DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT
PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL
DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN
SKRIPSI
Diajukan kepada Ilmu Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Hari Kohari Permasandi
NIM 104052001976
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT
PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL
DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Hari Kohari Permasandi
NIM 104052001976
Di bawah bimbingan,
Drs. Sugiharto, MA NIP. 19660806 199603 1 001
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi berjudul Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia Di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at, 17 Juni 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial
Islam (S. Sos. I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 17 Juni 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si Drs. Sugiharto, MA
NIP. 19690607 199503 2 003 NIP. 19660806 199603 1 001
Anggota
Penguji I Penguji II
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si Dra. Rubiyanah, MA
NIP. 19690607 199503 2 003 NIP. 19730822 199803 2 001
Pembimbing
Drs. Sugiharto, MA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) di
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasi jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 Juni 2011
i
Hari Kohari . P
Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten
Hidup manusia itu tidak terlepas dari ibadah, dengan kata lain semua yang di lakukan manusia bermuatan ibadah. Dalam pengertiannya ibadah merupakan bentuk penghambaan manusia kepada tuanNya. Secara garis besar Islam membagi ibadah kedalam dua bagian yaitu ibadah yang secara umum dan ibadah secara khusus. Akan tetapi ibadah yang paling utama di dalam Islam adalah ibadah shalat.Ibadah shalat merupakan pokok dari agama Islam dan tiangnya, ibadah shalat adalah perintah pertama setelah syahadat. Dan mengenai pelaksanaannya wajib bagi orang mukmin. Dalam kehidupannya manusia memerlukan orang lain begitu pula para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosaial Dinas Sosial Provinsi Banten yang memerlukan bimbingan agama untuk memahami, melaksanakan atau mempratekan, serata meningkatkan ibadah shalatnya.
Dalam peneletian ini penulis ingin mengetahui bagaimana peranan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten. Melalui pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan datanya yaitu dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Dan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah pembimbing agama, sedangkan yang menjadi objek dalam peneltian ini adalah para lansia. Dan dalam penelitian ini penulis fokuskan pada masalah tata cara sholat, pengetahuan sholat, faktor pendorong, serta ada tidaknya peranan pembimbing dalam meningkatkan shalat.
ii
Assalmu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, atas
rahmat dan karuniannya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia di
Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten” sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana di Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW. yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh manusia, begitupun bagi
seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya yang berjuang bersama beliau.
Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak
mengalami kesulitan, akan tetapi karena kekuasaan Allah SWT. melalui bantuan
dan partisipasi dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan
walaupun banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis perlu
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya
terutama kepada :
1. Bapak DR. H. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku
Pembantu Dekan I, Drs. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan II
serta Bapak Drs. Study Rizal, MA selaku Pembantu Dekan III.
2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, Msi selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
iii
telah memberikan waktu untuk memberikan bimbingan hingga penulis
dapat menyelesaikannya.
3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah memberikan ilmu kepada penulis.
4. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan pelayanan dan fasilitasnya.
5. Seluruh pegawai Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten
terutama kepada Bapak H. Sukaemi, S. Pd yang telah membantu penulis
untuk melakukan penelitian skripsi.
6. Sembah sujud teruntuk kedua orangtua penulis Bapak Syamhudi
(Almarhum) dan Ibu Kusniah, yang penulis hormati yang telah
memberikan kasih sayang tak berujung kepada penulis, hanya saja penulis
belum bisa memberikan yang terbaik untuk kedua orangtua penulis.
7. Kakak-kakak dan Adik-adik penulis yang begitu besar telah membantu
dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
8. Keluarga Besar penulis, terutama kepada Paman Drs. Lukmanul Hakim
Msi terimakasih atas rekomendasinya sehingga penulis dapat melakukan
penelitian di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten.
9. Keluarga Besar BPI yang telah memberikan kenagan kepada penulis
iv disebutkan satu persatu.
11. Kepada kawan-kawan penulis Begeng, Sinden, Boy, Ali, Iyus, Away,
Tays, Keluarga Besar UKM khususnya FORSA serta umumnya UKM
yang lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu serta kepa KM UIN,
dan Anak-anak tongrongan SANYO BOY makasih atas motivasinya.
Begitu banyak nama yang tak tercantum dalam penulisan skripsi ini,
namun keterbatasan jua yang tak mengizinkan menaruhnya. Penulis melayangkan
do’a berharap semoga Allah membalas budi baik semuanya. Semoga skripsi ini
dapat membawa manfaat bagi khalayak umum. Amin.
Billahutaufiqwalhidayah
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Ciputat, Juni 2011
v
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Metodologi Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BABII LANDASAN TEORI A. Peranan ... 13
1. Pengertian Peranan ... 13
2. Bentuk dan Macam-macam Peranan ... 14
3. Tujuan dan Manfaat Peranan ... 16
4. Langkah-langkah Peranan ... 16
B. Pembimbing Agama ... 18
1. Pengertian Pembimbing Agama ... 18
2. Syarat Pembimbing Agama... 20
3. Tugas Pembimbing Agama ... 24
vi
1. Pengertian Ibadah Shalat ... 28
2. Syarat Ibadah Shalat... ... 29
3. Dasar Hukum Ibadah Shalat... 31
D. Lansia ... 32
1. Pengertian Lansia ... 32
2. Karakteristik Lansia ... 33
BAB III GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN A. Sejarah Berdirinya ... 36
B. Visi dan Misi dan Maksud dan Tujuan ... 37
C. Tugas dan Fungsi ... 38
D. Sasaran Garapan, Penerimaan dan Pelayanan ... 40
E. Sarana dan Prasarana... 44
BAB IV ANALISIS PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN A. Implementasi Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia ... 46
B. Metode Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia ... 50
[image:10.595.114.524.74.477.2]vii
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya manusia di ciptakan oleh Allah S.W.T untuk tujuan
beribadah kepadaNya. Ibadah merupakan bentuk penghambaan manusia
sebagai mahluk kepada Allah Sang Pencipta. Karena ibadah merupakan fitrah
(naluri) manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari
pemujaan dan pemujaan yang salah dan sesat.1
Allah S.W.T berfirman dalam Surat Adz Dzariyat/51: 56 sebagai
berikut :
Artinya: “Tidaklah kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi
kepada-Ku”
Ayat tersebut diatas mengandung makna bahwa manusia dan jin
haruslah tunduk atau taat kepada sang penciptaNya. Dalam Islam ibadah
memiliki aspek yang sangat luas, segala sesuatu yang dicintai dan diridhai
Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir maupun batin,
semua merupakan ibadah. Maka dengan demikian, segenap tindakan yang
dilakukan sepanjang siang dan malam tidak terlepas dari ibadah, seperti
senyum kepada orang lain termasuk kedalam ibadah.
Secara garis besar dalam Islam ibadah dapat di bagi menjadi dua
bagian yaitu ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah umum adalah segala
1
perbuatan manusia, yang cara dan syaratnya tidak di tentukan secara detail,
seperti tolong menolong, mencari nafkah dan sebagainya. Sedangkan ibadah
khusus adalah ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detail dan
biasanya bersifat ritus2, ruang lingkup, batasan dan aturanya sesuai dengan
syarak, seperti puasa, zakat, haji dan sebagainya.3
Akan tetapi dalam ajaran Islam ibadah shalat memiliki kedudukan
tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya, bahkan kedudukan terpenting dalam
Islam yang tak tertandingi oleh ibadah lain, karena ibadah shalat yang
terdahulu sebagai konsekwensi iman, tidak ada syariat samawi lepas darinya.4
Allah S.W.T berfirman dalam Surat Ibrahim/14 : 40 sebagai berikut :
Artinya: “Wahai Tuhanku, jadikanlah aku dan anak-cucuku sebagai
orang-orang yang mendirikan shalat....”
Ayat di atas mengandung makna bahwa ibadah shalat merupakan
ibadah utama selain ibadah-ibadah yang lainnya. Benarlah bahwa shalat
adalah pokok dari Islam dan tianngnya, ia adalah penghubung antara seorang
hamba yang sadar akan kehambaanya, yang menasehati dirinya, dengan
Tuhannya yang selalu memeliharanya dan memelihara alam semesta dengan
nikmat-nikmat dan keutamaanNya. Shalat adalah tanda cinta seorang hamba
pada Rabbnya dan penghargaan atas nikmat-nikmatNya, juga merupakan
bentuk syukurnya atas karunia dan kebaikannya.5
2 Ibid. 3
Yunasril Ali, Agar Shalat Menjadi Penolongmu,Penyejuk Hatimu, (Jakarta: Zaman, 2009),Cet. Ke-1, h. 19.
4
Shalih bin Ghanim as- Sadlan, Fiqih Shalat Berjamaah, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah,2006), Cet. Ke-1, h. 30.
5
Shalat adalah perintah pertama dalam Islam sesudah pengucapan dua
kalimat syahadat. Mengenai kewajibannya adalah umum bagi laki-laki dan
perempuan, budak sahaya dan merdeka, miskin dan kaya, orang yang mukmin
(menetap) ataupun musafir dan yang sehat ataupun sakit. Kewajiban ini tidak
gugur bagi siapa saja yang sampai pada usia baligh, dalam keadaan
bagaimanapun juga, tidak seperti puasa, zakat dan haji yang diwajibkan
dengan beberapa syarat dan sifat, dalam waktu tertentu dan dengan batas yang
tertentu pula.6
Shalat merupakan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial
Islam. Karena itu, Al-Qur’an menekankan pentingnya shalat. Kemalasan dan
keenganan melaksanakannya merupakan tanda melalaikannya dan merupakan
tanda hilangnya iman.7
Agama diturunkan Allah adalah untuk menjadi pedoman, bimbingan
dan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupannya, agar hidup
tenteram, bahagia dan saling menyayangi antara satu sama lain.8
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, tak seorang pun bisa
mandiri dan lepas dari bantuan orang lain. Tidak ada orang yang sanggup
menunaikan semua tugas dan kewajibannya tanpa uluran tangan pihak lain.9
Maka bimbingan agama diperlukan agar dalam pelaksanaan ibadah
shalat dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tuntunan yang di
ajarkan agama. Dalam hal ini, pembimbing agama memiliki peranan yang
6
Abdulhasan Ali Abdul Hayyi Al-Hasani An-Nadwi,Empat Sendi Agama Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h. 21.
7
Sudirman Tebba, Nikmatnya Shalat Jamaah, (Banten: Pustaka irVan, 2008), Cet. Ke-1. h. 17.
8
Zakiah Daradjat, Psikitrapi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), Cet. Ke-1, h. 19.
9
sangat penting sekali dalam mengarahkan, memberi jalan atau menuntun
orang lain kearah yang telah di ajarkan oleh agama.
Kehidupan manusia mengenal fase-fase yang dilalui oleh setiap
manusia, mulai dari fase kanak-kanak sampai fase sudah lanjut usia.
Rangkaian fase-fase itu meliputi secara berturut-turut fase kanak-kanak, fase
anak, fase dewasa awal, fase setengah umur, dan fase berumur tua/lanjut usia.
Pada fase lanjut usia, terjadi berbagai penurunan kemampuan berpikir.
Mereka juga lebih banyak mengingat masa lalu dan sering sekali melupakan
apa yang baru di perbuatnya. Kemampuan untuk memusatkan perhatian,
berkonsentrasi dan berpikir logis menurun, bahkan sering kali terjadi loncatan
gagasan. Al-Qur’an menggambarkan periode ini sebagai periode di mana
manusia dipanjangkan umurnya pada umur yang paling lemah.10
Dewasa ini penyandang masalah kesejahtraan sosial khususnya
masalah lanjut usia terlantar semakin banyak, hal ini merupakan sebagai
dampak dari era globalisasi dan krisis yang melanda Republik Indonesia
mengakibatkan meningkatnya Penyandang Masalah Kesejateraan Sosial
(PMKS) baik kualitas maupun kuantitasnnya.
Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai intansi pemerintah yang
memiliki tugas dan tanggung jawab meminimalisir permasalahan sosial yang
ada di Provinsi Banten khususnya, melalui berbagai macam kebijakan, salah
satu diantaranya adalah mendirikan Balai Perlindungan Sosial.
Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten adalah salah satu Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Banten yang memiliki
10
Aliah. B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami: menyikap rentang
kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pascakematian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan dan perlindungan sosial
kepada lanjut usia terlantar, balita terlantar, wanita korban tindak kekerasan
dan tuna grahita.
Para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial
Provinsi Banten sangat memerlukan bimbingan dalam memahami,
melaksanakan atau memperaktekan ibadah shalat atau ibadah lainnya. Oleh
sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam
bentuk skripsi dengan judul “PERANAN PEMBIMBING AGAMA
DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN.”
B. Pembatasan dan Perumusan Maslah 1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang lebih luas, maka penulis
membatasi masalah hanya pada Peranan Pembimbing Agama Dalam
Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia Di Balai Perlindungan Sosial
Dinas Sosial Provinsi Banten. Meliputi implementasi dan metode serta
faktor pendukung dan penghambat.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah ini adalah :
a. Bagaimana Implementasi Pembimbing Agama dalam Meningkatkan
Ibadah Shalat pada Lansia?
b. Metode apa yang di lakukan Pembimbing Agama dalam Meningkatkan
c. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat
pembimbing agama dalam Meningkatkan Ibadah Shalat pada Lansia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi yang dilakukan
pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?
b. Untuk mengetahui dan menganalisis metode apa yang dipakaai
pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?
c. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan
penghambat pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan keilmuan mengenai kondisi para lansia
serta bagaimana cara dan metode menangani lansia dalam hal urusan
ibadah pada umumnya dan ibadah shalat khususnya.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis penelitian ini untuk menjadi bahan acuan dan
bahan pertimbangan bagi pribadi penulis khususnya, serta pada
umumnya bagi pihak-pihak yang konsen dalam menangani masalah
mengenai penanganan lansia. Dimana perlu kita ketahui bahwa
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Dalam peneltian ini penulis menggunakan metode pendekatan
kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfatkan berbagai metode ilmiah.11
2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten
yang beralamat di Jln. Ki Ajurum No. 3 Cipocok Jaya, Serang 42121 Telp.
(0254) 216866 Fax. (0254) 219784. Adapun waktu pelaksanaan penelitian
yaitu pada bulan April 2011 sampai dengan bulan Mei 2011.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun pada penelitian ini yang menjadi subjek yaitu para
pembimbing agama yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial
Provinsi Banten yang memiliki peranan penting dalam rangka
meningkatkan ibadah shalat. Sedangkan objek penelitiannya secara formal
adalah lansia yang berada di balai perlindungan sosial Dinas Sosial
Provinsi Banten sedangkan secara materialnya adalah bimbingan agama,
melalui implementasi, metode, serta faktor pendukung dan penghambat
apa oleh pembimbing agama untuk meningkatkan ibadah shalat.
11
4. Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak terkait
yang berhubungan dengan penelitian ini, dengan berupa wawancara
ataupun hal yang lainya.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung, data ini berupa
dokumen-dokumen, buku-buku, diktat serta sumber-sumber lain.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh dan menghimpun data yang objektif, maka
dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen penelitian sebagai
berikut :
a. Observasi
Merupakan teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data primer
dengan cara mengamati langsung obyek datanya.12 Dalam hal ini
penulis melakukan tinjauan langsung ke tempat penelitian, dan hal-hal
yang telah di tinjau atau di lihat oleh penulis kemudian dicatatat,
sebagai bahan penelitian.
b. Wawancara
Adalah komunikasi dua arah untuk mendapatkan data dari
responden.13 Dimana penulis melakukan wawancara dengan para pihak
yang terkait dalam penelitian ini.
12
Jogiyanto, Metodologi Penelitian Sistem Informasi, (CV. Andi Offset, 2008), Cet. Ke-1, h .89.
13
c. Dokumentasi
Yaitu Mengumpulkan dan menelaah dokumentasi dan arsif yang di
miliki Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten.
6. Teknik Analisa Data
Dalam melakukan analisa data, penulis mengumpulkan catatan
lapangan baik berupa observasi, wawancara, ataupun dokumentasi yang di
peroleh dari hasil lapangan, yang kemudian menyimpulkannya, serta
menganalisis persoalan yang telah ditetapkan. Kemudian di kelompokan
sesuai dengan persoalan lalu menganalisisnya secara sistematis.
7. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada Buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Devlopment and Assurance)
Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Tinajuan Pustaka
Penelitian ini melakukan tinjauan pustaka dengan tujuan bahwa
penulisan skripsi ini bukan merupakan hasil dari skripsi sebelumya. Berikut
ini judul-judul skripsi yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka :
1. Khayrul MuttaQori Baini, dengan judul “Peran Pembimbing Dalam
Memberikan Motivasi Hidup Pada Lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta
Barat”. Yang berisi lebih mengenai bagimana menekankan motivasi hidup
2. Mumun Mulyanah, dengan judul skripsi “ Upaya Pembimbing Agama
Dalam Meningkatkan Pengetahuan Ibadah Shalat Siswa di SDN Kunciran
4 Pinang Kota Tangerang”. Pada skripsi yang di tulis saudari Mumun
Mulyanah lebih di tekankan aspek siswa mengenai pengetahuan ibadah
shalat.
3. Sofhal Jamil, dengan judul skripsi Peranan Pembimbing Agama Dalam
Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-anak Yatim di Pondok Pesanteren
Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji Kota Depok”. Skripsi yang ditulis Shofal
Jamil ini berisi tentang bagaimana pembimbing agama dapat mewujudkan
anak-anak yatim agar bisa mandiri.
Berbeda dengan dengan penelitian dengan yang sebelumnya di atas,
pada penelitian ini penulis membahas mengenai peranan pembimbing agama
agar dapat meningkatkan ibadah shalat para lansia melalui implementasi,
metode atau cara serta faktor pendukung dan faktor penghambatnya.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini di butuhkan sistematika penulisan, agar
terarah dan mempermudah maka penulis menggunakan sistematika sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metedologi penelitian dan
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori berisikan tentang pengertian-pengertian yang di
bahas dalam skripsi ini diantaranya, pengertian perana, benntuk
dan macam-macam peranan, tujuan dan manfaat peranan,
langkah-langkah peranan, pengertian pembimbing agama,
syarat pembimbing agama, tugas pembimbing agama, bentuk
dan tujuan pembimbing agama, pengertian ibadah shalat,
syarat ibadah shalat, dasar hukum ibadah shalat, pengertian
lansia, karakteristik dan tipe lansia.
BAB III GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL
DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN
Gambaran umum ini berisikan tentang sejarah berdirinya, visi,
misi, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi, sasaran garapan,
penerimaan dan pelayanan dan sarana dan prasarana.
BAB IV ANALISIS PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN
Berisikan tentang implementasi pembimbing agama dalam
meningkatkan ibadah shalat pada lansia, metode pembimbing
agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia, faktor
pendukung dan penghambat dalam meningkatkan ibadah
[image:22.595.132.522.88.504.2]BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan saran ini berisikan tentang hasil kesimpulan
dari penelitian dan saran bagi yang berkaitan dengan penulisan
13
LANDASAN TEORI
A. Peranan
1. Pengertian Peranan
Dalam kamus bahasa Indonesia peranan kata dasarnya adalah
“peran” yang berarti tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dalam masyarakat.1 Dalam kamus ilmiah populer, peranan
di artikan fungsi, kedudukan, bagian kedudukan.2
Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono
Soekamto sebagai berikut :
“Peranan suatu konsep prihal apa yang dilakukan individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat”.3
David Berry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat
harapan-harapan yang dikenalkan pada invidu yang menempati kedudukan
sosial,4dalam pola prilaku normatif yang diharapkan pada status 5 dan
norma yang berlaku bagi kelompok yang spesifik dalam suatu masyarkat.6
1
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 854.
2
Pius.A.Pratanto dan M.Dahlan AL Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola), h. 585.
3
www.arisandi.com
4
David Berry, Pokok-Pokok dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, h. 99.
5
M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi (Pengantar untuk Memahami
Konsep-konsep Dasar), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. Ke-1. h. 49.
6
Dalam ilmu psikilogi sosial peranan diartikan sebagai suatu prilaku
atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seorang yang memiliki
suatu status di dalam kelompok tertentu.7
Dari penjelasan mengenai pengertian peranan diatas penulis dapat
simpulkan bahwa peranan adalah tingkah laku yang dimiliki seseorang,
yang memiliki harapan-harapan penting dan mempunyai fungsi bagi
stuktur kehidupan masyarakat.
2. Bentuk dan Macam-macam Peranan
a. Bentuk Peranan
Melihat dari pengertian mengenai peranan maka bentuk peranan bisa
dilihat dalam bentuk individu, norma atau aturan, intitusi atau
lembaga, dan lain sebagainya tergantung fungsi dan kegunaan serta
harapan-harapan yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri,
misalkan seorang pemain sepak bola yang kawakan akan bebeda
dengan seorang pemain musik yang bermain musik untuk mengisi
waktu luang saja.
b. Macam-macam Peranan
Peranan yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut
bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang.
Berbagai macam peranan dapat disebutkan sebagai berikut :
1) Berdasarkan pelaksanaannya
Berdasarkan pelaksanaannya peranan dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu :
7
a) Peranan yang diharapkan (exected roles), yaitu cara ideal dalam
pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat.
Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan
secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus
dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara
lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik, dan
sebagainya.
b) Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana
sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaanya
lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi
tertentu. Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok
dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dapat
dianggap wajar oleh masyarakat.8
2) Berdasarkan cara memperolehnya
Sementara itu, berdasarkan cara memperolehnya, peranan dapat
dibedakan menjadi :
a) Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh
secara otomatis, bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai
nenek, anak, bupati, dan sebagainya.
b) Peranan pilihan (achives role), yaitu peranan yang diperoleh
atas dasar keputusannya sendiri, misalnya seseorang yang
memutuskan untuk memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan
8
Ilmu Politik, Universitas Airlangga dan menjadi mahasiswa
program studi sosiologi.9
3. Tujuan dan Manfaat Peranan
Setiap peranan bertujuan agar antar individu yang melaksanakan
peranan dengan orang-orang sekitarnya yang berhubungan dengan peranan
tersebut terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima
dan ditaati oleh kedua belah pihak.10
Peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena
manfaat peranan sendiri adalah sebagai berikut :
a. Memberi arah pada proses sosialisasi.
b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan
pengetahuan.
c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.
d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat
melestarikan kehidupan masyarakat.11
4. Langkah-langkah Peranan
Dalam menentukan langkah-langkah peranan seseorang ada
baiknya memperhatikan apa yang disebutkan oleh Levinson sebagaimana
dikutip oleh Basrowi, bahwa peranan paling sedikit harus mencakup tiga
hal sebagi berikut :
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Dalam hal ini, peranan merupkan
9
Ibid.
10
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. Ke-1, h. 64.
11
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
masyarakat.
b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting
bagi struktur sosial masyarakat.12
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada
individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut :
a. Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur
hendak dipertahankan kelangsungannya.
b. Peranan tersebut seyogyanya diletakan pada individu-individu yang
oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus
terlebih dahulu terlatih dan mempunyai hasrat untuk
melaksanakannya.
c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak
mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh
masyarakat. Karena mungkin pelaksanaannya memerlukan
pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu
banyak.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,
belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang
seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa
membatasi peluang-peluang tersebut.13
12
Basrowi, Pengantar Sosiologi. h. 6.
13
B. Pembimbing Agama
1. Pengertian Pembimbing Agama
Menurut kamus bahasa Indonesia pembimbing adalah orang yang
membimbing atau menuntun.14Bimbingan merupakan terjemahan dari
„guidance” dalam bahasa Inggris. Secara harfiyah “guidance” dari akar
kata “guide” berarti (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot),
(3) mengelola (to manage), dan (4) menyetir (to sterr). Banyak pengertian
bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut.
Shertzer dan Stone mengartikan bimbingan sebagai :
“... Process of helping an individual to understand himself and his
world (proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu
memahami diri dan lingkungannya).”
Sunaryo Kartadinata mengartikan sebagai :
“Proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal.”
Sementara Rochman Natawidjaja mengartikan :
“Bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu
yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada
umumnya.”15
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada
individu atau sekumpulan individu untuk menghindari kesulitan-kesulitan
di dalam kehidupannya sehingga individu atau sekumpulan individu itu
dapat mencapai kesejahtraannya.16
14
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 152.
15
Syamsu Yusuf. L.N dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2. h. 5-6.
16
Dari berbagai definisi diatas penulis dapat simpulkan bahwa
pembimbing adalah seseorang yang memberikan proses bantuan kepada
individu yang di lakukan secara berkala, yang bertujuan agar individu
tersebut dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan apa
yang diharapkannya.
Sedangkan agama dalam kamus besar bahasa Indonesia agama
diartikan kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.17
Sedangkan agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “
ad-din”, religi (relegere, religare) dan agama. Dalam bahasa arab berarti
menguasai, menundukan, patuh, balasan, dan kebiasaan. Sedangkan dari
religi (latin) atau relegere berarti engumpulkan dan membaca. Kemudian
religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari dua suku kata
“a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi”, tetap
ditempat, diwarisi turun temurun.18
Tylor mendefinisikan agama adalah kepercayaan kepada wujud
spiritual.19 Dan Clifford Geertz yang mendefinisikan agama sebagai sistem
dari “simbol-simbol yang suci” yang berfungsi “untuk mensintesakan
etos-etos manusia dan pandangan dunia mereka” sepenuhnya tidak
memperhatikan pertanyaan apakah pandangan dunia yang disokong oleh
keyakinan keagamaan tertentu adalah salah atau benar.20
17
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet.Ke-1, h. 9.
18
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985), Cet. Ke-5, h. 1-2.
19
Yusron Razak dan Ervan Nurtawab, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 13.
20
J. Militon Yinger melihat agama sebagai sistem kepercayaan dan
praktek dengan mana suatu masyarakat atau kelompok manusia
berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini.21
Sedangkan D. Hendro Puspito mendefinisikan agama ialah suatu
jenis sistem sosial yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang
dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri
mereka dan masyarakat luas umumnya.22
Dari pemaparan di atas penulis dapat simpulkan bahwa yang di
maksud dengan agama adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan yang
Maha Esa yang di landasi oleh ketaatan pada ajarannya serta mempunyai
aturan-aturan yang harus di ikuti oleh pengikutnya yang diwarisi secara
turun temurun dengan bertujuan untuk mencapai keselamatan bagi diri
mereka dan masyarakat luas pada umumnya
Yang di maksud dengan pembimbing agama adalah sesorang yang
memberikan bantuan kepada individu secara berkala dengan berlandaskan
kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa dengan bertujuan untuk
mencapai keselamatan bagi dirinya sesuai apa yang diharapkannya.
2. Syarat Pembimbing Agama
Supaya pembimbing dapat menjalankan pekerjaannya dengan
sebaik-baiknya, maka pembimbing harus memenuhi syarat-syarat tertentu,
yaitu :
a. Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas,
baik dari segi teori maupun segi praktik.
21
D. Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 35.
22
b. Dari segi psikologis, seorang pembimbing harus dapat mengambil
tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara
psikologis, yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai adanya
kemantapan atau kestabilan di dalam psikisnya, terutama dalam hal
emosi.23
c. Seorang pembimbing harus sehat jasmani dan psikisnya. Apabila
jasmani dan psikis tidak sehat maka hal itu akan mengganggu dalam
menjalankan tugasnya.
d. Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap
pekerjaannya dan juga terhadap anak atau invidu yang dihadapinya.
e. Seoarang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga
usaha bimbingan dan konseling dapat berkembang ke arah keadaan
yang lebih sempurna.
f. Seorang pembimbing harus supel, ramah tamah, dan sopan.
g. Seoarang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat
menjalankan prinsip-prinsip, serta kode etik bimbingan dengan
sebaik-baiknya.24
Sesuai dengan persyaratan atau kemampuan yang mesti dimiliki
pembimbing dan konselor agama (Islam) tersebut, maka M.Arifin
sebagaimana dikutip oleh M. Lutfi merumuskan syarat-syaratnya sebagai
berikut :
a. Menyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, mengahayati dan
mengamalkan, karena ia menjadi pembawa norma agama (religious)
23
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), (CV. Andi Offset, 2004), h. 40.
24
yang konsekuen, serta menjadikan dirinya idola (tokoh yang
dikagumi) sebagai muslim sejati, baik lahir maupun batin di kalangan
orang yang dibimbingnya.25
b. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik, terutama bagi orang
yang dibimbingnya dan lingkungan kerja atau masyarakat sekitarnya.
c. Memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti yang tinggi dan loyalitas
terhadap profesi yang ditekuninya, sekalipun berhadapan dengan
kondisi masyarakat yang selalu berubah-ubah.
d. Memiliki kematangan jiwa dalam menghadapi permasalahan yang
memerlukan pemecahan (dalam berfikir dan emosional).
e. Mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak,
terutama dengan klien (konseli) dan pihak lain dalam kesatuan tugas
atau profesinya.
f. Mempunyai sikap dan perasaan terikat dengan nilai-nilai keislaman
dan kemanusiaan, klien harus ditempatkan sebagai individu yang
normal yang memiliki harkat dan martabat sebagai mahluk Tuhan.
g. Memiliki keyakinan bahwa setiap klien yang dibimbing memiliki
kemampuan dasar (potensi) yang mungkin dikembangkan menjadi
lebih baik.26
h. Memiliki rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam terhadap klien,
sehingga selalu berupaya untuk mengatasi dan memecahkan
masalahnya.
25
M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 156.
26
i. Memiliki ketangguhan, kesabaran, dan keuletan dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya, sehingga tidak mudah menyerah apalagi
putus asa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan tugas.
j. Memiliki sikap yang tanggap dan jiwa yang peka terhadap semua yang
kesulitan yang disampaikan klien.
k. Memiliki watak dan kepribadian yang familier, sehingga setiap klien
yang menggunakan jasanya merasa terkesan dan kagum dengan
cara-cara pelayanannya.27
l. Memiliki jiwa yang progresif (ingin maju) dalam profesinya, sehingga
ada upaya untuk meningkatkannya sesuai dengan perkembangan yang
ada dalam masyarakat.
m. Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, sehingga punya
kemampuan dalam menangkap dan menyikapi masalah-masalah
mental/rohaniyah yang dirasakan klien.
n. Dan memiliki pengetahuan dan pengalaman teknis yang dibutuhkan
dalam menjalankan tugas atau profesinya.28
Adapun syarat yang harus dimiliki pembimbing agama antara lain
sebagai berikut :
a. Memiliki sifat baik, setidak-tidaknya sesuai ukuran si terbantu.
b. Bertawakal, mendasrkan sesuatu atas nama Allah S.W.T.
c. Sabar, utamnya tahan menhadapi si terbantu yang menentang
keinginan untuk diberikan bantuan.
27
Ibid. h. 157.
28
d. Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat
mengatasi diri dan si terbantu.
e. Retorika yang baik, mengatasi keraguan si terbantu dan dapat
meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan.
f. Dapat membedakan tingkah laku klien yang berimplikasi terhadap
hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap perlunya
taubat atau tidak.29
3. Tugas Pembimbing Agama
Sesungguhnya dalam Islam setiap pembimbing atau konselor
berperan atau berfungsi sebagai “juru dakwah” atau “muballigh” yang
mengemban tugas dalam menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam ke
tengah-tengah kehidupan umat manusia, baik dalam bentuk individu
maupun kelompok, agar diyakini dan diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan Islam pembimbing atau konselor bertugas mengarahkan
kliennya agar masuk ke dalam ajaran Islam secara utuh, menyeluruh dan
universal. 30
Dalam psikotrapi berwawasan Islam bahwa pembimbing
mempunyai tugas terhadap kesembuhan, keselamatan dan kebersihan
ruhani klien dunia akhirat. Karena aktifitas bimbingan adalah berdimensi
ibadah, berefek sosial, dan bermuatan teologis tidak semata-mata bersifat
kemanusiaan.31
29 Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah,
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-1, h. 142.
30
M. Lutfi, Op.cit., h. 158.
31
Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah bimbingan
Samsul Nizar mengutip pendapat Imam Al-Ghazali, bahwa tugas
pembimbing yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,
mensucikan, serta membawa hati manusia untuk selalu mengingat Allah.32
4. Bentuk dan Tujuan Pembimbing Agama
a. Bentuk bimbingan agama
Ada bebagai jenis atau bentuk layanan bimbingan yang bisa
diberikan kepada klien, baik yang sudah mengalami kesulitan atau
untuk pengembangan diri seseorang, yaitu :
1) Layanan orientasi keyakinan dan pemahaman agama („aqidah).
2) Layanan pengamalan ajaran agama („ibadah).
3) Layanan konseling perorangan.
4) Layanan konseling pernikahan atau keluarga Islami.
5) Layanan Bimbingan atau Pendidikan Islami.
6) Layanan Bimbingan Kerja Islami (Ikhtiar).
7) Layanan Bimbingan Keperawatan (pasien rumah sakit).
8) Layanan Bimbingan Kehidupan Sosial Islami.33
b. Tujuan pembimbing agama
Menurut W.S. Winkel dan M.M. Sri hastuti tujuan pelayanan
bimbingan adalah :
1) Supaya sesama manusia mengatur kehidupannya sendiri.
2) Menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin.
3) Memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri.
32
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 44.
33
4) Menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa
dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua
potensi yang baik padanya.
5) Menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini
secara memuaskan.34
Menurut M. Hamdan Bakran Adz Dzaky seperti dikutip oleh
Tohirin merinci tujuan bimbingan dan konseling Islam sebagai
berikut:
1) Untuk mengahasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan
kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai
(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan
pencerahan taufid dan hidayhNya (mardhiyah).35
2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan
tingkah laku yang dapat memberikan manfaat pada diri sendiri,
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau madrasah,
lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam
sekitarnya.36
3) Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu
sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi (tasammukh),
kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.
4) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu
sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat
34
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), Cet. Ke-3. h. 31.
35
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.37.
36
kepadaNya, ketulusan mematuhi segala perintahNya, serta
ketabahan menerima ujianNya.
5) Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu
individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan
baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagi
persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan
keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.37
Adapun menurut Aunur Rahim Faqih tujuan bimbingan agama
Islam sendiri dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu secara umum dan
secara khusus yang dirumuskan sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagian dunia dan akherat.38
2) Tujuan Khusus
Membantu individu mengatasi masalah yang seang di hadapinya.
Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap lebih baik,
sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan
orang lain.39
37 Ibid. 38
Ainur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UI Press, 2001), Cet. Ke-2, h. 31
39
C. Ibadah Shalat
1. Pengertian Ibadah Shalat
Shalat menurut lughat berarti do’a yang baik, sedangkan menurut
istilah syara’ shalat ialah seperangkat perkataan dan perbuatan yang
dilakukan dengan beberapa syarat tertentu, dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam.40
Imam Rafi’i berkata :
Pertama, “Shalat adalah beberapa perkataan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita
beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.”41
Kedua, “Menghadapkan hati kepada Allah dengan penuh rasa takut
serta hormat pada keagunganNya dan kesempurnaan kuasaNya.”
Ketiga, “Hakikat shalat ialah menampakan hajat dan keperluan kita
kepada Allah yang kita sembah, dengan perkataan dan pekerjaan, atau
dengan kedua-duanya.”
Keempat, “Ruh shalat ialah menghadapkan hati kepada Allah,
khusyu’ di hadapanNya dan ikhlas karenaNya, serta hadir hati dalam
berdzikir, berdo’a dan memujiNya.” 42
Menurut Hasbi Ash Shiddiqy “Ta’arif yang melengkapi hakekat
dan rupa shalat ialah berhadap hati dan jiwa kepada Allah yang
mendatangkan rasa takut serta patuh kepada kebesaran dan perintahNya
40
Lahmuddin Nasution, Fiqh, (Logos), h. 55.
41
Abdul Manan bin H. Muhammad Sobari, Jangan Asal Shalat: Rahasia Shalat Khusyuk
dari Tuntutan Bersuci, Fiqh Shalat, Macam-macam Shalat hingga Amalan-amalan Sunnah,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2007), Cet. Ke-4. h. 31
dengan melakukan gerakan dan ucapan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam.43
Dari berbagai definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
ibadah shalat adalah menampakan do’a hamba kepada tuanNya yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta dibarengi dengan
menghadapkan hati dan jiwa kepadaNya, dengan niat ikhlas karenaNya.
2. Syarat Ibadah Shalat
Syarat-syarat ibadah shalat ada dua macam diantaranya :
a. Syarat wajib shalat
1) Islam
2) Baligh
Seorang dihukumi baligh jika telah sampai pada salah satu dari tiga
hal berikut :
a) Sempurna berusia 15 tahun (bagi laki-laki dan perempuan)
b) Mimpi jima‟, minimal pada usia 9 tahun (bagi laki-laki dan
perempuan)
c) Mengalami haid, minimal pada usia 9 tahun (bagi perempuan)
3) Berakal
b. Syarat sah shalat
1) Suci dari hadast kecil dan besar (dalam keadaan mampu/normal).
2) Suci dari najis (tubuh, pakaian maupun tempatnya).
3) Menutup aurat (dalam keadaan mampu).
4) Mengetahui telah masuk waktu shalat.
43
5) Menghadap qiblat, yakni Ka’bah.44
Selain syarat-syarat, juga terdapat rukun shalat yang wajib dipenuhi
oleh orang yang menjalankan ibadah shalat, jika salah satu rukun shalat itu
ditinggalkan maka shalatnya menjadi gugur. Rukun shalat tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Niat
b. Berdiri bagi yang kuasa.
c. Takbiratul ihram.
d. Membaca Surat Al Fatihah.
e. Ruku’.
f. I’tidal.
g. Sujud dua kali.
h. Duduk diantara dua sujud.
i. Duduk akhir.
j. Membaca tasyahud.
k. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
l. Memberi salam.
m. Menertibkan rukun.45
Shalat itu tidak sah apabila salah satu yang rukunnya tidak
dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Dan shalat itu tidah sah
dengan hal-hal yang seperti di bawah ini :
a. Berhadast.
b. Terkena najis yang tidak dimaafkan.
44
Abdul Manan bin H. Muhammad Sobari, Op.cit, h. 33-34.
45
c. Berkata-kata dengan sengaja walaupun dengan satu yang memberikan
pengertian.
d. Terbuka auratnya.
e. Mengubah niat.
f. Makan atau minum meskipun sedikit.
g. Bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah atau berjalan sekali
yang bersangatan.
h. Membelakangi kiblat.
i. Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti rukuk dan sujud.
j. Tertawa terbahak-bahak.
k. Mendahului imamnya dua rukun.
l. Murtad, artinya keluar dari Islam.46
3. Dasar Hukum Ibadah Shalat
Ibadah shalat merupakan fardhu „ain atau kewajiban bagi setiap
orang yang telah baligh dan beragama Islam serta berakal sehat. Hal
tersebut di ungkapkan oleh Salman Harun bahwa :
“Sembahyang diwajibkan atas tiap-tiap orang yang dewasa dan
berakal sehat, ialah lima waktu sehari semalam.”47
Jadi jelaslah bahwa shalat merupakan kewajiban bagi umat Islam,
dan yang di maksud dengan wajib sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi
Ash Shiddieqy bahwa :
“Wajib ialah yang dituntut oleh syara’ kita mengerjakannya dengan
tuntutan yang keras dan dicela meninggalkannya.”48
46M. Rifa’i,
Risalah Tuntunan Shalat Lengkap,
47
Sujarwo, Ibadah Shalat, Hikmah dan Fungsinya Bagi Umat Islam,artikel diakses tanggal 29 Maret 2011 dari http://www.sujarwohart.wordpres.com.
48
Jadi dengan istilah lain bahwa wajib adalah adanya keharusan untuk
melaksanakannya dan berdosa jika ditinggalkan. Sebagaimana firman
Allah dalam Surat Al Baqarah/2:43 yang berbunyi
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, dan keluarkanlah zakat, dan
tunduklah/rukuk bersama-sama orang-orang yang pada rukuk.”
Dan dalam Surat Al Ankabut/29:45 yang berbunyi :
Artinya: “Bacalah Al-Qur‟an yang telah diwahyukan kepadamu dan dirikanlah sembahyang (tetaplah mendirikan sembahyang). Sesungguhnya sembahyang itu mencegah kamu dari pekerti-pekerti buruk dan perbuatan yang munkar. Dan menyebut Allah (shalat), sungguh lebih besar dari
segala sesuatu. Dan Allah mengetahi apa yang kamu kerjakan”.
Selanjutnya dalil dari Hadist yang bersumber dari Abdilah bin
Umar sebagai berikut : “Islam itu dibina atas lima perkara : bersaksi bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan
Allah, menegakan sembahyang, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji,
dan berpuasa bulan Ramadhan”. ( HR. Muslim).49
D. Lansia
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai dengan usia 60 tahunan sampai
dengan akhir kehidupan.50 Menurut Pasal 1 ayat 2, 3, 4 UU No. 13 Tahun
1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.51
2. Karakteristik dan Tipe Lansia
a. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat, lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut :
1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 UU No.
13 tentang Kesehatan).
2) Kebutuhan dan masalah yang bervareasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari
kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.52
b. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental sosial dan
ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
50
Aliah. B. Purwakania Hasan, Psikilogi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008), h. 117.
51
R.Siti Maryam, dkk., Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Salemba Medika, 2008), h. 32.
52
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.53
2) Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, slektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif dan acuh tak acuh.54
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan
serius, tipe pemarah/frustrasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai
berdasrkan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks
kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa
tipe, yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan
53
Ibid. h. 34.
langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak
langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti wreda,
lansia yang dirawat di rumah sakit dan lansia dengan gangguan
mental.55
36
GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN
A. Sejarah Berdirinya
Tahun 1983 berdasarkan Keputusan Mentri Sosial RI No.06/Huk/1979
tanggal 28 Februari 1979 didirikan Sasana Tresna Wreda (STW) “Cipocok
Jaya” berlokasi di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang, yang
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Sosial dengan sasaran
pelayanan Lanjut Usia Terlantar.
Pada tahun 1994 berdasrkan Surat Keputusan Mentri Sosial RI No.14
Tahun 1994 tanggal 23 April 1994 Sasana Tresna Wreda (STW) “Cipocok
Jaya” Serang.
Seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah (OTDA) dan
terbentuknya Provinsi Banten disertai penyerahan aset Departemen Sosial,
maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten No. 40 Tahun 2002
tanggal 13 Desember 2002, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) “Cipocok
Jaya” Serang berganti nomenklatur menjadi “Balai Perlindungan Sosial” yang
merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja dengan sasaran pelayanan meliputi Lanjut Usia terlantar, Wanita
Korban Tindak Kekerasan, Tuna Grahita, dan Balita terlantar.
Sehubungan dengan berubahnya Sususnan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja berubah menjadi Dinas Sosial sesuai dengan
tetap tidak berubah dan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas
Sosial Provinsi Banten.
B. Visi dan Misi, Maksud dan Tujuan
1. Visi dan Misi
a. Visi
Perlindungan terbaik dan pelayanan prima bagi masyarakat.
b. Misi
1) Meningkatnya kualitas pelayanan dan perlindungan sosial terhadap
Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS).
2) Memperluas jangkauan pelayanan kesejahtraan sosial.
2. Maksud
Balai Perlindungan Sosial (BPS) sebagai Unit Pelaksana Teknis
Dinas (UPTD) yang menagnai permasalahan sosisl lanjut usia terlantar,
wanita korban tindak kekerasan, tuna grahita dan baliata terlantar
mempunyai maksud “Memberikan perlindungan dan pelayanan dalam
suatu penampungan guna terselengaranya proses rehabilitasi fisik, mental,
dan sosial, serta bimbingan keterampilan.”
3. Tujuan
Adapun tujuan Balai Perlindungan Sosial (BPS) adalah sebagai
berikut :
a. Terlindungi dan terawatnya para lanjut usia terlantar, wanita tindak
kekerasan, tuna grahita dan balita terlantar.
b. Meminimalisir permasalahan kesejahtraan sosial yang ada di
c. Pemenuhan kebutuhan dasar dalam rangka perubahan sikap dan
perilaku para penyandang masalah kesejahtraan sosial.
d. Pemulihan kemauan, kemampuan dan harga diri penyandang masalah
kesejahtraan sosial sehingga dapat melaksanakan fugsi sosialnya
dalam kehidupan bermasyarakat.
e. Menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang
keadaan, permasalahan dan kebutuhan lanjut usia terlantar, wanita
korban tindak kekerasan, tuna grahita dan balita terlantar sehingga
masyarakat dapat mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan usaha
kesejahtraan sosial.
C. Tugas dan Fungsi
Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten adalah salah satu
alternatif dari sekian banyak lembaga pemerintah maupun swasta yang
memberikan pelayanan sosial kepada para penyandang masalah kesejahtraan
sosial khususnya lanjut usia terlantar, wanita tindak kekerasan, tuna grahita,
dan balita terlantar.
Departemen sosial RI tahun 1998 menjabarkan peran fungsi dan tugas
panti sosial adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pusat pelayanan kesejahtraan sosial, dengan tugas dan fungsinya
adalah :
a. Menggugah, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran sosial,
tanggung jawab sosial, prakarsa dan peran serta perseorangan,
b. Memberikan pelayanan dan perlindungan kepada lanjut usia terlantar,
wanita korban tindak kekerasan, balita terlantar dan tuna grahita.
c. Penyantunan dan penyedian bantuan sosial.
d. Mengadakan bimbingan lanjut.
2. Sebagai pusat informasi masalah kesejahtraan sosial, tugas dan fungsinya
adalah :
a. Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang data penyandang
masalah kesejahtraan sosial dan teknis penaganannya.
b. Menyelenggarakan konsultasi pelayanan sosial bagi masyarakat.
3. Sebagai pusat pengembangan kesejahtraan sosial, tugas dan fungsinya
adalah :
a. Mengembangkan kebijaksanaan dan perencanaan sosial.
b. Mengembangkan metode pelayanan sosial.
Panti sosial sedikitnya mempunyai ketiga fungsi tersebut, namun
menurut Siahaan, yang dikutip oleh tim peneliti di bidang pelatihan dan
pengembangan usaha kesejahtraan sosial Departemen Sosial RI (2003), masih
ada satu fungsi lagi yaitu fungsi pendidikan dan pelatihan, mengingat bahwa
dalam sebuah panti terdapat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
kepada klien secara langsung dalam meningkatkan kemampuan pelayanan
kesejahtraan sosial.
Adapun Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten yang intinya
merupakan Panti Sosial yang berganti nama sebagaimana Surat Keputusan
Gubernur Banten No. 40 Tahun 2002 tentang pembentukan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten,
1. Tugas Pokok
Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten, mempunyai tugas
melaksanakan sebagian kewenagan Dinas dibidang desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang berkaitan dengan urusan
pelayanan dan perlindungan sosial.
2. Fungsi
Dalam pelaksanaan tersebut Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi
Banten mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Pengelolaan dibidang pelayanan sosial.
b. Pengelolaan dibidang perawatan.
c. Pengelolaan dibidang pelatihan dan keterampilan.