PROSEDUR PEROLEHAN PERIZINAN PENYIARAN RADIO SWASTA LOKAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN
NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN (Studi Pada Radio Most FM Medan)
S K R I P S I
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NIM : 100200211
PRATIWI ARIHTA SEBAYANG
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PROSEDUR PEROLEHAN PERIZINAN PENYIARAN RADIO SWASTA LOKAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN
NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN (Studi Pada Radio Most FM Medan)
Oleh
NIM : 100200211
PRATIWI ARIHTA SEBAYANG
Disetujui Oleh
Departemen Hukum Administrasi Negara
NIP. 196002141987032002
SURIA NINGSIH, SH., M.Hum
Pembimbing I Pembimbing II
Suria Ningsih, SH., M.Hum Amsali Sembiring, SH, M. Hum
NIP. 196002141987032002 NIP. 197104301997022001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
PROSEDUR PEROLEHAN PERIZINAN PENYIARAN RADIO SWASTA LOKAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN
NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN (Studi Pada Radio Most FM Medan)
Pratiwi Arihta Sebayang Suria Ningsih**
* Amsali Sembiring **
Manusia sebagai homo socius diberikan kemampuan untuk berkomunikasi dalam
mengatasi lingkungannya. Tidak hanya dalam lingkaran kecil kekerabatan, tapi meluas hingga pemanfaatan potensi alam raya. Tata cara komunikasi yang dilakukan manusia memiliki riwayat tumbuh kembang yang panjang dan beraneka ragam, sejak zaman prasejarah hingga era teknologi satelit dewasa ini.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Pengaturan Tentang Penyiaran di Indonesia Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran?Bagaimanakah aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Khususnya Pada Radio MOST FM Medan Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran?Bagaimana Hambatan Dalam Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal di Kota Medan Khususnya Pada Radio MOST FM Medan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.
Pengaturan Tentang Penyiaran di Indonesia Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yaitu Pasal 13 Ayat (1) mengatur mengenai jasa penyiaran, yaitu terdiri atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi, Pasal 13 ayat (2) mengatur mengenai penyelenggara jasa penyiaran, yaitu Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas dan Lembaga Penyiaran Berlangganan;Pasal 32 mengatur tentang Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran. Pasal 33 dan 34 mengatur mengenai Perizinan. Aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Khususnya Pada Radio MOST FM Medan Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran antara lain Tahap Pertama: Pembentukan Bahan Hukum, Tahap kedua: Membuat Permohonan dan Studi Kelayakan, Tahap Ketiga: Proses Verifikasi, Tahap Keempat: Proses Evaluasi Dengar Pendapat. Tahap Kelima: Rekomendasi Kelayakan, Tahap Keenam: Proses Forum Rapat Bersama, Tahap Ketujuh: Masa Uji Coba Siaran, Tahap Kedelapan: Penetapan Izin Penyelenggaraan Penyiaran,
Tahap,Kesembilan: Penyelenggaraan Penyiaran dan Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Hambatan Dalam Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal di Kota Medan Khususnya Pada Radio MOST FM Medan, hambatan-hambatan yang berasal dari KPI Kota Medan, Hambatan yang pertama adalah kurangnya dokumen oleh pihak pemohon untuk mendirikan stasiun radio, tetapi oleh pihak pemohon tetap saja memaksa atau nekat untuk membuat stasiun radio. Hambatan-hambatan yang berasal dari pemohon izin penyelenggaraan penyiaran. Hampir tidak ada hambatan yang berarti dari para pemohon izin penyiaran mengenai pelaksanaan pelayanan perizinan penyiaran hanya ada beberapa hal antara lain :Hambatan yang pertama yaitu untuk badan hukum, struktur organisasi Hambatan yang kedua adalah kalau ada pejabat yang penting dalam proses pengurusan perizinan terutama perizinan penyiaran tidak berada di tempat atau sedang keluar untuk kepentingan tertentu, maka waktu yang harus ditunggu oleh pemohon terlalu lama. KPI bekerja belum optimal
Kata Kunci : Perolehan Perizinan Penyiaran Radio
*Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Penulis seraya mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Studi Pada Radio Most FM Medan)
Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Administrasi Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang
6. Bapak Amsali Sembiring SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II
Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan
skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.
8. Kedua orang tua penulis Ayahanda Adil Yustus Sebayang, BA dan Ibunda
Yennike br Sembiring Meliala yang selalu memberikan dukungan baik
secara moril maupun material sehingga terselesaikanya skripsi ini.
9. Saudara Saudara kandung saya Andi Tuahta Sebayang, S.E., Elisa Karina
Sebayang, S.E., Edward Adiputra Sebayang, S.T dalam support
pengerjaan skripsi ini walaupun berada jauh di luar kota.
10.Teman-Teman stambuk 2010, Senior, Alumni Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah mendukung dan memberikan
motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya
penulisan skripsi ini.
11.Direktur, Karyawan, Teman Teman Penyiar di Radio MOST FM Medan
atas dukungan dan pengertiannya selama mengerjakan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan.
Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena
keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat
Medan, Juli 2014 Hormat Saya
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Keaslian Penulisan ... 9
E. Tinjauan Kepustakaan ... 10
F. Metode Penelitian ... 13
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN? A. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran ... 16
B. Kelembagaan Dalam Perundang-Undangan Perizinan ... 18
BAB III ASPEK-ASPEK YANG HARUS DIPENUHI DALAM PROSEDUR PEROLEHAN PERIZINAN PENYIARAN RADIO SWASTA KHUSUSNYA PADA RADIO MOST FM MEDAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN ... 22
A. Kelembagaan ... 22
B. Mekanisme Perizinan ... 26
D. Verifikasi Administratif ... 43
E. Verifikasi Faktual ... 46
F. Evaluasi Dengar Pendapat KPI ... 48
G. Forum Rapat Bersama KPI Pusat dan Pemerintah ... 47
H. Sanksi Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Reklame ... 51
BAB IV HAMBATAN DALAM PEROLEHAN PERIZINAN PENYIARAN RADIO SWASTA LOKAL DI KOTA MEDAN KHUSUSNYA PADA RADIO MOST FM MEDAN A. Hambatan dalam Pemberian Perizinan Radio Swasta Lokal Di Kota Medan ... 58
B. Upaya Yang Dilakukan Dalam Mengatasi Hambatan Perizinan radio Swasta di Kota Medan ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
PROSEDUR PEROLEHAN PERIZINAN PENYIARAN RADIO SWASTA LOKAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN
NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN (Studi Pada Radio Most FM Medan)
Pratiwi Arihta Sebayang Suria Ningsih**
* Amsali Sembiring **
Manusia sebagai homo socius diberikan kemampuan untuk berkomunikasi dalam
mengatasi lingkungannya. Tidak hanya dalam lingkaran kecil kekerabatan, tapi meluas hingga pemanfaatan potensi alam raya. Tata cara komunikasi yang dilakukan manusia memiliki riwayat tumbuh kembang yang panjang dan beraneka ragam, sejak zaman prasejarah hingga era teknologi satelit dewasa ini.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Pengaturan Tentang Penyiaran di Indonesia Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran?Bagaimanakah aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Khususnya Pada Radio MOST FM Medan Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran?Bagaimana Hambatan Dalam Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal di Kota Medan Khususnya Pada Radio MOST FM Medan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.
Pengaturan Tentang Penyiaran di Indonesia Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yaitu Pasal 13 Ayat (1) mengatur mengenai jasa penyiaran, yaitu terdiri atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi, Pasal 13 ayat (2) mengatur mengenai penyelenggara jasa penyiaran, yaitu Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas dan Lembaga Penyiaran Berlangganan;Pasal 32 mengatur tentang Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran. Pasal 33 dan 34 mengatur mengenai Perizinan. Aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Khususnya Pada Radio MOST FM Medan Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran antara lain Tahap Pertama: Pembentukan Bahan Hukum, Tahap kedua: Membuat Permohonan dan Studi Kelayakan, Tahap Ketiga: Proses Verifikasi, Tahap Keempat: Proses Evaluasi Dengar Pendapat. Tahap Kelima: Rekomendasi Kelayakan, Tahap Keenam: Proses Forum Rapat Bersama, Tahap Ketujuh: Masa Uji Coba Siaran, Tahap Kedelapan: Penetapan Izin Penyelenggaraan Penyiaran,
Tahap,Kesembilan: Penyelenggaraan Penyiaran dan Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Hambatan Dalam Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal di Kota Medan Khususnya Pada Radio MOST FM Medan, hambatan-hambatan yang berasal dari KPI Kota Medan, Hambatan yang pertama adalah kurangnya dokumen oleh pihak pemohon untuk mendirikan stasiun radio, tetapi oleh pihak pemohon tetap saja memaksa atau nekat untuk membuat stasiun radio. Hambatan-hambatan yang berasal dari pemohon izin penyelenggaraan penyiaran. Hampir tidak ada hambatan yang berarti dari para pemohon izin penyiaran mengenai pelaksanaan pelayanan perizinan penyiaran hanya ada beberapa hal antara lain :Hambatan yang pertama yaitu untuk badan hukum, struktur organisasi Hambatan yang kedua adalah kalau ada pejabat yang penting dalam proses pengurusan perizinan terutama perizinan penyiaran tidak berada di tempat atau sedang keluar untuk kepentingan tertentu, maka waktu yang harus ditunggu oleh pemohon terlalu lama. KPI bekerja belum optimal
Kata Kunci : Perolehan Perizinan Penyiaran Radio
*Mahasiswa
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era Globalisasi saat ini ditandai dengan arus informasi yang mengalir
begitu pesat sejalan dengan perkembangan teknologi yang tinggi. Perkembangan
yang pesat dari teknologi informasi seperti perangkat keras komputer (hardware),
perangkat lunak (Software), dan teknologi komunikasi lainnya telah membuat tujuan suatu institusi tersebut dapat dicapai secara maksimal. Sebuah sistem pada
organisasi yang kurang mendapatkan arus informasi akan mengakibatkan
organisasi tersebut akan tertinggal, maka suatu organisasi harus membutuhkan
sistem untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menyalurkan informasi.
Kriteria informasi yang bermutu baik, salah satunya adalah memiliki keakuratan
yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, usaha yang harus dilakukan
organisasi diantaranya adalah pemanfaatan teknologi informasi seperti komputer
beserta program-program aplikasi lainnya. Disamping untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia juga peningkatan mutu sistem.
Manusia sebagai homo socius diberikan kemampuan untuk berkomunikasi dalam mengatasi lingkungannya. Tidak hanya dalam lingkaran kecil kekerabatan,
tapi meluas hingga pemanfaatan potensi alam raya. Tata cara komunikasi yang
dilakukan manusia memiliki riwayat tumbuh kembang yang panjang dan beraneka
ragam, sejak zaman prasejarah hingga era teknologi satelit dewasa ini. Sejarah
sebagai alat komunikasi. Sekitar 500 tahun sebelum Masehi, Darius, raja Persia
menempatkan prajuritnya di tiap puncak bukit lalu saling berteriak satu sama lain
dalam menyalurkan informasi. Sementara itu, Bangsa Indian dapat berkomunikasi
pada jarak puluhan mil dengan teknik hembusan asap.1
Babakan modern dalam kehidupan komunikasi manusia terjadi pada tahun
1864 saat James Clark Maxwell menggunakan matematika meramalkan bahwa
terdapat sebuah gelombang yang mengarungi angkasa tanpa sarana penghantar
yang kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya, meskipun tidak dapat dilihat
dan dirasakan. Teori ini baru berhasil dibuktikan kebenarannya 20 tahun
kemudian setelah Maxwell wafat oleh ilmuwan Jerman Heinrich Hertz.
Gelombang yang kemudian disebut sebagai gelombang radio (radio wave) atau gelombang elektromagnetik ini menjadi sistem yang lebih praktis berkat
penemuan perangkat radio oleh ilmuwan Italia Guglielmo Marconi tahun 1896.
Inilah tonggak penyiaran. Sinyal yang dikirimkan Marconi berhasil menyeberangi
Samudera Aatlantik pada tahun 1901 dengan menggunakan gelombang
elektromagnetik.
Sebelum Perang Dunia I meletus, Reginald Fessenden dengan bantuan
perusahaan General Electric (GE) Corporation Amerika berhasil menciptakan
pembangkit gelombang radio kecepatan tinggi yang dapat mengirimkan suara
manusia dan juga musik. Pada tahun 1906 Fessenden melakukan penyiaran suara
dan musik dari kapal laut di Massachusetts. Penemuan telekomunikasi tanpa kabel
telah mendorong ilmuwan untuk saling berlomba menciptakan teknologi
1
berkomunikasi. John Logie Baird di Inggris dan Vladimir Zworkyn di Amerika
adalah orang-orang yang berjasa menemukan sistem lensa kamera yang menjadi
cikal bakal kelahiran televisi. Pada tanggal 23 Januari 1926 John Logie Baird
mendemonstrasikan untuk pertama kali gambar televisi dihadapan anggota the
Royal Institution di laboratoriumnya di Frith Street. Tahun 1936 di Alexander
Palace London kemudian berdiri stasiun televisi pertama.
Demikian pula dengan usaha di bidang penyiaran (Radio), yang
mengalami perkembangan yang pesat sejak tahun 80-an, seiring dengan
berkembangnya promosi perusahaan-perusahaan. Pemunculan radio-radio baru,
menjadikan persaingan di bidang ini dan menjadi suatu hal yang sangat ketat,
sehingga lahan bisnis ini menjadi sempit, karena pelanggan dalam hal ini
perusahaan-perusahaan pemasang iklan memiliki banyak pilihan atau alternatif
untuk menjadikannya media dalam penyampaian dalam promosi produk mereka.
Dengan adanya fenomena tersebut selain diperlukannya kreatifitas yang
tinggi, bisnis Radio-pun memerlukan manajemen yang baik untuk memperoleh
keuntungan dan agar dapat tetap bertahan. Untuk memperoleh keuntungan diatas
maka diperlukan sikap profesionalisme yang tinggi dari radio tersebut. Sehingga
perumusan dan penyempurnaan sistem informasi dalam manajemen menjadi
sangat penting, karena sistem ini berfungsi menyediakan informasi bagi setiap
tingkatan manajemen untuk dijadikan dasar pemikiran untuk mengambil
keputusan manajerial. Agar semua dapat berkompetisi dan berkembang dalam
persaingan tersebut, maka pihak manajemen (pimpinan) maupun pihak luar yang
komponen dalam bisnis radio tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya
perencanaan dan koordinasi yang baik diantara semua bagian yang ada dalam
organisasi maupun dengan pihak luar terkait apabila ada kerjasama dengan pihak
diluar organisasi, dan juga diperlukan adanya suatu tindakan pengendalian dalam
usaha mencegah timbulnya penyimpangan-penyimpangan yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup organisasi.
Adapun sebagai awal untuk memulai bisnis radio ini, sebelumnya
manajemen harus mengetahui prosedur pendirian sebuah stasiun radio. Dan dalam
skripsi penulis akan menyampaikan mengenai beberapa prosedur penyelenggaraan
penyiaran di Indonesia tepatnya di Radio Lokal Anak Muda Kota Medan, Radio
99,1 MOST FM.
Jumlah stasiun radio di Indonesia pada tahun 2002 mencapai 1188 stasiun
radio, 95% berupa radio siaran swasta/non pemerintah dan 5% radio pemerintah
atau RRI. Sekitar 37% dari radio swasta beroperasi pada frekwensi AM dan
sisanya 73% pada frekwensi FM. Di kabupaten Kuningan misalnya pada masa
ORBA hanya tercatat hanya ada empat radio siaran swasta dengan frekwensi AM.
Setelah reformasi sejak 1999 jumlahnya berubah menjadi dua belas dengan
peningkatan frekwensi ke FM. Demikian juga terjadi di wilayah kabupaten lain
seperti Cirebon dan Indramayu. Ini menunjukkan bahwa minat pendirian radio
masih cukup tinggi. Sementara di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung
meningkatkan layanan siarnya dengan menggunakan teknologi satelit dan e-radio
dengan tetap memelihara penyiaran konvensional.2
2
Kendati tidak secara rigid mengatur tentang bagaimana harapan publik
terhadap isi siaran, namun secara tekstual, isi siaran yang bersandar pada
kepentingan publik diatur pada Pasal 4 dan 5 Undang-undang No 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran.
Dibentuknya daerah-daerah otonom diseluruh wilayah Indonesia, memiliki
keterkaitan erat dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa “Kedauluatn rakyat ditangan rakyat”. Pencerminan demokrasi dalam
pemerintahan daerah adalah merealiasikan politik desentralisasi untuk
satuan-satuan wilayah di Negara Indonesia. Sehingga dasar dan otonomi daerah
didasarkan pada keadaan dan faktor-faktor riil dalam masyarakat serta untuk
mewujudkan keinginan masyarakat. Pemerintah daerah diberikan kekuasaan
untuk mengatur rumah tangganya sendiri. 3
Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam
kerangka hukum Tata Negara, pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam negara Indonesia adalah dalam rangka melaksanakan
asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam kerangka negara kesatuan. Akibat
mutlak dari negara kesatuan adalah adanya stelsel pengawasan atas segala keputusan pemerintah daerah dalam menyelenggarkan pemerintah daerah,
sehingga selalu diusahakan terpelihara kesatuan, harmoniasasi hubungan pusat
dan daerah. Dalam arti bahwa kemerdekaan daerah dalam mengurus rumah
tangganya tidak merusak hubungan negara dan daerahnya. Hubungan antara pusat
3
dan daerah dalam negara dan pemerintahan yang didesentralisir harus tetap ada
dan terpelihara.
Selain Jakarta dan Bandung, Kota Medan merupakan salah satu kota yang
paling memiliki potensi besar dalam pendirian radio. Sampai sekarang sudah ada
puluhan radio yang pernah dan masih bertahan dalam frequensi penyiarannya, termasuk “RADIO MOST FM MEDAN” yang masih bertahan hingga saat ini.
Bukanlah sebuah hal gampang dalam mengelola suatu perusahaan radio, tentunya
banyak sekali prosedur yang harus dipatuhi suatu perusahaan radio dalam
mendirikan dan menyelenggarakan sebuah perusahaan radio. Hal ini lah yang
membuat penulis berkeinginan untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam
Skripsi dengan judul “Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta
Lokal Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Noomor 32 Tahun 2002 Tentang
Penyiaran (Studi Pada Radio MOST FM Medan.)”
B. Perumusan Masalah
Dalam setiap penulisan skripsi tentulah ditemukan yang menjadi
permasalahan yang merupakan titik tolak bagi pembahasan nantinya. Adapun
yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pengaturan Tentang Penyiaran di Indonesia Berdasarkan
Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran?
2. Bagaimanakah aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam Prosedur
MOST FM Medan Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32
Tahun 2002 Tentang Penyiaran?
3. Bagaimana Hambatan Dalam Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta
Lokal di Kota Medan Khususnya Pada Radio MOST FM Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui Pengaturan Tentang Penyiaran di Indonesia
Berdasarkan Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002
Tentang Penyiaran.
b. Untuk mengetahui Aspek – Aspek yang harus dipenuhi dalam
Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Khususnya
Pada Radio MOST FM Medan Berdasarkan Undang – Undang
Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
c. Untuk mengetahui Hambatan Dalam Perolehan Perizinan
Penyiaran Radio Swasta Lokal di Kota Medan Khususnya Pada
Radio MOST FM Medan
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu hukum,
perspektif hukum administrasi negara dan / hukum tata negara
untuk mewujudkan birokrasi yang berwatak responsive, competent, dan accountable.
2) Diharapkan pula dapat memberikan sumbangan pemikiran
mengenai konsep birokrasi Pemerintahan Indonesia dalam
proses pemberian izin penyiaran pada radio swasta di Kota
Medan yang sesuai dengan Undang – Undang Penyiaran Nomor
32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
b. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis kepada para
Warga Indonesia yang memiliki minat untuk menjalankan bisnis
atau usaha radio dengan memahami terlebih dahulu mengenai
pengetahuan tentang proses pemberian izin penyiaran pada radio
swasta di Kota Medan yang sesuai dengan Undang – Undang
Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran agar dapat
menjalankan perusahaan radio yang sesuai dengan Pancasila,
sehingga jati diri Bangsa Indonesia tetap tertanam dalam Penyiaran
di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh
penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maka
Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal Berdasarkan Undang – Undang
Penyiaran Noomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Studi Pada Radio MOST
FM Medan.) Judul penelitian ini sendiri belum diteliti oleh peneliti yang lain,
maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil judul ini sebagai judul skripsi.
1. Martunas Sianturi, NIM 900200164 dengan judul Aspek Hukum
Administrasi Negara dalam Pemberian Izin Penyiaran (studi kasus PT.
Radio Khamasutra).
2. Henry S. Sitepu, NIM 910200079, dengan judul Pelaksanaan Pengawasan
izin Penyiaran Radio Swasta di Sumatera Utara (Studi Kasus PT. Radio
Bonsita Medan).
E. Tinjauan Pustaka
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan
menggunakan spectrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media
lainnya untuk dapat diterima dengan perangkat penerima siaran.4
Penyiaran radio adalah media telekomunikasi massa dengar, yang
menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan
terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan.5
Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang
atau aturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan
4
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Pasal 1 angka (2)
5
larangan perundangan.6
Izin merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukannya perbuatan
yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.
Pengertian di atas merupakan arti izin dalam arti sempit.
Sehingga dalam kalimat tersebut dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat
melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Dalam hal ini izin didapat dari pihak
pemerintah
7
Sedang menurut
Prajudi Atmosudirdjo, izin (vergunning) adalah suatu penetapan yang merupakan
dispensasi pada suatu larangan oleh Undang-undang. Pada umumnya pasal
Undang-Undang yang bersangkutan berbunyi, “Dilarang tanpa izin
…….(melakukan)…….dan seterusnya. Selanjutnya larangan-larangan tersebut
diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria dan sebagainya yang perlu
dipenuhi oleh pemohon, untuk memperoleh dispensasi dari larangan, disertai
dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada
pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.
F. Metode Penelitian
Untuk memperoleh, mengumpulkan serta menganalisa setiap data maupun
informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis ilmiah skripsi
ini mempunyai susunan yang sistematis dan konsisten, adapun metode yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
6
Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Jakarta: Yuridiks, 1993, hal 2
7
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu
pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.8
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu
penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam
kaitannya dengan hukum.
9
Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang
bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,
menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum.10
Dengan menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam
penelitian ini dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan
penelitian ini. Pendekatan masalah mengacu pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Statute Approach) terhadap aspek hukum penanganan kredit bermasalah serta data empiris lapangan yang terjadi pada Radio Most FM.
11
2. Sumber data
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
yang diteliti, antara lain; buku-buku literatur, laporan penelitian, tulisan para ahli,
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Dalam
penelitian ini yang merupakan penelitian yuridis normatif, sebagai bahan dasar
8
Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2009, hal 1.
9
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2010, hal
87.
10
Soerjono Soekanto, Op. cit., hal 10.
11
penelitiannya, penulis menggunakan data sekunder, yakni bahan-bahan yang
diperoleh dari bahan pustaka lazimnya. Data sekunder yang digunakan sebagai
bahan dasar penelitian ini terdiri atas:12
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum
yang terdapat pada peraturan perundang-undangan atau berbagai perangkat
hukum, seperti Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Undang-Undang Penyiaran Tahun 2002, dalam penelitian semacam ini, hukum
ditempatkan sebagai terikat dan faktor-faktor non-hukum yang mempengaruhi
hukum dipandang sebagai variabel bebas dan peraturan lainnya. Selain itu, hasil
wawancara yang didapatkan melalui studi lapangan Radio Most FM Medan
menjadi bahan hukum primer yang membantu dalam mengkaji masalah dalam
penelitian ini.13
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku
teks, jurnal-jurnal, karya ilmiah, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian, dan
bahan lainnya yang dapat dan berfungsi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut
atas bahan hukum primer.14
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Op. cit., hal 13.
13
Ibid
14
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier memberikan petunjuk/penjelasan bermakna terhadap
bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan
lainnya.15
3. Pengumpulan data
Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai bahan
dasar penelitian dikumpulkan dengan menggunakan studi dokumen (documents study) atau studi kepustakaan (library research) sebagai alat pengumpul data.16
Studi dokumen tersebut merupakan penelitian bahan hukum primer, yaitu
peraturan peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan hukum
penyiaran, khususnya mengenai prosedur perolehan perizinan penyiaran radio
swasta lokal berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002
Tentang Penyiaran. Selain studi dokumen, juga menggunakan studi lapangan
(field research) melalui alat wawancara sebagai alat pengumpul data guna mendapat data primer sehingga mampu untuk mendukung dan menguatkan bahan
hukum primer yang telah pedomani sebelumnya.
4. Analisis data
Data yang di peroleh dari hasil penelitian kemudian di analisa dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif, berdasarkan disiplin ilmu hukum dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada di lapangan. Kemudian di
kelompokkan, di hubungkan dan dibandingkan dengan ketentuan hukum yang
15
Ibid
16
berkaitan dengan kredit pada perbankan. Dengan demikian, kegiatan analisis ini
akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini baik secara
BAB II
PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG PENYIARAN
NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN
A. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran
Dalam mempersiapkan dan mengajukan Prosedur Permohonan Izin
Penyelenggaraan Penyiaran, ada beberapa ketentuan yang dilihat dari dalam
peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang harus dipahami dan
dilaksanakan oleh setiap Pemilik Stasiun Penyiaran Swasta, diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Pasal 13 Ayat (1) mengatur mengenai jasa penyiaran, yaitu terdiri atas jasa
penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi
b. Pasal 13 ayat (2) mengatur mengenai penyelenggara jasa penyiaran, yaitu
Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga
Penyiaran Komunitas dan Lembaga Penyiaran Berlangganan;
c. Pasal 32 mengatur tentang Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan
Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran.
d. Pasal 33 dan 34 mengatur mengenai Perizinan
Selain ketentuan ketentuan tersebut, di dalam Undang – Undang Nomor
menyinggung hal yang sama, antara lain hal yang disinggung dalam Undang –
Undang Nomor 36 Tahun 1999 dan peraturan pelaksanaannya adalah:17
a. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit;
c. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Tata Cara
Penerbitan Sertifikat Tipe Alat dan Perangkat Telekomunikasi;
d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 2001 Tentang
Persyaratan Teknis Alat dan Perangkat Telekomunikasi;
e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Rencana
Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Radio Siaran FM (Frequency Modulation);
f. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 2003 tentang
Standardisasi Perangkat Telekomunikasi;
g. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 76 Tahun 2004 Tentang Rencana
Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra Hugh Frequency (UHF);
h. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 2005 tentang Sertifikat
Alat dan Perangkat Telekomunikasi.
17
Selain itu juga, ternyata KPI atau lebih kita kenal dengan kepanjangan
Komisi Penyiaran Indonesia juga mengeluarkan beberapa ketentuan yang
menyangkut tentang Perizinan Penyiaran yang harus dipatuhi oleh para pemilik
Perusahan Penyiaran Swasta antara lain ;
a. Nomor 005/SK/KPI/5/2004 tentang Kewenangan, Tugas, dan Tata
Hubungan Antara KPI Pusat dan KPI Daerah;
b. Nomor 009/SK/KPI/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan
Standar Program Siaran (P3-SPS)
c. Nomor 40/SK.KPI/08/2005 tentang Panduan Pelaksanaan Proses
Administratif Permohonan Izin Penyelenggaraan Penyiaran Jasa Penyiaran
Radio dan Jasa Penyiaran Televisi;
d. Panduan Penilaian Kelayakan Permohonan Izin Penyelenggaraan
Penyiaran Lembaga Penyiaran Jasa Penyiaran Radio dan Jasa Penyiaran
Televisi;
Jika dipertanyakan darimanakah sumber dari Hukum Penyiaran di
Indonesia, jawabannya adalah Regulasi Hukum Penyiaran di Indonesia sendiri
adalah berpangkal dari dan kepada Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran (UU Penyiaran).
Di dalam Pasal 33 ayat (1) sendiri mengatur secara tegas bahwa:
“Sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh
izin penyelenggaraan penyiaran.”
Membuat sebuah Perusahaan yang bergerak di bidang penyiaran swasta
sedikitpun. Setiap orang atau pihak yang hendak menyelenggarakan penyiaran,
wajib terlebih dahulu memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Jika di
lapangan di temukan ada lembaga Penyiaran yang mengudara tanpa mengantongi
IPP, maka yang bersangkutan jelas telah melanggar UU Penyiaran dan karena
perbuatannya aparat penegak hukum berkewajiban untuk melakukan tindakan
hukum dan bagi pelaku tindak pidanan penyiaran tersebut dapat dikenakan
hukuman pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah( untuk penyiaran radio dan dipidana
dengan penjara paling lama dua tahun dan/ atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran televisi. Maka dari itu Izin
Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) ini benar benar bersifat penting. Semua
perusahaan penyiaran swasta tidak dapat menjalankan siarannya apabila tidak
mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) ini.
B. Kelembagaan Dalam Perundang-Undangan Perizinan
Berdasarkan UU Penyiaran, diketahui bahwa jasa penyiaran yang
diregulasi hanya penyiaran radio dan penyiaran televisi. Untuk menyelenggarakan
jasa penyiaran tersebut, UU Penyiaran juga telah membagi lembaga penyiaran
dalam empat jenis. Yaitu: Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran
Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral,
masyarakat. LPP ini terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik
Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik
Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik
Indonesia. Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga
Penyiaran Publik lokal, dengan catatan tidak atau belum dilayani oleh RRI
maupun TVRI setempat. LPP Lokal merupakan lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum (berupa Peraturan Daerah) yang didirikan oleh
pemerintah daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas
usul masyarakat. Selain itu, ketersediaan kanal alokasi frekuensi serta sumber
daya manusia yang dapat menjamin sustainabilitas operasional adalah persyaratan
lain bagi LPP Lokal. Lembaga Penyiaran Publik di tingkat pusat diawasi oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Lembaga Penyiaran Publik di
tingkat daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sumber
pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari iuran penyiaran, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, siaran iklan,1 dan usaha lain yang sah
yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Setiap akhir tahun anggaran,
Lembaga Penyiaran Publik wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh
akuntan publik dan hasilnya diumumkan melalui media massa.
Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) adalah lembaga penyiaran yang bersifat
komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Lembaga Penyiaran Swasta
menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu)
cakupan wilayah siaran. LPS adalah lembaga yang bersifat profit oriented atau bisnis murni, dengan modal awal dan pemegang sahamnya harus bersumber dari
modal dalam negeri.
Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) adalah lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum Indonesia2, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat
independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan
wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. LPK
diselenggarakan tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan
bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata. Juga dimaksudkan untuk
mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan
melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidikan, dan informasi
yang menggambarkan identitas bangsa. LPK merupakan komunitas nonpartisan
yang keberadaan organisasinya tidak mewakili organisasi atau lembaga asing
serta bukan komunitas internasional, tidak terkait dengan organisasi terlarang dan
tidak untuk kepentingan propaganda bagu kelompok atau golongan tertentu. Dari
sisi pembiayaan, LPK didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi
komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. Selain itu juga dapat
memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber
lain yang sah dan tidak mengikat. LPK dilaran menerima bantuan dana awal
mendirikan dan dana operasional dari pihak asing dan LPK dilarang melakukan
Selain LPK adalah yang berikutnya yaitu, Lembaga Penyiaran
Berlangganan (LPB) yang merupakan Lembaga penyelenggara penyiaran yang
bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya
hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan. LPB sendiri
diselenggarakan berdasarkan klasifikasi: penyiaran berlangganan melalui stelit,
penyiaran berlangganan melalui kabel, dan penyiaran berlangganan melalui
teresterial.
Dalam menyelenggarakan siarannya, LPB juga harus mempunyai izin atas
setap program siaran dalam setiap saluran, melakukan sensor internl terhadap
semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan, menyediakan paling
sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kapasitas saluran untuk menyalurkan
program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta, dan
menyediakan 1(satu) saluran siaran produksi dalam negeri berbanding
10(sepuluh) saluran siaran produksi luar negeri atau paling sedikit 1(satu) saluran
siaran produksi dalam negeri. LPB melalui satelit, harus memiliki jangkauan
siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di indonesia, memiliki stasiun
pemancar ke satelit yang berlokasi di indonesia, menggunakan satelit yang
mempunyai landing right di indonesia, dan menjamin agar siarannya diterima oleh pelanggan. Sedangkan LPB melalui kabel dan melalui teresterial harus
memiliki jangkauan siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai dengan izin
BAB III
ASPEK-ASPEK YANG HARUS DIPENUHI DALAM PROSEDUR PEROLEHAN PERIZINAN PENYIARAN RADIO SWASTA KHUSUSNYA
PADA RADIO MOST FM MEDAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN
Regulasi Hukum Penyiaran di Indonesia berpangkal pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran). Pasal 33 ayat (1)
mengatur secara tegas bahwa:
“Sebelum menyelenggarakan kegiatan lembaga penyiaran wajib
memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.”
Setiap orang atau pihak yang hendak menyelenggarakan penyiaran, wajib
terlebih dahulu memilik Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP). Bilamana terdapat
lembaga penyiaran yang mengudara tanpa mengantongi IPP, maka yang
bersangkutan telah melanggar UU Penyiaran dan karenanya aparat penegak
hukum berkewajiban melakukan tindakan hukum dan bagi pelaku tindak pidana
penyiaran tersebut dapat dikenakan hukuman pidana penjara paling lama dua
tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun
dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk
penyiaran televisi.
A. Kelembagaan
Berdasarkan UU Penyiaran, diketahui bahwa jasa penyiaran yang
diregulasi hanya penyiaran radio dan penyiaran televisi. Untuk
menyelenggarankan jasa penyiaran tersebut, UU Penyiaran juga telah membagi
Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, dan Lembaga
Penyiaran Langganan.
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral,
tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan
masyarakat. LPP ini terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik
Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik
Indonesia. Di daerah Provinsi, Kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga
Penyiaran Publik lokal, dengan catatan tidak atau belum dilayani oleh RRI
maupun TVRI setempat. LPP Lokal merupakan lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum (berupa Peraturan Daerah) yang didirikan oleh
pemerintah daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas
usul masyarakat. Selain itu, ketersediaan kanal alokasi frekuensi serta sumber
daya manusia yang dapat menjamin sustainabilitas operasioanal adalah
persyaratan lain bagi LPP Lokal. Lembaga Penyiaran Publik di tingkat pusat
diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Lembaga Penyiaran Publik
di tingkat daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sumber
pembiayaan Lembaga Penyiaran Publik berasal dari iuran penyiaran, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, siaran iklan, dan usaha lain yang sah
yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Setiap akhir tahun anggaran,
Lembaga Penyiaran Publik wajib membuat laporan keuangan yang diaudit oleh
Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) adalah lembaga penyiaran yang bersifat
komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Lembaga Penyiaran Swasta
jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi masing-masing hanya dapat
menyelenggarakan 1 (satu) siaran dengan 1 (satu) saluran siaran pada 1 (satu)
cukupan wilayah siaran. LPS adalah lembaga yang bersifat profit oriented atau bisnis murni, dengan modal awal dan pemegang sahamnya harus bersumber dari
modal dalam negeri.
Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) adalah lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, berfsifat
independen, dan tidak komersial, dengan dana pancar rendah, luas jangkauan
wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentigan komunitasnya. LPK
diselenggarakan tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan
bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata. Juga dimaksudkan untuk
mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan
melaksanakan program acara yang meliputi budaya , pendidikan, dan informasi
yang menggambarkan identitas bangsa. LPK merupaka komunitas nonpartisan
yang keberadaan organisasinya tidak mewakili organisasi atau lembaga asing
serta bukan komunitas internasional, tidak terkait dengan organisasi terlarang dan
tidak untuk kepentingan propaganda bagi kelompok atau golongan tertentu. Dari
sisi pembiayaan, LPK didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi
komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. Selain itu juga dapat
lain yang sah dan tidak mengikat. LPK dilarang menerima bantuan dana awal
mendirikan dan dana operasional dari pihak asing dan LPK dilarang melakulan
siaran iklan dan/atau siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan nasyarakat.
Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) adalah penyelenggaraan
penyiaran yang bersifat komersial yang berbentuk badan hukum Indonesia, yang
bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan. LPB
diselenggarakan berdasarkan klasifikasi: penyiaran berlangganan melalui satelit,
penyiaran berlangganan malalui kabel, dan penyiaran berlangganan melalui
teresterial. Dalam menyelenggarakan siarannya, LPB harus mempunyai izin atas
setiap program siaran dalam setiap saluran melakukan sensor internal terhadap
semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan, menyediakan paling
sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari kepastian saluran untuk menyalurkan
program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta, dan
menyediakan 1 (satu) saluraan siaran produksi dalam negeri berbanding 10
(sepuluh) saluran siaran produksi luar negeri atau paling sedikit 1 (satu) saluran
siaran produksi dalam negeri. LPB melalui satelit, harus memiliki jangkauan
siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia, memiliki stasiun
pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia, menggunakan satelit yang
mempunyai landing right di Indonesia, dan menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan. Sedangkan LPB melalui kabel dan meleui teresterial
harus memiliki jangkauan siaran yang meliputi satu daerah layanan sesuai dengan
B. Mekanisme Perizinan
Setiap lembaga penyiaran wajib terlebih dahulu memiliki izin
penyelenggaraan penyiaran sebelum melaksanakan aktivitas penyiaran. Untuk itu
terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh izin tersebut.
Namun, sebelum melakukan proses perizinan, harus diperiksa terlebih dahulu
apakah terdapat peluang untuk menyelenggarakan lembaga penyiaran. Untuk
mengetahui peluang tersebut, adalah kewajiban Menteri Komunikasai dan
Informatika untuk mengumumkan secara terbuka melalui media cetak dan/atau
elektronik peluang penyelenggaraan penyiaran LPS dan LPB melalui teresterial
secara periodik setiap 5 (lima) tahun sekali untuk jasa penyiaran radio dan 10
(sepuluh) tahun sekali untuk jasa penyiaran televisi. Peluang penyelenggaraan
penyiaran dapat dibuka di luar periode tersebut berdasarkan pertimbangan aspek
ekonomi atau perkembangan teknologi, serta ketersediaan kanal spektrum
frekuensi.
Pengumuman peluang penyelenggaran penyiaran tersebut meliputi
informasi tentang wilayah layanan siaran, jangka waktu pengajuan permohonan,
dan jumlah kanal frekuensi yang tersedia. Permohonan izin untuk LPS dan LPB
melalui teresterial diajukan setelah ada pengumuman peluang penyelenggaraan
penyiaran dari menteri. Sementara permohonan izin untuk LPB melalui satelit dan
kabel, LPP Lokal, dan LPK dapat diajukan tanpa didasarkan adanya pengumuman
peluang penyelenggaraan penyiaran dari menteri.
Sebagai catatan, sejak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang
diterbitkan, belum sekalipun pemerintah menyampaikan pengumuman tersebut
diakibatkan masih adanya permasalahan yang belum tuntas dalam menetapkan
proses perizinan, terutama akibat tarik ulur kepentingan antara Kementerian dan
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Namun, permasalahan tersebut lambat laun
telah berhasil diselesaikan dengan lahirnya kesepakatan-kesepakatan
antarkeduanya, terutama setelah Menteri Komunikasi dan Informatika
menetapkan Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran.
- Tahap Pertama: Pembentukan Bahan Hukum
Setelah melihat peluang untuk pendirian lembaga penyiaran telah tersedia,
maka langkah kedua bagi para pihak yang bermaksud mendirikan lembaga
penyiaran adalah membentuk Badab Hukum. Bagi LPP Lokal , badan hukum
yang berlaku adalah Peraturan Daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah
bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar ketetapan ini
diberlakukan karena LPP Lokal merupakan lembaga penyiaran inisiatif publik dan
menjadi milik publik yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD). Bagi LPS dan LPB, badan hukumnya harus berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) yang dibuat dengan akte notaris dan disahkan oleh Departemen
Hukum dab HAM. Hal terpenting dalam pembuatan akte notaris tersebut adalah
badan hukum lembaga penyiaran merupakan badan hukum tunggal, sehingga
dalam akte harus diterapkan bahwa maksud dan tujuan pendirian perseroan adalah
“mendirikan lembaga penyiaran” yaitu “lembaga penyiaran swasta”. Kemudian
penyiaran radio” atau “jasa penyiaran televisi”. Badan hukum penyiaran tidak
dapat membuka cabang untuk stasiun transmisi.
Khusus bagi LPK, badan hukumnya dapat berupa yayasan, koperasi, atau
organisasi perkumpulan yang telah terdaftar secara resmi pada pemerintah
setempat. Selain itu, harus disertai dengan keterangan berupa data dan foto copy
kartu tanda pengenal paling sedikit 250 (dua ratus lima [uluh) orang anggota
komunitas yang mendirikan LPK tersebut. Hal terpenting dalam LPK ini adalah
komunitas yang dimaksud dalam penyiaran merupakan komunitas berdasarkan
“demografis” atau bersifat lokalisasi, bukan bersifat ideologis, yang jarak ruang
lingkup aktivitas anggota komunitas sekitar 2,5 KM, sesuai jarak terjauh layanan
LPK yang diizinkan.
- Tahap kedua: Membuat Permohonan dan Studi Kelayakan
Permohonan dibuat dalam dua rangkap, yang masing-masing permohonan
ditujukan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika dan Ketua Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI). Permohonan tersebut dilengkapi dengan proposal
Studi Kelayakan yang dibuat pemohon dengan menguraikan berbagai hal, antara
lain latar belakang, maksud dan tujuan pendirian, visi, misi, dan format siaran
yang akan diselenggarakan, susunan dan nama pengurus penyelenggara
penyiaran, rencana kerja, aspek permodalan, proyeksi pendapatan (revenue) dari iklan dan pendapatan lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan
penyiaran, struktur organisasi mulai dari unit kerja tertinggi sampai unit kerja
terendah, termasuk uraian tata kerja yang melekat pada setiap unit kerja, program
siaran, khalayak sasaran, dan daya saing, persentase mata acara siaran keseluruhan
dan rincian siaran musik, serta pola acara siaran harian dan mingguan, serta data
teknik penyiaran. Permohonan dan proposal disampaikan di sekretariat KPI
Daerah (KPID) setempat.
- Tahap Ketiga: Proses Verifikasi
Permohonan yang diterima oleh KPID selanjutnya dibagi dalam dua
bentuk verifikasi. Yaitu, verifikasi administratif dan verifikasi program siaran.
KPID akan menyerahkan proses verifikasi administratif kepada pemerintah, yang
bilamana diperlukan dapat meminta bantuan kepada pemerintah daerah untuk
melaksanakan verifikasi administratif. Verifikasi administratif dilakukan terhadap
kelengkapan badan hukum, studi kelayakan, dan teknis. Sementara pemerintah
melakukan verifikasi administratif, KPID akan melakukan verifikasi program
siaran yang meliputi kelayakan program siaran, klsifikasi mata acara siaran,
sasaran khalayak serta kelembagaan dalam pelaksanaan program siaran yang
diverifikasi berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
(P3SPS). Baik vrifikasi yang dilakukan pemerintah maupun verifikasi yang
dilakukan KPID berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari, namun dapat
diperpanjang selama 15 (lima belas) hari jika terdapat hal-hal yang masih perlu
diperbaiki. Jika verifikasi oleh keduanya dinyatakan diterima maka proses dapat
dilanjutkan, namun bila dinyatakan ditolak maka permohonan akan dikembalikan
kepada pemohon.
Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) adalah proses dengar pendapat di
hadapan publik (public hearing) antara pemohon dan masyarakat sekitar yang menjadi target pemirsa atau pendengar yang dilaksanakan oleh KPID. Proses EDP
hanya dapat dilaksanakan jika proses verifikasi administratif dan program siaran
telah dilaksanakan dan bahwa permohonaan telah dinyatakan dapat diteruskan
oleh pemerintah daerah dan KPID.
Dalam EDP tersebut, pemohon menyampaikan kepada publik berbagai hal
terkait rencana pendirian lembaga penyiaran, di antaranya visi dan misi, rencana
program siaran, rencana usaha dan kepemilikan modal sumber daya menusia,
rencana bidang teknis, dan kelengkapan administrasi lainnya. Publik akan menilai
dan memberikan respons yang akan menjadi bahan penilaian untuk memperoleh
Rekomendasi Kelayakan dari KPID.
- Tahap Kelima: Rekomendasi Kelayakan
KPID akan melaksanakan rapat internal untuk membahas hasil EDP untuk
menetapkan apakah dapat memberikan Surat Rekomendasi Kelayakan kepada
pemohon atau tidak. Jika tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh KPID,
terutama bila publik memberikan respons negatif atau bahkan menolak rencana
keberadaan lembaga penyiaran pemohon, maka KPID akan menyampaikan bahwa
permohonan ditolak. Penolakan ini memberikan konsekuensi bahwa badan hukum
yang mengajukan permohonan tidak dapat kembali mengajukan permohonan. Jika
pihak-pihak yang terlibat masih berkeinginan mengajukan permohonan, masih
dapat dimungkinkan dengan membentuk badan hukum dan memulai prosesnya
Kominfo tentang Pemohon yang dinyatakan tidak layak menyelenggarakan
penyiaran dengan melampirkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh KPI.
Jika KPID menilai bahwa pemohon telah memenuhi syarat dan publik
memberikan respons yang baik, maka KPID akan menerbitkan Surat
Rekomendasi Kelayakan yang ditujukan kepada KPI Pusat (KPIP) dan Menteri
Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Rekomendasi tersebut tidak
diperuntukkan bagi pemohon dan tidak dijadikan sebagai “izin”.
- Tahap Keenam: Proses Forum Rapat Bersama
Setelah KPID menerbitkan Surat Rekomendasi, maka Menteri Kominfo
wajib menyelenggarakan Forum Rapat Bersama (FRB). Dalam proses perizinan
penyelenggaraan penyiaran untuk LPS, LPB dan LPK, Menteri dalam jangka
waktu palaing lambat 15 (lima belas) hari kerja dan 7 (tujuh) hari bagi LPP Lokal,
terhitung sejak diterimanya Rekomendasi Kelayakan Penyelenggaraan Penyiaran
dari KPI dengan persyaratan yang sudah lengkap mengundang KPI dan instansi
terkait untuk mengadakan FBR.
FRB dilaksanakan secara tertutup, dipimpin oleh Menteri Kominfo atau
yang mewakili serta didampingi oleh KPI. Agenda utama dalam FRB adalah
memberikan persetujuan atau penolakan permohonan izin penyelenggaraan
penyiaran. Apabila pada satu wilayah layanan siaran jumlah rekomendasi
kelayakan yang disampaikan oleh KPI kepada Menteri Kominfo tidak melebihi
jumlah frekuensi yang ditetapkan dalam peluang penyelenggaraan penyiaran, serta
terpenuhinya persyaratan administrasi, program siaran, dan data teknik penyiaran,
Bilaman pada satu wilayah siaran jumlah rekomendasi kelayakan yang
disampaikan oleh KPI kepada Menteri Kominfo melebihi jumlah frekuensi yang
ditetapkan dalam peluang penyelenggaraan penyiaran, maka akan dibentuk Tim
Seleksi, yang terdiri dari perwakilan KPI sebanyak 3 orang, perwakilan Direktorat
Jenderal Pos dan Telekomunikasi sebanyak 2 orang. Pelaksanaan seleksi
dilakukan dengan metode evaluasi komparatif, meliputi aspek program siaran,
teknik penyiaran, dan bisnis. Tim Seleksi akan mengeluarkan hasil berupa ranking
atau urutan terbaik berdasarkan penilaian Tim Seleksi. Hasil Tim Seleksi akan
dibawa ke FRB berikutnya untuk menetapkan pihak yang berhak memperoleh
IPP. Sebagai ilustrasi, jika peluang penyelenggaraan penyiaran hanya tersedia dua
tempat dan jika rekomendasi KPI diberikan kepada empat pemohon, maka
berdasarkan hasil Tim Seleksi IPP hanya akan diberikan kepada pemohon yang
menduduki peringkat pertama dan kedua, sementara yang ketiga dan keempat
dinyatakan tidak lulus atau ditolak permohonannya.
Menteri Kominfo akan menyampaikan hasil FRB berupa IPP bagi
pemohon yang dinyatakan memenuhi persyaratan atau bagi yang lolos dalam Tim
Seleksi. Demikian pula, Menteri Kominfo akan menerbitkan surat penolakan
permohonan IPP bagi pemohon yang permohonan izinnya tidk disetujui dalam
FRB, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah keputusan FRB. Surat
penolakan tersebut disampaikan oleh Menteri Kominfo kepada Pemohon melalui
KPI.
Setelah FRB, Menteri Kominfo akan menerbitkan Izin Prinsip
Penyelenggaraan Penyiaran (IPP Prinsip) bagi Pemohon yang permohonan
izinnya disetujui dalam FRB, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
keputusan FRB. IPP Prinsip ini dapat digunakan oleh pemohon sebagai dokumen
dan bukti untuk pengurusan izin-izin atau rekomendasi administratif, sesuai
dengan peraturan yang berlaku di daerah seperti Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), Izin Gangguan (HO), Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Tanda Daftar
Perusahaan (TDP) dalam memenuhi kelengkapan persyaratan IPP Tetap. Selain
itu, IPP Prinsip merupakan dokumen dalam pelaksanaan pembangunan
infrastruktur, untuk pengurusan proses penetapan frekuensi berupa Izin Stasiun
Radio (ISR), untuk pelaksanaan uji coba siaran, dan untuk evaluasi
penyelenggaraan uji coba siaran.
IPP Prinsip disampaikan kepada Pemohon melalui KPI setelah ada bukti
pembayaran biaya IPP Prinsip yang telah dibayarkan ke kas negara melalui
rekening Bendahara Penerima Direktorat Jenderal Sarana Komunikasi dan
Diseminasi Informasi pada bank pemerintah. Setelah mendapatkan IPP Prinsip,
Lembaga Penyiaran (LP) wajib melakukan masa uji coba siaran paling lama 6
(enam) bulan untuk Jasa Penyiaran Radio dan paling lama 1 (satu) tahun untuk
Jasa Penyiaran Televisi, dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali setelah
dilakukan evaluasi. Selama masa berlakunya IPP Prinsip, LP dilarang melakukan
perubahan terhadap data administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran
Materi uji coba siaran berupa konsistensi data sebagaimana yang telah
diajukan pada permohonan dan pemenuhan persyaratan yang diwajibkan dalam
IPP Prinsip. Uji coba dilaksanankan pada saat LP sedang on air percobaan dan
selama pelaksanaan uji coba siaran LP harus menyampaikan informasi secara
lisan dan/atau tertulis kepada pendengar dan/atau pemirsa bahwa siaran
dilaksanakan dalam rangka uji coba siaran.
Lembaga penyiaran mengajukan permohonan teertulis kepada Menteri
Kominfo untuk dilakukan evaluasi atas penyelenggaraan uji coba siaran
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum masa ji coba berakhir. Selama evaluasi uji coba
siaran, LP menyelenggarakan siaran sesuai usulan program siaran dan teknik
penyiaran dengan durasi paling sedikit 6 (enam) jam setiap hari untuk jasa
penyiaran radio dan paling sedikit 1 (satu) jam setiap hari untuk jasa penyiaran
televisi. LP yang dievaluasi diberi kesempatan untuk memenuhi dan melengkapi
persyaratan sesuai kritria penetapan lulus masa uji coba siaran
selambat-lambatnya sebelum masa uji coba siaran berakhir. Selama masa uji coba siaran,
Lembaga Penyiaran tidak boleh menyelenggarakan siaran iklan, kecuali siaran
iklan layanan masyarakat, dan memungut biaya yang berkenan dengan
penyelenggaraan penyiaraan. Menteri Kominfo akan menetapkan kelulusan masa
uji coba siaran berdasarkan rekomendasi Tim Evaluasi Uji Coba Siaran.
Tim evaluasi uji coba siaran dapat memberi rekomendasi kepada Lembaga
Penyiaran yang tidak memenuhi kriteria evaluasi uji coba siaran untuk diberi
kesempatan memenuhi kriteria evaluasi tersebut di atas dan dapat diperpanjang
jasa penyiaran televisi. Tim evaluasi uji coba siaran dapat memberi rekomendasi
tidak lulus terhadap Lembaga Penyiaran yang tidak memenuhi kriteria evaluasi uji
coba siaran dan telah melalui masa perpanjangan uji coba siaran. Jika LP dinilai
gagal oleh Tim Evaluasi maka Menteri Kominfo mencabut Izin Prinsip
Penyelenggaraan Penyiaran dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja setelah menerima rekomendasi tidak lulus.
Hal lain yag perlu diperhatikan adalah sebelum melaksanakan uji coba
siaran, Lembaga Penyiaran wajib terlebih dahulu mengurus Izin Stasiun Radio
(ISR) pada direktorat spektrum frekuensi pada Kementerian Komunikasi dan
Informatika. Mekenisme ISR dilengkapi dengan uji sertifikasi peralatan pemancar
dan pembiayaan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHPF) yang telah ditetapkan
pemerintah. Pengrusan ISR ini, bagi lembaga penyiaran teresterial, sangat erat
kaitannya dengan notifikasi dan pencatatan frekuensi pada daftar induk frekuensi
di International Telecommuniction Union. ISR dinyatakan tidak berlaku apabila
Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran dicabut akibat tidak lulus masa uji coba
siaran.
- Tahap Kedelapan: Penetapan Izin Penyelenggaraan Penyiaran
Jika lembaga Penyiaran dinyatakan lulus oleh Tim Evaluasi Uji Coba
Siaran maka Lembaga Penyiaran akan diberikan Izin Tetap Penyelenggaraan
Penyiaran (IPP Tetap) dengan terlebih dahulu membayar Biaya IPP. Setelah
pembayaran tersebut Menteri Kominfo akan menerbitkan keputusan izin tetap
penyelenggaraan penyiaran paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah uji
5 (lima) tahun untuk jasa penyiaran radio dan 10 (sepuluh) tahun untuk jasa
penyiaran televisi dan dapat diperpanjang. Izin Tetap Penyelenggaraan Penyiaran
disampaikan kepada Pemohon melalui KPI. Sejak diterbitkannya IPP Tetap
tersebut, maka Lembaga Penyiaran secara resmi dan sah telah dapat melaksanakan
kegiatan penyiarannya
- Tahap Kesembilan: Penyelenggaraan Penyiaran dan Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran
Setelah resmi dan sah untuk melaksanakan kegiatan penyiaran, Lembaga
Penyiaran wajib melaksanakan secara konsisten hal-hal yang telah disetujui
selama masa proses pengajuan perizinan dan masa uji coba siaran. Bilamana
terjadi perubahan dalam perjalanannya, misalnya struktur permodalan, pemegang
saham, direksi atau program siaran, Lembaga Penyiaran wajib menyampaikan
permohonan kepada Menteri Kominfo dan KPI. Lembaga Penyiaran tidak boleh
menyimpang dari program siaran yang telah disetujui dan senantiasa berpedoman
pada P3SPS.
Izin penyelenggaraan penyiaran dapat dicabut oleh Menteri Kominfo
apabila Lembaga Penyiaran Swasta melanggar ketentuan penggunaan spektrum
frekuensi radio dan/atau wilayah jangkauan siaran yang ditetapkan, atau atas laporan KPI dinyatakan tidak melakukan kegiatan siaran lebih dari 3 (bulan)
melanggar ketentuan mengenai standar program siaran yang dikeluarkan oleh KPI
setelah adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Izin penyelenggaraan penyiaran dinyatakan berakhir karena habis masa
izin dan tidak diperpanjang kembali oleh Pemohon. Perpanjangan Izin harus
dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya izin penyelenggaraan
penyiaran. Pemohon mengajukan permohonan perpanjangan izin tertulis kepada
Menteri Kominfo melalui KPI. Jangka waktu berlakunya perpanjangan izin
penyelenggaraan penyiaran adalah 5 (lima) tahun untuk izin peyelenggaraan
penyiaran radio dan 10 (sepuluh) tahun untuk izin penyelenggaraan penyiaran
televisi.
Apabila persyaratan dan kelengkapann permohonan perpanjangan izin
tidak dipenuhi, KPI dan/atau Menteri Kominfo memberitahukan secara tertulis
kepada Pemohon atau kuasanya atas persyaratan tersebut dilengkapi paling lambat
15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat
pemberitahuan. Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak dipenuhinya persyaratan, KPI menerbitkan rekomendasi kelayakan
perpanjangan penyelenggaraan penyiaran dan disampaikan kepada Menteri
Kominfo. Selanjutnya Menteri Kominfo dalam jangka waktu paling lama 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rekomendasi kelayakan perpanjangan
penyelenggaraan penyiaran dari KPI mengundang KPI dan instansi terkait untuk
mengadakan Forum Rapat Bersama. Menteri Kominfo dapat meminta penjelasan
kelayakan perpanajangan penyelenggaraan penyiaran setelah 30 (tiga puluh) hari
kerja sejak diterimanya permohonan oleh Menteri Kominfo.
Forum Rapat Bersama diselenggarakan dalam rangka pemberian
persetujuan atau penolakan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran melalui
penilaian bersama terhadap rekomendasi kelayakan perpanjangan
penyelenggaraan penyiaran dari KPI. Menteri Kominfo menerbitkan keputusan
persetujuan atau penolakan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran sesuai
dengan hasil kesepakatan Forum Rapat Bersama. Keputusan persetujuan atau
penolakan perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran wajib diterbitkan oleh
Menteri Kominfo paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ada kesepakatan
dari Forum Rapat Bersama. Keputusan persetujuan atau penolakan perpanjangan
penyelenggaraan penyiaran disampikan kepada Pemohon melalui KPI.
C. Biaya Penyelenggaraan Penyiaran
Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) terbagi dalam dua jenis, yaitu Izin
Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran (IPP Prinsip) dan Izin Tetap Penyelenggaraan
Penyiaran (IPP Tetap). Terhadap kedua jenis izin tersebut, pemerintah telah
menetapkan besaran biaya izin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika.
Dalam peraturan tersebut diatur adanya pembagian zona berdasarkan
tingkat kemajuan ekonomi, yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri
Maju dan Daerah Ekonomi Kurang Maju Dalam Penyelenggaraan Penyiaran.
Berdasarkan kajian, peraturan tersebut telah membagi daerah ekonomi dalam 5
(lima) zona atau wilayah.
Zona 1, zona 2, dan zona 3 masuk dalam kategori daerah ekonomi maju,
sedangkan zona 4 dan 5 termasuk kategori daerah kurang maju. Penetapan daerah
ekonomi maju dan kurang maju dilakukan berdasarkan Indeks Potensi dan
Kemajuan Daerah yang diukur berdasarkan komposit indeks dari Indeks
Geografis, Indeks Demografis, Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Ekonomi,
dan Indeks Bisnis, berdasarkan berbagai parameter masing-masing indeks.
Berdasarkan itulah kemudian pemerintah menetapkan tabel besaran biaya
izin penyelenggaraan penyiaran. Sebagi ilustrasi, dalam tabel tersebut diatur untuk
Biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran bagi Lembaga Penyiaran Swasta, sebagai
berikut:
Selain biaya IPP, lembaga penyiaran teresterial juga wajib membayar
Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHPF) yang besaran biayanya ditetapkan
dala