• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Pimpinan Dan Pelaksana Lembaga Amil Zakat Terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Pimpinan Dan Pelaksana Lembaga Amil Zakat Terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh: Bunga Ariyanti

109046100130

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

PELAKSANA LEMBAGA AMIL ZAKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Isi xii + 82 halaman + halaman lampiran.

Masalah pokok pada penelitian ini adalah terbitntya UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat yang menuai kontroversi dibeberapa pihak dikarenakan adanya beberapa pasal yang dinilai menkerdilkan peran LAZ. Bahkan beberapa LAZ mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi atas bebebrapa pasal yang dianggap krusial. Dalam penelitian ini akan membahas persepsi LAZ terhadap UU sebelum dan sesudah Judicial Review.

Jenis penelitian ini adalah penelitan kualitatif. Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas dua sumber, yaitu data primer yaitu Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan wawancara dengan pihak yang terkait dalam skripsi ini. Data sekunder yang diperoleh dari Artikel, Jurnal, dan Laporan Penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan teknik kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif.

Hasil menunjukkan bahwa beberapa pihak merasakan adanya kekurangan dan ketidakadilan di beberapa pasal dalam UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Para pihak tersebut berharap bahwa pemerintah tidak membatasi pengumpulan dan pengelolaan zakat yang sudah dilakukan oleh LAZ dan masyarakat selama ini. Kerena yang terpenting dalam pengumpulan dan pengelolaan zakat adalah pengentasan kemiskinan dengan dana zakat yang terkumpul.

Kata Kunci : Persepsi, Lembaga Amil Zakat, UU No. 23 Tahun 2011 Pembimbing : Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D

(6)

vi

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “PERSEPSI PIMPINAN DAN PELAKSANA LEMBAGA AMIL ZAKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT”. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya dan semoga dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua.

Dapat terselesaikan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. H. JM Muslimin, MA.

2. Ketua Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Mu’min Rauf, M.A.

(7)

vii

Semoga Allah memberikan tempat terbaikNya untuk Ayah dan Ibu.

6. Kakak-kakak dan saudara-saudaraku yang telah mendoakan dan memberi semangat serta kasih sayang.

7. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah, semoga amal kebaikannya mendapat balasan di sisi Allah SWT. 8. Teristimewa untuk Ahmad Surya Kartadinata yang telah membantu dalam

banyak hal, memotivasi, dan memberikan solusi terbaik kepada penulis. 9. Untuk para narasumber pada penulisan skripsi ini, Bapak Kismo dari PKPU,

Bapak Fiman dari BAMUIS BNI, dan Bapak Romi dari Dompet Dhuafa, Bapak M. Khoirul Muttaqin dari LAZISMU serta Bapak Hamid, Bapak Bobi, Mas Adi dan Mbak Putri.

10. Sahabat yang selalu menemani dan memberi semangat kak Dwi Warastuti, Tri Yuni dan Milah Kamilah.

11. Rekan-rekan Perbankan Syariah angkatan 2009 kelas D khususnya Evi Yundari, Siti Masuko, Juliana dan Arendira serta Fitri Yunindya, dan Alifiana.

(8)

viii

Warnasari, Naylis dan Devid yang telah memberikan semangat serta doa kepada penulis.

15. Kepada siapapun yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah mendoakan dan memberi semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan dan kemampuan penulis. Namun, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Dan semoga Allah menjadikan penulisan skripsi ini sebagai amalan baik penulis di sisi-Nya.

Ciputat, 24 Maret 2014

(9)

ix

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN……… iii

LEMBAR PERNYATAAN ………... iv

ABSTRAK ...……… v

KATA PENGANTAR………...………... vi

DAFTAR ISI………...………... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………...…… 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...… 8

D. Review Studi Terdahulu ... 9

E. Metode Penelitian …... 11

F. Sistematika Penulisan ………... 14

BAB II SISTEM ADMINISTRASI ZAKAT DALAM NEGARA A. Sejarah Zakat di Kelola Oleh Negara ………... 16

B. Tujuan dan Manfaat Zakat Dikelola oleh Pemerintah ....…... 18

C. Managemen Zakat ………... 19

1. Pengertian Managemen ………...……. . 19

2. Managemen Klasik Dalam Pengelolaan Zakat ……….……. 20

(10)

x

G. Strategi Pengembangan Zakat di Indonesia ………... 36

BAB III SISTEM PENGELOLAAN ZAKAT DI LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Konsep Lembaga Amil Zakat ……….... 39

1. Pengertian dan Tujuan Lembaga Amil Zakat ……… 39

2. Fungsi Lembaga Amil Zakat ………... 40

3. Persyaratan Lembaga Amil Zakat ………...……… 41

4. Struktur Organisasi Lembaga Amil Zakat ……….…... 42

B. Lembaga Amil Zakat Sebagai Organisasi Nirlaba ………...…………. 45

C. Pertumbuhan dan Persaingan LAZ di Indonesia ...……….… 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Lembaga Amil Zakat terhadap Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ...…………...…………...…... 53

1. Pengaruh Pemberlakuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 …… 53

2. Dampak Terhadap Lembaga Amil Zakat setelah di sahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 ... 56

B. Persepsi Lembaga Amil Zakat Mengenai Pasal-pasal Krusial dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ... 59

(11)

xi

(12)

xii

Tabel 3.1 Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia ... 48

Tabel 3.2 Potensi Zakat Nasional ... 49

Tabel 3.3 Penghimpunan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS)

(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang telah tertulis dalam Al-Quran dan dalam hadist nabi. Bahkan didalam Al-Al-Quran Allah SWT telah menyebutkan secara jelas berbagai ayat tentang zakat dan shalat sebanyak 82 ayat. Dari sini disimpulkan bahwa zakat merupakan rukun Islam terpenting setelah shalat.1 Secara sosial, zakat berfungsi sebagai lembaga jaminan sosial. Dengan adanya zakat, maka kelompok lemah dan kekurangan tidak akan merasa khawatir terhadap kelangsungan hidup yang mereka jalani. Hal ini terjadi karena dengan adanya substansi zakat merupakan mekanisme yang menjamin kelangsungan hidup mereka ditengah masyarakat, sehingga mereka merasa hidup ditengah masyarakat manusia yang beradab, mememiliki nurani, kepedulian dan juga tradisi saling menolong.

Selain itu secara ekonomi, zakat juga berfungsi sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan mempersempit kesenjangan yang terjadi antara kelompok kaya dan miskin. Zakat juga dapat mempengaruhi kemampuan sebuah komunitas politik (negara) dalam menjalankan kelangsungan hidupnya. Dengan adanya berbagai implikasi sosial dan ekonomi di atas, maka zakat dapat membentuk intergrasi sosial yang kukuh

1

(14)

serta memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat. Dua kondisi terakhir ini sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup suatu negara. 2

Potensi zakat di Indonesia berdasarkan riset Baznas dan Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) IPB tahun 2011 menunjukkan bahwa potensi zakat nasional mencapai angka 3,4 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan persentase ini, maka potensi zakat di negara kita setiap tahunnya tidak kurang dari Rp 217 triliun. Hal yang sungguh besar sehingga perlunya perhatian agar pengumpulan zakat di Indonesia dapat optimal.

Sejarah perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan zakat dimulai pada tahun 1951 Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor: A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah. Kementerian Agama melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagian hasil pungutan zakat berlangsung menurut hukum agama.3

Pada tahun 1964 Kementerian Agama mulai menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta Pembentukan Baitul Mal. Sayangnya, kedua perangkat peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kepada Presiden. Perhatian Pemerintah terhadap lembaga zakat ini mulai meningkat sekitar tahun 1968. Saat itu diterbitkanlah peraturan Menteri Agama Nomor 4 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor 5/1968 tentang pembentukan Baitul Mal (Balai Harta

2

Ibid., h. 3

(15)

Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kotamadya. Namun pada tahun tersebut, Menteri Keuangan menjawab putusan Menteri Agama dengan menyatakan bahwa peraturan mengenai Zakat tidak perlu dituangkan dalam Undang-undang, cukup dengan Peraturan Menteri Agama saja. Karena ada respons demikian dari Menteri Keuangan, maka Menteri Agama mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1968, yang berisi penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 1968 di atas.4

Kepemimpinan Presiden Soeharto memberikan sedikit angin segar bagi umat Islam dalam konteks penerapan zakat ini. Sesuai anjuran Presiden dalam pidatonya saat memperingati Isra’ Mi’raj di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968 maka dibentuklahn Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang dipelopori oleh Pemerintah Daerah DKI Jaya. Sejak itulah, secara beruntun badan amil zakat terbentuk di berbagai wilayah dan daerah seperti di Kalimantan Timur (1972), Sumatra Barat (1973), Jawa Barat (1974), Aceh (1975), Sumatra Selatan dan Lampung (1975), Kalimantan Selatan (1977), dan Sulawesi Selatan dan Nusa tenggara Barat (1985).5

Perkembangan zakat pada masa Orde Baru ini tidak sama di setiap daerahnya. Sebagian masih pada tahapan konsep atau baru ada di tingkat kabupaten seperti Jawa Timur. Atau ada pula yang hanya dilakukan oleh Kanwil Agama setempat. Karena itulah, mekanisme penarikan dana oleh lembaga zakat ini bervariasi. Di Jawa Barat hanya terjadi pengumpulan zakat fitrah saja. Di DKI Jaya terjadi pengumpulan zakat, ditambah dengan infaq dan shadaqah. Dan di

4

Dawam Rahardjo, Perspektif Deklarasi Makkah Menuju Ekonomi Islam, (Bandung: Mizan, 1987), h. 36-37.

5

(16)

tempat-tempat lain masih meniru pola pada masa awal penyebaran Islam, yakni menarik semua jenis harta yang wajib dizakati.6

Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama 16/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lainnya. Pada tahun 1991 dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun 1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah.

Kemudian, terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru kepada umat Islam, yakni kesempatan emas untuk kembali menggulirkan wacana RUU Pengelolaan Zakat yang sudah 50 tahun lebih diperjuangkan. Hingga pada tahun 1999 Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa

6

(17)

lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia dapat berupa Badan Amil Zakat yang dikelola oleh pemerintah serta dapat berupa Lembaga Amil Zakat yang dikelola oleh swasta.7

Kini pengelolaan zakat memasuki era baru dimana telah disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada tanggal 27 Oktober 2011. UU tersebut menimbulkan kontroversi di kalangan praktisi, akademisi, masyarakat, Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan pihak yang terkait (stake holder) lainnya. Mulai dari kekhawatiran akan dibekukannya LAZ hingga kesan UU tersebut mengerdilkan peran mandiri masyarakat dalam memberdayakan dana zakat.

UU Zakat digugat karena tiga hal. Pertama, terkait masalah sentralisasi dalam pengelolaan zakat di mana Pasal 6 dan Pasal 17 UU Zakat menyatakan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) lah yang berhak mengelola zakat di tanah air, sementara posisi Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk membantu Baznas. Kedua, terkait pembatasan pembentukan LAZ di mana Pasal 18 ayat 2 UU Zakat menyatakan LAZ hanya bisa berdiri di atas badan hukum organisasi kemasyarakatan (ormas). Padahal banyak LAZ yang telah lama berdiri melalui badan hukum di luar ormas. Ketiga, terkait masalah kriminalisasi amil (pengelola) zakat di mana Pasal 38 UU Zakat menyatakan hanya pihak yang mendapat izin dari pejabat berwenang yang dapat mengelola zakat. Padahal kenyataannya ada banyak pengelolaan zakat di hampir seluruh institusi Islam seperti musala dan masjid.

7

(18)

Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat membuat beberapa Lembaga Amil Zakat (LAZ) merasa tidak tenang. Pasalnya, UU tersebut, seakan-akan akan mengkerdilkan lembaga Amil Zakat.

Salah satu LAZ di Malang, Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) Malang, menggelar aksi untuk mengkritisi masalah tersebut melalui aksi yang dilakukan di bunderan Kayutangan Kota Malang, Kamis (19/7/2012).

Dalam aksinya, mereka melakukan aksi teterikal yang menggambarkan kebingungan para donatur untuk berzakat, karena UU melarang mereka untuk membayar pada lembaga yang dipercayai.

Arif Wicaksono, Direktur Pelaksana YDSF Malang mengatakan, ketika UU tersebut dibelakukan maka nantinya ada sentralisasi pembayaran zakat di Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Menurutnya, adanya UU itu membuat nasih LAZ terkatung-katung termasuk yang belum mendapat pengesahan pemerintah. "Bagaimana nasib LAZ yang lebih dulu hadir dan bagaiman nasib banyak lembaga yang belum disahkan," ujar Awik.8

Dengan adanya UU tersebut, tidak ayal jika peran aktif lembaga-lembaga zakat tersebut semakin berkurang dalam mengambil andil praktik zakat di Indonesia, dan secara tidak langsung kinerja lembaga-lembaga tersebut pun menjadi terhambat. Karena, disamping faktor pembatasan dan persyaratan yang harus dipenuhi, telah terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang belum bisa menjamin kualitas dan hasil yang memuaskan baik dalam aspek perzakatan maupun aspek pemerintahan lainnya. Maka dari itu, perlu

8

(19)

adanya undang-undang tambahan atau peraturan pemerintah yang menjelaskan secara gamblang mengenai mekanisme dan tata cara pendistribusian zakat yang sesuai dengan syari’at Islam.9

Berangkat dari permasalahan diatas, penulis merasa perlu untuk mencoba memberikan pemaparan lebih lanjut tentang hal tersebut. Untuk itu, penulis mencoba menuangkannya dalam skripsi yang berjudul: PERSEPSI PIMPINAN DAN PELAKSANA LEMBAGA AMIL ZAKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Rumusan Masalah

a. Bagaimana persepsi pada LAZ terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat?

b. Bagaimana persepsi terhadap pasal-pasal krusial yang terdapat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011?

c. Bagaimana persepsi terhadap kepuusan Mahkamah Konstitusi perihal

judicial review Undang-Undang No. 23 Tahun 2011?

9

(20)

2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan tidak meluas dan fokus pada permasalahan yang akan di bahas demi mencapai hasil yang tepat sasaran dan sesuai dengan yang diharapkan, maka penulis perlu membatasi permasalahan yang akan diteliti. Adapun batas penelitian ini adalah respon dari 4 Lembaga Amil Zakat mengenai Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui persepsi pimpinan dan pelaksana LAZ terhadap UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

b. Untuk mengetahui pemasalahan dan isu terkait dengan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

2. Manfaat Peneltian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain: 1. Bagi Penulis

(21)

2. Lembaga Amil Zakat

Sebagai jawaban atas pertanyaan seputar pengelolaan zakat yang kini di atur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 3. Akademisi

Untuk menambah khazanah keilmuan ekonomi Islam terutama yang menyangkut permasalah seputar pengelolaan zakat.

D. Review Studi Terdahulu No. Nama Penulis / Judul

skripsi / Tahun

Isi Perbedaan

1 Maulana Ibrahim / Distribusi Zakat dalam Perspektif UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat / 2009

Membahas tentang distibusi zakat di Lembaga Amil Zakat (LAZ) Masjid At- Tin Jakarta Timur. Meneliti apakah LAZ tersebut telah mendistribusikan dana zakat yang diperoleh untuk usaha produktif sesuai dengan UU No. 38 Tahun 1999 Pasal 16 Ayat 2.

(22)

Metode Penelitian: Deskriptif kualitatif

2 Asep Ali Hasan/

Pengembangan LAZ Dalam

Pemberdayaan Ekonomi

Umat/ 2012

Membahas tentang perbedaan UU No. 38 Tahun 1999 dengan UU No. 23 tahun 2011 serta respon LAZ Dompet Dhuafa terhadap UU No. 23 Tahun 2011.

Metode Penelitian:

Deskriptif Kualitatif

Perbedaan dengan skripsi ini adalah skripsi ini akan mengangakat persepsi dari 5 LAZ.

3 M. Sularno / PENGELOLAAN ZAKAT OLEH BADAN AMIL ZAKAT

DAERAH KABUPATEN / KOTA SEDAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA (Studi terhadap Implementasi

99 % responden menjawab bahwa Undang-Undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Keputusan Menteri Agama RI tentang Petunjuk Pelaksanaan atas UU adalah dasar hukum

(23)

Undang-Undang No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat) / 2010

(Jurnal)

mereka dalam

pembentukan Bazda. Artinya sosialisasi UU Zakat dan petunjuk pelaksaannya kepada pemerintah dan pengurus Bazda cukup berhasil.

Metode Penelitian:

deskriptif- kualitatif

(24)

E. Metodelogi Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian lapangan (field research) dengan teknik wawancara, yakni komunikasi langsung antara penulis dengan pimpinan dan Pelaksana pada LAZ yang oleh penulis dijadikan sampel subjek/objek dalam penelitian. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah:

1. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dan jenis data yang diperlukan maka penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yang Deskriptif Kualitatif

yang bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta yang berkenaan dengan hubungan antar fenomena yg diteliti.10 Penulis akan mencari gambaran tentang undang-undang pengelolaan zakat dengan melakukan penelitian terhadap literatur pustaka dan juga dilengkapi dengan beberapa wawancara langsung kepada Lembaga Amil Zakat.

2. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah: a. Data Primer

Data pimer adalah yang didapat dari sumber pertama, dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuisioner yang bisa dilakukan

10

(25)

peneliti.11 Dalam penelitian ini data primer yang dikumpulkan diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak yang terkait dengan skripsi ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data primer yang diperoleh oleh pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpulkan data primer atau oleh pihak lain.12 Data sekunder diambil dari buku-buku, jurnal, internet, data penelitian terdahulu dan sumber sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang relevan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Interview (wawancara)

Peneliti memberikan pertanyaan kepada Pimpinan dan Pelaksana Lembaga Amil Zakat untuk mengetahui persepsi lebih dalam dari permasalahan yang terjadi di seputar UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

b. Studi Pustaka

Peneliti mencari data dari buku-buku teks, artikel-artikel dan sumber media cetak maupun elektronik yang berkaitan dengan tema dalam skripsi ini.

11

Dergibson Siagian dan Sugiarto, Metode Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000) h.16.

12

(26)

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara bersamaan dengan mengumpulkan data, sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah di lapangan. Proses analisis bersifat induktif, yaitu mengumpulkan informasi-informasi khusus menjadi satu kesatuan dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikannya dan menganalisa bisa dimulai dari data-data konkrit, kemudian dihubungkan dengan dalil-dalil umum yang sudah dianggap selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.13

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku “Pedoman Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012”

F. Sistematika Penulisan

Adapun penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kajian studi terdahulu, kerangka teori, metode penelitian dan statistika penelitian.

13

(27)

BAB II : SISTEM ADMINISTRASI ZAKAT DALAM NEGARA

Bab ini membahas tentang sejarah zakat dikelola oleh negara, fungsi dan manfaat zakat dikelola negara, serta managemen zakat di Indonesia.

BAB III : SISTEM PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZ

Bab ini berisi konsep lembaga amil zakat, lembaga amil zakat sebagai organisasi nirlaba dan pertumbuhan serta persaingan lembaga amil zakat di Indonesia.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan pembahasan mengenai permasalahan yang terjadi seperti: Bagaimana persepsi Pimpinan dan Pelaksana dalam Lembaga Amil Zakat terhadap UU Zakat No. 23 Tahun 2011, Dampak yang dirasakan oleh LAZ setelah disahkannya UU No. 23 Tahun 2011, dan Persepsi LAZ atas Judicial Review UU No. 23 Tahun 2011.

BAB V : PENUTUP

(28)

16

A. Sejarah Zakat Dikelola Oleh Negara

Di Indonesia, sejak datangnya Islam ke tanah air, zakat telah menjadi salah satu sumber untuk kepentingan pengembangan agama Islam. Dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda pun, zakat, terutama bagian

sabilillah-nya merupakan sumber dana perjuanagan. Oleh karena itu, ketika satu persatu wilayah tanah air kita dapat dikuasai oleh Belanda, Pemerintah Kolonial itu mengeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893, yang berisi kebijakan Pemerintah Kolonial mengenai zakat. Alasan klasik rezim kolonial itu adalah mencegah terjadinya penyelewengan keuangan zakat oleh penghulu atau naib yang bekerja untuk melaksanakan administrasi kekuasaan Pemerintah Belanda. Untuk melemahkan dana kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu, Pemerintah Hindia Belanda melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi untuk membantu pelaksanaan zakat. Larangan tersebut dituangkan dalam Bijblad No. 6200 tertanggal 28 Februari 1905.

(29)

pembentukan Badan Amil Zakat dan pembentukan Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) ditingkat pusat dan provinsi dan ditingkat kabupaten dan kotamadya.1

Beberapa hari setelah peraturan Menteri Agama itu keluar, Presiden Soeharto, dalam pidatonya pada malam peringatan Isra’ Mi’raj di Istana Negara pada tanggal 20 Oktober 1968 mengeluarkan anjuran untuk menghimpun zakat secara teratur dan terorganisasi. Anjuran presiden inilah yang menjadi pendorong terbentuknya Badan Amil Zakat di berbagai provinsi di Indonesia, yang dipelopori oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Atas prakarsa Gubernur Pemda DKI Jaya, Ali Sadikin, berdirilah di Ibukota Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah pada tahun 1968. Diberbagai daerah tingkat provinsi saat itu, berdiri pula badan serupa yang dipelopori oleh pejabat atau pemerintah setempat yang didukung oleh para ulama dan pemimpin Islam.

Adanya perubahan (amandemen) Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 yang telah disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 diharapkan membawa perubahan sistem pengelolaan zakat di Indonesia menjadi lebih baik dan terintegrasi.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 menempatkan BAZNAS sebagai badan tunggal yang bertugas sebagai perencanaan, pengendalian, pelaporan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat di Indonesia. Sementara itu, LAZ hanya diposisikan sebagai “pembantu” BAZNAS dalam pengelolaan zakat.

1

(30)

Pengelolaan zakat secara tunggal oleh negara sejatinya merupakan hal yang menggembirakan karena merujuk kepada banyak nash dan hadist yang menjelaskan zakat merupakan kewenangan pemerintah.

B. Tujuan dan Manfaat Zakat Dikelola oleh Pemerintah

Pengelolaan zakat oleh Pemerintah Republik Indonesia memiliki banyak tujuan, diantaranya adalah: 2

1. Menghindari pungutan double pajak dan zakat 2. Agar pengumpulan zakat dapat tertib dan optimal

3. Agar penyaluran zakat menjadi tepat sasaran dan produktif

4. Mendidik umat Islam agar membayar zakat harta sesuai dengan ketentuan syariat Islam (adalah kewajiban pemimpin)

5. Pemerataan pendapatan dan mengurangi kecemburuan sosial serta mengurangi tingkat kriminalitas

Adapun manfaat zakat dikelola oleh Pemerintah Indonesia ialah:

1. Dapat meningkatkan penerimaan negara dalam APBN, sehingga anggaran pembangunan dapat ditingkatkan.

2. Dapat meningkatkan jumlah wajib pajak dan jumlah wajib zakat (muzzaki)

3. Wajib zakat dapat di administrasikan secara akurat dan modern

2

(31)

4. Tax ratio yang sekarang baru mencapai 12,1 % x PDB (produk domestik bruto) dapat ditingkatkan menjadi 20 % x PDB (akumulasi penerimaan pajak dan zakat harta dibandingkan PDB)

5. Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi :”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” yang selama ini belum pernah tercapai secara optimal dapat terealisir karena fakir-miskin adalah salah satu golongan (ashnaf) yang berhak menerima zakat harta.

6. Anggaran untuk pendidikan dapat ditingkatkan karena “pendidikan” adalah termasuk salah satu golongan (ashnaf) yang berhak menerima zakat harta sehingga pendidikan dapat dilaksanakan secara cuma-cuma dan gaji guru dapat dinaikkan

7. Pengusaha kecil golongan ekonomi lemah dapat dibantu permodalannya karena orang miskin (golongan ekonomi lemah) adalah salah satu golongan (ashnaf) yang berhak menerima zakat harta.

C. Manajemen Zakat

1. Pengetian Manajemen

Manajemen merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, “management” yang berakar kata “manage”, yang berarti “control” kontrol dan “succed” sukses.3 Nampaknya dari kata ini dapat disimpulkan bahwa inti dari manajemen adalah pengendalian hingga mencapai sukses yang diinginkan.4

3

Lihat A. S Hornby, Oxford Advanced Dictinary of Current English. (Oxford: Oxford University Press, 1987) h. 517

4

(32)

Adapun manajemen secara terminologi diartikan oleh James Stoner, seperti dikutip Eri Sudewo, sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha para anggota organisasi dengan menggunakan sumber daya yang ada agar mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

Dalam Islam, manajemen secara letter lijk mungkin tidak dikenal, namun secara substansial, manajemen merupakan salah satu inti ajaran Islam.5 Seperti ibadah shalat di awal waktu merupakan perbuatan yang dianjurkan. Dimana kita diharuskan mengelola waktu bukan hanya untuk bekerja namun juga tidak melalaikan kewajiban shalat.

2. Manajemen Klasik dalam Pengelolaan Zakat

Terkait dengan zakat, manajemen nampaknya belum banyak diperhatikan orang. Zakat masih dianggap persoalan yang ringan yang tidak perlu dikelola secara profesional. Apalagi ketika disebut zakat, orang segera mempersepsikan zakat fitrah dalam benaknya dan zakat fitrah cukup dilaksanakan di akhir bulan ramadhan. Dengan demikian, manajemen tidak diperlukan dalam pengelolaan zakat.

Ada 8 tradisi yang telah membuat pengelolaan zakat di Indonesia menjadi tidak maksimal, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sikap Penyepelean

5

(33)

Pengelolaan zakat dianggap sepele karena zakat sifatnya hanya bantuan dan pengelolaan bantuan itu merupakan pekerjaan sosial semata. Keseriusan dalam pengelolaan zakat bukan merupakan kenisyacaan. Pekerjaan sosial bisa dilakukan dengan santai dan tanpa beban. Pandangan semacam ini semakin memperkeruh situasi, sebab kebanyakan pengelola zakat menganggap bahwa mereka tidak terlalu membutuhkan zakat.. Penyepelean terhadap zakat akan berakibat kepada tidak terpenuhinya kebutuhan orang-orang yang secara ekonomi kurang beruntung.

2. Pekerjaan Sampingan

Pekerjaan sosial adalah pekerjaan kedermawanan hati seseorang. Dengan demikian, rasa sosial ini akan sangat tergantung dengan suasana hati. Pekerjaan sosial dianggap pekerjaan sampingan yang tidak istimewa. Tidak ada penghargaan tinggi terhadap jenis pekerjaan ini karena dianggap cukup dikerjakan seadanya dan sederhana. Pekerjaan sosial semacam pengelolaan zakat merupakan pekerjaan kelas dua. Cara pandang yang meremehkan pengelolaan zakat semacam ini tentu membuat orang akan segan menekuni bidang pengelolaan zakat. sentimen masyarakat terhadap pekerja zakat akan membuat masyarakat semakin malas mengelola zakat secara profesional.

3. Tanpa Manajemen

(34)

arti sesungguhnya tidak dikenal. Pembagian tugas dan struktur organisasi hanya formalitas tanpa adanya alasan yang jelas. Struktur hanya disesuaikan dengan keinginan sang pengelola atau si pendiri bukan berdasarkan kebutuhan riil organisasi. Efeknya organisasi bisa berjalan namun lambat, biasanya hanya di awal saja organisasi tersebut berjalan namun lambat laun akan timbul kejenuhan, kecemburuan kerja dan akhirnya yang bekerja hanya beberapa gelintir orang saja karena yang lain mengundurkan diri atau sengaja tidak aktif. Akhirnya, organisasi tanpa manajemen yang jelas akan mandeg atau akan berjalan ditempat.

4. Tanpa Seleksi Sumber Daya Manusia

Salah satu kebiasaan lembaga nirlaba di Indonesia termasuk lembaga pengelola ZIS adalah tidak serius dalam seleksi SDM pengelola. Jarang sekali ada sistem rekrutmen yang paten, apalagi fit and proper test yang dirasa terlampau berlebihan. Pandangan bahwa pekerjaan sosial merupakan pekerjaan mudah yang tidak butuh orang-orang profesional menyebabkan tidak adanya seleksi yang ketat.

5. Ikhlas Tanpa Imbalan

(35)

demikian, imbalan bukan menjadi agenda yang utama, yang penting kerja. Namun, siapa yang mau bekerja tanpa imbalan? Wajar kalau kemudian orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan zakat adalah orang-orang yang memberikan sisa-sisa waktu dan bekerja apa adanya. Semangat yang diberikanpun juga tinggal sisa. Sehingga pengelolaan zakat tidak berjalan secara maksimal.

6. Kreativitas Rendah

Pengelolaan tradisional biasanya cenderung pasif, kurang kreatif, dan tidak inovatif. Para pelaksananya lebih sering menikmati keadaan dan segan untuk melakukan terobosan-terobosan baru. Padahal, lambaga semacam ini perlu orang-orang yang mempunyai cita-cita yang tinggi dan mau bereksplorasi untuk menemukan solusi jitu dalam usaha meningkatkan kemakmuran umat. Kehidupan organisasi menjadi monoton, seolah-olah tidak perlu repot mengikuti grak langkah zaman.

7. Minus Monitoring dan Evaluasi

(36)

tersebut, dapat dibayangkan bahwa lembaga itu akan sulit berbenah apalagi berkembang untuk bersaing dengan lembaga lain.

8. Tidak Biasa Disiplin

Kedisiplinan akan menyulitkan sebuah organisasi untuk berkembang, bersaing dengan kompetitor yang telah menerapkan disiplin sebagai salah satu prinsipnya.

3. Manajemen Modern dalam Pengelolaan Zakat

Menurut Jones Stoner, model manajemen sederhana adalah sebagai berikut proses perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), pengawasan (controling). Keempat aktivitas tersebut telah dirangkum oleh Eri Sudewo dalam buku Manajemen Zakat, berikut beberapa poin penting:6

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu aktifitas untuk membuat rancangan-rancangan agenda kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi. Perencanaan itu bisa terkait dengan waktu dan strategi. Perencanaan model pertama , sering dibagi dalam tiga pembabakan, yaitu perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Yang dimaksud dengan perncanaan jangka pendek adalah perencanaan yang dibatasi waktunya hanya satu tahun, sedangkan perncanaan jangka menengah biasanya akan dilakukan dalam kisaran waktu antara satu

6

(37)

hingga tiga tahun. Untuk perencanaan jangka panjang waktu yang dibutuhkan adalah tiga sampai lima tahun. Kisaran waktu tersebut bisa diubah sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Yang penting dalam perencanaan ini adalah adanya kegiatan yang jelas dan berkesinambungan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi dengan standar pencapaian yang dicanangkan.

Perencanaan strategis adalah perencanaan yang digunakan untuk menjaga fleksibilitas rencana jangka panjang akibat berubahnya situasi. Rencana strategis ini bertujuan untuk menjaga eksistensi organisasi sehingga tetap bertahan. Perbedaan dengan perencanaan berdasarkan waktu adalah perencanaan berdasarkan waktu menekankan pada harmonisnya organisasi dalam beradaptasi, sedangkan perencanaan strategis justru dibuat untuk meredam gejolak yang dapat mengguncang harmoni tersebut. Perencanaan strategis akan mampu menjaga organisasi dari kehancuran akibat perubahan yang begitu cepat.

Dalam pengelolaan zakat, rencana strategis merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan. Ada beberapa alasan tentang hal tersebut:7

a. Masalah kepercayaan. Di dalam masyarakat kita, kepercayaan menjadi barang asing dan mahal. Kepercayaan akan muncul jika orang lain yang menyampaikan. Oleh sebab itu, kepercayaan butuh waktu lama untuk diraih. Orang-orang yang mengelola zakat

7

(38)

adalah salah satu kuncinya. Lembaga zakat akan dapat dipercaya jika pengelolaannya benar-benar sesuai dengan kemauan masyarakat, yakni lembaga yang jujur, amanah dan profesional.

b. Mayarakat. Masyarakat memiliki logika sendiri dalam menilai sebuah organisasi dalam menilai sebuah organisasi. Secara sosial, zakat merupakan bentuk ibadahyang memiliki hubungan nyata dengan masyarakat. Zakat menuntut tumbuhnya lembaga-lembaga zakat yang memiliki integritas tinggi dengan harapan lembaga zakat tidak hanya memberikan santunan, akan tetapi dapat merumuskan metode penanggulangan kemiskinan secara terencana.

c. Pemeliharaan. Mayarakat kita tergolong senang mendirikan organisasi namun agak segan memiliharanya. Sehingga diperlukannya pemeliharaan agar lembaga zakat dapat berkembang dan menjalanakan fungsi sebagai mana mestinya.

b. Pengorganisasian

(39)

Koordinasi setidaknya dikaitkan dalam beberapa faktor, yaitu:8

 Pimpinan

Dalam sebuah organisasi, termasuk lembaga zakat, sedikit banyak akan tergantung dengan pimpinannya. Oleh sebab itu, organisasi harus melibatkan pihak pimpinan agar diketahui kemana arah organisasi yang diinginkan pimpinan. Walalupun begitu pimpinan tidak bisa seenaknya memaksakan kehendaknya kepada anggotanya. Justru dengan koordinasi inilah akan hilang penyumbat kebuntuan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan.

 Kualitas Anggota

Disamping pemimpin, organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kapasitas anggota akan menjadi unsur penting dalam membangun citra (image) organisasi. Potensi beragam dari para anggota lembaga tersebut akan menghasilkan kekuatan besar bila dikoordinir dengan baik.

 Sistem

Sistem yang baik akan menjadikan sebuah organisasi lebih lama bertahan hidup. Sistem ini antara lain meliputi struktur organisasi, pembagian kerja, mekanisme birokrasi, sistem

8

(40)

komunikasi, dan transparansi anggaran. Jika semua sistem itu berjalan baik, tentu lembaga itu akan mudah memperoleh kesuksesan.

c. Pelaksanaan dan Pengarahan

Pelaksanaan dalam sebuah manajemen adalah aktualisasi perencanaan yang dicanangkan oleh organisasi sedangkan pengarahan adalah proses penjagaan agar pelaksanaan program kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dalam pelaksanaan ada beberapa komponen yang sangat diperlukan, diantaranya adalah motivasi, komunikasi dan kepemimpinan.

Motivasi akan memunculkan semangat bekerja dan pantang menyerah saat menhadapi pelbagai tantangan dan hambatan. Untuk memotivasi anggota organisasi dibangun sikap kebersamaan dan keterbukaan sehingga anggota yang baru masuk sekalipun akan merasa menjadi bagian utuh dalam kiprahnya.

(41)

Unsur terakhir yang penting dalam pelaksanaan adalah kepemimpinan. Kepemimpinan adalah unsur esensial dalam sebuah organisasi seiring sinyalemen umum bahwa warna organisasi sangat tergantung siapa yang memimpinnya. Kepemimpinan yang baik tidak lahir dari konflik kepentingan yang akan memenangkan kelompoknya dan menghancurkan lawannya. Sesungguhnya, pemimpin yang diidzmkan adalah sosok pemimpin yang menjadi tumpuan harapan semua orang, bukan kelompok atau golongan tertentu.

d. Pengawasan

Pengawasan merupakan proses untuk menganjurkan aktivitas positif dan mencegah perbuatan yang menyalahi aturan. Pengawasan berfungsi sebagai pengawal agar tujuan dalam organisasi dapat tercapai.

Pengawasan dalam lembaga zakat, setidaknya ada dua substansi, pertama, secara fungsional, pengawasan terhadap amil telah menyatu dalam diri amil. Pengawasan inheren semacam ini akan menjadikan amil merasa bebas bekerja dan berkreasi karena selain bekerja, amil juga melakukan ibadah.

(42)

kegiatan, dewan ini berhak mengontrol dan kalau perlu menghentikan program tersebut.

D. Pola Distribusi Zakat

Pola Pendistribusian Zakat

a) Pengertian Pola

Pola adalah gambaran yang di pakai untuk contoh. Pola adalah bentuk yang di pakai sebagai acuan atau dasar membuat/melaksanakan sesuatu yang dapat menguntungkan manusia. Pola pendistribusian zakat adalah bentuk penyaluran dana zakat dari muzzaki kepada mustahik dengan melalui amil.

b) Macam-macam Pola Pendistribusian Zakat

Melihat pengelolan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian di aplikasikan pada kondisi sekarang, didapati bahwa penyaluran zakat dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni bantuan sesaat (pola tradisonal/konsumtif) dan pemberdayaan (pola kontemporer/produktif.

• Pola Tradisional/Konsumtif (Bantuan Sesaat)

(43)

konsumtif seperti bantuan pangan, pakaian, pendidikan, kesehatan dan tempat tinggal.9 Hal ini akan menimbulkan multiplier effect, seperti yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Skema Efek Pengganda dalam Zakat

Secara ekonomi di jelaskan sebagai berikut: diasumsikan bantuan zakat diberikan dalam bentuk konsumtif. Bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik meningkatkan daya beli mustahik tersebut terhadap barang kebutuhannya. Peningkatan daya beli atas suatu barang akan berimbas pada peningkatan produksi suatu perusahaan, imbas dari peningkatan produksi adalah penambahan kapasitas produksi dalam hal ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak.

Sementara itu, peningkatan produksi akan meningkatkan pajak terhadap negara. Bila penerimaan negara bertambah maka negara akan mampu menyiapkan

9

Nana Mintarti, dkk, Indonesia Zakat & Development report 2012 (Ciputat: IMZ 2012) h. 94

Muzzaki Mustahik Produksi

Meningkat Produksi Meningkat Peningkatan Negara Mengingkat Pembangunan Meningkat

Daya Beli M eningkat Zakat

Pajak Dana Pembangunan

(44)

sarana dan prasarana untuk pembangunan dan mampu menyediakan fasilitas publik bagi masyarakat.

• Pola Kontemporer/Produktif (Bantuan Pemberdayaan)

Pola produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang ada dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usaha/bisnis. Dengan penyaluran zakat dengan bantuan pemberdayaan, diharapkan para mustahik nantinya akan menjadi mandiri dan tidak lagi bergantung dengan orang lain serta dapat berubah menjadi muzzaki. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Skema Penyaluran Zakat Produktif

1

4 2

3

Penjelasan:

1. Zakat diberikan kepada mustahik dalam bentuk modal usaha atau kursus keterampilan.

Muzzaki Mustahik

Mustahik Mempunyai Penghasilan

(45)

2. Mustahik mempunyai pekerjaan.

3. Mustahik mempunyai penghasilan tetap.

4. Pada akhirnya mustahik berubah menjadi muzzaki.

E. Konsep Keamilan

Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Fiqh Zakat, menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:10

1. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk rukun Islam yang ketiga. Karena itu, sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim.

2. Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus umat.

3. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting, karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzzaki akan dengan rela menyerahkan zakatnya, jika lembaga zakat memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparansi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syari’ah islammiyah.

10

(46)

4. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisai segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat. Dengan pengetahuan tentang zakat yang relatif memadai, para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut. Pengetahuan yang memadai tentang zakat ini pun akan mengundang kepercayaan dari masyarakat. 5. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan

sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melaksanakan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan ini yang akan menghasilkan kinerja yang optimal.

(47)

F. Hambatan Dalam Pengelolaan Zakat Nasional

Dalam perkembangan zaman, pengelolaan zakat menghadapi beberapa kendala atau hambatan sehingga seringkali pengelolaannya masih belum optimal dalam perekonomian.11

1. Minimnya sumber daya manusia yang berkualitas

Pekerjaan menjadi seorang pengelola zakat (amil) belumlah menjadi tujuan hidup atau profesi dari seseorang. Menjadi seorang amil belumlah menjadi pilihan hidup, karena tidak ada daya tarik disana. Padahal lembaga amil membutuhkan banyak sumber daya manusia yang berkualitas agar pengelolaan zakat dapat profesional, amanah, akuntabel dan transparan.

2. Pemahaman fikih amil yang belum memadai.

Masih minimnya pemahaman fikih zakat dari para amil masih menjadi salah satu hambatan dalam pengelolaan zakat. sehingga menjadikan fikih hanya dimengerti dari segi tekstual semata bukan konteksnya. Kekakuan dalam memahami fikih zakat menyebabkan mereka memandang zakat hanya dapat diberikan dalam bentuk konsumtif semata dan tidak diperkenankan untuk sesuatu hal yang produktif.

3. Rendahnya kesadaran masyarakat.

Masih minimnya kesadaran membayar zakat dari masyarakat menjadi salah satu kendala dalam pengelolaan dana zakat agar dapat berdayaguna dalam perekonomian. Karena sudah elekat dalam benak

11

(48)

sebagian kaum muslim bahwa perintah zakat hanya diwajibkan pada bulan Ramadhan saja, itupun terbatas pada pembayran zakat fitrah. Padahal zakat bukanlah sekedar ibadah yang diterapkan pada bulan Ramadhan semata, melainkan juga dapat dibayarkan pada bulan-bulan selain Ramadhan. Apabila kesadaran masyarakat akan pentingnya zakat bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran umat sudah semakin baik, hal ini akan berimbas pada peningkatan penerimaan zakat.

4. Teknologi yang digunakan

Penerapan teknologi yang ada pada suatu lembaga zakat masih sangat jauh apabila dibandingkan dengan yang sudah diterapkan pada institusi keuangan. Hal ini tentu akan menjadi salah satu kendala penghambat pendayagunaan zakat. teknologi yang diterapkan pada lembaga amil masih terbatas pada teknologi yang standar.

5. Sistem informasi zakat

Lembaga amil zakat yang ada belum mampu mempunyai atau menyusun suatu sistem informasi zakat yang terpada antar amil. Sehingga lembaga amil zakat ini saling terintegrasi satu dengan yang lainnya.

G. Strategi Pengembangan Zakat di Indonesia

Dengan melihat pada kondisi kekinian dan hambatan yang menjadi kendala perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia, maka haruslah disusun suatu strategi pengembangan dalam pengelolaan zakat sebagai berikut:12

12

(49)

1. Membudayakan Kebiasaan Membayar Zakat

Harus mulai dicanangkan gerakan membayar zakat melalui tokoh-tokoh agama tau bahkan dengan cara memasang iklan dimedia massa baik cetak maupun elektronik. Sosialisasi kebiasaan membayar zakat harus dilakukan secara serentak dan dengan koordinasi yang matang antar lembaga, agar dapat menjadi budaya yang positif di masyarakat.

2. Penghimpunan yang Cerdas

Pada masa kini, strategi penghimpunan zakat secara tradisional sudah tidak dapat dipergunakan lagi, yang hanya tunggu bola, menuggu datangnya muzzaki datang ketempat amil. Saat ini amil harus mau untuk lebih bekerja keras dalam menghimpun dana masyarakat, strategi yang dipakai adalah strategi jemput bola, yaitu amil harus mendatangi dan mendekati para muzzaki agar mau mengeluarkan zakatnya.

3. Perluasan Bentuk Penyaluran

(50)

4. Sumber Daya Manusia yang Berkualitas

Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu prasyarat agar suatu lembaga amil zakat dapat semakin berkembang dan mampu mendayagunakan dana zakat yang mereka miliki untuk kemaslahatan umat.

5. Fokus dan Program

(51)

39

BAB III

SISTEM PENGELOLAAN ZAKAT DI LEMBAGA AMIL ZAKAT

A. Konsep Lembaga Amil Zakat

1. Pengertian dan Tujuan Lembaga Amil Zakat

Lembaga amil zakat merupakan sebuah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah. Definisi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayaagunaan zakat. 1

Pengelolaan zakat bertujuan :

a) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan

b) Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

2. Fungsi Lembaga Amil Zakat

Menurut Ridwan (2005) Organisasi pengelola zakat apapun bentuk dan posisinya secara umum mempunyai dua fungsi yakni :

1

(52)

1. Sebagai perantara keuangan

Amil berperan menghubungkan antara pihak Muzakki dengan Mustahiq. Sebagai perantara keuangan, amil dituntut menerapkan azas

trust (kepercayaan). Sebagai layaknya lembaga keuangan yang lain, azas kepercayaan menjadi syarat mutlak yang harus dibangun. Setiap amil dituntut mampu menunjukkan keunggulan masing–masing sampai terlihat jelas positioning organisasi, sehingga masyarakat dapat memilihnya. Tanpa adanya positioning, maka kedudukan akan sulit berkembang. 2. Pemberdayaan

Fungsi ini, sesungguhnya upaya mewujudkan misi pembentukan amil, yakni sebagaimana muzakki menjadi lebih berkah rezekinya dan ketentraman kehidupannya menjadi terjamin di satu sisi masyarakat Mustahiq tidak selamanya tergantung dengan pemberian bahkan dalam jangka panjang diharapkan dapat berubah menjadi muzakki baru.

3. Keuntungan Pengelolaan Zakat oleh Lembaga Amil Zakat

Pengelolan zakat oleh lembaga amil zakat, memiliki beberapa keuntungan, antara lain:

1. Untuk menjamin kepastian dan displin pembayar zakat.

(53)

3. Untuk mencapai efisien dan efektifitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala perioritas yang ada pada suatu tempat.

4. Untuk memperlihatkan syi'ar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang islami.

4. Persyaratan Lembaga Amil Zakat

Izin lembaga amil zakat hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:2

a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;

b. Berbentuk lembaga berbadan hukum;

c. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;

d. Memiliki pengawas syariat;

e. Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;

f. Bersifat nirlaba;

g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan

2

(54)

h. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

5. Struktur Organisasi Lembaga Amil Zakat

Struktur organisasi lembaga pengelola zakat, terutama yang berbentuk lembaga amil zakat yang milik swasta atau masyarakat biasanya mengacu pada UU Yayasan. Hal ini terjadi karena struktur organisasi dari lembaga pengelola zakat mengacu pada UU Yayasan dan juga harus berbadan hukum yayasan. Untuk menghindari terjadinya dualisme dalam pandangan atas kedua UU tersebut, maka lembaga pengelola zakat harus memiliki unsur-unsur yang ada di bawah ini:3

1. Dewan Pembina

Dewan Pembina bertugas untuk:

a. Memberikan nasihat dan arahan kepada dewan pengurus atau manajemen lembaga pengelola zakat

b. Memilih, menetapkan, dan juga memberhentikan dewan pengawas syariah

c. Mengangkat dan memberhentikan dewan pengurus

d. Menetapkan arah dan kebijakan organisasi

3

(55)

e. Menetapkan berbagai program organisasi

f. Menetapkan RKAT (Rencana Kerja Anggaran Tahunan) yang diajukan pengurus.

2. Dewan Pengawas Syariah

a. Melaksanakan fungsi pengawasan atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang terkait dengan kepatuhan terhadap ketentuan syariah

b. Memberikan koreksi dan juga saran perbaikan kepada pihak manajemen bila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan syariah

c. Memberikan laporan atas pelaksanaan pengawasan kepada dewan pembina.

3. Dewan Pengurus/Manajemen Lembaga Pengelola Zakat

(56)

a. Ketua atau direktur. Tugas utama yang dilaksanakan memastikan pencapaian dar berbagai tujuan yang dilaksanakan oleh lembaga pengelola zakat.

b. Bagian penyaluran ZIS. Membuat program kerja distribusi ZIS dan juga melaksanakan pendistribusian ZIS tersebut.

c. Bagian keuangan. Bertugas membuat laporan keuangan dari lembaga pengelola zakat dan juga melakukan pengelolaan aset-aset yang dimiliki oleh lembaga pengelola zakat. dalam bagian keuangan juga terdapat bagian akuntansi, bendahara, dan juga internal audit.

d. Koordinator program. Menyusun dan juga melaksanakan berbagai program yang dilakukan oleh lembaga pengelola zakat, serta menyusun laporan kinerja lembaga pengelola zakat.

(57)

f. Bagian pengumpulan dana ZIS. Bertugas untuk melakukan pengumpulan dana ZIS di wilayah yang menjadi tanggung jawab serta menyetorkan berbagai dana ZIS tersebut kepada pihak bendahara ZIS.

B. Lembaga Amil Zakat sebagai Organisasi Nirlaba

Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh.4

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi nirlaba adalah salah satu lembaga yang tidak mengutamakan laba dalam menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam organisasi nirlaba pada umumnya sumber daya atau dana yang digunakan dalam menjalankan segala kegiatan yang dilakukan berasal dari donatur atau sumbangan dari orang-orang yang ingin membantu sesamanya. Tujuan organisasi nirlaba yaitu untuk membantu masyarakat luas yang tidak mampu khususnya dalam hal ekonomi.

Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan

4

Wikipedia, “Organisasi Nirlaba”, artikel di akses pada 1 November 2013 dari

(58)

tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi nirlaba itu ada.

Melihat tugas dan fungsi dari Lembaga Amil Zakat, dapat disimpulkan bahwa LAZ merupakan salah satu lembaga nirlaba yang ada di Indonesia. Oleh karena itu LAZ memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Sumber daya, baik berupa dana maupun barang semuanya merupakan pemberian dari donatur dimana donatur berharap pemberian dari mereka tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.

2. Menghasilkan program kerja berupa jasa layanan kepada masyarakat dan tidak mencari laba dalam pelayanan tersebut, kalaupun menghasilkan laba, laba tersebut akan digunakan kembali untuk program selanjutnya.

(59)

C. Pertumbuhan dan Persaingan antar Lembaga Amil Zakat di Indonesia

Munculnya Badan Amil Zakat di Indonesia merupakan langkah awal dari dimulainya pengelolaan zakat melalui sebuah lembaga. Menteri Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Peraturan Menteri Agama No.5 tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Mal yang berfungsi sebagai pengumpul zakat untuk kemudian disetor kepada BAZ. Namun, atas seruan dan dorongan Presiden berturut-turut pada peringatan Isra’ Mi’raj dan Idul Fitri 1968 keluarlah Instruksi Menteri Agama No.1 tahun 1969 tentang Penundaan PMA No.4 dan 5 tahun 1968.5

Namun setelah itu, pengaturan dan pengelolaan zakat di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang signifikan, kecuali beberapa instruksi dan himbauan tentang infaq dan sedekah. Hal ini menjadikan zakat relatif tidak memberikan kontribusi positif dan konstruktif dalam menghadapi realitas problem sosial ekonomi masyarakat dan negara. Sebelum tahun 1990, dunia perzakatan di Indonesia memiliki beberapa karakteristik, antara lain zakat umumnya diberikan langsung oleh muzakki kepada mustahik, jika pun melalui petugas zakat hanya terbatas pada zakat fitrah yang bertugas temporer, kemudian zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif dan harta objek zakat terbatas pada harta yang secara eksplisit dikemukan dalam Al-Qur’an dan Hadist.

5

Sejarah Pengelolaan ZIS di Indonesia, artikel diakses pada 10 November 2013 dari

(60)

Di awal tahun 90-an, muncul Lembaga Amil Zakat (LAZ) pertama yang didirikan oleh Harian Umum Republika yang bernama Dompet Dhuafa. Hingga pada tahun 1999 dengan UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan zakat, semakin banyak LAZ lain yang bermunculan yang dapat dilihat dalam tabel berikut:

[image:60.612.157.501.208.607.2]

Tabel 3.1

Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia6

No. Organisasi Jumlah

1. BAZNAS 1

2. BAZDA Provinsi 33

3. BAZDA Kabupaten/ Kota 434

4. BAZ Kecamatan 4800

5. BAZ Kelurahan 24000

6. LAZNAS 18

7. LAZ Provinsi 16

8. LAZ Kabupaten/ Kota 31

9. UPZ 8680

Total 38013

6

(61)

Hingga saat ini hanya ada 19 Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang dikukuhkan secara resmi ditingkat pusat yang terdiri dari 1 BAZNAS dan 18 LAZ.

Banyaknya LAZ yang bermunculan menunjukkan besarnya potensi dana ummat di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.

[image:61.612.138.508.222.695.2]

Tabel 3.2

Potensi Zakat Nasional7

No. Jenis Zakat Jumlah

(Rp Triliun)

Prosentase

terhadap PDB

1 Zakat Rumah Tangga (Individu)

82,70 1,30

2 Zakat Industri:

Zakat perusahaan swasta

Zakat BUMN

Sub total

114,89

2,40

117, 29 1,84

3 Zakat Tabungan 17,01 0,27

TOTAL 217,0 3,40

7

(62)

Sumber: BAZNAS dan FEM IPB (2011)

Dari sinilah fenomena fundraising zakat yang menyebar, yang mulai dirasakan pengaruhnya oleh masyarakat. Fenomena munculnya banyak lembaga zakat membawa dampak positif dan negatif dalam masyarakat. Dampak positifnya adalah semakin besarnya dana Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) yang terkumpul. Pertumbuhan dana ZIS Nasional dapat dilihat dalam tabel berikut:

[image:62.612.139.500.232.613.2]

Tabel 3.3

Penghimpunan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) Nasional 2007-20118

Tahun Jumlah

(Miliar Rupiah)

Pertumbuhan Tahunan

(Persen)

2007 740 -

2008 920 24,32

2009 1200 30,43

2010 1500 25,00

2011 1800 20,00

*Data hingga November 2011

Besarnya pertumbuhan dana ZIS tentunya menggembirakan bagi semua pihak. Dengan tumbuhnya dana ZIS diharapkan permasalahan utama yaitu

8

(63)

kemiskinan dapat ditanggulangi. Kemiskinan itu dekat dengan kekufuran, ketidakberdayaan, keterbelakangan, kematian. Maka kemiskinan adalah musuh sesungguhnya yang perlu mendapatkan perhatian dari LAZ.

Namun, banyaknya LAZ juga memunculkan permasalahan baru bagi pengelolaan zakat, karena LAZ cenderung independen dan membuat banyak program yang tidak signifikan dan lemah koordinasi antar lembaga zakat. Dari sinilah LAZ terkesan bersaing satu sama lain, bahkan hampir tiap LAZ memiliki program yang serupa namun dikemas dengan kemasan yang berbeda. Mereka cenderung latah terhadap program lembaga zakat yang telah ada.

Dalam pengembangan program pemberdayaan zakat, kecenderungan LAZ menerapkan program lebih kepada sisi percobaan, kemudian dilihat bagaimana tingkat keberhasilannya, sementara desain yang bersifat terstruktur, menyeluruh dan berkelanjutan masih dihindari, untuk tidakmengatakan dibaikan. Ada tiga asumsi yang bisa menjelaskan kasus ini. Pertama, dana yang tersedia terbatas (karena dilakukan oleh satu lembaga), sehingga pengalokasian dana bersifat trial dan eror. Kedua, bentuk program diharapkan menjadi daya tarik masyarakat untuk berpartisipasi, baik bersifat dana maupun tenaga. Ketiga, LAZ masih menekann=kan misi LSM yang bersifat konformisme dan reformasi.9

Karena sibuk dengan urusan persaingan, LAZ terkadang lupa untuk merancang program secara sungguh-sungguh bagi mustahik. Imbasnya, LAZ

9

(64)

lebih memilih merancanng program untuk mustahik yang populis. Padahal program itu seringkali juga berasa tidak adil, tidak merata dan tidak esensial.

(65)

52

A. Persepsi Lembaga Amil Zakat terhadap Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

1. Pengaruh Pemberlakuan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat resmi di undangkan dan masuk dalam Lembaran Negera Republik Indonesia bernomor 115 setelah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 25 November 2011. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 menggantikan UU No 38 tahun 1999 yang sebelumnya telah menjadi payung hukum pengelolaan zakat. Struktur dari Undang-Undang Pengelolaan Zakat ini terdiri dari 11 Bab dengan 47 Pasal. Tak lupa di dalamnya juga mencantumkan ketentuan pidana dan ketentuan peralihan.1

Dalam undang-undang sebelumnya antara Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dalam relasi sejajar, bahkan dalam situasi tertentu cenderung pada posisi saling berhadap-hadapan (vis a vis). Sehingga memuncul dikhotomi antara dua lembaga tersebut. BAZ seolah-olah milik pemerintah, sedang LAZ punya masyarakat. Keadaan tersebut dinilai kurang kondusif sehingga potensi zakat yang begitu besar terabaikan sehingga pengelolaan maupun pendistribusian tidak memiliki arah, dimana saja wilayah mustahik yang

1

(66)

lebih krusial, bahkan dikhawatirkan adanya penerima manfaat ganda, yang diakibatkan tidak adanya sistem untuk mengetahui penerima manfaat dari masing-masing BAZ maupun LAZ.2

Lahirnya UU No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menimbulkan banyak tanggapan yang bersifat mendukung maupun mengkritisi UU tersebut. UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat hadir dengan membawa titik terang bagi pengelolaan zakat di Indonesia. Namun, undang-undang tersebut belum menutup segala permasalahan yang ada mengenai zakat. Harapan zakat dapat dikelola secara maksimal dan lebih terkoordinir belum sepenuhnya dijawab dalam undang-undang tersebut.

Sebelum Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat lahir, pengelolaan zakat telah dilakukan oleh masyarakat, baik oleh organisasi (antara lain organisasi kemasyarakatan yang bergerak dibidang dakwah atau pendidikan), organisasi berbadan hukum (yayasan), perkumpulan orang (seperti pengurus atau takmir musholla), atau bahkan oleh satu atau beberapa orang yang dianggap sebagai tokoh agama (alim ulama) dengan mengumpulkan dan membagi zakat dalam komunitas tertentu dalam komunitas tertentu yang anggotanya dan wilayahnya relatif kecil.

Pengelolaan zakat pada saat menggunakan payung UU No 38 tahun 1999 dirasakan kurang optimal dan memiliki kelemahan dalam menjawab permasalahan zakat di tanah air.3 Selain itu pasal-pasal yang termaktub di

2

Puji Kurniawan, Legislasi Undang-Undang Zakat, (2013) 3

(67)

dalamnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga butuh pembaruan. Karena itu di dalam UU Nomor 23 tahun 2011 pengelolaan lebih terintegrasi dan terarah dengan mengedepankan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan. Problem mendasar yang dihadapi pada rezim zakat terdahulu adalah adanya kesimpangsiuran siapa yang harus menjadi leading sector.4

Dalam menyikapi terbitnya UU No. 23 Tahun 2011, LAZ terbagi menjadi 2 kelompok: yaitu kelompok pro dan kelompok kontra. Beragam komentar bernada kontra dengan adanya UU ini seperti yang di katakan oleh Sukismo dari PKPU bahwa UU No.23 Tahun 2011 tampaknya muncul dari keresahan pemerintah dalam hal ini BAZNAS, karena tidak adanya fungsi pengawasan. Tapi pengawasan dari pemerintah sifatnya pembatasan bukan pengawasan yang sesungguhnya. Pemerintah seperti ingin membatasi pengumpulan zakat yang dilakukan oleh swasta5

Pedapat berbeda di ungkapkan oleh M. Khoirul Muttaqin yang mengatakan bahwa UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dapat membuka ruang bagi pribadi, alim ulama dan perkumpulan orang yang selama ini tidak diwadahi dengan perizinan dan UU ini akan memperbanyak pelaku lembaga zakat”.6 Yang dapat dilihat dari pendapat Bapak M. Khoirul adalah UU Zakat ini membawa kepastian hukum bagi LAZ yang belum mempunyai legalitas hukum

4

Iskan Qolba Lubis, Anggota Komisi VIII DPR RI dari fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera. INFOZ+ Edisi 16 Th VII Januari- Februari 2012. h.4

5

Wawancara penulis dengan Sukismo, External Relation Manager PKPU pada 6 November 2013, di Kantor PKPU, Jakarta

6

(68)

menjadi lembaga dapat menjadi lembaga yang legal, karena didalam UU No. 38 Tahun 1999, tidak mudah untuk mendirikan lembaga zakat.

2. Dampak Terhadap LAZ setelah di sahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Pembaharuan hukum Islam dalam bentuk pengkodifikasian menjadi perundang-undangan negara adalah bertujuan agar hukum Islam menjadi lebih fungsional dalam kehidupan umat Islam. Begitu juga dengan diberlakukannya Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Semua pegiat zakat berharap, dengan adanya UU ini akan ada perbaikan dari semua sektor. Bukan hanya perbaikan segi kelembagaan, tapi dari segi kesadaran masyarakat dalam menyalurkan zakat melalui lembaga juga meningkat. Dengan demikian penghimpunan zakat oleh pengelola zakat juga bertambah sehingga bermanfaat bagi masyarakat miskin.

(69)

benda dan fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan dan kesesuaian dengan lembaga.7

LAZ tentunya bergantung kepada kegiatan fundraising. Untuk dapat memaksimalka

Gambar

Tabel 3.2  Potensi Zakat Nasional ..................................................................
gambaran tentang
Organisasi Pengelola Zakat di IndonesiaTabel 3.1 6
Potensi Zakat NasionalTabel 3.2 7
+2

Referensi

Dokumen terkait

 Pada halaman menu utama, bagian yang diuji adalah tombol materi, video, game, admin, dan profil yang di input, maka program akan menampilkan halaman materi,

Bila anak tidak mampu untuk melakukan salah satu ujicoba pada langkah a (―gagal‖; ―menolak‖; ―tidak ada kesempatan‖), lakukan ujicoba tambahan ke sebelah kiri garis umur

d Mengembang-kan dan menyajikan hasil karya  Guru mendorong Siswa mengumpulkan informasi dari berbagai media tentang format format formulir pada halaman web dan

Ketika sedang dalam forum diskusi saya mampu menyanggah pendapat orang lain yang tidak sependapat dengan

[r]

Kesenjangan informasi pada masyarakat adalah akibat rendahnya perhatian pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan perpustakaan sebagai inti infrastruktur

Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pasal 1 ayat (1) mengatakan bahwa Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan,

Pemerintah mengeluarkan undang-undang zakat yaitu Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Dalam Undang-Undang tersebut meliputi berbagai