belanda mendirikan usaha tembakau. Pendirian usaha tembakau
ini adalah cikal bakal berkembangnya kota Medan dan menjadi faktor penyebab
kedatangan bangsa-bangsa asing (Cina, India Tamil, Belanda) ke wilayah Medan.
Sehingga, bangunan bersejarah Istana Maimon termasuk salah satu objek dan
daya tarik wisata terfavorit di kota Medan, juga menjadi bukti bahwa Istana
Maimon merupakan sejarah dari awal berkembangnya perkebunan tembakau Deli
yaitu dapat dilihat adanya ornament-ornamen daun tembakau di bagian bangunan
Istana Maimon. Oleh karena hal itulah masyarakat lokal maupun wisatawan
mancanegara banyak ingin tahu akan kaitannya sejarah berdirinya Istana Maimon
dengan kota Medan.
4.3 Potensi Bangunan Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata di Kota Medan
4.3.1 Sejarah berdirinya Istana Maimon
Istana Maimon dibangun pada tahun 1888 di bawah pemerintahan Sultan
Mahmud Perkasa Alamsyah dari Kesultanan Deli. Kesultanan Deli merupakan
nama sebuah kerajaan melayu di daerah pesisir barat Sumatera Utara yang
bercorak Islam. Nama deli diketahui keberadaan dengan jelas setelah tercantum
dalam daghregister VOC pada April 1641. Saat itu belum diberitahukan bahwa
daerah. Pada Daghregister VOC Mei 1644, pemberitaan mengenai Deli kembali
muncul. Pada pemberitaan ini, tercantum istilah penguasa Deli yang bergelar
Panglima Deli. Pada Daghregister VOC 1667 baru disebutkan adanya keinginan
dari Deli untuk melepaskan diri dari kesultanan Aceh. Dari pemberitaan ini, dapat
disimpulkan bahwa hingga tahun 1667, Deli masih merupakan sebuah kawasan
yang berada di bawah kekuasaan Kesultanan aceh.
Kemudian, sejak masa pendiriannya, kesultanan Deli beberapa kali
mengalami perpindahan pusat pemerintahan. Awal mulanya pada abad ke 16
berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Aru terletak di daerah Sungai
Lalang Delitua sekarang. Pada tahun 1612, Kerajaan Aru ini ditaklukkan oleh
pasukan kerajaan Aceh, dibawah pimpinan Panglima Hisyamuddin seorang
turunan dari Zulkarnaeni Bahasid Syekh Batraluddin Hindustan dan negeri Shindi
Hindustan.
Menurut cerita masyarakat, Panglima Hisyamuddin yang ditunjuk untuk
memimpin perang melawan kerajaan Aru pada akhirnya ia diangkat oleh Sultan
Iskandar Muda dari kerajaan Aceh sebagai wakil kerajaan untuk daerah Sumatera
Timur yang berkedudukan di sungai Lalang, karena ia dapat memenangkan
perang tersebut sehingga ia diberi gelar yaitu Panglima Gocah Pahlawan.
Kemudian Beliau mendirikan Kerajaan Deli pertama disana, pada tahun 1632 di
daerah sungai Lalang tersebut yang sekarang dikenal dengan Deli Tua, maka dari
itulah mengapa ada kaitannya Deli Tua dengan Putri Hijau. Kaitannya karena
telah ditaklukkan oleh pasukan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Panglima
Hisyamuddin yaitu Raja / Sultan Deli I.
Setelah itu Tuanku Panglima Gocah Pahlawan, Beliau mangkat pada tahun
1669, dimakamkan di Desa Lantasan Lama, Kec. Patumbak, Kab. Deli Serdang.
Kemudian dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli I yaitu Tuanku
Panglima Parunggit. Beliau memindahkan pusat keraajaan ke daerah Padang
Datar (Kota Medan sekarang), tepatnya di daerah “Kesawan”. Kemudian Beliau
mangkat pada tahun 1698, dimakamkan di Jalan Balai Kota Medan.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli II yaitu
Tuanku Panglima Padrar, Beliau memindahkan pusat kerajaan ke daerah Pulo
Brayan sekarang, dan Beliau mangkat pada tahun 1728, diamakamkan di Jalan
Yos Sudarso Brayan. Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan
Deli III yaitu Tuanku Panglima Pasutan, Beliau memindahkan pusat kerajaan ke
Labuhan Deli dan mangkat pada tahun 1761, dimakamkan di Jalan Yos Sudarso
Km 12.
Setelah itu Kerajaan Deli dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan
Deli IV yaitu Tuanku Panglima Gandar Wahid, Beliau mangkat pada tahun 1805
dan Kerajaan Deli masih berdiri kokoh di daerah Labuhan Deli. Beliau
dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 15 Komplek Mesjid Raya Al Osman I.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Ketiga dari Raja/Sultan Deli V yaitu
Sulthan Amaluddin Mangedar Alam, Beliau memerintah sampai tahun1850 pada
Kerajaan Aceh, hal ini ditandai dengan pemberian gelar Kesulthanan kepada
Kerajaan Deli. Beliau dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 15 Komplek Mesjid
Raya Al Osman I.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli VI yaitu
Sulthan Osman Perkasa Alam, Beliau mangkat pada tahun 1858 dan Kerajaan
Deli masih berdiri kokoh di daerah Labuhan Deli. Beliau mendapat pengesahan
dari Kerajaan Aceh, bahwa Kesultanan Deli merupakan daerah yang berdiri
sendiri yang ditandai dengan diberikannya pedang Bawar dan Cap Sembilan. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh Kerajaan Siak di Kesultanan Negeri
Deli ini. Beliau dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 15 Komplek Mesjid Raya
Al Osman I.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli VII yaitu
Sulthan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah, Beliau mangkat pada tahun 1873,
pada masa itu Sulthan mulai menjalin hubungan dengan pemerintah Belanda, hal
ini ditandai dengan kerjasama pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan
Deli. Beliau dimakamkan di Jalan Yos Sudarso Km 15 Komplek Mesjid Raya Al
Osman I.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli VIII yaitu
Sulthan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, Beliau mangkat pada tahun 1924.
Beliau memindahkan pusat kerajaan ke Medan dan mendirikan Istana Maimon
pada tanggal 26 agustus 1888 yang diresmikan pada tanggal 18 mei 1891, dan di
Van Erp. Kemudian Beliau dimakamkan di Jalan Mesjid Raya Komplek Mesjid
Raya Al Mashun Medan.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli IX yaitu
Sulthan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah, Beliau mangkat pada tahun 1945.
Pada masa pemerintahannya hubungan dagang dengan luar negeri dan
kerajaan-kerajaan lainnya di nusantara terjalin dengan baik. Hal ini ditandai dengan
pengembangan pelabuhan laut. Dengan diplokamirkannya kemerdekaan RI pada
tanggal 17 agustus 1945, pemerintah Kesulthanan Deli mengakui kedaulatan
Negara Republik Indonesia dan kedudukan Sulthan-sulthan selanjutnya menjadi
penguasa tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu Deli. Kemudian Beliau
dimakamkan di Jalan Mesjid Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli X yaitu
Sulthan Osman Al Sani Perkasa Alam, Beliau mangkat pada tahun 1967,
dimakamkan di Jalan Mesjid Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli XI yaitu Sulthan
Azmi Perkasa Alam, Beliau mangkat pada tahun 1998, dimakamkan di Jalan
Mesjid Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan. Setelah itu dilanjutkan
pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli XII yaitu Sulthan Otteman Mahmud
Perkasa Alam, Beliau mangkat pada tahun 2005, dimakamkan di Jalan Mesjid
Raya Komplek Mesjid Raya Al Mashun Medan.
Setelah itu dilanjutkan pada Putra Sulung dari Raja/Sultan Deli XII yaitu
tahun 2005 sampai sekarang. Inilah turunan Raja-raja Deli sepanjang yang
diketahui sesudah Proklamasi 1945 Kesultanan Deli yang tidak pernah diakui oleh
Pemerintah RI dan tidak pula pernah secara hukum di hapuskan. (sumber : hasil
wawancara dengan Bapak T. Moharsyah Nazmi, pada 20 november 2013).
Pada tanggal 3 maret 1946 di daerah Sumatera Timur, terjadi sebuah
peristiwa yang dinamakan “revolusi sosial” (al: Sinar, t.th; Reid, 1987, said,
1973). Pada hari itu, terjadi pembantaian terhadap Sulthan dan
Bangsawan-bangsawan penguasa di daerah Sumatera Timur yang dilakukan oleh
pemuda-pemuda radikal yang berbeda di dalam tubuh gerakan Persatoean Perdjoeangan.
Tujuan gerakan itu adalah untuk menjatuhkan kekuasaan Sulthan-sulthan agar
terciptanya suatu pemerintahan rakyat (Reid, 1987: 366-367). Gerakan revolusi
sosial ini terjadi hamper di seluruh wilayah Sumatera yang dikuasai oleh Raja atau
Sultan, termasuk Aceh, Karo, Tapanuli, dan Riau. Sasaran utama adalah Sultan
atau Raja yang dianggap pro-Belanda, namun pada kenyataannya banyak
penyimpangan yang terjadi saat gerakan ini berlangsung.
Ketika tragedi tersebut berlangsung, Sultan Deli meminta pertolongan dari
pasukan Inggris yang saat itu menguasai kota Medan. Pasukan Inggris ini
kemudian bekerja sama dengan pasukan Istana sehingga Sultan Deli dan Istana
Maimon dapat diselamatkan. Namun, pemuda-pemuda tersebut berhasil
membakar seluruh kota Maksum termasuk Istana Putri Sultan Deli Kota Maksum.
Selanjutnya, keluarga-keluarga Sultan Deli yang masih selamat mengungsi ke
Sejak tahun 1946, sebagian keluarga besar Kesultanan tinggal menetap si
Istana Maimon hingga saat ini.
4.3.2 Sumber Daya Budaya Bangunan Bersejarah Istana Maimon Dilihat Dari
Bentuk Arsitektur Bangunannya
Istana Maimon yang didirikan dengan biaya FI. 100.000 dengan arsitek
seorang tentara KNIL yang bernama Kapten Th. Van Erp, Th. Van pernah
menjabat sebagai Kepala Commissie in Nederlandsch Indie voor Oudheidkundig
Onderzoek op Java en Madoera, yaitu lembaga yang menangani kepurbakalaan di
Jawa dan Madura pada masa Kolonial. Pada tahun 1905-1911, Theo Van Erp
menjadi pimpinan kegiatan Restorasi Borobudur. Restorasi ini merupakan
restorasi Borobudur yang pertama (JICA, 1979: 73).
Bangunan Istana Maimon didesain meniru berbagai gaya yaitu gaya
tradisional istana-istana Melayu yang memanjang di depan dan bertingkat dua
juga pola India Islam (Moghul) dan yang diambil dari Eropa. Bangunan
bersejarah Istana Maimon sebagai pusaka budaya dan termasuk juga dalam Benda
Cagar Budaya, karena gaya bangunan arsitekturnya perpaduan 2 kultur budaya
yaitu kultur budaya timur dan barat yang digabungkan. Menyangkut budaya timur
yaitu bangunan ini bercirikan Melayu dikombinasikan budaya timurnya ada gaya
Arab, Persia, Mongol dan budaya Eropa Barat. Bangunan ini dapat diperhatikan
dari gaya Eropanya dilihat dari ada pilar-pilarnya, bangunannya seperti bangunan
pintu-pintu yang besar, jendela-jendela yang besar, hal ini guna menciptakan
sirkulasi udara seperti bangunan yang ada di daerah tropis Negara Eropa.
Begitu juga di dalam ukiran-ukiran terutama di ruang Balairung Sri
bercampur baur. Ukiran-ukiran Melayu tradisional dapat kita lihat pada “Pagar
Tringgalum”, pinggiran atas lespfank dengan bentuk “pucuk rebung” yang
terkenal, dinding sebelah atasnya dengan bentuk “Awan Boyan”, langit-langit
dengan Kubisme gaya India Islam. Adapun tahta singgasana baru didirikan di
zaman pemerintahan Sulthan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah, karena dari
salah satu gambar lama masa Sulthan Ma’mun Alrasyid memerintah,
singgasananya berbentuk lain. Pada tahta yang ada sekarang dapat dilihat ukiran
Foliage dan bunga corak ukiran Melayu yaitu “Bunga Tembakau”, ukiran atas
depan “Awan Boyan, samping atas bulatan bunga matahari. Karena hal inilah
yang menjadi sumber daya budaya dari bangunan bersejarah Istana Maimon.
Berikut berbagai unsur bangunan bersejarah Istana Maimon, (sumber:
diakses 24 oktober 2014):
1. Pondasi
Pondasi yang digunakan pada bangunan Istana Maimon adalah pondasi
masif. Hal ini berbeda dengan rumah panggung yang umumnya digunakan pada
bangunan tradisional melayu.
Walaupun sudah menggunakan pondasi masif, namun penggunaan ruang
pada keletakan ruang jamuan istana, tetap berada di lantai 2. Sedangkan lantai 1
justru digunakan sebagai penjara dan gudang.
2. Lantai
Bangunan Istana Maimon terdiri dari tiga tingkat dan memiliki tiga jenis
lantai yang dibagi menurut bahan pembuatnya. Lantai jenis pertama terbuat dari
batu yang dilapisi pasir dan semen. Lantai dari jenis ini digunakan untuk
menutupi seluruh lantai 1 bangunan. Lantai yang terbuat dari semen ini berwarna
abu-abu gelap.
Lantai jenis kedua, terbuat dari bahan marmer. Lantai jenis ini digunakan
pada bangunan utama lantai dua. Gambar-gambar yang digunakan untuk
membentuk motif marmer adalah gabungan bentuk geometris dan bentuk tanaman
yang sudah dibentuk sedemikian rupa atau dalam seni rupa Islam disebut dengan
arabesque. Hal ini dipengaruhi dengan kuatnya pengaruh Islam pada budaya
melayu, sehingga motif-motif berbentuk manusia dan hewan tidak diizinkan untuk
digambarkan.
Lantai jenis ketiga, terbuat dari bahan kayu yang dicat dengan warna
coklat kemerah-merahan. Lantai jenis ini terdapat di seluruh teras beratap
bangunan lantai 2, dan seluruh lantai bangunan tingkat ketiga.
Terdapat lima jenis motif marmer yang digunakan, empat motif
merupakan jenis motif bersambung sedangkan satu jenis lagi merupakan marmer
Tangga utama ini berada tepat di depan bangunan utama. Keempat motif lain akan
dijelaskan sebagai berikut:
Motif marmer pertama dihias dengan bentuk sulur yang saling membelit.
Bagian atas dan bawah sulur diberi masing-masing sepasang garis merah dan biru
yang sejajar. Untuk menciptakan pola dari motif ini adalah dengan cara
menyambung motif sebelumnya, dengan motif sama yang sudah dibalikkan 180
derajat, demikian seterusnya. Pola ini cocok digunakan sebagai pembatas karena
sifat polanya yang memanjang. Untuk selanjutnya motif ini dinamakan motif
sulur. Marmer sulur dapat ditemukan di balairung, di daerah yang dekat
pintu-pintu keluar.
Motif marmer kedua dihias dengan bentuk dua kelopak bunga berwarna
emas yang terpotong. Ruang kosong diantara kelopak tersebut bagian diberi
hiasan daun-daun kecil berwarna biru. Untuk menciptakan pola dari motif ini
adalah dengan menyambung empat motif untuk menciptakan satu bunga utuh.
Caranya adalah dengan memutar motif selanjutnya 90 derajat searah jaruh jam.
Untuk selanjutnya motif ini dinamakan motif kelopak bunga. Marmer motif
kelopak bunga dapat ditemukan di balairung, di daerah yang dekat dengan
pintu-pintu keluar.
Motif marmer ketiga dihias dengan 3 bentuk seperempat lingkaran yang
disusun melebar dengan pusatnya terletak di sudut marmer. Lingkaran yang
terletak ditengah kemudian ditumpuk dengan bentuk geometris belah ketupat.
Sebuah garis panjang yang menghubungkan lingkaran dalam lingkaran terluar
dari motif ini, cara yang dilakukan sama dengan cara motif kedua, yaitu dengan
menyambung 4 motif secara terpusat untuk menciptakan satu lingkaran utuh.
Untuk selanjutnya motif ini dinamakan lingkaran lidah api. Marmer motif ini
digunakan untuk menutupi lantai pada ruang penghubung antara ruang jamuan
dan balairung.
Motif marmer keempat dihias dengan 4 bentuk seperempat oktagonal, 2
bentuk bintang, 2 bentuk lingkaran, dan 2 bentuk oktagonal bergerigi, yang
disusun sedemikian rupa sehingga apalagi 4 marmer motifnya disusun akan
membentuk 3 bentuk oktagonal yang saling bertumpuk, yang dikelilingi 4 bentuk
bintang. Untuk menciptakan pola dari motif ini, cara yang dilakukan sama dengan
cara pada marmer motif kedua dan ketiga, yaitu dengan menyambung 4 motif
secara terpusat untuk menciptakan satu bentuk oktagonal utuh. Untuk selanjutnya
motif ini dinamakan motif oktagonal. Motif oktagonal ini digunakan untuk
melapisi seluruh lantai pada teras utama di lantai dua.
3. Dinding
Menutur Dictionary of Architecture and Building construction yang
diterbitkan oleh Architectural Press, dinding adalah konstruksi vertikal yang
berfungsi membagi atau menutup ruang di dalam bangunan.
Dinding bangunan Istana Maimon memiliki tinggi 3,5 meter. Dinding pada
bangunan lantai 1 dan bangunan induk lantai 2 terbuat dari tembok. Namun pada
Seluruh dinding luar bangunan lantai 1 dicat dengan menggunakan warna
putih polos, sedangkan dinding luar bangunan lantai 2 dicat dengan menggunakan
dua warna, kuning pada bagian bawah, dan putih pada bagian atas. Batas antara
warna kuning dan putih pada dinding diberi hiasan motif tanaman tembakau
berwarna kuning. Motif yang sama juga ditemukan menghiasi kapital pilaster
yang terdapat di ruang balairung Istana. Namun motif tersebut sudah diberi warna
dan bentuk yang lebih kaya.
Sisi timur (depan) bangunan Istana, dikelilingi barisan tiang dan
lengkungan atau yang disebut juga sebagai arcade. Sisi luar arcade di lantai 1
dilapis dengan cat berwarna hijau tua, sedangkan sisi luar arcade di lantai 2 dilapis
dengan cat berwarna kuning terang. Motif yang berbeda ditemukan di arcade
terdepan yang berada tepat di depan tangga utama (timur). Sisi luar bagian atas
arcade dihias dengan motif belah ketupat, yang ditumpuk dengan motif bungan 8
kelopak, dan ditumpuk lagi dengan bentuk bintang 8 arah yang hampir membulat.
Adapun warna dasar motif tersebut tetap berwarna hijau tua.
Seluruh dinding dalam bangunan lantai 1 dicat dengan menggunakan
warna putih polos, sedangkan dinding dalam bangunan lantai 2 dicat dengan
beberapa warna dan motif. Pola hiasan seluruh dinding dapat dijabarkan sebagai
berikut: motif pertama berukuran 50 cm dan berada di bagian bawah dinding,
motif kedua adalah cat kuning polos berukuran tinggi 1 meter. Kedua motif
tersebut dipisahkan kayu yang sudah dibentuk dan dicat dengan tinggi sekitar 7,5
cm. Motif ketiga adalah motif semut beriring. Motif ini berukuran tinggi 7,5 cm,
ruangan yang terletak di sisi luar arcade dalam. Motif keempat adalah motif
tanaman tembakau setinggi 20 cm. Motif kelima mulai digunakan diatas motif
tanaman tembakau hingga ke dinding bagian atas. Selain bentuk tanaman
tembakau dan semut beriring, bentuk lain yang banyak digunakan untuk
menghiasi dinding bangunan adalah bentuk kelopak bunga, sulur, sangkar, dan
oktagonal.
4. Jendela
Bangunan Istana Maimon memiliki 39 jendela dengan pembagian pada
bangunan induk lantai 1 terdapat 13 jendela, bangunan induk lantai 2 terdapat 10
jendela, 8 jendela masing-masing terdapat di bangunan sayap kiri dan kanan.
5. Pintu
Menutur Dictionary of Architecture and Building construction yang
diterbitkan oleh Architectural Press, pintu adalah bukaan pada dinding yang
memiliki bagian yang dapat ditarik, didorong atau digeser, yang memungkinkan
akses dari satu ruang ke yang lain.
6. Ventilasi
Ventilasi atau lubang angin yang digunakan pada bangunan istana terdiri
dari 5 tipe:
1. Tipe 1, bingkainya berbentuk kipas dengan lubang angin berbentuk seperti
2. Tipe 2 bingkainya juga berbentuk kipas namun lubang anginnya berbentuk
seperempat lingkaran yang diisi dengan kisi-kisi kayu.
3. Tipe 3, bingkainya berbentuk persegi panjang dengan lubang angin berbentuk
persegi panjang yang ujung-ujungnya membulat
4. Tipe 4, bingkainya berbentuk persegi panjang dengan lubang angin berbentuk
persegi panjang.
5. Tipe 5, bingkainya berbentuk persegi panjang dengan lubang angin berbentuk
lingkaran-lingkaran yang salin bersinggungan. Motif lubang angin ini disebut
dengan nama motif kawung.
6. Tipe 6, bingkainya berbentuk lengkungan dengan angin berbentuk bintang
sepuluh.
7. Pagar Langkan (balustrade)
Pagar langkan atau balustrade adalah pagar yang berfungsi untuk
membatasi teras atau balkon pada bangunan bertingkat. Pada bangunan Istana
Maimon terdapat 4 tipe pagar langkan, yaitu pertama seperti huruf kapital Y yang
sambung-menyambung; kedua seperti belati yang saling berhadapan; ketiga
tersusun dari bentuk setengah lingkaran, persegi panjang lingkaran penuh, persegi
panjang dan setengah lingkaran; keempat susunan dari bentuk geometris oval,
8. Tangga
Terdapat 2 jenis pagar di Istana Maimon menurut bahan pembuatannya.
Tangga pertama adalah tangga semen yang dilapisi marmer. Tangga ini menjadi
penghubung antara halaman depan dan teras lantai 2.
Jenis tangga kedua adlah yang berbahan kayu. Tangga ini terletak di empat
tempat. Satu berada di teras belakang (dekat bangunan sayap kiri), satu berada di
belakang bangunan sayap kiri, satu tangga kayu berada di sebelah kamar jamuan,
dan tangga kayu terakhir berada di bangunan sayap kanan.
Baik tangga kayu dan batu memiliki bentuk yang relatif sama, hanya saja
lebar tangga kayu lebih sempit dibandingkan tangga batu. Apabila pembatas
tangga batu adalah dinding dan pagar langkan, maka tangga kayu memiliki bentuk
pembatas sendiri. Pembatas tersebut berupa susunan kayu-kayu lonjong yang
bagian tengahnya dibentuk. Kayu-kayu lonjong tersebut saling dihubungkan
dengan papan yang dibentuk sedemikian rupa agar nyaman untuk dipegang.
9. Arcade
Arcade adalah sebuah lengkungan yang saling menyambung yang
dinaikkan dengan kolom atau pilar. Sebuah jalan yang ditutupi dengan
lengkungan di satu sisi atau kedua sisi. Ada lengkungan yang berbentuk tapal
kuda, berbentuk setengah lingkaran, berbentuk setengah lingkaran bergerigi, dan
10. Pilaster
Pilaster adalah Dekoratif fitur yang mengimitasi pilar namun sebenarnya
bukan struktur penyangga, memiliki dasar, shaft, dan capital (bagian-bagian dari
sebuah kolom) dan kemungkinan dibangun sebagai proyeksi dari dinding tersebut.
11. Langit-langit
Pada bangunan Istana Maimon, terdapat dua jenis langit-langit apabila
dilihat dari bahan baku yang digunakan.
1. Langit-langit berbahan kayu
2. Langit-langit berbahan tembok
12. Atap
Atap adalah bangunan yang berfungsi menutupi bagian sisi atas bangunan.
Atap bangunan Istana Maimon berbentuk limasan dan kubah. Atap kubah
jumlahnya ada tiga dan terletak di sisi timur Istana. Sedangkan bagian lain,
ditutupi dengan atas limasan.
Bahan yang digunakan untuk membentuk kubah adalah kayu, sedangkan
atap limasan terbuat dari ijuk atau sirap. Atap bangunan di sisi barat atau belakang
terbuat dari seng.
Ujung-ujung atap yang menutupi teras, dihias dengan bentuk gantungan
atap pucuk rebung. Ujung atap kubah, dihias dengan motif gantungan yang
gantungan atap yang bentuknya seperti sarang lebah. Berikut contoh gambar di
dalam balirung Istana Maimon:
(Gambar 4.1) (Gambar 4.2)
Menurut pengkategorian cagar budaya yang disebutkan dalam UU No. 11
tahun 2010, Istana Maimon dapat dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya
yang hanya terdiri dari satu bangunan (atau dapat disebut juga sebagai bangunan
tunggal). Adapun fungsi dari situs ini pada masa lalu adalah sebagai bangunan
pusat pemerintahan.
Berdasarkan wujudnya, Istana Maimon dikategorikan sebagai cultural
tangible heritage atau warisan dunia buatan manusia (kebudayaan) yang memiliki
wujud. Namun selain mewakili cultural tangible heritage, Istana Maimon
sebenarnya juga menjadi pusat pemeliharaan budaya tak wujud melayu. Hal ini
4.3.3 Atraksi Drama Tarian Melayu oleh Sanggar Tari Sri Indra Ratu di Istana
Maimon
Tari Tiga Serangkai adalah salah satu peninggalan budaya dari Kesultanan
Deli yang dilestarikan hingga kini. Didalam tari tiga serangkai ini terdapat 3 tari
masing masing diawali dengan Kuala Deli (lenggang patah sembilan) dilanjutkan
dengan Tari Mak Inang Pulau Kampai dan diakhiri dengan Tari Serampang XII.
Tari tiga serangkai menggambarkan awal perkenalan sepasang muda-mudi
melayu yang ramah dan bersahabat tari Kuala Deli, kemudian dilanjutkan dengan
pertunangannya ditamsilkan denga Tari Mak Inang Pulau Kampai tentu diakhir
dengan pernikahan/perkawinan ditamsilkan dengan tari Serampang XII. Tari ini
diciptakan oleh Alm. Sayuti serta dikembangkan oleh Alm. T.Syita Saritsa salah
seorang keluarga Istana Maimun dengan sanggar tarinya yang bernama Sri Indra
ratu.
Berikut hasil dokumentasi yang diambil di Istana Maimon:
(Gambar 4.4)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari data yang telah disampaikan sebelumnya, maka selanjutnya sebagai
penutup penulis menyampaikan beberapa kesimpulan dari apa yang telah
diuraikan pada bagian-bagian terdahulu. Untuk lebih jelasnya marilah kita lihat
beberapa poin kesimpulan dari karya ilmiah ini, yaitu antara lain:
1. Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu proyek untuk
menambah pendapatan negara. Dalam usaha untuk mencapai tujuan
tersebut, Indonesia yang memiliki kekayaan budaya daerah, upacara
adat, busana daerah (yang juga menjadi bagian busana nasional),
kesenian daerah, peninggalan sejarah, keberadaan bangunan-bangunan
bersejarah serta berbagai macam sektor alam yang dimilikinya akan
menjadi potensi-potensi yang dapat menjadi daya tarik wisata dan
menjadi ‘modal’ utama bagi kepariwisataan bila dikemas dan disajikan
secara professional tanpa “merusak” nilai-nilai dan norma-norma
budaya aslinya. Budaya tidak hanya mengenai kesenian yang “adi
luhung”, tetapi juga adat-istiadat masyarakat, kebiasaan, busana, dan
lain-lain yang khas, yang tidak ditemui di daerah atau Negara asal
2. Potensi yang ada dalam bangunan bersejarah seperti Istana Maimon
yaitu seperti potensi budaya dan sejarahnya yang termasuk dalam
bidang ilmu pengetahuan terkait dalam arkeologi, arsitektur, sumber
daya budaya, dan dalam bidang sejarah. Potensi-potensi itu dapat
dilihat dengan adanya keterkaitan sejarah singkat berdirinya Istana
Maimon yang menjadi perjalanan sejarah Kota Medan, urutan
nama-nama Raja Sultan Deli yang ke-1 sampai ke-14 (sekarang) yang
harusnya diketahui masyarakat Kota Medan khususnya sebagai
masyarakat asal Medan yang menjadi keistimewaannya yaitu adanya
peradaban yang sampai sekarang dikenal oleh masyarakat, bahwa
Raja-raja inilah yang mendirikan Istana Maimon juga mempertahankan
wilayah Kota Medan dengan menjadi Kepala Negara, Wakil Kepala
Pemerintahan, Kepala adat dan Kepala Pengadilan.
3. Selain dari sejarah-budayanya, campuran adat budaya barat dan timur
yang menjadi satu hal yang berpotensi, karena adanya campuran adat
Melayu Deli, Persia, Timur Tengah, Mongolia, dan Eropa Barat.
4. Kemudian, potensi bangunan bersejarah Istana Maimon ini memiliki
kaitan dengan cerita asal mulanya daerah deli tua dengan cerita rakyat
Putri Hijau.
5.2 Saran
Setelah penulis membuat suatu kesimpulan, maka ada baiknya penulis juga
Bersejarah Istana Maimon Sebagai Aset Pariwisata di Kota Medan, yaitu sebagai
berikut :
1. Memperluas dan sering melakukan promosi wisata pada potensi yang
dimiliki bangunan Istana Maimon
2. Seharusnya adanya kesadaran dari pihak lingkungan Istana sendiri
untuk mengelola kebersihan lingkungan Istana Kerajaan. Contohnya,
Istana akan terlihat seperti Istana Kerajaan jika pihak keluarga dari
Istana tersebut menjaga agar tidak timbul kesan yang negatif dari
wisatawan. Kesan negatif tersebut seperti adanya aktivitas berjualan
makanan yang menimbulkan kesan tidak adanya menjaga kebersihan
lingkungan Istana sendiri.
3. Kemudian kebijakan pemerintah harusnya juga ada, seperti ikut
melestarikan bangunan Istana Maimon dan membantu pihak pengelola
kerajaan dalam merenovasi ataupun menjaga nilai budaya dan nilai
BAB II
URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN
2.1 Definisi Pariwisata
Kata pariwisata baru popular pada tahun 1958. Sebelum itu digunakan
kata turisme, serapan dari Bahasa Belanda “tourisme”. Sejak 1958 resmilah kata
pariwisata sebagai padanan tourisme (Bld) atau tourism (Ing). Perkembangan dan
pengayaan makna selanjutnya adalah hadirnya istilah darmawisata, karyawisata,
widyawisata, yang semuanya mengandung unsure “wisata”. Menurut KBIK
(1992) (dalam Warpani, 2007 : 5) kata wisata (vi Skr) berarti: bepergian
bersama-sama untuk bersenang-senang dan sebagainya; bertamasya; piknik; wisatawan (n)
adalah orang yang berdarmawisata; pelancong; turis. Yoeti mengartikan wisata
adalah perjalanan sebagai padanan kata ‘travel’ sehingga wisatawan adalah
‘traveller’, orang yang melakukan perjalanan.
Yoeti (1988) (dalam Warpani, 2007 : 5-6) mengutip berbagai pengertian
pariwisata menurut para ahli seperti di bawah ini, yaitu:
1. Wahab (1992) (dalam Warpani, 2007 : 6), memandangnya sebagai
suatu kegiatan kemanusiaan berupa hubungan antarorang baik dari
negara yang sama atau antarnegara atau hanya dari daerah geografis
yang terbatas. Di dalamnya termasuk tinggal untuk sementara waktu di
kebutuhan kecuali kegiatan untuk memperoleh penghasilan, meskipun
pada perkembangan selanjutnya batasan “memperoleh penghasilan”
menjadi kabur.
2. Hans Buchli (dalam Warpani, 2007 : 6), mendefinisikan bahwa
pariwisata adalah setiap peralihan tempat yang bersifat sementara dari
seseorang atau beberapa orang dengan maksud memperoleh pelayanan
yang diperuntukkan bagi kepariwisataan itu oleh lembaga-lembaga
yang digunakan untuk maksud tetentu.
3. Menurut Prof. Kurt Morgenroth (dalam Warpani, 2007 : 6), pariwisata
dalam arti sempit adalah lalu lintas orang-orang yang meninggalkan
tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk berpesiar di tempat
lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan
kebudayaan, guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya atau
keinginan yang beraneka ragam dari pribadinya.
4. Gluckmann (dalam Warpani, 2007 : 6), pariwisata diartikan
keseluruhan hubungan antara manusia yang hanya berada untuk
sementara waktu dalam suatu tempat kediaman dan berhubungan
dengan manusia-manusia yang tinggal di tempat itu.
5. Menurut Dr. Hubbert Gulden (dalam Yoeti, 1996 : 117), “Pariwisata
merupakan suatu seni dari lalu lintas dimana manusia berdiam di suatu
tempat asing untuk maksud tertentu, tetapi dengan kediamannya itu
selama-lamanya atau meskipun sementara waktu, yang sifatnya masih
berhubungan dengan pekerjaan”.
Berbagai definisi yang dikutip menunjukkan beragam aspek yang menjadi
titik tolak pandangan masing-masing ahli dalam mendefinisikan pengertian
pariwisata. Kemudian ada kesamaan yang dapat ditangkap dari definisi-definisi
tersebut, yakni meninggalkan tempat kediamannya sehari-hari pergi ke tempat
lain untuk tinggal sementara waktu dan bukan mencari nafkah di tempat yang
dikunjungi. Selain itu pariwisata juga dapat dikatakan sebagai sebuah industri jasa
dalam bentuk pelayanan yang diberikan pada wisatawan sehingga pariwisata
dikenal dengan industri tanpa asap.
Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapt (dalam Yoeti, 1996 : 115) memberikan
batasan yang bersifat teknis yaitu sebagai berikut : “Pariwisata adalah keseluruhan
dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang
asing serta penyediaan tempat tinggal sementara asalkan pendiaman itu tidak
tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang sifatnya
sementara tersebut”.
Dalam buku Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah, kata ‘wisata’ dan
‘pariwisata’ digunakan secara bergantian sesuai dengan istilah baku; wisata dan
pariwisata hanya mengandung arti yang berkaitan dengan tourism. Untuk padanan
travel akan digunakan kata ‘kelana’ menurut KBIK (1991) (dalam Warpani,
kuno. Dengan demikian tidak ada lagi kerancuan. Wisatawan adalah tourist,
pengelana atau kelana adalah traveler.
Dalam memandang kompleksitas kepariwisataan, menurut Leiper (dalam
Marpaung, 2002:28) mengemukakan 3 elemen kepariwisataan, yaitu kegiatan
wisatawan, sektor-sektor industri dan letak geografis dari daerah tujuan wisata
yang diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Wisatawan, merupakan pelaku utama dalam sistem ini. Pariwisata
merupakan suatu pengalaman manusia yang menyenangkan dan
membantu membuang rasa jenuh dari kehidupan sehari-hari yang
bersifat rutin dan membosankan.
2. Letak Geografis, dalam sistem ini terdapat 3 daerah utama, yaitu:
a. Daerah Asal Wisatawan (DAW), yaitu daerah yang
membangkitkan kunjungan wisatawan menuju daerah atau negara
tertentu. Di daerah ini wisatawan dirangsang dan dimotivasi untuk
pergi ke suatu objek dan daya tarik wisata tempat wisatawan
memperoleh segala informasi yang dibutuhkan menyangkut
kepergiannya dalam melakukan perjalanan wisata.
b. Daerah Tujuan Wisata (DTW), dalam banyak hal merupakan akhir
dari perjalanan wisata, di tempat wisata pengaruh yang kuat dari
kepariwisataan akan banyak dirasakan. Di tempat inilah wisatawan
mengimplementasikan rencana dan tujuan utama perjalanan
c. Daerah rute transit, daerah ini merupakan daerah antara tempat
persinggahan sementara bagi wisatawan yang sedang melakukan
perjalanan. Tidak menutup kemungkinan bahwa daerah ini menjadi
tujuan akhir dari perjalanan wisatawan dikarenakan beberapa
alasan sehingga wisatawan tidak melanjutkan perjalanannya ke
daerah wisata yang dituju.
3. Industri Pariwisata, bagian ini dipandang sebagai kegiatan perusahaan
dari organisasi yang menyangkut pengantar produk kepariwisataan.
Adapun yang termasuk dalam industri pariwisata adalah industri yang
terkait dengan penyelenggaraan kegiatan wisata untuk melayani
wisatawan sejak keberangkatan dari tempat asal hingga tiba di tempat
tujuan, seperti: biro perjalanan wisata, transportasi, hotel, toko,
cinderamata, dll.
Ketiga elemen yang disebutkan di atas saling berinteraksi satu dengan
yang lain, tidak hanya sebagai pengantar produk pariwisata tetapi juga dalam hal
transaksi dan daya tarik dari pariwisata itu sendiri.
Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat dipahami dari banyak
pendekatan. Dalam Undang-undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan dijelaskan bahwa:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, dan pemerintah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul
sebagai kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan pengusaha.
5. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa
bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan
pariwisata.
6. Pengusaha pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang
melakukan kegiatan usaha pariwisata.
7. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling
terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi
Menurut WTO (1999:5), dikutip dari
diakses 18 november 2013) yang dimaksud dengan pariwisata adalah sebagai
berikut:
a. Tourism-activities of person traveling to and staying in places outside
their usual environment for not more than one consecutive year for
leisure, business and other purpose;
Pariwisata dapat diartikan sebagai kegiatan manusia yang melakukan
perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan
kesehariannya. Perjalanan wisata ini berlangsung dalam jangka waktu
tidak lebih dari satu tahun secara berturut-turut untuk tujuan
bersenang-senang, bisnis dan lainnya.
b. Visitor-any person traveling to a place other than that of his/her usual
environment for less than 12 consecutive months and whose main
purpose of travel is not to work for pay in the place visited;
Dapat diartikan pengunjung adalah siapa pun yang melakukan
perjalanan ke daerah lain di luar dari lingkungan kesehariannya dalam
jangka waktu tidak lebih dari 12 bulan berturut-turut dan tujuan
perjalanan tidak untuk mencari nafkah di daerah tersebut.
c. Tourist-overnight visitor, visitor staying at least one night in a
Wisatawan merupakan pengunjung yang menginap atau pengunjung
yang tinggal di daerah tujuan setidaknya satu malam di akomodasi
umum ataupun pribadi.
d. Same day visitor-excursionists, visitor who does not spend the night in
a collective or private accommodation in place visited;
Pengunjung harian adalah ekskursionis, pengunjung yang tidak
bermalam di akomodasi umum atau pribadi di daerah tujuan.
Definisi-definisi itu menjabarkan unsur-unsur penting dalam
kepariwisataan seperti berikut ini:
1. Jenis kegiatan yang dilakukan dan tujuan kunjungan
2. Lokasi kegiatan wisata
3. Lama tinggal di daerah tujuan wisata
4. Fasilitas dan pelayanan yang dimanfaatkan yang disediakan oleh usaha
pariwisata.
2.2 Pengertian Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan, daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi
pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas
terwujudnya kepariwisataan. Kemudian kawasan yang dijadikan sebagai tujuan
wisata disebut objek wisata. Objek wisata dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Objek wisata alam, antara lain pemandangan alam pegunungan, cagar
alam, danau, pantai, kawah gunung api, sumber air panas, flora, dan
fauna.
2. Objek wisata rekreasi, antara lain kolam luncur, kolam renang, waduk,
dan taman rekreasi.
3. Objek wisata budaya, antara lain benteng kuno, masjid kuno, gereja
kuno, museum, keratin, monumen, candi, kesenian daerah, rumah adat,
dan upacara adat.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan, Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan
hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
Adapun di dalam buku Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah (dalam Warpani,
2007:45), dijelaskan bahwa daya tarik wisata yang dimiliki suatu destinasi
pariwisata atau daerah tujuan wisata (DTW), yakni sesuatu yang dapat dilihat,
misalnya pemandangan alam, peninggalan purbakala, pertunjukan; atau sesuatu
yang dapat dilakukan, misalnya rekreasi, olahraga, meneliti, atau sesuatu yang
dapat dibeli, yakni barang-barang unik atau cenderamata. Selain itu dapat pula
sesuatu yang dapat dinikmati, misalnya udara sejuk bebas pencemaran, pelayanan
istimewa; atau sesuatu yang dapat dimakan, misalnya makanan atau minuman
seseorang dan/atau sekelompok orang mengunjungi suatu tempat karena sesuatu
itu memiliki makna tertentu, misalnya: lingkungan alam, peninggalan atau tempat
sejarah, peristiwa tertentu. Selain itu daya tarik wisata adalah “sesuatu” yang ada
di lokasi destinasi/tujuan pariwisata yang tidak hanya menawarkan/menyediakan
sesuatu bagi wisatawan untuk dilihat dan dilakukan, tetapi juga menjadi magnet
penarik seseorang untuk melakukan perjalanan [Gunn; 1988:107]. Ciri utama
daya tarik wisata adalah tidak dapat dipindahkan, dan untuk menikmatinya
wisatawan harus mengunjungi tempat tersebut.
Dalam buku Pengantar Ilmu Pariwisata (dalam Yoeti, 1996:172-176)
dijelaskan bahwa dalam literatur kepariwisataan luar negeri tidak dijumpai istilah
objek wisata seperti yang biasa dikenal di Indonesia. Untuk pengertian objek
wisata mereka lebih banyak menggunakan istilah “tourist attractions”, yaitu segala
sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah
tertentu. Kemudian segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang
merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke suatu tempat
daerah tujuan wisata, diantaranya ialah:
1. Tata cara hidup manusia (the way of life)
2. Hasil ciptaan manusia (man made supply) berupa benda-benda
bersejarah, kebudayaan dan keagamaan.
3. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta (natural
amenities) antara lain:
c. Hutan belukar
d. Fauna dan flora
e. Pusat-pusat kesehatan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa objek wisata adalah
unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia
dan sumberdaya buatan yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya
tarik untuk menjadi sasaran wisata.
2.3 Sejarah Perjalanan Manusia
Dalam buku Pengantar Ilmu Pariwisata (dalam Yoeti, 1996:1), dijelaskan
sejarah perjalanan manusia digerakkan oleh perasaan lapar dan haus, perasaan
ingin tahu, gila kehormatan, dan kekuasaan, akhirnya manusia tersebar ke seluruh
dunia sebelum mereka dapat membaca dan menulis. Dengan makanan dan
persediaan yang minim, dengan roda-roda yang digerakkan oleh
binatang-binatang, lambat laun perjalanan yang mereka lakukan cukup berarti. Sering
bepergian dan sering pula tidak kembali ke tempat asalnya. Jalan raya yang
pertama dibuat, dijumpai di Tiongkok, sewaktu pemerintahan dinasti Chou
(221-122 B C), dimana pengangkutan darat telah diatur oleh pemerintah untuk
kepentingan penduduk waktu itu. Selain dari Tiongkok, sistem jalan raya juga
dijumpai di Timur Tengah yang dibangun oleh Kerajaan Persia kira-kira tahun
560-339 BC, yaitu dari kaki gunung Zagrep sampai ke laut Aegean. Adanya
mengunjungi atau bepergian dari suatu daerah ke daerah lain, walau dalam ruang
yang amat terbatas.
Orang pertama yang dianggap traveler (dalam Yoeti, 1996: 6-7)
berdasarkan data sejarah, adalah Marco Polo (1254-1324) yang telah menjelajahi
jalan raya dari benua Eropa ke Tiongkok dan kemudian kembali ke Venesia. Pada
permulaan abad ke XIV, tepatnya hari selasa tanggal 14 juni 1325, jejak Marco
Polo ini diikuti oleh seseorang yang kita kenal dengan nama Ibnu Battutah. Ia
berangkat dari Tangier, Afrika Utara menuju Mekah dan Medinah. Ia menamakan
dirinya The First Traveller of Islam. Kemudian muncul Christoper Columbus
(1451-1506) yang melakukan perjalanan dengan perahu berbendera Spanyol, pada
tanggal 12 oktober 1492 mendarat di pegunungan Guanahani yang sekarang
dikenal sebagai San Salvador. Dalam pelayarannya itu ia juga telah menemukan
Cuba tanggal 28 oktober 1492 dan Haiti pada tanggal 5 desember 1492 yang
kemudian dinamakannya Hispaniola. Dalam expedisinya yang kedua ia
menemukan Puerto Rico dan kepulauan Antilen Kecil serta Yamaica, sedangkan
dalam expedisinya yang ketiga dijumpainya pula sungai Orinoco di Venezuela.
Ini merupakan penemuan besar yang dicatat dalam sejarah kehidupan manusia,
khususnya dalam melakukan perjalanan untuk menemukan sesuatu yang baru,
yang belum banyak diketahui orang. Di akhir abad ke XV, Portugal menunjuk
Alfonso d’Albuquerque, Vasco da Gama dan Fernando de Magelhaens untuk
menjelajah ke lima samudera.
shire (Inggris), dianggap sebagai orang pertama menemukan profesi Travel Agent
sebagai salah satu cabang usaha seperti yang kita kenal sekarang. Setelah melihat
dan mempelajari perkembangan transportasi yang semakin lengkap fasilitasnya,
ditambah banyaknya hotel yang didirikan, maka secara iseng-iseng ia
merencanakan suatu perjalanan wisata dengan kereta api. Tour yang paling
bersejarah yang pernah diselenggarakannya yaitu A Round Trip Excursion antara
kota Leincester dan Lougborough dengan biaya 1 shiling setiap orang pada
tanggal 5 juli 1841. Di luar dugaan pengikut tour tersebut mencapai jumlah lebih
kurang 500 orang. Dengan kepintarannya, ia kemudian mencarter kereta api untuk
keperluan tour tersebut. Tour yang diselenggarakannya itu mendapat sambutan
hangat sehingga usahanya itu dianggap sebagai pengatur perjalanan yang
terorganisasi pertama di dunia. Dengan dibukanya kantor Cook’s Travel Agent di
London pada tahun 1868 maka ia menjadi orang pertama yang ditunjuk sebagai
agen dari banyak perusahaan pengangkutan, termasuk agen kapal laut.
2.4 Klasifikasi Motif Wisata
Untuk mengadakan klasifikasi motif wisata harus diketahui semua atau
setidak-tidaknya semua jenis motif wisata. Akan tetapi tidak ada kepastian apakah
semua jenis motif wisata telah atau dapat diketahui. Tidak ada kepastian bahwa
apa yang dapat diduga dapat menjadi motif wisata atau terungkap dalam
penelitian-penelitian motivasi wisata (motivation research) itu sudah meliputi
semua kemungkinan motif perjalanan wisata. Pada hakikatnya motif orang untuk
Dalam buku Tourism, Principles, Practises, Philosophies, (1972:52),
(dalam Yoeti, 1996: 36-47) McIntosh mengklasifikasikan motif-motif wisata yang
dapat diduga menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Motif fisik, yaitu moif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan
badaniah, seperti olahraga, istirahat, kesehatan, dan sebagainya;
2. Motif budaya, yang harus diperhatikan di sini adalah yang bersifat
budaya seperti sekedar untuk mengenal atau memahami tata cara dan
kebudayaan bangsa atau daerah lain: kebiasaannya, kehidupannya
sehari-hari, kebudayaannya yang berupa bangunan, music, tarian dan
sebagainya;
3. Motif Interpersonal, yang berhubungan dengan keinginan untuk
bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, atau sekedar dapat melihat
tokoh-tokoh terkenal: penyanyi, penari, bintang film, tokoh politik dan
sebagainya;
4. Motif status atau motif prestise. Banyak orang beranggapan bahwa
orang yang pernah mengunjungi tempat lain itu dengan sendirinya
melebihi sesamanya yang tidak bepergian. Orang yang pernah
bepergian ke daerah-daerah lain dianggap atau merasa dengan
sendirinya naik gengsinya atau statusnya.
Klasifikasi McIntosh tersebut sudah tentu dapat disubklasifikasikan
menjadi kelompok-kelompok motif yang lebih kecil. Motif-motif yang lebih kecil
itu digunakan untuk menentukan tipe perjalanan wisata. Misalnya, tipe wisata
sejumlah subkelas motif wisata serta tipe wisatanya yang sering disebut sebagai
berikut:
a. Motif bersenang-senang atau tamasya
b. Motif rekreasi
c. Motif kebudayaan
d. Wisata olahraga
e. Wisata bisnis
f. Wisata konvensi
g. Motif spiritual
h. Motif interpersonal
i. Motif kesehatan
j. Wisata sosial
2.5 Bangunan-Bangunan Bersejarah dan Pariwisata Budaya
2.5.1 Bangunan Bersejarah
Peraturan mengenai perlindungan terhadap bangunan kuno yang ada di
Indonesia adalah Undang-undang RI tentang bangunan cagar budaya nomor 11
tahun 2010, pada pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan:
a. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs
Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air