KAJIAN PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI
SERTA SIFAT FISIS DAN SIFAT MEKANIS ANTARA
KAYU JATI
(Tectona grandisL. f.) UNGGUL DENGAN KAYU JATI
KONVENSIONAL PADA KELAS UMUR I
OLEH:
AHMAD FAIZAL ARIFIEN E02400081
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
Ahmad Paizal Arifien. E02400081. Kajian Perbandingan Struktur Anatomi Serta Sifat Pisis dan Sifat Mekanis Antara Kayu Jati (Tectona grandis L.f.) Unggul Dengan Kayu Jati Konvensional Pada Kelas Umur I. Di bawah bimbingan Dr. Ir.
Imam Wahyudi, MS.
ABSTRACT
Wood structure, and some important physical and mechanical properties of 3 years old tissue cultural teak wood (Tectona grandis L. f ) were studied and compared to those of 3 and 8 years old conventional ones. All samples were obtained from one and close area in Semarang (Central Java).
The result as follow: a) All wood samples studied were juvenile since wood density and fibers length are fluctuate and tend to increase from pith towards the bark, b) Both, 3 years old tissue cultural and conventional teak woods have no heartwood at the center nor the end of the stem, besides on their basal area (29.81% in tissue cultural teak wood, and 25.00% in conventional one). While, the basal and center area of 8 years old conventional teak wood consisting of 58.23% and 46.30% heartwood, respectively, c) Latewood portion in tissue cultural teak was lowest. Between early and latewood in this teak was unclear and was not distinguished well, d) Wood texture among the samples was moderate. The finest was found on tissue cultural teak and the roughest on the conventional 3 years old, e) Based on their average in wood density, specific gravity, modulus of elasticity and modulus of rupture, it can be said that quality of tissue cultural teak wood was similar to that of 3 years old conventional one, but much lower than that of 8 years old conventional teak wood.
Even the stem diamter between 3 years tissue cultural teak wood and 8 years old conventional one was similar physically, it can be said that the quality of teak wood from tissue culture treatment studied is much lower than that of the conventional one. In fact, their anatomical characteristics (wood sructure), or physical and mechanical properties were similar and were not significantly different to those of 3 years old conventional teak wood.
Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) merupakan salah satu bahan baku industri perkayuan yang populer karena memiliki banyak kelebihan. Meskipun pada akhir-akhir ini trend penggunaan kayu lain sudah sangat luas namun jati masih merupakan pilihan utama (Gold Teak, 2003), tercermin dari kebutuhan kayu jati baik dalarn negeri maupun luar negeri yang selalu meningkat. Akan tetapi pasokan kayu jati semakin lama se~nakin berkurang karena maraknya penjarahan dan rotasi tebang yang relatif lama (minimal 45 tahuu).
Bahan penelitian adalah kayu jati yang berasal dari tegakan jati konvensional berumur 3 dan 8 tahun milik Perum Perhutani Unit I Jawa Tengall dan tegakan jati unggul umw 3 tahun milik perorangan. Kedua tegakan terletak di lokasi yang berdekatan di sekitar Semarang. Dipilihnya jati konvensional 8 tahun mengingat ukuran diatnetemya yang setara dengan ukuran diameter kayu jati unggul3 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jati konvensionai umw 8 tahun lnemiliki persen kayu teras tertinggi baik di bagian pangkal (58,23%) maupun di bagian tengah (46,3%), sedangkan jati unggul unur 3 tahun hanya memiliki kayu teras pada bagian pangkalnya sebesar 29,81%. Tidak ditemukan adanya kayu teras di bagian tengah maupun di bagian ujung batang. Sama halnya dengan jati unggul, jati konvensional wnur 3 tahun hanya mempunyai kayu teras di bagian pangkalnya dengan porsi yang sedikit lebih kecil(25%) dari porsi kayu teras jati unggnl3 tahun.
Umumnya persentase kayu teras sangat menentukan kualitas kayu, tidak hanya dalarn ha1 kekuatan tetapi juga dalam hal keawetan kayu (Brown dan Panshin, 1949). Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa dari segi persentase kayu terasnya, jati konvensional 8 tahun memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan jati unggul 3 tahun maupun jati konvensional3 tahun.
Meskipun perbedaan persentase kayu teras antara jati unggul 3 tahun dengan jati konvensional3 tahun tidak terlalu jauh, tetapi bila dihitung berdasarkan volumenya, maka kayu jati unggul3 tahun memiliki volume kayu teras yang jauh lebih besar. Berdasarkan hal ini, maka kualitas jati unggul3 tahun masih di atas jati konvensional3 tahun.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata nilai kerapatan kayu dan panjang serat pada masing-masing riap tumbuh untuk semua contoh uji masih berfluktuatif dan cenderung terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa baik kayu jati konvensional 8 tahun, jati konvensional 3 tahun maupun jati unggul 3 tahun ketiganya masih 100% kayu juvenil. Karena kualitas kayu juvenil lebih rendah dibandingkan kayu dewasa, dicerminkan oleh ukuran sel penyusun yang lebih pendek dengan besar susut arah longitudinal yang relatif lebih besar, mengakibatkan kualitas kayu dari ketiga pohon tersebut tergolong rendah.
Untuk kayu akhir, jati konvensional 8 tahun m e d i porsi yang paling besar, disusul oleh jati konvensional 3 tahun, kemndian jati unggul 3 tahun. Jati unggul telah dikembangkan sedemikian rupa untuk menghasilkan pertumbuhan yang cepat. Akibat pertumbuhan yang cepat, perbedaan kayu awal dan kayu akhir kurang jelas. Sehingga
corak yang dihasilkan karena perbedaan antara kayu awal dan kayu akhir tidak terlalu jelas.
Hasil pengukuran pori melalui pengamatan pada masing-masing slide mikroktom yang dibuat menunjukkan bahwa tekstur kayu pada semua sampel, baik jati konvensional 3 dan 8 tahun maupun jati unggul3 tahun, tergolong sedang dengan ukuran pori berkisar antara 100-200 mikron. Diantara ketiga sampel tersebut, jati unggul 3 tahun dapat dikatakan memiliki tekstur yang paling halus mengingat ukuran porinya yang paling kecil, sedang jati konvensional3 tahun memiliki tekstur yang paling kasar.
Dari segi kerapatan kayu, jati konvensional 8 tahun memiliki nilai yang paling tinggi baik pada bagian pangkal, tengah maupun ujung. Kerapatan jati unggul 3 tahun pada bagian pangkalnya berada dibawah jati konvensional 3 tahun, tetapi pada bagian tengah dan ujungnya berada di atas jati konvensional3 tahun.
lnaupun jati konvensional 3 tahun, sedangkan antara jati unggul 3 tahun dengan jati konvensional3 tahun tidak berbeda nyata.
Dari hasil pengujian diperoleh nilai MOE jati unggul 3 tahun masih berada dibawah jati konvensional8 tahun, baik dibagian pangkal, tengah maupun ujung. Namun jika dibandingkan dengan jati konvensional 3 tahun, nilai MOE jati unggul masih lebih besar. Hasil uji lanjut Tukey menjelaskan bahwa MOE jati konvensional 8 tahun berbeda nyata dengan jati unggul3 tahun serta berbeda sangat nyata dengan jati konvensional3 tahun, sedangkan MOE jati unggul3 tahun tidak berbeda nyata dengan jati konvensional
3 tahun.
Tidak berbeda dengan MOE, nilai MOR tertinggi juga diiiliii jati konvensional 8 tahun dan berdasarkan uji Tukey nilai tersebut berbeda nyata dengan jati unggul3 tahun dan berbeda sangat nyata dengan jati konvensional 3 tahun. Sedangakan jati unggul 3
tahun tidak berbeda nyata dengan jati konvensional 3 tahun.
Meskipun secara fisik diameter pohon jati unggul 3 tahun hampu ssuna dengan diameter pohon jati konvensional 8 tahun, tetapi sifat-sifat anatomi maupun sifat fisis dan mekanisnya masih berada jauh di bawah jati konvensional 8 tahun. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kualitas kayu jati unggul 3 tahun berada jauh di bawah jati konvensional 8 tahun walaupnn keduanya memiliki diameter kayu yang hampu sama. StruMur anatomi serta sifat fisis dan mekanis jati unggul 3 tahun tidak jauh berbeda dengan jati konvensional3 tahun.
Kualitas jati unggul 3 tahun hampir sama dengan jati konveusional 3 tahun sehingga diperkirakan pada saat jati unggul dipanen, yang diperkirakan pada umur 15
KAJLAN PERBANDINGAN STRUKTUR ANATOMI SERTA S E A T FlSlS
DAN S E A T MEKANIS ANTARA K A W JATI
(Tectorta grandis
L.
f.)UNGGUL DENGAN KAYU JATI KONVENSIONAL PADA KELAS
UMUR I
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
OLEH:
AHMAD FAIZAL ARIFIEN E02400081
DEPARTEMEN TEKNOLOGI BASIL HUTAN
FAKULTASKEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Kajian Perbandingan Struktur Auatoini Serta Sifat Fisis dan Sifat
Mekanis antara Kayu Jati (Teciona grandis L. f) Unggul dengan Kayu Jati Konvensional pada Kelas Utnur I
Nana Mahasiswa : Ahnad Faizal Atifien
Nomor Pokok : E02400081
Departemen : Teknologi Hasil Hutan
Sub Program Studi : Pengolahan Hasil Hntan
Disetujui
Tanggal :
Penulis dilahirkan di Seinarang, 5 November 1982. Meiupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs. Moch Arifien, M.Si. dan
Rediningsih, S.Pd.
Pada tahun 1994, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar
dari SDN Citarum 3 Semarang, kemudian tal~un 1997 lulus dari
SLTPN 6 Seinarang dan tanat dari SMUN 5 Semarang pada tahun 2000.
Setelah gagal diteriina inasuk IPB melalui program USMI (Undangan Selelci
Masuk IPB), penulis inencoba mendaftar kembali pada program studi yang sama melalui
jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan diteriina sebagai mahasiswa
IPB di jurusan Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2000.
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kehutanan, penulis
menyusun karya ilmiah yang berjudul Kajian Perbandingan Struktur Anatomi Serta Sifat
Fisis dan Sifat Mekanis antara Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul dengan Kayu Jati
UCAPAN TERIMA KASIH
Sujud syukurku ke hadirat Allah SWT yang seuantiasa menyayangi, meujaga,
dan memberikan pelajaran-pelajaran yang berharga dari setiap pengalamanku meskipun
terkadang aku melupakan-Nya. Rasulku Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya serta
para Walisongo, terima kasih telah membawaku dalam nikmat Islam.
Kedua orang tua yang senantiasa menyayangiku dan membesarkanku, jasmnu
takkan pemah bisa terbalaskan oleh apapun. Maaf bila selama ini aku terlalu sering
mengecewakan kalian. Mulai malam ini aku akan bemsaha memberikan yang terbaik
untuk kalian. Kedua adikku yang selalu menyertai kehidupanku, semoga apa yang kalian
cita-citakan tercapai, jangan kecewakan orang tua yang sudah membesarkan kita.
Bapak Imam Wahyudi selaku pembimbing yang dengan sabar membimbing saya
menyelesaikan tugas akhir ini, anda adalah dosen terbaik yang pemah saya kenal. Saya
juga tidak akan melupakan jasa-jasa bapak selama ini dan semoga Allah selalu
inelimpahkan karunia dan rahmat-Nya.
Bapak Hayanto R. Putro dan Bapak Didik Suharjito, terima kasih telah
meluangkan waktu untuk menguji saya yang tnasih membutuhkan tambahan wawasan
pengetahuan ini.
Sahabatku Rovi yang selalu memberikan bantuan dengan ikhlas. Vi, Indonesian
Idol telah membuktikan bahwa engkau melnang sahabat yang paling setia, semoga
persahabatan kita akan kekal hingga ke anak cucu kita nanti.
Mba Esti yang selalu siap membantu dan menyiapkan peralatan selama saya
melakukan penelitian.
Pak Bambang dan Om Win, terima kasih atas bantuan pohon jatiuya. Tanpa
bantuan anda mun&n penelitian ini tidak akan t e m j u d .
Teman-ternan THH 37, Wisma Buaya, P3H, KKN Megamendung, Patra Atlas, Skyline Band, Qo-dham Band, Aikido, terhna kasih telah mewamai hidupku.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu ataupun lupa tertulis, saya
ucapkan terhna kasih yang sebesar-besamya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang tiada henti-hentinya
memberikan karunia, rahmat, dan pelajaran bagi saya sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
Tujuan saya tnenulis karya ilmiah ini selain sebagai syarat bagi saya untuk
memperoleh gelar sarjana kehutanan, juga merupakan wujud pengabdian saya terhadap
ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Gencamya promosi mengenai jati unggul dengan berbagai merek dagang akhir-
akhir ini membuat masyarakat awam tergiur akan impian untuk menjadi seorang juragan
jati dalam waktu 15 tahun. Sebagai seorang inahasiswa yang sedang mendalami illnu anatomi kayu, saya tergerak untuk lneneliti lebih lanjut mengenai sifat-sifat jati ungyl,
karena saya tahu bahwa secara teoritis pertumbuhan yang cepat akan tnenghasilkan
kualitas kayu yang rendah.
Semoga hasil penelitian saya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
masyarakat yang ingin berbisnis dengan tanaman jati unggul sehingga nantinya tidak ada
pihak yang merasa dirugikan.
Sebagai seorang manusia biasa, saya tak Input dari kekurangan dan kesalahan.
Saya sangat menanti tanggapan, kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan hasil penelitian ini.
Bogor, 14 Mei 2004
Penulis
DAFTAR IS1
KATA PENGANTAR ... i
..
DAFTAR IS1 ... 11DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I . PENDAHULUAN ... 1
A . Latar Belakang ... 1
B . Tuju an ... 2
C
.
Manfaat ... 2BAB 11
.
TINJAUAN PUSTAKA ... 3A
.
Keterangan Umum Tentang Jati ... 31 . Narna Botani ... 3
2
.
Tanda Di Lapanga 3 3.
Sifat-Sifat Kayu Jati...
3. .
4 . Cm Anatomi ... 4B
.
Jati Unggul ... 5... C . Kayu Teras dan Kayu Gubal 5 ... . 1 Pengertian Kayu Teras dan Kayu Gubal 5 ... 2
.
Pernbentukan Kayu Teras dan Kayu Gubal 6 . ... 3 Sifat-Sifat Kayu Teras 6 ... D.
Kayu Juvenil 7 . ... 1 Pengertian Kayu Juvenil 6 ... . 2 Sifat-Sifat Kayu Juvenil 8 E.
Kayu Awal dan Kayu Akhu ... 9... F . Tekstur I 0 ... G
.
Kerapatan dan Berat Jenis 11 H.
Keteguhan Lentur Statis (Slatic Bending Slreng~h) ... 11...
BAB I11 . BAHAN DAN METODE 12
...
1
.
Bahan-Bahan Peneliti an ... 122
.
Alat-Alat ... 12. .
B
.
Metode Penelmh an ... 121
.
Penentuan Kayu Teras dan Kayu Gubal ... 122
.
Persentase Kayu Juvenil 13...
3
.
Persentase Kayu Awal dan Kayu Akhir 134
.
Penentuan Tekst 145
.
Pengukuran Berat Jeni 14...
.
6 Pengujian Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength 14
7
.
Pengolahan Dat 158 . Tempat dan Waktu Penelitia 16
BAB 111
.
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17A . Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal ... 17
B
.
Persentase Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa ... 18C . Persentase Kayu Awal dan Kayu Akhir 19
D
.
Tekstur ... 21E . Kerapatan dan Berat Jeni 22
F . Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength) ... 24
BAB V . KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
...
A
.
Kesimnpulan 27...
B . Saran 27
...
BAB VI . DAFTAR PUSTAKA 28
...
DAFTAR GAMBAR
Judul Halaman
Variasi stmktur kayu pada arah horisontal dan vertikd ... 8
[image:12.602.110.504.146.574.2]Kerapatan kayu dan hubungannya dengan umur pohon ... 9
Grafik persentase kayu teras ... 17
Penampang melintang masing-masing contoh uji ... 18
Contoh g r a f i kerapatan pada masing-masing nap tumbuh yang lnasih menunjukkan kecendernngan terns meningkat ... 19
Contoh grafik panjang serat pada masing-masing riap tu~nbuh yang masih ... lnenunjukan kecenderungan terns meningkat 19 Grafik persentase kayu akhir ... 20
...
Grafik lebar kayu akhir 20
Perbedaan lebar riap tumbuh antara (A) jati unggul umur 3 tahun dengan
(B) jati konvensional umur 8 tahun pada perbesaran 100x ... 2 1
...
Grafik ukuran pori 21
...
Grafik kerapatan 22
. .
...
Grafik berat jeu~s 23
...
Grafik Modulus Lentur (Modulus ofElas~iciiy) 24
...
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Halanan
Prosedur pembuatan slide mikrotom ... 31
[image:13.595.98.498.144.527.2]Prosedur pembuatan sediaan lnaserasi 31
Grafik kerapatan masing-masing lempeng contoh uji ... 32
...
Grafik panjang serat masing-masing lempeng contoh uji 34
...
Hasil analisis keragarnan dan uji lanjut Tukey untuk kerapatan 37
...
Hasil analisis keraganan dan uji lanjut Tukey untuk Berat Jenis 37
...
Hasil analisis keraganan dan uji lanjut Tukey untuk MOE 38
...
Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Tukey untuk MOR 38
Data panjang serat ... 39
Data Berat Jenis ... 45
46
47
Data MOE dan MO 49
...
I.
PENDAHULUANA. Latar Belakang
Kayu Jati (Teclona grandrs L. f ) merupakan salah satu ballan baku industri
perkayuan yang populer karena memiliki banyak kelebihan. Meskipun pada akhir-akhir
ini trend penggunaan kayu lain sudah sangat meluas, nrunun jati masih merupakan pilihan
utama (Gold Teak, 2003), tercermin dari kebutuhan kayu jati baik dalan negeri maupuu
luar negeri yang selalu meningkat. Sebagai contoh adalah peniugkatan volume penjualan
kayu jati di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada periode 1996-2000 dari 288.507
ln3 menjadi 762.654 m3 (Tini, 2002). Akan tetapi yang menjadi masalah adalah pasokan
kayu jati se~nakin lama semakin berkurang karena maraknya penjarahan, seperti yang
terjadi di Kudus dan Pati pada tahun 1998 yang mengakibatkan gundulnya hutan jati yang
ada (Suara Merdeka, 2003), serta di KPH Cepu selama periode Januari-Juli 2000 yang
mengakibatkan berkurangnya tegakan jati sebanyak 36.932 pohon (Soedaryanto, 2000).
Berkurangnya pasokan kayu jati juga disebabkan adanya kendala siklus umur panen jati
konvensional yang relatif lama, yaitu minimal45 tahun. Jadi untuk memenuhi keperluan
indushi kayu saat ini diperlukan kayu jati yang dapat dipanen dalrun waktu singkat, tetapi
dengan kualitas yang tetap terjaga.
Untuk mengatasi kendala utama ketersediaan bahan kayu jati karena siklus umur
panen yang lama tersebut, saat ini telah dikembangkan tanaman jati unggul yang berasal
dari pohon-pohon induk terpilih dan kemudian diperbanyak melalui kultur jaringan
tanaman. Penggunaan bibit jati unggul hasil kultur jaringan dalam pengembangan
budidaya tanaman jati telah dikembangkan di beberapa negara seperti India, Costa Rica,
Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Bibit jati unggul hasil kultur jaringan yang dinainakan
jati emas atau jati prima atau jati super memiliki kecepatan perhmbuhan 3-4 kali lebih
cepat dari pertumbuhan bibit jati asal biji, kemampuan tunbuh di atas 80 persen,
percabangan sedikit dan pengembalian modal lebih cepat karena dapat dipanen pada
umur 15-20 tahun (Bachri, 2001).
Yang menjadi permasalahan adalah apakah kualitas kayu jati yang dihasilkan
oleh jati unggul sama dengan kualitas kayu yang dihasilkan oleh jati konvensional, karena
dengan perhmbuhan yang cepat berarti frekuensi pembelahan selnya juga cepat. Menurut
Pandit (2002), antara frekuensi pembelahan sel inisial fusifonn dan panjang sel yang
akan menghasilkan sel-sel yang lebih pendek. Hal iN didnga akan bei~engaruh terhadap
kualitas khususnya kerapatan dan kekuatan kayu. Oleh karena itu perln dilakukan
penelitian yang komprehensif mengenai sifat-sifat kayn jati ungguf, sehingga target
pe~nenuhan kebutuhan bahan baku indusksi dapat terpenuhi dengan kualitas yang tetap
terjaga.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan sifat-sifat anatomi dan
beberapa sifat fisis-mekanis antara kayu jati unggul dengan jati konvensional terutatna
untuk:
1. Membandingkan persentase kayu teras dan kayu gubal antara jati unggul dengan jati konvensional pada Kelas U ~ n w (KU) I.
2. Membandingkan persentase kayu j u v e ~ l dan kayu dewasa antara jati unggnl
dengan jati konvensional pada KU I.
3. Membandingkan persentase kayu awal dan kayn akhir antara jati unggul dengan jati konvensional pada KU I.
4. Membandingkan tekstur kayu antara jati unggul dengan jati konvensional pada KU I.
5. Membandingkan sifat-sifat fisis dan mekanis antara jati unggul dengan jati konvensional pada KU I
C. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal tentang perbandingan
sifat-sifat anatomi, fisis dan mekanis antara kayu jati unggul dengan jati konvensional,
sehingga dapat dijadikan acnan dalam menentukan penggunaan dan pemanfaatan kayu
U. TIh'JAUAN PUSTAKA
A. Keterangan Umnm Tentang Jati
1. Nama Botani
Tecrona grandis, L. f. lnempakan salah satu famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal dengan nama jati, deleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, atau
kulidawa. Sedangkan di negara lain dikenal dengan nama giati (Vietnam), teak
(Burma, India, Thailand, Inggris, USA, Belanda, Jerman), kyun (Bunna), sagwan
(India), mnai sak (Thailand), teck (Perancis), atau teca (Brazil) (Martawijaya el a/,
1995).
2. Tanda di Lapangan
Menurut Rachmawati, el a / (2002), pohon jati lnerupakan pohon besar yang
menggugurkan daun. Pada kondisi baik, tingginya dapat lnencapai 30-40 meter. Pada
habitat kering, pertumbuhannya menjadi terhambat, cabang lebih banyak, rnelebar
dan mernbentuk semak. Pada tapak yang baik, batang bebas cabang dapat mencapai
15-20 meter atau lebih, percabangan kurang tapi ~ n b u n . Pohon tua sering beralur
dan berbanir. Kulit batang tebal, berwama abu-abu atau coklat muda keabu-abuan.
Dauinya lebar dengan panjang 25-50 cm dan lebar 15-35 sentimeter. Letak daun
bersilangan, bentuknya elips atau bulat telur dan bagian bawah berwama abu-abu,
tertutup bulu berkelenjar wama merah. Ukuran bunga kecil, berdiameter 6-8 mmn
berwama keputih-putihan dan berkelamin ganda, terdiri dari benangsari dan put&
yang terangkai dalam tandan besar. Jumlah kuncup bunga 800-3800 per tandan,
bunga mekar dalam waktu 2-4 minggu.
Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutana pada tanah yang mengandung
kapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah hujan C-F menurut Schmidt dan Ferguson, jumlah hujan rata-rata 1200-2000 d t a h u n
dengan ketinggian 0-700 m dari permukaan laut (Martawijaya, 1995).
3. Sifat-Sifat Kayu Jati
Jati tergolong kayu berat-sedang dengan permukaan kayu yang halus dan
mempunyai karakteristik penampakan yang menarik. Kayu teras berwarna coklat
kekuning-kuningan setelah ditebang, tetapi kadang-kadang benvama coklat
berwama putih kekuning-kuningan atau coklat kuning muda. Kayu seperti benninyak
bila disentnh, ketika ditebang berbau seperti bahan-bahan yang terbuat dari kulit
(Martawaijaya, 1995).
Kayu jati rnemiliki corak dekoratif yang indah berkat jelasnya lingkaran
ttunbuh, sedikit buram dan beminyak. Tekstur agak kasar dan tidak merata. Arah
serat lurns bergelombang sampai agak berpadu. Lingkaran tumbuh tampak jelas, baik
pada bidang melintang dan radial maupun bidang tangensial (Mandang dan Pandit,
1997).
Berat jenis rata-rata kayu jati 0,67 (0,62-0,75) dan tergolong ke dalam kelas
awet 1-11 serta kelas h a t 11 (Mandang dan Pandit, 1997). Penyusutan sampai kering tanur ~nencapai 2,8% untuk arah radial dan 5,2 % untnk arah tangensial
(Martawijaya, 1995).
Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan mesin maupun dengan alat tangan.
Jika alat-alat yang digunakan cukup tajam dapat dikerjakan sampai halus, tetapi
bidang transversal harus dikerjakan dengan hati-hati karena kayunya agak rapuh.
Kayu jati dapat divemis dan dipelitur dengan baik (Martawijaya, 1995).
4. Ciri Anatomi
Ciri anatomi kayu jati adalah pori atau pembuluh tersusun taka lingkar,
bentuk bulat sampai bulat telur, diameter tangensial bagian kayu awal sekitar 340-370
mikron, pada kayu akhir sekitar 50-290 mikron, bidang perforasi sederhana, berisi
tilosis atau endapan benvarna putih. Parenkim yang bertipe paratrakeal bentuk
selubung tipis, pada bagian kayu awal selubung ini agak lebar sampai membentuk
pita marjinal yang bertipe apotrakeal jarang, unumnya membentuk rantai yang terdiri
atas 4 sel. Jari-jari lebar, terdiri dari 4 seri atau lebih, jumlahnya 4-7 per mmn, arahnya
tangensial, komposisi selnya homoseluler (hanya sel-sel baring) tingginya dapat
mencapai 0,9 milimeter (Mandang dan Pandit, 1997).
Martawijaya (1995) menyatakan bahwa kayu jati mempunyai pori sebagian
besar atau hampir seluruhnya soliter dalam susunan taka lingkar, diameter 20-400
mikron frekuensinya 3-7 per milkmeter persegi. Parenhn tennasuk tipe paratrakeal
berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Disamping itu terdapat pula
parenkim apotrakeal berbentuk pita tangensial pendek atau panjang. Parenkim
tenninal terdapat pada batas lingkaran ttunbuh. Panjang serat rata-rata 1.316 mikron
18,2 mikron. Jari-jari holnogen dengan lebar 50-100 mikron, tingginya 500-2000
mikron, frekuensi 4-6 per inilimeter persegi.
B. Jati unggul
Jati unggul atau jati emas atau jati super atau jati prima merupakan bibit unggul
hasil dari perbanyakan kultur jaringan yang dikembangkan pertama kali dalam
laborato~ium, di tnana tanaman induknya pada mulanya berasal dari negara Myanmar.
Jati unggul sudah sejak tahun 1980 ditana~n secara luas di Myanmar dan Thailand. Klonal
unggul ini memiliki keunggulan genetik sama dengan induknya dan w a h panennya relatif cepat yaitu antara 15-20 tahun. Jati unggul melniliki beberapa keunggulan lain
seperti sangat baik ditanam dengan sistem tumpangsari, baik dengan tananan
perkebunan maupun pertanian. Untuk tanaman perkebunan, yang dapat ditumpangsarikan
adalah karet, kakaolcoklat, kopi, dan kelapa. Selain itu, jati unggul pun bemanfaat ganda
melalui tumpangsari palawija dengan jagung, kedelai, kacang tanah, cabai, dan ubi kayu.
Bibit Jati unggul dapat turnbuh dimana saja dengan catatan, lahan tidak tergenang air
(water log), pH (keasaman) tidak masam (5.0-8.0), tanah lempung berpasir, ketinggian
tidak lebih dari 500 m dpl, dan curah hujan 1.000-2.500 mmltahun dengan temperatur 22-
38 derajat Celcins. Jati unggul ini bisa dipanen 2 kali, yaitu pada tahun ke-10 dan tahun
ke-15. Panen tahun ke-10, merupakan panen penjarangan dan panen tahun ke-15
merupakan panen tebang habis.
C. Kayu Teras dan Kayu Gubal
1. Pengertian Kayu Teras dan Kayu Gubal
Bagian dalam kayu di dalan pohon yang terdiri dari xylem yang inasih hidup
sehingga menjamin proses fisiologis (fungsi penyalur, penyimpan cadangan
makanan, kekuatan mekanis) dapat berjalan secara aktif, disebut kayu gubal atau
sapwood. Lama kelamaan protoplasma sel-sel xylem yang masih hidup tadi rnenjadi
mati sehingga proses fisiologis (fungsi xylem sebagai penyalur dan penyimpan
cadangan makanan) tidak dapat berfungsi sebagaunana inestinya. Bagian ini disebut
kayu teras atau hearhvood (Pandit dan Ramdan, 2002).
Haygreen dan Bowyer (1982) lnenyatakan bahwa pada pengamatan suatu
potongan melintang batang, bagian tengah yang lebih gelap di dekat empulur disebut
sebagai kayu teras (heartwood) yang kemudian dikelilingi oleb bagian luar yang lebih
terang yang disebut sebagai kayu gubal (sapwood). Di dalam kayu gubal inilah
berfungsi menunjang pohon secara mekanis. Pandit (1995) menyatakan kayu teras
selalu terdapat dalam semua pohon pada umur tertentu tanpa memperhatikan ada atau
tidaknya perbedaan warna. Jadi dapat saja kayu teras mempunyai wama yang sama
dengan kayu gubaltiya.
2. Pernbentukan Kayu Teras dan Kayu Gubal
Menurut Pandit dan Ramdan (2002) terdapat beberapa hipotesa tentang
terjadinya kayn teras. Hipotesa yang mendapatkan dukungan terlebih dahulu
tnengatakan bahwa kayu teras di sini terbentuk akibat adanya penumpukan udara di
dalatn suatu sistem sel tertutup, sehingga lnenyebabkan sel-sel parenkim menjadi
mati.
Hipotesa yang kedua, hipotesa yang lebih barn, menyatakan bahwa kayu
teras dibentuk karena persediaan air pada bagian dalam batang pohon (xylem)
berkurang untuk periode tertentu sehingga persediaan bahan makanan menumpuk
melebihi jutnlal~ yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis pohon.
Dalam kondisi demikian inaka persediaan pati (starch) di dalam sel-sel parenkim kayu gubal akan dihidrolisa menjadi soluble carbohydrates, dan akhirnya
di transfomasi melalui reaksi yang tidak dapat berubah (irreversible) tnenjadi
substansi ekstraktif.
Jenis yang tidak efisien dalam penggunaan produksi makanannya akan mulai
membentuk kayu teras pada saat pohon masih muda, sehingga pohon setelah dewasa
akan memiliki kayu gubal yang sempit dan bagian kayu teras yang lebar. Sebaliknya
untuk jeuis-jenis yang efisien dalam pengunaan bahan makanan akan menunda atan
lnemperlambat terbentuknya kayu term sehingga dalam keadaan yang ekstrim akan
mempunyai bagian kayu gubal yang lebar dan bagian kayu teras yang setnpit.
Pandit (1995) menyatakan bahwa perubahan dari kayu teras menjadi kayu
gubal disertai oleh pembentukan berbagai zat organik yang secara unum disebut
sebagai zat ekstraktif. Selanjutnya perkembangan zat di dalam xylem ini ditandai oleh
perubahan warna jaringan, sehingga bagian kayu teras berwama lebih gelap
dibanding dengan kayu gnbalnya. Tetapi perubahan wama yang semakin gelap ini
tidak selalu terjadi pada perubahan kayu gubal menjadi kayu teras.
3. Sifat-Sifat Kayu Teras
Haygreen dan Bowyer (1982) menyatakan bahwa perbedaan antara kayn
bahan-baban kunia ini merupakan penyebab utama sifat-sifat kayu teras yang unik,
beberapa diantaranya adalah:
a. Kayu teras umumnya lebih gelap wamanya daripada kayn gubal.
b. Kayu teras umwnnya lebih tahan serangan cendawan dan serangga,
c. Kayu teras umumnya sukar ditembus oleh cairan (seperti bahan kimia pengawet).
d. Kayu teras umumnya lebih sukar dikeringkan.
e. Kayu teras cenderung memiliki bau yang khas.
f Kayu teras lebih berat per satuan volumenya daripada kayu gubal.
Mennrut Brown dan Panshin (1949), kayu teras tidak hanya berbeda dalam
hal wama dan zat-zat ekstraktif dengan kayu gubal tetapi biasanya berbeda beratnya
dan terkadang mempunyai korelasi terhadap kekuatan serta keawetan dan
permeabilitasnya. Pada kondisi kadar air yang sama, umwnnya kayu teras lebih berat
daripada kayu gubal. Hal ini disebabkan oleh besamya kandungan zat ekstraktif atau
zat pengisi pada kayu teras.
D. Kayu Juvenil
1. Pengertian Kayu Juveuil
Kayu yang dibetuk pada tahap-tahap permulaan keberadaan suatu pohon
disebut kayu juvenil (Haygreen dan Bowyer, 1982). Menurut Rendle (1960) dalam
Haygreen dan Bowyer (1982), kayu juvenil telah diberi batasan sebagai xylem
sekunder yang dihasilkan oleh daerah-daerah kambium yang dipengaruhi oleh
kegiatan dalam meristem apikal. Secara struktural kayu juvenil dicirikan dengan
adanya kenaikan dimensi panjang sel secara progresif.
Sedangkan menurut Pandit (1995), kayu juvenil merupakan massa xylem yang dibentuk pada tahun-tahun pertama saat kambinm vascular sangat dipengaruhi oleh
kegiatan meristem primer. Pembentukan kayu juvenil dikaitkan dengan pengamh
meristem apikal yang lama, pada daerah tajuk yang aktif pada musim pertumbuhan.
Sesndah tajuk naik ke atas, pohon menjadi lebih tua dan kambium dalam ketinggian
tertentu menjadi kurang terpengmh secara langsung oleh tajuk dan saat itu kambium
Gambar 1. Variasi struktur kayu pada arah horizontal dan vertikal ( I , empulur; 2. kayu juvenil; dan 3. kayu dewasa).
Kayu juvenil dibentuk pada pusat pohon pada arah longitudinal seperti
terlihat pada Ganbar 1 (Tsoumis, 1991).
2. Sifat-Sifat Kayu Juvenil
Pada umumnya kayu juvenil lebih rendah kualitasnya daripada kayu dewasa
terutama untuk kayu konifer. Dalam kayu daun lebar dan kayu konifer misalnya, sel-
sel kayu juvenil lebih pendek daripada kayu dewasa. Sel-sel dewasa kayu konifer
mungkin tiga sampai ernpat kali panjang sel-sel kayu juvenil, sedangkan serabut-
serabut dewasa kayu daun lebar umumnya dua kali penjang sel-sel yang dekat
empulur (Daswe11,1958 dalan Haygreen dan Bowyer, 1982).
Adanya kayn juvenil sukar ditentukan secara makroskopis, terutama pada
kelornpok kayu konifer, tetapi pada kelompok kayu dam lebar umumnya ditandai
oleh adanya diameter tangensial pori yang lebih kecil dan pola penyebarannya yang
menjadi berbeda. Berakhirnya periode juvenil ke kayu dewasa dapat lnendadak pada
beberapa jenis pohon, tetapi beberapa jenis yang lain dapat ditandai dengan adanya
zone transisi menuju ke kayu dewasa. Pada umumnya kualitas kayu yang lebih
Gambar 2. Berat Jenis dan hubungannya dengan umur pohon
Secara m u m adanya kayu juvenil dapat dilihat dari kerapatan kayunya yang
lebih rendah, riap riap pertumbuhan umumnya didotninasi ole11 kayu awal, lingkaran
pertumbuhan yang lebih lebar, wamanya yang lebih terang dan berat kayu yang
relatif lebih ringan bila di bandingkan dengan biasanya, maka ha1 ini dapat dipakai
sebagai kriteria daliun menentukan adanya kayu juvenil (Pandit, 1995).
E. Kayu Awal dan Kayu Akhir
Di daerah bermusim sedang, pemnbuhan meinpunyai ciri berlangsung cepat
pada awal musun semi dan liunbat pada akhir m u s h panas sebelum berhenti pada
musun gugur. Pola pertumbuhan seperti ini menghasilkan kayu yang berbeda. Pita-
pita kayu berselang-seling yang dibentuk pada awal dan akbir musim tumbuh
menandai batas-batas lingkaran perhmbuhan tahunan. Kayn akhir memilki kerapatan
yang lebih tinggi, karena tersusun atas sel-sel yang memiliki diameter radial yang
relatif kecil, dinding yang tebal dan rongga sel yang kecil (Haygreen dan Bowyer,
1982).
Lingkaran hxnbuh dalam peuampang lintang batang dapat nampak
mencolok. Hal ini disebabkan karena intensitas pertumbuhan dan kerapatan kayu yang dihasilkan sepanjang periode pertumbuhan tidak seragam. Pembentukan kayu
pada permulaan musim tumbuh berjalan cepat, kemudian makin iiunbat semakin
inendekati akhir musim pertumbuhan. Di daerah bermusim sedang, pertumbuhan
dimulai pada m u s h semi (sprmng) dan diteruskan sa~npai m u s h panas (summer).
Massa kayu dari lingkaran tumbuh yang dibentuk pada inusim seini disebut kayu
awal atau earlyvood (spr~ngwood) biasanya lebih porous karena sel-selnya
Diameter sel-selnya juga lebih besar, mempunyai berat jenis yang lebih rendah dan
lebih banyak berfimgsi sebagai konduksi atau pengangkutan bahan makanan.
Sedangkan kayu akhir (summenvood) biasanya lebih rapat sehingga wamanya
menjadi lebih gelap. Hal ini disebabkan karena bagian kayu ini mempunyai dinding
yang tebal, lumen selnya sempit tetapi ukurannya panjang. Karena sifat-sifat ini,
maka kayu akhir mempunyai fungsi konduksi tidak sebaik dari kayu awal, tetapi
sebaliknya fungsi penguat batang akan lebih baik (Pandit dan Ramdan, 2002).
Kayu-kayu dari daerah tropik jarang menunjukkan kedua jaringan tersebut
berbeda secara mencolok, oleh karena itu lingkaran tumbuh kayu-kayu tropik
umunya tidak jelas. Hanya pada kayu-kayu yang berasal dari daerah-daerah yang
mempunyai periode basah dan periode kering yang berbeda jelas, lingkaran tumbuh
ini akan mencolok. Lingkaran twnbuh yang jelas juga dapat terjadi pada pohon-
pohon yang mempunyai sifat menggugurkan daun (decideous forest) misalnya pada
jati (Tectona grandis) (Pandit dan Ramdan, 2002).
F. Tekstur
Istilah tekstur berkenaan dengan kualitas pennukaan yang ditentukan oleh
ukuran relatif sel-sel penyusun. Tekstur suatu jeNs kayu dikatakan halus jika sel-
selnya, temtama pembuluh dan jari-jari, berukuran kecil-kecil. Tekstur suatu jenis
kayu dikatakan kasar jika sel-selnya berukuran relatif besar. Tekstur dinilai pula dari
tingkat kerataannya. Tekstur dikatakan tidak rata jika halus di tempat-tempat tertentu
dan kasar di tempat lain pada permukaan yang sama. Hal iui dapat disebabkan oleh
pembuluh yang berkelompok atau berganda radial 4 sei atau lebih, seperti pada j e ~ s -
jenis kayu nyatoh (Mandang dan Pandit, 1997). Sebagai contoh; diameter sel serabut
lebih kecil dari 30 mikron akan menyebabkan kayu bertekstur halus. Diameter antara
30-45 mikron tekstur sedang dan diameter lebih dari 45 mikron tekstur kasar (Pandit
dan Ramdan, 2002).
Selain itu tekstur juga dapat ditentukan melalui diameter sel pori atas dasar
sebagai berikut:
e Tekstur kasar, bila ukuran diameter tangensial pori 3 200 rnikrou
-
Tekstur sedang, bila ukuran diameter tangensial pori 100 - 200 mikronG. Kerapatan dan Berat Jenis
Brown el a1 (1952) menyatakan bahwa kerapatan adalah perbandingan antara
~nassa dengan volume. Sedangkan berat jenis merupakan perbandingan antara
kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar pada temperatur tertentu. Benda
standar biasanya digunakan air destilata pada suhu 4'C yang mempunyai kerapatan 1 &m3, oleh karena itu berat jenis merupakan rasio berat benda dengan volumenya.
Berat jenis dan kerapatan sangat berpengaruh pada sifat-sifat kayu temtama
kekuatan dalam menahan beban.
Berat kayu bewariasi di antara berbagai jenis pohon dan di antara pohon dari
satu jenis yang sana. Variasi ini juga terjadi pada posisi yang berbeda pada satu
pohon. Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah
zat penyusun dinding sel dan kandnngan zat ekstraktif per unit volume.
Variasi berat jenis pada kayu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur,
kecepatan tumbuh dan posisi pada batang.
H. Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Slrengtli)
Menurut Haygreen dan Bowyer (1982), keteguhan lentur statis lnerupakan
sifat yang digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul suatu gelagar.
Apabila suatu gelagar diberi beban terpusat, separuh yang atas mengalami tegangan
tekan dan separuh yang bawah mengalami tegangan tarik. Sedangkan sumbu netral
tidak mengalami tegangan tarik maupun tegangan tekan.
Dari pengujian keteguhan lentur akan diperoleh nilai keteguhan kayu pada
batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum. Di bawah batas proporsi terdapat
hubnngan garis lurus antara besamya tegangan dengan regangan, di mana nilai
perbandingan antara regangan dengan tegangan ini disebut rnoduus of elaslicrty (MOE). Modulus of rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji keteguhan lentur dengan inenggunakan pengujian yang sama untuk
11. BAHAN DAN METODE
A. Alat dan Bahan
1. Bahan-Bahan Penelitian
Kayu yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari satu tempat twnbuh
yaitu dari Semarang. Uinur tegakan yang dipilih adalah 3 dan 8 tahun untuk jati konvensional, 3 tahun untuk jati unggul. Masing-masing anggota diambil 1 batang
pohon yang dipilih berdasarkan tampilan fisik terbaik. Dari setiap pohon diambil tiga
bagian yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung, masing-masing sepanjang 50
sentimeter. Dari potongan kayu tadi, untuk kepentingan pengujian sifat-sifat
anatominya dipotong setebal 5 cm sedangkan sisannya untuk keperluan sifat fisis dan mekanisnya.
Bahan-bahan pembantu untuk sifat anatotni khususnya pembuatan slide tnikrotom adalah safianin 2%, air destilata, enthelen, HNO,, KCIOj, alkohol 50%,
70%, 90%, dan loo%, plastik transparansi, kertas saring dan xylol.
2. Alat-Alat
Alat alat yang digunakan adalah gergaji busur yang digunakan untuk
menebang dan circular saw untuk memotong kayu menjadi lempengan tipis setebal 5
cm, amplas, cutter, mikroskop, tabung reaksi, h a s , kaca preparat, coverglass, alat tulis, penangas air, kaliper, oven, pisau mikrotom, kamera, mesin uji kehatan kayu
tnerek Amsler.
B. Metode Penelitian
1. Penentuan Kayu Teras dan Kayu Gubal
Contoh uji setebal 5 cm tersebut dikupas kulitnya setelah itu penampang lintangnya diserut dan diamplas agar tampak jelas batas antara kayu teras dan kayu
gubainya. Gambaran penampang lintang tadi kemudian dipolakan di atas plastik
transparansi.
Pada gambar yang terpola, kemudian diukur jari-jari kayu secara k e s e l d a n
dan jari-jari sampai bagian teras. Baik jari-jari total maupun jari-jari teras, dilakukan
Diameter kayu total dan persentase kayu teras dihitung dengan rumus
berikut:
(2 x jari- jari lerperidek)
+
(2 x jari- jari terpanjarig) Diameter =diameter feras
% kayu teras = x 100%
diameter keseliiruhan
2. Persentase Kayu Juvenil
Untuk menghitung kayu juvenil dan kayu dewasa dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi sampai batas inana terjadinya kayu juvenil tersebut.
Identifkasi kayu juvenil ditandai dengan kenaikan kerapatan dan panjang serat tiap
lingkaran tumbuh yang terlihat secara progresif. Setelah kerapatan dan panjang serat
tiap l i n g k m tumbuh mulai stabil berarti sudah mempakan batas kayu dewasa.
Sebelutn tiap lingkaran tumbuh diukur panjang serat dan kerapatannya,
terlebih dahulu lempengan kayu setebal 5 cm tersebut digambar nap tumbuhnya pada plastik transparansi. Untuk mengukur panjang serat, sel-sel kayu harus dipisahkan
terlebih dahulu dengan cara maserasi.
Setelah diketahui sampai lingkaran tumbuh ke berapa keberadaan kayu
juvenil, lalu untuk menghitung persentase kayu juvenil dilakukan perhitungan luas
kayu juvenil menggunakan plastik transparansi yang telah terdapat gambar lingkaran
tumbuh tadi. Ketentuan perhitungan luas sama dengan perhitungan luas pada kayu
teras dan kayu gubal.
Persentase kayu juvenil dapat dihitung dengan rumus sebagai benkut:
L~ras kayrr jiivenil
Kayu juvenil (%) = x 100%
Lzias kayrr secara keselzrriiIrarr
Keterangan: kayu dewasa (%) = 100%-kayu juvenil
3. Persentase Kayu Atval dan Kayu Akhir
Penentuan kayu awal dan kayu akhir dengan melihat riap tumbuh di dekat
kulit, antara kulit d m empulur, serta bagian dekat empulur dengan mengukur lebar
kayu
akhir
pada slide mikrotom (lampiran). Setelah itu lebar kayu akhir tiap leinpeng contoh uji dirata-ratakan dan dikalikan dengan jumlah riap tumbuh yang ada sehinggaPersentase kayu akhir dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Lebar kayu akhir
% kayu akhu = x 100%
jari - jari kaylr
4. Peneutuan Tekstur
Penentuan tekstur kayu jati dilakukan dengan pembuatan slide mikrotom
pada bagian melintang kayn. Pembuatan slide mikrotom dilakukan dengan metode
FPL (Forest Producl Laboratory) seperti pada lampiran. Tekstur kayu jati ditentukan
dengan pengukuran diameter tangensial pori pada slide mikrototn.
Untuk keperluan penilaian tekstur kayu jati dalam penelitian ini, diameter
tangensial pori-porinya diukur dan kasar atau hdusnya tekstur kayu jati ditentukan
atas dasar sebagai berikut:
a. Tekstur kasar, bila ukuran diameter tangensid pori-pori 2 200 mikron b. Tekstur sedang, bila ukuran diameter tangensid pori-pori 100-200 &on
c. Tekshrr hdus, bila ukuran diameter tangensid pori-pori 5 100 mikron
5. Pengukuran Berat Jenis
Berat jenis dapat dihitung meldui perbandingan berat kering tanur kayu
dengan berat air yang volumenya sama dengan volume kayu dalam keadaan kering udara. Contoh uji dibuat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 3,5 cin masing-masing 6 buah
untuk setiap lempeng kayu. Untuk mencari berat kering tanur yang ada contoh uji ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan kedalam oven Lt 100°C selama
+
24jam, setelah itu contoh uji ditimbang dan didapatkan berat kering tanur. Untuk
tnendapatkan volume kayu dapat dilakukan dengan metode Archymedes. Kemudian
dari hasil tersebut dihitung nilai berat jenis kayunya dengan m u s sebagai berikut:
Beral ker ir~g tan zrr
Berat Jenis =
Berat air yang dipindahkan
6. Pengujian Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Spength)
Pengujian ini akan menghasilkan nilai tnodulus patah (MOR) dan kekakuan
lentur (MOE). Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji mekanis merek
Amsler.
contoh uji horizontal (centre point loading). Defleksi akibat pembebanan dapat
dibaca pada deflektometer. Beban maksimum diperoleh sampai contoh mengalami
kerusakan pennanen.
Nilai MOE dan MOR diperoleh dengan menggunakan rutnus sebagai
berikut:
MOE = APL~
4 ~ ~ 6 1 1 ~
3BL
MOR = -
2bh2
Keterangan :
MOE
MOR
P L
Y
b
h
B
= kekakuan lentur (kg/cm2)
= modulus patah (kg/cm2)
= beban di bawab batas proporsi (kg)
= jarak satigga atau bentang balok (cm)
= lenturan atau defleksi yang terjadi akibat beban P (cm)
= lebar penampang balok (cm)
= tinggi penampang balok (cm)
= beban lentur inaksimum siunpai patah (kg)
7. Pengolahan Data
Data hasil penelitian dari tiap contoh uji dianalisis secara deshiptif dan
statistik dengan menggunakan rancangan tersarang selanjutnya diuji lanjut Tukey
dengan menggunakan bantuan program Minitab 13 dan Microsof? Excel untuk
mengetahui hubungan sifat-sifat anatomi, fisis dan mekanis antara kayu jati unggul
dengan kayu jati konvensional pada KU I.
Model linier dari rancangan dalam penelitian ini dapat dituliskan sebagai
berikut (Sudjana, 1985):
Di mana: i = jati unggul KU I, jati konvensional KU I j = bagian pangkal, ujung, tengah.
k = ulangan ke-k
Ai = pengaruh jati ke-i.
B..
,(,,
- - pengaruh bagian ke-J tersarang pada jati ke-iEij = pengaruh acak pada jati ke-I, bagian ke-j dan ulangan ke-k
8. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kayu Solid Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan Laboratorium Pusat Studi Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan September
111. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persentase Kayu Teras dan Kayu Gubal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jati konvensional m u r 8 tahun
memiliki persen kayu teras testinggi yaitn sebesar 58,23% pada bagian pangkal
dan 46,3% pada bagian tengahnya, sedangkan jati unggul umur 3 tahun hanya
memiliki kayu teras pada bagian pangkal sebesar 29,81% dan bagian tengah sesta
ujungnya tidak ditemukan kayu teras. Sama halnya dengan jati konvensional
u n w 3 tahun yang hanya mempunyai kayu teras di bagian pangkalnya yaitu
sebesar 25%, sedikit lebih kecil dasi jati unggul (Gambar 3)
-a % KAYU TERAS N
" .
PANGKAL TENGAH UJUNG
[image:30.595.168.473.299.482.2]II Konvenional8 tahun Unggul3 tahun Konvensional3 tahun
Gambar 3. Grafik persentase kayu teras
Pada Gambar 3 terlihat persenetase kayu teras yang dimiliki oleh jati
unggul umus 3 tahun jauh dibawah jati konvensional urnus 8 tahun dan sedikit di
atas jati konvensional umur 3 tahun meskipun keduanya memiliki diameter yang
hampir sama. Hal tersebnt lebih dikarenakan faktor umur, di mana pada umus tiga tahun umurnnya pohon sedang melakukan aktifitas pestumbuhan yang sangat
cepat temtama perhunbuhan ke arah vestikal atau panjang sampai pohon tersebnt
dewasa, yaitu antara 30-60 tahun (Pandit dan Ramdan, 2002), sehingga jumlab
bagian kayu gnbal atau xylem yang mash hidup untuk menjamin proses
fisiologis masih relatif besar.
Umumnya persen kayu teras sangat menentukan kualitas kayy tidak
hanya dalam ha1 wama tetapi persen kayu teras yang tinggi bespotensi
dikatakan bahwa bila dilihat dari kandungan kayu terasnya, jati konvensional
umur 8 tahun memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan jati unggul umw 3 tahun dan jati konvensional umur 3 tahun.
Perbedaan persen kayu teras antara jati unggul umur 3 tahun dengan jati konvensional umur 3 tahun tidak terlalu janh, tetapi bila dihitung volume kayu terasnya, jati unggul umur 3 tahun meiliki volume kayu teras yang jauh lebih besar daripada jati konvensional unur 3 tahun karena diameter pohon jati unggul
[image:31.595.174.451.295.596.2]umur 3 tahun juga jauh lebih besar daripada diameter pohon jati konvensional umur 3 tahun (Gambar 4). Sehingga jika dibandingkan, kualitas jati unggul urnur 3 tahun masih di atas jati konvensional wnur 3 tahun.
Gambar 4. Penampang melintang masing-masing contoh uji.
B. Persentase Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa
Grafik yang diperoleh dari kerapatan maupun panjang serat masing-
masing siap twnbuh pada semua contoh uji mash sangat berfluktuatif dan
cendesung terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa baik kayu jati
mempengaruhi jumlah kayu juvenil daliun suatu pohon karena kayu juvenil
dibentuk pada awal masa pertumbuhan pohon (Haygreen dan Bowyer, 1982).
Pada umumnya kualitas kayu juvenil lebih rendah daripada kayu dewasa
karena kayu juvenil meiliki sel-sel yang lebih pendek dari kayu dewasa sehingga
kekuatan tariknya juga rendah, selain itu susut arah longitudinal kayu juvenil juga
relatif tinggi sehingga stabilitas dimensinya juga rendah. Karena ketiga sampel
pohon masih mengandung 100% kayu juvenil, maka kualitas kayu dari ketiga
pohon tersebut masih rendah.
I
Unggul3 tahun Tengahi
c 0.70%Q
-
*
*
0.60 -%
g
i? 0.50 -w -
X
0.40
-.
1 2 3 4 5
[image:32.595.179.461.250.396.2]riap ke
Gambar 5 . Contoh g r a f i kerapatan pada masing-masing riap tumbuh yang masih menunjukkan
kecenderungan lerus meningkat.
Unggul3 tahun tengah
i
1
riap ke-
I
Gamba16. Conloh grafik panjang serat pada masing-masing riap tumbuh yang masih mcnunjukkan kecendemngnn terns meningkat.
C. Persentase Kayu Awal dan Kayu Akhir
Porsi kayu akhir pada ketiga pohon jika dinyatakan dalam persentase,
terlihat meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung sehingga bagian ujung
memiliki persentase kayu akhir yang paling tinggi dari bagian yang lain (Gambar
pohon akan lebih besar daripada bagian ujungnya. Penyimpangan tersebut
disebabkan oleh perbedaan diameter antar bagian yang relatif besar, sehingga
peningkatan lebar kayu akhir dari bagian ujung ke bagian pangkal tidak marnpu
mengunbangi faktor pembaginya yaitu diameter.
1
pangkal tengah ujungI
unggu u m ~ r 3 t a n ~ n m konwnsiona, umur 8 tahun' konlensional urnur 3 t a n ~ n
...
. - ...
[image:33.595.177.459.166.325.2].- .... - -. .. - - - .. . . .
Gambar 7. Grafik persentanse kayu akhir
Tetapi jika tetap dinyatakan dala~n lebar, jumlah kayu akbir dari bagiati
pangkal ke bagian ujung semakin menurun (Gambar 8).
I
Lebar Kayu AkhirI
15.000
10.000 8 tahun
E unggul u m u r 3
5.000 tahun
konvensional u m u r
0.000 3 tahun
pangkal ujung
Gamhar 8 Grafik lebar kayu akhir.
Baik dalarn persen maupun lebar, jati konvensional umnr 8 tahun
me~niliki jumlah kayu akhir yang paling besar, disusul oleh jati konvensional
umur 3 tahun, kemudian jati unggul umur 3 tahun.
Proporsi kayu akhir yang tinggi akan lnengakibatkan kayu inempunyai
Berat Jenis (BJ) yang lebih besar. BJ kayu akan mempengaruhi sifat pengerjaan
dan keinampuan kayu untuk menahan beban. BJ yang tinggi akan mengakibatkan
kayu lebih kuat menahan beban, sehingga jati konvensional umur 8 tahun lebih baik kualitasnya daripada jati unggul umw 3 tahun dan jati konvensional umur 3
Jati unggul telah dikembangkan sedemikian rupa untuk menghasilkan
pertumbuhan yang cepat, terutana ke arah horizontal atau pertumbuhan diameter
sehingga baik dalam kondisi inusim kemarau maupun tnusim hujan, sel-sel
krunbium tens menerus lnelakukan aktifitas pembelahan sel atau pemunbuhan.
Akibat perhnnbuhan yang terus menerus dan berlangsung cepat, kayu atau xylem
yang dihasilkan tidak teralu dipengaruhi oleh musim, sehingga corak yang
disebabkan perbedaan antara kayu awal dan kayu akhir tidak terlalu jelas atau
[image:34.595.134.498.259.388.2] [image:34.595.206.433.532.722.2]mencolok. Oleh karena itulah porsi kayu akhir pada jati unggul umw 3 tahun paling rendah jika dibandingkan dengan sampel yang lain.
Gambar 9. Perbedaan lebar riap tumbuh antara (A) jati unggul umur 3 tahun dengan (B)
jati konvensional umur 8 tahun pada perbesaran 100x. D. Tekstur
Hasil pengukuran pori pada masing-masing slide lnikroktom
lnenunjukkan bahwa semua jati, baik jati konvensional umur 8 tahun, jati unggul
umw 3 tahun, maupun jati konvensional wnw 3 tahun memiliki tekstur sedang
karenaukwan porinya berkisar antara 100-200 mikron (Gambar 10).
UKURAN PORl
PANGKAL TENGAH UJUNG
m Konwnsional8 tahun M Konwnsional3 tahun
o Unggul 3 tahun
Pada ketiga jenis sampel terlihat kecendemngan ukuran pori yang
semakin meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung kecuali pada jati
konvensional nmur 3 tahun. Hal ini menyebabkan tekstur kayu jati se~nakin mendekati bagian ujung semakin terasa kasar serta inenurun kerapatannya.
Diantara ketiga sampel tersebut, temyata jati unggnl umur 3 tahun
menllliki ukuran pori rata-rata paling kecil sehingga dapat dikatakan bahwa jati
unggul umur 3 tahun mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan sampel lainnya, dan jati konvensional umur 3 tahnn memiliki tekstur yang paling kasar.
Untuk jati konvensional umur S tahun, diameter terkecil pori yang
didapat dari hasil pengukuran sehesar 50 mikron dan diameter terbesar 287,85
mikron. Jati konvensional umur 3 tahun memiliki diameter pori terkecil 75 &on dan terbesar 250 mikron. Jati unggul umur 3 tahun meiniliki diameter pori terkecil 62,5 mikron dan terbesar 275 mikron. Hal ini sesuai dengan
pemyataan Mandang dan Pandit (1997) bahwa diameter tangensial pori kayu jati
berkisar antara 50-370 mikron.
E. Kerapatan dan Berat Jenis
Jati konvensional umur 8 tahun melniliki nilai kerapatan tertinggi baik
pada bagian pangkal, tengah manpun ujung. Kerapatan jati unggul umur 3 tahun pada bagian pangkalnya berada dibawah jati konvensional umur 3 tahun, akan
tetapi pada bagian tengah dan ujungnya berada di atas jati konvensional umur 3
tahun (Gambar 11).
KERAPATAN
PANGKAL TENGAH UJUNG
[image:35.602.186.463.515.714.2]/
unggul 3 tahun konensional 8.tahunI konwnsional3 tahunPada jati konvensional m u r 8 tahun nilai kerapatan berkisar antara 0,47-
0,70 g/cm3 sedangkan pada jati unggul umur 3 tahun berkisar antara 0,43-0,64
dcm3 dan jati konvensional umur 3 tahun berkisar antara 0,45-0,68 g/cm3.
Satna halnya dengan kerapatan, berat jenis jati konvensional utnur 8
tahun juga rnemiliki nilai tertinggi dibandiugkan jati unggul umur 3 tahun dan jati
konvensional umur 3 tahun (Gambar 12).
Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey untuk kerapatan dan berat jenis pada
tingkat kepercayaan 95% didapatkan hasil bahwa kerapatan berat jenis jati
konvensional umur 8 tahun berbeda nyata teradap jati unggul utnur 3 tahun maupun jati konvensional umur 3 tahun., sedangkan antara jati unggul umw 3
tahun dengan jati konvensional umur 3 tahun tidak berbeda nyata meskipun dalam grafik terlihat bahwa berat jenis jati unggul umur 3 tahun berada sedikit di
atas jati konvensional umur 3 tahun (Gambar 11 dan 12).
I
BERAT JENlSPANGKAL TENGAH UJUNG
unggul3 tahun konwnsional8 tahun
[image:36.595.179.461.349.582.2]konensional3 tahun
Gambar 12. Grafik Berat Jenis.
Pada Gatnbar 12 tidak terdapat nilai berat jenis jati konvensional umur 3
tahun pada bagian ujung, ha1 ini dikarenakan diameter kayu yang sangat kecil
sehiugga tidak memun&nkan untuk membuat contoh uji sebesar 2 cm x 2 cm x
3,5 cln. oleh karena itu pada bagian ujung jati konvensional umur 3 tabun tidak
dilakukan pengukuran berat jenis.
Kerapatan dan berat jenis inerupakan salah satu penentu kualitas kayu, di
tnana kayu yang mempunyai kerapatan dan berat jenis tinggi umumnya akan
beban. Oleh karena itu dari pengukuran kerapatan dan berat jenis masing-msing
sampel dapat dikatakan bahwa jati konvensional umur 8 tahun mempunyai
kualitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan jati unggul umur 3 tahun dan jati
konvensional urnur 3 tahun. Sedangkan kualitas jati unggul unur 3 tahun sendiri sedikit diatas jati konvensional umur 3 tahun meskipun tidak terlalu nyata perbedaannya.
Menumt PKKI (Peraturan Konsh-uksi Kayu Indonesia), berat jenis semua
sampel tennasuk kelas kuat I11 (0,40-0,60).
F. Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)
Dari hasil pengujian diperoleh nilai MOE tegak lums serat jati unggul
umur 3 tahun masih berada dibawah jati konvensional umur 8 tahun, baik dibagian pangkal, tengah maupun ujung. Namun jika dibandingkan dengan jati
konvensional wnur 3 tahun, nilai MOE jati unggul umur 3 tahun masih di atas jati konvensional umur 3 tahun (Gambar 13).
Hasil uji lanjut Tukey menjelaskan bahwa MOE jati konvensional umur
8 tahun berbeda nyata dengan jati unggul umur 3 tahun serta berbeda sangat nyata dengan jati konvensional umur 3 tahun. Sedangkan MOE jati unggul umur
3 tahun sendiri tidak berbeda nyata dengan jati konvensional umur 3 tahun.
MOE
L
/
/
unggul3 tahun konensional8 tahun [image:37.595.181.461.455.657.2]konensional 3 tahun
Gambar 13. Grafik Modulus Lentur (Modnhrs of Elasticify).
MOE merupakan ukuran kemampuan kayu untuk mernpertahankan
pembahan bentuk akibat beban. Dengan sernakin meningkatnya MOE, maka
jati unggul umur 3 tahun untuk menahan perubahan bentuk masih berada di bawah jati konvensional utnur 8 tahun dan tidak terlalu berbeda jauh dengan keknatan jati konvensional utnur 3 tahun.
Tidak berbeda jauh dengan MOE, nilai MOR tertinggi juga dimiliki jati
konvensional umur 8 taliun dan berdasarkan uji tukey hasilnya berbeda nyata
dengan jati unggul umur 3 tahun serta berbeda sangat nyata dengan jati konvensional umur 3 tahun. Sedangakan jati unggul utnur 3 tahun tidak berbeda nyata dengan jati konvensional umur 3 tahun meskipun dalam garifi nilai MOR jati unggul umur 3 tahun berada di atas jati konvensional umur 3 tahun (Gambar
14).
Nilai MOE dan MOR sangat dipengiiluhi oleh berat jenis dan kerapatan
kayu. Umumnya dengan seinakin meningkatnya berat jenis maka lneningkat pula
kekuatan kayu. Hal ini juga dapat dilihat pada grafik berat jenis (Gambar 12)
yang berbanding lurus dengan grafik MOE dan MOR.
m MOR
"? 0
m
1000.00 800.00
CV
E 600.00
0
400.00 200.00
0.00
PAWKAL TaXliAH WUNG
/ U unggul3 tahun konvensional 8 tahunl konvenslonal3 tahun
-
-
[image:38.599.180.449.371.573.2]- - -
Gambar 14. Grafii Modulus Patah (Modulus of Rupture).
MOR adalah sifat mekanis yang menunjukkan ukuran kemampuan kayu
dalam menahan beban. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas jati unggul
umur 3 tahun ~nasih berada di bawah jati konvensional umur 8 tahun dan tidak terlalu berbeda dengan jati konvensional umur 3 tahun.
Baik pada grafii MOE maupun MOR tidak terdapat nilai jati
sampel yang terlalu kecil sehingga tidak memungkinkan untuk dibuat contoh uji
dengan ukuran 30 cm x 2 cm x 2 cm.
Berdasarkan PKKI, MOR jati konvensional ulnur 8 tahun dan jati unggul
umur 3 tahun termasuk kelas h a t 11 (725-1100 kg/cmz), sedangkan jati
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian struktur anato~ni serta sifat fisis dan mekanis kayu jati
unggul wnur 3 tahun, jati konvensional umur 8 tahun, dan jati konvensional umur 3
tahun dapat disimpulkan bahwa:
1. Meskipun secara fisik jati unggul umur 3 tahun memiliki diameter yang hanpu sama dengan jati konvensional umur 8 tahun Uati unggul lebih cepat tumbuh), tetapi sifat-sifat anatomi maupun sifat fisis-mekanisnya rnasih berada jauh di
bawah sifat-sifat kayu jati konvensional umur 8 tahun.
2. Struktu~ anato~ni serta sifat fisis dan inekanis jati unggul m u r 3 tahun tidak jauh berbeda dengan jati konvensional umur 3 tahun.
3. Diduga dari struktur anatomi dan sifat fisis serta mekanisnya, maka kulitas kayu jati unggul wnur 3 tahun berada jauh di bawah jati konvensional umur 8 tahun
walaupun keduanya memiliki diameter kayu yang hampu sama.
4. Kualitas jati unggul umur 3 tahun hampir sama dengan jati konvensional umw 3
tahun sehingga diperkirakan pada saat jati unggul dipanen pada umur 15 tahun, kualitasnya tidak akan jauh berbeda dengan jati konvensional pada umur yang
sana.
B. SARAN
1. Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi
masyarakat yang ingin berinvestasi di bidang kehutanan, khususnya bagi yang ingin menjadikan jati unggul sebagai komoditas utamanya agar lebih berhati-hati
dan bijaksana, terutana dilihat dari aspek keuntungan dan kerugian.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada kelas umur berikutnya dengan penambahan pada aspek ketahanannya terhadap serangan organisme perusak
kayu.
3. Perlu dilakukan penelitian dari segi ekonomisnya, apakah menanan bibit jati
TV.
DAFTAR PUSTAKAA h , K.dan N. Tini. 2002. Mengebunkan Jati Unggul. Pilihan Investasi Prospektif. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Bachri, S. 2001. Jati Super Andalan Hari Tua. http:1/www.mnit1a-
bisnis.com/ll301/11301a.htm. [3 Mei 20031.
Brown, H. P., A. J. Panshin dan C.C. Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology. Vol
I. Mc Graw Hill Book Company Inc. New York.
Gold Teak Ethical Invesment. 2003. Fakta-Fakta Tentang Jati. http:1lwww.eoldteak.co1n 1iudonesia~factsaboutteak.htm. [3 Mei 20031.
Haygreen, J. G. dan J. L. Bowyer. 1982. Hasil Hutan dan Ihnu Kayu. Suatu Pengaltar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta..
Mandang, Y. I. dan I K. N. Pandit. 1997. Pedoman ldentifikasi Kayu di Lapangan. Seri
Manual. Yayasan PROSEA. Bogor.
Martawijaya, A,, I. Kartasujana, K. Kadir dan S. A. Prawira. 1995. Atlas Kayu Indonesia.
Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan Deangan Aplikasi SAS
dan Minitab. Jilid I. IPB Press. Bogor.
Pandit, I K. N. 1995. Anatomi, Pertumbuhan dan Kualitas Kayu. Bidang Studi llmu
Pengetahuan Kehutanan. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Tidak Diterbitkan.
1991. Penuntnn Praktikwn Anatomi Kayu dan ldentifikasi Kayu. Jurusan
Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak
Diterbitkan.
Pandit, I. K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu. Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Panshin, A. J. dan Brown. 1949. Textbook of Wood Technology. Vol I. McGraw-Hill.
New York.
Prayitno. 12 Maret 2003. Program Muria Hijau I Tanan 10.000 Pohon. Harian Umum
Rachmawati, H., D. Iriantono dan C. P. Hansen. 2002. Informasi Singkat Benih. Tecfona
grandis Linn. F. Indonesia Forest Seed Project. Bandung.
Soedatyanto, 2000. Karakteristik Organisasi Pembalak Tradisional Dalam Pembalakan
Ilegal di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I. Skripsi. J u s a n Teknologi Hasil
Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.
Sudjana, M. A. 1985. Desain dan Analisis Eksperimen. Tarsito. Bandung.
Tsoumis, G. 1991. Science and Tecnology of Wood. Van Nostrand Reinhold. New York.
Yayasan Dana Normalisasi Indonesia. 1961. Peraturan Konshuksi Kayu Indonesia.
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Jakarta.
Yudiarti, Y. 2001. Sifat-Sifat Anatomi Kayu Jati (Teclona grandis L. f.) Pada Berbagai
Kelas Umw. Ju~usan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut
Lampiran 1: Prosedur pembuatan slide mikrotom
Pembuatan sediaan mikrotom dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Contoh kayu berukuran 2 x 2 x 5 cm direbus sampai lunak kemudian disayat
2. Pembuatan sayatan dilakukan pada tiga bidang orientasai (lintang, tangensial, radial)
dengan mengguuakan pisau mikrotom dengan tebal sayatan 12-20 mikron.
Selanjutnya sayatan direndam dalam alkohol 50 persen.
3. Perendaman dilakukan berturut-turut dengan alkohol30%, 20%, 10% lalu aquades.
4. Sayatan diberi s&anin 2% dan disimpan selama 6-8 jam,
5. Safianin dibuang dan diganh berturut-turut dengan alkohol30%, 50%, 70%, 90%,
100% dan terakhir dengan xylol.
6. Sayatan secepat mungkin dipindahkan ke gelas objek dan diberi canada balsam, lalu ditutup dengan coverglass. Selanjutnya dikeringkan pada alat p e n g e ~ g Fisher
dengan suhu 40-45°C.
Lampiran 2: Prosedur pembuatan sediaau maserasi
Pembuatan sediaan maserasi menggunakan metode Schultze dengan urutan proses
sebagai berikut:
1. Contoh uji dipotong-potong berukuran kecil sebesar batang korek api, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dibubuhi sedikit bubuk KCLO3 (kira-kira
seujung pisau kecil).
2. Tambahkan sedikit lamtan HN03 50% sampai potongan kayu terendatn
3. Tabung reaksi dipanaskan selama beberapa menit sampai mendidih dan wamanya inenjadi putih kekuning-kuningan.
4. Setelah itu tabung dikocok agar serat dapat terpisah secara selnpuma.
5. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan aqua destilata hingga serat bebas asam
Lampiran 3: Grafik kerapatan masing-masing lempeng contoh uji
Konvensional8 th Pangkal
I
riap ke
1
Kovensional8 tahun tengah
1 2 3 4 5 6
riap ke
Konvensional8 tahun ujung
1 2 3 4 5
riap