• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia di balai perlindungan sosial dinas sosial provinsi Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia di balai perlindungan sosial dinas sosial provinsi Banten"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT

PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL

DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

SKRIPSI

Diajukan kepada Ilmu Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Hari Kohari Permasandi

NIM 104052001976

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT

PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL

DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

Hari Kohari Permasandi

NIM 104052001976

Di bawah bimbingan,

Drs. Sugiharto, MA NIP. 19660806 199603 1 001

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Skripsi berjudul Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia Di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at, 17 Juni 2011.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial

Islam (S. Sos. I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 17 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si Drs. Sugiharto, MA

NIP. 19690607 199503 2 003 NIP. 19660806 199603 1 001

Anggota

Penguji I Penguji II

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si Dra. Rubiyanah, MA

NIP. 19690607 199503 2 003 NIP. 19730822 199803 2 001

Pembimbing

Drs. Sugiharto, MA

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) di

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasi jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 Juni 2011

(5)

i

Hari Kohari . P

Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten

Hidup manusia itu tidak terlepas dari ibadah, dengan kata lain semua yang di lakukan manusia bermuatan ibadah. Dalam pengertiannya ibadah merupakan bentuk penghambaan manusia kepada tuanNya. Secara garis besar Islam membagi ibadah kedalam dua bagian yaitu ibadah yang secara umum dan ibadah secara khusus. Akan tetapi ibadah yang paling utama di dalam Islam adalah ibadah shalat.Ibadah shalat merupakan pokok dari agama Islam dan tiangnya, ibadah shalat adalah perintah pertama setelah syahadat. Dan mengenai pelaksanaannya wajib bagi orang mukmin. Dalam kehidupannya manusia memerlukan orang lain begitu pula para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosaial Dinas Sosial Provinsi Banten yang memerlukan bimbingan agama untuk memahami, melaksanakan atau mempratekan, serata meningkatkan ibadah shalatnya.

Dalam peneletian ini penulis ingin mengetahui bagaimana peranan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten. Melalui pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan datanya yaitu dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Dan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah pembimbing agama, sedangkan yang menjadi objek dalam peneltian ini adalah para lansia. Dan dalam penelitian ini penulis fokuskan pada masalah tata cara sholat, pengetahuan sholat, faktor pendorong, serta ada tidaknya peranan pembimbing dalam meningkatkan shalat.

(6)

ii

Assalmu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala, atas

rahmat dan karuniannya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Peranan Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia di

Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten” sebagai salah satu

persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana di Fakultas

Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad

SAW. yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh manusia, begitupun bagi

seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya yang berjuang bersama beliau.

Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak

mengalami kesulitan, akan tetapi karena kekuasaan Allah SWT. melalui bantuan

dan partisipasi dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan

walaupun banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu penulis perlu

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya

terutama kepada :

1. Bapak DR. H. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku

Pembantu Dekan I, Drs. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan II

serta Bapak Drs. Study Rizal, MA selaku Pembantu Dekan III.

2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, Msi selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan

(7)

iii

telah memberikan waktu untuk memberikan bimbingan hingga penulis

dapat menyelesaikannya.

3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

telah memberikan ilmu kepada penulis.

4. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

memberikan pelayanan dan fasilitasnya.

5. Seluruh pegawai Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten

terutama kepada Bapak H. Sukaemi, S. Pd yang telah membantu penulis

untuk melakukan penelitian skripsi.

6. Sembah sujud teruntuk kedua orangtua penulis Bapak Syamhudi

(Almarhum) dan Ibu Kusniah, yang penulis hormati yang telah

memberikan kasih sayang tak berujung kepada penulis, hanya saja penulis

belum bisa memberikan yang terbaik untuk kedua orangtua penulis.

7. Kakak-kakak dan Adik-adik penulis yang begitu besar telah membantu

dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan kuliah di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

8. Keluarga Besar penulis, terutama kepada Paman Drs. Lukmanul Hakim

Msi terimakasih atas rekomendasinya sehingga penulis dapat melakukan

penelitian di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten.

9. Keluarga Besar BPI yang telah memberikan kenagan kepada penulis

(8)

iv disebutkan satu persatu.

11. Kepada kawan-kawan penulis Begeng, Sinden, Boy, Ali, Iyus, Away,

Tays, Keluarga Besar UKM khususnya FORSA serta umumnya UKM

yang lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu serta kepa KM UIN,

dan Anak-anak tongrongan SANYO BOY makasih atas motivasinya.

Begitu banyak nama yang tak tercantum dalam penulisan skripsi ini,

namun keterbatasan jua yang tak mengizinkan menaruhnya. Penulis melayangkan

do’a berharap semoga Allah membalas budi baik semuanya. Semoga skripsi ini

dapat membawa manfaat bagi khalayak umum. Amin.

Billahutaufiqwalhidayah

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Ciputat, Juni 2011

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BABII LANDASAN TEORI A. Peranan ... 13

1. Pengertian Peranan ... 13

2. Bentuk dan Macam-macam Peranan ... 14

3. Tujuan dan Manfaat Peranan ... 16

4. Langkah-langkah Peranan ... 16

B. Pembimbing Agama ... 18

1. Pengertian Pembimbing Agama ... 18

2. Syarat Pembimbing Agama... 20

3. Tugas Pembimbing Agama ... 24

(10)

vi

1. Pengertian Ibadah Shalat ... 28

2. Syarat Ibadah Shalat... ... 29

3. Dasar Hukum Ibadah Shalat... 31

D. Lansia ... 32

1. Pengertian Lansia ... 32

2. Karakteristik Lansia ... 33

BAB III GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN A. Sejarah Berdirinya ... 36

B. Visi dan Misi dan Maksud dan Tujuan ... 37

C. Tugas dan Fungsi ... 38

D. Sasaran Garapan, Penerimaan dan Pelayanan ... 40

E. Sarana dan Prasarana... 44

BAB IV ANALISIS PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN A. Implementasi Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia ... 46

B. Metode Pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia ... 50

[image:10.595.114.524.74.477.2]
(11)

vii

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya manusia di ciptakan oleh Allah S.W.T untuk tujuan

beribadah kepadaNya. Ibadah merupakan bentuk penghambaan manusia

sebagai mahluk kepada Allah Sang Pencipta. Karena ibadah merupakan fitrah

(naluri) manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari

pemujaan dan pemujaan yang salah dan sesat.1

Allah S.W.T berfirman dalam Surat Adz Dzariyat/51: 56 sebagai

berikut :





Artinya: “Tidaklah kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi

kepada-Ku”

Ayat tersebut diatas mengandung makna bahwa manusia dan jin

haruslah tunduk atau taat kepada sang penciptaNya. Dalam Islam ibadah

memiliki aspek yang sangat luas, segala sesuatu yang dicintai dan diridhai

Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir maupun batin,

semua merupakan ibadah. Maka dengan demikian, segenap tindakan yang

dilakukan sepanjang siang dan malam tidak terlepas dari ibadah, seperti

senyum kepada orang lain termasuk kedalam ibadah.

Secara garis besar dalam Islam ibadah dapat di bagi menjadi dua

bagian yaitu ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah umum adalah segala

1

(13)

perbuatan manusia, yang cara dan syaratnya tidak di tentukan secara detail,

seperti tolong menolong, mencari nafkah dan sebagainya. Sedangkan ibadah

khusus adalah ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detail dan

biasanya bersifat ritus2, ruang lingkup, batasan dan aturanya sesuai dengan

syarak, seperti puasa, zakat, haji dan sebagainya.3

Akan tetapi dalam ajaran Islam ibadah shalat memiliki kedudukan

tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya, bahkan kedudukan terpenting dalam

Islam yang tak tertandingi oleh ibadah lain, karena ibadah shalat yang

terdahulu sebagai konsekwensi iman, tidak ada syariat samawi lepas darinya.4

Allah S.W.T berfirman dalam Surat Ibrahim/14 : 40 sebagai berikut :









Artinya: “Wahai Tuhanku, jadikanlah aku dan anak-cucuku sebagai

orang-orang yang mendirikan shalat....”

Ayat di atas mengandung makna bahwa ibadah shalat merupakan

ibadah utama selain ibadah-ibadah yang lainnya. Benarlah bahwa shalat

adalah pokok dari Islam dan tianngnya, ia adalah penghubung antara seorang

hamba yang sadar akan kehambaanya, yang menasehati dirinya, dengan

Tuhannya yang selalu memeliharanya dan memelihara alam semesta dengan

nikmat-nikmat dan keutamaanNya. Shalat adalah tanda cinta seorang hamba

pada Rabbnya dan penghargaan atas nikmat-nikmatNya, juga merupakan

bentuk syukurnya atas karunia dan kebaikannya.5

2 Ibid. 3

Yunasril Ali, Agar Shalat Menjadi Penolongmu,Penyejuk Hatimu, (Jakarta: Zaman, 2009),Cet. Ke-1, h. 19.

4

Shalih bin Ghanim as- Sadlan, Fiqih Shalat Berjamaah, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah,2006), Cet. Ke-1, h. 30.

5

(14)

Shalat adalah perintah pertama dalam Islam sesudah pengucapan dua

kalimat syahadat. Mengenai kewajibannya adalah umum bagi laki-laki dan

perempuan, budak sahaya dan merdeka, miskin dan kaya, orang yang mukmin

(menetap) ataupun musafir dan yang sehat ataupun sakit. Kewajiban ini tidak

gugur bagi siapa saja yang sampai pada usia baligh, dalam keadaan

bagaimanapun juga, tidak seperti puasa, zakat dan haji yang diwajibkan

dengan beberapa syarat dan sifat, dalam waktu tertentu dan dengan batas yang

tertentu pula.6

Shalat merupakan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial

Islam. Karena itu, Al-Qur’an menekankan pentingnya shalat. Kemalasan dan

keenganan melaksanakannya merupakan tanda melalaikannya dan merupakan

tanda hilangnya iman.7

Agama diturunkan Allah adalah untuk menjadi pedoman, bimbingan

dan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupannya, agar hidup

tenteram, bahagia dan saling menyayangi antara satu sama lain.8

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, tak seorang pun bisa

mandiri dan lepas dari bantuan orang lain. Tidak ada orang yang sanggup

menunaikan semua tugas dan kewajibannya tanpa uluran tangan pihak lain.9

Maka bimbingan agama diperlukan agar dalam pelaksanaan ibadah

shalat dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tuntunan yang di

ajarkan agama. Dalam hal ini, pembimbing agama memiliki peranan yang

6

Abdulhasan Ali Abdul Hayyi Al-Hasani An-Nadwi,Empat Sendi Agama Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h. 21.

7

Sudirman Tebba, Nikmatnya Shalat Jamaah, (Banten: Pustaka irVan, 2008), Cet. Ke-1. h. 17.

8

Zakiah Daradjat, Psikitrapi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), Cet. Ke-1, h. 19.

9

(15)

sangat penting sekali dalam mengarahkan, memberi jalan atau menuntun

orang lain kearah yang telah di ajarkan oleh agama.

Kehidupan manusia mengenal fase-fase yang dilalui oleh setiap

manusia, mulai dari fase kanak-kanak sampai fase sudah lanjut usia.

Rangkaian fase-fase itu meliputi secara berturut-turut fase kanak-kanak, fase

anak, fase dewasa awal, fase setengah umur, dan fase berumur tua/lanjut usia.

Pada fase lanjut usia, terjadi berbagai penurunan kemampuan berpikir.

Mereka juga lebih banyak mengingat masa lalu dan sering sekali melupakan

apa yang baru di perbuatnya. Kemampuan untuk memusatkan perhatian,

berkonsentrasi dan berpikir logis menurun, bahkan sering kali terjadi loncatan

gagasan. Al-Qur’an menggambarkan periode ini sebagai periode di mana

manusia dipanjangkan umurnya pada umur yang paling lemah.10

Dewasa ini penyandang masalah kesejahtraan sosial khususnya

masalah lanjut usia terlantar semakin banyak, hal ini merupakan sebagai

dampak dari era globalisasi dan krisis yang melanda Republik Indonesia

mengakibatkan meningkatnya Penyandang Masalah Kesejateraan Sosial

(PMKS) baik kualitas maupun kuantitasnnya.

Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai intansi pemerintah yang

memiliki tugas dan tanggung jawab meminimalisir permasalahan sosial yang

ada di Provinsi Banten khususnya, melalui berbagai macam kebijakan, salah

satu diantaranya adalah mendirikan Balai Perlindungan Sosial.

Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten adalah salah satu Unit

Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial Provinsi Banten yang memiliki

10

Aliah. B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami: menyikap rentang

kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pascakematian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

(16)

tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan dan perlindungan sosial

kepada lanjut usia terlantar, balita terlantar, wanita korban tindak kekerasan

dan tuna grahita.

Para lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial

Provinsi Banten sangat memerlukan bimbingan dalam memahami,

melaksanakan atau memperaktekan ibadah shalat atau ibadah lainnya. Oleh

sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam

bentuk skripsi dengan judul “PERANAN PEMBIMBING AGAMA

DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN.”

B. Pembatasan dan Perumusan Maslah 1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang lebih luas, maka penulis

membatasi masalah hanya pada Peranan Pembimbing Agama Dalam

Meningkatkan Ibadah Shalat Pada Lansia Di Balai Perlindungan Sosial

Dinas Sosial Provinsi Banten. Meliputi implementasi dan metode serta

faktor pendukung dan penghambat.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah ini adalah :

a. Bagaimana Implementasi Pembimbing Agama dalam Meningkatkan

Ibadah Shalat pada Lansia?

b. Metode apa yang di lakukan Pembimbing Agama dalam Meningkatkan

(17)

c. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat

pembimbing agama dalam Meningkatkan Ibadah Shalat pada Lansia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi yang dilakukan

pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?

b. Untuk mengetahui dan menganalisis metode apa yang dipakaai

pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?

c. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan

penghambat pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat?

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk menambah

pengetahuan dan wawasan keilmuan mengenai kondisi para lansia

serta bagaimana cara dan metode menangani lansia dalam hal urusan

ibadah pada umumnya dan ibadah shalat khususnya.

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis penelitian ini untuk menjadi bahan acuan dan

bahan pertimbangan bagi pribadi penulis khususnya, serta pada

umumnya bagi pihak-pihak yang konsen dalam menangani masalah

mengenai penanganan lansia. Dimana perlu kita ketahui bahwa

(18)

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam peneltian ini penulis menggunakan metode pendekatan

kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfatkan berbagai metode ilmiah.11

2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Dinas Sosial Provinsi Banten

yang beralamat di Jln. Ki Ajurum No. 3 Cipocok Jaya, Serang 42121 Telp.

(0254) 216866 Fax. (0254) 219784. Adapun waktu pelaksanaan penelitian

yaitu pada bulan April 2011 sampai dengan bulan Mei 2011.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun pada penelitian ini yang menjadi subjek yaitu para

pembimbing agama yang berada di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial

Provinsi Banten yang memiliki peranan penting dalam rangka

meningkatkan ibadah shalat. Sedangkan objek penelitiannya secara formal

adalah lansia yang berada di balai perlindungan sosial Dinas Sosial

Provinsi Banten sedangkan secara materialnya adalah bimbingan agama,

melalui implementasi, metode, serta faktor pendukung dan penghambat

apa oleh pembimbing agama untuk meningkatkan ibadah shalat.

11

(19)

4. Sumber Data

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak terkait

yang berhubungan dengan penelitian ini, dengan berupa wawancara

ataupun hal yang lainya.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung, data ini berupa

dokumen-dokumen, buku-buku, diktat serta sumber-sumber lain.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh dan menghimpun data yang objektif, maka

dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen penelitian sebagai

berikut :

a. Observasi

Merupakan teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data primer

dengan cara mengamati langsung obyek datanya.12 Dalam hal ini

penulis melakukan tinjauan langsung ke tempat penelitian, dan hal-hal

yang telah di tinjau atau di lihat oleh penulis kemudian dicatatat,

sebagai bahan penelitian.

b. Wawancara

Adalah komunikasi dua arah untuk mendapatkan data dari

responden.13 Dimana penulis melakukan wawancara dengan para pihak

yang terkait dalam penelitian ini.

12

Jogiyanto, Metodologi Penelitian Sistem Informasi, (CV. Andi Offset, 2008), Cet. Ke-1, h .89.

13

(20)

c. Dokumentasi

Yaitu Mengumpulkan dan menelaah dokumentasi dan arsif yang di

miliki Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten.

6. Teknik Analisa Data

Dalam melakukan analisa data, penulis mengumpulkan catatan

lapangan baik berupa observasi, wawancara, ataupun dokumentasi yang di

peroleh dari hasil lapangan, yang kemudian menyimpulkannya, serta

menganalisis persoalan yang telah ditetapkan. Kemudian di kelompokan

sesuai dengan persoalan lalu menganalisisnya secara sistematis.

7. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada Buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) yang

diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Devlopment and Assurance)

Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Tinajuan Pustaka

Penelitian ini melakukan tinjauan pustaka dengan tujuan bahwa

penulisan skripsi ini bukan merupakan hasil dari skripsi sebelumya. Berikut

ini judul-judul skripsi yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka :

1. Khayrul MuttaQori Baini, dengan judul “Peran Pembimbing Dalam

Memberikan Motivasi Hidup Pada Lansia di Pusaka Cengkareng Jakarta

Barat”. Yang berisi lebih mengenai bagimana menekankan motivasi hidup

(21)

2. Mumun Mulyanah, dengan judul skripsi “ Upaya Pembimbing Agama

Dalam Meningkatkan Pengetahuan Ibadah Shalat Siswa di SDN Kunciran

4 Pinang Kota Tangerang”. Pada skripsi yang di tulis saudari Mumun

Mulyanah lebih di tekankan aspek siswa mengenai pengetahuan ibadah

shalat.

3. Sofhal Jamil, dengan judul skripsi Peranan Pembimbing Agama Dalam

Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-anak Yatim di Pondok Pesanteren

Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji Kota Depok”. Skripsi yang ditulis Shofal

Jamil ini berisi tentang bagaimana pembimbing agama dapat mewujudkan

anak-anak yatim agar bisa mandiri.

Berbeda dengan dengan penelitian dengan yang sebelumnya di atas,

pada penelitian ini penulis membahas mengenai peranan pembimbing agama

agar dapat meningkatkan ibadah shalat para lansia melalui implementasi,

metode atau cara serta faktor pendukung dan faktor penghambatnya.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini di butuhkan sistematika penulisan, agar

terarah dan mempermudah maka penulis menggunakan sistematika sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metedologi penelitian dan

(22)

BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori berisikan tentang pengertian-pengertian yang di

bahas dalam skripsi ini diantaranya, pengertian perana, benntuk

dan macam-macam peranan, tujuan dan manfaat peranan,

langkah-langkah peranan, pengertian pembimbing agama,

syarat pembimbing agama, tugas pembimbing agama, bentuk

dan tujuan pembimbing agama, pengertian ibadah shalat,

syarat ibadah shalat, dasar hukum ibadah shalat, pengertian

lansia, karakteristik dan tipe lansia.

BAB III GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL

DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

Gambaran umum ini berisikan tentang sejarah berdirinya, visi,

misi, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi, sasaran garapan,

penerimaan dan pelayanan dan sarana dan prasarana.

BAB IV ANALISIS PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MENINGKATKAN IBADAH SHALAT PADA LANSIA DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

Berisikan tentang implementasi pembimbing agama dalam

meningkatkan ibadah shalat pada lansia, metode pembimbing

agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia, faktor

pendukung dan penghambat dalam meningkatkan ibadah

[image:22.595.132.522.88.504.2]
(23)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan saran ini berisikan tentang hasil kesimpulan

dari penelitian dan saran bagi yang berkaitan dengan penulisan

(24)

13

LANDASAN TEORI

A. Peranan

1. Pengertian Peranan

Dalam kamus bahasa Indonesia peranan kata dasarnya adalah

“peran” yang berarti tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat.1 Dalam kamus ilmiah populer, peranan

di artikan fungsi, kedudukan, bagian kedudukan.2

Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono

Soekamto sebagai berikut :

“Peranan suatu konsep prihal apa yang dilakukan individu yang

penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat”.3

David Berry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat

harapan-harapan yang dikenalkan pada invidu yang menempati kedudukan

sosial,4dalam pola prilaku normatif yang diharapkan pada status 5 dan

norma yang berlaku bagi kelompok yang spesifik dalam suatu masyarkat.6

1

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 854.

2

Pius.A.Pratanto dan M.Dahlan AL Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola), h. 585.

3

www.arisandi.com

4

David Berry, Pokok-Pokok dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-3, h. 99.

5

M. Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi (Pengantar untuk Memahami

Konsep-konsep Dasar), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. Ke-1. h. 49.

6

(25)

Dalam ilmu psikilogi sosial peranan diartikan sebagai suatu prilaku

atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seorang yang memiliki

suatu status di dalam kelompok tertentu.7

Dari penjelasan mengenai pengertian peranan diatas penulis dapat

simpulkan bahwa peranan adalah tingkah laku yang dimiliki seseorang,

yang memiliki harapan-harapan penting dan mempunyai fungsi bagi

stuktur kehidupan masyarakat.

2. Bentuk dan Macam-macam Peranan

a. Bentuk Peranan

Melihat dari pengertian mengenai peranan maka bentuk peranan bisa

dilihat dalam bentuk individu, norma atau aturan, intitusi atau

lembaga, dan lain sebagainya tergantung fungsi dan kegunaan serta

harapan-harapan yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri,

misalkan seorang pemain sepak bola yang kawakan akan bebeda

dengan seorang pemain musik yang bermain musik untuk mengisi

waktu luang saja.

b. Macam-macam Peranan

Peranan yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut

bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang.

Berbagai macam peranan dapat disebutkan sebagai berikut :

1) Berdasarkan pelaksanaannya

Berdasarkan pelaksanaannya peranan dapat dibedakan menjadi dua

bagian yaitu :

7

(26)

a) Peranan yang diharapkan (exected roles), yaitu cara ideal dalam

pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat.

Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan

secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus

dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara

lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik, dan

sebagainya.

b) Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana

sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaanya

lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi

tertentu. Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok

dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dapat

dianggap wajar oleh masyarakat.8

2) Berdasarkan cara memperolehnya

Sementara itu, berdasarkan cara memperolehnya, peranan dapat

dibedakan menjadi :

a) Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu peranan yang diperoleh

secara otomatis, bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai

nenek, anak, bupati, dan sebagainya.

b) Peranan pilihan (achives role), yaitu peranan yang diperoleh

atas dasar keputusannya sendiri, misalnya seseorang yang

memutuskan untuk memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan

8

(27)

Ilmu Politik, Universitas Airlangga dan menjadi mahasiswa

program studi sosiologi.9

3. Tujuan dan Manfaat Peranan

Setiap peranan bertujuan agar antar individu yang melaksanakan

peranan dengan orang-orang sekitarnya yang berhubungan dengan peranan

tersebut terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima

dan ditaati oleh kedua belah pihak.10

Peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena

manfaat peranan sendiri adalah sebagai berikut :

a. Memberi arah pada proses sosialisasi.

b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan

pengetahuan.

c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.

d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat

melestarikan kehidupan masyarakat.11

4. Langkah-langkah Peranan

Dalam menentukan langkah-langkah peranan seseorang ada

baiknya memperhatikan apa yang disebutkan oleh Levinson sebagaimana

dikutip oleh Basrowi, bahwa peranan paling sedikit harus mencakup tiga

hal sebagi berikut :

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Dalam hal ini, peranan merupkan

9

Ibid.

10

Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. Ke-1, h. 64.

11

(28)

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

masyarakat.

b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

bagi struktur sosial masyarakat.12

Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada

individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut :

a. Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur

hendak dipertahankan kelangsungannya.

b. Peranan tersebut seyogyanya diletakan pada individu-individu yang

oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus

terlebih dahulu terlatih dan mempunyai hasrat untuk

melaksanakannya.

c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tak

mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh

masyarakat. Karena mungkin pelaksanaannya memerlukan

pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu

banyak.

d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,

belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang

seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa

membatasi peluang-peluang tersebut.13

12

Basrowi, Pengantar Sosiologi. h. 6.

13

(29)

B. Pembimbing Agama

1. Pengertian Pembimbing Agama

Menurut kamus bahasa Indonesia pembimbing adalah orang yang

membimbing atau menuntun.14Bimbingan merupakan terjemahan dari

guidance” dalam bahasa Inggris. Secara harfiyah “guidance” dari akar

kata “guide” berarti (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot),

(3) mengelola (to manage), dan (4) menyetir (to sterr). Banyak pengertian

bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut.

Shertzer dan Stone mengartikan bimbingan sebagai :

“... Process of helping an individual to understand himself and his

world (proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu

memahami diri dan lingkungannya).”

Sunaryo Kartadinata mengartikan sebagai :

“Proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal.”

Sementara Rochman Natawidjaja mengartikan :

“Bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu

yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada

umumnya.”15

Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada

individu atau sekumpulan individu untuk menghindari kesulitan-kesulitan

di dalam kehidupannya sehingga individu atau sekumpulan individu itu

dapat mencapai kesejahtraannya.16

14

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 152.

15

Syamsu Yusuf. L.N dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2. h. 5-6.

16

(30)

Dari berbagai definisi diatas penulis dapat simpulkan bahwa

pembimbing adalah seseorang yang memberikan proses bantuan kepada

individu yang di lakukan secara berkala, yang bertujuan agar individu

tersebut dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan apa

yang diharapkannya.

Sedangkan agama dalam kamus besar bahasa Indonesia agama

diartikan kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan

kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.17

Sedangkan agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “

ad-din”, religi (relegere, religare) dan agama. Dalam bahasa arab berarti

menguasai, menundukan, patuh, balasan, dan kebiasaan. Sedangkan dari

religi (latin) atau relegere berarti engumpulkan dan membaca. Kemudian

religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari dua suku kata

“a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi”, tetap

ditempat, diwarisi turun temurun.18

Tylor mendefinisikan agama adalah kepercayaan kepada wujud

spiritual.19 Dan Clifford Geertz yang mendefinisikan agama sebagai sistem

dari “simbol-simbol yang suci” yang berfungsi “untuk mensintesakan

etos-etos manusia dan pandangan dunia mereka” sepenuhnya tidak

memperhatikan pertanyaan apakah pandangan dunia yang disokong oleh

keyakinan keagamaan tertentu adalah salah atau benar.20

17

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet.Ke-1, h. 9.

18

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985), Cet. Ke-5, h. 1-2.

19

Yusron Razak dan Ervan Nurtawab, Antropologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 13.

20

(31)

J. Militon Yinger melihat agama sebagai sistem kepercayaan dan

praktek dengan mana suatu masyarakat atau kelompok manusia

berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini.21

Sedangkan D. Hendro Puspito mendefinisikan agama ialah suatu

jenis sistem sosial yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang

dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri

mereka dan masyarakat luas umumnya.22

Dari pemaparan di atas penulis dapat simpulkan bahwa yang di

maksud dengan agama adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan yang

Maha Esa yang di landasi oleh ketaatan pada ajarannya serta mempunyai

aturan-aturan yang harus di ikuti oleh pengikutnya yang diwarisi secara

turun temurun dengan bertujuan untuk mencapai keselamatan bagi diri

mereka dan masyarakat luas pada umumnya

Yang di maksud dengan pembimbing agama adalah sesorang yang

memberikan bantuan kepada individu secara berkala dengan berlandaskan

kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa dengan bertujuan untuk

mencapai keselamatan bagi dirinya sesuai apa yang diharapkannya.

2. Syarat Pembimbing Agama

Supaya pembimbing dapat menjalankan pekerjaannya dengan

sebaik-baiknya, maka pembimbing harus memenuhi syarat-syarat tertentu,

yaitu :

a. Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas,

baik dari segi teori maupun segi praktik.

21

D. Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 35.

22

(32)

b. Dari segi psikologis, seorang pembimbing harus dapat mengambil

tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara

psikologis, yang dalam hal ini dimaksudkan sebagai adanya

kemantapan atau kestabilan di dalam psikisnya, terutama dalam hal

emosi.23

c. Seorang pembimbing harus sehat jasmani dan psikisnya. Apabila

jasmani dan psikis tidak sehat maka hal itu akan mengganggu dalam

menjalankan tugasnya.

d. Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap

pekerjaannya dan juga terhadap anak atau invidu yang dihadapinya.

e. Seoarang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga

usaha bimbingan dan konseling dapat berkembang ke arah keadaan

yang lebih sempurna.

f. Seorang pembimbing harus supel, ramah tamah, dan sopan.

g. Seoarang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat

menjalankan prinsip-prinsip, serta kode etik bimbingan dengan

sebaik-baiknya.24

Sesuai dengan persyaratan atau kemampuan yang mesti dimiliki

pembimbing dan konselor agama (Islam) tersebut, maka M.Arifin

sebagaimana dikutip oleh M. Lutfi merumuskan syarat-syaratnya sebagai

berikut :

a. Menyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, mengahayati dan

mengamalkan, karena ia menjadi pembawa norma agama (religious)

23

Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi & Karier), (CV. Andi Offset, 2004), h. 40.

24

(33)

yang konsekuen, serta menjadikan dirinya idola (tokoh yang

dikagumi) sebagai muslim sejati, baik lahir maupun batin di kalangan

orang yang dibimbingnya.25

b. Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik, terutama bagi orang

yang dibimbingnya dan lingkungan kerja atau masyarakat sekitarnya.

c. Memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti yang tinggi dan loyalitas

terhadap profesi yang ditekuninya, sekalipun berhadapan dengan

kondisi masyarakat yang selalu berubah-ubah.

d. Memiliki kematangan jiwa dalam menghadapi permasalahan yang

memerlukan pemecahan (dalam berfikir dan emosional).

e. Mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak,

terutama dengan klien (konseli) dan pihak lain dalam kesatuan tugas

atau profesinya.

f. Mempunyai sikap dan perasaan terikat dengan nilai-nilai keislaman

dan kemanusiaan, klien harus ditempatkan sebagai individu yang

normal yang memiliki harkat dan martabat sebagai mahluk Tuhan.

g. Memiliki keyakinan bahwa setiap klien yang dibimbing memiliki

kemampuan dasar (potensi) yang mungkin dikembangkan menjadi

lebih baik.26

h. Memiliki rasa cinta dan kasih sayang yang mendalam terhadap klien,

sehingga selalu berupaya untuk mengatasi dan memecahkan

masalahnya.

25

M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 156.

26

(34)

i. Memiliki ketangguhan, kesabaran, dan keuletan dalam melaksanakan

tugas dan kewajibannya, sehingga tidak mudah menyerah apalagi

putus asa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan tugas.

j. Memiliki sikap yang tanggap dan jiwa yang peka terhadap semua yang

kesulitan yang disampaikan klien.

k. Memiliki watak dan kepribadian yang familier, sehingga setiap klien

yang menggunakan jasanya merasa terkesan dan kagum dengan

cara-cara pelayanannya.27

l. Memiliki jiwa yang progresif (ingin maju) dalam profesinya, sehingga

ada upaya untuk meningkatkannya sesuai dengan perkembangan yang

ada dalam masyarakat.

m. Memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, sehingga punya

kemampuan dalam menangkap dan menyikapi masalah-masalah

mental/rohaniyah yang dirasakan klien.

n. Dan memiliki pengetahuan dan pengalaman teknis yang dibutuhkan

dalam menjalankan tugas atau profesinya.28

Adapun syarat yang harus dimiliki pembimbing agama antara lain

sebagai berikut :

a. Memiliki sifat baik, setidak-tidaknya sesuai ukuran si terbantu.

b. Bertawakal, mendasrkan sesuatu atas nama Allah S.W.T.

c. Sabar, utamnya tahan menhadapi si terbantu yang menentang

keinginan untuk diberikan bantuan.

27

Ibid. h. 157.

28

(35)

d. Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat

mengatasi diri dan si terbantu.

e. Retorika yang baik, mengatasi keraguan si terbantu dan dapat

meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan.

f. Dapat membedakan tingkah laku klien yang berimplikasi terhadap

hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap perlunya

taubat atau tidak.29

3. Tugas Pembimbing Agama

Sesungguhnya dalam Islam setiap pembimbing atau konselor

berperan atau berfungsi sebagai “juru dakwah” atau “muballigh” yang

mengemban tugas dalam menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam ke

tengah-tengah kehidupan umat manusia, baik dalam bentuk individu

maupun kelompok, agar diyakini dan diamalkan dalam kehidupan

sehari-hari. Dengan Islam pembimbing atau konselor bertugas mengarahkan

kliennya agar masuk ke dalam ajaran Islam secara utuh, menyeluruh dan

universal. 30

Dalam psikotrapi berwawasan Islam bahwa pembimbing

mempunyai tugas terhadap kesembuhan, keselamatan dan kebersihan

ruhani klien dunia akhirat. Karena aktifitas bimbingan adalah berdimensi

ibadah, berefek sosial, dan bermuatan teologis tidak semata-mata bersifat

kemanusiaan.31

29 Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah,

Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar,

(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. Ke-1, h. 142.

30

M. Lutfi, Op.cit., h. 158.

31

Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah bimbingan

(36)

Samsul Nizar mengutip pendapat Imam Al-Ghazali, bahwa tugas

pembimbing yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,

mensucikan, serta membawa hati manusia untuk selalu mengingat Allah.32

4. Bentuk dan Tujuan Pembimbing Agama

a. Bentuk bimbingan agama

Ada bebagai jenis atau bentuk layanan bimbingan yang bisa

diberikan kepada klien, baik yang sudah mengalami kesulitan atau

untuk pengembangan diri seseorang, yaitu :

1) Layanan orientasi keyakinan dan pemahaman agama („aqidah).

2) Layanan pengamalan ajaran agama („ibadah).

3) Layanan konseling perorangan.

4) Layanan konseling pernikahan atau keluarga Islami.

5) Layanan Bimbingan atau Pendidikan Islami.

6) Layanan Bimbingan Kerja Islami (Ikhtiar).

7) Layanan Bimbingan Keperawatan (pasien rumah sakit).

8) Layanan Bimbingan Kehidupan Sosial Islami.33

b. Tujuan pembimbing agama

Menurut W.S. Winkel dan M.M. Sri hastuti tujuan pelayanan

bimbingan adalah :

1) Supaya sesama manusia mengatur kehidupannya sendiri.

2) Menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin.

3) Memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri.

32

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 44.

33

(37)

4) Menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa

dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua

potensi yang baik padanya.

5) Menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini

secara memuaskan.34

Menurut M. Hamdan Bakran Adz Dzaky seperti dikutip oleh

Tohirin merinci tujuan bimbingan dan konseling Islam sebagai

berikut:

1) Untuk mengahasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan

kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai

(muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah) dan mendapatkan

pencerahan taufid dan hidayhNya (mardhiyah).35

2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan

tingkah laku yang dapat memberikan manfaat pada diri sendiri,

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau madrasah,

lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial, dan alam

sekitarnya.36

3) Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu

sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi (tasammukh),

kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.

4) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu

sehingga muncul dan berkembang keinginan untuk berbuat taat

34

W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), Cet. Ke-3. h. 31.

35

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.37.

36

(38)

kepadaNya, ketulusan mematuhi segala perintahNya, serta

ketabahan menerima ujianNya.

5) Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu

individu dapat melakukan tugas-tugasnya sebagai khalifah dengan

baik dan benar, dapat dengan baik menanggulangi berbagi

persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan

keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.37

Adapun menurut Aunur Rahim Faqih tujuan bimbingan agama

Islam sendiri dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu secara umum dan

secara khusus yang dirumuskan sebagai berikut :

1) Tujuan Umum

Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia

seutuhnya agar mencapai kebahagian dunia dan akherat.38

2) Tujuan Khusus

Membantu individu mengatasi masalah yang seang di hadapinya.

Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan

kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap lebih baik,

sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan

orang lain.39

37 Ibid. 38

Ainur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UI Press, 2001), Cet. Ke-2, h. 31

39

(39)

C. Ibadah Shalat

1. Pengertian Ibadah Shalat

Shalat menurut lughat berarti do’a yang baik, sedangkan menurut

istilah syara’ shalat ialah seperangkat perkataan dan perbuatan yang

dilakukan dengan beberapa syarat tertentu, dimulai dengan takbir dan

diakhiri dengan salam.40

Imam Rafi’i berkata :

Pertama, “Shalat adalah beberapa perkataan dan perbuatan yang

dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita

beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.”41

Kedua, “Menghadapkan hati kepada Allah dengan penuh rasa takut

serta hormat pada keagunganNya dan kesempurnaan kuasaNya.”

Ketiga, “Hakikat shalat ialah menampakan hajat dan keperluan kita

kepada Allah yang kita sembah, dengan perkataan dan pekerjaan, atau

dengan kedua-duanya.”

Keempat, “Ruh shalat ialah menghadapkan hati kepada Allah,

khusyu’ di hadapanNya dan ikhlas karenaNya, serta hadir hati dalam

berdzikir, berdo’a dan memujiNya.” 42

Menurut Hasbi Ash Shiddiqy “Ta’arif yang melengkapi hakekat

dan rupa shalat ialah berhadap hati dan jiwa kepada Allah yang

mendatangkan rasa takut serta patuh kepada kebesaran dan perintahNya

40

Lahmuddin Nasution, Fiqh, (Logos), h. 55.

41

Abdul Manan bin H. Muhammad Sobari, Jangan Asal Shalat: Rahasia Shalat Khusyuk

dari Tuntutan Bersuci, Fiqh Shalat, Macam-macam Shalat hingga Amalan-amalan Sunnah,

(Bandung: Pustaka Hidayah, 2007), Cet. Ke-4. h. 31

(40)

dengan melakukan gerakan dan ucapan yang dimulai dengan takbir dan

diakhiri dengan salam.43

Dari berbagai definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa

ibadah shalat adalah menampakan do’a hamba kepada tuanNya yang

diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, serta dibarengi dengan

menghadapkan hati dan jiwa kepadaNya, dengan niat ikhlas karenaNya.

2. Syarat Ibadah Shalat

Syarat-syarat ibadah shalat ada dua macam diantaranya :

a. Syarat wajib shalat

1) Islam

2) Baligh

Seorang dihukumi baligh jika telah sampai pada salah satu dari tiga

hal berikut :

a) Sempurna berusia 15 tahun (bagi laki-laki dan perempuan)

b) Mimpi jima‟, minimal pada usia 9 tahun (bagi laki-laki dan

perempuan)

c) Mengalami haid, minimal pada usia 9 tahun (bagi perempuan)

3) Berakal

b. Syarat sah shalat

1) Suci dari hadast kecil dan besar (dalam keadaan mampu/normal).

2) Suci dari najis (tubuh, pakaian maupun tempatnya).

3) Menutup aurat (dalam keadaan mampu).

4) Mengetahui telah masuk waktu shalat.

43

(41)

5) Menghadap qiblat, yakni Ka’bah.44

Selain syarat-syarat, juga terdapat rukun shalat yang wajib dipenuhi

oleh orang yang menjalankan ibadah shalat, jika salah satu rukun shalat itu

ditinggalkan maka shalatnya menjadi gugur. Rukun shalat tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Niat

b. Berdiri bagi yang kuasa.

c. Takbiratul ihram.

d. Membaca Surat Al Fatihah.

e. Ruku’.

f. I’tidal.

g. Sujud dua kali.

h. Duduk diantara dua sujud.

i. Duduk akhir.

j. Membaca tasyahud.

k. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.

l. Memberi salam.

m. Menertibkan rukun.45

Shalat itu tidak sah apabila salah satu yang rukunnya tidak

dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Dan shalat itu tidah sah

dengan hal-hal yang seperti di bawah ini :

a. Berhadast.

b. Terkena najis yang tidak dimaafkan.

44

Abdul Manan bin H. Muhammad Sobari, Op.cit, h. 33-34.

45

(42)

c. Berkata-kata dengan sengaja walaupun dengan satu yang memberikan

pengertian.

d. Terbuka auratnya.

e. Mengubah niat.

f. Makan atau minum meskipun sedikit.

g. Bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah atau berjalan sekali

yang bersangatan.

h. Membelakangi kiblat.

i. Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti rukuk dan sujud.

j. Tertawa terbahak-bahak.

k. Mendahului imamnya dua rukun.

l. Murtad, artinya keluar dari Islam.46

3. Dasar Hukum Ibadah Shalat

Ibadah shalat merupakan fardhu „ain atau kewajiban bagi setiap

orang yang telah baligh dan beragama Islam serta berakal sehat. Hal

tersebut di ungkapkan oleh Salman Harun bahwa :

“Sembahyang diwajibkan atas tiap-tiap orang yang dewasa dan

berakal sehat, ialah lima waktu sehari semalam.”47

Jadi jelaslah bahwa shalat merupakan kewajiban bagi umat Islam,

dan yang di maksud dengan wajib sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi

Ash Shiddieqy bahwa :

“Wajib ialah yang dituntut oleh syara’ kita mengerjakannya dengan

tuntutan yang keras dan dicela meninggalkannya.”48

46M. Rifa’i,

Risalah Tuntunan Shalat Lengkap,

47

Sujarwo, Ibadah Shalat, Hikmah dan Fungsinya Bagi Umat Islam,artikel diakses tanggal 29 Maret 2011 dari http://www.sujarwohart.wordpres.com.

48

(43)

Jadi dengan istilah lain bahwa wajib adalah adanya keharusan untuk

melaksanakannya dan berdosa jika ditinggalkan. Sebagaimana firman

Allah dalam Surat Al Baqarah/2:43 yang berbunyi











Artinya: “Dan dirikanlah shalat, dan keluarkanlah zakat, dan

tunduklah/rukuk bersama-sama orang-orang yang pada rukuk.”

Dan dalam Surat Al Ankabut/29:45 yang berbunyi :











Artinya: “Bacalah Al-Qur‟an yang telah diwahyukan kepadamu dan dirikanlah sembahyang (tetaplah mendirikan sembahyang). Sesungguhnya sembahyang itu mencegah kamu dari pekerti-pekerti buruk dan perbuatan yang munkar. Dan menyebut Allah (shalat), sungguh lebih besar dari

segala sesuatu. Dan Allah mengetahi apa yang kamu kerjakan”.

Selanjutnya dalil dari Hadist yang bersumber dari Abdilah bin

Umar sebagai berikut : “Islam itu dibina atas lima perkara : bersaksi bahwa

tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan

Allah, menegakan sembahyang, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji,

dan berpuasa bulan Ramadhan”. ( HR. Muslim).49

D. Lansia

1. Pengertian Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan

manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai dengan usia 60 tahunan sampai

(44)

dengan akhir kehidupan.50 Menurut Pasal 1 ayat 2, 3, 4 UU No. 13 Tahun

1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang

telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.51

2. Karakteristik dan Tipe Lansia

a. Karakteristik Lansia

Menurut Budi Anna Keliat, lansia memiliki karakteristik

sebagai berikut :

1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 UU No.

13 tentang Kesehatan).

2) Kebutuhan dan masalah yang bervareasi dari rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.52

b. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental sosial dan

ekonominya. Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah

50

Aliah. B. Purwakania Hasan, Psikilogi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang

Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2008), h. 117.

51

R.Siti Maryam, dkk., Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Salemba Medika, 2008), h. 32.

52

(45)

hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi

panutan.53

2) Tipe Mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, slektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik

dan banyak menuntut.

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan

melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif dan acuh tak acuh.54

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe

dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan

serius, tipe pemarah/frustrasi (kecewa akibat kegagalan dalam

melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai

berdasrkan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks

kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa

tipe, yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan

53

Ibid. h. 34.

(46)

langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak

langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti wreda,

lansia yang dirawat di rumah sakit dan lansia dengan gangguan

mental.55

(47)
[image:47.595.117.523.101.450.2]

36

GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

A. Sejarah Berdirinya

Tahun 1983 berdasarkan Keputusan Mentri Sosial RI No.06/Huk/1979

tanggal 28 Februari 1979 didirikan Sasana Tresna Wreda (STW) “Cipocok

Jaya” berlokasi di Kelurahan Cipocok Jaya Kabupaten Serang, yang

merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Sosial dengan sasaran

pelayanan Lanjut Usia Terlantar.

Pada tahun 1994 berdasrkan Surat Keputusan Mentri Sosial RI No.14

Tahun 1994 tanggal 23 April 1994 Sasana Tresna Wreda (STW) “Cipocok

Jaya” Serang.

Seiring dengan diberlakukannya Otonomi Daerah (OTDA) dan

terbentuknya Provinsi Banten disertai penyerahan aset Departemen Sosial,

maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten No. 40 Tahun 2002

tanggal 13 Desember 2002, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) “Cipocok

Jaya” Serang berganti nomenklatur menjadi “Balai Perlindungan Sosial” yang

merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja dengan sasaran pelayanan meliputi Lanjut Usia terlantar, Wanita

Korban Tindak Kekerasan, Tuna Grahita, dan Balita terlantar.

Sehubungan dengan berubahnya Sususnan Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja berubah menjadi Dinas Sosial sesuai dengan

(48)

tetap tidak berubah dan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas

Sosial Provinsi Banten.

B. Visi dan Misi, Maksud dan Tujuan

1. Visi dan Misi

a. Visi

Perlindungan terbaik dan pelayanan prima bagi masyarakat.

b. Misi

1) Meningkatnya kualitas pelayanan dan perlindungan sosial terhadap

Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS).

2) Memperluas jangkauan pelayanan kesejahtraan sosial.

2. Maksud

Balai Perlindungan Sosial (BPS) sebagai Unit Pelaksana Teknis

Dinas (UPTD) yang menagnai permasalahan sosisl lanjut usia terlantar,

wanita korban tindak kekerasan, tuna grahita dan baliata terlantar

mempunyai maksud “Memberikan perlindungan dan pelayanan dalam

suatu penampungan guna terselengaranya proses rehabilitasi fisik, mental,

dan sosial, serta bimbingan keterampilan.”

3. Tujuan

Adapun tujuan Balai Perlindungan Sosial (BPS) adalah sebagai

berikut :

a. Terlindungi dan terawatnya para lanjut usia terlantar, wanita tindak

kekerasan, tuna grahita dan balita terlantar.

b. Meminimalisir permasalahan kesejahtraan sosial yang ada di

(49)

c. Pemenuhan kebutuhan dasar dalam rangka perubahan sikap dan

perilaku para penyandang masalah kesejahtraan sosial.

d. Pemulihan kemauan, kemampuan dan harga diri penyandang masalah

kesejahtraan sosial sehingga dapat melaksanakan fugsi sosialnya

dalam kehidupan bermasyarakat.

e. Menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang

keadaan, permasalahan dan kebutuhan lanjut usia terlantar, wanita

korban tindak kekerasan, tuna grahita dan balita terlantar sehingga

masyarakat dapat mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan usaha

kesejahtraan sosial.

C. Tugas dan Fungsi

Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten adalah salah satu

alternatif dari sekian banyak lembaga pemerintah maupun swasta yang

memberikan pelayanan sosial kepada para penyandang masalah kesejahtraan

sosial khususnya lanjut usia terlantar, wanita tindak kekerasan, tuna grahita,

dan balita terlantar.

Departemen sosial RI tahun 1998 menjabarkan peran fungsi dan tugas

panti sosial adalah sebagai berikut :

1. Sebagai pusat pelayanan kesejahtraan sosial, dengan tugas dan fungsinya

adalah :

a. Menggugah, meningkatkan dan mengembangkan kesadaran sosial,

tanggung jawab sosial, prakarsa dan peran serta perseorangan,

(50)

b. Memberikan pelayanan dan perlindungan kepada lanjut usia terlantar,

wanita korban tindak kekerasan, balita terlantar dan tuna grahita.

c. Penyantunan dan penyedian bantuan sosial.

d. Mengadakan bimbingan lanjut.

2. Sebagai pusat informasi masalah kesejahtraan sosial, tugas dan fungsinya

adalah :

a. Menyiapkan dan menyebarluaskan informasi tentang data penyandang

masalah kesejahtraan sosial dan teknis penaganannya.

b. Menyelenggarakan konsultasi pelayanan sosial bagi masyarakat.

3. Sebagai pusat pengembangan kesejahtraan sosial, tugas dan fungsinya

adalah :

a. Mengembangkan kebijaksanaan dan perencanaan sosial.

b. Mengembangkan metode pelayanan sosial.

Panti sosial sedikitnya mempunyai ketiga fungsi tersebut, namun

menurut Siahaan, yang dikutip oleh tim peneliti di bidang pelatihan dan

pengembangan usaha kesejahtraan sosial Departemen Sosial RI (2003), masih

ada satu fungsi lagi yaitu fungsi pendidikan dan pelatihan, mengingat bahwa

dalam sebuah panti terdapat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

kepada klien secara langsung dalam meningkatkan kemampuan pelayanan

kesejahtraan sosial.

Adapun Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten yang intinya

merupakan Panti Sosial yang berganti nama sebagaimana Surat Keputusan

Gubernur Banten No. 40 Tahun 2002 tentang pembentukan, Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten,

(51)

1. Tugas Pokok

Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten, mempunyai tugas

melaksanakan sebagian kewenagan Dinas dibidang desentralisasi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang berkaitan dengan urusan

pelayanan dan perlindungan sosial.

2. Fungsi

Dalam pelaksanaan tersebut Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi

Banten mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Pengelolaan dibidang pelayanan sosial.

b. Pengelolaan dibidang perawatan.

c. Pengelolaan dibidang pelatihan dan keterampilan.

D. Sasa

Gambar

GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL
GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL
GAMBARAN UMUM BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL DINAS SOSIAL

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pemberian Kewenangan Kepada Empat

Berikut ini hasil uji chi square dan hasil uji pengaruh (regresi logistik ordinal) antara kebisingan (DND), iklim kerja panas dan karkateristik individu dengan

Hal ini dibuktikan dengan adanya data kuesioner yang memberikan hasil yang tinggi mencapai angka 78,96% terdapat dua komponen baru yang membentuk faktor disiplin kerja pada

Bentuk kreatifitas personal selling secara soft selling digambarkan pada film THE JONESES karya sutradara Derrick Borte yang dirilis 28 Juli 2010, berdasarkan

Pada usia 0-6 tahun anak sedang berada dalam periode emas ( golden age ) yang merupakan masa dimana otak anak mengalami perkembangan paling cepat sepanjang

Dalam dunia kosmetik, lensa kontak digunakan untuk menyamarkan mata yang buta karena bekas luka pada kornea dengan lensa kontak yang digambar dan untuk mengubah warna mata dengan

Krim dengan ekstrak etanol tongkol jagung pada konsentrasi ekstrak yang berbeda diduga memiliki aktivitas tabir surya dengan nilai SPF yang juga berbeda. Ekstrak

Dim SknlaMesin As Integer Dim Skala Waktu As Integer Dim WaktuAkhir A.s Integer Dim al(l, 50, 50) As Integer Dim Awnl As Integer Dim cekl As Boolean.. Next