MATHLA’UL ANWAR CEMPLANG DESA SUKAMAJU KECAMATAN
CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh Akmat Sholeh
NIM: 1810011000061
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vi
Tiada kata yang lebih terpuji selain menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Karena dengan ridho-Nya penulis dapat rampungkan skripsi ini. Sholawat dan salam yang ditetapkan Alllah SWTatas junjungan alam Nabi Muhammad SAW sebagai penghulu Arab yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam, para sahabat, keluarga, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulisan skripsi ini di susun guna memenuhi persyaratan yang harus ditempuh dalam menyelesaikan program studi sarjana pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu untuk terwujudnya skripsi ini, ucapan terimakasih penulis tak lupa tujukan kepada :
1. Nurlena Rifai Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya, baik bapak/ibu dosen yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, maupun para staf yang telah membantu kelancaran administrasi;
2. Dr. Abd. Madjid Khon, M. Ag, Kepala Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. A. Basuni, MA. dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya, pikiran dan kesabaran yang teramat tulus disela-sela kesibukannya yang luar biasa untuk memberikan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi. Terima kasih Bapak.
vii
memberikan bantuan dan beasiswa sampai penulis menyelesaikan studi;
6. Seluruh pengurus Yayasan Mathla’ul Anwar telah membantu penulis dalam mengumpulkan data.
7. Bapak H. Nahruddin Muchtar, BA selaku kepala MTs. Mathla’ul Anwar Cemplang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Seluruh guru, staf, dan siswa/I MTs. Mathla’ul Anwar Cemplang. 9. Kepada kedua orangtua saya Bapak Suparmin dan Ibu Kamini yang
sangat saya cintai. Terlalu banyak pengorbanan yang diberikan dari sejak lahir sampai sekarang, rasanya ananda tidak bisa membalasnya. Ananda hanya berdo’a kepada Allah SWT, sebab hanya Allah lah yang mampu membalasnya.
10. Seluruh teman yang seperjuangan dan sepenanggungan, yaitu anak PAI Dual Mode System. Terima kasih banyak dan sukses selalu. Hanya kepada Allah jua lah penulis mengucapkan syukur atas semua karunia-Nya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikannya, sehingga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Jakarta, 15 April 2014
Akmat Sholeh
viii
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN PENULIS ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
ABSTRAKSI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PENERAPAN METODE CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DAN PENDIDIKAN AQIDAH AKHLAK A. Kajian Tentang Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) ... 8
1. Pengertian Metode ... 9
2. Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning) 10
3. Prinsip Dasar CTL (Contextual Teaching and Learning) ... 13
4. Penerapan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) Secara Garis Besar ... 15
5. Lagkah-langkah Pembelajaran CTL………... 17
B. Kajian Tentang Pembelajaran Aqidah Akhlak ... 22
ix
4. Macam-macam Akhlak ... 25
5. Kebutuhan Anak Terhadap Pendidikan Aqidah-Akhlak 31 6. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Aqidah-Akhlak 33 7. Tujuan Mempelajari Aqidah-Akhlak ... 36
8. Penerapan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam Pendidikan Akhlak ... 39
C. Kerangka Berpikir ... 41
D. Pengajuan Hipotesis ... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian……… 44
B. Metode dan Desain Penelitian……… 44
C. Variabel Penelitian ………... 44
D. Populasi dan Sampel……….. 45
E. Teknik Pengumpulan Data...……….. 45
F. Teknik Analisis Data……….. 47
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Gambaran Umum MTs. Mathlaul Anwar Cemplang……. 48
1. Sejarah Berdirinya MTs. Mathlaul Anwar Cemplang . 48 2. Visi dan Misi Sekolah ... 49
3. Keadaan Guru dan Siswa ... 49
4. Sarana dan Prasarana ... 51
5. Kurikulum MTs. Mathlaul Anwar Cemplang... 52
B. Deskripsi Data ... 53
1. Pelaksanaan Penelitian……… 53
2. Pelaksanaan Metode CTL dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di MTs. Mathlaul Anwar Cemplang………… 54
x
B. Saran ... 65 C. Kata Penutup ... 66 DAFTAR PUSTAKA ... 68
xi
ABSTRAKSI
Akmat Sholeh (1810011000061). Efektivitas Metode CTL
(Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran Aqidah
Akhlak di MTs. Mathlaul Anwar Cemplang Desa Sukamaju Kec.
Cibungbulang Kab. Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode Contexktual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran aqidah akhlak ( Studi Kasus di MTs.Mathla’ul Anwar Cemplang) .
Secara operasional yang dimaksud metode CTL pada penelitian ini adalah salah satu alternative emetode / cara yang dapat dipakai oleh guru dikelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pengalaman nyata siswa yang ada di kehidupanya sehari-hari/ masyarakat. Sedangkan pembelajaran aqidah akhlak merupakan hal yang penting dalam islam, seakan- akan tidak ada ajaran agama kecuali akhlak.Oleh karena itu akhlak menjadi pondasi hidup manusia, dari tata cara berpikir, berbicara, berprilaku seorang manusia, karena semua manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah (sempurna).
Semakin baik metode CTL yang dilaksanakan dalam pembelajaran aqidah akhlak maka semakin baik juga hasil belajar siswa. Metode analisis data yang digunakan adalah one group pretest-posttest disain dengan taraf 5 %.
xii
1 A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber dan watak yang berbeda yaitu arahnya lebih condong kesumber globalisasi dari barat. Dimana keterbukaan, kebebasan, gaya hidup, sosial, nilai-nilai mampu merubah kepribadian dan prilaku manusia, terutama untuk kaum remaja yang masih butuh bimbingan yang kontinue dan pendidikan yang luas. Dalam kehidupan, prilaku seseorang merupakan tolok ukur terhadap nilai seseorang sehingga tinggi rendahnya derajat seseorang sangat tergantung dari prilakunya.
Tingkah laku sebagai barometer, sedangkan tingkah laku yang baik seseorang akan selamat dunia akhiratnya. Banyak disebutkan dalam Al-Qur’an maupun Hadits Nabi SAW. Di antara ayat Al-Qur’an yang dapat dipakai sebagai landasan prilaku yang baik antara lain surat Al-Ahzab ayat 21:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab [33] : 21).1
Jelaslah bahwa Rasulullah sebagai cerminan tingkah laku yang baik untuk setiap manusia yang ada di penjuru dunia.
Akhlak merupakan hal yang penting dalam Islam, seakan-akan tidak ada ajaran agama kecuali akhlak. Oleh karena itu akhlak menjadi pondasi hidup
1
manusia, dari tatacara berpikir, berbicara, berprilaku seorang manusia, karena semua manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah (sempurna).
Pentingnya akhlak tidak terbatas pada perseorangan saja, tetapi penting juga untuk masyarakat umat manusia seluruhnya. Hidup tidak akan bermakna tanpa akhlak yang mulia, jadi akhlak yang mulia adalah dasar pokok untuk menjaga bangsa, negara, rakyat, dan masyarakat. Karena bahaya krisis akhlak bagi kita semua jauh lebih besar dari pada kehancuran apapun di dunia ini baik pada hal-hal yang dapat dihitung, dirasa dan diraba.
Pendidikan akhlak merupakan tindakan yang terpenting dan harus dipersiapkan untuk masa depan seseorang. Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan akhlakul karimah pada anak-anaknya yang dapat membahagiakan di alam kehidupan dunia dan akhirat.2 Dalam keluarga pendidikan akhlakul karimah sangat penting bagi orang tua untuk anak-anaknya, sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 14:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.(QS. Luqman [31] : 14).3
Ayat tersebut menunjukkan dan menjelaskan bahwa tekanan utama pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan Akhlak, yaitu dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kedua orang tua, bertingkah laku sopan baik dalam prilaku keseharian maupun dalam bertutur kata,
2
Khalik Al-M usaw i, Bagaimana M embangun Kepribadian Anda, (Jakart a: Lent era, 1999), h. 21.
3
karena pengalaman-pengalaman sensorial yang dialami anak usia dini merupakan dasar semua pembelajaran sehingga anak memperoleh bekal yang maksimal bagi hidupnya kelak.4
Keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar dalam membentuk akhlak yang mulia serta ikut menentukan keberhasilanya, begitu juga dengan beberapa faktor lain seperti: (1) faktor lingkungan, karena lingkungan merupakan guru ketiga yang bisa mempengaruhi perkembangan anak. (2) Faktor pergaulan sehari-hari, dengan banyaknya seseorang yang tidak peduli dengan norma-norma yang digariskan dalam daerah tersebut, maka dia akan dicemooh dan dikucilkan masyarakat, baik hal berpakaian, berprilaku atau kebiasaan-kebiasaan lain, sebab manusia akan dihargai orang lain bukan karena kekayaan harta dan keturunannya melainkan karena baiknya akhlak dan prilakunya. (3) Faktor globalisasi yang berlangsung pada masa sekarang, (4) strategi dan teknik mendidik akhlak itu sendiri di sekolah. (5) kualitas dan prilaku guru yang menjadi panutan muridnya.
Setiap orang tua dan semua guru ingin membina anak agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik formal maupun informal. Setiap pengalaman yang dilalui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.5 Maka dari itu, berbagai cara diupayakan oleh para orang tua dalam mendidik dan membina akhlak anak-anaknya. Para orang tua yang merasa tidak cukup anak-anaknya dibina di rumah, berlomba-lomba memasukkannya ke berbagai sekolah maupun pondok pesantren. Dengan demikian tugas terpenting bagi seorang guru atau pendidik terhadap anak adalah senantiasa menasehati dan membina akhlak mereka, serta membimbing agar tujuan utama mereka dalam menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4
Anit a Yus, M odel Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakart a: Pr enada M edia Group, 2011), Cet .ke-2, h. 2
5
Seorang guru hendaknya dapat memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mendidik akhlak peserta didik, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap kemudahan seorang guru dalam menerapkan akhlakul karimah pada diri peserta didik. Dan pastinya menentukan keberhasilan pembentukkan akhlak mulia tersebut. Permasalahan terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperoleh informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis, karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat atau saat di tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL).
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
Model CTL ini disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.6
6
Ada beberapa alasan mengapa metode kontekstual menurut Depdiknas (2003) menjadi pilihan yaitu: (1) Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pemandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memperdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafalkan fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri, (2) Melalui landasan filosofi konstruksivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi belajar metode kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.7
Demikian halnya di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang, kota Bogor yang memilih menggunakan model CTL, guru membina akhlak peserta didik dengan menggunakan metode tersebut, sehingga peserta didik dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka penulis akan mengadakan penelitian dan pembahasan skripsi yang berjudul “Efektifitas Metode CTL (Contextual Teaching And Learning) Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlaq Di Sekolah Mts Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang Bogor”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan di antaranya adalah:
1. Pentingnya aqidah akhlak dalam Islam dan merupakan tindakan yang harus dipersiapkan untuk masa depan.
7
2. Bagaimana hubungan pentingnya metode CTL dengan pendidikan aqidah akhlak di sekolah .
3. Faktor pergaulan sehari-hari yaitu dengan banyaknya seseorang yang tidak peduli dengan norma-norma yang digariskan dalam suatu daerah.
4. Faktor globalisasi yang berlangsung pada masa sekarang ini.
5. Akhlak negatif masih banyak mewarnai perilaku anak didik bahkan juga beberapa pendidik kita, sebutlah aksi tawuran antar pelajar dan kebocoran soal-soal ujian nasional.
6. Kurang terlaksananya metode CTL pada sekolah-sekolah sehingga pengetahuan tentang akhlak yang dimiliki siswa hanya bersifat kognitif (pengetahuan) tidak mencapai ranah afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dalam memahami isi kandungan skripsi yang merupakan cerminan judul, maka penulis menganggap perlu untuk memberikan batasan. Untuk membatasi persoalan dalam kajian dan penelitian ini, Perlu dikemukakan bahwa penulis tidak mengkaji dan meneliti permasalahan secara meluas. Penulis hanya akan meneliti permasalahan terkait:
1. Pelaksanaan metode CTL yang dilakukan guru dalam pembelajaran aqidah akhlak di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang.
2. Penerapan metode CTL dapat meningkatkan pendidikan aqidah akhlak di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang.
D.Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang diuraikan di atas, berikut rumusan masalah yang hendak dicoba untuk dikaji yaitu:
E. Tujuan Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mempunyai tujuan sekaligus kegunaan , yaitu :
1. Untuk mengetahui dan mebuktikan bahwa model CTL benar-benar dapat meningkatkan pendidikan aqidah akhlak di MTS Mathla’ul Anwar Cemplang Sukamaju Cibungbulang?
F. Manfaat penelitian
1. Secara akademik penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan kepada pengembangan pembelajaran, khusunya metode CTL dalam pendidikan aqidah akhlak .
2. Menjadi masukan dan acuan bagi lembaga pendidikan lain yang berkeinginan untuk melakukan pengembangan metode CTL dalam pembelajaran aqidah akhlak .
8
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DAN PENDIDIKAN AQIDAH
AKHLAK
A. Metode CTL
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning-CTL) merupakan
salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Berbeda dengan
strategi-strategi yang telah kita bicarakan sebelumnya, CTL merupakan strategi yang
melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk
beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan
dipelajarinya. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan
mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses
berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak
hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga
psikomotor. Belajar melalui CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi
yang dipelajarinya.1
Ada beberapa alasan mengapa metode kontekstual menurut Depdiknas (2003)
menjadi pilihan yaitu: (1) Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh
pemandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang hams dihafal.
Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian
ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.Untuk itu, diperlukan sebuah strategi
belajar baru yang lebih memperdayakan siswa.Sebuah strategi belajar yang tidak
mengharuskan siswa menghafalkan fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang
mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri, (2)
Melalui landasan filosofi konstruksivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif
1
strategi belajar yang baru.Melalui strategi belajar metode kontekstual, siswa
diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.2
1. Pengertian Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan
yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut
masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Adapun
pengertian dan definisi metode menurut para ahli antara lain :
a. Titus: Metode adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk
menegaskan bidang keilmuan.
b. Wiradi: Metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang
tersusun secara sistematis (urutannya logis).
c. Ostle (1975): Metode adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh
sesuatu interelasi.
d. Drs. Agus M. Hardjana: Metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak
dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan
yang hendak dicapai.
e. Hebert Bisno (1969): Metode adalah teknik-teknik yg digeneralisasikan dgn baik
agar dapat diterima atau digunakan secara sama dalam satu disiplin, praktek, atau
bidang disiplin dan praktek.
f. Max Siporin (1975): Metode adalah sebuah orientasi aktifitas yg mengarah kepada
persyaratan tugas-tugas dan tujuan-tujuan nyata.
g. Rosdy Ruslan (2003:24): Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek
2
penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.
h. Nasir (1988:51): Metode adalah cara yang digunakan untuk memahami sebuah
objek sebagai bahan ilmu yang bersangkutan.
i. Kamus Bahasa Indonesia: Metode adalah cara kerja yg bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yg ditentukan.
j. Departemen Sosial RI: Metode adalah cara teratur yg digunakan utk melaksanakan
pekerjaan agar tercapai hasil sesuai dgn yg diharapkan.3
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah
ditetapkan. Dengan demikian, metode dalam rangkaian system pembelajaran
memegang peran yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi
pembelajaran sangat tergantungpada cara guru menggunakan metode pembelajaran,
karena suatu startegi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui
penggunaan metode pembelajaran.4
2. Pengertian CTL
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka.
Dari penjelasan tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya
3
Pengert ian dan Definisi M etode, Penelitian dan M etode Penelit ian, ht t p:/ / set iawant opan. w ordpress.com / 2012/ 02/ 22/ m et ode-penelit ian-dan-m et ode-penelitian/ , diakses pada 2 januari 2013, pkl. 00:36 WIB.
4
proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar
dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan
tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL
mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini
sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional,
akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,
sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa
dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran
itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam
konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi
sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.5
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan
konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Untuk memperkuat pengalaman belajar yang aplikatif bagi siswa, tentu saja
diperlukan pembelajaran yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to do), dan bahkan
sekadar pendengar yang pasif sebagaimana penerima terhadap semua informasi yang
disampaikan guru. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran kontekstual, mengajar bukan
transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah
konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih
5
ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa
hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran akan
lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari
segi fisik), akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa
bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di
lingkungannya (keluarga dan masyarakat).
Menurut Johnson, CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata
pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehar-hari untuk menemukan makna.
CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman
segar yang akan merangsang otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan
makna yang baru.6
Sementara itu, Howey R, Keneth, mendefinisikan CTL sebagi berikut;
CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar di mana
siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai
konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif
ataupun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersam-sama.7
Kelebihan dari pendekatan CTL adalah suatu sistem belajar yang
mengeluarkan potensi penuh seorang siswa secara ilmiah. Untuk lebih rincinya akan
disebutkan satu persatu antara lain:
a. Siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sama
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan
idenya sendiri.
c. Sifat ingin tahu siswa akan berkembang dengan cara bertanya
6
Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada ”Rajawali Pers”, 2013), h. 189.
7
d. Siswa akan berpikir kritis dan kreatif untuk mengaitkan informasi baru
dengan pengalaman yang telah dimilikinya.8
3. Prinsip Dasar CTL
Prinsip dasar pembelajaran kontekstual adalah agar siswa dapat
mengembangkan cara belajarnya sendiri dan selalu mengaitkan dengan apa yang
telah diketahui dan apa yang ada di masyarakat, yaitu aplikasi dan konsep yang
dipelajari.9
Adapun secara terperinci prinsip pembelajaran kontekstual yang terdapat
dalam buku Perencanaan pembelajaran sebagai berikut:
a. Menekankan pada pemecahan masalah.
b. Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai kontek seperti rumah,
masyarakat, dan tempat kerja.
c. Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga
menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali.
d. Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa.
e. Mendorong siswa belajar dari satu dengan lainnya dan belajar
bersama-sama.
f. Menggunakan penilaian otentik.10
Sedangkan dalam buku Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam
KBK adalah sebagai berikut:
1) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan
mental (developmentally appropriate) siswa.
8
Beberapa Gambaran Tent ang CTL Pembelajaran Aqidah akhlak Bab II, ht t p:/ / gsfaceh.com / pust aka/ skripsi-dan-buku/ 6546-beberapa-gam baran-t ent ang-ctl-pem belajaran-aqidah-akhlak-bab-ii.htm l, diakses pada 3 januari 2014, pk.11.03 WIB.
9
Sum iati & Asra, M etode Pembelajaran ” Seri Pembelajaran Efekt if” , (Bandung: CV. Wacana Prim a, 2009), h. 18.
10
[image:25.612.92.530.103.517.2]2) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent
learning groups).
3) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self
regulated learning).
4) Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student).
5) Memperhatikan multi-inteligensi (multiple intelligences) siswa.
6) Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk meningkatkan
pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah, dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi.
7) Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).11
Dari prinsip-prinsip tersebut diatas sebetulnya hampir memiliki kesamaan satu
sama lainnya. Akan tetapi agar lebih efektif dan efisien, maka penyusun dapat
digabungkan kedua prinsip tersebut untuk saling melengkapi, yakni:
1) Mengajar siswa untuk memantau dan mengarahkan belajarnya sehingga
menjadi pembelajar yang aktif dan terkendali.
2) Menekankan pembelajaran dalam konteks kehidupan siswa.
3) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan
mental (developmentally appropriate) siswa.
4) Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (independent
learning groups).
5) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self
regulated learning).
6) Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student).
7) Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk meningkatkan
pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi.
11
8) Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
4. Penerapan Metode CTL Secara Garis Besar
Sebuah kelas dikatakan menggunakan metode kontekstual, jika menerapkan
tuju komponen utama dalam pembelajaran, yaitu:
a. Konstruktivisme (membentuk)
1) Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru
berdasar pada pengetahuan awal.
2) Pembelajaran harus dikemas menjadi proses "mengkonstruksi" bukan
menerima pengetahuan.
b. Inquiry (menemukan)
1) Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
2) Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
c. Questioning (bertanya)
1) Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa.
2) Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang
berbasis inquiry.
d. Learning community (masyarakat belajar)
1) Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
2) Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
3) Tukar pengalaman.
4) Berbagi ide.
e. Modeling (pemodelan)
1) Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan
belajar.
2) Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.
f. Reflection (refleksi)
2) Mencatat apa yang telah dipelajari.
3) Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.
g. Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)
1) Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
2) Penilaian produk (kinerja).
3) Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual Karakteristik pembelajaran
CTL yaitu:
a) Kerjasama
b) Saling menunjang
c) Menyenangkan, tidak membosankan
d) Belajar dengan bergairah
e) Pembelajaran terintegrasi
f) Menggunakan berbagai sumber
g) Siswa aktif
h) Sharing dengan teman
i) Siswa kritis guru kreatif
j) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa,
peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
k) Laporan kepada orang tua bukan hanya raport tetapi hasil karya
siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.12
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan
kelas yang bagaimanapun keadaannya. Metode CTL dalam kelas cukup mudah.
12
5. Langkah-Langkah Pembelajaran CTL
Menurut Dr. Kokom Komalasari, M.Pd.dan Rudi Hartono sebagai berikut:
a. Menurut Dr. Kokom Komalasari, M.Pd. yaitu
1) Kegiatan Awal (10 Menit)
a) Mengajak siswa membayangkan sebuah perjalanan yang
mengasyikkan dengan modal sebuah peta.
b) Memberikan pertanyaan kepada siswa: (a) apa fungsi peta tersebut
dalam perjalanan, (b) apa yang kamu lakukan dengan peta itu.
2) Kegiatan inti (100 Menit)
a) Mengajak siswa untuk mempersiapkan sebuah peta wilayah
kecamatan, kota, dan Provinsi.
b) Memberikan pujian kepada siswa yang telah memperoleh peta
tersebut.
c) Memberikan pertanyaan kepada siswa “mampukah kalian
membuat peta?” guru menyakinkan siswa bahwa mereka mampu
melakukannya.
d) Mengajak siswa untuk mempersiapkan peralatannya, seperti: peta,
kertas gambar, penggaris, pensil, penghapus, dan patlot
gambar/crayon.
e) Memberikan penjelasan bagaimana menggambar peta lengkap
dengan komponen-komponennya.
f) Memberikan tugas kepada siswa untuk menggambar peta Kota
Bandung dengan cara memilih salah satu yang diajukan, apakah
peta Kecamatan Regol, Kota Bandung, atau peta Provinsi Jawa
Barat.
g) Memberikan pujian kepada siswa atas hasil karyanya.
3) Kegiatan Akhir (30 Menit)
a) Siswa menuliskan kesimpulan mengenai kegunaan
[image:29.612.90.532.100.703.2]b) Siswa mendapat tugas menggambar pata Provinsi Jawa Barat.13
b. Langkah pembelajaran CTL menurut Rudi Hartono. Sebagai berikut:
a) Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang mesti dicapai serta manfaat
dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang
akan dipelajari.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL.
Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah
siswa dalam kelas itu. Tiap-tiap kelompok ditugaskan untuk
melakukan observasi, misalnya: kelompok 1 dan 2 melakukan
observasi ke sekolah bertaraf internasional, sementara kelompok 3
dan 4 melakukan observasi ke sekolah lain yang tidak bertaraf
nasional. Melalui observasi sisiwa ditugaskan untuk mencata
berbagai fakta sosial yang terjadi di lapangan.
3) Guru melakukan tanya-jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan
oleh setiap siswa.
b) Inti Pembelajaran
Ketika masing-masing kelompok sudah berada di lapangan, mereka
berkewajiban untuk melakukan beberapa hal berikut:
1) Siswa melakukan observasi ke lembaga sekolah sesuai dengan
pembagian tugas kelompok.
2) Siswa mencata hal-hal yang mereka temukan di lembaga sekolah
sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan
sebelumnya.
3) Ketika siswa sudah sudah selesai di lapangan, tugas siswa di dalam
kelas adalah sebagai berikut:
13
a. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing-masing.
b. Siswa melaporkan hasil diskusinya.
c. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
oleh kelompok yang lain.
c) Penutup
1) Pada bagian penutup ini, sebagaimana lazimnya sebuah
pembelajaran, siswa diharapkan mampu menyimpulkan hasil
observasi sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
Guru bisa membantu siswa untuk menyimpulkan hasil observasi
itu secara benar.
2) Setelah itu guru memberikan tugas pada siswa untuk membuat
karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema
lembaga sekolah. Karangan yang ditulis berdasarkan pengalaman,
ini akan membantu siswa untuk benar-benar memahamimateri
pelajaran.14
Dengan demikian, penyusun dapat mengabungkan dan menarik
kesimpulan dari langkah-langkah pembelajaran CTL tersebut menjadi
lebih efisien. Adapun langkah-langkah pembelajarannya sebagai
berikut:
a. Kegiatan Awal Pembelajaran (10 menit)
1) Guru membuka pembelajaran dengan mengucap salamdan
berdo’a (Religius)
2) Guru mengecek kehadiran siswa (Tanggungjawab)
3) Guru melakukan apersepsi (Perhatian)
4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus
dicapai siswa (Perhatian)
14
5) Siswadibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan
jumlah siswa.
b. Kegiatan Inti Pembelajaran
1) Eksplorasi (10 menit)
Siswa mengidentifikasikan akhlak terpuji (Percaya Diri)
2) Elaborasi (35 menit)
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran mengenai
akhlak terpuji.
b) Guru memberikan lembar kerja untuk diisi oleh setiap
kelompok selama 15 menit (Tanggung Jawab, Percaya
Diri dan Mandiri).
c) Perwakilandari tiap kelompok untuk membacakan hasil
diskusinya (Percaya Diri dan Tanggung Jawab)
d) Setiap kelompok menjawab pertanyaan dari kelompok
lain (Percaya Diri).
e) Tugas dikumpulkan.
3) Konfirmasi (15 menit)
a) Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin
bertanya (Percaya Diri)
b) Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran hari ini.
c. Kegiatan Akhir Pembelajaran (10 menit)
1) Guru memberikanpengahargaan pada masing-masing
kelompok.
2) Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk
pertemuan berikutnya. (Tanggjawab dan Mandiri).
3) Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja
terlebih dahulu guru harus membuat desain/skenario pembelajarannya, sebagai
pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya.15
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan CTL.
1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian
pengetahuan yang akan di peroleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang
memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu
diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini,
misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan
yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),
artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat
diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku
siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan
dan penyempurnaan strategi.16
15
B. Kajian Tentang Aqidah akhlak
1. Pengertian Aqidah
Dalam kitab mu’jam al-falsafi, Jamil Shaliba mengartikan akidah
menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan
bersambung secara kokoh. Ikatan tersebut berbeda dengan terjemahan kata
ribath yang artinya juga ikatann tetapi ikatan yangmudah dibuka, karena akan
mengandung unsur yang membahayakan. Dalam bidang perundang-undangan
akidah berarti menyepakati antara dua perkara atau lebih yang harus dipatuhi
bersama.Dalam kaitan ini akidah berkaitan dengan kata aqad yang digunakan
untuk arti akad nikah, akad jual beli, akad kredit dan sebagainya. Dalam akad
tersebut terdapat dua orang yang saling menyepakati sesuatu yang apabila
tidak dipatuhi akan menimbulkan sesuatu yang membahayakan.17
Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang allah
sebagai tuhan yang wajib disembah; ucapan dengan lisan dalam bentuk dua
kalimat syahadat yaitu menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa
Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya; perbuatan dengan amal saleh. Aqidah
demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa
dalam hati, atau ucapan di mulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan
menggambarkan iman kepada Allah, yakni tidak ada niat, ucapan dan
perbuatan yang dikemukakan oleh orang yangberimanitu kecuali yang sejalan
dengan kehendak Allah.18
Sedangkan aqidah menurut istilah adalah hal-hal yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa yang didalamnya merasa tentram, sehingga
menjadi keyakinan kukuh yang tidak tercampur oleh keraguan.
16
Wina Sanjaya, Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan), (Jakart a: Kencana, 2011), Cet . Ke-8, h. 256.
17
Abuddin Nat a, M etodologi St udi Islam, (Jakart a:Raja Grafindo Persada 2002), h. 84.
18
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat
yang penting, Sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh
bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya.
Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila
akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya.
Akhlak yang mulia dalam agama Islam adalah melaksanakan
kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan-larangan, memberikan hak
kepada Allah, makhluk, sesama manusia dan alam sekitar dengan
sebaik-baiknya.19
2. Macam-macam Akidah
a. Akidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta
merupakan syarat sahnya amal. Hal itu sebagaimana Firman Allah SWT.
Yang artinya, “Barang siapa mengaharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh, dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah jepada Tuhannya.”
(Al-Kahfi: 110).20
Pendapat lain mengatakan bahwa akidah yang benar adalah akidah yang
bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, akidah yang berdiri
diatas hujjah yang kokoh dan berlandaskan dalil-dalil yang shahih, akidah
yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia yaqng suci serta maksud
penciptaan mereka dialam ini yaitu memurnikan ibadah hanya kepada
Allah.21
19
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2008), h.
1-2.
20 Artibimo. Blogspot.com/2011/12/makna-dan-arti-aqidah.html. diakses pada hari senin tanggal 8 sepetember 2014, pk.22.00
21
b. Akidah yang bathil adalah akidah yang tidak tidak merujuk kapada
al-Qur’an dan Hadits akan tetapi merujuk kepada metode atau teori yang
dicetuskan oleh tokoh-tokoh kesesatan.
Akidah ini hanya berlandaskan persangkaan tak berdasar dan
khayalan-khayalan dusta yang ditiupkan oleh setan kepada hati-hati manusia yang
lemah dan hampa dari cahaya kebenaran.
3. Pengertian Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkah
laku, perangai, tabi’at. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya
kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa
dipikir dan direnungi lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah
sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam
tingkah laku atau perbuatan. Apabila perbuatan spontan itu baik menurut
akal dan agama, maka tindakan itu disebut akhlak yang baik atau akhlaqul
karimah (akhlak mahmudah). Misalnya jujur, adil, rendah hati, pemurah,
santun dan sebagainya. Sebaliknya apabila buruk disebut akhlak yang buruk
atau akhlaqul mazmumah. Misalnya kikir, zalim, dengki, iri hati, dusta dan
sebagainya. Baik dan buruk akhlak didasarkan kepada sumber nilai, yaitu
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Para Ulama Ilmu Akhlak merumuskan definisinya dengan
berbeda-beda tinjauan yang dikemukakannya, antara lain:
a.Al-Qurtuby mengatakan: suatu perbuatan manusia yang bersumber dari
adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian
dari kejadiannya.
b.Muhammad bin ‘Ilan Al-Sadiqy mengatakan: Akhlak adalah suatu
pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik,
c.Ibnu Maskawaih mengatakan: Akhlak ialah keadaan jiwa yang selalu
mendorong manusia berbuat, tanpa memikirkan (lebih lama).
d.Abu Bakar Jabir Al-Jaziri mengatakan: Akhlak adalah bentuk kejiwaan
yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan
buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.22
e.Sedangkan akhlak menurut Imam Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa, yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah,
atau dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu).23
Dari beberapa definisi tersebut di atas, penulis menarik definisi lain
bahwa akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan
jiwanya. Maka gerakan refleks, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat
disebut akhlak karena gerakan tersebut tidak diperintah oleh unsur kejiwaan.
Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang
dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji
orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. Seseoarang yang
melakukan perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan
perbuatan akhlak.
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu
yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan,
tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua
aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan
yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.24
4. Macam-Macam Akhlak
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat
para Nabi dan orang-orang siddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan
22
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, (Jakart a: Kalam M ulia, 2009), h. 3-4.
23
Ahm ad M ust afa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pust aka Setia, 1997), cet . Ke-1, h. 12.
24
sifat syaitan dan orang-orang yang tercela. Maka pada dasarnya, akhlak itu
menjadi dua macam jenis:
a. Akhlak baik atau terpuji (Al-Akhlaqu Al-Mahmudah), yaitu perbuatan baik
terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
b. Akhlak buruk atau tercela (Al-Akhlaqu Al-Madhmumah), yaitu perbuatan
buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
Dalam pembahasan ini, penulis membatasi hanya meninjau akhlak
baik dan buruk terhadap Tuhan dan terhadap manusia dan tidak sampai
membahas akhlak baik dan buruk terhadap makhluk di luar manusia. Maka
berikut ini, dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Akhlak baik, meliputi antara lain:
1. Bertaubat (Al-Taubah), yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan
buruk yang pernah dilakukan dan berusaha menjauhinya, serta
melakukan perbuatan baik.
Seperti firman Allah:
Dan diantara mereka ada orang yang Telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, Pastilah kami akan bersedekah dan Pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. (QS. At-Taubah [9]:75).
2. Bersabar (Al-Sabru), yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan
diri pada kesulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar
itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan
yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksudkannya adalah
sikap yang diawali dengan ikhtiyar, lalu diakhiri dengan sikap menerima
Seperti firman Allah:
“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang
besar.”(QS. Hud [11] :11).
3. Bersyukur (Al-Shukru), yaitu suatu sikap yang selalu ingin
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh
Allah SWT kepadanya, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Lalu
disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada Yang memberi
nikmat, yaitu Allah SWT.
Seperti firman Allah:
“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu
bersyukur.”(QS. Al-Baqarah [2]: 52).
4. Rasa persaudaraan (Al-Ikha’), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin
berhubungan baik dan bersatu dengan orang lain, karena ada keterikatan
batin dengannya.
5. Memberi nasehat (An-Nasihah), yaitu suatu upaya untuk memberi
petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan
perkataan, baik ketika orang yang dinasehati telah melakukan hal-hal
yang buruk, maupun belum.
6. Memberi pertolongan (An-Nashru), yaitu suatu upaya untuk membantu
7. Sopan santun (Al-Hilmu), yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap
orang lain, sehinnga dalam perkataan dan perbuatannya selalu
mengandung adab kesopanan yang mulia.
8. Ikhlas (Al-Ikhlas), yaitu sikap menjauhkan diri dari riya’
(menunjuk-nunjukkan kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik. Maka
amalan seseorang dapat dikatakan jernih apabila dikerjakan dengan
ikhlas.25
Seperti Firma Allah:
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan
wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari)
Tuhannya.Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk
hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS. Yusuf [12] : 24).
9. Jujur dan dapat dipercaya (Al-Amanah), yaitu sesuatu yang
dipercayakan kepada seseorang, baik harta, ilmu, rahasia, atau lainnya
yang wajib dipelihara dan disampaikan kepada yang berhak
menerimanya.
10. Pemaaf (Al-Afwu), artinya manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah.
Maka apabila orang berbuat sesuatu terhadap diri seseorang yang karena
25
khilaf atau salah, maka patutlah dipakai sifat lemah lembut sebagai
rahmat Allah terhadapnya, maafkanlah kekhilafan atau kesalahannya,
janganlah mendendam serta mohonkanlah ampun kepada Allah
untuknya, semoga ia surut dari langkahnya yang salah, lalu belaku baik
di masa depan sampai akhir hayatnya.26
b) Akhlak buruk, yang meliputi antara lain:
1. Takabbur (Al-Kibru), yaitu suatu sikap yang menyombongkan diri,
sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk
mengingkari nikmat Allah yang ada padanya.
2. Musyrik, yaitu suatu sikap yang mempersekutukan Allah dengan
makhluk-Nya, dengan cara menganggap bahwa ada suatu makhluk
yang menyamai kekuasaan-Nya.
3. Munafiq, yaitu suatu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan
dengan kemauam hatinya dalam kehidupan beragama.
4. Boros atau berfoya-foya (Al-Israf), yaitu perbuatan yang selalu
melampaui batas-batas ketentuan agama. Tuhan melarang bersikap
boros, karena hal itu dapat melakukan dosa terhadap-Nya, merusak
perekonomian manusia, merusak hubungan sosial, serta merusak diri
sendiri.
5. Mudah marah, yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan
oleh kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan prilaku yang tidak
menyenangkan orang lain.
6. Mengadu-adu, (An-Namimah), yaitu suatu perilaku yang suka
memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain, dengan maksud
agar hubungan sosial kedunya rusak.
7. Mengumpat (Al-Ghibah), yaitu suatu perilaku yang suka membicarakan
keburukan seseorang kepada orang lain.
26
8. Kikir (Al-Bukhlu), yaitu suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai
materi dan jasa kepada orang lain.
9. Berbuat aniaya (Al-Zulmu), yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang
lain, baik kerugian materil maupaun non-materil. Dan ada juga yang
mengatakan, bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang lain,
termasuk perbuatan zalim.
10. Iri hati atau dengki, yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu
menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa
hilang sama sekali.27
11. Egoistis (ananiyah), artinya manusia hidup tidaklah menyendiri, tetapi
berada di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Ia harus yakin jika
hasil perbuatan baik, masyarakat turut mengecap hasilnya, tetapi jika
akibat perbuatannya buruk masyarakatpun turut pula menderita.
Sebaliknya orang tiada patut hanya bekerja untuk dirinya, tanpa
memperhatikan tuntutan masyarakat, sebab kebutuhan-kebutuhan
manusia tiada dapat dihasilkan sendiri. Ia sangan memerlukan bantuan
orang lain dan pertolongan dari anggota masyarakat. Sifat egoistis tidak
diperdulikan orang lain, sahabatnya tidak banyak dan ini berarti
mempersempit langkahnya sendiri di dunia yang luas ini.
12. Pendusta atau pembohong (Al-Kadzab), artinya sifat mengada-ada
sesuatu yang sebenarnya tidak ada, dengan maksud untuk merendahkan
seseorang. Kadang-kadang ia sendiri yang sengaja berdusta. Orang
seperti ini setiap perkataannya tidak dipercayai orang lain. Di dunia ia
akan memperoleh derita dan di akhirat ia akan menerima siksa.28
27
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, (Jakart a: Kalam M ulia, 2009), h.29-34.
28
5. Kebutuhan Anak Terhadap Pendidikan Akidah-Akhlak
Akhlak adalah unsur terpenting dalam pendidikan Islam.Bahkan Rasulullah
SAW diutus oleh Sang Pencipta untuk membenahi akhlak akhlak manusia. “Aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad dan yang lain). Kaitannya
dengan pendidikan akhlak, menumbuhkan akhlak mulia haruslah menjadi kompetensi
dalam proses pendidikan akhlak setiap anak bangsa karena memiliki akhlak mulia
adalah bagian dari fitrah setiap manusia. Potensi yang menjadi bawaan lahir setiap
manusia yang dilahirkan. Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa “Setiap manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah“.29
Kondisi moral atau akhlak generasi muda yang rusak.Hal ini ditandai dengan
maraknya seksbebas dikalangan remaja (generasi muda), peredaran narkoba di
kalangan remaja, tawuran pelajar, peredaran foto dan video porno pada kalangan
pelajar, dan sebagainya.30 Manusia pasti kehilangan kendali dan salah arah bila
nilai-nilai spiritual ditinggalkan, sehingga mudah terjerumus ke berbagai penyelewengan
dan kerusakan, misalnya melakukan perampasan hak-hak orang lain, penyelewengan
seksual dan pembunuhan.
Nilai-nilai spiritual yang dimaksudkan dalam Islam adalah ajaran agama yang
berwujud perintah, larangan dan anjuran, yang kesemuanya berfungsi untuk membina
kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai hamba Allah serta anggota
masyarakat.31
Selain itu, individu manusia harus hidup dalam lingkungan makna-makna dan
nilai-nilai kehidupan yang dibangunya sendiri, di samping yang diperolehnya dari
kitab suci (seperti al-Qur’an), tetapi tidak memahami apa yang dibacanya sangat
memungkinkan perilakunya bertentangan dengan ajaran Al-Quran. Situasi ini
menuntut individu untuk dapat mampu mengembangkan kemampuan rasionalnya
29
Yudha Kurniaw an, Tri Puji Hindarsih, Charact er Building “ M embangun Karakt er M enjadi Pemimpin”, (Jakart a Selat an: SAIpublishing, 2011), h. 9.
30
Dharm a kesum a Dkk,Pendidikan karakt er (kajian t eori dan prakt ek di sekolah), (Bandung: PT Rem aja Rosdakarya offset 2012), h.2.
31
yang bermakna adalah manakala akal pikiran manusia ini dijadikan sebagai alat untuk
mencari kehidupan yang lebih baik berdasarkan logika dan rasionalitas yang dilandasi
prinsip ketuhanan.32
Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk
memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertaubat, bersabar,
bersyukur, bertawakkal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya.
Anjuran-anjuran itu, sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlak, sebagai nasehat bagi
orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk. Ini terbukti bahwa akhlak
buruk dapat dididik menjadi baik.33 Imam Ghazali mengatakan: “Seandainya akhlak
tidak bisa diubah, maka pasti tidak ada manfaatnya memberikan pesan-pesan,
nasehat-nasehat dan didikan.” 34
Pendidikan akhlak merupakan tindakan yang terpenting dan harus
dipersiapkan untuk masa depan seseorang. Secara normatif, pendidikan akhlak sudah
ada dalam Al-Qur’an dan Hadits, tinggal kita merumuskannya secara operasional,
sehingga dapat diterapkan pada peserta didik, baik yang menyangkut perkembangan
anak manusia, maupun tempat dilaksanakannya pendidikan itu, diserahkan kepada
manusia untuk merumuskan perencanaan dan pelaksanaannya.
Menghadapi keburukan akhlak yang menggunakan sarana modern, harus juga
memakai alat dan cara modern untuk mengatasinya. Tentu saja, normanya tetap
berdasarkan ajaran agama, sedangkan teknik pendidikan dan penanggulangannya,
harus disesuaikan dengan bentuk penyimpangan (keburukan akhlak) yang
dihadapinya. Misalnya, penanggulangan kenakalan remaja berupa pengguanaan obat
bius (narkotika), harus bekerja sama antara pihak penegak hukum, psikiater dan ahli
agama dengan menggunakan metode yang tepat guna. Maka dapat dikatakan bahwa
persoalan akhlak masa kini, harus diatasi pula dengan cara (teknik) masa kini.35
32
Dharm a kesum a., Dkk, Pendidikan karakt er (kajian t eori dan prakt ek di sekolah), (Bandung;PT Rem aja Rosdakarya offset 2012), h. 127.
33
M ahjuddin, Akhlak Tasaw uf, (Jakart a: Kalam M ulia, 2009), h. 46.
34
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, (Sem arang: Usaha Keluarga, t .t.,), h. 54.
35
6. Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akidah-Akhlak
Banyak sekali faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga yang
mempengaruhi pendidikan akhlak. Di samping itu, tentunya banyak pula
pengalaman-pengalaman anak, yang mempunyai nilai pendidikan baginya, yaitu
pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, baik
melalui latihan-latihan, perbuatan, misalnya kebiasaan dalam makan-minum, buang
air, mandi, tidur dan sebagainya. Semuanya itupun termasuk unsur pendidikan bagi
akhlak anak.
Berapa banyak macam pendidikan tidak langsung yang telah terjadi pada anak
sebelum ia masuk sekolah, tentu saja setiap anak mempunyai pengalamannya sendiri,
yang tidak sama dengan pengalaman ank lain. Pengalaman yang dibawa oleh
anak-anak dari rumah itu, akan menentukan sikapnya terhadap sekolah dan guru, termasuk
guru agama.36
Guru agama mempunyai tugas yang cukup berat, yaitu ikut mendidik akhlak
anak disamping mengajarkan pengetahuan agama kepada anak. Guru agama harus
memperbaiki akhlak anak yang telah terlanjur rusak, karena pendidikan dalam
keluarga. Guru agama harus membawa anak didik semuanya kepada arah pendidikan
akhlak yang sehat dan baik. Setiap guru agama harus menyadari, bahwa segala
sesuatu pada dirinya akan merupakan unsur pendidikan bagi anak didik. Di samping
pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan dengan sengaja oleh guru agama dalam
pendidikan anak didik, juga yang sangat penting dan menentukan pula adalah
kepribadian, sikap dan cara hidup guru itu sendiri, bahkan cara berpakaian, cara
bergaul, berbicara dan menghadapi setiap masalah, yang secara langsung tidak
tampak hubungannya dengan pengajaran, namun dalam pendidikan atau pembinaan
akhlak si anak, hal-hal itu sangat berpengaruh.37
36
Zakiah Daradjat , Ilmu Jiw a Agama, (Jakart a: Bulan Bintang, 2010), h.67.
37
Kemudian faktor yang paling berpengaruh adalah faktor dari luar yaitu
pendidikan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan
sosial.38 Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan islam.
Berdasarkan pandangan diatas, maka pendidikan islam adalah sistem pendidikan
yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupanya sesuai
dengan cita-cita islam, karena nilai-nilai islam telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadianya.39 Seperti firman Allah: