• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

SANWACANA

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2012/2013”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Penulis menyadari di dalam menyusun skripsi ini bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis semata. Namun juga bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis sampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan Konseling sekaligus Pembimbing Utama pada penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kesediaan waktu dan tenaganya yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan waktu, ide, petunjuk, bimbingan selama penyusunan skripsi serta memberikan ilmunya selama penelitian.

(2)

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan Konseling FKIP Unila, terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan berlangsung, semoga apa yang bapak dan ibu berikan dapat bermanfaat untuk masa depan.

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FKIP Unila, terima kasih atas bantuannya selama ini dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi kami.

8. Bapak Ahmad Syafei, M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 5 Bandar Lampung. Terima kasih atas bantuan dan kesediaannya membantu penulis dalam memberikan izin penelitian.

9. Ibu Woro Wardhani, S.Pd., selaku Guru Bimbingan dan Konseling SMP Negeri 5 Bandar Lampung

yang telah memberikan bimbingan dalam penelitian.

10. Guru dan Staf Tata Usaha SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang telah memberikan bantuan dalam penelitian.

11. Kedua orang tuaku tercinta yang tak henti-hentinya menyayangiku, dan tanpa lelah memberikan semua pengorbanan, doa, dukungan, semangat serta selalu sabar menantikan keberhasilanku.

12. Kakakku (Mas Inu) dan kedua adikku (Cimot dan Dewi), Mbak Lina serta keponakan kecilku Sakina Bunga Dzikria yang kusayangi dan selalu senantiasa memberikan do'a, semangat dan motivasi

kepadaku.

13. Sahabat-sahabat seperjuangku (team Mapala 9CM), Dian Shinta ’Ambar’sari, ’Chingu’ Satri, Dwi ’Dudu’ Trisnaningsih, Arlia ’Pringsewu’, Cimudt ’Ardiyanti’, Ipeh ’Zoom’, Wita, Lie ’Jolie’, Era terima kasih untuk motivasi yang diberikan dan untuk persahabatan yang indah serta perjuangan indah di saat-saat terakhir kita.

(3)

memberikan kenangan manis. Terimakasih atas kebersamaan dan kekompakan kita selama ini.

Semoga kita tetap kompak selalu.

15. Kakak dan adik tingkat Program Studi Bimbingan dan Konseling dari Angkatan 2001 sampai Angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena keterbatasan memoriku, terima kasih

atas kebersamaannya

16. Rekan-rekan PPL di SMP Negeri 3 Bandar Lampung : Gali, Idun, Imam, Dies, Herlina, Mbak Yuli, Ike. Terima kasih atas kebersamaannya. Semoga kita semua bisa menjadi orang yang sukses dan apa yang diharapkan dapat tercapai.

17. Siswa-siswi SMP Negeri 5 Bandar Lampung (Desmi, Febri, Icut, Rini, Asep, Mutiara, Maulidza, Novri) sebagai subjek penelitianku. Terima kasih atas bantuan dan kerja sama adek-adek sekalian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

18. Rekan-rekan sesama volunteer di Autism Care Indonesia (Kak Shinta, Susi, Ridho, Erin, Diana, Tara, Jeje, Aslama, Arum, Idjo, Bebi, dan kawan-kawan lainnya). Terima kasih atas dorongan dan motivasinya selama ini. Tetap jaga semangat dan kekompakan kita.

19. Untuk semua nama yang tidak disebutkan di sini tapi pernah mengisi dan mewarnai hidupku, terima kasih atas semua kasih sayang, kebaikan, dan dukungan yang telah memberikan kesan dan pelajaran hidup yang berharga bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(4)

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis,

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tanjungkarang, Lampung tanggal 19 Mei 1987, merupakan anak kedua dari 4

bersaudara, dari pasangan Bapak Heru Sasongko dan Ibu Ruswati.

Jenjangpendidikanpenulisdimulaidari pendidikandi Taman

Kanak-kanakCendrawasihTanjungAgung, Bandarlampungtahun 1993.Kemudianmelanjutkan di Sekolah

Dasar (SD) Negeri1 Sawah Lamatahun 1999. Menyelesaikanpendidikanlanjutan

diSekolahLanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 10 Bandar Lampungtahun 2002, dan

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri5Bandar Lampung tahun 2005.

Tahun 2005, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan Program Studi

Bimbingan Konseling FKIP Unila melalui jalurSeleksi Peneriamaan Mahasiswa

Baru(SPMB).Dan tahun 2009 penulis telah melaksanakan Praktik Layanan Bimbingan

Konseling (PLBK) di SMPNegeri 3Bandar Lampung.

Selamamasaperkuliahan, penulispernahmengikutibeberapaorganisasidiantaranya: anggota FPPI

dimulaisejaktahun 2005, volunteer keterapisan di Klinik Autism Care Indonesia (ACI)

(6)
(7)

PERSEMBAHAN

Sebuah karya kecil... yang menambah warna dalam kehidupanku, dengan segala kerendahan hati kupersembahkan pada Mu Ya Robbi, sebagai pemberi kehidupan dan sumber kekuatan untukku menjalaninya.

AyahandakuHerusasongkodanIbundaRuswati

yangtakpernahlelahmemberikandoa, semangatdanpengorbanan sertalinangan air mata ….., yang selalu terarah untukku. . Terimakasihataskesabarannyadalammenantikeberhasilanku.

Kakakku, Mas Wisnu, sertaKeduaAdikkuTrisnodanDewisertaMbaksematawayangku, MbakLina. Terimakasihuntukdoadanmotivasi yang telahdiberikan.

KeponakankutersayangSakinaBungaDzikria

yangmampumemberikankeceriaandanmenghilangkansemuakesedihan.

Untuksemua orang yang mendoakandanmengharapkankeberhasilanku.

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Tabelhalaman

Tabel 1.Data Siswa Yang Memiliki KemandirianRencana

StudiLanjut Yang Rendah ... 46

Tabel 2.SkorNilaiAlternatifJawaban ... 50

Tabel 3.Kisi-Kisi Skala Kemandirian ... 51

Tabel 4.Kriteria Kemandirian Rencana Studi Lanjut ... 60

Tabel 5.Data HasilPretestSebelumPemberianLayanan Konseling kelompok ... 60

(10)

MOTTO

Impian, Cinta, dan Kehidupan. Sederhana, tapi luar biasa.... ada dalam diri

setiap manusia jika mau meyakininya”

(Donny Dhirgantoro, 5cm)

”Yang terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana cara kita untuk melakukan

yang terbaik pada setiap tarikan napas kita. Hingga tak besar penyesalan yang

(11)

1

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. 2010. Psikologi Remaja.PT Bumi Aksara: Jakarta

Ali, M & Asrori, M. 2004. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Bumi Aksara: Bandung

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta

Azwar, S. 1995. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta

Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Bahara. 2008. Pengantar Interaksi Belajar–Mengajar Dasar Dan Teknik

Metodologi Pengajaran. Bandung: Transito

Basri, H. 2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Djali. 2007. Psikologi Pendidikan. PT Bumi Aksara: Jakarta

Emzir. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Gea, A. 2002. Relasi dengan Diri Sendiri. Gramedia: Jakarta

Hadi, S. 1984. Bimbingan Menulis Skripsi, Thesis. Psikologi Gama: Yogyakarta

Harrold, F. 2005. The 10 Minutes Life Coach.. Gramedia: Jakarta

Jannah, I. 2006. Seri Pengembangan Pribadi Remaja: Every Day is Pede Day. Era Eureka: Solo

(12)

2

Mu’tadin. 2002. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, (Online) http://0248.multiply.com/journal/item/17/Kemandirian_Sebagai_Kebutu han_Psikologis_Remaja

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Galia Indonesia: Padang

Rahmawati, S.H. 2005. Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung dengan Anak Bungsu. Universitas Negeri Semarang (skripsi)

Setiyowati, A. 2008. Hubungan Antara Kemandirian dengan Kecenderungan

Aktualisi Diri pada Remaja di Kulliyatu Al-Mu’allimi Al-Islamiyah pondok Pesantren Ibnul Qoyim Putri. Universitas Ahmad Dahlan: Jogjakarta (Skripsi)

Setyawan, I. 2008. Hubungan Kemandirian dengan Adversity Intelligence pada Remaja Tuna Daksa di SLB-D YPAC Surakarta. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro: Semarang (Skripsi)

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka

Cipta: Bandung

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. ALFABETA: Bandung

Sukardi, DK. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta

Suryani, I. 2008. Hubungan antara Kemandirian dengan

Kemampuan Penyesuaian Diri pada Santriwati Kelas Satu Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Sukoharjo Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008. Universitas Ahmad Dahlan: Jogjakarta (Skripsi)

Whitherington. 1999. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta

Winkel. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Grasindo: Jakarta

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

Gambar 1.1.Kerangka Pikir Penelitian ... 12

Gambar 2.1. Tahap Pembentukan ... 36

Gambar 2.2.Tahap Peralihan ... 37

Gambar 2.3.Tahap Kegiatan ... 38

Gambar 2.4.Tahap Pengakhiran ... 39

Gambar 3.1. PolaOne-Group Pretest-Posttest Designs ... 44

Gambar 3.2.Hubungan Antar Variabel ... 47

Gambar 4.1.GrafikPeningkatanKemandirian RencanaStudiLanjut ... 62 Gambar 4.2.Grafik Perubahan KemandirianDesmiatunSiti... 73

Gambar 4.3.Grafik Perubahan Kemandirian Cut Tiari ... 75

Gambar 4.4. Grafik Perubahan KemandirianFebriyanti ... 77

Gambar 4.5. Grafik Perubahan KemandirianAnggriNovri ... 79

Gambar 4.6. Grafik Perubahan KemandirianRiniIqtara ... 82

Gambar 4.7. Grafik Perubahan KemandirianMaulidzaAulia ... 84

Gambar 4.8. Grafik Perubahan KemandirianMutiaraLatifah ... 86

(14)

DAFTAR ISI

2. Identifikasi Masalah ... 7

3. Pembatasan Masalah ... 8

4. Rumusan Masalah ... 8

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

4. Aspek-Aspek Kemandirian ...21

5. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian ...23

6. Terbentuknya Kemandirian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja ... 25

a. Terbentuknya Kemandirian ...25

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja ...26

4. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan ImplikasinyaBagi Pendidikan ...28

B. Layanan Konseling Kelompok ... 30

1. Dinamika Kelompok ...31

2. Pembentukan Kelompok ... 33

(15)

Menggunakan Layanan Konseling Kelompok ...40

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ...43

B. Subjek Penelitian ...45

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...46

1. Variabel Penelitian ...46

b. Definisi Operasional Variabel ...47

D. Teknik Pengumpulan Data ...49

E. Uji Instrumen ...52

1. Uji Validitas Instrumen ...52

2. Uji Reliabilitas ...54

F. Teknik Analisis Data...56

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...58

1. Gambaran Hasil Pra Konseling Kelompok ...58

2. Deskripsi Data ...59

B. Data Skor Subjek Sebelum (Pretest) dan Sesudah (Posttest) Mengikuti Layanan Konseling Kelompok ...61

C. Analisis Data Hasil Penelitian ...65

1. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ...66

a. Pelaksanaan Tahap I: Pembentukan ... 67

b. Pelaksanaan Tahap II: Peralihan ...69

c. Pelaksanaan Tahap III: Kegiatan ...69

d. Pelaksanaan Tahap IV: Pengakhiran ...70

(16)

UPAYA MENINGKATKAN K

MENGGUNAKAN LAYANAN PADA SISWA DI SMP NE

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh

WISNI WIDYAWATI 0513052049

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2012

(17)
(18)

UPAYA MENINGKATKAN K

MENGGUNAKAN LAYANAN PADA SISWA DI SMP NE

Sebagai Salah SatuSyaratuntukMencapaiGelar

Program StudiBimbinganKonseling

FakultasKeguruandanIlmuPendidikanUniversitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

PADA SISWA DI SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013

Oleh WisniWidyawati

0513052049

Skripsi

Sebagai Salah SatuSyaratuntukMencapaiGelar SarjanaPendidikan

Pada

Program StudiBimbinganKonseling

FakultasKeguruandanIlmuPendidikanUniversitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

TUDI LANJUT KONSELING KELOMPOK

(19)

ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIAN RENCANA STUDI LANJUT

MENGGUNAKANLAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA SMP NEGERI 5 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2011/2012

OLEH

WISNI WIDYAWATI

Masalah dalam penelitian ini adalah kemandirianrencana studi lanjut siswa yang rendah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok?”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemandirian siswa rencana studi lanjut menggunakan layanan konseling kelompok.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain

One-Group Pretest-PosttesDesign. Subjek dalam penelitian sebanyak 8 siswa kelas VIII yang

kurang memiliki kemandirian rencana studi lanjut. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala kemandirian.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kemandirian rencana studi lanjut siswadapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok, hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data dengan menggunakan uji Wilcoxon, dari hasil pretest dan posttest yang diperoleh zhitung = 2,52 > ztabel = 0,012 maka, Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

Kesimpulan dalam penelitian ini terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok pada siswa di SMP Negeri 5 Bandarlampung Tahun Ajaran 2011/2012. Artinya kemandirian rencana studi lanjut siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

(20)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH

1. Latar Belakang

Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan unsur-unsurnya yang mempunyai

nilai diri yang spesifik. Kemandirian bukan berarti menyendiri atau serba sendiri. Seseorang

yang mandiri adalah seseorang yang berhasil membangun nilai dirinya sedemikian rupa sehingga

mampu menempatkan perannya di dalam kehidupannya dengan penuh manfaat.

Usia siswa SMP hampir seluruhnya adalah individu yang tengah memasuki masa remaja awal.

Para ahli pada umumnya sependapat, bahwa masa remaja adalah masa yang mempunyai

karakteristik tersendiri. Kebiasaan, harapan, tuntutan, cita-cita, kebutuhan, minat dan segala pola

hidupnya diwarnai oleh idealisme yang tinggi. Pada masa tersebut telah terjadi berbagai

persoalan di dalam diri mereka. Remaja menghadapi persoalan identitas, yaitu mereka kurang

mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya, apa yang mampu dikerjakan, ke arah mana ia

berjalan, dan dimana tempatnya di dalam masyarakat. Seringkali dalam mencari dunianya,

banyak dari mereka yang setengah menyadari akan potensi yang mereka miliki karena

(21)

Persoalan pun semakin kompleks setelah mereka dihadapkan pada banyak alternatif pilihan yang

rumit. Mereka memerlukan bantuan agar mereka dapat menentukan pilihan secara realistis dan

tepat serta dapat menghubungkan apa yang dimilikinya dengan tuntutan yang diperlukan dalam

memilih karir yang dipilihnya.

Pada usia remaja, siswa seharusnya telah mampu merencanakan tentang kehidupan di masa

depannya, termasuk dalam hal menentukan studi lanjutan. Siswa dapat dikatakan telah memiliki

minat yang jelas terhadap jenis pendidikan. Oleh karena itu secara sadar mereka telah

mengetahui pula bahwa untuk mencapai pekerjaan yang diidamkannnya itu, mereka memerlukan

sarana pendidikan, pengetahuan dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki.

Bagi siswa yang sebagian besar telah memasuki usia remaja memperoleh kebebasan atau

kemandirian merupakan tugas mereka. Kemandirian mengandung arti bahwa siswa harus belajar

dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai

dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya.

Dengan demikian, siswa akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan pada orang

tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal.

Secara psikologis, siswa SMP telah cukup mampu untuk memikul tanggung jawab dan hidup

mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Siswa SMP telah berkemampuan untuk menarik

keputusan, sekalipun dasar pertimbangan yang digunakan belum cukup luas terutama yang

berkaitan dengan pandangan akan masa depan yang belum mantap. Oleh karenanya, mereka

(22)

Selama masa pendidikan, tuntutan terhadap kemandirian sangat besar dan bila tidak direspon

secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan

psikologis siswa di masa mendatang. Di tengah berbagai gejolak perubahan yang terjadi di masa

kini, betapa banyak siswa yang mengalami kekecewaan dan rasa frustasi yang mendalam

terhadap orang tua karena tidak kunjung mendapat apa yang dinamakan kemandirian. Hal ini

mengakibatkan mereka tidak mandiri dalam bertindak dan akan selalu mengalami

ketergantungan pada orang lain.

Sebagai contoh adalah siswa yang mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti

kehendak orang tua dengan mengikuti keinginannya sendiri. Jika ia mengikuti kehendak orang

tua maka dari segi ekonomi yaitu dalam bentuk biaya sekolah, siswa akan terjamin karena orang

tua pasti akan membantu sepenuhnya. Sebaliknya jika ia tidak mengikuti kemauan orang tua bisa

jadi orang tuanya tidak mau membiayai sekolahnya lagi. Situsasi yang demikian ini sering

dikenal sebagai keadaan yang ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri

siswa. Konflik ini akan memengaruhi siswa dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering

menimbulkan hambatan di dalam proses pengambilan keputusannya.

Contoh yang ditemukan di lapangan adalah terdapat beberapa siswa yang mengalami dilema

yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua dengan mengikuti keinginannya sendiri

atau dalam hal pemilihan studi lanjut ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Dalam hal ini

masih banyak dijumpai orang tua yang sangat ngotot untuk memasukkan anaknya ke sekolah

yang mereka kehendaki meskipun anaknya sama sekali tidak berminat untuk masuk ke sekolah

(23)

Situasi seperti ini akan menimbulkan konflik pada diri siswa sendiri. Konflik ini akan

memengaruhi siswa dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan

dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam beberapa kasus yang terjadi tidak

jarang siswa menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam terhadap orang tuanya

atau orang lain di sekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali diungkapkan dengan

perilaku-perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain, tidak semangat

dalam menyelesaikan tugas sekolah yang diberikan oleh gurunya dan dapat membahayakan

dirinya dan orang lain di sekitarnya. Hal ini tentu saja sangat merugikan siswa tersebut karena

akan menghambat tercapainya kedewasaan dan kematangan kehidupan psikologisnya.

Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara yang disertai dengan informasi dari guru

pembimbing di SMP Negeri 5 Bandar Lampung yang menjelaskan bahwa saat ini SMP Negeri 5

Bandar Lampung merupakan salah satu Sekolah yang sedang dalam proses penerapan RSBN

(Rintisan Sekolah Bertaraf Nasional), tetapi dari seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 210

orang ternyata masih terdapat masalah yang kompleks yang berhubungan dengan kemandirian

siswa dalam merencanakan studi lanjut. Di antaranya 1) terdapat siswa yang belum bisa

menentukan rencana studi lanjut yang akan diambil, 2) terdapat siswa yang merasa sulit saat

harus memilih satu di antara bermacam-macam pilihan studi lanjut, 3) terdapat beberapa siswa

yang saat akan merencanakanpilihan studi lanjut, selalu menyerahkan atau meminta bantuan

orang lain untuk memutuskannya, 4) terdapat siswa yang akan melanjutkan studi lanjut

berdasarkan keinginan dan pilihan orang tua, 5) terdapat siswa yang menentukan studi lanjut

(24)

Siswa kelas VIII dipilih sebagai sasaran penelitian adalah karena padausia ini merupakan usia

pertengahan masa remaja dengan berbagai permasalahan remaja yang kompleks dan para remaja

akan dihadapkan pada berbagai pilihan dalam hidupnya seperti pemilihan studi lanjut. Penelitian

ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu siswa agar lebih mandiri dalam merencanakan

studi lanjut ke jenjang berikutnya yang akan diambil setelah lulus sekolah.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kemandirian rencana studi

lanjut adalah dengan menggunakan layanan konseling kelompok.Layanan konseling kelompok

pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan dalam suasana

kelompok. Di dalam konseling kelompok terdapat pemimpin kelompok (konselor) dan anggota

kelompok (klien). Di dalamnya terjadi hubungan konseling dalam suasana yang diusahakan sama

seperti konseling perorangan yang hangat, terbuka dan penuh kehangatan. Terdapat juga

pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah,

upaya pemecahan masalah jika diperlukan menggunakan metode-metode khusus, evaluasi dan

tindak lanjut.

Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah

dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Dalam layanan konseling kelompok menggunakan

pendekatan interaksional, di mana dalam pendekatan tersebut menitikberatkan interaksi atau

hubungan timbal balik antar anggota, anggota dengan konselor (pemimpin kelompok) dan

sebaliknya, yang akan nampak dalam dinamika kelompok. Interaksi itu selain berusaha bersama

untuk dapat memecahkan masalah juga setiap anggota kelompok dapat belajar untuk

mendengarkan secara aktif, melakukan konfrontasi dengan tepat, memperhatikan perhatian yang

(25)

Di dalam kelompok, anggota kelompok akan saling menolong, menerima, berempati dengan

tulus. Keadaan ini membutuhkan suasana yang positif antara anggota, sehingga mereka akan

merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif dalam diri mereka. Konseling kelompok

bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti

bahwa konseling kelompok memberikan dorongan dan kemandirian kepada individu untuk

membuat perubahan-perubahan atau bertindak dengan memanfaatkan potensi secara maksimal

sehingga dapat mewujudkan diri yang ideal.

Tujuan Umum dari kegiatan layanan konseling kelompok adalah untuk mengembangkan

kepribadian siswa dimana berkembang kemampuan sosialisasinya, komunikasinya, kepercayaan

diri, keperibadian, dan mampu memecahkan masalah yang berlandaskan nilai ilmu dan agama.

Di samping itu,layanan konseling kelompok pun memiliki beberapa manfaat bagi siswa di

antaranya yaitu: membantu siswa agar berkembang menjadi pribadi yang mandiri; bertanggung

jawab, kreatif, produktif dan berperilaku jujur, membantu meringankan beban mental siswa

dalam belajar; membantu siswa untuk memahami diri dan lingkungannya; membantu mencegah

atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan

dirinya; membantu mengembangkan kemampuan berkomunikasi, menerima atau menyampaikan

pendapat, bertingkah laku dan hubungan sosial, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat; dan

membantu untuk mencari dan menggali informasi tentang karir, dunia kerja dan prospek masa

depan siswa.

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa layanan

konseling kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut

(26)

Lanjut Menggunakan Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”.

2. Identifikasi Masalah

Dengan memperhatikan uraian latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Terdapat siswa yang belum bisa menentukan rencana studi lanjut yang akan diambil.

2. Terdapat siswa yang merasa sulit saat harus memilih satu di antara bermacam-macam

pilihan keputusan studi lanjutan.

3. Terdapat beberapa siswa yang saat akan merencanakan suatu pilihan studi lanjut, selalu

menyerahkan atau meminta bantuan orang lain untuk memutuskannya.

4. Terdapat siswa yang akan melanjutkan studi lanjut berdasarkan keinginan dan pilihan

orang tua.

5. Terdapat siswa yang menentukan studi lanjut karena mengikuti teman

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang ada, maka penulis membatasi

masalah dalam penelititian ini. Secara konseptual penelitian ini akan menelaah tentang “Upaya

Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan Layanan Konseling

Kelompok”.

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka masalah

(27)

menentukan suatu rencana studi lanjut. Permasalahannya adalah: “Apakah kemandirian rencana

studi lanjutsiswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok?”.

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

“Mengetahuipeningkatan kemandirian rencana studi lanjutmelalui layanan konseling kelompok

pada siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung tahun ajaran 2012/2013”.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis.

Menambah khasanah pengetahuan dalam dunia pendidikan, khususnya konseling dan

konseling tentang kemandirian rencana studi lanjut.

b. Manfaat praktis.

Memberikan informasi tentang kemandirian rencana studi lanjut pada siswa di SMP Negeri 5

Bandar Lampung pada tahun ajaran 2012/2013 kepada siswa sebagai anak, orang tua atau

(28)

kemandirian anak atau siswa asuh melalui kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah

maupun pengembangan kemandirian mahasiswa oleh para dosen.

C. Kerangka Pikir

Sebagian besar usia siswa SMP hampir seluruhnya adalah individu yang tengah memasuki masa

remaja awal. Remaja perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya, karena

remaja berada pada tahap perkembangan yang sangat potensial dan dalam proses mencari

identitas diri. Usaha mempersiapkan remaja menghadapi masa depan yang serba kompleks, salah

satunya adalah dengan cara meningkatkan kemandirian.

Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama

perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi

berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan

bertindak sendiri. Melalui kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat

berkembang dengan lebih mantap.

Remaja harus belajar dan berlatih dalam membuat rencana, memilih alternatif, membuat

keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang dilakukannya. Remaja akan berangsur-angsur melepaskan diri dari ketergantungan

pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam banyak hal.

(29)

Berdasarkan fakta di lapangan, di SMP Negeri 5 Bandar Lampung terdapat beberapa siswa kelas

VIII yang memiliki kemandirian rencana studi lanjutyang rendah. Kemandirian rencana studi

lanjut siswa yang rendah menyebabkan siswa merasa bingung dengan pilihan studi lanjut yang

akan diambil setelah lulus sekolah, siswa cenderung menyerahkan keputusan studi lanjut kepada

orang tua, siswa tidak memiliki kepercayaan diri terhadap rencana studi lanjut yang akan diambil

dan memilih studi lanjut karena mengikuti teman.

Kemandirian yang rendah dalam merencanakanstudi lanjut tersebut tidak dapat dibiarkan begitu

saja, karena hal ini menyangkut masalah masa depan siswa. Untuk itu kemandirian rencana studi

lanjut pada siswa perlu ditingkatkan, agar siswa dapat menentukan sendiri rencana studi lanjut

yang akan diambil setelah lulus sekolah secara tepat, yang sesuai dengan bakat, minat dan

kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Untuk mengatasi masalah rendahnya kemandirian rencana

studi lanjut pada siswa, peneliti mencoba menggunakan layanan konseling kelompok

berdasarkan manfaat yang bisa diperoleh dari pemberian layanan konseling kelompok yaitu

peserta kelompok didorong untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan

masalahnya, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri dan mampu merencanakan

sendiri mengenai keputusan berbagai masalah yang dihadapinya

Dalam kegiatan layanan konseling kelompok terjadi proses penerimaan dan pengertian dari

teman dalam kelompok menghasilkan rasa aman dan rasa bersatu yang akan mendukung proses

introspeksi dan ekspresi perasaan-perasaan mendalam sehingga akan menciptakan penerimaan

dan pengalaman-pengalaman serta perubahan sikap yang dicobakan akan memperkuat

kemandirian untuk mengadakan perubahan pada dirinya. Pengalaman kelompok juga akan

(30)

antar pribadi yang secara alami, serta memperkembangkan keberanian untuk mencoba

memecahkan masalah-masalah pribadi dan konflik emosional.

Layanan ini menaruh kepercayaan bahwa klien memiliki kesanggupan untuk memecahkan

masalahnya sendiri secara mandiri. Karena itu, dalam layanan konseling kelompok ini kegiatan

sebagian besar difokuskan pada masalah yang dimiliki oleh peserta kelompok. Peserta kelompok

didorong oleh konselor untuk mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan

masalahnya, sehingga mereka dapat menjadi individu yang mandiri dan mampu membuat

keputusan sendiri mengenai berbagai masalah yang dihadapinya.

Secara umum tujuan penggunaan layanan konseling kelompok yang ingin dicapai adalah untuk

membantu individu atau klien agar berkembang secara optimal sehingga ia mampu menjadi

manusia yang berguna.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba menggunakan layanan konseling kelompok

dalam meningkatkan kemandirian rencana studi lanjut.

Berikut dapat digambarkan alur kerangka pikir dalam penelitian ini.

Layanan Konseling Kelompok

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian

Kemandirian Rencana Studi Lanjut Rendah

(31)

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa, pada awalnya siswa yang memiliki kemandirian

rencana studi lanjut yang rendah melalui layanan konseling kelompok, diharapkan siswa dapat

memperoleh kemandirian rencana studi lanjut yang akan diambil setelah lulus sekolah, serta

mereka mampu menentukan masa depan mereka sendiri tanpa adanya paksaan dan pengaruh dari

orang-orang di sekitarnya agar mereka benar-benar dapat memperoleh kemandiriannya.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari suatu permasalahan penelitian, dimana

jawaban atau dugaan tersebut telah terbukti dengan data-data yang telah dikumpulkan peneliti.

Menurut Arikunto (2006:62) Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian seperti terbukti melalui data yang terkumpul.

Agar penelitian ini terarah, dengan demikian diperlukan adanya hipotesis sehingga kemandirian

rencana studi lanjut yang rendah pada siswa dapat ditingkatkan melalui layanan konseling

kelompok. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat

perbedaan kemandirian rencana studi lanjut pada siswa sebelum dan sesudah diberikan layanan

konseling kelompok”.

Sesuai dengan hipotesis penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis statistik sebagai berikut:

Ha : Terdapat perbedaan kemandirian rencana studi lanjut pada siswa sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok

(32)

Peneliti menggunakan uji statistik non parametik dengan uji Wilcoxon, dengan ketentuan jika

hasil zhitung > ztabel maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima. Tetapi, jika zhitung < ztabel maka Ho

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini berjudul ” Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan

Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa di SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Ajaran

2012/2013”. Maka, berikut ini uraian teori yang berhubungan dengan kemandirian dan layanan

konseling kelompok.

A. KEMANDIRIAN

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi individu.

Seseorang tidak pernah lepas dari cobaan dan tantangan dalam menjalani kehidupan ini. Individu

yang memiliki kemandirian tinggi akan mampu menghadapi segala permasalahan karena

individu yang mandiri tidak bergantung pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan

memecahkan masalah yang ada.

Gea (2002:145) mengatakan Seseorang yang mandiri adalah suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak atau keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan atau perbuatan nyata guna menghasilka sesuatu (barang atau jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya.

Dalam hal ini mandiri berarti suatu sikap seseorang dalam mewujudkan keinginan dirinya untuk

(34)

Mu’tadin (2002) mengemukakan bahwa Kemandirian adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri.

Artinya bahwa kemandirian tercipta karena proses belajar yang terjadi secara terus menerus

sehingga pada akhirnya individu tersebut dapat bertindak sendiri sesuai dengan pilihannya.

Kemandirian, menurut Basri (2000:53) adalah keadaan seseorang dalam kehidupannya mampu

memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan

seseorang dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung

pada orang lain.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan kemandirian dalam penelitian ini adalah perilaku

siswa dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung

pada orang lain.

Kemandirian dapat pula diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk

mencari dan memilih sendiri apa yang diinginkannya, tidak bergantung pada orang lain, sehingga

usaha yang dilakukannya dapat membuahkan hasil yang maksimal sesuai dengan apa yang

diinginkannya dan dimilikinya serta dapat berdiri dengan kekuatan sendiri.

Individu akan memiliki jiwa kemandirian yang kuat jika memiliki suatu kebutuhan dan

keinginan yang besar yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Kemandirian yang dimiliki

seseoranng dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam dan dari luar diri individu yaitu

(35)

Kemandirian juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali

(2010:118). Ada beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan kemandirian seseorang, yaitu :

1. Dipengaruhi oleh genetika 2. Pola asuh orang tua

3. Sistem pendididkan di sekolah 4. Sistem kehidupan di masyarakat.

Pembentukan kemandirian seseorang anak dipengaruhi oleh genetika yang diturunkan oleh orang

tua kepada anaknya. Orang tua yang memiliki kemandirian yang tinggi kemungkinan besar akan

diturunkan kepada anaknya, sehingga anak akan memiliki kemandirian seperti orang tuanya.

Cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik sangat besar pengaruhnya terhadap

perkembangan dan pembentukan kemandirian anaknya. Sistem pendidikan yang demokratis akan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan meningkatkan kamandirian

yang dimilikinya. Begitu pula sistem kehidupan di masyarakat yang terlalu menekankan

pentingnya hirarki struktur sosial dapat menghambat perkembangan kemandirian individu.

Havighurst(dalam Mu’tadin, 2002) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa

aspek, yaitu:

 Emosi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak bergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua

 Ekonomi, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak bergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua

 Intelektual, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi

 Sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung atau menunggu aksi dari orang lain

2. Ciri-ciri Mandiri

Individu dapat dikatakan mandiri jika ia mampu menyelesaikan setiap persoalan yang ia hadapi

(36)

mencapai tujuan hidupnya secara optimal dengan mengetahui kemampuan seta

kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Dengan demikian, individu yang mandiri diharapkan dapat

berdiri dan berkembang dengan kekuatan yang ada pada dirinya.

Menurut Slameto (1991:45), seorang individu dikatakan mandiri apabila memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Dapat menemukan identitas dirinya 2. Selalu memiliki inisiatif

3. Selalu membuat pertimbangan-pertimbangan dalam melakukan sesuatu 4. Bertanggung jawab

5. Dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhannya sendiri

Soelaeman (dalam Setiyowati, 2008), menyatakan bahwa ada lima karakteristik kemandirian

remaja, yaitu:

a. Kedirian

Remaja yang mandiri memiliki pendirian sendiri dan menunjukkan pengukuhan bahwa dirinya berbeda dari orang lain.

b. Komunikasi

Remaja yang mandiri tidak pernah berlangsung dalam kesendirian, melainkan selalu berinteraksi dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial, diri sendiri, maupun Tuhan.

c. Keterarahan

Komunikasi yang dilakukan oleh remaja dengan berbagai pihak, menunjukkan adanya keterarahan dalam dirinya yang menyatakan bahwa hidupnya memiliki tujuan.

d. Dinamika

Proses perwujudan dan pencapaian tujuan yang diinginkan remaja memerlukan adanya dinamika yang menyatakan bahwa mereka memiliki pikiran, kemampuan, dan kemauan sendiri untuk berbuat dan berkreasi, serta tidak menjadi objek yang dipolakan atau digerakkan oleh orang lain.

e. Sistem Nilai

(37)

Selain itu, Kartadinata (dalam Setiyowati, 2008), mengatakan bahwa ciri-ciri kemandirian ,

adalah:

a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan

b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain c. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan

d. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam diri e. Menghargai kemandirian orang lain

f. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain g. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa individu dikatakan mandiri

apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut antara lain percaya diri, mampu berinisiatif, mampu

mengatasi masalah, mampu mengerjakan tugas pribadi, mampu mempertahankan prinsip mampu

mengambil keputusan, mempunyai perencanaan karier di masa depan, mampu mengontrol

emosi, bebas secara emosi dari orang tua, mempunyai kehendak yang kuat, puas dengan

keputusan sendiri, menghargai waktu, bertanggung jawab, mampu menghindari pengaruh negatif

pergaulan, mampu menerima kritik, mampu menerima perbedaan pendapat, mempunyai

hubungan baik dengan orang lain.

Individu yang mandiri akan selalu membuat pertimbangan yang matang sebelum bertindak, serta

berani dan bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya, mampu berdiri dengan kekuatan sendiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Serta

individu dikatakan mandiri jika invidu tersebut dapat menyelesaikan dan menghadapi semua

masalah yang dihadapi dengan baik. Pengalaman dan latihan yang dimiliki oleh individu sangat

berpengaruh dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Semakin banyak

pengalaman dan latihan yang dimiliki individu, akan semakin baik individu tersebut dalam

(38)

3. Komponen Pembentuk Kemandirian

Komponen-komponen pembentuk kemandirian harus dimiliki ketika individu akan memiliki

kemandirian.

Masrun, dkk (dalam Bahara, 2008:62) menyatakan bahwa ada lima komponen utama

kemandirian, yaitu:

a. Adanya kebebasan b. Progresif dan ulet c. Inisiatif

d. Terkendali dari dalam

e. Kemantapan diri atau harga diri dan percaya diri

Dengan demikian, individu dapat dikatakan mandiri jika individu tersebut telah memiliki suatu

kebebasan untuk bertindak dan berpendapat, memiliki keinginan untuk maju dan selalu memiliki

inisiatif dengan kemampuan yang dimilikinya, individu tersebut tekun dan kreatif, serta memiliki

rasa percaya diri yang kuat dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh individu tersebut.

4. Aspek-aspek Kemandirian

Definisi para ahli tentang mandiri dan kemandirian tersebut di atas memberikan gambaran

tentang aspek-aspek yang menyusun kemandirian.

Menurut Masrun (dalam Suryani, 2008), ada 5 aspek kemandirian, yaitu:

a. Bebas, yang ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas dasar kehendak sendiri bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain.

b. Progresif dan ulet, ditunjukkan dengan adanya usaha mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan, dan mewujudkan harapan.

(39)

d. Pengendalian dari dalam (internal locus of control), ditunjukkan dengan adanya perasaan mampu menghadapi permasalahan yang ada, kemauan mengendalikan tindakan serta kemampuan mempengaruhi lingkungan atas usaha sendiri.

e. Kemampuan diri, yang ditunjukkan dengan adanya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri, menerima dirinya, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Berbeda dengan pendapat tersebut Steinberg (dalam Setiyawan, 2008), mengemukakan bahwa

aspek-aspek kemandirian meliputi :

a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

Aspek emosional tersebut menekankan pada kemampuan remaja untuk melepaskan diri dari ketergantungan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Remaja yang mandiri secara emosional tidak akan lari ke orang tua ketika mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran atau membutuhkan bantuan. Remaja yang mandiri secara emosional juga akan memiliki energi emosional yang besar dalam rangka menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarga dan merasa lebih dekat dengan teman-teman daripada orang tua.

b. Kemandirian Bertindak (Behavioral Autonomy)

Aspek kemandirian bertindak (behavioral autonomy) merupakan kemampuan remaja untuk melakukan aktivitas, sebagai manifestasi dari berfungsinya kebebasan, menyangkut peraturan-peraturan yang wajar mengenai perilaku dan pengambilan keputusan. Remaja yang mandiri secara behavioral mampu untuk membuat keputusan sendiri dan mengetahui dengan pasti kapan seharusnya meminta nasehat orang lain dan mampu mempertimbangkan bagian-bagian alternatif dari tindakan yang dilakukan berdasarkan penilaian sendiri dan saran-saran dari orang lain.

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)

Aspek kemandirian nilai (value autonomy) adalah kebebasan untuk memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, yang wajib dan yang hak, yang penting dan yang tidak penting. Kepercayaan dan keyakinan tersebut tidak dipengaruhi oleh lingkungan termasuk norma masyarakat, misalnya memilih belajar daripada bermain, karena belajar memiliki manfaat yang lebih banyak daripada bermain dan bukan karena belajar memiliki nilai yang positif menurut lingkungan.

Havighurst (dalam Mu'tadin, 2002) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa

aspek, yaitu:

1. Emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.

(40)

3. Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

4. Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

Mengembangkan kemandirian, merupakan salah satu usaha mempersiapkan remaja dalam

menghadapi masa depan (Asrori&Ali, 2008:108). Kemandirian sebagai unsur yang penting agar

remaja memiliki kepribadian yang matang dan terlatih dalam menghadapi masalah,

mengembangkan kesadaran bahwa dirinya cakap dan mampu, dapat menguasai diri, tidak takut

dan malu terhadap dirinya serta berkecil hati atas kesalahan yang diperbuatnya. Melalui

kemandirian diharapkan remaja mampu menentukan masa depannya sendiri sesuai dengan apa

yang diinginkan, sehingga hasil yang peroleh maksimal dan sesuai dengan kebutuhan serta

kemampuan yang dimiliki oleh individu tersebut.

5. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian

Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya

memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang juga berlangsung secara

bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Ali,

2010:114) mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai berikut:

1. Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain;

b. Mengikuti peraturan secara oportunistik dan hedonistik;

c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype);

d. Cenderung melihat kehidupan hanya sebagai permainan yang tanpa makna dan tidak berarti apa-apa (zero-sum game)

e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

(41)

Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial;

b. Cenderung berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu stereotype dan klise;

c. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal;

d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian; e. Menyamakan diri dari ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi; f. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal;

g. Takut tidak diterima kelompok; h. Tidak sensitif terhadap keindividualan; i. Merasa berdosa jika melanggar aturan.

3. Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Mampu berpikir alternatif

b. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi; c. Peduli untuk mengambil manfaat dan kesempatan yang ada; d. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah;

e. Memikirkan cara hidup;

f. Penyesuain terhadap situasi dan peranan.

4. Tingkatan keempat, adalah tingkat sesama (conscientious). Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal;

b. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan;

c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain; d. Sadar akan tanggung jawab;

e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri; f. Peduli akan hubungan mutualistik;

g. Memiliki tujuan jangka panjang;

h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial; i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

5. Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistis. Ciri-ciri tingkatan ini adalah:

a. Peningkatan kesadaran individualitas;

b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan; c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain;

d. mengenal eksistensi perbedaan individual;

e. mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan; f. membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya; g. mengenal kompleksitas diri;

h. peduli akan perkembanagn dan masalah-masalah sosial.

(42)

a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan;

b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain; c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial;

d. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan; e. Toleran terhadap perbedaan;

f. Peduli akan pemenuhan diri (Self-fulfilment);

g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal; h. Responsif terhadap kemandirian orang lain;

i. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain;

j. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan;

Berdasarkan perspektif tingkatan-tinggatan kemandirian diatas, menunjukan bahwa tingkat

kemandirian remaja pada umumnya bervariasi dan menyebar pada tingkatan sadar diri, seksama,

individualistik, dan mandiri. Kecenderungan bervariasi mengisyaratkan bahwa proses

pengambilan keputusan oleh remaja belum sepenuhnya dilakukan secara mandiri.

6. Terbentuknya Kemandirian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Remaja

a. Terbentuknya Kemandirian

Kemandirian terbentuk oleh interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan. Kemandirian

dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi

bawaan melalui latihan terus menerus dan dilakukan sejak dini.

Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan pengalaman

yang diperoleh dari berbagai lingkungan di luar rumah. Jika lingkungan mendukung

tumbuhnya kemandirian pada masa kanak-kanak dan mengembangkannya pada masa remaja

maka akan terbentuk pribadi mandiri yang utuh pada masa dewasa (Mu’tadin, 2002).

(43)

pada orang lain, selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan bahkan tidak berani

memikul tanggung jawabnya sendiri.

Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring pertambahan

usia dan pertambahan kemampuan. Pada usia 12 sampai 15 tahun, anak sekolah di tingkat

SMP. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Pada masa ini mereka diharapkan dapat membuat

sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini

orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam

meniti perjalanan menuju masa depan. Lie & Prasasti (dalam Rahmawati, 2005:15)

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja

Menurut Ali (2010:118) Ada sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi

perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut:

1. Gen atau keturunan orang tua

Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidiknya.

2. Pola asuh orang tua

Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.

3. Sistem pendidikan di sekolah

(44)

menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.

4. Sistem kehidupan di masyarakat

Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam, serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja.

Sedangkan menurut Basri (dalam Suryani, 2008), kemandirian dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu:

a. Faktor Endogen (internal)

Faktor endogen adalah faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.

b. Faktor Eksogen (eksternal)

Faktor eksogen merupakan semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, seiring pula dinamakn faktor lingkungan. Kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik dalam kebiasaan hidup akan mempengaruhi pembentukan kepridian seseorang, termasuk dalam hal kemandirian.

Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga bukanlah semata-mata

merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangan

kemandirian juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya,

(45)

7. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasinya Bagi Pendidikan

Kemandirian sebagai aspek psikologis berkembang diturunkan oleh orang tuanya maka

intervensi positif melalui usaha pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan bagi

kelancaran perkembangan kemandirian remaja, Ali (2010:119).

Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai usaha pengembangan kemandirian remaja, antara

lain sebagai berikut:

1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Saling menghargai antar anggota keluarga;

b. Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga.

2. Penciptaan keterbukaan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Toleransi dalam perbedaan pendapat;

b. Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja; c. Keterbukaan terhadap minat remaja;

d. Mengembangkan komitmen bagi tugas remaja; e. Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja.

3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Mendorong rasa ingin tahu remaja;

b. Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan; c. Adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati.

4. Penerimaan positif tanpa syarat. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Menerima apa pun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri remaja; b. Tidak membeda-bedakan remaja satu dengan yang lain;

c. Menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif apa pun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan.

5. Empati terhadap remaja. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan remaja;

b. Melihat berbagai persoalan remaja dengan menggunakan perspektif atau sudut pandang remaja;

(46)

6. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai;

b. Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap remaja; c. Membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja.

Upaya pengembangan kemandirian di atas diharapkan mampu mengembangkan kemandirian

pada remaja serta merupakan usaha dalam bidang pendidikan untuk kelancaran kemandirian

remaja.

Terdapat delapan tugas perkembangan peserta didik SMP merupakan kompetensi yang harus

dikuasai secara optimal. Untuk pencapaian kompetensi secara optimal ini diperlukan kerjasama

tiga pilar pendidikan yakni manajemen, pengajaran, dan bimbingan dan konseling. (Juntika

Nurhasan, 2000 : 2).

Salah satu dari delapan tugas perkembangan peserta didik adalah dalam bidang kemandirian.

Mengingat para peserta didik di SMP sebagian besar adalah remaja awal yang memiliki

karakteristik dan tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Adapun tugas-tugas

perkembangan peserta didik di SMP tersebut adalah sebagai berikut :Mengenal gambaran dan

mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi.

 Memiliki gambaran tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi.  Memiliki gambaran tentang sikap yang seharusnya diambil dalam kehidupan mandiri

secara emosional, sosial, dan ekonomi.

 Memiliki kesadaran dan dorongan untuk melaksanakan sikap dasar dalam kehidupan mandiri, emosional, sosial, dan ekonomi. Motivasi untuk melaksanakan sikap dasar dalam kehidupan mandiri, emosional, sosial dan ekonomi.

(47)

Selain konseling perorangan, terdapat pula layanan konseling kelompok. Apabila konseling

perorangan menunjuk pada layanan kepada individu orang per orang, konseling kelompok justru

mengarahkan layanan kepada sekelompok individu. Dengan interaksi sosial yang intensif dan

dinamis selama berlangsungnya layanan. Layanan konseling kelompok dapat digunakan untuk

memecahkan masalah-masalah yang dialami oleh para anggota kelompok.

Layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang

dilaksankan dalam suasana kelompok. Di dalam konseling kelompok terdapat pemimpin

kelompok (konselor) dan anggota kelompok (klien). Di dalamnya terjadi hubungan konseling

dalam suasana yang diusahakan sama seperti konseling perorangan yang hangat, terbuka dan

penuh kehangatan. Terdapat juga pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran

sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah jika diperlukan menggunakan

metode-metode khusus, evaluasi dan tindak lanjut.

Berbagai macam rumusan tentang pengertian konseling kelompok akan dibahas dalam bab ini,

namun dalam pembahasannya terlebih dahulu akan disampaikan tentang pengertian konseling

kelompok menurut beberapa para ahli:

Menurut Winkel (1991:485) Konseling kelompok merupakan merupakan bentuk khusus dari layanan konseling, yaitu wawancara konseling antara konselor professional dengan beberapa orang sekaligus yang tergabung dalam suatu kelompok kecil.

(48)

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok merupakan

bantuan yang diberikan oleh konselor dalam upaya pemecahan masalah individu kearah

pengentasan permasalahan kepada beberapa klien yang tergabung dalam kelompok kecil.

1. Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok adalah kekuatan yang mendorong kehidupan kelompok. Dinamika

kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok, artinya

merupakan pengarahan secara serentak semua faktor ynag dapat digerakkan dari kelompok itu.

Dengan demikian, dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi

suatu kelompok.

Peranan dinamika kelompok dalam konseling dan konseling merupakan usaha pemberian

bantuan kepada orang-orang yang memerlukan. Suasana kelompok yaitu antar hubungan dari

semua orang yang terlibat dalam kelompok dapat merupakan wahana dimana masing-masing

anggota kelompok itu (secara perorangan) dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan dan

berbagai reaksi dari anggota kelompok lainnya untuk kepentingan dirinya yang bersangkut paut

dengan pengembangan diri anggota kelompok yang bersangkutan. Dari segi lain, kesempatan

mengemukakan pendapat, tanggapan dan berbagai reaksipun dapat merupakan peluang yang

sangat berharga bagi perorangan yang bersangkutan. Kesempatan timbal balik inilah yang

merupakan dinamika dari kehidupan kelompok (dinamika kelompok) yang akan membawa

manfaat bagi anggotanya.

Kehidupan kelompok dijiwai oleh dinamika kelompok yang akan menentukan arah gerak dan

(49)

yang hidup adalah yang berdinamika, bergerak dan aktif berfungsi untuk memenuhi suatu

kebutuhan dan mencapai suatu tujuan.

Menurut Prayitno (1995: 66-67) Keterampilan berkomunikasi secara efektif, sikap bertenggang rasa, memberi dan menerima, toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis, memiliki sikap tanggung jawab sosial seiring dengan kemandiriannya yang kuat, merupakan arah pengembangan pribadi yang dapat dijangkau melalui keaktifannya dinamika kelompok.

Hal diatas menjelaskan bahwa anggota kelompok memiliki keterampilan komunikasi secara

efektif merupakan kunci pokok keaktifannya dinamika kelompok dalam mengembangkan

kemampuan-kemampuan sosial.

Berkaitan dengan konseling kelompok maka dinamika kelompok merupakan suatu wadah yang

hidup, bergerak dan berdenyut. Selalu aktif dalam rangka membantu indivdu-individu untuk

dapat secara mandiri maupun bersama dalam memecahkan masalahnya. Oleh karena itu,

dinamika kelompok memegang peranan penting sebagai wadah kehidupan atau jiwa dan gerak

kelompok. Sehingga kelompok mempunyai peran membantu memecahkan masalah pribadi para

anggota kelompok, yaitu apabila interaksi dalam kelompok itu difokuskan pada pemecahan

masalah pribadi yang dimaksudkan, masing-masing anggota kelompok akan menyumbang baik

langsung maupun tidak langsung dalam pemecahan masalah pribadi tersebut.

2. Pembentukan Kelompok

Kelompok pada dasarnya didukung dan dibentuk melalui berkumpulnya sejumlah orang.

Kumpulan orang-orang itu menjunjung suatu atau beberapa kualitas tertentu, sehingga dengan

demikian kumpulan tersebut menjadi sebuah kelompok. Unsur-unsur yang paling pokok untuk

terbentuknya suatu kelompok yaitu tujuan, keanggotaan dan kepemimpinan serta aturan yang

(50)

tujuan. Keanggotaan suatu kelompok justru ditentukan oleh keterikatan individu yang

bersangkutan pada tujuan yang dimaksudkan itu.

Kebersamaan dalam kelompok lebih lanjut diikat dengan adanya pemimpin kelompok yang

bertugas mempersatukan seluruh anggota kelompok untuk melakukan kegiatan bersama dan

untuk melakukan tujuan yang satu secara bersama-sama. Memiliki aturan dalam melaksanakan

kegiatan-kegiatan tanpa aturan itu pemimpin kelompok tidak dapat menjalankan fungsinya

dengan baik, kegiatan anggota tidak terarah, atau akan terjadi kesimpangsiuran, atau bahkan

benturan atau kekacauan, yang semuanya akan mengakibatkan tujuan bersama tidak tercapai.

Dengan demikian jelaslah bahwa suatu kelompok membutuhkan aturan, nilai-nilai, atau

pedoman yang memungkinkan seluruh anggota bertindak dan mengarahkan diri bagi pencapaian

tujuan-tujuan yang mereka kehendaki.

Prayitno (1995:309) mengatakan jumlah anggota dalam konseling kelompok dikenal dengan

kelompok dua (yang terdiri dari 2 orang), kelompok 3 dan seterusnya, kelompok kecil (terdiri

dari 2-5 orang), kelompok sedang (terdiri dari 6-15 orang), kelompok agak besar (terdiri dari

16-25 orang), kelompok besar (terdiri dari 27-40 orang).

Menurut sikap pembentukannya dikenal dengan adanya kelompok primer (misalnya satuan

keluarga) dan kelompok sekunder yaitu kelompok yang dibentuk secara sengaja untuk

tujuan-tujuan tertentu (misalnya kelompok belajar, kelompok murid dalam satu kelas, kelompok

organisasi pemuda dan lain-lain).

(51)

Kegiatan konseling kelompok berlangsung dalam beberapa tahap, Prayitno (1995)

mengemukakan ada empat tahap kegiatan yang perlu dilalui dalam kegiatan konseling kelompok

yaitu :

a. Tahap Pembentukan

Yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan sejumlah individu menjadi satu kelompok yang

siap mengembangkan dinamika kelompok dalam tujuan bersama.Kegiatan pada tahapan ini

dapat dilihat pada Gambar 2.1.

b. Tahap Peralihan

Tahap peralihan ialah tahapan untuk mengalihkan awal kelompok ke kegiatan berikutnya

yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok. Kegiatan pada tahapan ini dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

c. Tahap Kegiatan

Tahap kegiatan yaitu tahap kegiatan inti untuk membahas topik-topik tertentu. Pada tahap

inilah layanan konseling kelompok menampilkan jati dirinya. Kegiatan pada tahapan ini

dapat dilihat pada Gambar 2.3.

d. Tahap Pengakhiran

Tahap pengakhiran yaitu tahap akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah

dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya. Kegiatan

(52)

TAHAP-TAHAP KEGIATAN KELOMPOK DALAM KONSELING KELOMPOK

BAGAN I:

Gambar

Gambar 1.1.  Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.1.  Tahap Pembentukan
Gambar 2.2.  Tahap Peralihan
Gambar 2.3.  Tahap Kegiatan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.. Jakarta:

2. Pada saat orang tersebut melakukan tindak pidana harus dibuktikan bahwa ia benar-benar merupakan orang yang dapat dipertanggung jawabkan secara pidana.. Namun demikian,

[r]

proses pembelajaran. Analisis dari hasil belajar peserta didik bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan peserta didik dalam memahami materi yang

Sehubungan dengan Evaluasi Penawaran, Kami Panitia Pelelangan mengundang Saudara untuk dapat menghadiri Verifikasi dan Klarifikasi terhadap Perusahaan pada Kegiatan :.

Akibatnya, peningkatan IRR menyebabkan penurunan pendapatan bunga lebih besar dibandingkan dengan penurunan biaya bunga, sehingga BOPO meningkat dan IRR berpengaruh positif

melihat begitu besarnya pangsa pasar otomotif khususnya kendaraan roda dua khususnya yang bermerek Harley-Davidson, jadi dibuatlah suatu terobosan baru dalam mempromosikan suatu

Hasil: Berdasarkan uji hipotesis dengan metode Mc Nemar didapati nilai p sebesar 0,021 (CI 95%) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian limfadenitis TB pada