SANWACANA
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/2013”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.
Penulis menyadari di dalam menyusun skripsi ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis semata. Namun juga bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan Konseling sekaligus Pembimbing Utama pada penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaan waktu dan tenaganya yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan waktu, ide, petunjuk, bimbingan selama penyusunan skripsi serta memberikan ilmunya selama penelitian.
6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan Konseling FKIP Unila, terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan berlangsung, semoga apa yang bapak dan ibu berikan dapat bermanfaat untuk masa depan.
7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FKIP Unila, terima kasih atas bantuannya selama ini dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi kami.
8. Bapak Ahmad Syafei, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Bandar Lampung. Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya membantu penulis dalam memberikan izin penelitian.
9. Ibu Woro Wardhani, S.Pd., selaku Guru Bimbingan dan Konseling SMP Negeri 5 Bandar Lampung
yang telah memberikan bimbingan dalam penelitian.
10. Guru dan Staf Tata Usaha SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang telah memberikan bantuan dalam penelitian.
11. Kedua orang tuaku tercinta yang tak henti-hentinya menyayangiku, dan tanpa lelah memberikan semua pengorbanan, doa, dukungan, semangat serta selalu sabar menantikan keberhasilanku.
12. Kakakku (Mas Inu) dan kedua adikku (Cimot dan Dewi), Mbak Lina serta keponakan kecilku Sakina Bunga Dzikria yang kusayangi dan selalu senantiasa memberikan do'a, semangat dan motivasi
kepadaku.
13. Sahabat-sahabat seperjuangku (team Mapala 9CM), Dian Shinta ’Ambar’sari, ’Chingu’ Satri, Dwi ’Dudu’ Trisnaningsih, Arlia ’Pringsewu’, Cimudt ’Ardiyanti’, Ipeh ’Zoom’, Wita, Lie ’Jolie’, Era terima kasih untuk motivasi yang diberikan dan untuk persahabatan yang indah serta perjuangan indah di saat-saat terakhir kita.
memberikan kenangan manis. Terimakasih atas kebersamaan dan kekompakan kita selama ini.
Semoga kita tetap kompak selalu.
15. Kakak dan adik tingkat Program Studi Bimbingan dan Konseling dari Angkatan 2001 sampai Angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena keterbatasan memoriku, terima kasih
atas kebersamaannya
16. Rekan-rekan PPL di SMP Negeri 3 Bandar Lampung : Gali, Idun, Imam, Dies, Herlina, Mbak Yuli, Ike. Terima kasih atas kebersamaannya. Semoga kita semua bisa menjadi orang yang sukses dan apa yang diharapkan dapat tercapai.
17. Siswa-siswi SMP Negeri 5 Bandar Lampung (Desmi, Febri, Icut, Rini, Asep, Mutiara, Maulidza, Novri) sebagai subjek penelitianku. Terima kasih atas bantuan dan kerja sama adek-adek sekalian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
18. Rekan-rekan sesama volunteer di Autism Care Indonesia (Kak Shinta, Susi, Ridho, Erin, Diana, Tara, Jeje, Aslama, Arum, Idjo, Bebi, dan kawan-kawan lainnya). Terima kasih atas dorongan dan motivasinya selama ini. Tetap jaga semangat dan kekompakan kita.
19. Untuk semua nama yang tidak disebutkan di sini tapi pernah mengisi dan mewarnai hidupku, terima kasih atas semua kasih sayang, kebaikan, dan dukungan yang telah memberikan kesan dan pelajaran hidup yang berharga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tanjungkarang, Lampung tanggal 19 Mei 1987, merupakan anak kedua dari 4
bersaudara, dari pasangan Bapak Heru Sasongko dan Ibu Ruswati.
Jenjangpendidikanpenulisdimulaidari pendidikandi Taman
Kanak-kanakCendrawasihTanjungAgung, Bandarlampungtahun 1993.Kemudianmelanjutkan di Sekolah
Dasar (SD) Negeri1 Sawah Lamatahun 1999. Menyelesaikanpendidikanlanjutan
diSekolahLanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 10 Bandar Lampungtahun 2002, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri5Bandar Lampung tahun 2005.
Tahun 2005, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan Program Studi
Bimbingan Konseling FKIP Unila melalui jalurSeleksi Peneriamaan Mahasiswa
Baru(SPMB).Dan tahun 2009 penulis telah melaksanakan Praktik Layanan Bimbingan
Konseling (PLBK) di SMPNegeri 3Bandar Lampung.
Selamamasaperkuliahan, penulispernahmengikutibeberapaorganisasidiantaranya: anggota FPPI
dimulaisejaktahun 2005, volunteer keterapisan di Klinik Autism Care Indonesia (ACI)
PERSEMBAHAN
Sebuah karya kecil... yang menambah warna dalam kehidupanku, dengan segala kerendahan hati kupersembahkan pada Mu Ya Robbi, sebagai pemberi kehidupan dan sumber kekuatan untukku menjalaninya.
AyahandakuHerusasongkodanIbundaRuswati
yangtakpernahlelahmemberikandoa, semangatdanpengorbanan sertalinangan air mata ….., yang selalu terarah untukku. . Terimakasihataskesabarannyadalammenantikeberhasilanku.
Kakakku, Mas Wisnu, sertaKeduaAdikkuTrisnodanDewisertaMbaksematawayangku, MbakLina. Terimakasihuntukdoadanmotivasi yang telahdiberikan.
KeponakankutersayangSakinaBungaDzikria
yangmampumemberikankeceriaandanmenghilangkansemuakesedihan.
Untuksemua orang yang mendoakandanmengharapkankeberhasilanku.
DAFTAR TABEL
Tabelhalaman
Tabel 1.Data Siswa Yang Memiliki KemandirianRencana
StudiLanjut Yang Rendah ... 46
Tabel 2.SkorNilaiAlternatifJawaban ... 50
Tabel 3.Kisi-Kisi Skala Kemandirian ... 51
Tabel 4.Kriteria Kemandirian Rencana Studi Lanjut ... 60
Tabel 5.Data HasilPretestSebelumPemberianLayanan Konseling kelompok ... 60
MOTTO
”
Impian, Cinta, dan Kehidupan. Sederhana, tapi luar biasa.... ada dalam diri
setiap manusia jika mau meyakininya”
(Donny Dhirgantoro, 5cm)
”Yang terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana cara kita untuk melakukan
yang terbaik pada setiap tarikan napas kita. Hingga tak besar penyesalan yang
1
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 2010. Psikologi Remaja.PT Bumi Aksara: Jakarta
Ali, M & Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Bumi Aksara: Bandung
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Bahara. 2008. Pengantar Interaksi Belajar–Mengajar Dasar Dan Teknik
Metodologi Pengajaran. Bandung: Transito
Basri, H. 2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Djali. 2007. Psikologi Pendidikan. PT Bumi Aksara: Jakarta
Emzir. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Gea, A. 2002. Relasi dengan Diri Sendiri. Gramedia: Jakarta
Hadi, S. 1984. Bimbingan Menulis Skripsi, Thesis. Psikologi Gama: Yogyakarta
Harrold, F. 2005. The 10 Minutes Life Coach.. Gramedia: Jakarta
Jannah, I. 2006. Seri Pengembangan Pribadi Remaja: Every Day is Pede Day. Era Eureka: Solo
2
Mu’tadin. 2002. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, (Online) http://0248.multiply.com/journal/item/17/Kemandirian_Sebagai_Kebutu han_Psikologis_Remaja
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Galia Indonesia: Padang
Rahmawati, S.H. 2005. Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung dengan Anak Bungsu. Universitas Negeri Semarang (skripsi)
Setiyowati, A. 2008. Hubungan Antara Kemandirian dengan Kecenderungan
Aktualisi Diri pada Remaja di Kulliyatu Al-Mu’allimi Al-Islamiyah pondok Pesantren Ibnul Qoyim Putri. Universitas Ahmad Dahlan: Jogjakarta (Skripsi)
Setyawan, I. 2008. Hubungan Kemandirian dengan Adversity Intelligence pada Remaja Tuna Daksa di SLB-D YPAC Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro: Semarang (Skripsi)
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka
Cipta: Bandung
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. ALFABETA: Bandung
Sukardi, DK. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta
Suryani, I. 2008. Hubungan antara Kemandirian dengan
Kemampuan Penyesuaian Diri pada Santriwati Kelas Satu Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Sukoharjo Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008. Universitas Ahmad Dahlan: Jogjakarta (Skripsi)
Whitherington. 1999. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta
Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Grasindo: Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
Gambar 1.1.Kerangka Pikir Penelitian ... 12
Gambar 2.1. Tahap Pembentukan ... 36
Gambar 2.2.Tahap Peralihan ... 37
Gambar 2.3.Tahap Kegiatan ... 38
Gambar 2.4.Tahap Pengakhiran ... 39
Gambar 3.1. PolaOne-Group Pretest-Posttest Designs ... 44
Gambar 3.2.Hubungan Antar Variabel ... 47
Gambar 4.1.GrafikPeningkatanKemandirian RencanaStudiLanjut ... 62 Gambar 4.2.Grafik Perubahan KemandirianDesmiatunSiti... 73
Gambar 4.3.Grafik Perubahan Kemandirian Cut Tiari ... 75
Gambar 4.4. Grafik Perubahan KemandirianFebriyanti ... 77
Gambar 4.5. Grafik Perubahan KemandirianAnggriNovri ... 79
Gambar 4.6. Grafik Perubahan KemandirianRiniIqtara ... 82
Gambar 4.7. Grafik Perubahan KemandirianMaulidzaAulia ... 84
Gambar 4.8. Grafik Perubahan KemandirianMutiaraLatifah ... 86
DAFTAR ISI
2. Identifikasi Masalah ... 7
3. Pembatasan Masalah ... 8
4. Rumusan Masalah ... 8
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1. Tujuan Penelitian ... 9
4. Aspek-Aspek Kemandirian ...21
5. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian ...23
6. Terbentuknya Kemandirian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja ... 25
a. Terbentuknya Kemandirian ...25
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja ...26
4. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan ImplikasinyaBagi Pendidikan ...28
B. Layanan Konseling Kelompok ... 30
1. Dinamika Kelompok ...31
2. Pembentukan Kelompok ... 33
Menggunakan Layanan Konseling Kelompok ...40
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ...43
B. Subjek Penelitian ...45
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...46
1. Variabel Penelitian ...46
b. Definisi Operasional Variabel ...47
D. Teknik Pengumpulan Data ...49
E. Uji Instrumen ...52
1. Uji Validitas Instrumen ...52
2. Uji Reliabilitas ...54
F. Teknik Analisis Data...56
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...58
1. Gambaran Hasil Pra Konseling Kelompok ...58
2. Deskripsi Data ...59
B. Data Skor Subjek Sebelum (Pretest) dan Sesudah (Posttest) Mengikuti Layanan Konseling Kelompok ...61
C. Analisis Data Hasil Penelitian ...65
1. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ...66
a. Pelaksanaan Tahap I: Pembentukan ... 67
b. Pelaksanaan Tahap II: Peralihan ...69
c. Pelaksanaan Tahap III: Kegiatan ...69
d. Pelaksanaan Tahap IV: Pengakhiran ...70
UPAYA MENINGKATKAN K
MENGGUNAKAN LAYANAN PADA SISWA DI SMP NE
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK
PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013
Oleh
WISNI WIDYAWATI 0513052049
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
UPAYA MENINGKATKAN K
MENGGUNAKAN LAYANAN PADA SISWA DI SMP NE
Sebagai Salah SatuSyaratuntukMencapaiGelar
Program StudiBimbinganKonseling
FakultasKeguruandanIlmuPendidikanUniversitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK
PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013
Oleh WisniWidyawati
0513052049
Skripsi
Sebagai Salah SatuSyaratuntukMencapaiGelar SarjanaPendidikan
Pada
Program StudiBimbinganKonseling
FakultasKeguruandanIlmuPendidikanUniversitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
TUDI LANJUT KONSELING KELOMPOK
ABSTRAK
UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT
MENGGUNAKANLAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2011/2012
OLEH
WISNI WIDYAWATI
Masalah dalam penelitian ini adalah kemandirianrencana studi lanjut siswa yang rendah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemandirian siswa rencana studi lanjut menggunakan layanan konseling kelompok.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain
One-Group Pretest-PosttesDesign. Subjek dalam penelitian sebanyak 8 siswa kelas VIII yang
kurang memiliki kemandirian rencana studi lanjut. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kemandirian.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemandirian rencana studi lanjut siswadapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok, hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data dengan menggunakan uji Wilcoxon, dari hasil pretest dan posttest yang diperoleh zhitung = 2,52 > ztabel = 0,012 maka, Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok.
Kesimpulan dalam penelitian ini terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok pada siswa di SMP Negeri 5 Bandarlampung Tahun Ajaran 2011/2012. Artinya kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok.
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH
1. Latar Belakang
Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada
pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan unsur-unsurnya yang mempunyai
nilai diri yang spesifik. Kemandirian bukan berarti menyendiri atau serba sendiri. Seseorang
yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian rupa sehingga
mampu menempatkan perannya di dalam kehidupannya dengan penuh manfaat.
Usia siswa SMP hampir seluruhnya adalah individu yang tengah memasuki masa remaja awal.
Para ahli pada umumnya sependapat, bahwa masa remaja adalah masa yang mempunyai
karakteristik tersendiri. Kebiasaan, harapan, tuntutan, cita-cita, kebutuhan, minat dan segala pola
hidupnya diwarnai oleh idealisme yang tinggi. Pada masa tersebut telah terjadi berbagai
persoalan di dalam diri mereka. Remaja menghadapi persoalan identitas, yaitu mereka kurang
mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya, apa yang mampu dikerjakan, ke arah mana ia
berjalan, dan dimana tempatnya di dalam masyarakat. Seringkali dalam mencari dunianya,
banyak dari mereka yang setengah menyadari akan potensi yang mereka miliki karena
Persoalan pun semakin kompleks setelah mereka dihadapkan pada banyak alternatif pilihan yang
rumit. Mereka memerlukan bantuan agar mereka dapat menentukan pilihan secara realistis dan
tepat serta dapat menghubungkan apa yang dimilikinya dengan tuntutan yang diperlukan dalam
memilih karir yang dipilihnya.
Pada usia remaja, siswa seharusnya telah mampu merencanakan tentang kehidupan di masa
depannya, termasuk dalam hal menentukan studi lanjutan. Siswa dapat dikatakan telah memiliki
minat yang jelas terhadap jenis pendidikan. Oleh karena itu secara sadar mereka telah
mengetahui pula bahwa untuk mencapai pekerjaan yang diidamkannnya itu, mereka memerlukan
sarana pendidikan, pengetahuan dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki.
Bagi siswa yang sebagian besar telah memasuki usia remaja memperoleh kebebasan atau
kemandirian merupakan tugas mereka. Kemandirian mengandung arti bahwa siswa harus belajar
dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai
dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya.
Dengan demikian, siswa akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan pada orang
tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal.
Secara psikologis, siswa SMP telah cukup mampu untuk memikul tanggung jawab dan hidup
mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Siswa SMP telah berkemampuan untuk menarik
keputusan, sekalipun dasar pertimbangan yang digunakan belum cukup luas terutama yang
berkaitan dengan pandangan akan masa depan yang belum mantap. Oleh karenanya, mereka
Selama masa pendidikan, tuntutan terhadap kemandirian sangat besar dan bila tidak direspon
secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan
psikologis siswa di masa mendatang. Di tengah berbagai gejolak perubahan yang terjadi di masa
kini, betapa banyak siswa yang mengalami kekecewaan dan rasa frustasi yang mendalam
terhadap orang tua karena tidak kunjung mendapat apa yang dinamakan kemandirian. Hal ini
mengakibatkan mereka tidak mandiri dalam bertindak dan akan selalu mengalami
ketergantungan pada orang lain.
Sebagai contoh adalah siswa yang mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti
kehendak orang tua dengan mengikuti keinginannya sendiri. Jika ia mengikuti kehendak orang
tua maka dari segi ekonomi yaitu dalam bentuk biaya sekolah, siswa akan terjamin karena orang
tua pasti akan membantu sepenuhnya. Sebaliknya jika ia tidak mengikuti kemauan orang tua bisa
jadi orang tuanya tidak mau membiayai sekolahnya lagi. Situsasi yang demikian ini sering
dikenal sebagai keadaan yang ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri
siswa. Konflik ini akan memengaruhi siswa dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering
menimbulkan hambatan di dalam proses pengambilan keputusannya.
Contoh yang ditemukan di lapangan adalah terdapat beberapa siswa yang mengalami dilema
yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua dengan mengikuti keinginannya sendiri
atau dalam hal pemilihan studi lanjut ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Dalam hal ini
masih banyak dijumpai orang tua yang sangat ngotot untuk memasukkan anaknya ke sekolah
yang mereka kehendaki meskipun anaknya sama sekali tidak berminat untuk masuk ke sekolah
Situasi seperti ini akan menimbulkan konflik pada diri siswa sendiri. Konflik ini akan
memengaruhi siswa dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan
dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam beberapa kasus yang terjadi tidak
jarang siswa menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam terhadap orang tuanya
atau orang lain di sekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali diungkapkan dengan
perilaku-perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain, tidak semangat
dalam menyelesaikan tugas sekolah yang diberikan oleh gurunya dan dapat membahayakan
dirinya dan orang lain di sekitarnya. Hal ini tentu saja sangat merugikan siswa tersebut karena
akan menghambat tercapainya kedewasaan dan kematangan kehidupan psikologisnya.
Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara yang disertai dengan informasi dari guru
pembimbing di SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang menjelaskan bahwa saat ini SMP Negeri 5
Bandar Lampung merupakan salah satu Sekolah yang sedang dalam proses penerapan RSBN
(Rintisan Sekolah Bertaraf Nasional), tetapi dari seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 210
orang ternyata masih terdapat masalah yang kompleks yang berhubungan dengan kemandirian
siswa dalam merencanakan studi lanjut. Di antaranya 1) terdapat siswa yang belum bisa
menentukan rencana studi lanjut yang akan diambil, 2) terdapat siswa yang merasa sulit saat
harus memilih satu di antara bermacam-macam pilihan studi lanjut, 3) terdapat beberapa siswa
yang saat akan merencanakanpilihan studi lanjut, selalu menyerahkan atau meminta bantuan
orang lain untuk memutuskannya, 4) terdapat siswa yang akan melanjutkan studi lanjut
berdasarkan keinginan dan pilihan orang tua, 5) terdapat siswa yang menentukan studi lanjut
Siswa kelas VIII dipilih sebagai sasaran penelitian adalah karena padausia ini merupakan usia
pertengahan masa remaja dengan berbagai permasalahan remaja yang kompleks dan para remaja
akan dihadapkan pada berbagai pilihan dalam hidupnya seperti pemilihan studi lanjut. Penelitian
ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu siswa agar lebih mandiri dalam merencanakan
studi lanjut ke jenjang berikutnya yang akan diambil setelah lulus sekolah.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kemandirian rencana studi
lanjut adalah dengan menggunakan layanan konseling kelompok.Layanan konseling kelompok
pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan dalam suasana
kelompok. Di dalam konseling kelompok terdapat pemimpin kelompok (konselor) dan anggota
kelompok (klien). Di dalamnya terjadi hubungan konseling dalam suasana yang diusahakan sama
seperti konseling perorangan yang hangat, terbuka dan penuh kehangatan. Terdapat juga
pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah,
upaya pemecahan masalah jika diperlukan menggunakan metode-metode khusus, evaluasi dan
tindak lanjut.
Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah
dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Dalam layanan konseling kelompok menggunakan
pendekatan interaksional, di mana dalam pendekatan tersebut menitikberatkan interaksi atau
hubungan timbal balik antar anggota, anggota dengan konselor (pemimpin kelompok) dan
sebaliknya, yang akan nampak dalam dinamika kelompok. Interaksi itu selain berusaha bersama
untuk dapat memecahkan masalah juga setiap anggota kelompok dapat belajar untuk
mendengarkan secara aktif, melakukan konfrontasi dengan tepat, memperhatikan perhatian yang
Di dalam kelompok, anggota kelompok akan saling menolong, menerima, berempati dengan
tulus. Keadaan ini membutuhkan suasana yang positif antara anggota, sehingga mereka akan
merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif dalam diri mereka. Konseling kelompok
bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti
bahwa konseling kelompok memberikan dorongan dan kemandirian kepada individu untuk
membuat perubahan-perubahan atau bertindak dengan memanfaatkan potensi secara maksimal
sehingga dapat mewujudkan diri yang ideal.
Tujuan Umum dari kegiatan layanan konseling kelompok adalah untuk mengembangkan
kepribadian siswa dimana berkembang kemampuan sosialisasinya, komunikasinya, kepercayaan
diri, keperibadian, dan mampu memecahkan masalah yang berlandaskan nilai ilmu dan agama.
Di samping itu,layanan konseling kelompok pun memiliki beberapa manfaat bagi siswa di
antaranya yaitu: membantu siswa agar berkembang menjadi pribadi yang mandiri; bertanggung
jawab, kreatif, produktif dan berperilaku jujur, membantu meringankan beban mental siswa
dalam belajar; membantu siswa untuk memahami diri dan lingkungannya; membantu mencegah
atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan
dirinya; membantu mengembangkan kemampuan berkomunikasi, menerima atau menyampaikan
pendapat, bertingkah laku dan hubungan sosial, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat; dan
membantu untuk mencari dan menggali informasi tentang karir, dunia kerja dan prospek masa
depan siswa.
Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa layanan
konseling kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut
Lanjut Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”.
2. Identifikasi Masalah
Dengan memperhatikan uraian latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Terdapat siswa yang belum bisa menentukan rencana studi lanjut yang akan diambil.
2. Terdapat siswa yang merasa sulit saat harus memilih satu di antara bermacam-macam
pilihan keputusan studi lanjutan.
3. Terdapat beberapa siswa yang saat akan merencanakan suatu pilihan studi lanjut, selalu
menyerahkan atau meminta bantuan orang lain untuk memutuskannya.
4. Terdapat siswa yang akan melanjutkan studi lanjut berdasarkan keinginan dan pilihan
orang tua.
5. Terdapat siswa yang menentukan studi lanjut karena mengikuti teman
3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang ada, maka penulis membatasi
masalah dalam penelititian ini. Secara konseptual penelitian ini akan menelaah tentang “Upaya
Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan Layanan Konseling
Kelompok”.
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka masalah
menentukan suatu rencana studi lanjut. Permasalahannya adalah: “Apakah kemandirian rencana
studi lanjutsiswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok?”.
B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
“Mengetahuipeningkatan kemandirian rencana studi lanjutmelalui layanan konseling kelompok
pada siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013”.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis.
Menambah khasanah pengetahuan dalam dunia pendidikan, khususnya konseling dan
konseling tentang kemandirian rencana studi lanjut.
b. Manfaat praktis.
Memberikan informasi tentang kemandirian rencana studi lanjut pada siswa di SMP Negeri 5
Bandar Lampung pada tahun ajaran 2012/2013 kepada siswa sebagai anak, orang tua atau
kemandirian anak atau siswa asuh melalui kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah
maupun pengembangan kemandirian mahasiswa oleh para dosen.
C. Kerangka Pikir
Sebagian besar usia siswa SMP hampir seluruhnya adalah individu yang tengah memasuki masa
remaja awal. Remaja perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya, karena
remaja berada pada tahap perkembangan yang sangat potensial dan dalam proses mencari
identitas diri. Usaha mempersiapkan remaja menghadapi masa depan yang serba kompleks, salah
satunya adalah dengan cara meningkatkan kemandirian.
Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama
perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi
berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan
bertindak sendiri. Melalui kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat
berkembang dengan lebih mantap.
Remaja harus belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat
keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dilakukannya. Remaja akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan
pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal.
Berdasarkan fakta di lapangan, di SMP Negeri 5 Bandar Lampung terdapat beberapa siswa kelas
VIII yang memiliki kemandirian rencana studi lanjutyang rendah. Kemandirian rencana studi
lanjut siswa yang rendah menyebabkan siswa merasa bingung dengan pilihan studi lanjut yang
akan diambil setelah lulus sekolah, siswa cenderung menyerahkan keputusan studi lanjut kepada
orang tua, siswa tidak memiliki kepercayaan diri terhadap rencana studi lanjut yang akan diambil
dan memilih studi lanjut karena mengikuti teman.
Kemandirian yang rendah dalam merencanakanstudi lanjut tersebut tidak dapat dibiarkan begitu
saja, karena hal ini menyangkut masalah masa depan siswa. Untuk itu kemandirian rencana studi
lanjut pada siswa perlu ditingkatkan, agar siswa dapat menentukan sendiri rencana studi lanjut
yang akan diambil setelah lulus sekolah secara tepat, yang sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Untuk mengatasi masalah rendahnya kemandirian rencana
studi lanjut pada siswa, peneliti mencoba menggunakan layanan konseling kelompok
berdasarkan manfaat yang bisa diperoleh dari pemberian layanan konseling kelompok yaitu
peserta kelompok didorong untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan
masalahnya, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri dan mampu merencanakan
sendiri mengenai keputusan berbagai masalah yang dihadapinya
Dalam kegiatan layanan konseling kelompok terjadi proses penerimaan dan pengertian dari
teman dalam kelompok menghasilkan rasa aman dan rasa bersatu yang akan mendukung proses
introspeksi dan ekspresi perasaan-perasaan mendalam sehingga akan menciptakan penerimaan
dan pengalaman-pengalaman serta perubahan sikap yang dicobakan akan memperkuat
kemandirian untuk mengadakan perubahan pada dirinya. Pengalaman kelompok juga akan
antar pribadi yang secara alami, serta memperkembangkan keberanian untuk mencoba
memecahkan masalah-masalah pribadi dan konflik emosional.
Layanan ini menaruh kepercayaan bahwa klien memiliki kesanggupan untuk memecahkan
masalahnya sendiri secara mandiri. Karena itu, dalam layanan konseling kelompok ini kegiatan
sebagian besar difokuskan pada masalah yang dimiliki oleh peserta kelompok. Peserta kelompok
didorong oleh konselor untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan
masalahnya, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri dan mampu membuat
keputusan sendiri mengenai berbagai masalah yang dihadapinya.
Secara umum tujuan penggunaan layanan konseling kelompok yang ingin dicapai adalah untuk
membantu individu atau klien agar berkembang secara optimal sehingga ia mampu menjadi
manusia yang berguna.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba menggunakan layanan konseling kelompok
dalam meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut.
Berikut dapat digambarkan alur kerangka pikir dalam penelitian ini.
Layanan Konseling Kelompok
Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian
Kemandirian Rencana Studi Lanjut Rendah
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa, pada awalnya siswa yang memiliki kemandirian
rencana studi lanjut yang rendah melalui layanan konseling kelompok, diharapkan siswa dapat
memperoleh kemandirian rencana studi lanjut yang akan diambil setelah lulus sekolah, serta
mereka mampu menentukan masa depan mereka sendiri tanpa adanya paksaan dan pengaruh dari
orang-orang di sekitarnya agar mereka benar-benar dapat memperoleh kemandiriannya.
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari suatu permasalahan penelitian, dimana
jawaban atau dugaan tersebut telah terbukti dengan data-data yang telah dikumpulkan peneliti.
Menurut Arikunto (2006:62) Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian seperti terbukti melalui data yang terkumpul.
Agar penelitian ini terarah, dengan demikian diperlukan adanya hipotesis sehingga kemandirian
rencana studi lanjut yang rendah pada siswa dapat ditingkatkan melalui layanan konseling
kelompok. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat
perbedaan kemandirian rencana studi lanjut pada siswa sebelum dan sesudah diberikan layanan
konseling kelompok”.
Sesuai dengan hipotesis penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:
Ha : Terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut pada siswa sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok
Peneliti menggunakan uji statistik non parametik dengan uji Wilcoxon, dengan ketentuan jika
hasil zhitung > ztabel maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima. Tetapi, jika zhitung < ztabel maka Ho
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini berjudul ” Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan
Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Ajaran
2012/2013”. Maka, berikut ini uraian teori yang berhubungan dengan kemandirian dan layanan
konseling kelompok.
A. KEMANDIRIAN
1. Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi individu.
Seseorang tidak pernah lepas dari cobaan dan tantangan dalam menjalani kehidupan ini. Individu
yang memiliki kemandirian tinggi akan mampu menghadapi segala permasalahan karena
individu yang mandiri tidak bergantung pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan
memecahkan masalah yang ada.
Gea (2002:145) mengatakan Seseorang yang mandiri adalah suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak atau keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan atau perbuatan nyata guna menghasilka sesuatu (barang atau jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya.
Dalam hal ini mandiri berarti suatu sikap seseorang dalam mewujudkan keinginan dirinya untuk
Mu’tadin (2002) mengemukakan bahwa Kemandirian adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri.
Artinya bahwa kemandirian tercipta karena proses belajar yang terjadi secara terus menerus
sehingga pada akhirnya individu tersebut dapat bertindak sendiri sesuai dengan pilihannya.
Kemandirian, menurut Basri (2000:53) adalah keadaan seseorang dalam kehidupannya mampu
memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan
seseorang dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung
pada orang lain.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan kemandirian dalam penelitian ini adalah perilaku
siswa dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung
pada orang lain.
Kemandirian dapat pula diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk
mencari dan memilih sendiri apa yang diinginkannya, tidak bergantung pada orang lain, sehingga
usaha yang dilakukannya dapat membuahkan hasil yang maksimal sesuai dengan apa yang
diinginkannya dan dimilikinya serta dapat berdiri dengan kekuatan sendiri.
Individu akan memiliki jiwa kemandirian yang kuat jika memiliki suatu kebutuhan dan
keinginan yang besar yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Kemandirian yang dimiliki
seseoranng dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam dan dari luar diri individu yaitu
Kemandirian juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali
(2010:118). Ada beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan kemandirian seseorang, yaitu :
1. Dipengaruhi oleh genetika 2. Pola asuh orang tua
3. Sistem pendididkan di sekolah 4. Sistem kehidupan di masyarakat.
Pembentukan kemandirian seseorang anak dipengaruhi oleh genetika yang diturunkan oleh orang
tua kepada anaknya. Orang tua yang memiliki kemandirian yang tinggi kemungkinan besar akan
diturunkan kepada anaknya, sehingga anak akan memiliki kemandirian seperti orang tuanya.
Cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan dan pembentukan kemandirian anaknya. Sistem pendidikan yang demokratis akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan meningkatkan kamandirian
yang dimilikinya. Begitu pula sistem kehidupan di masyarakat yang terlalu menekankan
pentingnya hirarki struktur sosial dapat menghambat perkembangan kemandirian individu.
Havighurst(dalam Mu’tadin, 2002) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa
aspek, yaitu:
Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak bergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua
Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak bergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua
Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung atau menunggu aksi dari orang lain
2. Ciri-ciri Mandiri
Individu dapat dikatakan mandiri jika ia mampu menyelesaikan setiap persoalan yang ia hadapi
mencapai tujuan hidupnya secara optimal dengan mengetahui kemampuan seta
kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Dengan demikian, individu yang mandiri diharapkan dapat
berdiri dan berkembang dengan kekuatan yang ada pada dirinya.
Menurut Slameto (1991:45), seorang individu dikatakan mandiri apabila memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Dapat menemukan identitas dirinya 2. Selalu memiliki inisiatif
3. Selalu membuat pertimbangan-pertimbangan dalam melakukan sesuatu 4. Bertanggung jawab
5. Dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhannya sendiri
Soelaeman (dalam Setiyowati, 2008), menyatakan bahwa ada lima karakteristik kemandirian
remaja, yaitu:
a. Kedirian
Remaja yang mandiri memiliki pendirian sendiri dan menunjukkan pengukuhan bahwa dirinya berbeda dari orang lain.
b. Komunikasi
Remaja yang mandiri tidak pernah berlangsung dalam kesendirian, melainkan selalu berinteraksi dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial, diri sendiri, maupun Tuhan.
c. Keterarahan
Komunikasi yang dilakukan oleh remaja dengan berbagai pihak, menunjukkan adanya keterarahan dalam dirinya yang menyatakan bahwa hidupnya memiliki tujuan.
d. Dinamika
Proses perwujudan dan pencapaian tujuan yang diinginkan remaja memerlukan adanya dinamika yang menyatakan bahwa mereka memiliki pikiran, kemampuan, dan kemauan sendiri untuk berbuat dan berkreasi, serta tidak menjadi objek yang dipolakan atau digerakkan oleh orang lain.
e. Sistem Nilai
Selain itu, Kartadinata (dalam Setiyowati, 2008), mengatakan bahwa ciri-ciri kemandirian ,
adalah:
a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan
b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain c. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan
d. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam diri e. Menghargai kemandirian orang lain
f. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain g. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa individu dikatakan mandiri
apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut antara lain percaya diri, mampu berinisiatif, mampu
mengatasi masalah, mampu mengerjakan tugas pribadi, mampu mempertahankan prinsip mampu
mengambil keputusan, mempunyai perencanaan karier di masa depan, mampu mengontrol
emosi, bebas secara emosi dari orang tua, mempunyai kehendak yang kuat, puas dengan
keputusan sendiri, menghargai waktu, bertanggung jawab, mampu menghindari pengaruh negatif
pergaulan, mampu menerima kritik, mampu menerima perbedaan pendapat, mempunyai
hubungan baik dengan orang lain.
Individu yang mandiri akan selalu membuat pertimbangan yang matang sebelum bertindak, serta
berani dan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya, mampu berdiri dengan kekuatan sendiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Serta
individu dikatakan mandiri jika invidu tersebut dapat menyelesaikan dan menghadapi semua
masalah yang dihadapi dengan baik. Pengalaman dan latihan yang dimiliki oleh individu sangat
berpengaruh dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Semakin banyak
pengalaman dan latihan yang dimiliki individu, akan semakin baik individu tersebut dalam
3. Komponen Pembentuk Kemandirian
Komponen-komponen pembentuk kemandirian harus dimiliki ketika individu akan memiliki
kemandirian.
Masrun, dkk (dalam Bahara, 2008:62) menyatakan bahwa ada lima komponen utama
kemandirian, yaitu:
a. Adanya kebebasan b. Progresif dan ulet c. Inisiatif
d. Terkendali dari dalam
e. Kemantapan diri atau harga diri dan percaya diri
Dengan demikian, individu dapat dikatakan mandiri jika individu tersebut telah memiliki suatu
kebebasan untuk bertindak dan berpendapat, memiliki keinginan untuk maju dan selalu memiliki
inisiatif dengan kemampuan yang dimilikinya, individu tersebut tekun dan kreatif, serta memiliki
rasa percaya diri yang kuat dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh individu tersebut.
4. Aspek-aspek Kemandirian
Definisi para ahli tentang mandiri dan kemandirian tersebut di atas memberikan gambaran
tentang aspek-aspek yang menyusun kemandirian.
Menurut Masrun (dalam Suryani, 2008), ada 5 aspek kemandirian, yaitu:
a. Bebas, yang ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas dasar kehendak sendiri bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain.
b. Progresif dan ulet, ditunjukkan dengan adanya usaha mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan, dan mewujudkan harapan.
d. Pengendalian dari dalam (internal locus of control), ditunjukkan dengan adanya perasaan mampu menghadapi permasalahan yang ada, kemauan mengendalikan tindakan serta kemampuan mempengaruhi lingkungan atas usaha sendiri.
e. Kemampuan diri, yang ditunjukkan dengan adanya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri, menerima dirinya, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
Berbeda dengan pendapat tersebut Steinberg (dalam Setiyawan, 2008), mengemukakan bahwa
aspek-aspek kemandirian meliputi :
a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)
Aspek emosional tersebut menekankan pada kemampuan remaja untuk melepaskan diri dari ketergantungan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Remaja yang mandiri secara emosional tidak akan lari ke orang tua ketika mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran atau membutuhkan bantuan. Remaja yang mandiri secara emosional juga akan memiliki energi emosional yang besar dalam rangka menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarga dan merasa lebih dekat dengan teman-teman daripada orang tua.
b. Kemandirian Bertindak (Behavioral Autonomy)
Aspek kemandirian bertindak (behavioral autonomy) merupakan kemampuan remaja untuk melakukan aktivitas, sebagai manifestasi dari berfungsinya kebebasan, menyangkut peraturan-peraturan yang wajar mengenai perilaku dan pengambilan keputusan. Remaja yang mandiri secara behavioral mampu untuk membuat keputusan sendiri dan mengetahui dengan pasti kapan seharusnya meminta nasehat orang lain dan mampu mempertimbangkan bagian-bagian alternatif dari tindakan yang dilakukan berdasarkan penilaian sendiri dan saran-saran dari orang lain.
c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)
Aspek kemandirian nilai (value autonomy) adalah kebebasan untuk memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, yang wajib dan yang hak, yang penting dan yang tidak penting. Kepercayaan dan keyakinan tersebut tidak dipengaruhi oleh lingkungan termasuk norma masyarakat, misalnya memilih belajar daripada bermain, karena belajar memiliki manfaat yang lebih banyak daripada bermain dan bukan karena belajar memiliki nilai yang positif menurut lingkungan.
Havighurst (dalam Mu'tadin, 2002) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa
aspek, yaitu:
1. Emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.
3. Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
4. Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
Mengembangkan kemandirian, merupakan salah satu usaha mempersiapkan remaja dalam
menghadapi masa depan (Asrori&Ali, 2008:108). Kemandirian sebagai unsur yang penting agar
remaja memiliki kepribadian yang matang dan terlatih dalam menghadapi masalah,
mengembangkan kesadaran bahwa dirinya cakap dan mampu, dapat menguasai diri, tidak takut
dan malu terhadap dirinya serta berkecil hati atas kesalahan yang diperbuatnya. Melalui
kemandirian diharapkan remaja mampu menentukan masa depannya sendiri sesuai dengan apa
yang diinginkan, sehingga hasil yang peroleh maksimal dan sesuai dengan kebutuhan serta
kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut.
5. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya
memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang juga berlangsung secara
bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Ali,
2010:114) mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain;
b. Mengikuti peraturan secara oportunistik dan hedonistik;
c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype);
d. Cenderung melihat kehidupan hanya sebagai permainan yang tanpa makna dan tidak berarti apa-apa (zero-sum game)
e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial;
b. Cenderung berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu stereotype dan klise;
c. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal;
d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian; e. Menyamakan diri dari ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi; f. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal;
g. Takut tidak diterima kelompok; h. Tidak sensitif terhadap keindividualan; i. Merasa berdosa jika melanggar aturan.
3. Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a. Mampu berpikir alternatif
b. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi; c. Peduli untuk mengambil manfaat dan kesempatan yang ada; d. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah;
e. Memikirkan cara hidup;
f. Penyesuain terhadap situasi dan peranan.
4. Tingkatan keempat, adalah tingkat sesama (conscientious). Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal;
b. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan;
c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain; d. Sadar akan tanggung jawab;
e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri; f. Peduli akan hubungan mutualistik;
g. Memiliki tujuan jangka panjang;
h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial; i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
5. Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistis. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:
a. Peningkatan kesadaran individualitas;
b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan; c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain;
d. mengenal eksistensi perbedaan individual;
e. mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan; f. membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya; g. mengenal kompleksitas diri;
h. peduli akan perkembanagn dan masalah-masalah sosial.
a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan;
b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain; c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial;
d. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan; e. Toleran terhadap perbedaan;
f. Peduli akan pemenuhan diri (Self-fulfilment);
g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal; h. Responsif terhadap kemandirian orang lain;
i. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain;
j. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan;
Berdasarkan perspektif tingkatan-tinggatan kemandirian diatas, menunjukan bahwa tingkat
kemandirian remaja pada umumnya bervariasi dan menyebar pada tingkatan sadar diri, seksama,
individualistik, dan mandiri. Kecenderungan bervariasi mengisyaratkan bahwa proses
pengambilan keputusan oleh remaja belum sepenuhnya dilakukan secara mandiri.
6. Terbentuknya Kemandirian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Remaja
a. Terbentuknya Kemandirian
Kemandirian terbentuk oleh interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan. Kemandirian
dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi
bawaan melalui latihan terus menerus dan dilakukan sejak dini.
Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan pengalaman
yang diperoleh dari berbagai lingkungan di luar rumah. Jika lingkungan mendukung
tumbuhnya kemandirian pada masa kanak-kanak dan mengembangkannya pada masa remaja
maka akan terbentuk pribadi mandiri yang utuh pada masa dewasa (Mu’tadin, 2002).
pada orang lain, selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan bahkan tidak berani
memikul tanggung jawabnya sendiri.
Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan
usia dan pertambahan kemampuan. Pada usia 12 sampai 15 tahun, anak sekolah di tingkat
SMP. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Pada masa ini mereka diharapkan dapat membuat
sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini
orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam
meniti perjalanan menuju masa depan. Lie & Prasasti (dalam Rahmawati, 2005:15)
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja
Menurut Ali (2010:118) Ada sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi
perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut:
1. Gen atau keturunan orang tua
Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidiknya.
2. Pola asuh orang tua
Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
3. Sistem pendidikan di sekolah
menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.
4. Sistem kehidupan di masyarakat
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam, serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja.
Sedangkan menurut Basri (dalam Suryani, 2008), kemandirian dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Faktor Endogen (internal)
Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.
b. Faktor Eksogen (eksternal)
Faktor eksogen merupakan semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, seiring pula dinamakn faktor lingkungan. Kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam kebiasaan hidup akan mempengaruhi pembentukan kepridian seseorang, termasuk dalam hal kemandirian.
Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga bukanlah semata-mata
merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangan
kemandirian juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya,
7. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasinya Bagi Pendidikan
Kemandirian sebagai aspek psikologis berkembang diturunkan oleh orang tuanya maka
intervensi positif melalui usaha pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan bagi
kelancaran perkembangan kemandirian remaja, Ali (2010:119).
Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai usaha pengembangan kemandirian remaja, antara
lain sebagai berikut:
1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Saling menghargai antar anggota keluarga;
b. Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga.
2. Penciptaan keterbukaan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Toleransi dalam perbedaan pendapat;
b. Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja; c. Keterbukaan terhadap minat remaja;
d. Mengembangkan komitmen bagi tugas remaja; e. Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja.
3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Mendorong rasa ingin tahu remaja;
b. Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan; c. Adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati.
4. Penerimaan positif tanpa syarat. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. Menerima apa pun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri remaja; b. Tidak membeda-bedakan remaja satu dengan yang lain;
c. Menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif apa pun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan.
5. Empati terhadap remaja. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan remaja;
b. Melihat berbagai persoalan remaja dengan menggunakan perspektif atau sudut pandang remaja;
6. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai;
b. Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap remaja; c. Membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja.
Upaya pengembangan kemandirian di atas diharapkan mampu mengembangkan kemandirian
pada remaja serta merupakan usaha dalam bidang pendidikan untuk kelancaran kemandirian
remaja.
Terdapat delapan tugas perkembangan peserta didik SMP merupakan kompetensi yang harus
dikuasai secara optimal. Untuk pencapaian kompetensi secara optimal ini diperlukan kerjasama
tiga pilar pendidikan yakni manajemen, pengajaran, dan bimbingan dan konseling. (Juntika
Nurhasan, 2000 : 2).
Salah satu dari delapan tugas perkembangan peserta didik adalah dalam bidang kemandirian.
Mengingat para peserta didik di SMP sebagian besar adalah remaja awal yang memiliki
karakteristik dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Adapun tugas-tugas
perkembangan peserta didik di SMP tersebut adalah sebagai berikut :Mengenal gambaran dan
mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi.
Memiliki gambaran tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi. Memiliki gambaran tentang sikap yang seharusnya diambil dalam kehidupan mandiri
secara emosional, sosial, dan ekonomi.
Memiliki kesadaran dan dorongan untuk melaksanakan sikap dasar dalam kehidupan mandiri, emosional, sosial, dan ekonomi. Motivasi untuk melaksanakan sikap dasar dalam kehidupan mandiri, emosional, sosial dan ekonomi.
Selain konseling perorangan, terdapat pula layanan konseling kelompok. Apabila konseling
perorangan menunjuk pada layanan kepada individu orang per orang, konseling kelompok justru
mengarahkan layanan kepada sekelompok individu. Dengan interaksi sosial yang intensif dan
dinamis selama berlangsungnya layanan. Layanan konseling kelompok dapat digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah yang dialami oleh para anggota kelompok.
Layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang
dilaksankan dalam suasana kelompok. Di dalam konseling kelompok terdapat pemimpin
kelompok (konselor) dan anggota kelompok (klien). Di dalamnya terjadi hubungan konseling
dalam suasana yang diusahakan sama seperti konseling perorangan yang hangat, terbuka dan
penuh kehangatan. Terdapat juga pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran
sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah jika diperlukan menggunakan
metode-metode khusus, evaluasi dan tindak lanjut.
Berbagai macam rumusan tentang pengertian konseling kelompok akan dibahas dalam bab ini,
namun dalam pembahasannya terlebih dahulu akan disampaikan tentang pengertian konseling
kelompok menurut beberapa para ahli:
Menurut Winkel (1991:485) Konseling kelompok merupakan merupakan bentuk khusus dari layanan konseling, yaitu wawancara konseling antara konselor professional dengan beberapa orang sekaligus yang tergabung dalam suatu kelompok kecil.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok merupakan
bantuan yang diberikan oleh konselor dalam upaya pemecahan masalah individu kearah
pengentasan permasalahan kepada beberapa klien yang tergabung dalam kelompok kecil.
1. Dinamika Kelompok
Dinamika kelompok adalah kekuatan yang mendorong kehidupan kelompok. Dinamika
kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok, artinya
merupakan pengarahan secara serentak semua faktor ynag dapat digerakkan dari kelompok itu.
Dengan demikian, dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi
suatu kelompok.
Peranan dinamika kelompok dalam konseling dan konseling merupakan usaha pemberian
bantuan kepada orang-orang yang memerlukan. Suasana kelompok yaitu antar hubungan dari
semua orang yang terlibat dalam kelompok dapat merupakan wahana dimana masing-masing
anggota kelompok itu (secara perorangan) dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan dan
berbagai reaksi dari anggota kelompok lainnya untuk kepentingan dirinya yang bersangkut paut
dengan pengembangan diri anggota kelompok yang bersangkutan. Dari segi lain, kesempatan
mengemukakan pendapat, tanggapan dan berbagai reaksipun dapat merupakan peluang yang
sangat berharga bagi perorangan yang bersangkutan. Kesempatan timbal balik inilah yang
merupakan dinamika dari kehidupan kelompok (dinamika kelompok) yang akan membawa
manfaat bagi anggotanya.
Kehidupan kelompok dijiwai oleh dinamika kelompok yang akan menentukan arah gerak dan
yang hidup adalah yang berdinamika, bergerak dan aktif berfungsi untuk memenuhi suatu
kebutuhan dan mencapai suatu tujuan.
Menurut Prayitno (1995: 66-67) Keterampilan berkomunikasi secara efektif, sikap bertenggang rasa, memberi dan menerima, toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis, memiliki sikap tanggung jawab sosial seiring dengan kemandiriannya yang kuat, merupakan arah pengembangan pribadi yang dapat dijangkau melalui keaktifannya dinamika kelompok.
Hal diatas menjelaskan bahwa anggota kelompok memiliki keterampilan komunikasi secara
efektif merupakan kunci pokok keaktifannya dinamika kelompok dalam mengembangkan
kemampuan-kemampuan sosial.
Berkaitan dengan konseling kelompok maka dinamika kelompok merupakan suatu wadah yang
hidup, bergerak dan berdenyut. Selalu aktif dalam rangka membantu indivdu-individu untuk
dapat secara mandiri maupun bersama dalam memecahkan masalahnya. Oleh karena itu,
dinamika kelompok memegang peranan penting sebagai wadah kehidupan atau jiwa dan gerak
kelompok. Sehingga kelompok mempunyai peran membantu memecahkan masalah pribadi para
anggota kelompok, yaitu apabila interaksi dalam kelompok itu difokuskan pada pemecahan
masalah pribadi yang dimaksudkan, masing-masing anggota kelompok akan menyumbang baik
langsung maupun tidak langsung dalam pemecahan masalah pribadi tersebut.
2. Pembentukan Kelompok
Kelompok pada dasarnya didukung dan dibentuk melalui berkumpulnya sejumlah orang.
Kumpulan orang-orang itu menjunjung suatu atau beberapa kualitas tertentu, sehingga dengan
demikian kumpulan tersebut menjadi sebuah kelompok. Unsur-unsur yang paling pokok untuk
terbentuknya suatu kelompok yaitu tujuan, keanggotaan dan kepemimpinan serta aturan yang
tujuan. Keanggotaan suatu kelompok justru ditentukan oleh keterikatan individu yang
bersangkutan pada tujuan yang dimaksudkan itu.
Kebersamaan dalam kelompok lebih lanjut diikat dengan adanya pemimpin kelompok yang
bertugas mempersatukan seluruh anggota kelompok untuk melakukan kegiatan bersama dan
untuk melakukan tujuan yang satu secara bersama-sama. Memiliki aturan dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan tanpa aturan itu pemimpin kelompok tidak dapat menjalankan fungsinya
dengan baik, kegiatan anggota tidak terarah, atau akan terjadi kesimpangsiuran, atau bahkan
benturan atau kekacauan, yang semuanya akan mengakibatkan tujuan bersama tidak tercapai.
Dengan demikian jelaslah bahwa suatu kelompok membutuhkan aturan, nilai-nilai, atau
pedoman yang memungkinkan seluruh anggota bertindak dan mengarahkan diri bagi pencapaian
tujuan-tujuan yang mereka kehendaki.
Prayitno (1995:309) mengatakan jumlah anggota dalam konseling kelompok dikenal dengan
kelompok dua (yang terdiri dari 2 orang), kelompok 3 dan seterusnya, kelompok kecil (terdiri
dari 2-5 orang), kelompok sedang (terdiri dari 6-15 orang), kelompok agak besar (terdiri dari
16-25 orang), kelompok besar (terdiri dari 27-40 orang).
Menurut sikap pembentukannya dikenal dengan adanya kelompok primer (misalnya satuan
keluarga) dan kelompok sekunder yaitu kelompok yang dibentuk secara sengaja untuk
tujuan-tujuan tertentu (misalnya kelompok belajar, kelompok murid dalam satu kelas, kelompok
organisasi pemuda dan lain-lain).
Kegiatan konseling kelompok berlangsung dalam beberapa tahap, Prayitno (1995)
mengemukakan ada empat tahap kegiatan yang perlu dilalui dalam kegiatan konseling kelompok
yaitu :
a. Tahap Pembentukan
Yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan sejumlah individu menjadi satu kelompok yang
siap mengembangkan dinamika kelompok dalam tujuan bersama.Kegiatan pada tahapan ini
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
b. Tahap Peralihan
Tahap peralihan ialah tahapan untuk mengalihkan awal kelompok ke kegiatan berikutnya
yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok. Kegiatan pada tahapan ini dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
c. Tahap Kegiatan
Tahap kegiatan yaitu tahap kegiatan inti untuk membahas topik-topik tertentu. Pada tahap
inilah layanan konseling kelompok menampilkan jati dirinya. Kegiatan pada tahapan ini
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
d. Tahap Pengakhiran
Tahap pengakhiran yaitu tahap akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah
dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya. Kegiatan
TAHAP-TAHAP KEGIATAN KELOMPOK DALAM KONSELING KELOMPOK
BAGAN I: