• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Robbins (2002:36) kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaannya tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaaan negatif tentang pekerjaan tersebut.

Menurut Griffin dan Ebert (2007:246), kepuasan kerja adalah cara karyawan untuk merasakan pekerjaannya. Seorang karyawan dapat merasakan pekerjaannya menguntungkan atau merugikan dirinya tergantung dari persepsi mereka apakah pekerjaannya memberikan kepuasan atau ketidakpuasan. Ketika karyawan menilai suatu pekerjaan menyenangkan untuk dikerjakan, mereka mengatakan bahwa pekerjaan itu memberikan kepuasan kerja. Keadaan ini dapat dilihat dari hasil pekerjaannya, karena kepuasan kerja akan dapat meningkatkan kinerja kerja mereka.

Menurut Spector (1997), kepuasan kerja adalah perasaan umum tentang pekerjaan atau juga sebagai hubungan dari sikap tentang berbagai aspek pekerjaan.

Menurut Levy (2006), kepuasan kerja adalah sesuatu yang menyenangkan, keadaan emosional yang positif akibat dari penilaian kognitif dari salah satu pekerjaan atau pengalaman kerja.

Menurut Mathis dan Jackson (2009), kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Hal ini serupa dengan pendapat Locke dan Johnson (2004), yang mendefinisikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan yang diasosiasikan dengan situasi kerja atau pekerjaan.

Menurut Blum dan Anoraga (2001), kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja.

Menurut Danim (2008), kepuasan kerja merupakan kombinasi aspek ekonomis, psikologis, sosial, kultural, aktualisasi diri, penghargaan dan suasana lingkungan.

Menurut Greenberg dan Baron dalam kutipan Wibowo (2007), mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah sikap positif atau sikap negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka.

Menurut Wexley dan Yukl yang dikutip oleh Wilson Bangun (2012:327), kepuasan kerja seorang pegawai merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya. Bermacam-macam sikap seseorang terhadap pekerjaannya mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan.

Pekerjaan yang menyenangkan untuk dikerjakan dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu memberikan kepuasan bagi pemangkunya, begitu pula sebaliknya.

Noe at. el. (1997:23) mengatakan bahwa “Job satisfaction as a pleasurable feeling that result from the perception that one’s job fulfillment of one’s important job values”. Berdasarkan definisi tersebut, bahwa kepuasan kerja terdiri dari tiga aspek penting, yaitu :

1. Fungsi nilai 2. Fungsi persepsi 3. Fungsi perbedaan

Kepuasan kerja, bagaimanapun merupakan salah satu aspek yang penting untuk dipahami oleh pengelola organisasi.

Louis A. Allen (1987) dalam kutipan Wilson Bangun (2012:327) mengungkapkan bahwa betapapun sempurnanya rencana-rencana organisasi dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapai. Hal tersebut berarti bahwa faktor manusia cukup berperan dalam mencapai hasil sesuai dengan tujuan organisasinya. Mewujudkan kepuasan kerja bagi karyawan merupakan kewajiban bagi setiap pemimpin organisasi.

Banyak hasil penelitian menyimpulkan bahwa kepuasan akan kerja akan berpengaruh secara signifikan terhadap prduktivitas kerja. Karyawan yang menilai pekerjaannya dapat memberikan kepuasan akan menurunkan tingkat absensi dan

perputaran kerja. Sebagai dasar yang digunakan untuk menilai pandangan teori kepuasan banyak dikembangkan dari teori A. Maslow dan F. Herzberg.

Model teori Maslow mengatakan bahwa manusia memiliki dorongan baik primer ataupun sekunder yang berguna untuk memberikan semangat kerja. Menurut Maslow (1954) dalam kutipan Wilson bangun (2012:328), kebutuhan primer diwariskan berdasarkan keturunan, walaupun cara-cara untuk memenuhi dorongan ini dapat dipelajari. Kebutuhan primer tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia yang diarahkan pada kelangsungan hidup termasuk didalamnya adalah kebutuhan makan, minum dan seksual. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan manusia yang ditentukan oleh syarat-syarat budaya dimana seseorang hidup, kebutuhan tersebut meliputi keamanan, sosial, percaya diri sendiri dan aktualisasi diri.

Gambar 2.4. Teori Kebutuhan

Sedangkan Herzberg (1966) dalam kutipan Wilson Bangun (2012:328), mengemukakan bahwa manusia dikelompokkan kedalam faktor-faktor penentu kepuasan dengan faktor-faktor ketidakpuasan.

1. Faktor-faktor kepuasan (Satisfier)

Meliputi kemajuan, pengakuan, tanggungjawab, perkembangan karir, dan pekerjaan itu sendiri.

Apabila faktor-faktor tersebut ditingkatkan dapat membantu perbaikan prestasi, menurunkan perputaran dan absensi kerja, dan menunjang sikap yang lebih baik terhadap manajemen.

2. Faktor-faktor ketidakpuasan (Dissatisfier)

Meliputi hal-hal seperti kondisi dan kemudahan dalam pekerjaan, kebijakan-kebijakan administratif, hubungan dengan manajemen, keterampilan teknis para penyelia, sistem penggajian, stabilitas pekerjaan dan hubungan dengan rekan kerja.

Herzberg menegaskan bahwa bila kualitas penunjang kepuasan itu kurang memadai maka akan terjadi ketidakpuasan di antara karyawan. Perbaikan dalam keadaan yang telah merosot itu akan dapat menghapuskan ketidakpuasan kerja, hal ini dapat berpengaruh baik pada semangat kerja maupun pada produktivitas. Sebaliknya, dengan meningkatkan kualitas dari faktor-faktor ketidakpuasan, tidak akan meningkatkan kepuasan kerja dan prestasi melainkan hanya akan menimbulkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang semakin tinggi.

Menurut Wexley dan Yukl (2003:130), terdapat tiga teori tentang kepuasan kerja, yaitu :

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Pertama kali dicetuskan oleh Porter (1961) yang mendefinisikan bahwa, “Job satisfaction is the difference between how much of something there should be

and how much there is now”. Setiap orang menginginkan agar sejumlah pekerjaan yang telah disumbangkan kepada para pemberi kerja akan dihargai sebesar yang diterima secara kenyataan. Semakin besar selisihnya maka ketidakpuasanpun semakin tinggi.

Gambar 2.5. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Pertama kali dicetuskan oleh Zaleznik (1958) kemudian dikembangkan oleh Adams (1963) yang mendeskripsikan bahwa puas atau tidaknya seseorang tergantung dari rasa adil ataupun tidak adil yang diperoleh melalui cara membandingkan dirinya dengan orang lain pada tingkat dan jenis pekerjaan yang sama, pada tempat maupun tempat berbeda.

Berbagai hal yang diinginkan individu dengan berbagai hal yang tidak diterima dalam kenyataannya. Menganggap penting pekerjaan yang diinginkan individu tersebut. Berbagai hal yang diinginkan individu dengan berbagai hal yang

diterimadalam kenyataannya. Menganggap tidak penting pekerjaan yang diinginkan individu Kepuasan Kerja Tidak Puas

Sesuai Tidak Sesuai

Gambar 2.6. Teori Keadilan

3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Teori dua faktor (two factor theory) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang menentukan kepuasan sesorang. Dua faktor yang menentukan rasa puas dan tidak puas seseorang adalah faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor motivasi (motivational factors) (Herzberg, 1996). Nama lain faktor pemeliharaan adalah dissatisfiers, hygiene factors, job context, dan extrinsic factors, sedangkan faktor motivasi mempunyai nama lain satisfiers, motivator, job content, dan intrinsic factors.

Dissatisfiers adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber ketidakpuasan. Beberapa macam faktor pemeliharaan atau hygiene factors sebagai berikut (Hezberg, 1996):

a. Kebijakan dan administrasi perusahaan yang adil. Pendidikan, skill,

pengalaman, kecakapan, jumlah tugas, usaha, peralan pribadi

Gaji, keuntungan, symbol, status, penghargaan, kesempatan aktualisasi

Perbandingan dengan diri sendiri masa lalu / perbandingan dengan karyawan lain

Input Hasil Pembanding Keadilan

b. Perhatian yang di berikan oleh atasan kepada karyawanya dalam bentuk bimbingan ataupun bantuan teknis.

c. Hubungan interpersonal dengan rekan kerja

d. Hubungan interpersonal dengan atasan, sifat atasan juga mempengaruhi kepuasan kerja karyawanya. Jika atasan bersifat ramah maka kemungkinan akan menimbulkan rasa kepuasan kerja pada karyawan. e. Gaji/ upah adalah imbalan yang sesuai dengan kerja karyawan .

f. Keamanan kerja (security) adalah rasa aman yang di rasakan karyawan terhadap lingkungan kerja, suasana kerja yang aman akan timbul kepuasan kerja.

g. Kondisi kerja (working conditions), lingkungan kerja yang baik akan memudahkan karyawan untuk mengerjakan tugas dengan baik.

Satisfiers adalah faktor faktor yang menjadi sumber kepuasan kerja. Macam faktor motivasi sebagai berikut:

a. Prestasi (achievement), yaitu keberhasilan menyelesaikan tugas yang di bebankan kepada seseorang.

b. Penghargaan (recognition), yaitu besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada karyawan atas haasil kerjanya.

c. Kenaikan pangkat (advancement), yaitu besar kecilnya kemungkinan karyawan mendapatkan kenaikan pangkat/kemajuan dalam pekerjaannya. d. Tantangan pekerjaan bisa menjadi sumber ketidakpuasan jika karyawan

e. Tanggung jawab (responsibility), yaitu besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan seorang karya.

Gambar 2.7.Teori Dua Faktor

Menurut E. Burt dalam Anoraga (1998), mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, diantaranya :

1. Faktor Hubungan Antar Karyawan

Antara lain hubungan antara manager dan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman kerja serta emosi dan situasi kerja.

Kebijakan dan administrasi perusahaan yang adil

Perhatian yang di berikan oleh atasan kepada karyawannya

Hubungan interpersonal dengan rekan kerja Hubungan interpersonal dengan atasan Gaji Keamanan kerja Kondisi kerja Prestasi Penghargaan Kenaikan pangkat Tantangan Tanggung jawab Hygiene / Maintenance Motivasi Kepuasan Ketidakpuasaan Kepuasan Kerja

2. Faktor Individual

Semua hal yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja dan jenis kelamin.

3. Faktor Gaji

Hal ini seringkali menimbulkan ketidakpuasan dan jarang mereka mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.

4. Faktor Manajemen dan Perusahaan

Faktor ini, bila mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor inilah penentu kepuasan kerja karyawan.

5. Faktor Pengawasan

Bagi karyawan supervisi dianggap sebagai figur ayah sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan kenaikan turn over.

6. Faktor Intrinsik Dari Pekerjaan

Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.

7. Faktor Kondisi Kerja

Meliputi kondisi tempat, ventilasi. Penyinaran, kantin dan tempat parkir. 8. Faktor Sosial Dalam Pekerjaan

Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja.

9. Faktor Komunikasi

Faktor ini, bila lancar antar karyawan dan manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatan. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaannya.

10. Faktor Fasilitas

Merupakan standar suatu jabatan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2001:225), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, diantaranya adalah :

1. Pemenuhan Kebutuhan

Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh tingkat karakteristik pekerjaan yang memberikan kesempatan pada individu pemenuh kebutuhannya.

2. Perbedaan

Model ini menyakatan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu hasil yang memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat diatas harapan.

3. Pencapaian Nilai

Gagasan pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4. Keadilan

Dalam model ini, dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukan pekerjaan lainnya.

5. Komponen Genetik

Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja.

Spector (1997) mengindentifikasi sembilan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang dikenal dengan istilah Job Satisfaction Survey (JJS), diantaranya :

1. Gaji atau Upah

Kepuasan pada gaji dan kenaikan gaji baik dalam segi jumlah maupun rasa keadilan.

2. Promosi

3. Supervisi

Kepuasan pada atasan langsung dan orang tersebut dalam kompetensi penugasan managerial.

4. Tunjangan-tunjangan

Kepuasan pada tunjangan-tunjangan berupa asuransi, liburan, kesehatan, dan bentuk fasilitas lainnya.

5. Penghargaan

Kepuasan pada penghargaan yang diberikan untuk kinerja baik sebagai bentuk rasa hormat, diakui dan apresiasi.

6. Peraturan atau Prosedur

Kepuasan pada aturan, prosedur dan kebijakan. 7. Rekan Kerja

Kepuasan pada rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten. 8. Pekerjaan Itu Sendiri

Kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan dapat dinikmati atau tidak. 9. Komunikasi

Kepuasan komunikasi dalam organisasi dalam hal berbagi informasi didalam organisasi baik lisan ataupun tulisan.

Kepuasan ataupun ketidakpuasan dalam bekerja tentunya akan memberikan konsekuensi terhadap karyawan yang bersangkutan. Yang harus diperhatikan oleh manajemen adalah ketika karyawan tersebut tidak puas. Robbins (2008), menyebutkan bahwa ada empat respon yang dilakukan karyawan bila dia tidak puas, diantaranya :

1. Keluar

Perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi

Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

3. Kesetiaan

Secara pasif tapi optimis menunggu perbaikan, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.

4. Pengabaian

Secara pasif membiarkan kondisi mejadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, ky=urangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan.

Sedangkan yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerjanya adalah pekerjaan itu sendiri, bayaran, jabatan, pengawasan dan rekan kerja.

Menurut Griffin dan Ebert (2007:246-247), perusahaan dapat meningkatkan semangat dan kepuasan kerja karyawannya dengan berbagai cara, seperti hal-hal dibawah ini :

1. Melaksanakan program-program yang ruang lingkupnya mencakup seluruh perusahaan dan didesain untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan karyawan. Contohnya, perusahaan menawarkan makanan yang dapat dibawa

pulang bagi karyawan yang tidak sempat memasak ataupun perusahaan menyediakan jasa pelayanan pribadi yang dapat membantu karyawannya mengatasi segala jenis urusannya termasuk layanan pengasuhan anak.

2. Melakukan program survei terhadap sikap karyawan, mengumpulkan masukan dari karyawan dan bertindak sesuai dengan masukan tersebut yang berguna demi kemajuan perusahaan.

Apabila para pekerja puas dan memiliki semangat tinggi, organisasi dapat berbagai macam manfaat, menurut Griffin dan Ebert (2007:247) misalnya :

1. Memiliki karyawan yang berkomitmen dan setia.

2. Memiliki karyawan yang tidak banyak mengeluh dan bersikap negatif yang akan mengganggu suasana kerja.

3. Penjaminan bahwa pelaksanaan operasi menjadi lebih efisien.

Sebaliknya, biaya atas ketidakpuasan dan rendahnya semangat kerja sangatlah tinggi. Para pekerja yang tidak puas mungkin lebih sering absen dengan alasan gangguan kesehatan yang tidak berarti, alasan-alasan pribadi atau rasa keengganan untuk pergi bekerja. Ketidakpuasanpun akan menyebabkan angka turn over yang tinggi. Tingkat perputaran karyawan yang tinggi mempunyai konsekuensi negatif, yang meliputi diantaranya :

1. Gangguan jadwal produksi 2. Biaya pelatihan yang tinggi 3. Produktivitas berkurang

Namun sisi positifnya adalah, perusahaan dapat menghilangkan pekerjaan dari karyawan yang berkinerja rendah dan atau membawa gagasan baru dan bakat yang segar.

Untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja diperlukan suatu pengukuran. Menurut Robbins (2008:73) terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, adalah sebagai berikut :

1. Single Global Rating

Pihak perusahaan meminta individu merespons atas satu pertanyaan, seperti dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda.

2. Summation Score

Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah :

a. Sifat pekerjaan b. Supervisi c. Upah sekarang d. Kesempatan promosi

e. Hubungan dengan co-worker

Faktor ini diperingkat pada skala yang distandarkan dan ditambah untuk menciptakan skor kepuasan kerja secara menyeluruh.

Menurut Greenberg dan Baron (2003:151), menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu :

1. Rating Scales dan Kuisioner

Cara ini merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuisioner dimana rating scales secara khusus disiapkan. Dengan metode ini, koresponden akan menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.

2. Critical Insidents

Pada metode ini, koresponden menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari.

3. Interviews

Cara ini merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap muka dengan koresponden. Dengan menanyakan langsung tentang sikap mereka serta mungkin lebih mendalam dengan menggunakan kuisioner yang sangat terstrukur.

Menurut Brayfield dan Rothe dalam kutipan Istijanto (2005:181), dampak yang ditimbulkan dari kepuasan kerja yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur kepuasan kerja karyawan adalah :

1. Merasa tertarik pada pekerjaannya 2. Merasa nyaman bekerja

3. Memiliki antusiasme tinggi 4. Memiliki peluang untuk maju

Dokumen terkait