• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iddah dan Ihdad Wanita Karier : Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Iddah dan Ihdad Wanita Karier : Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh: AHMAD FAHRU NIM : 1111044100061

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v ABSTRAK

Ahmad Fahru 1111044100061, Iddah Dan Ihdad Wanita Karier ( Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif ) Konsentrasi peradilan agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum (UIN) I Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2015 M. x + 55 halaman.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan tentang bagaimana penerapan hukum yang digambarkan al-Quran dan al-Hadis serta hukum KHI dalam menyikapi konsep Iddah dan Ihdad bagi wanita karier. Keadaan yang biasa ditemui, seorang wanita selain menjadi ibu rumah tangga, ia juga memiliki andil dalam keuangan keluarga dengan bekerja diluar rumah. Pembahasan dalam penelitian ini berusaha menguak semua yang berkaitan dengan kebebasan wanita dalam melakukan kegiatan diluar rumah akan tetapi ia juga mempunyai beberapa peraturan agama yang menunutut dan membatasai yang layak untuk dijadikan sebuah penelitian. permasalahan yang menjadi latar belakang penulis adalah mengapa masa berkabung istri yang kematian suaminya selama masa iddah 4 bulan 10 hari.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan pandangan hukum positif terhadap Iddah dan Ihdad wanita karier, dan untuk menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap Iddah dan Ihdad wanita karier tersebut.

Penulis mempergunakan metode kepustakaan atau library research yaitu dengan cara membaca, mempelajari buku-buku yang mempunyai kaitan dengan masalah yang menjadi bahasan serta di dukung dengan wawancara di masyarakat, dengan demikian penggunaan metode pembahasan bagi suatu penulisan marupakan suatu hal yang menentukan bermutu atau tidaknya dari penulisan yang bersangkutan. Metode yang akan digunakan adalah memperoleh data yang valid dan akurat.

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa penetapan hukum Iddah dan Ihdad bagi wanita adalah sesuatu yang beralasan, baik dari segi agama maupun dari segi kebaikan bagi si perempuan. Akan tetapi beberapa larangan bagi seorang perempuan yang menjalankan iddah dan ihdad bisa dicarikan beberapa alasan untuk menjadi sebuah hukum yang sesuai disetiap zaman dan keadaan.

Kata Kunci : Wanita Karier, Iddah dan Ihdad, Hukum Islam dan Positif Pembimbing : Dr. Hj. Azizah, MA

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan ini, Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa Syariahnya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman. ini di persembahkan kepada Alm. Ayahanda Hj. Samalih dan Ibunda Hj. Haironih yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, serta doa tanpa mengenal lelah sedikitpun. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka.

Dalam penulisan ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

vii

3. Dr. Hj. Azizah, MA dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.

4. Segenap Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Doa dan harapan penulis panjatkan kepada kakanda Ahmad Fatih yang selalu membimbing dan kepada adinda Muhammad Fahri, Wildan Anshori dan Ahmad Hanif yang senantiasa memberikan do’a dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

7. Sahabat seperjuangan penulis : Muhammad Munzir Kamil, Muhammad Shandika Rizkiandi, Arif Maulana Thoir, Muhammad Nazir, Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Beserta teman bercanda coy Chairul Amin S.Thi. yang bersedia menemani waktu-waktu luang sebagai sebuah refresing dalam penulisan ini.

(8)

viii

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini

Jakarta, 20 November 2015

(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAH DOSEN PEMBIMBING... ii

LEMBAR PENGESAH DOSEN PENGUJI SIDANG... iii

LEMBAR PERNYATAAN... iv

ABSTRAKSI... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 11

A. Latar Belakang Masalah... 11

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 16

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 16

D. Review Studi Terdahulu... 17

E. Metodologi Penelitian... 19

F. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH DAN IHDAD WANITA KARIER... 23

A. IDDAH... 23

1. Pengertian... 23

2. Dasar Hukum dan Macam-Macam Iddah... 24

3. Manfaat dan Hikmah Iddah ... 29

B. IHDAD... 31

1. Pengertian... 31

2. Syarat- Syarat... 33

3. Dampak Hukum... 36

BAB III GAMBARAN-GAMBARAN UMUM TENTANG WANITA KARIR... 39

A. Pengertian Wanita Karier... 39

B. Syarat- syarat Wanita Karier... 41

C. Faktor-faktor Pendorong Wanita Berkarier... 44

D. Dampak Wanita Karier... 45

BAB IV WANITA KARIER DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF... 51

A. Ketentuan Syariat Islam Tentang Iddah dan Ihdad Wanita Karier………. 51

B. Ketentuan Iddah dan Ihdad dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam... 52

(10)

x

BAB V PENUTUP... 60

A. Kesimpulan... 60

B. Saran-saran... 62

DAFTAR PUSTAKA... 63

(11)

11 A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia modern dewasa ini, Banyak kaum wanita

muslimah yang aktif di berbagai bidang, baik politik, sosial, budaya, ilmu

pengetahuan, olah raga, ketentaraan, maupun bidang bidang lainya. Boleh

dikata, hampir disetiap sektor kehidupan umat manusia, wanita muslimah

sudah terlibat; bukan hanya dalam pekerjaan-pekerjaan ringan, Tetapi juga

dalam pekerjaan-pekerjaan yang berat, seperti sopir taksi, Tukang parkir,

buruh bangunan, satpam, dan lain-lain. Dibidang olahraga, kaum wanita juga

tidak mau ketinggalan dari kaum pria.Bidang bidang olahraga keras yang

dulu dipandang hanya layak dilakukan oleh laki-laki, kini sudah banyak

diminati dan dilakukan oleh kaum wanita, seperti sepak bola, bina raga,

karate, bahkan tinju.

Wanita sebagai warga negara maupun sumber daya insani

mempunyai kedudukan hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama

dengan pria untuk berperan dalam pembangunan di segala bidang. Peranan

wanita sebagai mitra sejajar pria diwujudkan melalui peningkatan

kemandirian peran aktifnya dalam pembangunan, termasuk upaya

mewujudkan keluarga beriman dan bertaqwa, sehat, serta untuk

pengembangan anak, remaja dan pemuda. Untuk itu, dalam Program

Pembangunan Nasional (2000-2004) ditentukan Program Peningkatan

(12)

dan peranan perempuan sebagai individu,yaitu baik sebagai insan dan sumber

daya pembangunan, sebagai bagian dari keluarga yang merupakan basis

terbentuknya generasi sekarang dan masa mendatang, sebagai makhluk sosial

yang merupakan agen perubahan sosial di berbagai bidang kehidupan dan

pembangunan. Sasaran kinerja program ini adalah meningkatnya kualitas dan

peranan perempuan terutama di bidang hukum ekonomi, politik, pendidikan,

sosial, dan budaya.1

Islam, sebagai agama yang memberikan rahmat kepada penganut

Islam mengangkat derajat perempuan pada posisi yang tinggi. Semua

manusia dalam Islam, baik laki-laki ataupun perempuan mempunyai porsi

yang sama, dalam melakukan semua kegiatan yang bisa membuatnya lebih

beriman dan berbuat baik.

Batasan penangguhan waktu bagi seorang perempuan. Penangguhan

waktu itu bisa disebut dengan Iddah, sedangkan alasan penangguhan waktu

adalah berkabung atau yang disebut dengan Ihdad. Sebagaimana penjelasan

yang lalu, wanita diberikan porsi yang sama dalam menjalankan kehidupan

yang bertujuan untuk membuat dia lebih baik, dihadapan agama maupun

masyarakat. Salah satu dari sekian banyak kegiatan itu adalah wanita

dibolehkannya beraktifitas diluar lumah dengan izin wali atau dengan

kebutuhan mendesak, atau dengan istilah lain wanita karier.

Wanita karier adalah wanita sibuk, wanita kerja, yang waktunya diluar

rumah kadang-kadang lebih banyak dari pada di dalam rumah. Demi karier

1

(13)

dan prestasi, tidak sedikit wanita yang bekerja siang dan malam tanpa

mengenal lelah. “waktu adalah uang” merupakan motto mereka sehingga

waktu satu detik pun sangat berharga. Persaingan yang ketat antar sesamanya

dan rekan rekan antar sesamanya dan rekan rekan seprofesinya, memacu

mereka untuk bekerja keras. Mereka, mau tidak mau, harus mencurahkan

segenap kemampuan, pemikiran, waktu dan tenaga, demi keberhasilan dalam

keadaan demikian, jika wanita kerier tersebut seorang wanita muslimah yang

tiba tiba ditinggal mati oleh suaminya, aktivitasnya dihadapkan kepada

ketentuan agama yang disebut Iddah dan Ihdad.2

Masa Iddah atau masa tunggu atau masa berkabung di dalam UU. No. 1

Tahun 1974 dituangkan dalam pasal 11, dan kemudian lebih lanjut diatur

dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. (1) waktu tunggu bagi

seorang janda sebagai maksud dalam pasal 11 ayat (2) Undang-undang

ditentukan sebagai berikut:

1. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan

130 (seratus tiga puluh) hari.

2. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang

masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari

3. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan

hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.3

Masa berkabung bagi seorang isteri yang di tinggal mati suaminya,

masa tersebut adalah 4 bulan 10 hari disertai dengan larangan-larangannya,

2

Chuzaimah T. Yanggo, dan Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer ( Jakarta: Pt pustaka Firdaus, 2009), h. 11.

3

(14)

antara lain: bercelak mata, berhias diri, keluar rumah, kecuali dalam keadaan

terpaksa.”4 Sedangkan Ihdad (berkabung), menurut Ibnu Kasir berkata:”

Berkabung itu suatu ungkapan, yang intinya ialah: tidak berhias dengan

wangi-wangian dan tidak memakai pakaian dan perhiasan yang bisa menarik

laki-laki”. Dan berkabung ini wajib atas perempuan yang kematian seorang

suami.5 Kebutuhan manusia untuk bertahan hidup, dan tuntutan bagi seorang

wanita untuk mempertahankan keluarga setelah ia ditinggal wafat oleh suami.

Dengan melihat anjuran islam akan dibolehkannya wanita bekerja diluar

rumah, akan tetapi terdapatnya batasan-batasan yang sebagaian batasannya

terlihat memberatkan, sehingga seakan-akan dibutuhkan penjelasan dan

penjabaran bagaimana hubungan wanita karier dengan batasan Iddah dan

Ihdad.

Para fuqaha’ berbeda pendapat bahaw wanita yang sedng berihdad

dilarang memakai semua perhiasan yang dapat menarik perhatian laki-laki

kepadanya.seperti perhiasan, intan dan celak, kecuali hal-hal yang dianggap

bukan sebagai perhiasan. Dan dilarang pula memakai pakaian yang celup

dengan warna, kecuali warna hitam.6

4

Para fuqaha berpendapat bahwa wanita yang sedang berihdad dilarang memakai semua perhiasan yang dapat menarik perhatian laki laki kepadanya, seperti perhiasan intan dan celak, kecuali hal-hal yang dianggap bukan sebagai perhiasan dan dilarang pula memakai pakaian yang dicelup dengan warna, kecuali warna hitam. Imam Malik tidak memakruhkan memakai celak karena terpaksa (karena sakit mata, misalnya) lihat Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap ( Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 342.

5

Ammal Hamidy dan Imron A. Manan, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash- Shabuni, (Surabaya Jl. Rungkut Industri,2003), h .306.

6

(15)

Wanita yang ditinggal mati suaminya, mereka tidak menerima nafakah,

sedangkan mereka butuh nafkah untuk hidup. Sehingga harus keluar rumah di

waktu siang untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, dia juga harus tinggal

di rumah yang ditempatinya saat terjadi perceraian. Jika haknya di dalam

rumah suami yang telah meninggal tidak terpenuhi atau ahli waris suami

tidak memberi haknya tersebut maka dia boleh pindah, karena ada alasan.

Tinggal di rumahnya adalah ibadah sedangkan ibadah gugur karena alasan

yang dibenarkan.7

Kenyataan yang ada adalah kepedulian sebagian masyarakat dalam

menyikapi batasan yang ditentukan oleh agama, sehinga terdorong untuk

membahas tentang hubungan Iddah dan Ihdad bagi wanita karier, karena

sebelah pihak terlihat ketidak adilan bagi seorang wanita, dengan jarak yang

begitu lama sehingga menjadi alasan untuk melanggar peraturan agama itu

sendiri.

Dari beberapa latar belakang masalah diatas, maka penulis akan

berusaha mencoba membahas permasalahan yang menjadi latar belakang

penulis adalah mengapa masa bergabung istri yang kematian suaminya

selama masa iddah 4 bulan 10 hari? yang semoga bisa membantu terutama

bagi penulis senidiri dalam menyelesaikan masa pendidikan penulis dalam

setara S1. Oleh sebab itu penulis memberikan judul untuk penelitian ini

7

(16)

dengan judul: “IDDAH DAN IHDAD WANITA KARIER” (Persepektif Hukum Islam Dan Hukum Positif)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang membahas tentang wanita karir ini mempunyai

ruang lingkup yang sangat luas seperti masalah pro dan kontrak iddah dan

ihdad wanita karir. Dengan melihat Apakah adanya keseimbangan iddah dan

ihdad wanita karir yang telah ditentukan dalam hukum islam dan hukum

posititf.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempfokuskan pada studi iddah

dan ihdad wanita karir dengan harapan dapat menemukan penyelesain.

Penelitian ini diharapkan bisa dikaji dan diaplikasikan dalam realitas sosial.

2. Perumusan Masalah

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas maka merumuskan permasalah

sebagai berikut:

a. Bagaimana ketentuan Iddah dan Ihdad dalam Undang-undang No.

1tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam?

b. Bagaimana elastisitas ketentuan syariat islam tentang pelaksanaan

Iddah dan Ihdad wanita karier?

(17)

a. Untuk menjelaskan pandangan hukum positif terhadap Iddah dan

Ihdad wanita karier.

b. Untuk Menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap Iddah dan Ihdad

wanita karier.

2. Kegunaan Penelitian

Bertitik tolak dari perumusan masalah-masalah di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan dan mencari

jawaban atas masalah masalah tersebut dengan upaya sebagai berikut:

a. Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu karya tulis

ilmiyah yang dapat menambah khazanah keilmuan khususnya di

bidang ilmu hukum Keluarga dan umumnya pada ilmu pengetahuan.

b. Secara Praktis

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas khususnya

kepada masyarakat yang awam terhadap ilmu pengetahuan, dalam

bersikap dan bertindak mengenai larangan Iddah dan Ihdad bagi

wanita karier sesuai dengan hukum Islam.

D. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan studi kepustakaan (library research) yang penulis lakukan

di Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Utama, maka terdapat beberapa

literatur tesis dan skripsi yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan,

(18)

1. Tesis, Aida Humaira, NIM: 03.2.00.1.01.01.0016 2005. Konsep Nafkah

Dalam Hukum Islam (Analisa Atas Nafkah Keluarga Dari Isteri Karier).

Mahasiswa Pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah JakartacKonsentrasi

Syariah. Pada tesis ini, mengungkapkan secara mendalam pendapat atau

pandangan para ulama muslim tentang hukum nafkah dari wanita karir

dan mengetengahkan pendapat-pendapat yang objektif menegnai wanita

karir dari sudut pandangan syariat islam untuk menghindari interpensi

yang kaku terhadap teks-teks keagamaan serta mengetahui

implikasi-implikasi sosial yang muncul akibat pemberian nafkah dari wanita karir.

2. Skripsi, Arofatul Inayah, NIM: 102044124993 2006. “ Problematika

Pernikahan Wanita Karier Dan Pengaruh Terhadap Pembentukan

Keluarga Sakinah”. Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Program

Studi Peradilan Agama. Berdasarkan hasil penelitian, skripsi ini

menyatakan bahwa pada umumnya wanita yang memilih untuk

berkerja/berkarir adalah karena adanya alasan-alasan tertentu, antara lain

yang menjadi faktor adalah masalah ekonomi. Selama wanita tersebut

dapat/sanggup untuk menjalankan fungsi ganda (sebagai ibu dan karirnya)

maka kerukunan rumah tangganya akan dapat dipertahankan. Sebaliknya

jika dia tidak sanggup untuk melaksanakan fungsi gandanya, maka tentu

akan ber akiabat tidak baik bagi kelangsungan rumah tangganya.

3. Skripsi, Heni “Dilema Peraktek Ihdad( Studi Sosiologi Hukum Pada

Masyarakat Kebayoran Lama)”, Nim: 106043201334, 2010. Mahasiswa

(19)

ini, mendasarkan bagaimana tanggapan masyarakat tehadap hukum ihdad

dari segi pesikologi. Bangaimana masyarakat menanggapi semua

ketentuan-ketentuan yang ada dalam ihdad, terutama pada masyarakat

kebayoran lama. Dari pada itu, penelitian ini memberikan titik fukos pada

tanggapan masyarakat terhadap diadakannya hukum ihdad di masyarakat

kebayoran lama.

Menurut penulis, kajian-kajian diatas (tesis dan skripsi) hanya

membahas tentang hakikat wanita karir, nafkah wanita karir, pernikahan

wanita karir, serta dilema praktik ihdad pada masyarakat. Kajian skripsi ini

berusaha melengkapi kajian-kajian yang telah ada dan membahas sisi-sisi

lainnya yang belum disentuh dengan mengupas secara menyeluruh mengenai

ihdad wanita karir yang terdapat dalam hukum islam, baik ihdad yang

ditinggal mati suaminya maupun ihdad wanita hamil.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh penyusun untuk

menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah.8Untuk

memperoleh bahan yang di perlukan di dalam penulisan skripsi ini, penulis

mempergunakan metode kepustakaan atau library research yaitu dengan cara

membaca, mempelajari buku-buku yang mempunyai kaitan dengan masalah

yang menjadi bahasan serta di dukung dengan wawancara di masyarakat,

dengan demikian penggunaan metode pembahasan bagi suatu penulisan

8

(20)

marupakan suatu hal yang menentukan bermutu atau tidaknya dari penulisan

yang bersangkutan. Metode yang akan digunakan adalah memperoleh data

yang valid dan akurat. Penelitian ini meliputi beberapa hal

1. Sumber Data

Untuk sumber data, penulis menggunakan data yang diambil dari

bahan-bahan pustaka yang diperoleh buku-buku, kitab-kitab yang berhubungan

dengan permasalahan ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka menyusun dan mengumpul bahan bagi skripsi ini,

penulis menggunakan satu macam teknis pengumpulan data yaitu melalui

penelitian kepustakaan (Library Research). (Library Research) Penulis

menggunakan buku-buku yang relevan, yang sesuai degan judul skripsi

ini.

3. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul dan mengidentasikan semua data,

penulis mulai mengolah data yang ada dimana semua data yang

terkumpul dianalisis dan menghasilkan pemaparan serta gambaran yang

bersifat pengamatan awal hingga akhir.

4. Metode Penulisan

Sedangkan dalam teknik penulisan, penulis berpandukan pada

buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah

(21)

F. Sistimatika Penulisan

Untuk mempermudah proses penelitian ini, penulis menguraikan beberapa

hal sitimatika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Dalam hal ini penulis mengetengahkan gambaran

pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan, Tujuan dan Kegunaan, Review

studi terdahulu, Metodologi Penelitian dan Sistematika

penulisan.

BAB II : Bab ini dapat dilihat sekilas pandang tentang, pengertian Iddah dan Ihdad, syarat-syarat Iddah dan Ihdad, dan

dampak hukum Iddah dan Ihdad.

BAB III : Pada bab seterusnya penulis menguraikan pembahasan umum mengenai pengertian wanita karier, syarat-syarat

wanita karier, faktor-faktor pendorong wanita berkarier,

dan dampak wanita karier

BAB IV : Manakala dalam bab ini penulis menerangkan problematika Iddah dan Ihdad Wanita Karier Dalam

Pandangan Hukum Islam Dan Hukum Positif, Ketentuan

syariat Islam tentang iddah Wanita Karier, Analisis Iddah

dan Ihdad wanita karier dalam hukum Islam dan hukum

(22)

BAB V : Pada Bab yang terakhir ini merupakan bagian dari penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran yang

(23)

23

IDDAH DAN IHDAD WANITA KARIER

A.Tinjaun Umum Tentang Iddah 1. Pengertian Iddah

Menurut bahasa kata Iddah berasal dari kata al-‘adad. Sedangkan

kata al-‘adad merupakan bentuk masdar dari kata kerja‘adda-ya฀uddu yang

berarti menghitung. Kata al-‘adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang

dihitung dan jumlahnya. Adapun bentuk jama dari kata ‘adad adalah

al-a’dad begitu pula bentuk jama dari kata ‘Iddah adalah al-‘idad. Secara

(etimologi) berarti:“menghitung” atau “hitungan”. Kata ini digunakan untuk

maksud Iddah karena masa itu si perempuan yang beriddah menunggu

berlakunya waktu.9

Pengertian Iddah secara istilah, para ulama banyak memberikan

pengertian yang beragam, seperti Muhammad al-Jaziri memberikan

pengertian bahwa iddah merupakan masa tunggu seorang perempuan yang

tidak hanya didasarkan pada masa haid atau sucinya tetapi kadang-kadang

juga didasarkan pada bilangan bulan atau dengan melahirkan dan selama

masa tersebut seorang perempuan dilarang untuk menikah dengan laki-laki.10

Pengertian yang tidak terlalu berbeda, juga diungkapkan oleh Sayyid Sabiq

9

Amir Syarifuddin, HukumPerkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 303.

10

(24)

bahwa ‘Iddah merupakan sebuah nama bagi masa lamanya perempuan (isteri)

menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya atau setelah

pisah dari suaminya. Kedua pengertian ulama ini sedikit beriringan yang

menekankan pada masa menunggu dan ketentuan untuk menikah dalam masa

tunggu tersebut.11 Selain kedua pendapat diatas juga ada sebuah pendapat

bahwa Iddah merupakan Abu Yahya Zakariyya al-Ansari memberikan

definisi ‘Iddah sebagai masa tunggu seorang perempuan untuk mengetahui

kesucian rahim atau untuk ta’abbud (beribadah) atau untuk tafajju’ (bela

sungkawa) terhadap suaminya.12

Dari definisi diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa pada masa

tunggu yang ditetapkan bagi perempuan setelah kematian suami atau putus

perkawinan baik berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan atau dengan

melahirkan untuk mengetahui kesucian rahim, beribadah (ta’abbud) maupun

bela sungkawa atas suaminya, Selama masa tersebut perempuan (isteri)

dilarang menikah dengan laki- laki lain.

2. Dasar hukum dan macam-macam Iddah Secara umum, pembagian iddah sebagai berikut:

a. ‘Iddah seorang isteri yang masih mengalami haid yaitu dengan tiga kali

Haid

b. Iddah seorang isteri yang sudah tidak haid (menopause) yaitu tiga bulan:

11

As-Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, II (Jakarta:PT Pena Pundi Aksara), h. 196.

12

(25)

1) Iddah seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat

bulan sepuluh hari jika ia tidak dalam keadaan hamil.

2) Iddah seorang isteri yang hamil yaitu sampai melahirkan Dari

keempat bagian itu jika diperincikan terbagi menjadi:

a) Iddah berdasarkan haid

Apabila terjadi putus perkawinan disebabkan karena talaq,

baik raj’i maupun ba’in, baik ba’in sughra maupun kubra atau

karena fasakh seperti murtadnya suami atau khiyar bulug dari

perempuan sedangkan isteri masih mengalami haid maka

‘Iddahnya dengan tiga kali haid. Sekalipun ketentuan ini harus

memenuhi syarat.13 Selain itu ada pula ketentuan bahwa iddah

berdasarkan haid juga berkaitan dengan isteri yang ditinggal

mati oleh suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dalam

dua keadaan. Pertama, apabila ia dicampuri secara syubhat dan

sebelum putus perkawinannya suaminya meninggal maka ia

wajib beriddah berdasarkan haid. Kedua, apabila akadnya fasid

dan suaminya meninggal maka ia ber’iddah dengan

berdasarkan haid tidak dengan empat bulan sepuluh hari yang

13

Syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

a. Isteri yang merdeka, sedangkan bagi isteri yang hamba sahaya ‘iddahnya selesai dengan dua kali haid.

b. Isteri tersebut dalam keadaan tidak hamil. Sedangkan apabila ia hamil ‘iddahnya selesai sampai ia melahirkan.

c. Isteri tersebut telah dicampuri secara hakiki berdasarkan akad yang shahih. Ulama Hanafiyyah, Hanabilah, dan Khulafa ar-Rasyidun berpendapat bahwa khalwat berdasarkan akad yang sahih dianggap dukhul yang mewajibkan ‘iddah. Sedangkan ulama Syafi฀iyyah dalam mazhab yang baru (qaul al-jadid) berpendapat bahwa khalwat tidak mewajibkan ‘iddah.

(26)

merupakan ‘Iddah atas kematian suami karena hikmah ‘Iddah

di sini adalah untuk mengetahui kebersihan rahim dan tidak

untuk berduka terhadap suami karena dalam hal mencampuri

secara syubhat tidak ada suami dan dalam akad yang fasid

tidak ada suami secara syar฀i maka tidak wajib berduka atas

suami.

b) Iddah berdasarkan bilangan bulan

Apabila perempuan (istri) merdeka dalam keadaan tidak hamil

dan telah dicampuri baik secara hakiki atau hukmi dalam

bentuk perkawinan sahih dan dia tidak mengalami haid karena

sebab apapun baik karena dia masih belum dewasa atau sudah

dewasa tetapi telah menopause yaitu sekitar umur 55 tahun

atau telah mencapai umur 15 tahun dan belum haid kemudian

putus perkawinan antara dia dengan suaminya karena talak,

atau fasakh atau berdasarkan sebab-sebab yang lain maka

‘Iddahnya adalah tiga bulan penuh berdasarkan firman Allah

dalam Surat at-Talaq (65): 4.

                            

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi

(27)

iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah,

niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam

urusannya”. (Q.S. At-thalak: 4).

Dalam hal ini bagi perempuan yang ditinggal mati oleh

suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dan masih

mengalami haid Iddahnya empat bulan sepuluh hari berdasarkan

firman Allah dalam Surat al-Baqarah (2) : 234.

                         

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu

dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka[147] menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”. (Q.S.Al-Baqarah: 234)

c) Iddah berdasarkan meninggalnya suami

Dalam poin ini, terbagi menjadi dua bagian, diantaranya;

Pertama, isteri yang tidak dalam keadaan hamil ‘Iddahnya

adalah empat bulan sepuluh hari berdasarkan Surat al-Baqarah

(2) : 234.

(28)

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka[147] menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”. (Q.S.Al-Baqarah: 234)

Dalam hal ini tidak ada perbedaan baik isteri masih kecil

atau sudah dewasa, muslim atau kitabiyah begitu pula apakah

sudah melakukan hubungan atau belum karena ‘Iddah dalam

kondisi seperti ini adalah untuk menunjukkan kesedihan dan

rasa belas kasih atas kematian suami sehingga disyaratkan

bahwa akadnya sahih, jika akadnya fasid maka ‘Iddahnya

dengan haid karena untuk mengetahui kebersihan rahim.

Semua ketentuan ini adalah bagi isteri yang merdeka

sementara jika isteri adalah hamba sahaya dan hamil maka

„Iddahnya sama dengan isteri yang merdeka yaitu sampai

melahirkan dan jika tidak hamil dan masih mengalami haid

‘Iddahnya adalah dua kali haid. Kedua, apabila isteri dalam

keadaan hamil ‘Iddahnya sampai melahirkan

d) Iddah bagi perempuan yang belum di dukhul

Adapun jika putusnya perkawinan terjadi sebelum dukhul

(hubungan seks) apabila disebabkan oleh kematian suami

maka wajib bagi isteri untuk beriddah sebagaimana telah

(29)

disebabkan karena talaq atau fasakh maka tidak ada kewajiban

‘Iddah bagi isteri. Jika nikahnya berdasarkan akad sahih tidak

disyaratkan adanya hubungan seks (dukhul) hakiki akan tetapi

adanya khalwat shahih sudah mewajibkan untuk ber’iddah

sebaliknya jika berdasarkan akad fasid maka tidak wajib

ber’Iddah kecuali telah terjadi dukhul hakiki (hubungan seks).

Dan tidak ada kewaj iban ‘iddah bagi isteri yang dicerai

sebelum dicampuri (qabla ad-dukhul) berdasarkan firman

Allah dalam Surat al-Ahzab (33) : 49

                      

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu

menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya”. (Q.S al-Ahzab (33) : 49)

3. Manfaat dan Hikmah Iddah

Dalam pensyari'atan Iddah ada beberapa hikmah, yaitu untuk:

a. mengetahui kekosongan rahim dari janin untuk menghindari

percampuran dua sperma dari dua lelaki atau lebih di dalam satu rahim

yang akan berakibat percampuran nasab dan mengacaukannya, dampak

demikian termasuk kerusakan yang tidak dikehendaki oleh syari'at

(30)

b. mengagungkan nilai akad nikah serta mengangkat derajatnya dan

menampakkan kemuliaannya,

c. memperpanjang waktu rujuk bagi suami yang mentalaknya, karena

boleh jadi suaminya menyesal dan ingin kembali kepadanya, karena

itulah disediakan waktu yang cukup memungkinkan bagi suami untuk

rujuk,

d. memenuhi hak suami dan menampakkan pengaruh kesendiriaannya

tanpa didampingi suami yaitu berupa larangan bagi si istri untuk

bersolek, karena itulah disyari'atkan berkabung atas kematian suami

lebih lama dari berkabung atas kematian orangtua maupun anaknya,

e. bersikap hati-hati untuk menjaga hak suami, kemaslahatan istri itu

sendiri, hak anak dan hak Allah, karena dalam beriddah itu ada 4

macam hak.Allah swt mendudukkan status kematian itu sebagai :

1) batas akhir pemenuhan suatu perjanjian yakni akad nikah yang

batas akhirnya adalah wafat

2) batas akhir penyempurnaan mahar yang terhutang,

3) batas akhir keharaman anak tiri menurut pendapat sebagian

shahabat dan tabi'in seperti Zaid bin Tsabit dan Imam Ahmad bin

Hanbal dalam salah satu dari dua riwayatnya, karena maksud

beriddah itu tidak semata-mata kekosongan rahim dari janin, tetapi

kekosongan rahim itu sendiri merupakan bagian dari maksud serta

(31)

Menurut pendapat Imam Nawawi, hikmah bisa dilihat dari kata

Iddah yang bentuk jamaknya adalah 'adad biasanya berarti

penghitungan masa suci/haidl atau penghitungan bulan. Iddah dalam

pengertian syara' adalah suatu nama untuk waktu tunggu bagi seorang

janda untuk mengetahui kekosongan rahimnya dari janin atau untuk

semata-mata melaksanakan kegiatan ibadah yang diperintahkan oleh

Allah s.w.t. atau untuk berdukacita atas kematian suaminya, Istilah

iddah itu bersumber dari ayat AlQuran dan Hadits Nabi, kemudian

menjadi Ijma' Ulama. Iddah disyari'atkan untuk:

a. menjaga & memelihara keturunan dari kekacauan nasab,

b. menjaga hak suami-istri, anak serta calon suami berikutnya.

Maksud utama dalam beriddah adalah semata-mata faktor

'ubudiyahnya berdasarkan dalil bahwa janda itu tidak berakhir

iddahnya dengan 1x quru' walau rahimnya telah bersih dari janin

dengan 1x quru' tersebut.

B.Tinjaun Umum Tentang Ihdad 1. Pengertian Ihdad

` Menurut Abu Yahya Zakaria al-Anshary, Ihdad berasal dari kata

ahadda, dan kadang-kadang bisa juga disebut al-Hidad yang diambil dari kata

hadda. Secara etimologis (lughawi) ihdad berartial-Man’u(cegahan atau

larangan). Berdeda dengan Abdul Mujieb yang menjelaskan dengan gamblang

bahwa Ihdad adalah masa berkabung bagi seorang isteri yang ditinggal mati

(32)

larangan-larangannya, antara lain: bercelak mata, berhias diri, keluar rumah,

kecuali dalam keadaan terpaksa.14

Jika dilacak menggunakan pendapat para ulama yang terdapat pada

karya-karya mereka Ihdad adalah menampakkan kesedihan. Adapun Ihdad

secara terminologi adalah antisipasi seorang perempuan dari berhias dan

termasuk di dalam pengertian tersebut adalah masa tertentu atau khusus dalam

kondisi tertentu, dan yang demikian adalah Ihdad atau tercegahnya seorang

perempuan untuk tinggal pada suatu tempat kecuali tempat tinggalnya sendiri.

Para ulama banyak meberikan penjelasan tentang ihdad. Sayyid Abu

Bakar al-Dimyati, definisi Ihdad adalah:”Menahan diri dari bersolek/berhias

pada badan. Dengan ungkapan yang berbeda, Wahbah al-Zuhaili memberikan

definisi tentang makna ihdad: ”Ihdad ialah meninggalkan harum haruman,

perhiasan, celak mata dan minyak, baik minyak yang mengharumkan maupun

yang tidak”.15Lebih mendalam Abdul Rahman Ghozali menjelaskan bahwa

Masatersebutadalah 4 bulan 10 hari, denganlarangan-larangannya, antara lain:

bercelakmata, berhiasdiri, keluar rumah kecuali dengan keadaan terpaksa”.16

Dari kedua pendapat diatas jika dilihat dengan teliti mendekati

pengertian yang diungkapkan oleh Ali al-Salusi, bahwa ihdad secara etimologi

adalah mencegah, dan diantara pencegahan tersebut adalah pencegahan

seorang perempuan dari bersolek, dan termasuk dalam kategori makna Ihdad

secara bahasa adalah menjelaskan kesedihan, adapun Ihdad menurut

14

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 342.

15

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 343.

16

(33)

terminologi adalah pencegahan atau menjaganya seorang perempuan dari

bersolek dan termasuk dalam makna ihdad adalah suatu masa tertentu di antara

masa-masa yang di khususkan, begitu juga di antara makna Ihdad adalah

mencegahnya seorang perempuan dari tempat tinggalnya yang bukan tempat

tinggalnya.17

2. Syarat Ihdad

Mengenai pembahasan tentang syarat Ihdad adalah membicarakan

tentang siapa saja yang diberikan kewajiban untuk melakukan Ihdad. Dalam

masalah ini landasan para ulama adalah: Hadits Nabi S.A.W:

ُﺔَﺒْﻌُﺷ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ٍﺮَﻔْﻌَﺟ ُﻦْﺑ ُﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ﻰﱠﻨَﺜُﻤْﻟا ُﻦْﺑ ُﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ َﺖْﻨِﺑ َﺐَﻨْﯾَز ُﺖْﻌِﻤَﺳ َلﺎَﻗ ٍﻊِﻓﺎَﻧ ِﻦْﺑ ِﺪْﯿَﻤُﺣ ْﻦَﻋ ﺎَﻤﱠﻧِإ ْﺖَﻟﺎَﻗَو ﺎَﮭْﯿَﻋاَرِﺬِﺑ ُﮫْﺘَﺤَﺴَﻤَﻓ ٍةَﺮْﻔُﺼِﺑ ْﺖَﻋَﺪَﻓ َﺔَﺒﯿِﺒَﺣ ﱢمُﺄِﻟ ٌﻢﯿِﻤَﺣ َﻲﱢﻓُﻮُﺗ ْﺖَﻟﺎَﻗ َﺔَﻤَﻠَﺳ ﱢمُأ ﻲﱢﻧَﺄِﻟ اَﺬَھ ُﻊَﻨْﺻَأ ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﮫﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ِﮫﱠﻠﻟا َلﻮُﺳَر ُﺖْﻌِﻤَﺳ َقْﻮَﻓ ﱠﺪِﺤُﺗ ْنَأ ِﺮِﺧﺂْﻟا ِمْﻮَﯿْﻟاَو ِﮫﱠﻠﻟﺎِﺑ ُﻦِﻣْﺆُﺗ ٍةَأَﺮْﻣﺎِﻟ ﱡﻞِﺤَﯾ ﺎَﻟ ُلﻮُﻘَﯾ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﺒﱠﻨﻟا ِجْوَز َﺐَﻨْﯾَز ْﻦَﻋَو ﺎَﮭﱢﻣُأ ْﻦَﻋ ُﺐَﻨْﯾَز ُﮫْﺘَﺛﱠﺪَﺣَو اًﺮْﺸَﻋَو ٍﺮُﮭْﺷَأ َﺔَﻌَﺑْرَأ ٍجْوَز ﻰَﻠَﻋ ﺎﱠﻟِإ ٍثﺎَﻠَﺛ ُﮫﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ﱢﻲ ِﮫْﯿَﻠَﻋ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﮫﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ﱢﻲِﺒﱠﻨﻟا ِجاَوْزَأ ِﺾْﻌَﺑ ْﻦِﻣ ٍةَأَﺮْﻣا ْﻦَﻋ ْوَأ َﻢﱠﻠَﺳَو

Artinya: “Menceritakan padaku Muhammad bin al-Mutsanna menceritakan padaku Ja’far, menceritakan padaku Syu’bah dari Humaid bin Nafi’ berkata aku mendengarkan Zainab binti Umm Salamah berkata Hamim (saudara laki-lakinya) meninggalkan Ummi Habibah, kemudian Umi

Habibah memakai wangi-wangian berwarna kuning, kemudian

mengusapnya dengan dua tangannya, dan Ummi Habibah berkata sesungguhnya aku memakai wangi-wangian ini karena aku mendengarkan Rasulullah S.A.W bersabda “Tidak boleh seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung untuk orang mati kecuali untuk suaminya selama empat bulan sepuluh hari. Dan Ummi Habibah memberitahukan tentang ibunya dan tentang Zainab isteri Rasulullah, yang menjadi bagian isteri Rasul”.18

Para ulama Madzhab sepakat atas wajibnya perempuan yang

ditinggal mati suaminya untuk melakukan Ihdad (berkabung), baik

17

Ali al-Salusi (guru besar kulliyyah al-Syari’ah wa al-Ushul Universitas Qatar), Mausu’ah alqadzaya al-Fiqhiyyah al-Mu’asharah, Maktabah Syamilah, (Maktabah Dar al-Qur’an Qatar, Cet 7, Juz II, 2002), h. 72.

18

(34)

perempuan itu sudah lanjut usia maupun masih kecil, muslimah maupun

non-muslimah, kecuali Hanafi. Madzhab ini mengatakan bahwa, perempuan

dzimmi, dan yang masih kecil tidak harus menjalani Ihdad. Sebab mereka

berdua adalah orang-orang yang tidak dikenai kewajiban (ghair mukallaf).19

Pada kesempatan lain, Imam Syafi’i di dalam kitabnyaal-Umm

mengatakan: “Allah Swt. Memang tidak menyebutkan Ihdad di dalam al-

Qur’an, namun ketika Rasullah Saw memerintahkan wanita yang ditingal

mati oleh suaminya untuk berihdad, maka hukum tersebut sama dengan

kewajiban yang ditetapkan oleh Allah Swt. Di dalam kitabnya, dengan kata

lain, kekuatan hukum yang ditetapkan berdasar hadits Rasullah Saw sama

dengan kekuatan hukum yang ditetapkan berdasar al-Qur’an. Pendapat

diatas diikuti atau dikutip oleh Chuzaimah.20 Pengkajian hukum Islam

semakin berkembang, dengan buktinya adanya pembahasan yang

mengatakan bahwa ihdad juga hendaknya dilakukan oleh seorang suami

yang telah ditinggal meninggal oleh istrinya. Kajian demikian adalah

berupa kajian yang mengusung kesetaraan tentang sikap dan persamaan.

Indonesia adalah salah satu negara yang memberikan perhatian khusus

dengan ditemukannya peraturan tersebut; diantaranya:

a. Isteri yang ditinggal mati oleh suami, wajib melaksanakan masa

berkabung selama masa Iddah sebagai tanda turut berduka cita, dan

sekaligus menjaga timbulnya fitnah. Artinya, masa berkabung yang

19

Muhammad Jawwad Muhgniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2007), h. 471.

20

(35)

dimaksudkan KHI dalam Pasal 170, adalah sebagai masa tunggu, di

mana seorang perempuan dalam konteks ini adalah isteri, boleh

menikah lagi atau dalam bahasa hukum Islam biasa disebut dengan

Iddah yang memiliki konsekuensi untuk melakukan Ihdad, yakni masa

menunggu di mana seorang tidak diperbolehkan berhias dengan tujuan

untuk menghindari fitnah dan pernyataan KHI tersebut terdapat pada

ayat Al-Qur’an serta hadits Nabi yang menyatakan masa empat bulan

sepuluh hari sebagai masa berkabung dan berikut pernyataan KHI

dalam Pasal 170, Bab XIX, 102 dalam poin berikutnya:

b. Suami yang ditinggal mati oleh istrinya, melakukan masa berkabung

menurut kepatutan. Dari teksini pula, dapat dipahami bahwa antara

laki-laki dan perempuan memiliki nilai atau porsi yang sama di mata

hukum. Pernyataan tersebut sekaligus menunjukkan keumuman

disyari’atkannya melakukan masa berkabung dan bukan hanya

perempuan yang harus melakukan masa ber-Ihdad atau dengan istilah

masa berkabung. Adapun masa Iddah tidak dinyatakan sama dengan

Ihdad dalam hal keumumannya, karena berbeda dengan Ihdad, Iddah

dalam pensyari’atanya dimaksudkan untuk mengetahui kebersihan

sedangkan Ihdad adalah sebagai penghormatan seorang terhadap

pasangannya yang telah meninggal, dan sebagai pencegah dari fitnah.

Dua poin diatas, menggambarkan bahwa seorang laki-laki juga

(36)

suaminya meninggal. Akan tetapi penulis tidak akan panjang lebar tentang

ihdad bagi laki-laki, karena pada intinya ihdad diberikan kepada perempuan

yang dengan itu bisa memberikan imbas positif bagi perempuan itu sendiri,

karena tidak bisa dipungkiri bahwa penetapan Hukum Islam adalah

memberikan kemaslahatan bagi penerima hukum itu sendiri. Kesimpulan ini

penulis ambil dari berbagai pendapat para ulamadiantaranya, SayyidSabiq,21

Sayyid Abu Bakar al- Dimyathy,22 dan Dr. Wahbah al-Zuhaili.

3. Dampak Hukum

Para fuqaha berpendapat bahwa perempuan yang sedang ber-Ihdad

dilarang memakai semua perhiasan, sebagaimana hadis Nabi:

ْﺖَﻟﺎَﻗ َﺔﱠﯿِﻄَﻋ ﱢمُأ ْﻦَﻋ َﺔَﺼْﻔَﺣ ْﻦَﻋ ُبﻮﱡﯾَأ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ٌدﺎﱠﻤَﺣ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ ﱡﻲِﻧاَﺮْھﱠﺰﻟا ِﻊﯿِﺑﱠﺮﻟا ﻮُﺑَأ ﻲِﻨَﺛﱠﺪَﺣ ﱠﺪِﺤُﻧ ْنَأ ﻰَﮭْﻨُﻧ ﺎﱠﻨُﻛ

َز ﻰَﻠَﻋ ﺎﱠﻟِإ ٍثﺎَﻠَﺛ َقْﻮَﻓ ٍﺖﱢﯿَﻣ ﻰَﻠَﻋ ﺎًﻏﻮُﺒْﺼَﻣ ﺎًﺑْﻮَﺛ ُﺲَﺒْﻠَﻧ ﺎَﻟَو ُﺐﱠﯿَﻄَﺘَﻧ ﺎَﻟَو ُﻞِﺤَﺘْﻜَﻧ ﺎَﻟَو اًﺮْﺸَﻋَو ٍﺮُﮭْﺷَأ َﺔَﻌَﺑْرَأ ٍجْو

ٍرﺎَﻔْﻇَأَو ٍﻂْﺴُﻗ ْﻦِﻣ ٍةَﺬْﺒُﻧ ﻲِﻓ ﺎَﮭِﻀﯿِﺤَﻣ ْﻦِﻣ ﺎَﻧاَﺪْﺣِإ ْﺖَﻠَﺴَﺘْﻏا اَذِإ ﺎَھِﺮْﮭُﻃ ﻲِﻓ ِةَأْﺮَﻤْﻠِﻟ َﺺﱢﺧُر ْﺪَﻗَو

Artinya: “Kami melarang wanita yg melakukan ihdad karena kematian

seseorang lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari, & kami melarangnya untuk bercelak, memakai minyak wangi, memakai pakaian berwarna warni, & diperbolehkan bagi seorang wanita memakai qusth & adzfar jika telah bersuci dari masa haidlnya.” [HR. Muslim No.2740].

21

Beliau mengungkapkan Sayyid Sabiq juga tegas mengatakan, wanita yang ditinggal mati oleh suaminya wajib berihdad selama masa iddah, yaitu empat bulan sepuluh hari. Dalil yang digunakan oleh Sayyid Sabiq ialah hadits riwayat jamaah selain Turmudzi, dari IbnuAthiyah. Nabi Muhammad Saw. Bersadda:“Seorang wanita tidak boleh berihdad karena kematian lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suami, maka ia berihdad selama empat bulan sepuluh hari. Janganlah wanita itu memakai pakaian berwarna, kecuali baju lurik, jangan menggunakan celak mata dan memakai harum-haruman, jangan memakai inai.”

22

(37)

yang dapat menarik perhatian laki-laki kepadanya, seperti

perhiasan intan dan celak, kecuali hal-hal yangdianggap bukan sebagai

perhiasan dan dilarang pula memakai pakaianyang dicelup warna, kecuali

warna hitam. Imam Malik tidak memakruhkan memakai celak karena

terpaksa (karena sakit, misalnya).23

َأَﺮْﻣا ْتَءﺎَﺟ ُلﻮُﻘَﺗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﮫﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ﱢﻲِﺒﱠﻨﻟا َجْوَز َﺔَﻤَﻠَﺳ ﱠمُأ ﻲﱢﻣُأ ُﺖْﻌِﻤَﺳَو ُﺐَﻨْﯾَز ْﺖَﻟﺎَﻗ ِلﻮُﺳَر ﻰَﻟِإ ٌة ْﻨَﻋ َﻲﱢﻓُﻮُﺗ ﻲِﺘَﻨْﺑا ﱠنِإ ِﮫﱠﻠﻟا َلﻮُﺳَر ﺎَﯾ ْﺖَﻟﺎَﻘَﻓ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﮫﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ِﮫﱠﻠﻟا ﺎَﮭْﯿَﻨْﯿَﻋ ْﺖَﻜَﺘْﺷا ْﺪَﻗَو ﺎَﮭُﺟْوَز ﺎَﮭ ُلﻮُﻘَﯾ َﻚِﻟَذ ﱡﻞُﻛ ﺎًﺛﺎَﻠَﺛ ْوَأ ِﻦْﯿَﺗﱠﺮَﻣ ﺎَﻟ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﮫﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ِﮫﱠﻠﻟا ُلﻮُﺳَر َلﺎَﻘَﻓ ﺎَﻤُﮭُﻠُﺤْﻜَﺘَﻓَأ َﻲِھ ﺎَﻤﱠﻧِإ َلﺎَﻗ ﱠﻢُﺛ ﺎَﻟ } اًﺮْﺸَﻋَو ٍﺮُﮭْﺷَأ َﺔَﻌَﺑْرَأ { َﺪْﺣِإ ْﺖَﻧﺎَﻛ ْﺪَﻗَو ُﺪْﯿَﻤُﺣ َلﺎَﻗ ِلْﻮَﺤْﻟا ِسْأَر ﻰَﻠَﻋ ِةَﺮْﻌَﺒْﻟﺎِﺑ ﻲِﻣْﺮَﺗ ِﺔﱠﯿِﻠِھﺎَﺠْﻟا ﻲِﻓ ﱠﻦُﻛا ِإ ُةَأْﺮَﻤْﻟا ْﺖَﻧﺎَﻛ ُﺐَﻨْﯾَز ْﺖَﻟﺎَﻘَﻓ ِلْﻮَﺤْﻟا ِسْأَر ﻰَﻠَﻋ ِةَﺮْﻌَﺒْﻟﺎِﺑ ﻲِﻣْﺮَﺗ ﺎَﻣَو َﺐَﻨْﯾَﺰِﻟ ُﺖْﻠُﻘَﻓ ٍﻊِﻓﺎَﻧ ُﻦْﺑ ﺎَﮭْﻨَﻋ َﻲﱢﻓُﻮُﺗ اَذ ْﻔِﺣ ْﺖَﻠَﺧَد ﺎَﮭُﺟْوَز ٍﺔﱠﺑاَﺪِﺑ ﻰَﺗْﺆُﺗ ﱠﻢُﺛ ٌﺔَﻨَﺳ ﺎَﮭِﺑ ﱠﺮُﻤَﺗ ﻰﱠﺘَﺣ ﺎًﺌْﯿَﺷ ﺎَﻟَو ﺎًﺒﯿِﻃ ﱠﺲَﻤَﺗ ْﻢَﻟَو ﺎَﮭِﺑﺎَﯿِﺛ ﱠﺮَﺷ ْﺖَﺴِﺒَﻟَو ﺎًﺸ ًةَﺮْﻌَﺑ ﻰَﻄْﻌُﺘَﻓ ُجُﺮْﺨَﺗ ﱠﻢُﺛ َتﺎَﻣ ﺎﱠﻟِإ ٍءْﻲَﺸِﺑ ﱡﺾَﺘْﻔَﺗ ﺎَﻤﱠﻠَﻘَﻓ ِﮫِﺑ ﱡﺾَﺘْﻔَﺘَﻓ ٍﺮْﯿَﻃ ْوَأ ٍةﺎَﺷ ْوَأ ٍرﺎَﻤِﺣ ﻲِﻣْﺮَﺘَﻓ ﱠﻢُﺛ ﺎَﮭِﺑ ِﮫِﺑ ُﺢَﺴْﻤَﺗ ﱡﺾَﺘْﻔَﺗَو ُءيِدﱠﺮﻟا ُﺖْﯿَﺒْﻟا ُﺶْﻔِﺤْﻟاَو ﻚِﻟﺎَﻣ َلﺎَﻗ ِهِﺮْﯿَﻏ ْوَأ ٍﺐﯿِﻃ ْﻦِﻣ ْتَءﺎَﺷ ﺎَﻣ ُﺪْﻌَﺑ ُﻊِﺟاَﺮُﺗ ﺎَھَﺪْﻠِﺟ ِةَﺮْﺸﱡﻨﻟﺎَﻛ

(Masih dari jalur periwayatan yang sama dengan hadits sebelumnya), [Zainab] berkata; " [Ummu Salamah], isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Ada seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya: 'Wahai Rasulullah, suami anak perempuanku meninggal dunia hingga kedua matanya sakit (karena banyak nangis), apakah dia boleh memakai celak? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Jangan, " -dua atau tiga kali-, dan setiap ditanya beliau menjawab: "Jangan." Kemudian beliau bersabda: "Berkabung itu hanya selama empat bulan sepuluh hari. Sungguh, pada masa Jahilliyah dahulu salaj seorang dari kalian melempar kotoran unta di awal tahun." Humaid bin Nafi' berkata; "Aku lalu bertanya kepada Zainab, 'Apa maksud 'melempar kotoran unta pada awal tahun?" Zainab menjawab; "Dahulu jika seorang wanita ditinggal mati oleh suaminya, ia masuk ke rumah jelek dan mengenakan

23

(38)

buruk pakaian serta tidak menyentuh wewangian selama setahun. Setelah itu akan didatangkan kepadanya seekor keledai, atau kambing, atau burung, lalu ia menyentuh kulitnya sebagai bentuk terapi, dan tidak ada yang ia sentuh kecuali akan mati. Kemudian ia keluar dan diberikan kepadanya kotoran unta, ia lalu melemparkan kotoran tersebut sebagai tanda habisnya masa penantian. Kemudian ia kembali menjalani kehidupan seperti biasa, memakai wewangia dan selainnya." Malik berkata; "Al Hifsy ialah rumah kecil yang jelek atau gubug reot, dan taftadldlu ialah mengusap kulitnya semacam jampi."

Pendapat para fuqaha mengenai hal-hal yang harus dijauhi

olehperempuan yang ber-Ihdad adalah saling berdekatan. Pada prinsipnya,

adalah semua perkara yang dapat menarik perhatian kaum laki-laki

(39)

39

Pada bab ini, penulis ingin menjelaskan pengertian yang bisa dijadikan

rujukan dalam penelitian ini, menjelaskan hal-hal apa saja yang berkaitan dengan

wanita karir yang pada akhinya memberikan kemudahan untuk membedakan

wanita karir dengan yang tidak wanita karir, dan penjelasan ini akan disesuaikan

dengan sub-sub yang telah disetujui pada pembuatan otline.

A. Pengertian Wanita Karier

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karir berasal dari kata karier

dari bahasa Belanda, yang artinya sebagai berikut; Pertama, Perkembangan,

kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dan jabatan.Kedua, Pekerjaan yang

memberikan harapan maju sedangkan menurut Kamus Dewan, wanita berarti

orang perempuan dan karier berarti kerja atau profesi yang menjadi kegiatan

seseorang dalam hidupnya. Secara umum, definisi wanita karier mencakup

karier wanita sebagai suri rumah sepenuh masa dan juga wanita yang

mempunyai pekerjaan atau profesi tertentu di luar rumah.

Ray Sitoresmin Prabuningrat, menjelaskan tentang bagaimana peran

wanita yang disematkan dengan sebutatn karier, menurutnya wanita karier

adalah bagian peran yang dimainkan dan cara bertingkah laku wanita di

dalam pekerjaan untuk memajukan dirinya sendiri. Wanita karier mempunyai

peran rangkap, yaitu peran yang melekat pada kodrat dirinya yang berkaitan

(40)

Dengan demikian seorang wanita karier harus memenuhi berbagai

persyaratan dan tidak mungkin dimiliki oleh setiap wanita.24

Lebih lanjut Muhammad Al-Jauhari berpendapat bahwa bagi seorang

wanita Karier sangat diperlukan agar ia biasa mewujudkan jati diri serta

membangun kepribadiannya. Sebab dalam hal ini wanita tetap bisa

mewujudkan jati dirinya secara sempurna dengan berprofesi sebagai ibu

rumah tangga, sambil berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial atau politik.25

Akan tetapi, wanita harus lebih berhati-hati karena Endang Widyastuti,

dalam penelitiannya bahwa seringadanya pandangan negatif dari masyarakat

terhadap wanita karir jika keberhasilannya mengakibatkan rumah tangganya

tidak harmonis ikut menyumbang kemunculan ketakutan sukses pada

wanita.26

Pengertian wanita karier sebagaimana dirumuskan di atas nampaknya

tidak identik dengan “wanita pekerja” atau “wanita bekerja” menurut Prof.

Dr. Tapi Omas Ihromi, ialah mereka yang hasil karyanya akan dapat

menghasilkan imbalan keuangan”, meskipun imbalan uang tersebut tidak

mesti secara langsung diterimanya. Bisa saja keberadaan imbalan itu hanya

dalam perhitungan, bukan dalam realitas: misalnya, wanita yang bekerja di

ladang pertanian untuk keluarganya dalam kedudukan sebagai pembantu ayah

atau saudaranya. Selesai bekerja. Iya tidak memperoleh hasil atau imbalan

24

Ray Sitoresmin Prabuningrat, Sosok Wanita Muslimah Pandangan Seorang Artis, (Yogyakarta, Tiara Wacana: 1993), h. 56.

25

Mahmud Muhammad al-Jauhari dan Muhammad Abdul Hakim Khayyal, Membangun Keluarga Qur฀ani: Panduan Untuk Wanita Muslimah, (Jakarta, Amzah: 2005), h. 91.

26

(41)

keuangan dari ayah atau saudaranya, namun setelah panen dan hasil pertanian

di keluarga ini memperoleh uang. Wanita ini dinamakan pula wanita bekerja.

Hal ini berbeda dengan wanita yang berjam-jam mengurus rumah tangganya,

terkadang hampir tidak ada waktu istirahat di dalam rumah karena banyaknya

pekerjaan yang harus diselesaikan, namun pekerjaaan seperti ini tidak

menghasilkan uang, langsung atau tidak langsung. Wanita semacam ini tidak

termasuk dalam kategori “wanita bekerja.27

Dari beberapa penjelasan ahli diatas, yang disebut dengan wanita

karier adalah wanita yang telah sukses melakukan tugas pokoknya dengan

kemampuannya ia bisa melakukan tugas-tugas dan tanggung jawab yang lain

tanpa mengganggu aktifitas kegiatan pokoknya. Dan mengenai bagaimana

persyaratan yang diberikan akan dijelaskan pada tema selanjutnya.

B. Syarat-Syarat Wanita Karier

Setelah mengetahui tentang bagaimana yang dinamakan wanita karir,

maka untuk memastikannya adalah dengan mengetahui bagaimana

persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut;

1. Memiliki kesiapan mental

a. Wawasan yang memadai tentang bidang yang digelutinya beserta

kaitannya dengan pihak-pihak lain.

b. Keberanian memikul tanggung jawab dan tidak bergantung pada

orang lain.

2. Kesiapan jasmani

27

(42)

3. Kesiapan sosial

a. Mampu mengembangkan dan menjalankan keharmonisan hubungan

antara karir dan rumah tangga.

b. Mampu menumbuhkan saling pengertian antara keluarga dekat dengan

tentangga dalam menyikapi karier yang dia lakukan atau jalankan.

c. Mampu beradaptasi dengan lingkungan terkait.

4. Memiliki kemampuan untuk selalu meningkatkan prestasi kerja demi

kelangsungan karier di masa depan

5. Menggunakan peluang dan kesempatan dengan baik

6. Mempunyai pendamping yang selalu mendukung untuk mengungkapkan

gagasan baru.

Menurut Resti Yuni yang telah telah melakukan penelitian yang sama

tentang wanita karier dalam al-Qur’an, ia mengungkapkan bagaimana pendapat

as-sya’rawi dalam memberikan persyaratan dibolehkannya wanita berkarier

diantaranya:

1. Mendapat izin dari walinya, yaitu ayah atau suaminya untuk sebuah

pekerjaan yang halal seperti menjadi pendidik para siswi, atau menjadi

perawat khusus bagi pasien wanita

2. Tidak bercampur dengan kaum laki-laki atau melakukan khalwat dengan

(43)

3. Tidak berlaku tabarruj28 dan menampakan perhiasan yang dapat

mengundang fitnah.

Dari persyaratan yang telah diungkapkan oleh Resti Yuni diatas, ada beberapa

poin tambahan dari beberapa ulama, diantaranya;

1. Menjauhi segala sumber fitnah

a. Dalam bekerja wanita tidak dibolehkan mengenakan pakaian yang

melanggar syara’.

b. Berkata-kata baik dan merendahkan suaranya sesuai dengan suara

wanita.

c. Tidak mengenakan wangi yang berlebihan yang pada akhirnya

menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan oleh agama.

d. Mampu menahan pandangan.

Seorang ulama besar Kairo al-Azhar, menjelaskan beberapa persyaratan

yang harus ditempuh oleh wanita karier, yaitu:

a. Karena kondisi keluarga yang mendesak

b. Keluar bersama mahramnya

c. Tidak berdesak-desakan dengan laki-laki dan bercampur baur dengan

mereka

d. Pekerjaaan tersebut sesuai degan tugas seorang perempuan.29

28

Tabarruj adalah salah satu perbuatan yang diharamkan oleh Allah SubhaanaHu wa Ta’aalaa.

29

(44)

C. Faktor-Faktor Pendorong Wanita Berkarier

Setelah mengetahui bagaimana wanita bisa disebut dengan wanita karier,

maka bisa ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya:

1. Terpaksa oleh keadaan atau kondisi karena keadaan ekonomi yang tidak

menentu dan pendapatan suami tidak memadai atau dikarenakan wanita

telah menjadi janda yang harus melanjutkan hidup bersama anak-anaknya

2. Kehendak ingin tidak merepotkan suami, walaupun suami telah

memenuhi semua kebutuhan yang ia butuhkan.

3. Mencari harta yang sebanyak-banyaknya.

4. Untuk mengisi waktu kosong

5. Untuk mencari hiburan jika pekerjaan yang dilakukan adalah hal yang

menjadi hobi

6. Selain hobi, pekerjaan yang dilakukan adalah hal yang bisa

mengembangkan bakat yang wanita tersebut miliki.

Selain faktor-faktor diatas, Chuzaimah memberikan beberapa poin

penting yang menjadikan faktor pendukung bagi wanita untuk menjadi wanita

karier, diantaranya:

1. Pendidikan. Pendidikan dapat melahirkan perempuan karier dalam

berbagai lapangan kerja.

2. Untuk alasan ekonomis, agar tidak tergantung kepada suami, walaupun

suami mampu memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, kerena sifat

perempuan adalah selagi ada kemampuan sendiri, tidak ingin selalu

(45)

3. Untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya, ini biasanya dilakukan

oleh perempuan yang menganggap bahwa uang di atas segalanya, dimana

yang paling penting dalam hidupnya adalah menumpuk kekayaan.

4. Untuk mengisi waktu yang lowong. Di antara perempuan ada yang

merasa bosan diam di rumah karena tidak mempunyai kesibukan dengan

urusan rumah tangganya, oleh sebab itu, untuk menghilangkan rasa bosan

tersebut, ia ingin mencari kegiatan di bidang usaha, dan sebagainya.

5. Untuk mencari ketenangan dan hiburan. Seorang perempuan mungkin

mempunyai kemelut yang berkepanjangan dalam keluarganya yang sudah

diatasi, oleh sebab itu ia mencari jalan keluar dengan menyibukkan diri di

luar rumah.

6. Untuk mengembangkan bakat. Bakat dapat melahirkan perempuan karier.

Seorang bukan sarjana, namun berbakat dalam bidang tertentu, akan lebih

berhasil dalam kariernya dibanding seorang sarjana dari fakultas tertentu

yang tidak berbakat. Dengan munculnya faktor-faktor tersebut, maka

semakin terbuka kesempatan bagi perempuan untuk terjun ke dunia

karier.30

D. Dampak Dari Wanita Berkarier

Berkarier bagi wanita di satu sisi mempunyai nilai negatif. Namun di

sisi lain, pekerjaan dan karier mempunyai nilai positif bagi wanita. Nilai-nilai

positif bagi wanita dapat dilihat dari berbagai perspektif, menurut Resti Yuni

dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa:

30

(46)

1. Ekonomi

Berkarier berarti menekuni suatu pekerjaan yang menghasilkan

insentif ekonomi dalam bentuk upah atau gaji. Dengan hasil itu, wanita

dapat membantu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Bagi pria atau

suami yang penghasilannya minimal atau bahkan kurang untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi keluarganya sehari-hari, kerja atau karier wanita tidak

hanya diharapkan tetapi juga dibutuhkan. Telah dimaklumi bersama,

bahwa tidak sedikit keluarga yang meskipun sang ayah atau suami telah

mempunyai pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak memadai untuk

mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

2. Psikologi

Bekerja atau berkarier umumnya diasosiasikan dengan kebutuhan

ekonomis-produktif. Namun sebenarnya ada kebutuhan lain bagi setiap

individu, termasuk wanita yang dipenuhi dengan bekerja. Di antara

kebutuhan itu adalah kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, dan

aktualisasi diri. Di saat kesulitan ekonomi menghimpit lapangan kerja

semakin sempit, banyak kalangan perempuan memporoleh pekerjaan dan

sukses berkarier merupakan prestasi tersendiri. Dengan prestasi ini,

wanita menjadi lebih percaya diri.

3. Sosiologis

Seringkali dapat dijumpai di perusahaan, adanya pegawai atau

karyawan yang menolak dipindahkan atau diberhentikan bukan karena

(47)

berpisah dengan teman kerjanya. Bahkan ia rela tetap dibayar rendah,

sedang di tempat yang baru gajinya lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa

motif ekonomi bukan satu satunya faktor yang melatarbelakangi

seseorang bekerja dan menekuni karier. Dengan bekerja, wanita dapat

menjalin ikatan dalam pola interelasi kemanusiaan. Interelasi yang

merupakan salah satu pengejawantahan fungsi sosial dan status sosial

tersebut merupakan unsur penting bagi kesejahteraan lahir batin manusia.

4. Religius

Pekerjaan dan karier bagi wanita dapat bernilai religius; sebagai

wujud ibadah atau amal shaleh. Jika karena suatu alasan tertentu, suami

tidak dapat mencari nafkah secara memadai, sedang kebutuhan ekonomi

rumah tangga tidak terelakkan maka kerja istri dalam rangka memenuhi

kebutuhan ini dapat bernilai ibadah. Jika wanita itu bekerja untuk

mencukupi kebutuhan hidup anaknya dan keluarganya, melakukannya

dengan penuh ketulusan, dan menghindari dari hal-hal yang dilarang oleh

agama, maka ia telah melakukan kebijakan

Selain dampak positif, tidak bisa dipungkiri bahwa ada pula

dampak negatif yang bisa dirasakan oleh wanita karier. Membawa

dampak negatif, baik secara sosiologis maupun agamis.

1. Terhadap anak-anak. Perempuan yang hanya mengutamakan

keriernya akan pengaruh kepada pembinaan dan pendidikan

anak-anak, maka tidak aneh kalau banyak terjadi hal-hal yang tidak di

(48)

penyalahgunaan obat-obat terlarang, minuman keras, pencurian,

pemerkosaan, dan sebagainya, apabila hal ini tidak diatasi dengan

segera, maka akan merugikan anak-anak dan masyarakat. Hal ini

harus diakui, sekalipun tidak bersifat menyeluruh bagi setiap individu

yang berkarier. Akibat dari kurangnya komunikasi antara ibu dan

anak-anaknya bisa menyebabkan keretakan sosial. Anak-anak merasa

tidak diperhatikan oleh orang tuanya, sopan santun mereka terhadap

orang tuanya akan memudar, bahkan sama sekali tidak mau

mendengar nasihat orang tuanya. Pada umumnya, hal ini disebabkan

karena si anak merasa tidak ada kesejukan dan kenyamanan dalam

hidupnya sehingga jiwanya berontak. Sebagai pelepas kegersangan

hatinya, akhirnya mereka berbuat dan bertindak seenaknya, tanpa

memperhatikan norma-norma yang ada di lingkungan masyarakat.

2. Terhadap suami. Di balik kebanggaan suami yang mempunyai isteri

perempuan karier yang maju, aktif dan kreatif, pandai dan dibutuhkan

masyarakat, tidak mustahil menemui persoalan-persoalan dengan

isterinya. Isteri yang bekerja di luar rumah

Referensi

Dokumen terkait

Ibid... 1) Pertama, larangan menerima pinangan (khitbah). Laki-laki asing tidak diperbolehkan meminang perempuan yang sedang dalam masa iddah secara terang-terangan,

30 Aturan „ iddah dan ihdad sebagai sebuah kewajiban bagi seorang wanita yang telah putus perkawinan baik karena perceraian maupun karena kematian suaminya

hak) perempuan yang yatim ”. Walaupun bentuk kata dalam frase tersebut menunjukkan perintah, akan tetapi dengan adanya qarinah ini ia bermakna larangan terhadap

hak) perempuan yang yatim ”. Walaupun bentuk kata dalam frase tersebut menunjukkan perintah, akan tetapi dengan adanya qarinah ini ia bermakna larangan terhadap

Dalam permasalahan penggunaan media sosial pada masa ‘iddah dan ihdâd , yang mana ‘illah nya adalah untuk menjaga etika dan kesopanan istri dengan menunjukkan

Larangan perzinaan/zina dalam berbagai peraturan perundang-undangan bahwa zina adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki atau seorang perempuan

Dengan semakin majunya zaman maka harta benda wakaf tidak hanya berupa benda tidak bergerak akan tetapi juga termsuk benda bergerak berupa uang tunai.. Adanya wakaf

Kompilasi Hukum Islam KHI dalam pasal 149 b dijelaskan bahwa mantan istri berhak mendapatkan nafkah, maskan dan kiswah selama dalam masa iddah talak raj’i, tetapi untuk iddah talak bain