• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KUALITAS PERTUMBUHAN DAN KARAKTERISTIK KAYU JATI (Tectona grandis L. f.) UNGGUL NUSANTARA UMUR 4 TAHUN DICKY KRISTIA DINATA SINAGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KUALITAS PERTUMBUHAN DAN KARAKTERISTIK KAYU JATI (Tectona grandis L. f.) UNGGUL NUSANTARA UMUR 4 TAHUN DICKY KRISTIA DINATA SINAGA"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KUALITAS PERTUMBUHAN DAN

KARAKTERISTIK KAYU JATI (Tectona grandis L. f.)

UNGGUL NUSANTARA UMUR 4 TAHUN

DICKY KRISTIA DINATA SINAGA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

EVALUASI KUALITAS PERTUMBUHAN DAN

KARAKTERISTIK KAYU JATI (Tectona grandis L. f.)

UNGGUL NUSANTARA UMUR 4 TAHUN

DICKY KRISTIA DINATA SINAGA E24061560

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

DICKY KRISTIA DINATA SINAGA. Evaluasi Kualitas Pertumbuhan Dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul Nusantara Umur 4 Tahun. Dibawah bimbingan IMAM WAHYUDI.

Berkurangnya ketersediaan kayu berkualitas akhir-akhir ini mengakibatkan terhambatnya perkembangan industri kayu olahan di tanah air. Untuk mengatasi hal tersebut telah banyak dibangun hutan rakyat dengan berbagai jenis pohon. Salah satunya adalah hutan jati milik Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) dengan jati unggul nusantara (JUN) sebagai andalan dengan jarak tanam 3 m x 3 m dan daur tebang 5 tahun. Mengantisipasi apakah daur 5 tahun tersebut telah menghasilkan kayu yang berkualitas, maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kualitas pertumbuhan tegakan kayu JUN dan mengevaluasi kualitas kayunya dengan mengkaji karakteristik sifat fisis dan morfologi seratnya.

Bahan penelitian utama adalah increment core kayu JUN umur 4 tahun berupa stik dengan diameter 0,50 cm dari sembilan pohon contoh yang mewakili kelas diameter batang yang berbeda-beda (kecil, sedang dan besar). Increment core diambil dengan alat bor riap pada ketinggian setinggi dada dan dari dua arah yang berlawanan: masing-masing untuk pengukuran sifat fisis dan morfologi seratnya dari empulur ke arah kulit. Sifat fisis yang diukur terdiri dari kadar air kayu kondisi segar (KA kayu segar) serta kerapatan dan berat jenis (BJ) kayu, sedangkan morfologi seratnya terdiri dari panjang dan tebal dinding. Kedua jenis pengukuran termasuk perhitungannya dilakukan mengikuti prosedur standar. Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa dievaluasi menggunakan sebaran radial nilai panjang serat dan kerapatan kayu.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pertumbuhan pohon JUN bervariasi dengan nilai rata-rata sebesar 13,45 cm (diameter batang) dan 6,92 m (tinggi pohon). Laju pertumbuhan diameter dan tinggi pohon JUN tersebut tergolong tinggi, berturut-turut 3,36 cm per tahun dan 1,73 m per tahun. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa KA kayu segar, kerapatan dan BJ kayu serta panjang serat dan tebal dinding serat pada masing-masing kelompok pohon bervariasi. Rata-rata KA kayu segar berturut-turut 112,27% (pohon berdiameter kecil), 127,53% (sedang) dan 146,35% (besar); kerapatan kayu 0,99 g/cm3 (kecil), 1,02 g/cm3 (sedang) dan 1,09 g/cm3 (besar); BJ kayu 0,47 (kecil), 0,45 (sedang) dan 0,45 (besar); panjang serat 741,15 µm (kecil), 845,52 µm (sedang) dan 833,30 µm (besar), serta tebal dinding serat 3,06 µm (kecil), 3,20 µm (sedang) dan 3,17 µm (besar). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa KA kayu segar dan kerapatan kayu dipengaruhi oleh diameter batang, sedangkan BJ kayu, panjang serat dan tebal dinding serat tidak. Semakin besar diameter batang, maka KA kayu segar dan kerapatan kayu cenderung bertambah. Berdasarkan nilai BJ kayunya, maka kayu JUN masuk ke dalam kelompok kayu dengan Kelas Kuat III. Hasil pengujian menunjukkan bahwa riap tumbuh tidak mempengaruhi nilai kelima parameter yang diteliti kecuali BJ kayu pada pohon berdiameter sedang dan panjang serat pada pohon berdiameter kecil. Secara umum BJ kayu dan panjang serat cenderung meningkat dari empulur ke arah kulit. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa belum dapat ditentukan karena nilai panjang serat dan kerapatan kayu dari empulur ke arah kulit cenderung terus meningkat. Hal ini menandakan bahwa kayu JUN yang diteliti belum membentuk kayu dewasa.

Kata kunci: Kualitas pertumbuhan, Tectona grandis, Jati Unggul Nusantara, kayu juvenil, kayu dewasa.

(4)

GROWTH QUALITY AND WOOD

CHARACTERISTICS EVALUATION OF

4 YEAR-OLD JATI (Tectona grandis L. f.)

UNGGUL NUSANTARA

Dicky Kristia Dinata Sinaga, Imam Wahyudi

INTRODUCTION. The lack of better quality of wood supply recently has resulted in the barrier of wood industry development in Indonesia. To overcome the above problem many community forests had been establishing by people using selected wood species. One of them is Jati (Tectona grandis) Unggul Nusantara (JUN) plantation belongs to Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) with teak as the main species. These stands were planted using tree spacing of 3 m by 3 m for the rotation of 5 years. To ensure these woods qualities were similar to those of the conventional teak, growth quality and wood properties have to be studied well. The aim of the study was to evaluate growth quality and wood characteristics of 4 year-old JUN by measuring the diameter and height of the trees and by studying wood physic properties and fiber morphology. MATERIALS AND METHOD. The main material used was increment core of 4 year-old of JUN extracted from the stem from the nine selected trees representing the diameter of the stands (small, medium and big) at dbh level using increment borer (ø 5 mm). From each sample tree, 2 pieces of increment core were extracted oppositely: one for wood physical measurement (moisture content at green condition/green MC, wood density and specific gravity/SG); and the other for fiber morphology measurement (fiber length and cell wall thickness). Both of them were measured radially (from pith to the bark). All measurements were carried out using procedural standard of Faculty of Forestry IPB. Demarcation between juvenile- and mature wood portions was evaluated using fiber length and wood density from pith to the bark. Effect of stem diameter and growth ring number was evaluated using t-student at the 95% confidence interval. Data processing was conducted with SPSS 13.

RESULT AND DISCUSSIONS. It showed that growth quality of JUN was varied. Average value of diameter and height was 13.45 cm and 6.92 m, respectively. Growth rate of diameter and height was fast. They are around 3.36 cm and 1.73 m per year, respectively. It also showed that green MC, density, SG, fiber length and cell wall thickness of each group were varied. Average value of green MC was 112.27% (small tree), 127.53% (medium) and 146.35% (big); wood density was 0.99 g/cm3 (small), 1.02 g/cm3 (medium) and 1.09 g/cm3 (big); SG was 0.47 (small), 0.45 (medium)

and 0.45 (big); fiber length was 741.15 µm (small), 845.52 µm (medium) and 833.30 µm (big), while wall thickness was 3.06 µm (small), 3.20 µm (medium) and 3.17 µm (big). Statistical analysis showed that green MC and wood density are influenced by diameter, while SG, fiber length and cell wall thickness are not. The bigger the diameter, the greater the green MC and the wood density. Based on its SG, the wood of JUN was classified into Strength Class of III. The result also showed that growth ring has no effect on the all parameters studied, except in case of SG on medium tree group and fiber length on small tree group. Generally, SG and fiber length tended to increase from pith to the bark. The border between juvenile- and mature wood could not determine yet since the average value of wood density and fiber length was tended to increase radially. It indicates that the JUN studied has no mature wood portion yet.

Keywords: growth quality, Tectona grandis, Jati Unggul Nusantara, juvenile wood, mature wood

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi

Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul Nusantara Umur 4 Tahun” merupakan hasil karya tulis saya sendiri

dengan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing. Skripsi ini belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah di perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka bagian akhir skripsi.

Bogor, Desember 2012

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL :

Nama : NRP :

Evaluasi Kualitas Pertumbuhan dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul Nusantara Umur 4 Tahun Dicky Kristia Dinata Sinaga

E24061560

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua,

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. NIP. 19630106 198703 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc. NIP. 19660212 199103 1 002

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala curahan kasih sayang-Nya, penyertaan-Nya serta bimbingan-Nya. Penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan tugas akhir yang berjudul “Evaluasi Kualitas Pertumbuhan Dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona

grandis L. f.) Unggul Nusantara Umur 4 Tahun” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu kehutanan khususnya dibidang sifat-sifat kayu dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Desember 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tenggarong pada tanggal 24 Desember 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Drs. Wilmar Sinaga, MM. (ayah) dan Dra. Murtis Siregar (ibu). Pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) IPB setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Tenggarong.

Selama di IPB penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN), Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan aktif di KOMUNITAS LADANG SENI IPB, Rabuan Mahasiswa Fahutan (2006-2008) serta mengikuti kegiatan Masa Perkenalan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (RIMBA-E) dan KOMPAK DHH. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Baturaden-Cilacap pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat tahun 2009 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Koperasi Wanabakti Lestari Mandiri, Yogyakarta pada tahun 2011.

Dalam rangka menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Kualitas Pertumbuhan Dan Karakteristik Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul Nusantara Umur 4 Tahun” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan anugerah berupa kesehatan dan kesempatan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa yang akan penulis kenang. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Ayah Drs. Wilmar Sinaga, MM. dan ibu Dra. Murtis Siregar tersayang yang telah mencurahkan kasih sayang, doa yang tulus, dukungan moril dan materil. Abang Rendo Doli Praja Sinaga, kakak Anelia Ralen Kova Sinaga, serta adik Yogi Derico Sinaga yang selalu memberikan motivasi.

3. Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS. selaku Dosen Penguji dan Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc. selaku Ketua Sidang.

4. Seluruh staf pengajar dan staf kependidikan di lingkungan Departemen Hasil Hutan terutama di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu.

5. Fransisca Hicca Karunia Nauli Sirait, ST. yang selalu menemani dan memberikan motivasi.

6. Arief Nur Rakhman, S.Hut, Singgih Ari Mukti Wibowo, S.Hut, Rahmat Muslim, S.Hut, Adly Rahandy Lubis, S.Hut, Raditya M. R., S.Hut, Hafid F. H., S.Hut, Rangga W., S.Hut, selaku teman sebimbingan dan seperjuangan. 7. Teman-teman FAHUTAN 43, abang dan teteh FAHUTAN 42, 41, dan 40

serta adik-adik FAHUTAN 44, 45 dan 46 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk rasa kekeluargaannya selama ini.

8. Teman-teman LADANG SENI IPB, Redi, Danny, Ganjar, Ipunk, Atsenk dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati ... 3

2.2 Ciri Anatomi ... 3

2.3 Sifat-Sifat Kayu Jati... 4

2.4 Morfologi Serat... 5

2.5 Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa ... 7

2.6 Jati Unggul ... 8

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Alat dan Bahan... 10

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 10

3.4 Pengolahan Data ... 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Pertumbuhan ... 14 4.2 Kadar Air ... 15 4.3 Berat Jenis... 17 4.4 Kerapatan ... 20 4.5 Panjang Serat ... 21 4.6 Tebal Dinding ... 23

4.7 Batas Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa ... 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 27

(11)

5.2 Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA ... 28 LAMPIRAN ... 30

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Rata-Rata Diameter Batang dan Tinggi Pohon JUN Umur 4 Tahun... 14 2 Rata-Rata Diameter Batang dan Tinggi Pohon Sampel Untuk Pengukuran

Kualitas Kayu ... 15 3 Rata-Rata KA Kayu Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon ... 15 4 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Diameter Batang Terhadap KA Kayu ... 16 5 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Riap Tumbuh Terhadap KA Kayu

Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon ... 17 6 Rata-Rata BJ Kayu Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon ... 18 7 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Diameter Batang Terhadap BJ Kayu ... 18 8 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Riap Tumbuh Terhadap BJ Kayu

Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon ... 19 9 Rata-Rata Kerapatan Kayu JUN (g/cm3) Untuk Masing-Masing

Kelompok Diameter ... 20 10 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Diameter Batang Terhadap

Kerapatan Kayu ... 20 11 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Riap Tumbuh Terhadap Kerapatan Kayu

Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon ... 21 12 Rata-Rata Panjang Serat (μm) Kayu JUN Untuk Masing-Masing

Kelompok Diameter ... 22 13 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Diameter Batang Terhadap

Panjang Serat ... 22 14 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Riap Tumbuh Terhadap Panjang Serat

Pada Masing-Masing Kelompok Diameter Pohon ... 23 15 Rata Rata Tebal Dinding Serat (µm) Kayu JUN Untuk Masing-Masing

Kelompok Diameter ... 24 16 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Diameter Batang Terhadap

Tebal Dinding Serat ... 24 17 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Riap Tumbuh Terhadap Tebal Dinding

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Stik Kayu Jati Hasil Pengeboran ... 10 2 Increment Borer ... 11 3 Bagian-Bagian Serat Yang Diukur ... 13 4 Rata-Rata KA Kayu Pada Masing-Masing Riap Tumbuh Pada Seluruh

Kelompok Diameter Pohon ... 16 5 Rata-Rata BJ Kayu Pada Masing-Masing Riap Tumbuh Pada Seluruh

Kelompok Diameter Pohon ... 19 6 Rata-Rata Kerapatan Kayu (g/cm3) Pada Masing-Masing Riap Tumbuh

Untuk Seluruh Kelompok Diameter Pohon ... 21 7 Rata-Rata Panjang Serat (µm) Pada Masing-Masing Riap Tumbuh

Untuk Seluruh Kelompok Diameter Pohon ... 23 8 Rata-Rata Tebal Dinding Serat Pada Masing-Masing Riap Tumbuh

Untuk Seluruh Kelompok Diameter Pohon ... 25 9 Variasi Radial Panjang Serat dan Kerapatan Kayu ... 25

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Hasil Perhitungan Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air ... 31

2 Rata-Rata Hasil Perhitungan Panjang Serat dan Tebal Dinding Serat ... 33

3 Hasil Analisis Sidik Ragam ... 34

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan industri kayu olahan terus dilakukan mengingat kontribusinya yang cukup besar dalam perekonomian negara. Namun pada beberapa tahun terakhir perkembangannya agak terhambat karena ketersediaan kayu yang semakin berkurang. Berkurangnya ketersediaan kayu diakibatkan oleh adanya gap yang cukup besar antara kebutuhan dengan kemampuan pemenuhannya. Kebakaran hutan dan penebangan hutan secara liar (illegal

logging) merupakan faktor penyebab terbatasnya ketersediaan kayu yang

berkualitas. Khusus untuk kayu jati, moratorium yang diterapkan dan rotasi tebang yang tergolong lama (> 40 tahun) turut berkontribusi pada terbatasnya persediaan kayu ini di pasar. Pada tahun 2008 kebutuhan kayu jati bagi industri

meubel di Indonesia yang bernaung dibawah ASMINDO (Asosiasi Industri Mebel

dan Kerajinan Indonesia) mencapai 2,5 juta meter kubik, namun penawaran yang dapat dipenuhi hanya sebesar 750.000 meter kubik, sehingga terjadi kekurangan penawaran sekitar 70 persen (Sidabutar 2007).

Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan pemenuhan permintaan kayu jati, dilakukan pengembangan teknologi untuk memperpendek usia tebang menjadi 5-20 tahun. Tanaman ini diberi nama Jati Unggul Nusantara (JUN). JUN adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani. JUN dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon unggul yang bersertifikat dengan metode bioteknologi mutakhir (UBH-KPWN 2009). Meskipun JUN dapat dipanen pada tahun ke lima, namun kualitas yang dihasilkan hampir sama dengan tanaman jati konvensional yang berusia 15 tahun, yaitu memiliki kelas awet III-V, kelas kuat III, dan persentase teras 26-27 (UBH-KPWN 2009). Oleh karena itu, banyak pengusaha yang mulai tertarik membudidayakan JUN. Salah satu lembaga yang tertarik membudidaya-kannya adalah Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN).

Industri penggergajian di Pulau Jawa yang dikelola oleh perorangan mulai bermunculan di desa-desa yang merupakan daerah penghasil kayu sebagai bahan

(16)

2 baku untuk kebutuhan industri hasil hutan. Industri tersebut umumnya dikelola secara sederhana dan biasanya merupakan usaha keluarga (Suryadi 2002).

Pemanfaatan kayu hutan rakyat sebagai salah satu sumber bahan baku yang digunakan oleh perusahaan yang bergerak di industri hasil hutan semakin meningkat. Namun disamping itu tak jarang bahan baku tersebut tidak melalui proses uji kualitas (quality control) bahan baku, sehingga dikhawatirkan produk akhir industri yang menggunakan bahan baku dari hutan tanaman rakyat tidak memiliki kualifikasi yang sama dengan produk yang bersumber dari hutan tanaman industri.

Kendala yang dihadapi dalam melakukan penelitian dan pengembangan terhadap kayu dari hutan tanaman rakyat adalah bahwa tanaman tersebut umumnya tidak atau belum boleh ditebang, karena masih belum masuk umur tebang. Kendala tersebut dapat diatasi dengan melakukan pengambilan contoh uji kayu tanpa menebang pohon, yaitu dengan menggunakan bor riap (increment

borer). Bor riap adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengambil contoh

uji kayu dari pohon yang masih hidup tanpa melakukan penebangan.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kualitas pertumbuhan dan mengevaluasi kualitas kayu jati pada tegakan hutan tanaman JUN milik KPWN dengan mengkaji karakteristik sifat fisis dan morfologi seratnya. Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa juga dievaluasi dengan melihat perubahan panjang serat dan kerapatan kayu dari empulur ke arah kulit.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kualitas pertumbuhan tegakan dan kualitas kayunya sehingga mampu mengarahkan pemanfaatan kayu JUN secara optimal.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jati

Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang

masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati atau kulidawa. Menurut Rachmawati

et al. (2002), pohon jati merupakan pohon besar yang menggugurkan daun. Pada

kondisi pertumbuhan yang optimal, tinggi pohon jati dapat mencapai 30 hingga 40 meter. Pada habitat yang terlalu kering pertumbuhannya agak terhambat, cabang lebih banyak, tajuk melebar dan cenderung membentuk semak. Pada tapak yang baik, batang bebas cabang dapat mencapai 15 hingga 20 meter atau lebih, percabangan kurang tapi rimbun. Pohon tua sering beralur dan berbanir. Kulit batang tebal, berwarna abu-abu atau coklat muda keabu-abuan. Daunnya lebar dengan panjang 25-50 cm dan lebar 15-35 cm. Letak daun bersilangan, bentuknya

elips atau bulat telur dan bagian bawah berwarna abu-abu, tertutup bulu

berkelenjar warna merah. Ukuran bunga kecil, berdiameter 6-8 mm berwarna putih atau keputihan dan berkelamin ganda, terdiri dari benangsari dan putik yang terangkai dalam tandan besar. Jumlah kuncup bunga 800-3800 per tandan, bunga mekar dalam waktu 2-4 minggu.

Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang mengandung kapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah hujan C-F menurut Schmidt dan Ferguson (jumlah curah hujan rata-rata 1200-2000 mm/tahun) di ketinggian 0-700 m dari permukaan laut (Martawijaya et

al. 2005).

2.2 Ciri Anatomi

Ciri mikroskopis kayu jati adalah pori atau pembuluh tersusun tata lingkar, bentuk bulat sampai bulat telur, diameter tangensial bagian kayu awal sekitar 340-370 μm dan pada kayu akhir sekitar 50-290 μm, bidang perforasi sederhana, berisi tilosis atau endapan berwarna putih. Parenkim ada dua macam: tipe paratrakeal bentuk selubung tipis yang pada bagian kayu awal selubung ini agak lebar sampai membentuk pita marjinal dan tipe apotrakeal jarang yang umumnya membentuk

(18)

4 rantai 4 sel. Jari-jari terdiri dari 4 seri atau lebih, jumlahnya 4-7 mm, homoseluler (hanya sel-sel baring) dan tingginya dapat mencapai 0,9 mm (Mandang dan Pandit 1997).

Menurut Martawijaya et al. (2005), pori-pori kayu jati sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter dalam susunan tata lingkar, diameternya 20-400 μm, frekuensinya 3-7 per mm persegi. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Disamping itu terdapat pula parenkim apotrakeal berbentuk pita tangesial pendek atau panjang. Parenkim terminal terdapat pada batas lingkaran tumbuh. Panjang serat rata-rata 1.316 μm dengan diameter serat 24,8 μm, tebal dinding 3,3 μm dan diameter lumen 18.2 μm. Jari-jari homogen dengan lebar 50-100 μm, tingginya 500-2000 μm, dengan frekuensi 4-6 per mm persegi.

2.3 Sifat-Sifat Kayu Jati

Kayu jati merupakan salah satu bahan baku industri perkayuan yang populer karena memiliki banyak kelebihan. Kayu yang tergolong berat-sedang dengan permukaan yang halus ini memiliki karakteristik penampilan (corak) yang menarik. Kayu terasnya berwarna coklat kekuning-kuningan saat baru ditebang, yang akan berubah menjadi coklat keemasan atau coklat abu-abu muda setelah dibiarkan di tempat terbuka. Kayu gubal berwarna putih kekuning-kuningan atau coklat kuning muda. Kayu seperti berminyak bila disentuh, ketika ditebang berbau seperti bahan-bahan yang terbuat dari kulit (Martawijaya et al. 2005).

Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan mesin maupun dengan tangan. Jika alat-alat yang digunakan tajam dapat dikerjakan sampai halus. Kayu jati dapat divernis dan dipelitur dengan baik. Dengan berat jenis (BJ) rata-rata 0,67 (0,62-0,75), kayu jati tergolong ke dalam Kelas Awet I-II dan Kelas Kuat II (Mandang dan Pandit 1997). Penyusutan sampai kering tanur mencapai 2,8% untuk arah radial dan 5,2% untuk arah tangensial (Martawijaya et al. 2005).

BJ kayu merupakan nilai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar. Benda standar yang dimaksud adalah air pada suhu 4ºC karena mempunyai kerapatan 1 gram per cm3. BJ kayu juga didefinisikan sebagai berat kayu kering per satuan volume (Bowyer et al. 2003). Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif

(19)

5 didalamnya. Umumnya makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula.

Kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya yang dinyatakan dalam kg/m³ atau g/cm³. Kerapatan kayu didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat lain, dimana bahan tersebut berkontribusi terhadap kekuatan kayu (Bowyer et al. 2003).

Menurut Brown et al. (1964), kadar air dinyatakan sebagai banyaknya air yang terkandung dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat konstan kayu. Kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh tebal dinding dan kadar ekstraktif kayu.

Air dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Air yang terdapat dalam rongga sel disebut air bebas (free water), sedangkan yang terdapat di dalam dinding sel dinamakan air terikat (bound water). Kadar air segar dalam satu pohon bervariasi tergantung tempat tumbuh, lokasinya dalam batang dan umur pohon. Kadar air kayu akan berubah sesuai dengan kondisi iklim tempat dimana kayu berada akibat dari perubahan suhu dan kelembaban udara (Bowyer et al. 2003).

2.4 Morfologi Serat

Sel-sel yang berbentuk panjang langsing dikenal dengan nama serat. Dinding sel serat umumnya lebih tebal daripada dinding sel parenkim maupun dinding sel pembuluh. Panjangnya antara 300-3.600 μm tergantung pada jenis pohon dan posisinya dalam batang. Diameternya antara 15 sampai 50 μm. Ketebalan dindingnya dapat tipis, tebal atau sangat tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mandang dan Pandit 2002).

Serat berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanis pada batang karena mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Berdasarkan tipe noktahnya, serat pada kayu daun lebar dibagi atas dua macam yaitu serabut libriform (libriform fiber) dan trakeida serabut (tracheid fiber). Serabut libriform memiliki noktah sederhana yang lebih kecil dan berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanis karena lumen

(20)

6 selnya lebih sempit. Serabut libriform terlihat lebih ramping bila dibandingkan dengan trakeida serabut sehingga terlihat lebih panjang. Umumnya pernoktahan pada serabut libriform ini lebih banyak terdapat pada dinding radial dibandingkan dinding tangensialnya. Pada dinding sel serat sering terdapat modifikasi-modifikasi seperti yang terdapat pada trakeida serabut. Serabut libriform dan trakeida serabut mungkin terdapat secara bersama-sama dalam satu jenis kayu. Perbedaan antara kedua macam sel ini sangat sedikit, sehingga dalam preparat anatomi kedua sel ini sulit dibedakan karena sifat-sifat noktah yang menjadi pembeda diantara keduanya sulit terlihat. Oleh karena itu kedua macam sel ini disebut sel serabut atau serat untuk kayu daun lebar. Sering kali 50% atau lebih volume dari kayu daun lebar ini disusun oleh sel serat (Pandit dan Ramdan 2002).

Panjang Serat

Handayani (1991) dalam Sofyan et al. (1993) menyatakan bahwa panjang serat dianggap sebagai salah satu dimensi yang memegang peranan utama dalam kekuatan sobek pulp atau kertas yang dihasilkan. Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga (1974) dan Sofyan et al. (1993) menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan panjang serat dengan diameter serat akan semakin tinggi pula kekuatan sobek dan semakin baik daya tenunnya.

Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan. Serat yang lebih panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas tetapi dengan semakin panjang serat maka kertas akan semakin kasar. Serat yang lebih panjang juga akan menghasilkan lembaran kertas yang mempunyai sifat kekuatan yang lebih baik karena memiliki daerah ikatan antar serat (bonding area) yang lebih luas pada saat penggilingan dan sifat penyebaran tekanan (stres transfer) yang lebih baik. Sifat kekuatan lembaran yang dipengaruhi oleh ukuran panjang serat adalah ketahanan tarik, ketahanan lipat, terutama ketahanan sobek. Di sisi lain, serat kayu yang lebih pendek mampu menghasilkan lembaran kertas yang lebih halus dan seragam (Casey 1980).

Diameter Serat

Diameter serat berpengaruh terhadap sifat kekuatan pulp, pembentukan lembaran, ikatan antar serat dan kekuatan serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang

(21)

7 kuat dengan kekuatan lembaran tinggi. Ada dua pengertian diameter yaitu diameter serat dan diameter lumen. Casey (1980) menggolongkan diameter serat menjadi tiga kelas, yaitu: serat berdiameter besar (0,025-0,04 mm), berdiameter sedang (0,01-0,025 mm) dan berdiameter kecil (0,02-0,01 mm).

Diameter serat menunjukkan kelangsingan serat. Serat yang langsing mudah membentuk jalinan sehingga terbentuk lembaran dengan sifat-sifat yang baik. Serat yang berdinding tipis menyebabkan kekuatan sobek kecil. Dalam menjalin ikatan antar serat yang lebih baik diinginkan ukuran serat yang relatif panjang karena berperan meningkatkan kekuatan sobek kertas. Hal ini disebabkan karena gaya sobek akan terbagi dalam luas yang panjang (Casey 1980).

Tebal Dinding Serat

Tebal dinding serat juga menentukan sifat-sifat kertas. Dinding yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal, kekuatan sobek yang tinggi tetapi kekuatan jebol, tarik dan lipat relatif rendah.

Serat berdinding tipis mudah melembek dan menjadi pipih, sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat, sedangkan serat dengan dinding tebal sukar melembek dan bentuknya tetap membulat pada saat pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dan akan memberikan kekuatan sobek yang tinggi, berbeda dengan serat berdinding tipis yang memberikan sifat kekuatan sobek rendah, tetapi kekuatan tarik, jebol dan kekuatan lipatnya tinggi (Casey 1980).

Menurut ketebalannya dinding serat dapat dibagi tiga, yakni:

a) Sangat tipis: jika diameter lumen (l) tiga kali lipat atau lebih dari tebal dua kali dinding serat (2w)

b) Tipis sampai tebal: diameter lumen kurang dari 3 kali tebal dua kali dinding serat (2w) dan masih terlihat terbuka.

c) Sangat tebal: jika lumen hampir tertutup.

2.5 Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa

Kayu juvenil adalah massa kayu yang dibentuk oleh jaringan kambium dimana aktivitas jaringan tersebut masih dipengaruhi oleh aktivitas jaringan meristematis yang ada di ujung batang. Dengan bertambahnya tinggi pohon, massa kayu yang dibentuk oleh jaringan kambium dimana aktivitasnya tidak lagi

(22)

8 dipengaruhi oleh jaringan meristematis yang ada di ujung batang, dinamakan kayu dewasa.

Lingkaran tumbuh pertama sampai lingkaran tumbuh ke sepuluh umumnya masih merupakan kayu juvenil. Ini ditandai dengan pertambahan ukuran panjang serat dan kerapatan kayu yang progresif dari empulur ke arah kulit. Sampai pada riap tumbuh tertentu, pertambahan nilai kedua parameter tersebut relatif kecil dan bahkan konstan. Saat itulah mulai dibentuk kayu dewasa. Presentase kayu juvenil juga dipengaruhi oleh jenis pohon dan kondisi tempat tumbuh. Pohon yang tumbuhnya baik atau pertumbuhan yang cepat, umumnya akan membentuk presentase kayu juvenil yang lebih banyak, sebaliknya pohon yang tumbuh pada kondisi yang tertekan sehingga pertumbuhan pohon lebih lambat umumnya membentuk presentase kayu juvenil yang lebih sedikit (Bowyer et al. 2003).

Kayu juvenil memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan kayu dewasa. Sebagai contoh, kayu juvenil memiliki sel penyusun kayu yang lebih pendek dibanding kayu dewasa. Kayu dewasa dari kelompok daun jarum bisa mencapai tiga hingga empat kali lebih panjang daripada sel kayu juvenilnya, sedangkan serat dewasa dari kayu daun lebar umumnya dua kali lebih panjang daripada serat yang terdapat dekat dengan empulur (Dadswell 1958).

2.6 Jati Unggul

Jati unggul atau jati emas atau jati super atau jati prima merupakan bibit unggul hasil dari perbanyakan kultur jaringan yang dikembangkan pertama kali didalam laboratorium dari tanaman induk yang berkualitas baik. Jati unggul sudah ditanam secara luas di Myanmar dan Thailand sejak tahun 1980. Klon unggul ini memiliki keunggulan genetik sama dengan induknya namun waktu panennya relatif cepat yaitu antara 15-20 tahun. Jati unggul memiliki beberapa keunggulan lain seperti dapat tumbuh dengan baik saat ditanam dengan pola tumpangsari, baik dengan tanaman perkebunan maupun pertanian. Tanaman perkebunan yang dapat ditumpangsarikan adalah karet, kakao (coklat), kopi dan kelapa. Selain itu, jati unggul pun bermanfaat ganda melalui tumpangsari palawija dengan jagung, kedelai, kacang tanah, cabai dan ubi kayu. Bibit jati unggul dapat tumbuh dimana saja dengan catatan lahan tidak tergenang air, pH berkisar 5.0-8.0, tanah lempung

(23)

9 berpasir, ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl, dan curah hujan 1.000-2.500 mm/tahun dengan temperatur 22-38ºC. Jati unggul ini bisa dipanen 2 kali, yaitu pada tahun ke-10 dan tahun ke 15. Panen tahun ke-10, merupakan panen penjarangan dan panen tahun ke-15 merupakan panen tebang habis (Sulaeman 2003).

(24)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Juli 2012 di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan di tegakan jati unggul (JUN) milik Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) di Ciampea, Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah stik kayu JUN hasil ekstraksi menggunakan bor riap (Gambar 1). Stik diekstrak pada ketinggian 1,30 m (setinggi dada) mulai dari bagian kulit hingga ke empulur dari tegakan yang berumur 4 tahun. Penentuan pohon sampel dilakukan secara sistematis melalui data inventarisasi tegakan dalam satu petak ukur yang dibuat mewakili tegakan yang ada, masing-masingnya 3 batang untuk setiap kelas diameter (besar, sedang dan kecil). Dari masing-masing pohon diambil sebanyak 2 stik pada arah yang berlawanan (Timur dan Barat). Bahan lainnya adalah air keran, akuades, potassium klorat (KClO3), asam nitrat (HNO3) alkohol teknis, safranin dan karboksilol.

Gambar 1 Stik kayu jati hasil pengeboran

Peralatan yang digunakan terdiri dari cutter, gelas obyek, gelas penutup, botol timbang, watch glass, waterbath, mikroskop, pipet dan kamera digital untuk dokumentasi.

(25)

11

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yang meliputi penentuan pohon sampel dan pengeboran batang, persiapan dan pembuatan contoh uji, pengujian sifat fisis dan pembuatan sediaan maserasi untuk pengukuran dimensi serat.

Penentuan pohon sampel dan pengeboran

Pada areal tegakan jati yang ada dibuat satu plot berukuran 15 m x 25 m yang representatif. Semua pohon di dalam plot diukur diameter batang (setinggi dada) dan tinggi totalnya untuk menetapkan pohon sampel. Pohon terpilih adalah pohon yang sehat dan tumbuh normal, yang mewakili kelas diameter yang berbeda-beda (besar, sedang dan kecil), masing-masingnya sebanyak tiga batang. Pohon berdiameter < 10 cm mewakili kelompok yang berdiameter kecil, >10-20 cm mewakili kelompok yang berdiameter sedang dan > 20 cm mewakili kelompok yang berdiameter besar.

Dari kesembilan pohon sampel selanjutnya diambil contoh uji menggunakan increment borer yang berdiameter 5 mm (Gambar 2). Pengeboran dilakukan pada ketinggian sekitar 1,30 m pada dua arah yang berlawanan untuk mendapatkan contoh uji secara utuh dari kulit ke kulit.

Gambar 2 Increment borer

Persiapan dan pembuatan contoh uji

Sampel uji hasil pengeboran dibedakan menurut parameter yang diteliti: satu untuk pembuatan sediaan maserasi dan satu untuk pengukuran sifat fisis kayu. Sediaan maserasi dan sifat fisis dilakukan pada masing-masing riap tumbuh.

(26)

12

Pengujian sifat fisis kayu

Sifat fisis yang diteliti meliputi kadar air (KA) kayu kondisi segar (fresh

cut) serta kerapatan dan berat jenis (BJ) kayu. Pengukuran sifat fisis dilakukan

mengikuti prosedur standar yang biasa dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, DHHT Fakultas Kehutanan IPB yang merupakan modifikasi dari beberapa standar. KA, kerapatan dan BJ kayu ditentukan dengan metode gravimetri dimana satuan contoh uji adalah selebar riap tumbuh yang ada. Nilai-nilai KA, kerapatan (ρ) dan BJ kayu dihitung dengan persamaan:

KA = (BB – BKT) / BKT x 100%

ρ = BB / VB

BJ = (BKT / VB) / ρ air

Keterangan:

BB = Berat contoh uji kondisi segar (g)

BKT = Berat contoh uji kondisi kering tanur, yang merupakan berat konstan (g) VB = Volume contoh uji kondisi segar (cm3)

Pembuatan sediaan maserasi untuk pengukuran dimensi serat

Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode Schlutz yang dimodifikasi. Masing-masing contoh uji per masing-masing riap tumbuh pada masing-masing pohon dipotong kecil lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi secara terpisah. Ke dalam masing-masing tabung selanjutnya dimasukkan KClO3 dan HNO3 lalu dimasukkan ke dalam waterbath bersuhu 60ºC selama 24 jam atau sampai contoh uji menjadi lunak (terjadi perubahan warna menjadi putih). Setelah itu sampel uji dicuci dengan air hingga bebas asam dan direndam dalam safranin 2% selama 6-8 jam, kemudian dibersihkan hingga bebas safranin dan didehidrasi bertingkat dalam alkohol 10%, 30% dan 50% masing-masing selama 10 menit. Setelah didehidrasi, serat-serat terpilih dipindahkan ke atas gelas objek, ditetesi karboksilol serta dilanjutkan dengan pengamatan dan pengukuran dimensi serat. Dimensi serat yang diukur meliputi panjang, diameter lumen dan diameter serat (Gambar 3).

(27)

13

Gambar 3 Bagian-bagian serat yang diukur

Keterangan: p = panjang serat, øs = diameter serat dan øl = diameter lumen Penentuan batas kayu juvenil dan kayu dewasa

Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa ditentukan berdasarkan variasi radial dari empulur ke arah kulit nilai panjang serat dan kerapatan kayu sebagaimana Bowyer et al. (2003). Periode pembentukan kayu juvenil dicirikan dengan kenaikan nilai panjang serat atau kerapatan kayu secara progresif mulai dari empulur hingga ke kulit. Apabila pertambahan nilai panjang serat dan atau kerapatan tersebut mulai berkurang atau stabil, maka pada saat itulah dimulainya periode pembentukan kayu dewasa.

3.4 Pengolahan Data

Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya serta diuji-bedakan menggunakan sebaran t-student pada selang kepercayaan 95%. Pengolahan data dilakukan dengan SPSS 13. Karakteristik hasil pengujian yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu untuk jenis jati, baik yang konvensional maupun jati super lainnya.

p

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kualitas Pertumbuhan

Rata-rata diameter dan tinggi pohon dari seluruh populasi pohon jati yang terdapat dalam petak ukur yang dibuat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rata-rata diameter batang dan tinggi pohon JUN umur 4 tahun No. Pohon Diameter (cm) Tinggi (m) No. Pohon Diameter (cm) Tinggi (m) 1 19,2 8,5 18 13,2 6,5 2 10,6 6,0 19 11,5 6,0 3 15,7 8,5 20 11,1 6,0 4 21,4 9,0 21 10,5 6,0 5 10,5 6,5 22 12,5 6,5 6 11,5 6,5 23 9,5 6,0 7 11,8 6,5 24 9,8 6,5 8 13,9 6,5 25 22,3 8,0 9 14,0 7,0 26 4,5 4,0 10 13,3 7,0 27 19,1 8,0 11 8,3 5,0 28 12,7 6,5 12 11,0 6,5 29 12,4 6,5 13 19,9 9,0 30 11,5 6,5 14 7,3 5,0 31 16,3 8,0 15 23,8 12,0 32 19,2 8,5 16 8,1 4,5 33 13,0 7,0 17 14,5 8,0 Rata-rata 13,45 6,92 St. Deviasi 4,54 1,53

Keterangan: yang dilingkari merupakan pohon terpilih untuk uji kualitas kayu

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tegakan JUN umur 4 tahun dengan jarak tanam 3 m x 3 m memiliki diameter dan tinggi pohon yang bervariasi: diameter batang berkisar 4,5-23,8 cm, sedangkan tinggi pohon 4-12 m. Rata-rata diameter dan tinggi pohon berturut-turut adalah 13,45 cm dan 6.92 m. Dengan demikian, maka laju pertumbuhan diameter dan tinggi pohon JUN tergolong tinggi, berturut-turut 3,36 cm per tahun dan 1,73 m per tahun.

Dibandingkan dengan pohon jati konvensional dengan umur yang sama atau minimal masuk kelas umur yang sama (KU I), maka laju pertumbuhan pohon JUN ini khususnya riap diameter dan riap tingginya lebih tinggi. Menurut Yudiarti (2001) untuk jati KU I serta Martawijaya et al. (2005), riap diameter dan riap

(29)

15 tinggi pohon jati konvensional umur 4 tahun masing-masing sebesar 2,00-2,10 cm per tahun dan 1,30-1,50 m per tahun.

Berdasarkan hasil pengukuran, dari 33 batang pohon yang ada diambil sembilan pohon contoh yang mewakili tiga kelas diameter (masing-masingnya 3 batang) untuk analisis sifat dan kualitas kayunya. Karakteristik pertumbuhan kesembilan pohon sampel tersebut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rata-rata diameter dan tinggi pohon sampel untuk pengukuran kualitas kayu

Kelompok Diameter dan Kode Pohon Terpilih

Diameter (cm) Tinggi (m) Kecil K 11 8,3 5,0 K 14 7,3 5,0 K 23 9,5 6,0 Rata-rata 8,4 5,3 Sedang S 3 15,7 8,5 S 31 16,3 8,0 S 33 13,0 7,0 Rata-rata 15,0 7,8 Besar B 4 21,4 9,0 B 15 23,8 12,0 B 25 22,3 8,0 Rata-rata 22,5 9,7

Dari Tabel 2 diketahui bahwa rata-rata diameter batang untuk masing-masing kelompok pohon berturut-turut adalah 8,4 cm (kelompok pohon berdiameter kecil), 15,0 cm (sedang) dan 22,5 cm (besar). Rata-rata tinggi pohon untuk masing-masing kelompok pohon berturut-turut adalah 5,3 m (berdiameter kecil), 7,8 m (sedang) dan 9,7 m (besar).

4.2 Kadar Air

Hasil pengukuran kadar air (KA) kayu JUN kondisi segar untuk setiap kelompok pohon (diameter kecil, sedang dan besar) disajikan pada Tabel 3. Hasil lengkap pengukuran disajikan di dalam Lampiran 1.

(30)

16 Tabel 3 Rata-rata KA kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon

Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar 1 118,91 121,93 142,52 2 104,01 133,84 142,50 3 113,88 126,81 154,04 Rata-rata 112,27 127,53 146,35

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa KA kayu pada masing-masing kelompok pohon bervariasi: semakin besar diameter batang, rata-rata nilai KA kayu cenderung meningkat. KA kayu rata-rata pada pohon yang berdiameter kecil, sedang dan besar berturut-turut adalah 112,27%, 127,53% dan 146,35%. Hasil pengukuran sesuai dengan analisis sidik ragamnya (Tabel 4) yang memperlihatkan bahwa KA kayu kondisi segar dipengaruhi oleh diameter batang. Tabel 4 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap KA kayu

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig.

Perlakuan 1749,212 2 874,606 19,066 0,003

Error 275,231 6 45,872

Corrected

Total 2024,443 8

KA kayu kondisi segar per masing-masing riap tumbuh untuk semua pohon jati yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Hasilnya menunjukkan bahwa pada seluruh kelompok diameter pohon, KA kayu cenderung berkurang dari empulur ke arah kulit. Sampel uji pada riap tumbuh nomor 1 (RT-1, dekat empulur) memiliki nilai KA kayu yang tinggi, sedangkan sampel uji pada riap tumbuh nomor 4 (RT-4, dekat kulit) paling rendah. Meskipun bervariasi, hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 5) memperlihatkan bahwa KA kayu tersebut tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh.

(31)

17 0 40 80 120 160 200 RT-1 RT-2 RT-3 RT-4

Nomor Riap Tumbuh (Empulur ke Kulit)

K A K a y u S e g a r (% ) Kecil Sedang Besar

Gambar 4 Rata-rata KA kayu pada masing-masing riap tumbuh pada seluruh kelompok diameter pohon

Dari Gambar 4 diketahui bahwa rata-rata KA kayu pada masing-masing riap tumbuh untuk seluruh pohon tergolong tinggi. Nilai ini diatas KA kondisi titik jenuh serat. Rata-rata KA kayu pada masing-masing riap tumbuh untuk kelompok pohon berdiameter kecil berturut-turut sebesar 122.67% (RT-1), 120,23% (RT-2), 108,84% (RT-3) dan 97,32% (RT-4). Untuk kelompok pohon berdiameter sedang rata-rata KA kayu pada RT-1, RT-2, RT-3 dan RT-4 berturut-turut sebesar 139,64%, 126,86%, 126,59% dan 117,01%, sedangkan untuk kelompok pohon berdiameter besar rata-rata KA kayu berturut-turut sebesar 157,80% (RT-1), 145,71% (RT-2), 146,04% (RT-3) dan 135,85% (RT-4).

Tabel 5 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap KA kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon

Sumber Keragaman Perlakuan (Riap Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon

Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig. Diameter Kecil 1220,068 3 406,689 1,915 0,206 Diameter Sedang 776,202 3 258,734 0,694 0,581 Diameter Besar 726,014 3 242,005 3,263 0,080

Tidak adanya perbedaan nilai KA antar riap tumbuh pada ketiga kelompok diameter pohon yang diteliti menandakan bahwa kondisi seluruh riap tumbuh yang ada tergolong sama. Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan dimana belum terdapat adanya perbedaan warna kayu yang signifikan pada semua sampel uji. Semua sampel berwarna kuning pucat. Dengan demikian dapat disimpulkan

(32)

18 bahwa pohon JUN umur 4 tahun yang diteliti belum menghasilkan bagian kayu teras. Semuanya masih berupa kayu gubal.

4.3 Berat Jenis

Rata-rata nilai berat jenis (BJ) kayu JUN yang diteliti pada masing-masing kelompok diameter pohon disajikan pada Tabel 6. Hasilnya memperlihatkan bahwa rata-rata BJ kayu pada kelompok diameter sedang dan besar adalah sama tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata BJ kayu pada kelompok diameter kecil. Rata-rata BJ kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon berturut-turut adalah 0,47 (kelompok pohon berdiameter kecil) dan 0,45 (sedang dan besar). Meskipun demikian, hasil analisis sidik ragamnya memperlihatkan bahwa BJ kayu tidak dipengaruhi oleh diameter batang (Tabel 7).

Tabel 6 Rata-rata BJ kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon

Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar 1 0,45 0,45 0,44 2 0,50 0,46 0,47 3 0,46 0,44 0,42 Rata-rata 0,47 0,45 0,45

Tabel 7 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap BJ kayu Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig.

Perlakuan 0,001 2 0,001 1,209 0,362

Error 0,003 6 0,000

Corrected

Total 0,004 8

Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata BJ kayu JUN berkisar antara 0,45-0,47 (Tabel 6). Dibandingkan dengan hasil penelitian Martawijaya et

al. (2005) nilai ini lebih rendah, namun sama dengan hasil penelitian Damayanti

(2010). Dengan contoh uji dari tegakan jati tua (60-70 tahun) Martawijaya et al. (2005) memperoleh nilai BJ kayu sebesar 0,62-0,75, sedangkan Damayanti (2010) dengan jati JUN umur 4 dan 5 tahun hanya 0,47. Adanya perbedaan tersebut mempertegas teori selama ini dimana nilai BJ kayu pada jenis yang sama dapat saja bervariasi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan rata-rata BJ kayu

(33)

19 sebesar 0,45-0,47, maka kayu JUN yang diteliti masuk ke dalam kelompok kayu Kelas Kuat III sebagaimana PKKI-NI5 (1961).

Dibandingkan dengan jati konvensional umur yang sama atau minimal masuk kelas umur yang sama (KU I), maka BJ kayu JUN hasil penelitian ini lebih rendah. Menurut Yudiarti (2001), BJ kayu jati konvensional pada umur 4 tahun berkisar 0,52-0,54.

Gambar 5 memuat nilai BJ kayu pada masing-masing riap tumbuh untuk semua pohon yang diteliti. Pada semua pohon yang diteliti diketahui bahwa BJ kayu cenderung meningkat dari empulur ke arah kulit (dari RT-1 ke RT-4). BJ kayu pada bagian dalam batang yang dekat empulur (RT-1) merupakan BJ yang paling rendah, sedangkan yang dekat dengan kulit paling tinggi. Meskipun demikian, hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 8) memperlihatkan bahwa BJ kayu tidak dipengaruhi oleh riap tumbuh, kecuali pada kelompok pohon berdiameter sedang. 0.00 0.15 0.30 0.45 0.60 RT-1 RT-2 RT-3 RT-4

Nomor Riap Tumbuh (Empulur ke Kulit)

BJ K a y u Kecil Sedang Besar

Gambar 5 Rata-rata BJ kayu pada masing-masing riap tumbuh pada seluruh kelompok diameter pohon

Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa pola pertambahan nilai BJ kayu pada masing-masing riap tumbuh untuk masing-masing kelompok pohon bervariasi: pada pohon berdiameter kecil pertambahan nilai BJ kayu berlangsung secara kontinyu dari RT-1 ke RT-3, tetapi kemudian konstan dari RT-3 ke RT-4; pada pohon yang berdiameter sedang pertambahan tersebut terjadi secara kontinyu dari RT-1 ke RT-4, sedangkan pada pohon yang berdiameter besar pertambahan nilai BJ kayu terjadi secara kontinyu dari RT-1 ke RT-2, kemudian konstan dari RT-2 ke RT-3, dan meningkat kembali dari RT-3 ke RT-4.

(34)

20 Rata-rata BJ kayu pada RT-1, RT-2, RT-3 dan RT-4 pada pohon yang berdiameter kecil berturut-turut sebesar 0,43, 0,45, 0,49 dan 0,49; pada pohon berdiameter sedang berturut-turut sebesar 0,41 (RT-1), 0,44 (RT-2), 0,45 (RT-3) dan 0,49 (RT-4); sedangkan pada kelompok pohon berdiameter besar berturut-turut sebesar 0,42 (RT-1), 0,44 (RT-2), 0,44 (RT-3) dan 0,48 (RT-4).

Tabel 8 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap BJ kayu pada masing-masing kelompok diameter pohon

Sumber Keragaman Perlakuan (Riap Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon

Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig. Diameter Kecil 0,010 3 0,003 2,067 0,183 Diameter Sedang 0,010 3 0,003 4,287 0,044 Diameter Besar 0,005 3 0,002 1,024 0,432 4.4 Kerapatan

Rata-rata nilai kerapatan kayu JUN yang diteliti pada masing-masing kelompok diameter pohon disajikan pada Tabel 9. Hasilnya memperlihatkan bahwa rata-rata kerapatan kayu meningkat seiring meningkatnya diameter batang. Rata-rata kerapatan kayu pada setiap kelompok diameter pohon berturut-turut adalah 0,99 g/cm3 (diameter kecil), 1,02 g/cm3 (sedang) dan 1,09 g/cm3 (besar). Hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 10) memperlihatkan bahwa kerapatan kayu dipengaruhi oleh diameter batang.

Tabel 9 Rata-rata kerapatan kayu JUN (g/cm3) untuk masing-masing kelompok diameter Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar 1 0,99 1,00 1,07 2 1,01 1,06 1,14 3 0,97 0,99 1,07 Rata-rata 0,99 1,02 1,09

Tabel 10 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap kerapatan kayu Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig. Perlakuan 0,017 2 0,009 7,471 0,024 Error 0,007 6 0,001 Corrected Total 0,024 8

(35)

21 Dibandingkan dengan hasil penelitian Damayanti (2010), rata-rata kerapatan kayu hasil penelitian ini relatif lebih tinggi. Menurut Damayanti (2010), kerapatan kayu JUN umur 4 dan 5 tahun berkisar antara 0,47-0,95 g/cm3. Adanya perbedaan tersebut dapat dimaklumi mengingat kerapatan kayu pada jenis yang sama juga bergantung pada lokasi dan kondisi tempat tumbuh serta lokasi contoh uji dalam batang.

Pengukuran kerapatan kayu per riap tumbuh untuk masing-masing pohon yang diteliti disajikan pada Gambar 6. Diketahui bahwa pada pohon yang berdiameter kecil, kerapatan kayu meningkat dari RT-1 ke RT-3 namun kemudian menurun di RT-4, sedangkan pada pohon berdiameter sedang, kerapatan kayu cenderung terus meningkat mulai dari RT-1 ke RT-4. Pada pohon yang berdiameter besar, kerapatan kayu berfluktuatif: meningkat dari RT-1 ke RT-2 kemudian sedikit menurun dari RT-2 ke RT-3, dan meningkat kembali dari RT-3 ke RT-4. 0.50 0.65 0.80 0.95 1.10 1.25 RT-1 RT-2 RT-3 RT-4

Nomor Riap Tumbuh (Empulur ke Kulit)

K e r a p a ta n K a y u (g /c m 3 ) Kecil Sedang Besar

Gambar 6 Rata-rata kerapatan kayu (g/cm3) pada masing-masing riap tumbuh untuk seluruh kelompok diameter pohon

Pada pohon berdiameter kecil, RT-3 merupakan bagian batang yang memiliki kerapatan kayu yang paling besar (1,01 g/cm3), sedangkan RT-1 paling kecil (0,95 g/cm3). Pada pohon berdiameter sedang dan besar, RT-4 memiliki kerapatan kayu yang paling besar (berturut-turut 1,06 g/cm3 dan 1,12 g/cm3), sedangkan RT-1 paling kecil (berturut-turut 0,99 g/cm3 dan 1,08 g/cm3). Seperti halnya pada KA dan BJ kayu, hasil analisis kerapatan kayu menunjukkan bahwa riap tumbuh tidak mempengaruhi nilai kerapatan kayu (Tabel 11). Kerapatan kayu JUN lebih dipengaruhi oleh diameter batang.

(36)

22 Tabel 11 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap kerapatan kayu

pada masing-masing kelompok diameter pohon Sumber Keragaman

Perlakuan (Riap Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon

Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig. Diameter Kecil 0,006 3 0,002 1,538 0,278 Diameter Sedang 0,010 3 0,003 0,942 0,464 Diameter Besar 0,004 3 0,001 0,243 0,864 4.5 Panjang Serat

Hasil pengukuran panjang serat kayu JUN untuk setiap kelompok pohon (berdiameter kecil, sedang dan besar) disajikan pada Tabel 12. Hasil lengkap perhitungan disajikan di dalam Lampiran 2.

Tabel 12 Rata-rata panjang serat (µm) kayu JUN untuk masing-masing kelompok diameter Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar 1 699,27 946,25 900,31 2 771,98 821,67 729,38 3 752,19 768,65 870,21 Rata-rata 741,15 845,52 833,30

Dari Tabel 12 diketahui bahwa pohon yang berdiameter sedang menghasilkan serat-serat yang terpanjang (rata-rata = 845,52 µm), sedangkan pohon yang berdiameter kecil menghasilkan serat-serat yang terpendek (741,15 µm). Rata-rata panjang serat pada pohon yang berdiameter besar adalah 833,30 µm. Meskipun bervariasi, hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 13) memperlihatkan bahwa panjang serat tidak dipengaruhi oleh diameter batang.

Dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu (Martawijaya et al. 2005; Ogata et al. 2008; Damayanti 2010), panjang serat kayu JUN yang diteliti tergolong pendek. Menurut Martawijaya et al. (2005), panjang serat kayu jati 1.316 μm, sedangkan menurut Ogata et al. (2008) 1.500 μm. Damayanti (2010) menyatakan bahwa rata-rata panjang sel serat kayu JUN umur 4 dan 5 tahun sebesar 1.326 μm. Adanya perbedaan tersebut dapat dimaklumi mengingat panjang serat kayu pada jenis yang sama dapat saja bervariasi karena bergantung

(37)

23 pada lokasi tempat tumbuh dan kondisi pertumbuhan, serta lokasi contoh uji dalam batang.

Tabel 13 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap panjang serat Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig.

Perlakuan 19536,135 2 9768,068 1,623 0,273

Error 36102,712 6 6017,119

Corrected

Total 55638,847 8

Gambar 7 menyajikan nilai panjang serat kayu per masing-masing riap tumbuh untuk semua pohon yang diteliti. Rata-rata panjang serat cenderung meningkat dari empulur (RT-1) ke arah kulit (RT-4).

500 600 700 800 900 1000 RT-1 RT-2 RT-3 RT-4

Nomor Riap Tumbuh (Empulur ke Kulit)

P an ja ng S er at m ) Kecil Sedang Besar

Gambar 7 Rata-rata panjang serat (µm) pada masing-masing riap tumbuh untuk seluruh kelompok diameter pohon

Dari Gambar 7 diketahui bahwa pada pohon yang berdiameter kecil, serat kayu pada RT-1 merupakan serat yang terpendek (639,72 µm), sedangkan pada RT-4 merupakan yang terpanjang (880,70 µm). Pada pohon yang berdiameter sedang dan besar, peningkatan panjang serat fluktuatif: meningkat mulai dari RT-1 ke RT-3, namun kemudian sedikit berkurang pada RT-4. Meskipun demikian pada kedua kelompok diameter pohon tersebut, serat-serat yang terdapat pada RT-4 tetap lebih panjang dari serat-serat yang terdapat pada RT-1. Panjang serat pada RT-1 dan pada RT-4 berturut-turut sebesar 774,31 µm dan 860,28 µm (kelompok pohon berdiameter sedang) serta 760,14 µm dan 841,39 µm (kelompok pohon berdiameter besar). Meskipun bervariasi, hasil analisis sidik ragamnya

(38)

24 menunjukkan bahwa riap tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap panjang serat kayu, kecuali pada pohon berdiameter kecil (Tabel 14).

Tabel 14 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap panjang seratpada masing-masing kelompok diameter pohon

Sumber Keragaman Perlakuan (Riap Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon

Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig. Diameter Kecil 93389,191 3 31129,730 5,189 0,028 Diameter Sedang 29656,927 3 9885,642 0,985 0,447 Diameter Besar 30670,513 3 10223,504 1,134 0,392 4.6 Tebal Dinding

Rata-rata tebal dinding serat kayu JUN untuk masing-masing kelompok diameter pohon disajikan pada Tabel 15. Sama seperti panjang serat, rata-rata tebal dinding serat pada pohon yang berdiameter kecil paling tipis (3,06 µm), sedangkan pada pohon yang berdiameter sedang paling tebal (3,20 µm). Tebal dinding serat pada pohon berdiameter besar tidak jauh berbeda dibandingkan dengan kelompok pohon berdiameter sedang (13,17 µm berbanding 3,20 µm). Meskipun bervariasi, hasil analisis sidik ragamnya (Tabel 16) memperlihatkan bahwa tebal dinding serat kayu tidak dipengaruhi oleh diameter batang.

Tabel 15 Rata-rata tebal dinding serat (µm) kayu JUN untuk masing-masing kelompok diameter Ulangan Pohon Berdiameter Kecil Pohon Berdiameter Sedang Pohon Berdiameter Besar 1 2,94 3,45 3,26 2 3,13 2,98 3,10 3 3,13 3,18 3,16 Rata-rata 3,06 3,20 3,17

Tabel 16 Analisis sidik ragam pengaruh diameter batang terhadap tebal dinding serat Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat

Tengah F Hitung Sig.

Perlakuan 0,031 2 0,015 0,626 0,566

Error 0,148 6 0,025

Corrected

(39)

25 Hasil penelitian ini masuk ke dalam kisaran nilai rata-rata hasil penelitian Ogata et al. (2008), namun lebih panjang bila dibandingkan dengan Damayanti (2010). Menurut Ogata et al. (2008), tebal dinding serat kayu jati berkisar antara 3-5 μm, sedangkan menurut Damayanti (2010), rata-rata tebal dinding serat kayu JUN umur 4 dan 5 tahun adalah 2,06 μm.

Gambar 8 memuat hasil perhitungan nilai tebal dinding serat kayu per masing-masing riap tumbuh untuk semua pohon yang diteliti. Dari Gambar 8 diketahui bahwa pada pohon yang berdiameter kecil dan besar, tebal dinding serat berfluktuasi: meningkat dari RT-1 ke RT-2, lalu berkurang di RT-3, namun kemudian meningkat kembali di RT-4; sedangkan pada pohon berdiameter sedang, tebal dinding meningkat mulai dari RT-1 ke RT-2, kemudian cenderung terus berkurang ke RT-4. Hasil analisis sidik ragamnya menunjukkan bahwa riap tumbuh tidak berpengaruh nyata terhadap tebal dinding serat (Tabel 17).

2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 RT-1 RT-2 RT-3 RT-4

Nomor Riap Tumbuh (Empulur ke Kulit)

Te ba l D in di ng S er at m ) Kecil Sedang Besar

Gambar 8 Rata-rata tebal dinding serat pada masing-masing riap tumbuh untuk seluruh kelompok diameter pohon

Tabel 17 Analisis sidik ragam pengaruh riap tumbuh terhadap tebal dinding serat pada masing-masing kelompok diameter pohon

Sumber Keragaman Perlakuan (Riap Tumbuh) pada masing-masing Kelompok Pohon

Jumlah Kuadrat Nilai Tengah Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Hitung Sig. Diameter Kecil 0,094 3 0,031 1,751 0,234 Diameter Sedang 0,067 3 0,022 0,256 0,855 Diameter Besar 0,090 3 0,030 1,675 0,249

(40)

26

4.7 Batas Kayu Juvenil dan Kayu Dewasa

Gambar 9 menyajikan variasi radial (dari empulur ke arah kulit) nilai panjang serat dan kerapatan kayu JUN yang diteliti.

650 700 750 800 850 900 RT-1 RT-2 RT-3 RT-4 P a n ja n g S e r a t m ) 0,98 1,00 1,02 1,04 1,06 1,08 K e r a p a ta n K a y u (g /c m 3 ) PJ Serat Kerapatan

Gambar 9 Variasi radial panjang serat dan kerapatan kayu

Dari Gambar 9 diketahui bahwa baik panjang serat maupun kerapatan kayu masih cenderung terus meningkat dari empulur (RT-1) ke arah kulit (RT-4). Hal ini menandakan bahwa kayu JUN yang diteliti semuanya masih tergolong kedalam kayu juvenil. Dengan kata lain, tegakan JUN umur 4 tahun yang diteliti belum membentuk kayu dewasa.

Hasil ini sesuai dengan Trockenbrodt dan Josue (1999), Bhat et al. (2001) dalam Bhat dan Priya (2004), Okuyama et al. (2005) dan Darwis et al. (2005). Menurut Trockenbrodt dan Josue (1999) serta Okuyama et al. (2005), periode pembentukan kayu juvenil pada jati berlangsung hingga umur 12-15 tahun, sedangkan menurut Darwis et al. (2005), pohon jati baru membentuk kayu dewasa pada riap tumbuh ke-11 dan ke-12 (umur 11-12 tahun). Berdasarkan penelitian Bhat et al. (2001) dalam Bhat dan Priya (2004), batas kayu muda dan kayu dewasa pada jati berada pada riap tumbuh ke-20. Pada jati India, hasil penelitian Trockenbrodt dan Josue (1999) menyebutkan bahwa kedewasaan kayu jati terjadi mulai pohon berumur 21 tahun.

Kayu yang mengandung kayu juvenil akan menghasilkan sortimen kayu yang cenderung memiliki cacat bentuk (melengkung) dan pecah yang cukup besar

(41)

27 (Brown et al. 1952). Disamping itu, adanya kayu juvenil mengakibatkan kayu menjadi getas sehingga penggunaannya sebagai kayu utuh untuk konstruksi tidak diperkenankan (Anisah dan Siswamartana 2005). Untuk bahan baku mebel dan furnitur, porsi kayu juvenil yang tinggi dikhawatirkan akan menimbulkan banyak masalah selama proses pengerjaan.

Usaha untuk mengurangi proporsi kayu juvenil dalam batang dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti tidak memberikan pupuk, irigasi atau perlakuan silvikultur lainnya pada periode awal pertumbuhan, yang merupakan periode pembentukan kayu juvenil. Hal ini dikarenakan batang yang tumbuh secara cepat selama jangka waktu pertumbuhan juvenil akan menghasilkan proporsi kayu juvenil yang lebih tinggi dibandingkan dengan batang yang tumbuh secara lambat pada awal daur tersebut.

(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kesimpulan penting yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Kualitas pertumbuhan tanaman JUN umur 4 tahun dengan jarak tanam 3 m x 3 m bervariasi. Diameter batang berkisar antara 4,5-23,8 cm, sedangkan tinggi pohon berkisar antara 4-12 m.

2. Pohon JUN umur 4 tahun yang diteliti belum menghasilkan kayu teras.

3. KA kayu kondisi segar dan kerapatan kayu dipengaruhi oleh diameter batang, sedangkan BJ kayu, panjang serat dan tebal dinding serat tidak.

4. Rata-rata KA kayu kondisi segar, BJ dan kerapatan kayu, serta panjang dan tebal dinding serat berturut-turut adalah 112,27-146,35%, 0,45-0,47, 0,99-1,09 g/cm3, 741,15-845,52 µm dan 3,06-3,20 µm. Dengan rata-rata BJ kayu sebesar 0,45-0,47, kayu JUN umur 4 tahun ini masuk dalam Kelas Kuat III.

5. Batas antara kayu juvenil dan kayu dewasa belum dapat ditentukan mengingat pohon JUN umur 4 tahun yang diteliti belum membentuk kayu dewasa. Kayu yang dihasilkan semuanya masih tergolong kayu juvenil.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah: 1. Dalam rangka pemanfaatan yang optimal, maka peningkatan mutu kayu perlu

dilakukan mengingat BJ kayu masih tergolong rendah.

2. Mengingat tegakan JUN umur 4 tahun yang diteliti belum menghasilkan kayu dewasa (100% masih berupa kayu juvenil), maka daur tebang yang telah direncanakan (5 tahun) sebaiknya dikaji ulang.

Gambar

Gambar 1  Stik kayu jati hasil pengeboran
Gambar 2  Increment borer  Persiapan dan pembuatan contoh uji
Gambar 3  Bagian-bagian serat yang diukur
Tabel 1  Rata-rata diameter batang dan tinggi pohon JUN umur 4 tahun  No.  Pohon Diameter (cm) Tinggi (m) No
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis penjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan

Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dikelas, tidak hanya tergantung dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik

Untuk menganalisis bagaimana hubungan dan pengaruh dari variabel ekonomi lainnya seperti angkatan kerja (L), PMTB (K), ekspor migas (OX), nilai tukar (EXCR) dan

Dalam menciptakan suatu corporate identity, seorang desainer komunikasi visual haruslah mengetahui kesan yang ingin disampaikan oleh perusahaan tersebut dan

Hal tersebut didasari oleh pendapat oleh Zainurrahman, (2011:187) mengatakan dengan melakukan pembiasaan menulis akan menemukan banyak pengetahuan baru. Tanpa

Dalam beberapa kasus, menjadi social entrepreneur dalam konteks ini mengabdi sebagai volunteer atau amil lembaga zakat belumlah menjadi pilihan utama sebagian

Secara umum manfaat penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan ilmu pangan terutama dalam bidang mikrobiologi pangan, dan secara khusus penelitian ini dilaksanakan