• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Diabetes Melitus dengan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum pada Pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Diabetes Melitus dengan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum pada Pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

CURRICULUM VITAE

Nama : Kholida Ulfa

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/02 Oktober 1994

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jalan Prof. T. Zulkarnanen No. 16 Komplek USU, Medan

Jalan Arif Rahman Hakim Gang Sejahtera No. 38, Perawang, Riau

Orangtua

Ayah : Ir. Zulkarnain

Ibu : drg. Yustati

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-kanak Swasta YPPI Tualang (2000-2001) 2. Sekolah Dasar Swasta YPPI Tualang (2001-2007) 3. Sekolah Menengah Pertama Swasta YPPI Tualang (2007-2010) 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tualang (2010-2012)

Riwayat Pelatihan :

1. Pelatihan OSN SMP Tingkat Kabupaten Siak

(2)

Riwayat Organisasi :

(3)
(4)
(5)
(6)

HASIL UJI STATISTIK

1. Distibusi Frekuensi

Statistics

Distribusi

Frekuensi Jenis

Kelamin

Distribusi

Frekuensi Usia

Distribusi

Frekuensi

Diabetes Melitus

Distribusi

Frekuensi

Konversi Kultur

Sputum

N Valid 62 62 62 62

Missing 0 0 0 0

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 42 67,7 67,7 67,7

Perempuan 20 32,3 32,3 100,0

Total 62 100,0 100,0

Distribusi Frekuensi Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 20-29 11 17,7 17,7 17,7

30-39 15 24,2 24,2 41,9

40-49 17 27,4 27,4 69,4

50-59 13 21,0 21,0 90,3

60-69 4 6,5 6,5 96,8

>=70 2 3,2 3,2 100,0

(7)

Distribusi Frekuensi Diabetes Melitus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid DM 23 37,1 37,1 37,1

Non DM 39 62,9 62,9 100,0

Total 62 100,0 100,0

Distribusi Frekuensi Konversi Kultur Sputum

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 1 bulan 22 35,5 35,5 35,5

2 bulan 20 32,3 32,3 67,7

3 bulan 9 14,5 14,5 82,3

4 bulan 10 16,1 16,1 98,4

6 bulan 1 1,6 1,6 100,0

Total 62 100,0 100,0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Distribusi Frekuensi

Konversi Kultur Sputum *

Distribusi Frekuensi

Diabetes Melitus

(8)

Distribusi Frekuensi Konversi Kultur Sputum * Distribusi Frekuensi Diabetes Melitus Crosstabulation

Distribusi Frekuensi Diabetes

Melitus

Total

DM Non DM

Distribusi Frekuensi Konversi

Kultur Sputum

1 bulan Count 5 17 22

% within Distribusi Frekuensi

Diabetes Melitus 21,7% 43,6% 35,5%

2 bulan Count 11 9 20

% within Distribusi Frekuensi

Diabetes Melitus 47,8% 23,1% 32,3%

3 bulan Count 4 5 9

% within Distribusi Frekuensi

Diabetes Melitus 17,4% 12,8% 14,5%

4 bulan Count 3 7 10

% within Distribusi Frekuensi

Diabetes Melitus 13,0% 17,9% 16,1%

6 bulan Count 0 1 1

% within Distribusi Frekuensi

Diabetes Melitus 0,0% 2,6% 1,6%

Total Count 23 39 62

% within Distribusi Frekuensi

(9)

2. Uji Normalitas

Case Processing Summary

Status DM

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Waktu untuk Konversi Kultur

Sputum

DM 23 100,0% 0 0,0% 23 100,0%

non DM 39 100,0% 0 0,0% 39 100,0%

Descriptives

Status DM Statistic Std. Error

Waktu untuk Konversi Kultur

Sputum

DM Mean 2,22 ,198

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 1,81

Upper Bound 2,63

5% Trimmed Mean 2,19

Median 2,00

Variance ,905

Std. Deviation ,951

Minimum 1

Maximum 4

Range 3

Interquartile Range 1

Skewness ,565 ,481

Kurtosis -,336 ,935

non DM Mean 2,15 ,210

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 1,73

Upper Bound 2,58

5% Trimmed Mean 2,06

Median 2,00

Variance 1,713

Std. Deviation 1,309

Minimum 1

Maximum 6

(10)

Interquartile Range 2

Skewness ,963 ,378

Kurtosis ,246 ,741

3. Uji Hipotesis – Mann Whitney U Test

Mann Whitney Test

Ranks

Status DM N Mean Rank Sum of Ranks

Waktu untuk Konversi Kultur

Sputum

DM 23 33,59 772,50

non DM 39 30,27 1180,50

Total 62

Test Statisticsa

Waktu untuk

Konversi Kultur

Sputum

Mann-Whitney U 400,500

Wilcoxon W 1180,500

Z -,731

Asymp. Sig. (2-tailed) ,465

(11)

DATA INDUK PENELITIAN

No No Rekam Medis

Usia (tahun) Status

DM

Waktu untuk Konversi Kultur

Sputum Laki-laki Perempuan

1 00.50.87.80 56 ya 3 bulan

2 00.52.02.85 20 tidak 1 bulan

3 00.52.11.18 62 tidak 1 bulan

4 00.53.02.57 31 tidak 2 bulan

5 00.53.12.14 40 ya 3 bulan

6 00.53.21.78 28 tidak 4 bulan

7 00.53.93.29 47 ya 1 bulan

8 00.55.21.28 35 tidak 1 bulan

9 00.55.25.44 41 tidak 3 bulan

10 00.55.56.00 49 ya 3 bulan

11 00.55.84.69 73 ya 4 bulan

12 00.56.00.85 55 tidak 1 bulan

13 00.56.20.75 48 tidak 2 bulan

14 00.56.68.61 50 ya 2 bulan

15 00.56.69.10 44 tidak 1 bulan

16 00.56.82.19 29 tidak 1 bulan

17 00.58.09.10 31 tidak 4 bulan

18 00.58.33.27 42 tidak 2 bulan

19 00.58.94.40 74 ya 1 bulan

20 00.58.94.40 55 ya 4 bulan

21 00.59.01.16 46 tidak 4 bulan

22 00.59.15.14 41 ya 2 bulan

23 00.59.25.23 53 tidak 2 bulan

24 00.59.25.97 20 tidak 1 bulan

25 00.59.39.66 33 ya 2 bulan

(12)

27 00.59.77.90 21 tidak 4 bulan

28 00.59.78.11 31 tidak 4 bulan

29 00.59.98.86 34 ya 3 bulan

30 00.60.03.86 67 ya 2 bulan

31 00.60.19.04 47 ya 2 bulan

32 00.60.41.94 53 ya 2 bulan

33 00.60.46.76 34 tidak 2 bulan

34 00.60.53.16 32 tidak 6 bulan

35 00.60.67.59 55 ya 4 bulan

36 00.60.70.28 54 tidak 4 bulan

37 00.60.77.80 22 tidak 1 bulan

38 00.60.87.71 34 tidak 1 bulan

39 00.60.99.63 46 tidak 1 bulan

40 00.61.02.82 37 ya 2 bulan

41 00.61.11.02 45 ya 2 bulan

42 00.61.21.99 42 tidak 2 bulan

43 00.61.25.61 54 ya 1 bulan

44 00.61.29.00 21 tidak 1 bulan

45 00.61.38.12 65 ya 2 bulan

46 00.61.40.53 34 tidak 1 bulan

47 00.61.46.25 39 ya 2 bulan

48 00.61.51.29 44 tidak 1 bulan

49 00.61.80.52 25 tidak 1 bulan

50 00.61.82.63 26 tidak 2 bulan

51 00.61.95.18 52 ya 2 bulan

52 00.62.12.12 42 tidak 3 bulan

53 00.62.14.53 56 tidak 2 bulan

54 00.62.17.66 65 tidak 3 bulan

55 00.62.42.23 31 tidak 1 bulan

56 00.62.47.69 44 ya 1 bulan

(13)

58 00.63.29.32 50 tidak 3 bulan

59 No RM tidak tertera 26 tidak 1 bulan

60 No RM tidak tertera 34 tidak 1 bulan

61 No RM tidak tertera 33 tidak 2 bulan

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, B. et al., 2006. Diabetes mellitus is strongly associated with tuberculosis in Indonesia. Int J Tuberc Lung Dis, 10: 696–700.

Alisjahbana, B. et al., 2007. The Effect of Type 2 Diabetes Mellitus on the Presentation and Treatment Response of Pulmonary Tuberculosis. Clin Infect Dis, 45: 428–35.

Amin, Z. & Bahar, A., 2006. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam: Sudoyo, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiadi, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing, 2245.

Basit, A. et al., 2014. Predictors of Two Months Culture Conversion in Multidrug-Resistant Tuberculosis: Findings from a Retrospective Cohort Study. PloS ONE, 9 (4): e93206.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas). 2013.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011. Rencana Aksi Nasional Programmatic Management of Drug Resistance

Tuberculosis Pengendalian Tuberkulosis Indonesia: 2011-2014. Kementerian

Kesehatan RI.

Dooley, K.E., Tang, T., Golub, J.E., Dorman, S.E., Cronin, W, 2009. Impact of Diabetes Mellitus on Treatment Outcomes of Patients with Active Tuberculosis. Am J Trop Med Hyg, 80 (4): 634–639.

Guler, M., Unsal E., Dursun B., Aydln O., Capan N., 2007. Factors Influencing Sputum Smear and Culture Conversion Time among Patients with New Case Pulmonary Tuberculosis. Internat J Clin Pract, 61 (2): 231-235.

IDF, 2014. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition. International Diabetes Federation Isbaniyah, F. et al., 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

(15)

Martens, G. W., Arikan, M. C., Lee, J., Ren, F., Greiner, D., Kornfeld, H., 2007. Tuberculosis Susceptibility of Diabetic Mice. Am J Respir Cell Mol Biol, 37: 518–524.

Ormerod, L. P, 2005. Multidrug-resistant tuberculosis (TB-MDR): epidemiology, prevention and treatment. British Medical Bulletin, 73-74: 17–24.

Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiadi, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing, 1880-1881.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2012. Gambaran Penyakit Tidak Menular di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2009 dan 2010. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Penyakit Tidak Menular, 2: 1.

Reviono, Juliana I., Harsini, Aphridasari J., Sutanto Y. S, 2013. Perbandingan Klinis, Radiologis dan Konversi Kultur Penderita Multidrug Resistant Tuberculosis dengan Diabetes dan Non Diabetes di Rumah Sakit Dr. Moewardi. J Respir Indo, 33(2): 103-9.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. ed 5. Jakarta: Sagung Seto.

Sinaga, B. Y, 2013. Karakteristik penderita Multidrug Resistant Tuberculosis yang mengikuti Programmatic Management of Drug-Resistant Tuberculosis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. J Respir Indo, 33 (4), 221-9.

Skowronski, M., Zozulinska-Ziolkiewicz, D., Barinow-Wojewodzki, A., 2014. Tuberculosis and diabetes mellitus–an underappreciated association. Arch Med Sci, 10 (5): 1019–1027.

Tambunan, T., Soetomenggolo, T. S., Passat, J., Agusman, S., 2014. Studi Kohort. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2014. Dasar-dasar Metodologi

Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 177.

WHO, 2011. Tuberculosis and Diabetes. Available from: http://www.who.int/tb/publications/diabetes_tb.pdf. [Acessed 7 April 2015] WHO, 2013. Multidrug-Resistant Tuberculosis (TB-MDR) 2013 Update.

(16)

http://www.who.int/tb/challenges/mdr/MDR_TB_FactSheet.pdf. [Acessed 15 April 2015]

WHO, 2014. Companion handbook to the WHO guidelines for the programmatic management of drug-resistant tuberculosis. Geneva: WHO Document

Production Services.

WHO, 2014. Multidrug-Resistant Tuberculosis (TB-MDR) 2014 Update. Available from: http://www.who.int/tb/challenges/mdr/en/. [Acessed 20 April 2015]

WHO, 2015. Global Tuberculosis Report 2015 20th Edition. Geneva: WHO Document Production Services

(17)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Diabetes Melitus

 Definisi operasional: diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan gejala klasik poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurut tanpa sebab yang jelas serta kadar gula darah diatas normal yang memenuhi kriteria diagnostik diabetes melitus

 Cara ukur: analisa data rekam medis  Alat ukur: rekam medis

 Hasil ukur:

a. Diabetes melitus, apabila terdapat riwayat diabetes melitus dan kadar gula darah yang memenuhi kriteria diagnostik diabetes melitus dalam data rekam medis pasien

b. Tidak diabetes melitus, apabila tidak terdapat riwayat diabetes melitus dan kadar gula darah yang memenuhi kriteria diagnostik diabetes melitus dalam data rekam medis pasien

 Skala pengukuran: nominal Diabetes melitus

Waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien

TB-MDR

(18)

3.2.2. Waktu untuk Konversi Kultur Sputum

 Definisi operasional: waktu untuk konversi kultur sputum adalah waktu (dalam hitungan bulan) sejak dimulainya pengobatan TB-MDR hingga hasil negatif pertama dari 2 kali hasil negatif pada pemeriksaan kultur sputum sewaktu yang dilakukan berurutan dengan jarak minimal 30 hari

 Cara ukur: analisa rekam medis  Alat ukur: rekam medis

 Hasil ukur (Reviono et al., 2013):

a. 1 bulan, apabila hasil kultur sputum negatif pertama dari 2 kali hasil kultur sputum sewaktu didapatkan setelah 1 bulan pengobatan

b. 2 bulan, apabila hasil kultur sputum negatif pertama dari 2 kali hasil kultur sputum sewaktu didapatkan setelah 2 bulan pengobatan

c. 3 bulan, apabila hasil kultur sputum negatif pertama dari 2 kali hasil kultur sputum sewaktu didapatkan setelah 3 bulan pengobatan

d. Dan seterusnya (dalam interval 1 bulan)  Skala ukur: rasio

3.3. Hipotesis

(19)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel penelitian yaitu diabetes melitus dan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR. Desain penelitian ini ialah cohort retrospective yang mana subjek diamati dalam kurun waktu tertentu terhadap faktor resiko kemudian dinilai efek yang terjadi namun faktor risiko dan efek yang akan diukur telah terjadi pada masa lampau. (Tambunan et al., 2014).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret terhitung sejak pembuatan proposal penelitian, lalu pengambilan dan pengolahan data penelitian hingga Desember 2015. Pengambilan data dilakukan di Poli TB-MDR dan Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan. Poli TB-MDR RSUP H. Adam Malik Medan dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu fasilitas pelayanan rujukan TB-MDR di Provinsi Sumatera Utara.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani pemeriksaan dan didiagnosis TB-MDR serta menjalani pengobatan di Poli TB-MDR RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Februari tahun 2012 hingga Desember 2014 yang berjumlah 203 orang. Kemudian ditentukan populasi terjangkau yaitu populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi penelitian (Sastroasmoro, 2014). Adapun kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian adalah sebagai berikut.

a. Kriteria Inklusi

(20)

 Pasien TB-MDR yang berusia ≥ 18 tahun

 Pasien TB-MDR dengan data rekam medis yang lengkap

 Pasien TB-MDR yang telah menjalani minimal 3 bulan pengobatan dan memiliki hasil pemeriksaan kultur sputum rutin yang tercatat dalam rekam medis

b. Kriteria Eksklusi

 Pasien TB-MDR yang mengalami reversi atau hasil kultur sputum kembali positif pada pemeriksaan setelah terjadi konversi kultur sputum

4.3.2. Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel total sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian. Maka, seluruh anggota populasi yang memiliki kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi akan dijadikan sebagai sampel penelitian.

4.4.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah pengumpulan data sekunder melalui analisa data rekam medis yang tersimpan di Poli TB-MDR dan Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.

4.5.Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1 Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari rekam medis dicatat, dikelompokkan dan kemudian dimasukkan ke komputer dan selanjutnya diolah dengan menggunakan program SPSS.

4.5.2 Analisis Data 1. Analisis Univariat

(21)

a. Tabel distribusi frekuensi karakteristik pasien TB-MDR b. Tabel distribusi frekuensi DM pada pasien TB-MDR

c. Tabel distribusi frekuensi waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR

2. Analisis Bivariat

(22)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli TB-MDR Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Kota Medan yang berlokasi di Jl. Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Poli TB-MDR merupakan salah satu unit dari pelayanan rawat jalan RSUP HAM yang merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan kategori kelas A. RSUP HAM juga merupakan Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Rujukan Nasional yang telah ditetapkan dalam SK Menkes RI No. HK.02.02/MENKES/390/2014. Sehingga unit-unit pelayanan di RSUP HAM sangat sesuai untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian.

5.2. Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Usia dan Jenis Kelamin Pasien TB-MDR

Usia (tahun)

Jenis Kelamin

Total Persentase (%) Laki-laki (orang) Perempuan (orang) 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 ≥70 6 11 12 8 4 1 5 4 5 5 - 1 11 15 17 13 4 2 17,7 24,2 27,4 21 6,5 3,2

Total 42 20 62 100

(23)

Dari Tabel 5.1. diketahui bahwa pasien TB-MDR didominasi oleh kelompok usia 41-50 tahun (31%), sementara kelompok usia >70 tahun memiliki persentase terkecil (3%). Kemudian, berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel bahwa jumlah pasien laki-laki (67,7%) lebih banyak dibandingkan pasien perempuan (32,3%).

5.3. Hasil Analisa Data

a. Distribusi Frekuensi Penderita DM

Pada penelitian ini pasien TB-MDR digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok TB-MDR dengan DM dan kelompok TB-MDR tanpa DM. Jumlah anggota masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Penderita DM

Kelompok Jumlah (Orang) Persentase (%) TB-MDR dengan DM

TB-MDR tanpa DM

23 39

37,1 62,9

Total 62 100

Dari Tabel 5.2. diperoleh data bahwa jumlah penderita DM diantara pasien TB-MDR mencapai 23 orang (37,1%) dari total sampel.

b. Distribusi Frekuensi Waktu untuk Konversi Kultur Sputum

Pada penelitian ini diperoleh data waktu untuk konversi kultur sputum pada 62 pasien TB-MDR yang disusun dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Waktu untuk Konversi Kultur Sputum Waktu untuk Konversi

Kultur Sputum (bulan) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2

22 20

(24)

3 4 5 6 9 10 - 1 14,5 16,1 0 1,6

Total 62 100

Dari tabel 5.3. diketahui bahwa waktu untuk konversi kultur sputum tercepat pada pasien TB-MDR ialah 1 bulan yang juga merupakan waktu untuk konversi kultur sputum dengan persentase terbanyak (35,5%), sementara waktu terlama yang dibutuhkan ialah 6 bulan dengan persentase yang paling sedikit (1,6%) di antara pasien TB-MDR.

c. Perbandingan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum antara Pasien TB-MDR dengan DM dan TB-MDR tanpa DM

Sesuai tujuan dari penelitian ini, maka dilakukan perbandingan data waktu untuk konversi kultur sputum antara kedua kelompok yang disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.4. Perbandingan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum antara Pasien TB-MDR dengan DM dan TB-TB-MDR tanpa DM

(25)

Dari Tabel 5.4. dapat dilihat bahwa pasien TB-MDR dengan DM rata-rata mengalami konversi kultur sputum dalam 2,22 ± 0,198 bulan, sedangkan pasien TB-MDR tanpa DM rata-rata mengalami konversi kultur sputum dalam 2,15 ± 0,210 bulan.

Setelah dilakukan uji normalitas, data yang diperoleh tidak berdistribusi normal sehingga dipilih uji hipotesis nonparametrik untuk membandingkan perbedaan rata-rata dari dua kelompok sampel. Uji hipotesis yang dipilih ialah Mann Whitney U Test dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α=95%), diperoleh nilai p

(p value) 0,465 (p>0,005) yang berarti bahwa perbedaan rata-rata yang ditemukan antara kedua kelompok tidak bermakna secara statistik dengan kata lain tidak ada hubungan antara diabetes melitus dengan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR.

5.4. Pembahasan

Telah diketahui bahwa DM berperan dalam mencetuskan infeksi TB dan memperberat prognosisnya namun belum banyak diketahui mengenai efek DM terhadap TB-MDR. Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi DM ditemukan tinggi pada pasien TB-MDR dan ditemukannya hubungan yang signifikan antar keduanya setelah mengendalikan faktor-faktor perancu (Magee et al., 2014). Penelitian ini kemudian bertujuan untuk mencari hubungan antara DM

dengan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR yang mana konversi kultur sputum merupakan indikator keberhasilan pengobatan pada TB.

(26)

konversi kultur sputum antara pasien TB-MDR dengan DM dan pasien TB-MDR tanpa DM. Di Indonesia juga telah dilakukan penelitian serupa oleh Reviono dkk (2013) dan menemukan hasil yang tak jauh berbeda, yaitu tidak terdapat perbedaan bermakna pada waktu untuk konversi kultur sputum antara pasien TB-MDR dengan DM dan pasien TB-TB-MDR tanpa DM meskipun terdapat kecenderungan konversi yang lebih cepat pada pasien TB-MDR tanpa DM. Kecenderungan konversi yang lebih cepat juga ditemukan dalam penelitian ini yang mana persentase pasien TB-MDR mengalami konversi kultur sputum dalam waktu 1 bulan (43,6%) lebih besar dibandingkan pasien TB-MDR dengan DM (21,74%) (Tabel 5.4.).

Meskipun belum ditemukan hubungan yang signifikan antara DM dan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR dalam penelitian ini, namun beberapa penelitian yang menggunakan pasien TB, baik TB tanpa resistensi maupun TB-MDR sebagai sampel penelitiannya menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Seperti penelitian yang dilakukan Guler dkk (2007) yang mengungkapkan bahwa DM berperan sebagai faktor independen yang mempengaruhi waktu untuk konversi kultur sputum yang mana didapatkan waktu konversi yang lebih lama pada pasien TB dengan DM. Kelebihan dari penelitian ini ialah seluruh pasien TB yang dijadikan sampel merupakan pasien yang teruji HIV negatif yang mana infeksi HIV diketahui dari penelitian terdahulu mempengaruhi konversi sputum pada pemeriksaan mikroskopis. Sehingga penelitian ini dinilai lebih mampu dalam menilai pengaruh DM terhadap TB karena telah menghilangkan salah satu faktor yang diduga akan mempengaruhi hasil penelitian.

(27)

pasien TB tanpa DM, meskipun temuan ini tidak berbeda secara statistik untuk evaluasi kultur sputum setelah fase 2 bulan pengobatan TB (fase intensif). Sementara Dooley dkk (2009) menemukan adanya kecenderungan konversi kultur sputum yang lebih cepat pada pasien TB tanpa DM dibandingkan pasien TB dengan DM, namun proporsi tingkat konversi kultur sputum antar kedua kelompok setelah fase 2 bulan pengobatan tidak berbeda secara statistik. Meskipun studi tersebut menemukan bahwa DM merupakan faktor komorbid pada pasien dengan TB aktif dan meningkatkan risiko meninggal dunia selama pengobatan.

(28)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Distribusi frekuensi DM pada pasien TB-MDR pada sampel penelitian ialah 37,1 %.

2. Distribusi frekuensi waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR pada sampel penelitian ialah 1 bulan (35,5%), 2 bulan (32,3%), 3 bulan (14,5%), 4 bulan (16,1%) dan 6 bulan (1,6%).

3. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara DM dan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik setelah dianalisis dengan Mann Whitney U Test dengan nilai p=0,465 (p<0,05).

6.2. Saran

1. Penelitian ini jika ingin diulang kembali oleh peneliti lain sebaiknya menggunakan desain penelitian cohort prospective study dengan berusaha mengendalikan penyakit-penyakit komorbid lainnya yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Multidrug Resistant Tuberculosis (TB-MDR) 2.1.1 Definisi

Multidrug resistant tuberculosis (TB-MDR) adalah tuberkulosis akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis yang telah resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (INH) dengan atau tanpa resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) lainnya (Sinaga, 2013). Rifampisin dan INH merupakan 2 obat yang sangat penting pada pengobatan TB yang diterapkan pada strategi DOTS. Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi:

a. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan b. Resistensi inisial ialah apabila tidak diketahui dengan pasti apakah pasien

sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah

c. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan

Insidensi TB-MDR terus meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan TB pertama tahun 1943. Penggunaan rifampisin yang meluas pada awal tahun 1970-an mengakibatkan munculnya resistensi yang kemudian mengharuskan penggunaan pengobatan TB lini kedua (Sinaga, 2013). Selain itu, kesalahan petugas kesehatan dan ketidakpatuhan pasien selama pengobatan TB juga menjadi pencetus munculnya TB-MDR. Dengan kasus yang terus meningkat dan meluas di berbagai negara, TB-MDR merupakan masalah global yang harus diatasi bersama (Ormerod, 2005).

2.1.2. Epidemiologi

(30)

China (61.000 kasus), dan Federasi Rusia (44.000 kasus). Sementara Indonesia berada di urutan ke-9 (6.600 kasus) (WHO, 2013).

WHO melaporkan 3,5% dari kasus baru TB di seluruh dunia merupakan TB-MDR. Persentase lebih tinggi ditemukan pada kasus TB yang sudah mendapat pengobatan sebelumnya, yaitu sekitar 20,5%. Hasil survei memperkirakan ada sekitar 480.000 kasus berkembang di tahun 2013, dan 210.000 diantaranya meninggal dunia (WHO, 2014).

Sementara itu, untuk cakupan pengobatan, WHO melaporkan 1 dari 5 pasien TB-MDR yang dideteksi tahun 2011 telah mendapatkan pengobatan. Data yang disajikan WHO menunjukkan masih rendahnya tingkat pengobatan TB-MDR di negara-negara dengan beban TB-TB-MDR tertinggi (Gambar 2.2.) (WHO, 2013). Belarusia memiliki cakupan pengobatan TB-MDR tertinggi dengan persentase 72% diantara 2000 kasus TB-MDR yang terdeteksi. Sementara persentase India (5%) dan China (2%) jauh berada di bawah negara-negara lain, tak jauh berbeda dengan Indonesia (4%) (WHO, 2013).

(31)

0% 1% 1% 2% 2% 3% 3% 4% 4% 5% 5% 6% 8% 9% 10% 16% 17% 17% 19% 22% 28% 33% 43% 48% 52% 57% 64% 65% 70% 72%

0% 20% 40% 60% 80%

Angola 2000 DPR Korea 3500 Nigeria 3400 Afganistan 1100 China 61000 Myanmar 5500 Pakistan 10000 DR Kongo 3400 Indonesia 6600 India 66000 Kenya 3400 Thailand 2200 Mozambik 1800 Ethiopia 2000 Bangladesh 3800 Vietnam 3700 Azerbaijan 3400 Rep. Korea 1800

[image:31.595.111.488.104.512.2]

Nepal 1100 Filipina 11000 Uzbekistan 3000 Kirgiztan 1500 Federasi Rusia 44000 Rep. Moldova 1600 Ukraina 9500 Brazil 1100 Kazakhstan 8200 Peru 2100 Afrika Selatan 8100 Belarusia 2000

Gambar. 2.1. Diagram Persentase Perkiraan Kasus TB-MDR yang Mendapat Pengobatan pada Tahun 2011 (jumlah perkiraan kasus TB-MDR tertulis di sebelah nama negara)

(WHO, 2013)

2.1.3. Faktor Penyebab

(32)

1. Faktor Mikrobiologik a. Resistensi yang natural b. Resistensi yang didapat c. Amplifier effect

d. Virulensi kuman

e. Tertular galur kuman MDR 2. Faktor Klinik

a. Penyelenggara kesehatan  Keterlambatan diagnosis

 Pengobatan tidak mengikuti pedoman

 Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin atau INH

 Tidak ada guideline/pedoman  Tidak ada/kurangnya pelatihan TB  Tidak ada pemantauan pengobatan

 Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada suatu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama maka “penambahan” 1 jenis obat tersebut akan menambah panjang daftar obat yang resisten

 Organisasi program nasional TB yang kurang baik b. Obat

 Pengobatan TB jangka waktunya lama, lebih dari 6 bulan sehingga membosankan pasien

 Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan gagal sampai selesai/komplit

(33)

 Kualitas obat kurang baik misal pengunaan obat kombinasi dosis tetap yang mana bioavabilitas rifampisinnya berkurang

 Regimen/dosis obat yang tidak tepat  Harga obat yang tidak terjangkau  Pengadaan obat yang terputus c. Pasien

 PMO tidak ada/kurang baik

 Kurangnya informasi atau penyuluhan

 Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang, dan lain lain  Efek samping obat

 Sarana dan prasarana transportasi yang sulit/tidak ada  Masalah sosial

 Gangguan penyerapan obat 3. Faktor Program

a. Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan b. Amplifier effect

c. Tidak ada program DOTS-PLUS

d. Program DOTS belum berjalan dengan baik e. Memerlukan biaya yang besar

4. Faktor HIV/AIDS

a. Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar b. Gangguan penyerapan

c. Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar 5. Faktor Kuman

Kuman M. Tuberculosis super strains a. Sangat virulen

(34)

2.1.4. Pemeriksaan Laboratorium

Drug Susceptibility Testing (DST) berperan penting dalam mengidentifikasi dan mengobati pasien MDR atau dengan risiko tinggi TB-MDR (WHO, 2014).

1. DST Fenotipik (DST Konvensional)

Prinsip DST fenotipik ialah mengkultur bakteri bersama dengan OAT untuk melihat adanya hambatan terhadap pertumbuhan bakteri. DST fenotipik dapat dilakukan secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect) pada medium padat ataupun cair. Pada metode langsung (direct), satu set medium yang mengandung dan tidak mengandung OAT diinokulasikan secara langsung dengan spesimen yang telah didekontaminasikan dan dijadikan konsentrat. Tes tidak langsung (indirect) membutuhkan pertumbuhan kultur murni dari spesimen, dilusi dari isolat kemudian diinokulasikan ke medium yang mengandung dan tidak mengandung OAT. Tes tidak langsung (indirect) telah digunakan secara luas dan saat ini digunakan sebagai standar referensi.

2. DST Genotipik a. Xpert MTB/RIF

Xpert MTB/RIF adalah pemeriksaan diagnostik molekuler menggunakan PCR (polymerase chain reaction) untuk mengidentifikasi DNA Mycobacterium tuberculosis complex dan mutasi yang berkaitan dengan resistensi rifampisin secara langsung dari spesimen sputum dalam waktu kurang dari 2 jam. Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitifitas dan spesifitas yang sama dengan kultur pada medium padat dan telah direkomendasikan WHO sebagai tes diagnostik awal untuk pasien dengan risiko TB-MDR yang tinggi.

b. Line Probe Assay (LPA)

(35)

2.1.5. Penatalaksanaan

a. Kelompok OAT untuk Pengobatan TB-MDR

[image:35.595.108.477.249.735.2]

Jenis obat yang digunakan dalam pengobatan TB-MDR terbagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut (PDPI, 2011).

Tabel 2.1. Kelompok OAT untuk Pengobatan TB-MDR

Kelompok 1 OAT lini 1. Etambutol (E), Pirazinamid (Z)

Kelompok 2 Obat suntik. Kanamisin (Km), Amikasin (Am), Kapreomisin (Cm), Streptomisin (S)

Kelompok 3 Fluorokuinolon. Moksifloksasin (Mfx), Levofloksasin (Lfx), Ofloksasin (Ofx)

Kelompok 4 Bakteriostatik OAT lini 2. Etionamid (Eto), Protionamid (Pto), Siklosrin (Cs), Terzidone (Trd), PAS

Kelompok 5

Obat yang belum diketahui efektifitasnya. Klofazimine (Cfz), Linezoid (Lzd), Amoksiclav (Amx/clv),

Tiosetazone (Thz), Imipenem/cilastin (Ipm/cln), H dosis tinggi, Klaritromisin (Clr)

(36)

b. Strategi Pengobatan

Strategi program pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan frekuensi penggunaan OAT di negara tersebut. Di bawah ini beberapa strategi pengobatan TB-MDR (PDPI, 2011).

a. Pengobatan standar. Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasi pasien yang representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak tersedianya hasil uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan mendapatkan regimen pengobatan yang sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR sebaiknya dikonfirmasi dengan uji kepekaan.

b. Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat pengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi representatif. Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji kepekaan individual.

c. Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan.

Regimen standar TB-MDR di Indonesia adalah: 6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs

Z: Pirazinamid, E: Etambutol, Kn: Kanamisin, Lfx: Levofloksasin, Eto: Etionamid, Cs: Sikloserin

Etambutol tidak diberikan bila terbukti resisten.

2.1.6. Evaluasi Pengobatan dan Konversi Kultur Sputum

Evaluasi pengobatan dilakukan secara ketat untuk menilai tanda-tanda kegagalan pengobatan. Evaluasi terhadap respon pengobatan dilakukan melalui anamnesis rutin, pemeriksaan fisik, foto toraks dan pemeriksaan laboratorium. Gejala-gejala klasik TB – batuk, produksi sputum, demam dan berat badan menurun - secara umum mengalami perbaikan dalan beberapa minggu pertama (WHO, 2014).

(37)

positif Mycobacterium tuberculosis menjadi negatif setelah fase pengobatan merupakan salah satu indikator keberhasilan pengobatan TB maupun TB-MDR. Kultur sputum dinyatakan telah konversi bila pemeriksaan kultur sputum yang dilakukan 2 kali berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil yang negatif. Tanggal pertama pengambilan spesimen kultur dengan hasil konversi negatif dijadikan tanggal konversi. Pemeriksaan kultur sputum dilakukan setiap bulan selama fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan (WHO, 2014).

Pada manajemen TB-MDR, penggunaan obat injeksi (suntik), peralihan dari fase intensif ke fase lanjutan dan penentuan keberhasilan pengobatan bergantung pada status mikrobiologi dari kultur sputum pasien. Konversi kultur sputum dini telah terbukti secara luas menunjukkan keberhasilan pengobatan baik pada kelompok sensitif maupun resisten OAT. Konversi kultur sputum setelah 2 bulan pengobatan dilaporkan secara luas sebagai prediktor kuat dan indikator dini dari keberhasilan pengobatan pada TB sensitif OAT. Hal yang sama juga ditemukan pada kelompok TB-MDR, hasil pengobatan yang lebih baik didapatkan dari pasien TB-MDR yang berhasil mengalami konversi kultur sputum setelah 2 bulan (Basit et al., 2014).

2.2. Hubungan Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus 2.2.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, saraf, ginjal, jantung dan pembuluh darah (Purnamasari, 2009).

(38)

Diperkirakan terdapat 8,4 juta kasus DM di Indonesia pada tahun 2000, dan akan berkembang menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (Wild, 2004).

Diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurut tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM, lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada Tabel 2.2. (Purnamasari, 2009).

Tabel 2.2. Kriteria diagnostik DM

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2. Atau

Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO

dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

(39)

2.2.2. Epidemiologi Tuberkulosis disertai Diabetes Melitus

Tuberkulosis dan diabetes melitus sama-sama diketahui sebagai penyakit yang menimbulkan beban global yang besar. Sekitar sepertiga penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan 10% diantaranya akan mengidap TB aktif sepanjang hidupnya. Pada saat yang sama, dunia juga menghadapi peningkatan prevalensi diabetes bersama dengan penyakit tidak menular lainnya (Skowronski et al., 2013). Meningkatnya prevalensi kedua penyakit tersebut diikuti dengan meningkatnya kasus yang diakibatkan oleh asosiasi diantara keduanya. Diperkirakan 10% kasus infeksi TB di seluruh dunia berkaitan dengan diabetes dan kondisi tersebut meningkatkan risiko terkena infeksi TB sebesar 2-3 kali serta risiko meninggal selama dalam pengobatan dibandingkan dengan tanpa diabetes (WHO, 2011).

Sebagai negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 di dunia (WHO,2015) serta tertinggi ke-5 untuk prevalensi DM (IDF, 2014), Indonesia menghadapi begitu banyak kasus TB yang dicetuskan maupun diperberat oleh keadaan penyakit kronis pada pasien-pasien DM. Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia menemukan riwayat DM tipe 2 pada 13,3% pasien TB. Penelitian tersebut menyatakan adanya hubungan yang kuat antara TB dan DM di Indonesia (Alisjahbana et al., 2006).

2.2.3. Pengaruh Diabetes Melitus terhadap Infeksi Tuberkulosis

(40)
(41)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Triple burden disease yang tengah dihadapi Indonesia menimbulkan

sejumlah permasalahan. Masalah yang timbul bukan hanya seputar mewabahnya penyakit menular baru, menjangkitnya penyakit menular lama dan meningkatnya penyakit tidak menular dari waktu ke waktu (Kemenkes, 2012), tapi juga masalah yang timbul akibat interaksi di antara ketiganya. Telah lama diketahui bahwa tuberkulosis (TB) erat kaitannya dengan diabetes melitus (DM), yaitu penderita DM cenderung lebih berisiko terkena infeksi TB ataupun infeksi tersebut cenderung lebih sering berkembang menjadi tuberkulosis bentuk aktif dengan berbagai gejala dibandingkan dengan orang-orang non DM. Hal tersebut terkait dengan kondisi sistem imun yang melemah pada penderita DM sehingga memudahkan berkembangnya infeksi TB.

Sebagai negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 di dunia (WHO, 2015) serta tertinggi ke-5 untuk prevalensi DM (IDF, 2014), Indonesia menghadapi begitu banyak kasus TB yang dicetuskan maupun diperberat oleh keadaan penyakit kronis pada pasien-pasien DM. Berdasarkan data WHO, 10% kasus infeksi TB di seluruh dunia berkaitan dengan diabetes. Data WHO juga memaparkan bahwa diabetes meningkatkan risiko terkena infeksi TB sebesar 2-3 kali serta risiko meninggal selama dalam pengobatan dibandingkan dengan tanpa diabetes (WHO, 2011). Sebuah penelitian yang dilaksanakan di Indonesia menemukan riwayat DM tipe 2 pada 13,3% pasien TB. Penelitian tersebut menyatakan adanya hubungan yang kuat antara TB dan DM di Indonesia (Alisjahbana et al., 2006). Namun, meskipun DM telah dinyatakan sebagai faktor risiko dan faktor prognostik TB, hingga kini belum diketahui secara pasti apakah DM secara langsung mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB.

(42)

masa 2 bulan pengobatan. Konversi kultur sputum dianggap menunjukkan keberhasilan pengobatan secara bakteriologis, di samping evaluasi pengobatan yang juga harus dilakukan secara klinis dan radiologis (Amin & Bahar, 2009).

Berbagai penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan antara DM dan TB menjadikan konversi kultur sputum sebagai salah satu variabel yang diteliti untuk menilai pengaruh DM terhadap outcome TB. Suatu studi kohort prospektif yang dilaksanakan di Indonesia menemukan secara signifikan bahwa pasien TB dengan DM lebih banyak yang memiliki hasil kultur sputum yang masih positif setelah fase 6 bulan pengobatan dibandingkan dengan pasien TB tanpa DM, meskipun temuan ini tidak berbeda secara statistik untuk evaluasi kultur sputum setelah fase 2 bulan pengobatan TB (fase intensif) (Alisjahbana et al., 2007). Studi lain yang dilakukan di Maryland, Amerika Serikat, menemukan

adanya kecenderungan konversi kultur sputum yang lebih cepat pada pasien TB tanpa DM dibandingkan pasien TB dengan DM, namun proporsi tingkat konversi kultur sputum antar kedua kelompok setelah fase 2 bulan pengobatan tidak berbeda secara statistik. Meskipun studi tersebut menemukan bahwa DM merupakan faktor komorbid pada pasien dengan TB aktif dan meningkatkan risiko meninggal dunia selama pengobatan (Dooley et al., 2009).

Pengobatan TB tidak terlepas dari masalah Multidrug Resistant Tuberculosis (TB-MDR) yaitu suatu keadaan dimana pasien tuberkulosis tidak

(43)

Berkembangnya kasus TB-MDR di seluruh dunia kemudian memunculkan sejumlah penelitian yang menghubungkan TB-MDR dengan DM. Telah diketahui bahwa DM berperan dalam mencetuskan infeksi TB dan memperberat prognosisnya namun belum banyak diketahui mengenai efek DM terhadap TB-MDR. Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi DM ditemukan tinggi pada pasien TB-MDR dan ditemukannya hubungan yang signifikan antar keduanya setelah mengendalikan faktor-faktor perancu (Magee et al., 2014). Penelitian-penelitian lain mencoba menemukan hubungan antara DM dengan keberhasilan pengobatan pada kasus TB-MDR yang mana pasien TB-MDR menerima regimen dan durasi pengobatan yang berbeda. Namun, tidak ditemukan hubungan bermakna. Suatu studi di Amerika Serikat menemukan tidak ada perbedaan pada waktu yang diperlukan untuk konversi kultur sputum antara pasien TB-MDR dengan DM dan pasien TB-MDR tanpa DM (Magee et al., 2014). Di Indonesia juga telah dilakukan penelitian serupa dan menemukan hasil yang tak jauh berbeda, yaitu tidak terdapat perbedaan bermakna pada waktu untuk konversi sputum antara pasien TB-MDR dengan DM dan pasien TB-MDR tanpa DM (Reviono et al., 2013).

(44)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, adapun rumusan masalah yang ingin diteliti ialah: apakah terdapat hubungan yang bermakna antara diabetes melitus dengan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan DM dengan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi DM pada pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

3. Untuk menganalisis hubungan antara DM dengan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat dirasakan melalui pelaksanaan dan publikasi penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Institusi pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada institusi pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan tentang hubungan antara diabetes melitus dan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR

2. Peneliti selanjutnya

(45)

3. Masyarakat

Penelitian ini dapat menambah wawasan masyarakat mengenai TB-MDR dan hubungannya dengan DM

4. Penulis

(46)

ABSTRAK

Telah lama diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara diabetes melitus (DM) dan tuberkulosis (TB). Mekanisme yang menyebabkan pasien DM rentan terkena infeksi TB juga sudah dipahami, namun belum diketahui apakah DM secara langsung mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB meskipun terdapat data bahwa pasien TB dengan riwayat DM memiliki prognosis yang lebih buruk dan lebih beresiko untuk meninggal selama pengobatan dibandingkan pasien tanpa riwayat DM. Seiring meningkatnya kasus multidrug resistant tuberculosis (TB-MDR), DM kembali dihubungkan dengan keberhasilan pengobatan TB yang mana pada TB-MDR pasien menerima regimen obat lini kedua. Konversi kultur sputum merupakan salah satu indikator keberhasilan pengobatan TB.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menemukan hubungan antara DM dan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR. Penelitian ini merupakan cohort retrospective study yang menggunakan rekam medis untuk memperoleh data seluruh pasien MDR yang menjalani pengobatan di Poli TB-MDR RSUP H. Adam Malik sejak Februari 2012 hingga Desember 2014. Dari populasi, 62 pasien memenuhi kriteria penelitian dan dimasukkan sebagai sampel. Data kemudian dianalisa menggunakan Mann Whitney U Test.

Rata-rata waktu untuk konversi kultur sputum pada 23 pasien TB dengan riwayat DM (37,1%) adalah 2,22 ± 0,198 bulan, sementara pada 39 pasien TB tanpa riwayat DM (62,9%) adalah 2,15 ± 0,210 bulan. Tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata dari kedua kelompok (p=0,465) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara DM dan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR dalam penelitian ini.

(47)

ABSTRACT

The strong association between Diabetes Mellitus (DM) and Tuberculosis (TB) has been known for a long time. The mechanisms of DM makes the patient susceptible to TB infection is well understood but little is known whether DM has direct effect to TB treatment despite the evidences that TB patients with history of DM have worse prognosis and higher risk to die during treatment than those without history of DM. Since multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB)cases are rising, the assumptions about association between MDR-TB and DM especially on MDR-TB treatment which uses the second line regimen are rising as well. Culture sputum conversion is one of indicator for the successful treatment of TB.

The goal of this research was to find the association between DM and the rate of cultur sputum conversion among MDR-TB patients. This was a cohort retrospective study which used medical record to collect data of all patients enrolled for MDR-TB treatment during February 2012 to December 2014 in Poli TB-MDR H. Adam Malik Hospital. From the population, 62 patients met the research criteria and were included in this research as sample. Data was analyzed using Mann Whitney U Test.

The mean of rate of conversion culture sputum among 23 TB patients with history of DM (37,1%) is 2,22 ± 0,198 months whereas it is 2,15 ± 0,210 months among 39 TB patients withouth history of DM (62,9%). There is no significant differences between the mean of rate of culture sputum conversion (p=0,465). In conclusion, there is no association between DM and rate of culture sputum conversion among MDR-TB patients in this research.

(48)

HUBUNGAN DIABETES MELITUS

DENGAN WAKTU UNTUK KONVERSI KULTUR SPUTUM

PADA PASIEN TB-MDR DI RSUP H. ADAM MALIK

OLEH:

KHOLIDA ULFA

120100132

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(49)

HUBUNGAN DIABETES MELITUS

DENGAN WAKTU UNTUK KONVERSI KULTUR SPUTUM

PADA PASIEN TB-MDR DI RSUP H. ADAM MALIK

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

kelulusan sarjana Kedokteran

OLEH:

KHOLIDA ULFA

120100132

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(50)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Diabetes Melitus dengan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum

pada Pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

Nama : Kholida Ulfa

NIM : 120100132

Pembimbing Penguji I

(dr. Setia Putra Tarigan, Sp.P (K)) (dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E,

MPH, Sp.ParK) NIP. 197303272008011013 NIP. 197407302001122003

Penguji II

(dr. Feby Yanti Harahap, M.Ked (PA), Sp.PA) NIP. 197701202003122008

Medan, Januari 2016 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(51)

ABSTRAK

Telah lama diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara diabetes melitus (DM) dan tuberkulosis (TB). Mekanisme yang menyebabkan pasien DM rentan terkena infeksi TB juga sudah dipahami, namun belum diketahui apakah DM secara langsung mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB meskipun terdapat data bahwa pasien TB dengan riwayat DM memiliki prognosis yang lebih buruk dan lebih beresiko untuk meninggal selama pengobatan dibandingkan pasien tanpa riwayat DM. Seiring meningkatnya kasus multidrug resistant tuberculosis (TB-MDR), DM kembali dihubungkan dengan keberhasilan pengobatan TB yang mana pada TB-MDR pasien menerima regimen obat lini kedua. Konversi kultur sputum merupakan salah satu indikator keberhasilan pengobatan TB.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menemukan hubungan antara DM dan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR. Penelitian ini merupakan cohort retrospective study yang menggunakan rekam medis untuk memperoleh data seluruh pasien MDR yang menjalani pengobatan di Poli TB-MDR RSUP H. Adam Malik sejak Februari 2012 hingga Desember 2014. Dari populasi, 62 pasien memenuhi kriteria penelitian dan dimasukkan sebagai sampel. Data kemudian dianalisa menggunakan Mann Whitney U Test.

Rata-rata waktu untuk konversi kultur sputum pada 23 pasien TB dengan riwayat DM (37,1%) adalah 2,22 ± 0,198 bulan, sementara pada 39 pasien TB tanpa riwayat DM (62,9%) adalah 2,15 ± 0,210 bulan. Tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata dari kedua kelompok (p=0,465) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara DM dan waktu untuk konversi kultur sputum pada pasien TB-MDR dalam penelitian ini.

(52)

ABSTRACT

The strong association between Diabetes Mellitus (DM) and Tuberculosis (TB) has been known for a long time. The mechanisms of DM makes the patient susceptible to TB infection is well understood but little is known whether DM has direct effect to TB treatment despite the evidences that TB patients with history of DM have worse prognosis and higher risk to die during treatment than those without history of DM. Since multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB)cases are rising, the assumptions about association between MDR-TB and DM especially on MDR-TB treatment which uses the second line regimen are rising as well. Culture sputum conversion is one of indicator for the successful treatment of TB.

The goal of this research was to find the association between DM and the rate of cultur sputum conversion among MDR-TB patients. This was a cohort retrospective study which used medical record to collect data of all patients enrolled for MDR-TB treatment during February 2012 to December 2014 in Poli TB-MDR H. Adam Malik Hospital. From the population, 62 patients met the research criteria and were included in this research as sample. Data was analyzed using Mann Whitney U Test.

The mean of rate of conversion culture sputum among 23 TB patients with history of DM (37,1%) is 2,22 ± 0,198 months whereas it is 2,15 ± 0,210 months among 39 TB patients withouth history of DM (62,9%). There is no significant differences between the mean of rate of culture sputum conversion (p=0,465). In conclusion, there is no association between DM and rate of culture sputum conversion among MDR-TB patients in this research.

(53)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah ‘azza wa jalla atas cahaya ilmu dan kemudahan yang dikaruniakan-Nya sehingga hasil laporan penelitian berjudul

“Hubungan Diabetes Melitus dengan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum pada

Pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik” ini dapat diselesaikan.

Rasa terimakasih juga saya sampaikan pada pihak-pihak yang berperan dalam penyelesaian karya tulis ini, diantaranya:

1. dr. Setia Putra Tarigan, Sp.P (K), selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulisan karya tulis ini hingga selesai.

2. dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E, MPH, Sp.ParK dan dr. Feby Yanti Harahap, M.Ked (PA), Sp,PA, selaku dosen penguji yang telah memberi masukan demi perbaikan karya tulis ini.

3. Dosen-dosen dari Departemen Kedokteran Komunitas, selaku staff pengajar penulisan karya tulis ilmiah.

4. Dokter-dokter dan petugas kesehatan Poli TB-MDR RSUP H. Adam Malik, yang telah membantu saya selama pengambilan data penelitian.

Tentunya, tak lupa saya sampaikan rasa syukur dan terimakasih saya kepada keluarga, khususnya kedua orangtua saya yang telah memberikan dukungan dan perhatian selama proses penyelesaian tugas akhir ini, juga kepada rekan-rekan dan senior seperjuangan di BKM Ar-Rahmah FK USU yang telah berbagi ilmu dan pengalamannya.

Penulis meyakini bahwa hasil laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses penyempurnaannya. Semoga karya tulis ini yang sederhana ini dapat memberikan sumbangan bagi keilmuan khususnya bidang kesehatan dan pada akhirnya dapat turut berkonstribusi bagi kemajuan Indonesia.

(54)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Multidrug Resistant Tuberculosis (TB-MDR) ... 6

2.1.1. Definisi ... 6

2.1.2. Epidemiologi ... 6

2.1.3. Faktor Penyebab ... 8

2.1.4. Pemeriksaan Laboratorium ... 11

2.1.5. Penatalaksanaan... 12

2.1.6. Evaluasi Pengobatan dan Konversi Kultur Sputum ... 13

2.2. Hubungan Tuberkulosis dengan Diabetes Melitus ... 14

2.2.1. Diabetes Melitus ... 14

2.2.2. Epidemiologi Tuberkulosis disertai Diabetes Melitus ... 16

2.2.3. Pengaruh Diabetes Melitus terhadap Infeksi Tuberkulosis . 16 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1. Kerangka Konsep ... 18

3.2. Definisi Operasional ... 18

3.3. Hipotesis ... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20

(55)

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

5.2. Karakteristik Sampel ... 23

5.3. Hasil Analisa Data ... 24

5.4. Pembahasan ... 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

6.1. Kesimpulan ... 29

6.2. Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(56)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kelompok OAT untuk Pengobatan TB-MDR ... 12

Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik DM ... 15

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Usia dan Jenis Kelamin Pasien TB-MDR ... 23

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Prevalensi Penderita DM ... 24

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Waktu untuk Konversi Kultur Sputum ... 24

(57)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Diagram persentase perkiraan kasus TB-MDR

yang mendapat pengobatan pada tahun 2011... 8

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 18

(58)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 CURRICULUM VITAE

Lampiran 2 ETHICAL CLEARANCE

Lampiran 3 SURAT IJIN PENELITIAN

Lampiran 4 HASIL UJI STATISTIK

(59)

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus

DOTS : Directly-Observed Treatment, Short Course DR-TB : Drug Resistant Tuberculosis

DST : Drug Susceptibility Testing LPA : Line Probe Assay

MTB : Mycobacterium tuberculosis OAT : Obat Anti Tuberkulosis PCR : Polymerase Chain Reaction PMO : Pengawas Minum Obat

SPSS : Statistical Product and Service Solution TB : Tuberkulosis

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Usia dan Jenis Kelamin Pasien TB-MDR
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Penderita DM
Tabel 5.4. Perbandingan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum antara Pasien TB-
+3

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W6, 2015 Photogrammetric techniques for video surveillance,

Surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan bertanggung jawab mutlak

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W6, 2015 Photogrammetric techniques for video surveillance,

[r]

4. Pameran literasi dapat dilaksanakan di luar kelas dengan meja-meja yang diatur untuk memamerkan karya tulisan siswa dan bahan bacaan. Kegiatan membaca dapat dilakukan di

PENGGUNAAN LINGKUNGAN SEKOLAH SEBAGAI MEDIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK DI KELAS RENDAH

AKTXYWG 9SVRKSKTYGYOL JOXZXZT HKWJGXGWQGT VGJG A@:=&gt; 999# AKTXYWG &lt;9@9 )'(,$ )'(0# JGT AKTXYWG ;UUWJOTGYOL ;K4KVZYOGT HOJGTM 9RSZ @KTMKYGNZGT CKQTOQ )'(,$ )'(0# ]GTM

Pada penulisan Ilmiah ini penulis membahas pembuatan Aplikasi Multimedia Tentang Iklan Layanan Masyarakat Dengan Tema âBahaya Merokokâ Menggunakan Macromedia Flash MX sebagai