• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Anak Kelas V Dan VI Di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amalyyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Anak Kelas V Dan VI Di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amalyyah"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK

TERHADAP KEJADIAN OBESITAS ANAK KELAS V DAN VI

DI SEKOLAH DASAR YAYASAN PENDIDIKAN

SHAFIYYATUL AMALIYYAH

Oleh :

GRACE DUMA MAWARNI HUTAHAEAN

100100124

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK

TERHADAP KEJADIAN OBESITAS ANAK KELAS V DAN VI

DI SEKOLAH DASAR YAYASAN PENDIDIKAN

SHAFIYYATUL AMALIYYAH

Oleh :

GRACE DUMA MAWARNI HUTAHAEAN

100100124

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Obesitas Anak

Kelas V dan VI di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

Nama : Grace Duma Mawarni Hutahaean NIM : 100 100 124

Dosen Pembimbing Dosen Penguji I

dr. Rita Evalina, Sp.A (K) Dr.dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes

NIP. 140360090 NIP 19690609 199903 2 001

Dosen Penguji II

dr. Flora M. Lubis, Sp.KK

NIP 19770323 200912 2 002

Medan, Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Prevalensi obesitas anak semakin meningkat dengan cepat. Anak yang obesitas berisiko untuk menjadi obesitas di masa dewasa dan berisiko untuk terkena diabetes, hipertensi, dyslipidemia, obtructive sleeep apnea, dan

osteoarthritis

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik terhadap kejadian obesitas anak di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah.

. Selain itu, obesitas pada anak dapat menimbulkan stress psikologis sehingga anak menjadi tidak percaya diri, prestasi akademik terganggu, dan penurunan fungsi sosial pada masa depan.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 100 anak yang diambil dengan cara consecutive sampling. Data diperoleh melalui formulir food frequency and recall (24 jam) dan formulir aktivitas fisik yang dianalisis dengan menggunakan Uji Chi Square.

Hasil analisis data bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah asupan energi (p=0,002), jenis makanan sumber lemak (p=0,001), frekuensi makan sumber karbohidrat (p=0,001), frekuensi makan sumber lemak (p=0,001), frekuensi makan makanan cepat saji (p=0,001), dan jenis aktivitas fisik (p=0,001) terhadap kejadian obesitas anak. Hasil analisis multivariat uji regresi logistik menunjukan aktivitas fisik merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian obesitas anak (p=0,005,PR=108,025,CI 95%:4,02-2901,94).

Sesuai dengan hasil penelitian disarankan pihak sekolah untuk melakukan kegiatan promosi kesehatan melalui kegiatan UKS untuk meningkatkan pengetahuan serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pola makan yang sehat dan aktivitas fisik secara teratur sehingga kejadian obesitas pada anak dapat dicegah.

(5)

ABSTRACT

The prevalence of obesity in children worldwide has been increasing rapidly. Obese children have higher risk to be obese in adulthood.Obesiy is associated with increased risk of diabetes, hypertension, dyslipidemia, obtructive sleep apnea, and osteoarthritis. In addition, childhood obesity can cause psychological stress which will lead poorly to the children’s self-esteem, academic, and social function in the future.

The aim of this research was to determine the relationship of diet and physical activity with the incidence of childhood obesity in Elementary School Education Foundation of Shafiyyatul amaliyyah.

Design of the research was Cross Sectional. Samples were 100 children that collected by consecutive sampling.The data were collected by distributing form food frequency and recall 24 hours,and form of physical activity. It was analyzed using Chi Square test .

The results of bivariate analysis of the data showed significant relationship between the amount of energy intake (p=0.002),type sources of fat (p=0.001),frequency of eating carbohydrate source (p=0.001), frequency of eating fat source (p=0.001), frequency eating fast food (p=0.001),and type of physical activity (p=0.001) and the incidence of child obesity. Results of multivariate logistic regression analysis showed that physical activity is the most dominant factor associated with the incidence of childhood obesity (p=0,005,PR=108,025, CI :95% 4,02-2901,94).

It was recommended that the school should do the health promotion to the students in order to increase their knowledge and foster their awareness about the importance of eating healthful food and doing physical activities routinely so that the incidence of obesity in children can be prevented.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR SKEMA ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Tipe Obesitas ... 5

2.1.3. Patogenesis ... 7

2.1.4. Komplikasi ... 9

2.2. Obesitas pada Anak 2.2.1. Gambaran Klinis ... 9

2.2.2. Penilaian Status Gizi ... 10

2.2.3. Kriteria Obesitas pada Anak ... 13

2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Obesitas ... . 14

2.2.5. Kebutuhan Gizi Anak ... 18

2.2.6. Penilaian Pola Makan pada Anak ... 20

2.2.7. Terapi ... 21

2.3. Anak Usia Sekolah 2.3.1. Karakteristik Anak Sekolah ... 22

2.3.2. Kebiasaan Makan Anak Sekolah Dasar ... 22

2.3.4. Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makan Anak ... 23

2.4. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Obesitas ... ...25

2.5. Pengaruh Pola Konsumsi terhadap Obesitas ... 26

BAB III. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 28

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 29

3.3. Hipotesis ... 31

(7)

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian ... 32

4.2.2. Tempat Penelitian... 32

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi ... 32

4.3.2. Sampel ... 33

4.4. Etika Penelitian ... 34

4.5. Uji Validitas dan Realibilitas ... 35

4.6. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer ... 35

4.4.2. Data Sekunder ... 37

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 37

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 40

5.1.2. Karakteristik Responden ... 41

5.1.3. Status Gizi Responden ... 41

5.1.4. Jumlah Asupan Energi ... 41

5.1.5. Jenis Makanan ... .42

5.1.6. Frekuensi Makan ... 42

5.1.7. Aktivitas Fisik ... 43

5.1.8. Hubungan Jumlah Asupan Energi terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 44

5.1.9. Hubungan Jenis Makanan terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 44

5.1.10. Hubungan Frekuensi Makan terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 47

5.1.11. Hubungan Jenis Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 51

5.1.12. Analisis Multivariat ... 52

5.2. Pembahasan 5.2.1. Hubungan Jumlah Asupan Energi terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 53

5.2.2. Hubungan Jenis Makanan terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 54

5.2.3. Hubungan Frekuensi Makan terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 57

5.2.4. Hubungan Jenis Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 61

5.2.5. Faktor Paling Dominan Berhubungan dengan Kejadian Obesitas Anak ... 63

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 64

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 65

6.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Kategori Status Berat Badan pada Anak Berdarkan CDC 2000 ... 14

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang dianjurkan untuk Anak Usia Sekolah... 19

Tabel 2.3. Anjuran Komposisi Energi dari Karbohidrat,Protein, dan Lemak ... 20

Tabel 3.1.Variabel dan Definisi Operasional ... 29

Tabel 5.1 Karakteristik sampel ... 41

Tabel 5.2 Status Gizi Responden ... 41

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Jumlah Asupan Energi ... 41

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Makanan Karbohidrat, Lemak, dan Protein ... 42

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Frekuensi Makan43 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Aktivitas Fisik 43 Tabel 5.7 Hubungan Jumlah Asupan Energi terhadap Kejadian Obesitas Anak .. 44

Tabel 5.8 Hubungan Jenis Makanan Karbohidrat terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 45

Tabel 5.9 Hubungan Jenis Makanan Lemak terhadap Kejadian Obesitas Anak 46 Tabel 5.10 Hubungan Jenis Makanan Protein terhadap Kejadian Obesitas Anak 47 Tabel 5.11 Hubungan Frekuensi Makan Sumber Karbohidra terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 48

Tabel 5.12 Hubungan Frekuensi Makan Sumber Lemak terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 48

Tabel 5.13 Hubungan Frekuensi Makan Sumber Protein ... 49

Tabel 5.14 Hubungan Frekuensi Makan Makanan Cepat Saji terhadap Kejadian Obesitas Anak ... 50

(9)

Tabel 5.16 Hubungan Jenis Aktivitas Fisik Ringan, Sedang, dan Berat terhadap Kejadian

(10)

DAFTAR SINGKATAN

AGRP : Agout Related Protein

AKG : Angka Kecukupan Gizi

AMDR : Aceptable Macronutrient Distribution Range

BMI : Body Mass Index

CARDIA : Coronary Artery Risk Development in Young Adults

CART : Cocain and Amphetamine Related Transcript

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

CKK : Cholesistokinin

CRH : Corticotrophin Releasing Hormone

EIH : Exercise Induced Hyperthermia

FFQ : Food Frequency Questionaire

GLP-1 : Glucagon like Peptide-1

HPA : Hipothalamus Pituitary Axis

IMT : Indeks Massa Tubuh

IOM : Institute of Medicine

MCR : Melano Cortin Reseptor

MSH : Melanocyte Stimulating Hormone

NHANES : National Health and Nutrition Examination Survey

NPY : Neuro Peptide Y

POMC : Propio Melano Cortin

PVN : Paraventrikuler

PYY : Peptide YY

(11)

URT : Ukuran Rumah Tangga

(12)

DAFTAR SKEMA

Nomor Judul Halaman

Skema 3.1.Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2: Lembar Penjelasan kepada Responden

Lampiran 3: Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Lampiran 4: Kuesioner Penelitian

Lampiran 5: Grafik CDC 2000

Lampiran 6: Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian

Lampiran 7: Kerangka Operasional

Lampiran 8: Anggaran Biaya Penelitian

Lampiran 9 : Master Data Penelitian

Lampiran 10: Hasil Output Data Penelitian

Lampiran 11: Lembar Konsultasi Proposal dan Hasil Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 12: Surat Izin Survei Pendahuluan

Lampiran 13: Surat Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 14: Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran USU

(14)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan kelimpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Hubungan Pola Makan dan

Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Obesitas Anak Kelas V dan VI di Sekolah

Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah”. Karya tulis ilmiah ini

merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Sarjana Kedokteran di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar

Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Dosen Pembimbing dr.Rita Evalina Rusli, Sp.A(K) yang telah menyediakan

waktu, memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Dosen penguji Dr.dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes dan dr.Flora M.Lubis ,

Sp.KK

4. Orang tua saya tercinta Juatner Hutahaean dan Saida Silalahi yang selalu

memberikan kasih sayang, dorongan moril maupun materil kepada penulis

untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

5. Kepada Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah yang telah

memberikan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian ini.

6. Kepada teman satu kelompok bimbingan penelitian, Marini Lubis yang telah

bersama-sama berjuang dan memberikan semangat dalam penyelesaian KTI

ini.

7. Kepada Tim Pelayanan UKM KMK USU UP FK, Fitriyani Simangunsong,

Maria, Marisa, dan Jane yang telah memberikan semangat dalam

(15)

Peneliti menyadari atas kekurangan dari karya tulis ilmiah ini. Oleh karena

itu, peneliti memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk melakukan

koreksi dan memberikan saran untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua untuk menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2013

(16)

ABSTRAK

Prevalensi obesitas anak semakin meningkat dengan cepat. Anak yang obesitas berisiko untuk menjadi obesitas di masa dewasa dan berisiko untuk terkena diabetes, hipertensi, dyslipidemia, obtructive sleeep apnea, dan

osteoarthritis

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik terhadap kejadian obesitas anak di Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah.

. Selain itu, obesitas pada anak dapat menimbulkan stress psikologis sehingga anak menjadi tidak percaya diri, prestasi akademik terganggu, dan penurunan fungsi sosial pada masa depan.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 100 anak yang diambil dengan cara consecutive sampling. Data diperoleh melalui formulir food frequency and recall (24 jam) dan formulir aktivitas fisik yang dianalisis dengan menggunakan Uji Chi Square.

Hasil analisis data bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah asupan energi (p=0,002), jenis makanan sumber lemak (p=0,001), frekuensi makan sumber karbohidrat (p=0,001), frekuensi makan sumber lemak (p=0,001), frekuensi makan makanan cepat saji (p=0,001), dan jenis aktivitas fisik (p=0,001) terhadap kejadian obesitas anak. Hasil analisis multivariat uji regresi logistik menunjukan aktivitas fisik merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian obesitas anak (p=0,005,PR=108,025,CI 95%:4,02-2901,94).

Sesuai dengan hasil penelitian disarankan pihak sekolah untuk melakukan kegiatan promosi kesehatan melalui kegiatan UKS untuk meningkatkan pengetahuan serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pola makan yang sehat dan aktivitas fisik secara teratur sehingga kejadian obesitas pada anak dapat dicegah.

(17)

ABSTRACT

The prevalence of obesity in children worldwide has been increasing rapidly. Obese children have higher risk to be obese in adulthood.Obesiy is associated with increased risk of diabetes, hypertension, dyslipidemia, obtructive sleep apnea, and osteoarthritis. In addition, childhood obesity can cause psychological stress which will lead poorly to the children’s self-esteem, academic, and social function in the future.

The aim of this research was to determine the relationship of diet and physical activity with the incidence of childhood obesity in Elementary School Education Foundation of Shafiyyatul amaliyyah.

Design of the research was Cross Sectional. Samples were 100 children that collected by consecutive sampling.The data were collected by distributing form food frequency and recall 24 hours,and form of physical activity. It was analyzed using Chi Square test .

The results of bivariate analysis of the data showed significant relationship between the amount of energy intake (p=0.002),type sources of fat (p=0.001),frequency of eating carbohydrate source (p=0.001), frequency of eating fat source (p=0.001), frequency eating fast food (p=0.001),and type of physical activity (p=0.001) and the incidence of child obesity. Results of multivariate logistic regression analysis showed that physical activity is the most dominant factor associated with the incidence of childhood obesity (p=0,005,PR=108,025, CI :95% 4,02-2901,94).

It was recommended that the school should do the health promotion to the students in order to increase their knowledge and foster their awareness about the importance of eating healthful food and doing physical activities routinely so that the incidence of obesity in children can be prevented.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan ataupun

abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Obesitas

terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang

(Sidartawan Sugondo, 2009). Obesitas merupakan suatu penyakit

multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan

sehingga dapat mengganggu kesehatan. WHO menyatakan bahwa obesitas

kini menjadi epidemi global sehingga menjadi masalah kesehatan yang

harus segera ditangani (Hidayati dkk, 2006).

Prevalensi obesitas di seluruh dunia baik di negara berkembang

maupun negara yang sedang berkembang meningkat dalam jumlah yang

mengkhawatirkan (Aneja A. dkk, 2004 ; Flier J.S & Flier E.M, 2008).

Prevalensi obesitas meningkat pada tahun-tahun terakhir. Prevalensi

obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade

terakhir meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14% dan pada tahun 2000

di Singapura didapatkan prevalensi obesitas anak umur 6-7 tahun sebesar

10,8%. Penelitian Damayanti dalam Lidia (2007) tentang obesitas anak

sekolah dasar pada sepuluh kota besar di Indonesia periode tahun

2002-2005 menunjukan bahwa tingkat prevalensi tertinggi kegemukan pada

anak usia sekolah dasar terdapat di Jakarta (25%), posisi kedua terdapat di

Semarang (24,3%), dan Medan menempati posisi ketiga (17,75%). Oleh

karena itu, obesitas pada anak merupakan masalah yang cukup

mengkhawatirkan di Indonesia, khususnya kota Medan sebagai salah satu

kota yang rentan terhadap kejadian obesitas.

Salah satu kelompok umur yang berisiko terhadap kejadian gizi

berlebih adalah kelompok usia sekolah. Penelitian Husaini dalam Hamam

(2005) mengemukakan bahwa dari 50 anak laki-laki yang mengalami

(19)

dewasa dan dari 50 anak perempuan yang mengalami obesitas terdapat

sebanyak 80% akan tetap mengalami obesitas pada masa dewasa. Obesitas

permanen cenderung akan terjadi bila muncul pada saat anak berusia 4-11

tahun sehingga sangat diperlukan upaya pencegahan terhadap obesitas

sejak dini.

Apabila peningkatan obesitas terus berlanjut dan tidak ditatalaksana

dengan baik maka pada tahun 2025 tidak mustahil penduduk Indonesia

akan menyandang gelar “Obesogenik”. Obesitas anak jelas menjadi

masalah kesehatan yang serius bukan hanya karena keberlanjutannya

menjadi obesitas dewasa, tetapi juga karena dampak negatif yang

ditimbulkan terhadap kesehatan (Soegih & Wiramihardja, 2009). Dampak

negatif tersebut antara lain berupa gangguan psikososial yang berakibat

pada rasa rendah diri, depresi dan menarik diri dari lingkungan. Selain itu,

obesitas menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik, gangguan pernafasan,

gangguan endokrin, obesitas yang menetap hingga dewasa, dan risiko

terhadap penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif tersebut antara lain

hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan sebagainya

yang pada akhirnya berujung pada penurunan kualitas hidup dan

peningkatan beban ekonomi keluarga dan negara (Justitia, 2012).

Perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan pola hidup

yang kurang gerak (sedentary life styles) sering ditemukan di kota-kota

besar di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan pola

makan masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak,

dan kolesterol, terutama makanan siap saji (fast food) yang berdampak

meningkatnya kejadian obesitas. Beberapa tahun terakhir terlihat adanya

perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas fisik,

seperti ke sekolah naik kendaraan, kurangnya aktivitas bermain dengan

teman, dan lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak

bermain di luar rumah sehingga anak lebih sering bermain

(20)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pola makan

dan aktivitas fisik terhadap kejadian obesitas anak kelas V dan VI,

mengingat kota Medan menduduki peringkat ketiga tertinggi di Indonesia

untuk kejadian obesitas pada anak. Berdasarkan pemaparan di atas maka

peneliti menganggap penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui

hubungan pola makan dan aktivitas fisik terhadap obesitas anak kelas V

dan VI di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas memberikan

dasar bagi peneliti untuk merumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada

hubungan pola makan dan aktivitas fisik terhadap obesitas anak kelas V dan

VI di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah?”

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pola makan

dan aktivitas fisik terhadap kejadian obesitas anak kelas V dan VI di

SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi hubungan jumlah asupan energi terhadap

kejadian obesitas pada anak kelas V dan VI di SD Yayasan

Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah.

2. Mengidentifikasi hubungan jenis makanan karbohidrat, lemak, dan

protein terhadap kejadian obesitas pada anak kelas V dan VI di SD

Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah.

3. Mengidentifikasi hubungan frekuensi makan sumber karbohidrat,

lemak, protein, makanan cepat saji, dan sumber serat terhadap

kejadian obesitas pada anak kelas V dan VI di SD Yayasan

(21)

4. Mengidentifikasi hubungan aktivitas fisik terhadap kejadian

obesitas pada anak kelas V dan VI di SD Yayasan Pendidikan

Shafiyyatul Amaliyyah.

1.3.3. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan

Kedokteran dan diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama

perkuliahan.

2. Bidang Akademis

Sumbangan dalam mengkaji masalah obesitas pada anak dan

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas.

3. Bidang Penelitian

Sebagai titik tolak penelitian lebih lanjut dalam hal pencegahan

obesitas pada anak.

4. Bidang Pelayanan Kesehatan

Data penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan untuk dalam menyusun program terpadu yang menyangkut

semua aspek yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan

obesitas pada anak.

5. Bagi SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

Data penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang

bermanfaat bagi pihak sekolah mengenai kejadian obesitas anak dan

(22)

metabolisme lemak dan glukosa, seperti penyakit diabetes

melitus, jantung koroner, stroke, perdarahan otak, dan

hipertensi.

Kegemukan yang tergolong tipe ginekoid memiliki

timbunan lemak pada bagian bawah tubuh, yaitu sekitar perut,

pinggul, paha, dan bokong. Kegemukan tipe ini banyak

diderita oleh perempuan. Jenis timbunan lemaknya adalah

lemak tidak jenuh, ukuran sel lemaknya kecil dan lunak. Tipe

ginekoid lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android

karena lebih kecil kemungkinannya untuk terserang penyakit

yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan glukosa.

Namun, orang dengan tipe obesitas ini lebih sulit untuk

menurunkan berat badan.

2. Berdasarkan kondisi sel

Penelitian oleh Hirsch dan Knittle dalam Purwati (2001)

menunjukan bahwa berdasarkan kondisi sel, kegemukan

dibagi menjadi beberapa tipe yaitu hiperplastik, hipertropik,

dan hiperplastik-hipertropik.

Pada tipe hiperplastik, seseorang memiliki jumlah sel

lebih banyak dibandingkan dengan kondisi normal, tetapi

ukuran selnya sama dengan ukuran sel normal. Kegemukan

tipe ini biasanya terjadi sejak masa kanak-kanak dan

penurunan berat badan akan sulit terjadi.

Kegemukan tipe hipertropik memiliki jumlah sel yang

normal, tetapi ukurannya lebih besar dari ukuran sel normal.

Kegemukan tipe ini biasanya terjadi setelah dewasa dan berat

badannya lebih mudah diturunkan daripada tipe hiperplastik.

Tipe hiperplastik-hipertropik memiliki jumlah dan

ukuran sel yang melebihi normal. Kegemukan ini berlangsung

(23)

dewasa. Penurunan berat badan pada tipe ini paling sulit dan

paling rentan terhadap timbulnya komplikasi.

2.1.3.Patogenesis

Keseimbangan pemasukan energi dari saluran cerna dan

penggunaan energi dari jaringan adiposa diatur oleh otak.

Keinginan untuk makan disesuaikan dengan penggunaan energi

agar berat badan tetap stabil. Otak menerima informasi mengenai

isi pencernaan dari usus dan metabolisme zat-zat makanan pada

hepar melalui nervus vagus. Peninggian konsentrasi glukosa

setelah makan menyebabkan penyampaian rangsang dari traktus

solitarius pada nukleus serabut saraf vagus diteruskan ke

hipotalamus dan komponen sistem limbik pada otak depan

(Stanley, 2005).

Pada hipotalamus, daerah yang berperan dalam proses

makan adalah nukleus lateral hipotalamus yang berperan sebagai

pusat makan (feeding center) dan nukleus ventromedial

hipotalamus yang berperan sebagai pusat kenyang (satiety center)

(Guyton, 2006). Selain itu, terdapat juga nukleus lain seperti

nukleus arkuatus yang terletak pada basal hipotalamus yang

memiliki reseptor untuk banyak hormon dan peptida yang dapat

mengatur rasa lapar dan nukleus paraventrikular (PVN) yang

berada dekat dengan ventrikel tiga hipotalamus anterior. PVN

merupakan tempat sekresi utama Corticotrophin-Releasing

Hormone (CRH) dan TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)

sehingga ia memegang peranan dalam integrasi sinyal nutrisi

dengan aksis HPA (Hipothalamus Pituitary Axis) dan tiroid

(Neary dkk, 2004).

Pada nukleus arkuatus, terdapat dua neuron yang berperan

dalam regulasi nafsu makan dan penggunaan energi yaitu neuron

propiomelanocortin (POMC) yang menghasilkan α-melanocyte

(24)

Amphetamine Related Transcript (CART) dan neuron yang

menghasilkan senyawa neuro peptide Y (NPY) dan Agouti

Related Protein (AGRP). Pengaktifan neuron POMC akan menyebabkan pelepasan α-MSH yang kemudian berikatan dengan

melanocortin receptor (MCR), terutama MCR-3 dan MCR-4

yang berada pada nukleus paraventrikular. Selanjutnya, rangsang

akan diteruskan ke nukleus traktus solitarius yang kemudian

menstimulasi aktivasi saraf simpatis sehingga terjadi penurunan

asupan makanan dan peningkatan penggunaan energi. Pelepasan

NPY dan AGRP akan menimbulkan hal yang berlawanan dengan

POMC melalui hambatan pada MCR-3 dan MCR-4 sehingga

muncul efek peningkatan asupan makanan dan penurunan

penggunaan energi (Guyton, 2006).

Asupan makanan dapat diatur melalui proses jangka pendek

ataupun jangka panjang. Regulasi jangka pendek dipengaruhi oleh

faktor distensi lambung dan faktor hormon gastrointestinal,

seperti kolesistokinin (CKK), peptida YY (PYY), glucagon-like

peptide-1 (GLP-1), dan ghrelin. Faktor-faktor tersebut

menimbulkan efek penekanan asupan makan, kecuali hormon

ghrelin. Ghrelin akan meningkatkan asupan makan dengan cara

merangsang pelepasan senyawa orexigenic seperti, NPY dan

AGRP. Pada regulasi jangka panjang, hormon yang paling

berperan ialah insulin dan leptin. Leptin akan dilepas dari adiposit

ke dalam darah ketika terjadi peningkatan jumlah jaringan

adiposa, kemudian leptin akan menembus sawar darah otak dan

menuju hipotalamus. Leptin memiliki efek menekan nafsu makan

melalui beberapa cara, yaitu menurunkan produksi NPY dan

AGRP, mengaktivasi neuron POMC, meningkatkan produksi

CRH yang akan menurunkan asupan makanan, dan menstimulasi

(25)

Pada orang-orang yang mengalami obesitas, terjadi keadaan

resistensi leptin dimana meskipun kadar leptin tinggi dalam

darah, namun reseptor leptin mengalami defek sehingga tidak

dapat berfungsi secara optimal. Studi lain juga menunjukan

bahwa disfungsi aksis saluran cerna-otak-hipotalamus melalui

jalur hormonal ghrelin/leptin merupakan faktor penyebab dari

sepuluh persen pada penderita obesitas (Schwarz, 2011).

2.1.4.Komplikasi

Obesitas memiliki berbagai komplikasi, antara lain penyakit

kardiovaskuler, diabetes melitus tipe 2 ,Obstructive sleep apnea,

gangguan ortopedik, dan risiko cukup tinggi untuk menjadi orang

dewasa gemuk (Hidayati, 2005).

2.2. Obesitas pada Anak

Kegemukan dapat terjadi pada setiap umur dan gambaran klinis

kegemukan pada anak dapat bervariasi dari yang ringan sampai sangat

berat.

2.2.1. Gambaran klinis

Adapun gambaran klinis anak yang mengalami obesitas

adalah sebagai berikut.

1. Pertumbuhan berjalan cepat atau pesat disertai adanya

ketidakseimbangan antara peningkatan berat badan yang

berlebih dibanding dengan tingginya.

2. Jaringan lemak bawah kulit menebal sehingga tebal lipatan

kulit lebih daripada yang normal dan kulit tampak lebih

kencang.

3. Kepala tampak relatif lebih kecil dibandingkan dengan

tubuhnya atau dibandingkan dengan dadanya (pada bayi).

4. Bentuk muka lebih ‘tembem’, hidung dan mulut tampak

relatif lebih kecil, mungkin disertai dengan bentuk dagunya

(26)

5. Pada dada terjadi pembesaran payudara yang dapat

meresahkan bila terjadi pada anak laki-laki.

6. Perut membesar yang bentuknya cenderung menyerupai

bandul lonceng dan kadang-kadang disertai dengan garis-garis

putih atau ungu (striae).

7. Kelamin luar pada anak wanita tidak jelas ada kelainan, akan

tetapi pada anak laki-laki tampak relatif kecil. Ukuran penis

sebenarnya normal, tetapi hanya tersembunyi sedikit karena

sebagian besar terbenam di dalam jaringan lemak di

sekitarnya.

8. Pubertas pada anak laki-laki terjadi lebih awal dan akibatnya

pertumbuhan kerangka lebih cepat berakhir sehingga

tingginya pada masa dewasa relatif lebih pendek. Pada

perempuan yang obese menstruasi lebih cepat daripada yang

tidak obesitas.

9. Lingkaran lengan atas dan paha lebih besar dari normal dan

tangan relatif lebih kecil dan jari-jari yang bentuknya

meruncing. Mungkin pula terdapat keadaan dimana sendi

tungkai dan tungkainya sendiri dapat mengganggu gerakan.

10.Dapat terjadi gangguan psikologis, misalnya gangguan emosi,

sukar bergaul, senang menyendiri, dan sebagainya.

11.Pada kegemukan yang berat, mungkin terjadi gangguan

jantung dan paru yang disebut Sindroma Pickliwickian dengan

gejala sesak nafas, sianosis, pembesaran jantung dan

kadang-kadang penurunan kesadaran.

2.2.2.Penilaian Status Gizi Anak

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan dalam

jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat semua zat-zat gizi di

tingkat sel yang diperlukan tubuh untuk tumbuh berkembang dan

(27)

1. Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan

spesimen yang diuji secara laboratoris yang diperiksa pada

berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang

digunakan adalah darah, urine, tinja, dan beberapa jaringan

tubuh yang lain seperti hati dan otot tertentu (Supariasa, Bakri,

& Fajar, 2002).

2. Biofisika

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari

jaringan tertentu (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).

3. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting

dalam menentukan status gizi masyarakat. Metode ini

didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat

dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan

mukosa oral, atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid tertentu (Supariasa,

Bakri, & Fajar, 2002).

4. Antropometri

Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak

digunakan dalam berbagai penelitian atau survei, baik survei

secara luas dalam skala nasional maupun survei untuk wilayah

tertentu (Supariasa, Bakri, &Fajar, 2002).

Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

(28)

Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain :

a. Berat Badan

Berat badan merupakan pengukuran antropometri

yang paling banyak digunakan. Berat badan dapat

dijadikan ukuran yang valid jika proporsi lain seperti

tinggi badan, ukuran rangka, proporsi lemak, otot, tulang,

serta komponen “berat patologis” telah disesuaikan.

Timbangan yang digunakan haruslah dikalibrasi setiap

pemakaian. Jika keadaan memungkinkan, subjek yang

ditimbang bertelanjang atau berpakaian seminimal

mungkin (Arisman, 2010).

b. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan indikator umum ukuran

tubuh, tapi belum dapat menjadi indikator status gizi,

kecuali digabungkan dengan indikator lain. Tinggi badan

diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki,

kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong

menempel pada dinding dan pandangan diarahkan ke

depan. Bagian alat pengukur tinggi yang dapat digeser

diturunkan hingga menyentuh vertex kepala (Arisman,

2010).

c. Lingkar Lengan

Pertambahan otot dan lemak di lengan berlangsung

cepat selama tahun pertama kehidupan. Seandainya anak

itu mengalami malnutrisi, otot akan mengecil, lemak

menipis, dan ukuran lengan pun menjadi susut. Pengukuran

lingkar lengan dilakukan dengan menggunakan pita plastik

berwarna atau gelang yang berdiameter 4 cm (Arisman,

(29)

d. Tebal Lemak di Bawah Kulit

Pengukuran persentasi lemak cukup mudah

dilakukan dan terbukti akurat karena 85% lemak tubuh

tersimpan dalam trisep, subskapula, siprailiaka, biseps,

perut, paha, dan dada. Cara pengukurannya yaitu kulit

dicubit dengan dua jari, kemudian kaliber menjepit lipatan

kulit. Pengukuran setidaknya dilakukan dua kali (Arisman,

2010).

e. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pengukuran indeks masa tubuh dilakukan dengan

cara membandingkan berat badan dalam satuan kilogram

dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter.

2.2.3.Kriteria Obesitas pada Anak

Untuk mengetahui apakah seorang anak obesitas atau tidak,

maka terlebih dihitung IMT anak tersebut. Cara mengukur dan

menginterpretasikan kalkulasi IMT untuk anak ialah sebagai

berikut. Pertama ialah mengukur BB dan TB dengan akurat. Kedua

menghitung IMT dengan rumus: BB/TB2 (kg/m2

Persentil IMT berdasarkan usia digunakan untuk menafsirkan

nilai IMT. Kriteria IMT pada anak berdasarkan usia dan jenis

kelamin. Kriteria ini berbeda dari yang digunakan untuk

menginterpretasikan IMT pada dewasa yang tidak mengambil

perhitungan berdasarkan usia atau jenis kelamin. Usia dan jenis

kelamin dipertimbangkan untuk anak-anak dikarenakan ada dua

alasan yaitu jumlah lemak tubuh berbeda-beda sesuai usia dan

jumlah lemak tubuh berbeda antara laki-laki dan perempuan.

). Tahap ketiga

yaitu meninjau ulang hasil persentil IMT berdasarkan usia.

Tahap keempat adalah menentukan tingkatan obesitas. Untuk

anak-anak pada masa tumbuh kembang (2-20 tahun), penentuan

(30)

ditentukan posisi persentilnya. Untuk persentil 85-94th dikategorikan dalam overweight dan untuk persentil ≥ 95 th

Tabel 2.1. Kategori Status Berat Badan pada Anak berdasarkan dikategorikan dalam obesitas.

CDC 2000 Kategori

Status Berat Badan

Rentang Persentil

Kurang dari persentil ke-5

Underweight

Normal Antara persentil 5 hingga kurang dari persentil ke-85

Antara persentil 85 hingga kurang dari persentil ke-95

Overweight

Obesitas Sama dengan atau lebih dari persentil ke-95

Sumber : Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000

2.2.4.Faktor yang Mempengaruhi Obesitas

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas

antara lain.

1. Jenis kelamin

Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama

pada masa remaja, hal ini disebabkan faktor endokrin dan

perubahan hormonal. Perempuan sedikit lebih gemuk dan

pada laki-laki pada saat kelahiran sampai anak-anak.

Komposisi tubuh berbeda nyata antara laki-laki dan

perempuan selama remaja.

2. Umur

Obesitas sering terjadi pada saat remaja karena

merupakan periode pertumbuhan berat badan dan tinggi

badan yang cepat disertai dengan peningkatan lemak tubuh.

Obesitas yang muncul pada tahun pertama kehidupan

(31)

cepat. Anak yang obesitas cenderung menjadi obesitas pada

saat remaja dan dewasa.

3. Tingkat sosial ekonomi

Obesitas yang terjadi pada kelompok masyarakat

dengan tingkat sosial ekonomi rendah disebabkan karena

tingginya konsumsi makanan sumber karbohidrat, sementara

konsumsi protein rendah. Pendapatan merupakan faktor yang

paling menentukan terhadap kualitas dan kuantitas hidangan.

Semakin tinggi tingkat pendapatan, berarti semakin

baik kualitas dan kuantitas makanan yang diperoleh, seperti

beraneka ragam jenis makanan. Asupan kalori dipengaruhi

oleh status ekonomi. Salah satu ukuran status ekonomi adalah

tingkat pendapatan total yang diterima oleh keluarga.

Peningkatan tingkat pendapatan akan mempengaruhi

kebiasaan makan sehingga cenderung untuk makan

berlebihan.

4. Faktor lingkungan

Pola makan, jumlah, dan komposisi nutrisi dalam

makanan, serta intensitas aktivitas tubuh merupakan hal yang

paling berpengaruh dalam terjadinya obesitas. Gaya hidup

modern dan santai seringkali menyebabkan

ketidakseimbangan jumlah dan kandungan masukan kalori

seperti makan fast food, ‘ngemil’ makan berkalori tinggi, dan

tinggi karbohidrat pada saat nonton televisi atau bioskop, dan

sebagainya.

5. Aktivitas fisik

Aktifitas fisik yang rendah memberikan kontribusi yang

besar pada peningkatan kejadian obesitas yang terjadi di

(32)

menonton televisi dan bermain komputer memiliki hubungan

dengan tingginya kejadian obesitas. Pada studi yang

dilaksanakan pada 3132 individu pada tujuh pusat kesehatan

di Jepang, terlihat adanya hubungan antara olahraga dan

obesitas. Studi ini menunjukan bahwa kejadian obesitas

rendah pada kelompok orang yang memiliki kebiasaan

berolahraga dengan (OR=0,48) dibandingkan orang yang

tidak memiliki kebiasaan olahraga.

Studi Coronary Artery Risk Development in Young

Adults (CARDIA), diantara orang-orang yang berusia 20

tahun terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan

olahraga selama dua tahun dengan penurunan berat badan.

Risiko kenaikan berat badan berkurang dengan jogging

(OR=0,57) dan aerobik (OR=0,59), tetapi untuk olahraga tim

atau tenis tidak menunjukan penurunan berat badan yang

signifikan (Fukuda, S. &Takeshita, 2001).

6. Nutrisi

Selama beberapa tahun terakhir, makanan telah menjadi

lebih terjangkau bagi sejumlah besar orang dan konsep

makanan telah berubah dari sebagai nutrisi menjadi simbol

gaya hidup dan sumber kesenangan (Dehghan, M., Danesh,

N.A.,&

Meskipun overweight dan obesitas kebanyakan dianggap

sebagai hasil dari peningkatan asupan kalori, namun belum

ada bukti yang cukup untuk mendukung fenomena tersebut.

Pada survei skala besar seperti National Health and Nutrition

Examination Survey (NHANES) yang dilaksanakan di

Amerika dan survei lain yang dilaksanakan di Jerman,

Skotlandia, dan Denmark menunjukan bahwa BMI atau kadar

lemak subkutan lebih tinggi pada kelompok dengan asupan

(33)

lemak. Pada survei regional yang dilaksanakan di Tennesse,

Kalifornia Utara, dan Finlandia, pertambahan berat badan

pada kelompok asupan tinggi lemak secara signifikan lebih

besar dari kelompok asupan rendah lemak dengan (OR=1,7).

Pada penelitian lain yang menunjukan bahwa risiko obesitas

terhadap peningkatan konsumsi daging memiliki OR=1,46.

Keadaan ini disebabkan karena makanan berlemak memiliki

energy density lebih besar dan tidak mengenyangkan serta

memiliki efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan

makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat

signifikan (Fukuda, S. & Takeshita, 2001).

7. Genetik

Penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa

anak-anak dari orang tua dengan berat badan normal memiliki

peluang 10% menjadi obesitas. Peluang tersebut akan

meningkat menjadi 40–50%, bila salah satu orang tuanya

menderita obesitas dan akan meningkat menjadi 70–80% bila

kedua orang tuanya menderita obesitas.

Studi lain menunjukaan obesitas yang terjadi pada masa

bayi, balita, anak usia 6 tahun dengan salah satu orang tua

obesitas maka akan tetap obesitas pada masa dewasa. Bila

kedua orang tua obesitas, sekitar 80% anak-anak mereka akan

menjadi obesitas dan bila kedua orang tua tidak obesitas

maka prevalensi obesitas akan turun menjadi 20%.

Peningkatan risiko obesitas tersebut kemungkinan

dipengaruhi oleh gen atau faktor lingkungan dalam keluarga.

8. Faktor Psikologis

Faktor psikologi dapat menjadi salah satu faktor

pendorong terjadinya obesitas. Gangguan emosional akibat

(34)

sehingga orang tersebut menjadikan makanan sebagai

pelariannya. Pada anak, makan berlebihan dapat terjadi

sebagai respons terhadap kesepian, berduka atau depresi, dan

respons terhadap rangsangan dari luar seperti iklan makanan.

Tekanan perasaan, misalnya sangat kecewa dapat

mengakibatkan beberapa orang berhenti melakukan kegiatan

fisik dan pada saat yang bersamaan orang tersebut makan

lebih banyak dari biasa sehingga dapat mengakibatkan

kenaikan berat badan.

Iklan makanan dapat mempengaruhi kesukaan maupun

pilihan makanan. Iklan tersebut berisikan produk makanan

yang rendah nilai nutrisinya seperti sereal yang tinggi gula

sederhananya serta makanan yang tinggi gula, lemak, garam.

Pada anak yang usianya lebih besar, makan baginya

merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam

mencapai kasih sayang. Jadi gangguan psikologis dapat

menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas.

2.2.5. Kebutuhan Gizi Anak Usia Sekolah

Anak usia 7-12 tahun masuk dalam kategori praremaja. Pada

periode ini pertumbuhan berjalan terus walaupun tidak secepat saat bayi.

Pada umumnya kelompok usia ini memiliki kesehatan yang lebih baik

dibandingkan dengan kesehatan anak balita, namun nafsu makan mereka

cenderung menurun sehingga konsumsi makanan tidak seimbang dengan

kalori yang dibutuhkan (Notoatmodjo, 2005).

Anak yang tergolong dalam usia sekolah memerlukan makanan yang

hampir sama dengan yang dianjurkan untuk anak prasekolah. Namun,

karena pertambahan berat badan dan banyaknya aktivitas yang mereka

lakukan maka dibutuhkan porsi yang lebih besar (Pudjiadi, 1997).

Golongan usia 10-12 tahun kebutuhan energinya relatif lebih besar bila

(35)

usia 10-12 tahun mereka mengalami pertumbuhan lebih cepat terutama

penambahan tinggi badan.

Kebutuhan gizi pada anak usia 10-12 tahun berbeda antara laki-laki

dan perempuan terutama kebutuhan akan zat besi. Anak perempuan

membutuhkan zat besi yang lebih banyak daripada anak laki-laki. Hal

tersebut disebabkan karena pada usia tersebut anak perempuan biasanya

sudah mulai haid sehingga memerlukan zat besi yang lebih banyak. Angka

kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk anak usia sekolah (

Menkes RI 2005 dalam Hardinsyah dkk, 2010) adalah seperti dalam tabel

[image:35.595.137.518.389.516.2]

berikut ini.

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan untuk Anak Usia Sekolah

Zat Gizi Usia 7-9 tahun Usia 10-12 tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Energi (Kkal) 1850 1850 2100 2000

Karbohidrat(gr) 254 254 289 275

Lemak (gr) 72 72 70 67

Protein (gr) 49 49 56 60

Merujuk pada anjuran perbandingan komposisi energi dari karbohidrat,

protein dan lemak di Amerika Serikat (IOM, 2005) dan menyelaraskan

dengan Pedoman Gizi Seimbang Indonesia (Kemenkes, 2005) serta

perhitungan hasil konsumsi pangan (Riskesdas, 2010 dalam Hardinsyah,

2004), maka anjuran kecukupan lemak dalam konteks AMDR (Aceptable

Macronutrient Distribution Range) bagi penduduk Indonesia dibagi ke dalam

(36)

Tabel 2.3 Anjuran Komposisi Energi dari Karbohidrat, Protein, dan Lemak Zat Gizi

Makro

Persen Terhadap Total Energi (%)

Bayi 0-11

bulan *)

Anak 1-3

tahun **)

Anak 4-18

tahun**)

Dewasa**)

Protein 5 15 (5-20) 15 (10-30) 15 (10-30)

Lemak 55 35 (30-40) 30 (25-35) 25 (20-30)

Karbohidrat 40 50 (45-65) 55 45-65) 60 (45-65)

*) Berdasarkan Air Susu Ibu (ASI) dari United Nations University Center.

**) Angka dalam kurung merupakan kisaran anjuran di Amerika Serikat

(IOM,2005).

2.2.6.Penilaian Pola Makan pada Anak

Pola makan pada anak terdiri dari jumlah makanan, jenis makanan,

dan frekuensi makan. Penilaian pola makan individu dapat dikelompokkan

menjadi :

a) Mengingat makanan (food recall) yang dimakan oleh individu selama 24

jam sebelum dilakukan wawancara. Contoh makanan (food model) dapat

dipakai sebagai alat bantu. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi

diperkirakan atau dihitung dengan ukuran rumah tangga yang kemudian

dikonversikan ke dalam ukuran berat. Pemakaian metode food recall ini

digunakan untuk mengukur rata-rata konsumsi makanan dan zat gizi

kelompok masyarakat yang jumlahnya besar (Supariasa, Bakri, &Fajar,

2002).

b) Pencatatan makanan yang dimakan (food records) oleh individu dalam

jangka waktu tertentu, jumlahnya ditimbang dan diperkirakan dengan

ukuran rumah tangga (Siagian, 2010).

c) Frekuensi konsumsi makanan (food frequency questionaire) adalah

recall makanan yang dimakan pada waktu lalu. Kuesioner terdiri dari

daftar bahan makanan dan frekuensi makan. Cara ini merekam

keterangan tentang berapa kali konsumsi bahan makanan dalam sehari,

seminggu, sebulan, tiga bulan atau jangka waktu tertentu (Supariasa,

(37)

d) Riwayat makan (dietary history) yaitu mencatat apa saja yang dimakan

dalam waktu lama. Cara ini dilakukan oleh petugas wawancara yang

terlatih. Periode yang diukur biasanya adalah selama 6 bulan atau 1

tahun yang lalu. Metode wawancara ini merupakan modifikasi dari cara

recall 24 jam untuk dapat memperoleh informasi tentang makanan yang

dikonsumsi, frekuensi dan kebiasaan makan (Siagian, 2010).

2.2.7.Terapi

Tatalaksana sebaiknya didasarkan pada faktor risiko, termasuk usia,

tingkat keparahan obesitas, komorbiditas, dan riwayat keluarga (Krebs &

Primak, 2007). Pada anak dengan obesitas yang tidak berkomplikasi maka

tujuan primer dari tatalaksana ini adalah untuk mempertahankan asupan

makanan yang sehat dan memperbaiki pola aktivitas sehingga pasien tidak

perlu mencapai berat badan ideal. Sedangkan pada anak obesitas yang

memiliki komplikasi, maka tujuan tatalaksana adalah memperbaiki

komplikasi tersebut. Ada beberapa kelompok tatalaksana obesitas pada anak

yaitu sebagai berikut.

1. Untuk anak usia 2-7 tahun dengan IMT = persentil 95th

2. Untuk anak usia 2-7 tahun dengan IMT = persentil 95

dan tanpa

komplikasi, tujuan umum tatalaksana adalah mempertahankan berat

badan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan dengan

tumbuh kembang anak.

th

3. Untuk anak usia > 7 tahun dengan IMT berada di antara persentil 85 dan dengan

komplikasi maka diindikasikan untuk melakukan penurunan berat badan

pada anak.

th

dan 95 th

4. Untuk anak usia > 7 tahun dengan IMT berada di antara persentil 85 dan tanpa komplikasi maka tujuan terapi adalah

mempertahankan berat badan.

th

dan 95 th

Modifikasi perilaku, tatalaksana diet, dan aktivitas fisik dan dengan komplikasi maka direkomendasikan untuk

(38)

anak. Beberapa cara perubahan perilaku tersebut di antaranya yaitu

pengawasan sendiri terhadap masukan makanan, aktivitas fisik,

mencatat perkembangannya, kontrol terhadap rangsangan stimulus,

mengubah perilaku makan, penghargaan dan hukuman dari orang tua,

dan pengendalian diri.

2.3. Anak Usia Sekolah

2.3.1. Karakteristik Anak Sekolah

Menurut WHO (World Health Organization) anak sekolah

adalah golongan yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di

Indonesia anak sekolah lazimnya anak yang berusia antara 7-12

tahun. Golongan ini memiliki karakteristik mulai mencoba

mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan atau

norma. Disinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali, seperti

pada pertumbuhan dan perkembangan, pola aktivitas, kebutuhan zat

gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan.

2.3.2. Kebiasaan Makan Anak

Anak sekolah dasar memiliki kebiasaan makan yang kurang

baik, seperti :

1. Kebiasaan anak yang suka jajan di sekolah dibandingkan

makan di rumah. Kebiasaan banyak jajan merupakan kebiasaan

yang tidak baik karena selalu diragukan kebersihannya dan

belum tentu makanan yang dibeli tersebut bergizi baik. Selain

itu, makanan tersebut dapat menyebabkan badan anak tidak

sehat karena mungkin saja makanan tersebut mengandung

kuman penyakit.

2. Kebiasaan yang hanya menyukai makanan tertentu tanpa

menghiraukan apakah makanan yang disenanginya itu bergizi

atau tidak.

3. Makan tidak teratur, misalnya karena asyik atau sibuk bermain

(39)

menyebabkan penyakit pada organ pencernaan terutama

lambung.

4. Makan yang berlebihan. Kebiasaan ini menyebabkan badan

menjadi gemuk dan bila terlalu gemuk, kesehatan pun akan

terganggu. Konsumsi makanan yang berlebihan terutama yang

mengandung karbohidrat dan lemak akan menyebabkan jumlah

energi yang masuk ke dalam tubuh tidak seimbang dengan

kebutuhan energi. Kelebihan energi ini di dalam tubuh akan

disimpan dalam bentuk jaringan lemak yang lama-kelamaan

akan mengakibatkan obesitas. Selain itu, kebiasaan yang tidak

benar memacu seseorang untuk menjadi gemuk. Kebiasaan

sering mengkonsumsi makanan kecil yang penuh kalori atau

sering diberi istilah ‘ngemil’ dapat meningkatkan kejadian

obesitas.

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makan pada Anak Sekolah

1. Peran Keluarga

Peran keluarga amat penting bagi anak sekolah karena adanya

pemilihan makanan yang bergizi. Makan bersama keluarga dengan

suasana akrab akan meningkatkan nafsu makan mereka.Sekalipun

anak-anak sudah mulai bermain dengan anak-anak lain di luar rumah,

keluarga masih merupakan pengaruh sosialisasi yang terpenting.

Tidak hanya lebih banyak kontak dengan anggota-anggota keluarga

daripada dengan orang lain tetapi hubungan keluarga lebih erat, lebih

hangat, dan lebih bersifat emosional. Hubungan keluarga yang erat ini

pengaruhnya lebih besar pada anak daripada pengaruh-pengaruh sosial

lainnya.

2. Peran Ibu

Peranan ibu terhadap lingkungan anak-anak ini tidak terhenti di

(40)

menegangkan, menakutkan, menggoncangkan, dan membahayakan.

Secara khusus, ibu sebagai orang yang dekat dengan anak akan dapat

melakukan pencegahan masalah kesehatan anak seperti halnya

obesitas. Ibu dapat memberikan pengertian, memperbaiki pola asuh

makan, meningkatkan kegiatan aktivitas fisik, mengenalkan

pendidikan gizi sedini mungkin, membatasi promosi makanan tidak

sehat, dan deteksi dini obesitas pada anak.

3. Teman Sebaya

Asupan makan banyak dipengaruhi oleh kebiasaan makan

teman-teman sekelompoknya. Apa yang diterima oleh kelompok

(berupa figur idola, makanan, minuman) juga dengan mudah akan

diterimanya. Demikian pula halnya dengan pemilihan bahan makanan.

Untuk itu perlu diciptakan dalam kelompok ini suatu kondisi dimana

mereka mendapatkan informasi yang baik dan benar mengenai

kebutuhan dan kecukupan gizinya sehingga mereka tidak membenci

makanan bergizi.

4. Media Massa

Media massa lebih banyak berperan disini adalah media televisi,

koran, dan majalah. Banyak sekali iklan makan yang kurang

memperhatikan perilaku yang baik terhadap pola makan. Oleh sebab

itu, informasi tersebut harus ditunjang dengan informasi ilmiah yang

benar mengenai kesehatan dan gizi.

5. Sosial Ekonomi dan Uang Jajan Anak

Kemampuan keluarga untuk membeli makanan antara lain

bergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan

makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan

pekarangan. Kegemaran jajan pada anak sekolah tidak terlepas dari

kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan keluarga. Kebiasaan jajan

anak dipengaruhi oleh tingkat ekonomi keluarga karena anak

(41)

2.4. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Obesitas

Apabila melakukan aktivitas fisik, laju metabolisme akan

meningkat di darah dan jaringan tubuh sehingga menghasilkan

panas dan meningkatkan suhu. Hal ini akan menyebabkan

hiperthermia akibat olahraga (exercise induced hyperthermia, EIH).

Banyak faktor yang mempengaruhi regulasi pelepasan hormon

sewaktu berolahraga, seperti intensitas dan durasi olahraga, fitness

fisik subjek, kekurangan oksigen dan ketersediaannya sewaktu

olahraga. Namun, salah satu faktor yang sering kurang

diperhatikan adalah EIH. Peningkatan metabolisme membakar

lemak di tubuh dan membebaskan panas (Radomski, 1998).

Penelitian Hemmingsson (2006) menunjukan adanya

hubungan antara aktivitas fisik dan Indeks Massa Tubuh. Aktivitas

fisik memberi efek yang baik terhadap IMT kelompok responden

yang obese dibandingkan dengan kelompok responden yang tidak

obese. Tingkat aktivitas yang berat lebih memberi efek terhadap

IMT responden yang obese dibanding tingkat aktivitas yang

rendah dengan obesitas. Penelitian Petersen (2004) menunjukan

bahwa thermogenesis aktivitas fisik yang ringan dan sedang

mencegah terjadinya peningkatan berat badan. Orang dengan IMT

yang tergolong underweight, aktivitas fisik yang terlalu banyak

akan mengurangi penyimpanan energi dalam tubuhnya sehingga

memperburuk status gizinya.

Studi yang dilakukan pada tikus yang obese menunjukan

bahwa olahraga memberi efek pada jaras sentral yang meregulasi

homeostasis energi. Pada tikus yang obese, aktivitas berlari roda

mengurangi penumpukan lemak di adiposit secara selektif tanpa

meningkatkan kebutuhan energi. Efek ini mungkin diakibatkan

sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas olahraga seperti interleukin-6,

(42)

untuk regulasi sistem neuropeptida sentral yang berperan dalam

regulasi homeostasis energi.

Penggunaan energi setiap hari pada setiap individu bervariasi

berdasarkan aktivitas yang dilakukannya. Misalnya, seorang yang

duduk menggunakan energi basal yang sangat rendah dapat

meningkatkan kebutuhan kalori harian sebanyak 500 kalori dengan

berenang selama satu jam. Apabila penggunaan kalori melebihi

kalori yang disediakan melalui diet, cadangan energi akan diubah

sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Hal ini

berpengaruh dalam penghitungan kalori dalam program

pengaturan berat badan melalui olahraga.

Menurut Centre for Disease Control/ CDC (2002) , jenis

aktivitas fisik dibagikan menjadi aktivitas ringan, sedang dan berat,

seperti berikut:

a) Aktivitas Ringan: duduk, naik motor, naik angkutan, antar

jemput, mengasuh adik, mencuci piring, menonton TV, main

play station, main komputer, belajar di rumah.

b) Aktivitas Sedang: bermain di sekolah, berjalan, bersepeda,

kegiatan pramuka, main musik, panduan suara, band, palang

merah, tenis meja, cuci pakaian menggunakan tangan, mencuci

mobil, memasak, menyapu, menyiram tanaman.

c) Aktivitas Berat: menari, memain drum, sepak bola, basket,

renang, badminton, tenis lapangan, taekwando, aerobik, lari,

skiping, sit-up.

2.5. Pengaruh Pola Konsumsi terhadap Obesitas

Obesitas disebabkan oleh konsumsi energi yang melebihi

kebutuhan sehari-hari untuk memelihara dan memulihkan kesehatan,

proses tumbuh kembang dan melakukan aktifitas jasmani yang

berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama.

Faktor konsumsi makanan ini merupakan faktor yang terpenting untuk

(43)

makanan sepanjang hari dan metode pengawetan makanan yang semakin

canggih berpengaruh terhadap tingginya asupan energi (Barasi, 2007).

Apabila konsumsi energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka

jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin

dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic

center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide-Y

(NPY) sehingga menurunkan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya

bila kebutuhan energi lebih besar daripada konsumsi energi, maka

jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic

center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan.

Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin sehingga

tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan

(Harrison, 2003).

Penelitian Croezen (2007) menunjukan pola makan yang tidak

teratur seperti tidak sarapan pagi, asupan alkohol, dan rendahnya

aktivitas fisik menyebabkan obesitas (Indeks Massa Tubuh/IMT

meningkat). Keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke

dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan.

Keadaan ini akan menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan

energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi

yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh

sehingga berat badan meningkat. Kegemukan bisa disebabkan oleh

kebanyakan makan dalam porsi besar, seperti jenis makanan karbohidrat,

lemak maupun protein, dan kurangnya aktivitas. Perubahan budaya

makan ternyata dapat menyokong kecenderungan terjadinya kegemukan

khususnya di negara maju dan pada sebagian masyarakat perkotaan.

Kebiasaan makan keluarga suka ditiru oleh anak anak, misalnya makan

berlebihan, frekuensi makan sering, makan snack yang berlebihan dan

(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

Kerangka konseptual yang digunakan pada penelitian ini bertujuan

untuk mengidentifikasi hubungan pola makan dan aktivitas fisik terhadap

kejadian obesitas anak kelas V dan VI di SD Yayasan Pendidikan

Syafiyyatul Amaliyyah. Berdasarkan tujuan di atas maka kerangka konsep

pada penelitian ini adalah :

Skema 3.1Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Kejadian Obesitas pada Anak

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Makan :

1. Jumlah Asupan Energi 2. Jenis Sumber Karbohidrat 3. Jenis Sumber Lemak 4. Jenis Sumber Protein

5. Frekuensi Makan Karbohidrat 6. Frekuensi Makan Lemak 7. Frekuensi Makan Protein 8. Frekuensi Makan Makanan

Cepat Saji

9. Frekuensi Makan Sumber Serat

Aktivitas Fisik

Obesitas

Confounding Factors:

1. Genetik

2. Psikologis

(45)
[image:45.595.57.565.167.663.2]

3.1. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.1.Variabel dan Definisi Operasional No Variabel

Penelitian

Definisi Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Dependen:

1 Obesitas Status gizi yang dinyatakan dalam IMT dan disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin. Timbangan, microtoise

dan CDC BMI-for- age growth charts. Mengukur berat badan dan tinggi badan responden Kriteria Obesitas menurut CDC tahun 2000.

1. Obesitas: > 95persentil

2.Tidak obesitas : 5- < 85 persentil

Nominal

Variabel Independen:

1 Jumlah asupan energi

Rata-rata asupan energi dalam satu hari dibandingkan total energi yang dianjurkan dalam satu hari. Formulir Food Recall

24 jam dan

Food Model

Wawancara Kategori Kecukupan Gizi (Menkes RI 2005 dalam Hardinsyah et al., 2010).

1.Lebih : >120% AKG

2.Baik: 90-119% AKG

3.Defisit : <90% AKG

Ordinal

2 Jenis makanan

Proporsi konsumsi karbohidrat, lemak, dan protein dalam satu hari.

Formulir

Food Recall

24 jam dan

Food Model

Wawancara Kategori untuk tingkat konsumsi karbohidrat (IOM, 2010).

1.Lebih : > 65% dari total energi

2.Baik : 45- 65% dari total energi

3.Kurang : < 45% dari total energi

(46)

Kategori untuk tingkat konsumsi lemak (IOM, 2010).

1.Lebih : > 35% dari total energi 2.Baik : 25- 35% dari total energi 3.Kurang : < 25% dari total energi

Kategori untuk tingkat konsumsi Protein (IOM, 2005).

1.Lebih : > 30% dari total energi

2.Baik : 10- 30% dari total energi

3.Kurang : < 10% dari total energi

3 Frekuensi makan Frekuensi makan yaitu tingkat keseringan anak mengkonsumsi sumber makanan karbohidrat, lemak, protein, sumber serat, dan makanan cepat saji/ jajanan dalam satu hari. Food Frequency Questionaire

Wawancara Kategori untuk frekuensi makan (Simatupang, 2008).

1.Sering :> nilai median

2.Tidak Sering : < nilai median

Nominal

4 Aktivitas fisik Aktivitas fisik yaitu rata-rata jenis aktivitas fisik yang dilakukan selama satu hari Kuesioner Aktivitas Fisik

Wawancara Kategori untuk frekuensi makan (Rumida, 2010).

1.Aktivitas ringan : apabila aktivitas ringan 75% dan 25 % aktivitas sedang dan berat.

(47)

3.2Hipotesis

1. Ada hubungan jumlah asupan energi terhadap kejadian obesitas

anak.

2. Ada hubungan jenis makanan sumber karbohidrat, lemak, dan

protein terhadap kejadian obesitas anak .

3. Ada hubungan frekuensi makan sumber karbohidrat, lemak, protein,

makanan cepat saji, dan sumber serat terhadap kejadian obesitas

anak

4. Ada hubungan aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat terhadap

kejadian obesitas anak .

2.Aktivitas sedang: apabila aktivitas ringan 40% dan 60% aktivitas sedang dan berat.

(48)

Data berat badan dan tinggi badan yang diperoleh dari hasil

pengukuran berkala di sekolah tersebut, maka diketahui bahwa ada 33

anak yang obese dan 81 anak yang normoweight.

4.3.2 Sampel

Adapun besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan

rumus di bawah ini (Wahyuni, 2007) :

{Z1-α/2 √2 P (1-P) + Z1-β√P1 (1-P1) + P2 (1-P2)}

n = ---

2

(P1- P2)

Keterangan :

2

n = besar sampel minimum Z1-α/2

pada α tertentu

= nilai distribusi normal baku (tabelZ)

Z1-β

pada β tertentu

= nilai distribusi normal baku (tabelZ)

P = rata-rata P1 dan P2 P1

P

= proporsi di populasi

2

P

= perkiraan proporsi di populasi

1-P2 = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi

Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut : n = Jumlah sampel minimal

Z1-α/2

Z

= 1,96

1-β

P = rata-rata P1 dan P2= (0,5+0,3)/2= 0,4 = 0,84 P1 P = 0,5 2 P = 0,3

1-P2 = 0,5-0,3=0,2

{1,96√2.0,4 (1-0,4) + 0,84. √0,5 (1-0,5) +0,3 (1-0,3} n = ---

2

(0,5-0,3)2

n = 92,89

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka besar sampel minimal

penelitian yaitu 92,89 responden. Peneliti akhirnya mengambil

(49)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat analitik observasional yang bertujuan

mengetahui hubungan pola makan dan aktivitas fisik terhadap kejadian

obesitas anak kelas V dan VI di SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul

Amaliyyah. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

cross-sectional study dimana pengambilan data hanya dilakukan sekali saja

pada setiap responden (Notoadmodjo, 2005).

4.2Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2013. Dimulai

dengan melakukan pengumpulan data penelitian, analisa data, dan

penyusunan laporan akhir.

4.2.2 Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Yayasan

Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah dimana sekolah ini merupakan

sekolah swasta di pusat kota Medan yang siswa/siswinya berasal

dari keluarga berstatus ekonomi menengah ke atas sehingga

memiliki kesempatan untuk mengkonsumsi makanan dalam

jumlah yang berlebihan.

4.3Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Target populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas

V dan VI Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul

Amaliyyah Kota Medan tahun ajaran 2013/2014. Berdasarkan survei

penelitian, jumlah populasi kelas IV dan V tahun ajaran 2012/2013

(50)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi responden yang peneliti tetapkan

yaitu sebagai berikut.

a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu :

• Duduk di kelas V dan VI

• Obesitas dan normoweight • Bersedia menjadi responden b. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu :

• Tidak hadir saat penelitian berlangsung

Underweight atau overweight

• Memiliki riwayat penyakit yang dapat mempengaruhi nafsu

makan responden dalam satu bulan terakhir.

Untuk menghitung jumlah sampel pada penelitian ini digunakan

teknik non-probability sampling dengan cara consecutive

sampling. Pada consecutivesampling, semua subyek yang datang

dan memenuhi kriteria pemilihan dimas

Gambar

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan untuk                  Anak Usia Sekolah
Tabel 3.1.Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 5.1 Karakteristik Responden
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Makanan Karbohidrat, Lemak, dan             Protein
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 19 Oktober

Hubungan Antara Pengetahuan dan Konsumsi Fast Food Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Sudirman I Makassar.. Program Studi Ilmu

Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan yang

Dengan adanya penelitian ini diharapkan para remaja dapat termotivasi untuk memiliki kesadaran untuk dapat meningkatkan pengetahun dan wawasannya mengenai kejadian

Program promosi kesehatan dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif (kemauan) dan perilaku (kesadaran) individu, keluarga dan masyarakat secara

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola konsumsi, aktivitas fisik, keturunan dan faktor risiko yang dominan terhadap kejadian obesitas pada anak sekolah dasar

Sebaiknya pihak sekolah bekerja sama dengan per- satuan orang tua murid, guru, dan ahli gizi puskesmas untuk menggiatkan kembali usaha kesehatan sekolah (UKS) dengan melakukan

GAMBARAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK MAHASISWA KESEHATAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SELAMA PANDEMI COVID-19 Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Sarjana Gizi