• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS - PENGARUH BEBAN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA MELALUI KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT. KIMIA FARMA DIAGNOSTIK KOTA BANDUNG - repo unpas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS - PENGARUH BEBAN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA MELALUI KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT. KIMIA FARMA DIAGNOSTIK KOTA BANDUNG - repo unpas"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini merupakan pengembangan dari teori-teori yang sudah ada sebagai landasan teori yang berkaitan dengan sumber daya manusia, beban kerja, motivasi, kepuasan kerja dan kinerja pegawai disertai faktor-faktor penunjangnya.

Selain itu, yang disampaikan disini adalah penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan, kerangka pemikiran dan hipotesis. Tulisan-tulisan yang berhubungan dengan beban kerja, motivasi, kepuasan kerja dan kinerja pegawai akan diajukan sebagai bahan acuan pustaka dan merupakan dasar penulisan selanjutnya dari penelitian ini.

(2)

2.1.1. Teori Manajemen dan Organisasi

Menurut Marry Parker Follet dalam Hanafi (2011) mendefinisikan manajemen sebagi seni mencapai sesuatu melalui orang lain. Dengan definisi tersebut manajemen tidak berdiri sendiri tetapi bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut James A.F. Stoner dalam Wijayanto (2012) menyatakan manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Hanafi (2011), manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumber daya organisasi. Definisi tersebut mempunyai beberapa pengetian kunci, yaitu :

1. Proses yang merupakan kegiatan yang direncanakan.

2. Kegiatan, merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengendalikan yang sering disebut fungsi manajemen.

3. Tujuan organisasi yang ingin dicapai melalui aktivitas tersebut.

4. Sumber daya organisasi yang digunakan untuk mencapai melalui aktivitas tersebut.

(3)

dalam membentuk organisasi. Semua organisasi mempunyai orang yang bertanggungjawab terhadap organisasi dalam mencapai sasarannya.

Menurut Robbins & Marry Coulter (2006:201) menyatakan bahwa manajemen adalah proses mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif dengan melalui orang lain.

Menurut Hanafi (2011) manajemen pada dasarnya memiliki empat kerangka, yaitu :

1. Perencanaan

Kegiatan menetapkan tujuan organisasi dan memilih cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan diperlukan untuk mengarahkan kegiatan organisasi. Beberapa manfaat perencanaan adalah :

a. Mengarahkan kegiatan organisasi meliputi penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Memantapkan konsistensi kegiatan anggota organisasi agar sesuai dengan tujuan organisasi.

c. Memonitor kemajuan organisasi. 2. Pengoorganisasian

(4)

3. Pengarahan

Langkah selanjutnya dimana akan membuat orang-orang dalam struktur organisasi bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Lebih spesifik lagi pengarahan meliputi :

a. Kegiatan memberi pengarahan. b. Mempengaruhi orang lain.

c. Memotivasi orang tersebut untuk bekerja.

Pengarahan biasanya dikatakan sebagai kegiatan manajemen yang paling menantang dan paling penting karena langsung berhadapan dengan manusia. 4. Pengendalian

Elemen terakhir dari proses manajemen. Pengendalian bertujuan untuk melihat apakah kegiatan organisasi sesuai dengan rencana. Fungsi pengendalian meliputi empat kegiatan yaitu :

a. Menentukan standar prestasi.

b. Mengukur prestasi yang telah dicapai selama ini

c. Membandingkan prestasi yang telah dicapai dengan standar prestasi

d. Melakukan perbaikan jika ada penyimpangan dari standar prestasi yang ditentukan

(5)

2012). Ide tentang waktu dalam organisasi mempunyai beberapa elemen sebagai berikut :

1. Manajemen adalah usaha menciptakan masa depan yang lebih baik dengan mengingat masa lalu dan masa kini.

2. Manajemen dipraktekkan di dalam dan refleksi dari era sejarah tertentu. 3. Manajemen adalah kegiatan yang menghasilkan kensekuensi dan pengaruh

yang muncul dengan berlalunya waktu.

Berdasarkan beberapa definisi manajemen dari para ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu seni dan proses dalam mencapai suatu tujuan dari organisasi, dengan melibatkan faktor-faktor berikut ini, diantaranya :

1. Sumber daya organisasi, baik sumber daya manusia maupun faktor-faktor produksi lainnya.

2. Tahapan proses mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengimplementasian hingga pengendalian dan pengawasan.

(6)

2.1.2. Sumber Daya Manusia

Dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dan dewasa ini, tenaga kerja biasa dikenal dengan istilah Sumber Daya Manusia.

Menurut Werther dan Davis dalam Sutrisno (2009:1) sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Timbulnya kebutuhan untuk membantu organisasi dalam melaksanakan tujuannya merupakan profesionalisme dalam bekerja. Kebutuhan akan profesionalisme menunjukkan bahwa semakin berperannya sumber daya manusia dalam mencapai keberhasilan organisasi.

Tujuan organisasi agar dapat tercapai dengan baik dibutuhkan sumber daya manusia yang memenuhi syarat-syarat dan kriteria organisasi (Sofyandi, 2008:53). Kriteria organisasi tersebut diharapkan akan terbentuk sumber daya manusia yang produktif yang berguna terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh Sulistiyani dan Rosidah (2003:9), yang dimaksud sebagai sumber daya manusia meliputi tiga pengertian, yaitu :

1. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi yang disebut juga personil, tenaga kerja atau karyawan.

(7)

3. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal baik non material ataupun non finansial di dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensinya.

Berdasarkan pendapat diatas, bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah manusia yang ada di dalam lingkungan suatu organisasi untuk bekerja, yang memiliki potensi untuk melaksanakan kegiatan organisasi. Sumber daya manusia juga dapat disebut sebagai aset yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk menghasilkan suatu potensi dalam bentuk hasil kerja yang nyata bagi kepentingan organisasi.

Sumber daya manusia memiliki posisi yang sangat strategis dalam organisasi, artinya unsur manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan. Eksistensi sumber daya manusia itulah yang terdapat dalam organisasi yang kuat. Mencapai kondisi yang diharapkan diperlukan adanya manajemen terhadap sumber daya manusia secara memadai sehingga terciptalah sumber daya manusia yang berkualitas, loyal dan berprestasi (Jauhari, 2012).

(8)

pengalaman teknis mampu beradaptasi dan lain-lain (Mathis dan Jackson, 2000:240).

Sumber daya manusia merupakan salah satu hal yang terpenting dalam sebuah organisasi. Secara umum, suatu organisasi (dalam hal ini perusahaan) tidak dapat dipisahkan dari sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan mencapai tujuannya tidak lepas dari peran sumber daya manusia yang efektif. Efektifitas kerja karyawan sangat mendukung perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi dan meningkatkan kinerja perusahaan tersebut. Usaha untuk terus meningkatkan efektifitas kerja karyawan harus terus dilakukan oleh perusahaan.

Dalam menjalankan usahanya, para pelaku bisnis berpandangan bahwa suksesnya sebuah organisasi atau perusahaan sangat didukung oleh potensi sumber daya yang dimiliki karena berpengaruh terhadap upaya perusahaan dalam mencapai tujuan. Betapapun majunya teknologi, berkembangnya informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, namun jika tanpa sumber daya manusia akan sulit tercapai

2.1.3. Manajemen Sumber Daya manusia

(9)

Manajemen sumber daya manusia bergerak dalam usaha menggerakkan dan mengelola sumber daya manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berpikir dan bertindak seperti apa yang diharapkan oleh organisasi. Manajemen sumber daya manusia adalah pendekatan terhadap manajemen manusia (Sulistiyani dan Rosidah, 2003:10). Pendekatan manajemen manusia didasarkan pada nilai manusia dalam hubungannya dengan organisasi.

Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi, efektifitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen manusia. Dikutip dari Sulistiyani dan Rosidah (2003:10-11), Amstrong mengatakan bahwa pendekatan manajemen manusia didasarkan pada empat prinsip dasar, yaitu :

1. Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci keberhasilan organisasi.

2. Keberhasilan ini sangatlah mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan, memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan serta perencanaan strategis.

3. Kultur dan nilai organisasi, suasana organisasi dan perilaku manajerial berasal dari kultur tersebut sehingga memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik.

(10)

Menurut Hanafi (2011) manajemen sumber daya manusia menjadi fungsi yang sangat penting dalam suatu organisasi. Hal ini disebabkan antara lain karena perubahan pandangan terhadap karyawan. Dahulu karyawan dianggap sebagai salah satu faktor produksi, seperti mesin dimana biaya produksi termasuk gaji karyawan cenderung ditekan untuk mendorong efisiensi, pandangan yang lebih populer saat ini menganggap karyawan sebagai salah satu partner untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, peranan karyawan semakin penting oleh karena kompetisi yang semakin tajam, perubahan sosial dan perubahan perundang-undangan.

Menurut Mondy (2008), dalam dunia kompetitif, dewasa ini dimana-mana perusahaan bersaing untuk mendapatkan bakat terbaik, mengembangkan merek sumber daya manusia yang tepat sangatlah penting yang mengacu pada citra atau budaya perusahaan yang bersangkutan. Manajemen sumber daya manusia meliputi lima area fungsional, yaitu :

1. Penyediaan staf

2. Pengembangan sumber daya manusia 3. Kompensasi

4. Keselamatan dan kesehatan 5. Hubungan antar karyawan

(11)

external, merencanakan rekruitmen dan pemberhentian atau pensiun dan merencanakan pelatihan dan pengembangan tenaga kerja. Seleksi ditujukan untuk memilih tenaga kerja yang diinginkan. Pelatihan ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan prestasi kerja saat ini. Sementara pengembangan ditujukan untuk meningkatkan prestasi saat ini dan masa mendatang. Evaluasi prestasi merupakan evaluasi formal terhadap prestasi anggota organisasi (Hanafi, 2011).

Dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang terdiri dari :

1. Rekrutmen

Proses penarikan orang-orang yang memenuhi persyaratan untuk mengajukan lamaran atas pekerjaan yang belum terisi. Sumber pelamar berasal dari dalam dan luar organisasi (Griffin dan Ebert, 2007:217).

2. Seleksi

Proses memilih seseorang untuk dipekerjakan. Tujuannya adalah mengumpulkan informasi yang akan memperkirakan tingkat keberhasilan kerja para pelamar dan kemudian mempekerjakan kandidat yang dianggap berpeluang paling berhasil. Proses validasi atas penentuan nilai prediktif atas informasi terjadi pada tahap ini. Tahapannya dapat melalui pengisian formulir, tes tertulis, wawancara ataupun teknik lainnya (Griffin dan Ebert, 2007:218).

3. Pengembangan

(12)

langkah untuk melatih dan mengembangkan lebih lanjut keterampilan kerja yang diperlukan. Selain itu, setiap perusahaan memiliki beberapa sistem penilaian dan umpan balik kinerja. Namun terkadang hasil dari penilaian ini terkadang menuntut prosedur untuk menurunkan taupun memutuskan hubungan kerja dengan karyawan (Griffin dan Ebert, 2007:219-221).

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan biasanya dilakukan organisasi dengan memberikan semangat bekerja, berdisiplin tinggi dan bersikap loyal sangat membantu dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi (Sedarmayanti, 2009:6). Menurut Hasibuan (1997:195), pemeliharaan adalah usaha untuk mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan sikap karyawan agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan dengan berdasarkan kebutuhan sebagian besar dari aparatur.

5. Penggunaan

Penggunaan sumber daya manusia menekankan pada pelaksanaan tugas dan pekerjaan oleh aparatur agar lebih efektif dan efisien serta jenjang peningkatan posisi aparatur (Sedarmayanti, 2009:6).

(13)

lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.

2.1.4. Analisis Jabatan

Analisis jabatan terdiri atas dua kata, analisis dan jabatan. Analisis merupakan aktivitas berpikir untuk menjabarkan pokok persoalan menjadi bagian, komponen, atau unsur, serta kemungkinan keterkaitan fungsinya. Sedangkan jabatan adalah sekumpulan tugas dan tanggung jawab yang akan, sedang dan telah dikerjakan oleh tenaga kerja dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian analisis pekerjaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas untuk mengkaji, mempelajari, mengumpulkan, mencatat, dan menganalisis ruang lingkup suatu pekerjaan secara sistematis dan sistemik (Sastrohadiwiryo, 2002:127).

Analisis jabatan memberikan informasi yang berguna untuk menentukan syarat-syarat tenaga kerja secara kualitatif. Analisis jabatan menunjukkan jenis-jenis jabatan dan karyawan-karyawan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas itu, akan tetapi fungsi penyusunan tenaga kerja belum jelas karena kuantitas (jumlah) pegawai yang diperlukan belum dihitung.

(14)

dibutuhkan (job requirements) seperti pendidikan, keahlian, kemampuan, pengalaman kerja, dan lain-lain, agar seseorang dapat menjalankan tugas-tugas dalam suatu jabatan dengan baik.

Sedangkan definisi analisis jabatan menurut Edwin B Flippo dalam Bambang Wahyudi (2004:28) analisis jabatan adalah suatu proses mempelajari dan mengumpulkan informasi-informasi yang berkembang dengan operasi-operasi pelaksanaan dan tanggung jawab dari suatu jabatan tertentu.

Analisis jabatan merupakan bagian dari perencanaan sumber daya manusia. Menurut Flippo (1994), analisis jabatan adalah proses mempelajari dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaaan tertentu. Flippo menekankan bahwasanyaa ada dua kegiatan utama dalam analisis jabatan, yaitu mengumpulkan informasi tentang operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaan dan mempelajarinya lebih mendalam.

Selanjutnya Moekijat (1995 : 58) mengemukakan, bahwa analisis jabatan memberikan informasi tentang syarat-syarat tenaga kerja secara kualitatif serta jenis-jenis jabatan dan karyawan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas.

(15)

manajemen sumber daya manusia. Melalui analisis jabatan, akan diketahui berapa posisi atau jabatan yang seharusnya ada dalam suatu organisasi dan kemampuan apa yang dibutuhkan oleh pemegang jabatan.

2.1.5. Analisis Pekerjaan

Menurut Hasibuan (2003:29), analisis pekerjaan adalah informasi tertulis mengenai pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan dalam suatu perusahaan agar tujuan tercapai. Manfaat analisis pekerjaan akan memberikan informasi tentang aktivitas pekerjaan, standar pekerjaan, konteks pekerjaan, persyaratan personalia, perilaku manusia dan alat-alat yang dipergunakan.

Menurut Sastrohadiwiryo (2002:127), analisis pekerjaan terdiri atas dua kata, analisis dan pekerjaan. Analisis merupakan aktivitas berpikir untuk menjabarkan pokok persoalan menjadi bagian, komponen, atau unsur, serta kemungkinan keterkaitan fungsinya. Sedangkan pekerjaan adalah sekumpulan tugas dan tanggung jawab yang akan, sedang dan telah dikerjakan oleh tenaga kerja dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian analisis pekerjaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas untuk mengkaji, mempelajari, mengumpulkan, mencatat, dan menganalisis ruang lingkup suatu pekerjaan secara sistematis dan sistemik.

(16)

menyusun uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan (job specification). Lebih lanjut dikatakan pula, bahwa informasi yang dihasilkan oleh analisis pekerjaan dapat digunakan dalam rekrutmen dan seleksi, kompensasi, penilaian prestasi kerja, serta pendidikan dan pelatihan.

Menurut Hasibuan (2003:29), proses dalam menganalisis pekerjaan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menentukan penggunaan hasil informasi analisis pekerjaan. 2. Mengumpulkan informasi tentang latar belakang.

3. Menyeleksi orang yang akan diserahi jabatan yang akan dianalisis. 4. Mengumpulkan informasi analisis pekerjaan.

5. Meninjau informasi dengan pihak yang berkepentingan. 6. Menyusuan uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan

7. Meramalkan atau memperhitungkan perkembangan perusahaan.

2.1.6. Beban Kerja

Beban kerja adalah salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh setiap organisasi, karena beban kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Teknik analisa beban kerja (Workload Analysis) memerlukan penggunaan rasio atau pedoman staf standar untuk menentukan kebutuhan personalia. Analisis beban kerja mengidentifikasi baik jumlah pegawai maupun jenis pegawai yang diperlukan dalam mencapai tujuan organisasional.

(17)

hasil kali antara jumlah pekerjaan dengan waktu. Setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, untuk itu perlu dilakukan upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar, sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal.

Menurut Sutarto (2006 : 122), beban aktivitas satuan organisasi atau beban kerja masing-masing pejabat atau pegawai hendaknya merata sehingga dapat dihindarkan adanya satuan organisasi yang terlalu banyak aktivitasnya dan ada satuan organisasi terlalu sedikit aktivitasnya demikian pula dapat dihindarkan adanya pejabat atau pegawai yang terlalu bertumpuk-tumpuk tugasnya dan ada pejabat atau pegawai yang sedikit beban kerjanya sehingga nampak terlalu banyak menganggur.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa beban kerja yang diberikan kepada pegawai organisasi maupun insitusi sebagai suatu kegiatan, yang mempunyai peran penting untuk menetapkan kebutuhan akan pegawai yang diperlukan dalam kelancaran suatu penyelesaian pekerjaan dimana penghitungan beban kerja tersebut memerlukan suatu metode atau teknik tertentu agar sesuai dengan keinginan dari organisasi atau institusi tersebut.

(18)

secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan sebagai alat untuk menyempurnakan aparatur, baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia.

Selain itu, pemberian beban kerja kepada pegawai dalam suatu organisasi harus diikuti oleh bagaimana kemampuan pimpinan dalam melihat kepada kemampuan dan keterampilan pegawai itu sendiri sehingga beban kerja yang diberikan dapat efektif dilaksanakan oleh pegawai.

(19)

Everly dan Girdano dalam Munandar, (2001:383), menambahkan kategori lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebihankuantitatif dan kualitatif.

Sedangkan pendapat lain yang menyatakan pendapat beban kerja yang menekankan kepada tuntutan tugas yang harus dikerjakan pegawai. Menurut Hart dan Staveland (Tarwaka, 2011:106) bahwa beban kerja merupakan suatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan dan persepsi dari pekerja. Beban kerja kadang-kadang didefinsikan secara operasional pada faktor-faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upaya yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan.

Beban kerja merupakan suatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan dan persepsi dari pekerja. Beban kerja kadang-kadang didefinsikan secara operasional pada faktor-faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upaya yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan.

Selain pendapat diatas bahwa dalam pemberian beban kerja seharus nya dilakukan analasis mengenai beban kerja pegawai. Adapun menurut Hasibuan (2005:116), analisis beban kerja adalah penentuan jumlah pekerja yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu.

(20)

Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari seseorang yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan penunjang medis berdasarkan ilmu yang dimilikinya dalam jangka waktu tertentu.

2.1.6.1. Dimensi Beban Kerja

Menurut Munandar (2001:381-384), mengklasifikasikan beban kerja kedalam faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan sebagai berikut :

a. Tuntutan Fisik.

(21)

Dalam hal ini bahwa kondisi kesehatan pegawai harus tetap dalam keadaan sehat saat melakukan pekerjaan, selain istirahat yang cukup juga dengan dukungan sarana tempat kerja yang nyaman dan memadai.

b. Tuntutan tugas

Kerja shif atau kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi para pegawai akibat dari beban kerja yang berlebihan. Beban kerja berlebihan dan beban kerja terlalu sedikit dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Beban kerja dapat dibedakan menjadi dua katagori yaitu :

a. Beban kerja terlalu banyak atau sedikit kuantitatif yang timbul akibat dari tugas

b. Tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.

c. Beban kerja berlebihan/terlalu sedikit kualitatif yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melaksanakan suatu tugas atau melaksanakan tugas tidak menggunakan keterampilan dan atau potensi dari tenaga kerja

d. Beban kerja terlalu sedikit dapat menyebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah kesemangat dan motivasi yang rendah untuk kerja, karena pegawai akan merasa bahwa dia tidak maju maju dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Sutherland & Cooper) dalam Munandar, 2001:387)

(22)

Di samping itu dinyatakan pula, bahwa jumlah waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah sama dengan jumlah keempat (4) waktu berikut :

1. Waktu yang sungguh-sungguh digunakan untuk bekerja, yakni waktu digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan produksi (waktu lingkaran, atau waktu baku atau dasar).

2. Waktu yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan produksi (bukan lingkaran atau non-cyclical time). 3. Waktu untuk menghilangkan kelelahan (fatigue time).

4. Waktu untuk keperluan pribadi (personal time).

Oleh karena itu jumlah orang yang diperlukan untuk menyelesaikan jabatan atau pekerjaan sama dengan jumlah waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dibagi dengan waktu yang diberikan kepada satu orang. Namun demikian, untuk menentukan jumlah orang yang diperlukan secara lebih tepat, maka jumlah tersebut perlu ditambah melalui analisis beban kerja pegawai

(23)

1. Beban waktu (time load)

Menunjukan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas atau kerja.

2. Beban usaha mental (mental effort load)

Banyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan. 3. Beban tekanan Psikologis (psychological stress load)

Menunjukan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.

Berdasarkan definisi-definisi di atas terlihat bahwa pengertian beban kerja terkait dengan 4 (empat) aspek yaitu:

1. Aspek tugas-tugas yang harus dikerjakan.

2. Aspek seorang atau sekelompok orang yang mengerjakan tugas-tugas tersebut. 3. Aspek waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut.

4. Aspek keadaan/kondisi normal pada saat tugas-tugas tersebut dikerjakan.

2.1.6.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Beban kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam memperkirakan beban kerja pegawai pada suatu unit tertentu, seorang pemimpin atau manajer harus mengetahui hal-hal berikut ini :

a. Berapa banyak pasien yang dimasukkan ke unit per hari, bulan atau tahun. b. Kondisi pasien di unit tersebut.

c. Rata-rata pasien yang ditangani.

(24)

e. Frekuensi dari masing-masing tindakan penunjang medis yang harus dilakukan.

f. Rata-rata waktu yang dibutuhkan dari masing-masing tindakan penunjang medis baik langsung maupun tidak langsung.

Menurut Manuaba dalam Tarwaka (2011:130), beban kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu :

1. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti; a. Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat

kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas-tugas yang bersifat psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan, tanggung jawab pekerjaan.

b. Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu istirahat, shift kerja, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.

2. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan).

(25)

1. Faktor eksternal :

a. Tugas-tugas yang bersifat fisik (sikap kerja)

b. Tugas-tugas yang bersifat mental (tanggung jawab, kompleksitas pekerjaan, emosi pekerja dan sebagainya)

c. Waktu kerja dan waktu istirahat d. Kerja secara bergilir

e. Pelimpahan tugas dan wewenang 2. Faktor internal :

a. Faktor somatis (kondisi kesehatan)

b. Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan sebagainya)

2.1.6.3. Kelebihan Beban Kerja

Menurut French dan Caplan, 1973 dalam Irwady 2010, kelebihan beban kerja (beban kerja berat) yang dirasakan oleh pegawai :

a. Harus melaksanakan pelayanan secara ketat selama jam kerja.

b. Terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi keakuratan hasil analisa penyakit pasien.

c. Beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi keakuratan hasil analisa penyakit pasien.

d. Kontak langsung dengan berbagai macam sampel pemeriksaan yang berbahaya.

(26)

f. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan.

g. Harapan pimpinan terhadap pelayanan yang berkualitas.

h. Tuntutan keluarga untuk keakuratan hasil analisa penyakit pasien. i. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat. j. Tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan tugas.

k. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal.

l. Setiap saat melaksanakan tugas delegasi dari dokter.

m. Tindakan untuk selalu menjaga keakuratan hasil analisa penyakit pasien.

2.1.6.4. Dampak Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau psikis sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit di mana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja.

(27)

1. Kualitas kerja menurun

Beban kerja yang terlalu berat tidak diimbangi dengan kemampuan tenaga kerja, kelebihan beban kerja akan mengakibatkan menurunnya kualitas kerja karena akibat dari kelelahan fisik dan turunnya konsentrasi, pengawasandiri, akurasi kerja sehingga hasil kerja tidak sesuai dengan standar

2. Keluhan pelanggan

Keluhan pelanggan timbul karena hasil kerja yaitu karena pelayanan yang diterima tidak sesuai dengan harapan. seperti harus menunggu lama, hasil layanan yang tidak memuaskan.

3. Kenaikan tingkat absensi

Beban kerja yang terlalu banyak bisa juga mengakibatkan pegawai terlalu lelah atau sakit. Hal ini akan berakibat buruk bagi kelancaran kerja organisasi karena tingkat absensi terlalu tinggi, sehingga dapat mempengaruhi terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan.

2.1.6.5. Penghitungan Beban Kerja

Menurut Nursalam (2011), ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel antara lain sebagai berikut.

1. Work Sampling

(28)

a. Aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja b. Apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada

waktu jam kerja

c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak produktif

d. Pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja. Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja personel dengan langkah-langkah sebagai berikut

a. Menentukan jenis personel yang akan di survei

b. Bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek personel yang akan diamati dengan menggunakan metode simple random sampling untuk mendapatkan sampel yang representatif

c. Membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung dan tidak langsung

d. Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan work sampling

e. Pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2-15 menit tergantung karekteristik pekerjaan yang dilakukan.

(29)

kegiatan penelitian. Artinya data cukup besar dengan sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah pengamatan dapat dihitung.

2. Time And Motion Study

Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik ini akan didapatkan beben kerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah-langkah melakukan teknik ini yaitu:

a. Menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode purposive sampling

b. Membuat formulir daftar kegiatan yang akan dilakukan oleh setiap personel

c. Daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak personel yang melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan pengamaan

d. Membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut menjadi kegiatan medis,kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi

e. Menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

(30)

Dari metode work sampling dan time and motion study akan dihasilkan output sebagai berikut:

a. Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing pekerjaan baik yang bersifat medis,perawatan dan administasi. selanjutnya dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan masing-masing kegiatan selama jam kerja.

b. Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau karakteristik demografis dan sosial.

c. Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian.beban kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin dan variabel lain.

d. Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati.

3. Daily Log

(31)

subjek personal yang diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan, waktu dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap menjadi rahasia dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari pengamatan dengan daily log.

2.1.7. Motivasi

Peranan manusia dalam mencapai tujuan organisasi sangat penting. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia bekerja pada suatu organisasi, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi.

Motivasi dapat diterjemahkan dan diartikan berbeda-beda oleh setiap orang sesuai dengan tempat dan situasi dari masing-masing orang tersebut dan disesuaikan dengan perkembangan peradaban manusia. Ditinjau dari aspek taksonomi, motivasi berasal dari bahasa latin “Movere” yang artinya bergerak. Menurut Winardi (2008 : 1), motivasi berasal dari bahasa latin “Movere” yang artinya menggerakkan. Dengan demikian secara etimologi, motivasi berkaitan dengan hal-hal yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu.

(32)

mengatakan bahwa para manajer memotivasi bawahannya mereka adalah dengan mengatakan bahwa mereka mengerjakan hal-hal yang mereka harapkan akan memuaskan dorongan dan keinginan ini serta mendorong bawahan untuk bertindak dengan suatu cara yang diinginkan.

Menurut Sarwoto (2001 : 167), motivasi secara konkrit dapat diberikan batasan sebagai proses pemberian motiv (penggerakkan) bekerja sebagai karyawan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan-tujuan organisasi secara efisien. Memberi motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat kerja dan dorongan kepada orang lain untuk bekerja lebih baik.

Menurut Winardi (2001 : 40), motivasi berkaitan dengan kebutuhan. Kita sebagai manusia selalu mempunyai kebutuhan yang diupayakan untuk dipenuhi. Untuk mencapai keadaan termotivasi, maka kita harus mempunyai tindakan tertentu yang harus dipenuhi dan apabila kebutuhan itu terpenuhi, maka muncul lagi kebutuhan-kebutuhan yang lain hingga seluruhnya termotivasi.

Jika dihubungkan dengan asal arti kata motivasi, menunjukkan bahwa suatu motif merupakan keadaan kejiwaan yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk bersikap dan berperilaku guna mencapai tujuan, baik individu maupun organisasi. Oleh karena itu, secara garis besar dapat dikatakan bahwa setidaknya motivasi mengandung tiga unsur, yaitu :

(33)

Menurut Victor H. Vroom, yang dikutip dalam Ndraha (2007 : 147), motivasi adalah produk tiga faktor, yaitu :

1. Valence (V)

Menunjukkan seberapa kuat keinginan seseorang untuk memperoleh suatu reward, misalnya jika suatu hal yang paling didambakan oleh seseorang pada suatu saat, promosi, maka hal tersebut merupakan promosi menduduki valensi tertinggi.

2. Expectancy (E)

Menunjukkan kemungkinan keberhasilan kerja. 3. Instrumentality (I)

Menunjukkan kemungkinan diterimanya reward jika pekerjaan berhasil. Menurut Atkinson dalam Zenzen (2002 : 14), kekuatan motivasi adalah suatu fungsi dari tiga variabel yang digabungkan, yaitu :

1. Motiv menunjukkan kecenderungan yang umum dari individu untuk mendorong pemuasan kebutuhan yang mewakili kepentingan tentang pemenuhan kebutuhan.

2. Pengharapan adalah kalkulasi subjektif tentang kemungkinan tindakan tertentu yang akan berhasil dalam memuaskan kebutuhan (mencapai tujuan).

3. Insentif adalah kalkulasi subjektif tentang nilai pengharapan bagi pencapaian tujuan.

(34)

suatu kekuatan berupa dorongan kerja bagi seseorang sehingga tujuan organisasi tercapai secara efektif.

2.1.7.1 Teori-Teori Motivasi

Menurut Robbins yang dikutip oleh Mukaram dan Murwansyah (2008:135), secara garis besar teori motivasi dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori, yaitu teori kepuasan (Content Theory) yang memusatkan pada pengertian motivasi, dan teori motivasi proses (Process Theory) yang memusatkan pada bagaimana alur motivasi. Dua Grand Theory tersebut dijabarkan menjadi beberapa teori, yaitu :

1. Teori Kepuasan

Dasar pendekatannya adalah kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan individu bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Pusat perhatian teori ini adalah pada faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang mendorong semangat kerja seseorang. Teori kepuasan ini dikuatkan oleh teori-teori lainnya, yaitu : a. Teori Motivasi Klasik Frederick Winslow Taylor

(35)

Jadi jika gaji atau upah pegawai dinaikkan maka semangat kerja mereka akan meningkat.

Menurut Griffin dan Ebert (2007:249), teori klasik menggambarkan bahwa para pekerja akan termotivasi semata-mata karena uang.

b. Teori Kebutuhan Maslow

Dalam Griffin dan Ebert (2007:250), Maslow menyatakan bahwa orang mempunyai sejumlah kebutuhan yang berbeda-beda yang mereka coba penuhi dari pekerjaannya.

Dalam Widjaya (1993:28), individu akan termotivasi melakukan aktivitas jika individu yang bersangkutan melihat bahwa aktivitas tersebut memenuhi kebutuhannya pada saat itu.

Dalam penjelasan Maslow, teori ini dikembangkan atas dasar tiga asumsi berikut ini :

Manusia adalah “wanting beings” yang dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan berbagai kebutuhan. Kebutuhan yang tidak terpuaskan akan menggerakkan tingkah laku tetapi kebutuhan yang terpuaskan tidak bertindak sebagai motivator.

Kebutuhan seseorang tersusun dalam satu hierarki, dari tingkat yang paling dasar hingga yang paling tinggi.

Kebutuhan seseorang bergerak dari tingkat yang paling rendah menuju ke tingkat berikutnya, bila kebutuhan dasar.

(36)

 Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

Merupakan kebutuhan utama individu dalam mempertahankan hidupnya yang diantaranya meliputi kebutuhan akan makan, minum, pakaian dan tepat tinggal. Dalam situasi kerja yang termasuk kategori ini antara lain gaji dan kondisi kerja.

 Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Safety and Security Needs) Merupakan kebutuhan akan keselamatan dan rasa aman akan bertindak sebagai motivator, apabila kebutuhan fisiologis telah terpuaskan secara minimal. Kebutuhan akan rasa aman ini antara lain kebutuhan akan perlindungan akan ancaman, pertentangan dan lain-lain.

 Kebutuhan Sosial (Social Needs)

Merupakan kebutuhan dominan bila kedua kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan persahabatan, afiliasi serta berinteraksi yang memuaskan dengan orang lain.

 Kebutuhan Akan Harga Diri (Esteem Needs Or Status Needs)

Merupakan Kebutuhan ego, status dan penghargaan yang meliputi kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.

 Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization)

(37)

Teori Maslow ini mengasumsikan bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi adalah faktor yang membangkitkan seseorang untuk berperilaku.

Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi lebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi mulai mendominasi perilaku seseorang.

Gambar 2.1. Model Teori Kebutuhan Maslow

c. Teori Motivasi Dua Faktor Herzberg’s

Setelah melakukan penelitian, Frederick Herzberg menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja bergantung pada dua faktor (Griffin dan Ebert, 2007:251). Menurut Wexley dan Yukl (1992:136) kedua fakrot tersebut adalah :

 Faktor Higienis (Hygiene Factors)

(38)

antara lain gaji, pengawasan, hubungan antara pekerja, kondisi kerja. Faktor-faktor ini beetindak sebagai pencegah ketidakpuasan.

 Faktor Motivasi (Motivation Factors)

Faktor ini akan memacu seseorang untuk bekerja lebih baik dan bergairah. Yang termasuk kategori ini antara lain pengakuan dari orang lain, peluang untuk berprestasi, tantangan dan tanggungjawab. Terpenuhinya faktor ini menyebabkan orang merasa puas tetapi bila tidak terpenuhi tidak akan mengakibatkan ketidakpuasan yang berlebihan.

Teori ini menyatakan bahwa para manajer harus mengikuti pendekatan dua langkah dalam meningkatkan motivasi. Pertama, mereka harus memastikan bahwa faktor higienis dapat diterima dengan baik. praktek tersbut mengakibatkan tidak adanya rasa ketidakpuasan. Lalu mereka harus menawarkan faktor motivasi sebagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan motivasi (Griffin dan Ebert, 2007:251-252).

Herzberg dalam Robbins (2006:219) mengemukakan hipotesis bahwa motivator menyebabkan seseorang beralih dari suatu keadaan tidak puas ke keadaan puas. Oleh karena itu, para manajer dapat memotivasi individu-individu dengan jalan memasukkan motivator kedalam pekerjaan seorang individu yang dikenal dengan istilah perkayaan pekerjaan (Job Enrichment).

(39)

intrinsik seperti keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, sifat pekerjaan yang dilakukan, rasa tanggungjwab, kemajuan dalam karier dan pertumbuhan profesional serta intelektual yang dialami oleh seseorang. Namun jika pekerja merasa tidak puas dengan pekerjaannya, maka hal tersebut akan dikaitkan dengan faktor ekstrinsik seperti kebijakan organisasi, pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan, supervisi oleh para manajer, hubungan interpersonal dan kondisi kerja.

Gambar 2.2. Model Perbandingan Faktor Kepuasan dan Ketidakpuasan

d. Teori Prestasi Mc.Clelland

(40)

Need For Achievement

Kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggungjawab untuk pemecahan masalah. Seorang pegawai yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik dari sebelumnya dan selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih baik lagi.

Need For Affiliation

Kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain, dan tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

Need For Power

Kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. e. Teori Motivasi Douglas McGregor

(41)

Tabel 2.1. Model Teori X dan Y

TEORI X TEORI Y

Pegawai malas dan tidak suka bekerja

Pegawai yang menentang perubahan Pegawai yang selalu berusaha mencapai sasaran organisasi Pegawai yang mudah dihasut dan

tidak pintar

Pegawai yang cerdas dan selalu mengembangkan diri

Menurut teori X, untuk memotivasi pegawai harus dilakukan dengan cara pengawasan yang ketat, dipaksa dan diarahkan agar mereka mau bekerja sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung pada motivasi negatif yaitu dengan menerapkan hukuman yang tegas. Tipe kepemimpinan teori X adalah otoriter sedangkan gaya kepemimpinannya berorientasi pada prestasi kerja.

(42)

kerjasama serta pegawai ikut serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Jenis motivasi yang diterapkan adalah motivasi positif, sedangkan tipe kepemimpinannya adalah kepemimpinan partisipasif. 2. Teori Proses (Process Theory)

Teori ini pada dasarnya ditujukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu, agar setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan perusahaan atau organisasi. Bila dperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab akibat mengenai seseorang yang bekerja dan hasil apa saja yang diperolehnya. Jika bekerja dengan baik saat ini maka akan diperoleh hasil yang baik pula untuk hari esok. Hasil yang akan dicapai tercermin dalam proses kegiatan yang dilakukan.

Ego manusia cenderung selalu menginginkan hasil kerja yang baik sehingga penggerak yang dapat memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan. Bila harapan menjadi kenyataan seseorang akan meningkatkan gairah kerjanya, dan sebaliknya bila harapan tidak menjadi kenyataan akan timbul kemalasan untuk melakukan pekerjaan. Yang termasuk kedalam teori motivasi proses adalah sebagai berikut:

a. Teori Harapan (Expectancy Theory) Victor Vroom

(43)

akal untuk diraih (Griffin dan Ebert, 2007:252). Teori ini didasarkan pada tiga konsep yaitu :

Harapan (Expectancy)

Suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku.  Nilai (Valence)

Akibat dari perilaku tertentu yang mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi).

Pertautan (Instrumentality)

Persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

Gambar 2.3 Model Teori Harapan

b. Teori Keadilan (Equity Theory) Robert H. Wood

Manusia memiliki ego dan karena egonya manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai atasan akan mempengaruhi semangat kerja mereka (Robert H. Wood, 1992:222).

(44)

Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dari pengukuran mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif (baik atau salah), bukan atas suka atau tidak suka. Pemberian kompensasi harus berdasarkan internal kontingensi, demikian pula pemberian hukuman harus didasarkan pada penilaian yang objektif dan adil. Jika dasar keadilan ini diterapkan dengan baik oleh atasan, maka gairah kerja bawahan cenderung akan meningkat.

Teori ini berfokus pada perbandingan sosial, manusia akan mengevaluasi perlakuan organisasi terhadap mereka dibandingkan dengan perlakuan organisasi terhadap manusia yang lainnya. Pendekatan ini beranggapan bahwa manusia akan memulai dengan menganalisis input (apa yang mereka sumbangkan pada pekerjaan mereka berupa waktu, usaha, pendidikan, pengalaman) dibandingkan dengan output (apa yang mereka dapatkan seperti gaji, fasilitas, pengakuan, keamanan) yang akan menghasilkan Contribution Ratio terhadap perolehan (Return). Kemudian mereka akan membandingkan dengan rekan-rekannya, dan bergantung dari hasil penilaian tersebut, mereka akan merasa diperlakukan secara adil atau tidak (Griffin dan Ebert, 2007:253).

c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) Garry Dessler

(45)

ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antar perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori ini terdiri dari dua jenis, yaitu :

Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement)

Bertambahnya frekuensi perilaku, yang akan terjadi bila pengukuhan positif diterapkan secara bersyarat.

Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement)

Bertambahnya frekuensi perilaku, yang akan terjadi bila pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.

Prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dari tanggapan, apabila diikuti oleh suatu stimulus yang bersyarat. Demikian juga, prinsip hukuman selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan bila tanggapan itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.

2.1.7.2. Unsur-Unsur Motivasi Kerja

George dan Jones (2005:175) menyatakan bahwa unsur–unsur motivasi kerja adalah sebagai berikut:

a. Arah perilaku (Direction of Behavior)

(46)

dapat dilakukan oleh seorang karyawan, perilaku–perilaku ini nantinya akan menjadi suatu penghambat bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Sedangkan untuk mencapai tujuan perusahaan secara maksimal, karyawan harus memiliki motivasi untuk memilih perilaku yang fungsional dan dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Setiap karyawan diharapkan dapat bekerja tepat waktu, mengikuti peraturan yang berlaku, serta kooperatif dengan sesama rekan kerja.

b. Tingkat usaha (Level of Effort)

Tingkat usaha atau level of effort berbicara mengenai seberapa keras usaha seseorang untuk bekerja sesuai dengan perilaku yang dipilih. Dalam bekerja, seorang karyawan tidak cukup jika hanya memilih arah perilaku yang fungsional bagi pencapaian tujuan perusahaan. Namun, juga harus memiliki motivasi untuk bekerja keras dalam menjalankan perilaku yang dipilih. Misalnya dalam pekerjaan, seorang pekerja tidak cukup hanya memilih untuk selalu hadir tepat waktu, namun juga perlu dilihat keseriusan dan kesungguhannya dalam bekerja.

c. Tingkat kegigihan (Level of Persistence)

(47)

lain, seperti ijin pulang atau tidak masuk kerja. Dalam hal ini dibuat pengecualian jika masalah kesehatan yang dialami pekerja termasuk penyakit serius yang dapat menyebabkan seseorang tidak mampu bekerja.

2.1.8. Teori Kepuasan Kerja

Menurut Robbins (2002:36) kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaannya tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaaan negatif tentang pekerjaan tersebut.

Menurut Griffin dan Ebert (2007:246), kepuasan kerja adalah cara karyawan untuk merasakan pekerjaannya. Seorang karyawan dapat merasakan pekerjaannya menguntungkan atau merugikan dirinya tergantung dari persepsi mereka apakah pekerjaannya memberikan kepuasan atau ketidakpuasan. Ketika karyawan menilai suatu pekerjaan menyenangkan untuk dikerjakan, mereka mengatakan bahwa pekerjaan itu memberikan kepuasan kerja. Keadaan ini dapat dilihat dari hasil pekerjaannya, karena kepuasan kerja akan dapat meningkatkan kinerja kerja mereka.

(48)

Menurut Levy (2006), kepuasan kerja adalah sesuatu yang menyenangkan, keadaan emosional yang positif akibat dari penilaian kognitif dari salah satu pekerjaan atau pengalaman kerja.

Menurut Mathis dan Jackson (2009), kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Hal ini serupa dengan pendapat Locke dan Johnson (2004), yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan yang diasosiasikan dengan situasi kerja atau pekerjaan.

Menurut Blum dan Anoraga (2001), kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja.

Menurut Danim (2008), kepuasan kerja merupakan kombinasi aspek ekonomis, psikologis, sosial, kultural, aktualisasi diri, penghargaan dan suasana lingkungan.

Menurut Greenberg dan Baron dalam kutipan Wibowo (2007), mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah sikap positif atau sikap negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka.

(49)

Pekerjaan yang menyenangkan untuk dikerjakan dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu memberikan kepuasan bagi pemangkunya, begitu pula sebaliknya.

Noe at. el. (1997:23) mengatakan bahwa “Job satisfaction as a pleasurable feeling that result from the perception that one’s job fulfillment of one’s important job values”. Berdasarkan definisi tersebut, bahwa kepuasan kerja terdiri dari tiga aspek penting, yaitu :

1. Fungsi nilai 2. Fungsi persepsi 3. Fungsi perbedaan

Kepuasan kerja, bagaimanapun merupakan salah satu aspek yang penting untuk dipahami oleh pengelola organisasi.

Louis A. Allen (1987) dalam kutipan Wilson Bangun (2012:327) mengungkapkan bahwa betapapun sempurnanya rencana-rencana organisasi dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapai. Hal tersebut berarti bahwa faktor manusia cukup berperan dalam mencapai hasil sesuai dengan tujuan organisasinya. Mewujudkan kepuasan kerja bagi karyawan merupakan kewajiban bagi setiap pemimpin organisasi.

(50)

perputaran kerja. Sebagai dasar yang digunakan untuk menilai pandangan teori kepuasan banyak dikembangkan dari teori A. Maslow dan F. Herzberg.

Model teori Maslow mengatakan bahwa manusia memiliki dorongan baik primer ataupun sekunder yang berguna untuk memberikan semangat kerja. Menurut Maslow (1954) dalam kutipan Wilson bangun (2012:328), kebutuhan primer diwariskan berdasarkan keturunan, walaupun cara-cara untuk memenuhi dorongan ini dapat dipelajari. Kebutuhan primer tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia yang diarahkan pada kelangsungan hidup termasuk didalamnya adalah kebutuhan makan, minum dan seksual. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan manusia yang ditentukan oleh syarat-syarat budaya dimana seseorang hidup, kebutuhan tersebut meliputi keamanan, sosial, percaya diri sendiri dan aktualisasi diri.

Gambar 2.4. Teori Kebutuhan

(51)

1. Faktor-faktor kepuasan (Satisfier)

Meliputi kemajuan, pengakuan, tanggungjawab, perkembangan karir, dan pekerjaan itu sendiri.

Apabila faktor-faktor tersebut ditingkatkan dapat membantu perbaikan prestasi, menurunkan perputaran dan absensi kerja, dan menunjang sikap yang lebih baik terhadap manajemen.

2. Faktor-faktor ketidakpuasan (Dissatisfier)

Meliputi hal-hal seperti kondisi dan kemudahan dalam pekerjaan, kebijakan-kebijakan administratif, hubungan dengan manajemen, keterampilan teknis para penyelia, sistem penggajian, stabilitas pekerjaan dan hubungan dengan rekan kerja.

Herzberg menegaskan bahwa bila kualitas penunjang kepuasan itu kurang memadai maka akan terjadi ketidakpuasan di antara karyawan. Perbaikan dalam keadaan yang telah merosot itu akan dapat menghapuskan ketidakpuasan kerja, hal ini dapat berpengaruh baik pada semangat kerja maupun pada produktivitas. Sebaliknya, dengan meningkatkan kualitas dari faktor-faktor ketidakpuasan, tidak akan meningkatkan kepuasan kerja dan prestasi melainkan hanya akan menimbulkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang semakin tinggi.

Menurut Wexley dan Yukl (2003:130), terdapat tiga teori tentang kepuasan kerja, yaitu :

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

(52)

and how much there is now”. Setiap orang menginginkan agar sejumlah pekerjaan yang telah disumbangkan kepada para pemberi kerja akan dihargai sebesar yang diterima secara kenyataan. Semakin besar selisihnya maka ketidakpuasanpun semakin tinggi.

Gambar 2.5. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Pertama kali dicetuskan oleh Zaleznik (1958) kemudian dikembangkan oleh Adams (1963) yang mendeskripsikan bahwa puas atau tidaknya seseorang tergantung dari rasa adil ataupun tidak adil yang diperoleh melalui cara membandingkan dirinya dengan orang lain pada tingkat dan jenis pekerjaan yang sama, pada tempat maupun tempat berbeda.

(53)

Gambar 2.6. Teori Keadilan

3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Teori dua faktor (two factor theory) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang menentukan kepuasan sesorang. Dua faktor yang menentukan rasa puas dan tidak puas seseorang adalah faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor motivasi (motivational factors) (Herzberg, 1996). Nama lain faktor pemeliharaan adalah dissatisfiers, hygiene factors, job context, dan extrinsic factors, sedangkan faktor motivasi mempunyai nama lain satisfiers, motivator, job content, dan intrinsic factors.

Dissatisfiers adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber ketidakpuasan. Beberapa macam faktor pemeliharaan atau hygiene factors sebagai berikut (Hezberg, 1996):

a. Kebijakan dan administrasi perusahaan yang adil. Pendidikan, skill,

pengalaman, kecakapan, jumlah tugas, usaha, peralan pribadi

Gaji, keuntungan, symbol, status, penghargaan, kesempatan aktualisasi

Perbandingan dengan diri sendiri masa lalu / perbandingan dengan karyawan lain

Input Hasil Pembanding Keadilan

(54)

b. Perhatian yang di berikan oleh atasan kepada karyawanya dalam bentuk bimbingan ataupun bantuan teknis.

c. Hubungan interpersonal dengan rekan kerja

d. Hubungan interpersonal dengan atasan, sifat atasan juga mempengaruhi kepuasan kerja karyawanya. Jika atasan bersifat ramah maka kemungkinan akan menimbulkan rasa kepuasan kerja pada karyawan. e. Gaji/ upah adalah imbalan yang sesuai dengan kerja karyawan .

f. Keamanan kerja (security) adalah rasa aman yang di rasakan karyawan terhadap lingkungan kerja, suasana kerja yang aman akan timbul kepuasan kerja.

g. Kondisi kerja (working conditions), lingkungan kerja yang baik akan memudahkan karyawan untuk mengerjakan tugas dengan baik.

Satisfiers adalah faktor faktor yang menjadi sumber kepuasan kerja. Macam faktor motivasi sebagai berikut:

a. Prestasi (achievement), yaitu keberhasilan menyelesaikan tugas yang di bebankan kepada seseorang.

b. Penghargaan (recognition), yaitu besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada karyawan atas haasil kerjanya.

c. Kenaikan pangkat (advancement), yaitu besar kecilnya kemungkinan karyawan mendapatkan kenaikan pangkat/kemajuan dalam pekerjaannya. d. Tantangan pekerjaan bisa menjadi sumber ketidakpuasan jika karyawan

(55)

e. Tanggung jawab (responsibility), yaitu besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan seorang karya.

Gambar 2.7.Teori Dua Faktor

Menurut E. Burt dalam Anoraga (1998), mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, diantaranya :

1. Faktor Hubungan Antar Karyawan

Antara lain hubungan antara manager dan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman kerja serta emosi dan situasi kerja.

Kebijakan dan administrasi perusahaan yang adil

Perhatian yang di berikan oleh atasan kepada karyawannya

Hubungan interpersonal dengan rekan kerja Hubungan interpersonal dengan atasan Gaji

Keamanan kerja Kondisi kerja

Prestasi Penghargaan Kenaikan pangkat Tantangan Tanggung jawab

Hygiene / Maintenance

Motivasi

Kepuasan Ketidakpuasaan

(56)

2. Faktor Individual

Semua hal yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja dan jenis kelamin.

3. Faktor Gaji

Hal ini seringkali menimbulkan ketidakpuasan dan jarang mereka mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

4. Faktor Manajemen dan Perusahaan

Faktor ini, bila mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor inilah penentu kepuasan kerja karyawan.

5. Faktor Pengawasan

Bagi karyawan supervisi dianggap sebagai figur ayah sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan kenaikan turn over.

6. Faktor Intrinsik Dari Pekerjaan

Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

7. Faktor Kondisi Kerja

Meliputi kondisi tempat, ventilasi. Penyinaran, kantin dan tempat parkir. 8. Faktor Sosial Dalam Pekerjaan

(57)

9. Faktor Komunikasi

Faktor ini, bila lancar antar karyawan dan manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatan. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaannya.

10. Faktor Fasilitas

Merupakan standar suatu jabatan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2001:225), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, diantaranya adalah :

1. Pemenuhan Kebutuhan

Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh tingkat karakteristik pekerjaan yang memberikan kesempatan pada individu pemenuh kebutuhannya.

2. Perbedaan

(58)

3. Pencapaian Nilai

Gagasan pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4. Keadilan

Dalam model ini, dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.

5. Komponen Genetik

Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja.

Spector (1997) mengindentifikasi sembilan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang dikenal dengan istilah Job Satisfaction Survey (JJS), diantaranya :

1. Gaji atau Upah

Kepuasan pada gaji dan kenaikan gaji baik dalam segi jumlah maupun rasa keadilan.

2. Promosi

(59)

3. Supervisi

Kepuasan pada atasan langsung dan orang tersebut dalam kompetensi penugasan managerial.

4. Tunjangan-tunjangan

Kepuasan pada tunjangan-tunjangan berupa asuransi, liburan, kesehatan, dan bentuk fasilitas lainnya.

5. Penghargaan

Kepuasan pada penghargaan yang diberikan untuk kinerja baik sebagai bentuk rasa hormat, diakui dan apresiasi.

6. Peraturan atau Prosedur

Kepuasan pada aturan, prosedur dan kebijakan. 7. Rekan Kerja

Kepuasan pada rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten. 8. Pekerjaan Itu Sendiri

Kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan dapat dinikmati atau tidak. 9. Komunikasi

Kepuasan komunikasi dalam organisasi dalam hal berbagi informasi didalam organisasi baik lisan ataupun tulisan.

(60)

1. Keluar

Perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi

Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

3. Kesetiaan

Secara pasif tapi optimis menunggu perbaikan, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.

4. Pengabaian

Secara pasif membiarkan kondisi mejadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, ky=urangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan.

Sedangkan yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerjanya adalah pekerjaan itu sendiri, bayaran, jabatan, pengawasan dan rekan kerja.

Menurut Griffin dan Ebert (2007:246-247), perusahaan dapat meningkatkan semangat dan kepuasan kerja karyawannya dengan berbagai cara, seperti hal-hal dibawah ini :

(61)

pulang bagi karyawan yang tidak sempat memasak ataupun perusahaan menyediakan jasa pelayanan pribadi yang dapat membantu karyawannya mengatasi segala jenis urusannya termasuk layanan pengasuhan anak.

2. Melakukan program survei terhadap sikap karyawan, mengumpulkan masukan dari karyawan dan bertindak sesuai dengan masukan tersebut yang berguna demi kemajuan perusahaan.

Apabila para pekerja puas dan memiliki semangat tinggi, organisasi dapat berbagai macam manfaat, menurut Griffin dan Ebert (2007:247) misalnya :

1. Memiliki karyawan yang berkomitmen dan setia.

2. Memiliki karyawan yang tidak banyak mengeluh dan bersikap negatif yang akan mengganggu suasana kerja.

3. Penjaminan bahwa pelaksanaan operasi menjadi lebih efisien.

Sebaliknya, biaya atas ketidakpuasan dan rendahnya semangat kerja sangatlah tinggi. Para pekerja yang tidak puas mungkin lebih sering absen dengan alasan gangguan kesehatan yang tidak berarti, alasan-alasan pribadi atau rasa keengganan untuk pergi bekerja. Ketidakpuasanpun akan menyebabkan angka turn over yang tinggi. Tingkat perputaran karyawan yang tinggi mempunyai konsekuensi negatif, yang meliputi diantaranya :

(62)

Namun sisi positifnya adalah, perusahaan dapat menghilangkan pekerjaan dari karyawan yang berkinerja rendah dan atau membawa gagasan baru dan bakat yang segar.

Untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja diperlukan suatu pengukuran. Menurut Robbins (2008:73) terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, adalah sebagai berikut :

1. Single Global Rating

Pihak perusahaan meminta individu merespons atas satu pertanyaan, seperti dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda.

2. Summation Score

Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah :

a. Sifat pekerjaan b. Supervisi c. Upah sekarang d. Kesempatan promosi

e. Hubungan dengan co-worker

(63)

Menurut Greenberg dan Baron (2003:151), menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu :

1. Rating Scales dan Kuisioner

Cara ini merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuisioner dimana rating scales secara khusus disiapkan. Dengan metode ini, koresponden akan menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.

2. Critical Insidents

Pada metode ini, koresponden menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari.

3. Interviews

Cara ini merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan koresponden. Dengan menanyakan langsung tentang sikap mereka serta mungkin lebih mendalam dengan menggunakan kuisioner yang sangat terstrukur.

Menurut Brayfield dan Rothe dalam kutipan Istijanto (2005:181), dampak yang ditimbulkan dari kepuasan kerja yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur kepuasan kerja karyawan adalah :

(64)

3. Memiliki antusiasme tinggi 4. Memiliki peluang untuk maju

2.1.9. Kinerja Kerja

Kinerja (Performance) merupakan aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadaya. Pelaksanaan tugas dan tanggungjawab tersebut merupakan pengekspresian seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki seseorang serta menuntut adanya kepemilikan yang penuh dan menyeluruh. Dengan demikian, munculnya kinerja seseorang merupakan akibat dari adanya suatu pekerjaan atau tugas yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan profesi dan job description individu yang bersangkutan.

Menurut Benardin dan Russell dalam penemuan Marliana Budhiningtias Winanti (Majalah Ilmiah UNIKOM, 2011:256) kinerja adalah pencatatan outcome yang dihasilkan pada fungsi atau aktivitas pekerjaan secara khusus selama periode waktu tertentu. Robbins dalam penemuan Anung Pramudyo (JBTI, 2010:4) menyatakan bahwa kinerja adalah ukuran mengenai apa yang dikerjakan dan apa yang tidak dikerjakan oleh karyawan.

Gambar

Gambar 2.1. Model Teori Kebutuhan Maslow
Tabel 2.1.  Model Teori X dan Y
Gambar 2.3 Model Teori Harapan
Gambar 2.4. Teori Kebutuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

ei = Evaluasi terhadap atribut I Variabel kekuatan kepercayaan (bi) diukur dengan menggunakan semantic-differential scale dengan skor -2 apabila konsumen menilai suatu

Implikasi dalam penelitian ini secara teoretis, dapat memberikan kontribusi dalam kajian komunikasi, khususnya studi mengenai media alternatif dan studi

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat diselesaikan skripsi ini dengan judul “POLA

Dekan Fakultas Farmasi Ibu Martha Ervina, S.Si, M.Si., Apt yang telah membantu dalam memberikan sarana dan fasilitas sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.. selaku

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Karena atas berkat, rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir ini dengan judul “Aplikasi Pengolahan Data Surat

Hasil Uji Statistik Kekerasan Tablet Orally Disintegrant Tablet Ondansetron Menggunakan Ko-Proses Antar Batch ... Hasil Uji Statistik Kekerasan Tablet ODT Ondansetron Tanpa

Potensi yang dimiliki masing – masing daerah merupakan kekuatan yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan daerah dan mencapai tujuan pembangunan daerah dan

Pada pengujian sediaan gel mulut berbahan aktif ekstrak daun sirih hitam Kalimantan dengan basis utama yakni Hydroxy Ethyl Cellulose (HEC) secara in vitro, dapat diketahui