ABSTRAK
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIF
DENGAN MEDIA GAMBAR PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SDN 08 METRO SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh
Siska Silvia Sari
Latar belakang penelitian ini, didasarkan oleh adanya pengamatan dan wawancara terhadap guru di kelas IV SDN 08 Metro Selatan. Dari hasil pengamatan dan wawancara, pada pembelajaran PKn guru belum menggunakan model induktif dan kurang optimalnya pemanfaatan media pembelajaran. Pembelajaran hanya berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif dan kurang berani dalam bertanya maupun mengungkapkan pendapatnya. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya aktivitas siswa dan hasil belajar siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 65.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar.
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas atau lazim disebut dengan Classroom Action Research.Prosedur penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan setiap siklusnya, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Alat pengumpulan data menggunakan lembar panduan observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru pada saat proses pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar serta menggunakan tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Pada siklus I persentase aktivitas siswa sebesar 53,70% dengan peningkatan 7,77%, pada siklus II sebesar 64,07% dengan peningkatan 3,7% dan pada siklus III sebesar 82,96% dengan peningkatan 5,92%. Begitu pula dengan hasil belajar siswa meningkat tiap siklusnya, nilai rata-rata siklus II meningkat dari siklus I yaitu 59,67 menjadi 63,67, sehingga terjadi peningkatan sebesar 4 dan nilai rata-rata siklus III menjadi 80,17, dengan peningkatan sebesar 16,5. Selain itu ketuntasan belajar meningkat dari 13 siswa (43,33%) disiklus I, menjadi 19 siswa (63,33%) disiklus II dan pada siklus III meningkat menjadi 26 siswa (86,67%).
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh
karena itu, pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efisien (berdaya
guna dan berhasil guna) akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan
bangsa yang berdasarkan pada penciptaan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (Ihsan, 2008: 3-4).
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20. Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1,
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun 2006, tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kelulusan (SKL) merumuskan bahwa pendidikan Nasional didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis.
Untuk membentuk manusia seutuhnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sangat
berperan didalamnya. PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (KTSP, 2006: 2). Fajar
(2009: 143) menyatakan mata pelajaran PKn memiliki ciri khas, yaitu pengetahuan,
keterampilan, dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut merupakan bekal bagi
siswa untuk meningkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai untuk menjadi
warga negara yang baik.
Adapun tujuan PKn adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam
kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar
demokrasi (Winataputra, dkk., 2010: 1.21). Berdasarkan tujuan PKn selayaknya
pembelajaran PKn dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan
intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan
efektivitas dalam berpartisipasi. Selain itu untuk menunjang tercapainya tujuan PKn guru
harus menciptakan iklim pembelajaran dan suasana kelas yang kondusif, agar siswa
nyaman dan mudah menerima materi yang disampaikan. Suasana pembelajaran yang
kondusif juga didukung oleh peran serta guru dalam ketepatannya memilih dan
menggunakan model, metode dan media dalam pembelajaran.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru di kelas IV SDN 08 Metro Selatan
pada pembelajaran PKn, kondisi pembelajaran menggunakan pendekatan yang
menekankan pada metode pembelajaran yang kurang menarik dan kurang mampu
merangsang siswa untuk berpartisipasi lebih aktif dalam proses pembelajaran, guru
hanya menggunakan metode ceramah yang apabila terlalu lama membuat pembelajaran
menjadi membosankan. Guru belum menggunakan model induktif dalam pembelajaran,
kurang optimalnya pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran, serta
rendahnya partisipasi siswa terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru. Selain itu,
Guru ceramah siswa tidak mendengarkan, guru memberi tugas siswa tidak mengerjakan,
siswa kurang aktif dan kurang berani dalam mengungkapkan pendapatnya dan
mengajukan pertanyaan. Kondisi ini menyebabkan pembelajaran menjadi monoton,
sehingga siswa merasa jenuh dan tidak berkembangnya potensi dan kreatifitas siswa.
Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimun
(KKM) hanya 12 siswa atau 40% dari jumlah keseluruhan ada 30 siswa. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn di kelas IV SDN 08
Metro Selatan belum berhasil karena hanya 40% siswa yang telah mencapai KKM dan
nilai rata-rata siswa yaitu 58,33 dengan nilai terendah 50, dan nilai tertinggi 80.
Sedangkan KKM yang ditentukan adalah 65 (data nilai ulangan harian tahun ajaran
2011/2012). Hal ini diduga karena kurangnya motivasi, minat dan aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran. Sehingga hasil belajar yang diperoleh sangat rendah. Iklim seperti
ini semakin jauh dari peran Pendidikan Kewarganegaraan yang ingin mengembangkan
siswa untuk menjadi warganegara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan
keterampilan intelektual yang memadai untuk berpartisipasi dengan penuh tanggung
jawab dalam kehidupan demokrasi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukannya suatu model pembelajaran yang
mampu membangkitkan semangat siswa agar lebih aktif, tidak malu untuk bertanya,
memberikan pendapat, berminat, kreatif dan mendorong pengembangan potensi yang
dimilikinya, serta mengkonstruksi ilmu pengetahuan dari apa yang telah dipelajarinya.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan tersebut adalah model
induktif. Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat
langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan
Peaget (dalam Syarifudin & Nur’aini, 2006: 83) mengemukakan tingkat perkembangan
intelektual siswa Sekolah Dasar (SD) masih pada tahap operasi konkret. Dalam proses
pembelajaran, untuk memahami suatu konsep, siswa SD perlu diperkenalkan pada
contoh-contoh yang bersifat nyata. Berdasarkan contoh-contoh tersebut siswa dibimbing
untuk menyusun suatu kesimpulan. Cara pembelajaran yang demikian merupakan wujud
pembelajaran berkarakteristik induktif (Ruminiati, 2007: 4.6). Menurut Faiq
(http://penelitiantindakankelas.blogspot.com) model pembelajaran induktif sangat efektif
untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar.
Model pembelajaran induktif bertujuan untuk memudahkan cara belajar siswa usia SD,
oleh karena itu memerlukan beberapa contoh dan media yang akan semakin mendukung
terjadinya proses pembelajaran. Sehingga untuk memahami suatu konsep dapat diberikan
melalui contoh-contoh yang berupa gambar, cerita, video, atau apa saja, yang pada
prinsipnya dapat dipahami dengan baik oleh siswa (Ruminiati, 2007: 4.4). Oleh karena
itu, peneliti memilih media gambar untuk memudahkan cara belajar siswa dalam
pembelajaran model induktif.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan penelitian tentang peningkatan
aktivitas dan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada mata pelajaran PKn kelas IV SDN 08 Metro Selatan tahun pelajaran 2011/2012, sehingga diharapkan melalui model pembelajaran induktif dengan media gambar ini, aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan meningkat.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas perlu diidentifikasi permasalahan yang ada,
1. Guru belum menggunakan model pembelajaran induktif pada proses pembelajaran.
2. Dalam proses pembelajaran guru kurang optimal memanfaatkan media pembelajaran.
3. Siswa kurang berpartisipasi terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru.
4. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).
5. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru.
6. Siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
7. Siswa kurang aktif dan kurang berani dalam mengungkapkan pendapatnya dan
mengajukan pertanyaan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti serta pemecahan masalahnya, adapun permasalahan
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012?
2. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan Tahun
Pelajaran 2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran induktif dengan media
2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan Tahun Pelajaran
2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar
dalam pembelajaran PKn.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn
melalui penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada siswa
kelas IV SDN 08 Metro Selatan.
2. Bagi Guru
Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru di Sekolah Dasar mengenai
penggunaan model pembelajaran induktif dengan media gambardalam pembelajaran
PKn sehingga dapat meningkatkan atau mengembangkan profesionalitas guru dalam
menyelenggarakan pembelajaran di kelas.
3. Bagi Sekolah
Merupakan kontribusi bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan
di sekolah, melalui penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar
sebagai inovasi model pembelajaran dalam pembelajaran PKn.
4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam menerapkan model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian Aktivitas
Aktivitas diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, sebab tanpa aktivitas kegiatan
belajar tidak mungkin dapat berlangsung dengan baik. Aktivitas adalah segala kegiatan
yang dilaksanakan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2007: 23) menyatakan
aktivitas adalah keaktifan, kegiatan. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak
hanya mendengarkan dan mencatat saja. Semakin banyak aktivitas siswa dalam belajar,
maka proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik. Aktivitas adalah kegiatan
atau kesibukan (Poewadarminto, http://id.shvoong.com). Rohani (2004: 6), menyatakan
belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik
maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan
sedangkan aktivitas psikis (kejiwaan) ialah jika daya dan jiwanya bekerja sebanyaknya
atau banyak fungsi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, aktivitas
memegang peranan paling penting, sebab belajar sendiri merupakan suatu kegiatan.
Tanpa kegiatan tidak mungkin seorang belajar (Nasution, 2004: 86).
Dapat peneliti simpulkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan
yang terjadi, baik fisik maupun psikis merupakan suatu aktivitas.
Belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, yaitu perubahan yang relatif
permanen sebagai hasil dari pengalaman atau latihan. Belajar menurut pandangan
konstruktivistik, merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini
harus dilakukan oleh pembelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir,
menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari
(Budiningsih, 2005: 58). Galloway (dalam Suwarjo, 2008: 34) mengungkapkan belajar
adalah suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi,
emosi, dan faktor-faktor lain. Hernawan, dkk (2007: 2) menyatakan belajar adalah
proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sendiri
dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal
kognitif, afektif, dan psikomotor. Gagne (dalam Suprapto, 2002: 5) mengemukakan
belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan
kemampuan, yang tingkat kemampuannya untuk melakukan berbagai jenis performance
(kinerja). Sudjana (dalam Al Rasjid, dkk., 2006: 129) mengatakan belajar merupakan
proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.
Belajar merupakan suatu proses kegiatan dan bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih
luas daripada itu yakni mengalami (Hamalik, 2007: 36). Slameto (dalam Hadis, 2008:
60) menyatakan belajar suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut aliran psikologi
gestalt, belajar adalah suatu proses aktif yang dimaksud aktif bukan hanya aktivitas
yang tampak seperti gerakan-gerakan badan, tetapi juga aktivitas-aktivitas mental,
Dari pendapat di atas peneliti menyimpulkan, bahwa belajar adalah proses perubahan
perilaku siswa, baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang diperoleh
melalui proses berpikir dan pengalaman siswa sendiri, sehingga siswa dapat
membentuk pengetahuan dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari.
2.3 Pengertian Aktivitas Belajar
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas.
Aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan siswa, baik rohani maupun
jasmani di dalam proses pembelajaran. Hamalik (dalam Susanti, 2009: 28)
mengemukakan aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses
interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas belajar
adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian guna menunjang
proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut (Kusnandar,
2008: 277). Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian kegiatan secara sadar yang
dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan
pengetahuan yang sifatnya tergantung pada banyak sedikitnya perubahan
(http://wawan-junaidi.blogspot.com). Aktivitas belajar adalah suatu proses kegiatan
belajar siswa yang menimbulkan perubahan-perubahan atau pembaharuan dalam
tingkah laku atau kecakapan (http://id.shvoong.com)
Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Berkenaan dengan hal tersebut Dierich (dalam Hanafiah & Suhana, 2010: 24-25) membagi aktivitas belajar dalam 8 kelompok yaitu:
1. Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. 6. Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat, hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa, aktivitas belajar
adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh pengalaman
tertentu dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
2.4 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran
belajar ini akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran
yang telah dicapai (Woorworth, http://forum.upi.edu). Dimyati & Mudjiono (2006: 3)
menyatakan hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar,
sedangkan dari siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Hasil belajar
adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar dalam
perwujudan hasil belajar siswa yang dilihat pada setiap mengikuti tes (Ahmadi dalam
Hamalik (2001: 33) menyatakan hasil belajar dalam kelas harus dapat dilaksanakan ke
dalam situasi-situasi di luar sekolah. Dengan kata lain, murid dapat mentransferkan
hasil belajar ke dalam situasi-situasi yang sesungguhnya di dalam masyarakat.
Bloom (dalam Woorworth, http://forum.upi.edu) merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
Perinciannya adalah sebagai berikut: 1. Ranah Kognitif
Dalam ranah kognitif hasil belajar, tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan tersebut adalah, (1) pengetahuan atau ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) sintesis, (5) analisis dan, (6) evaluasi.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2) merespon (aktif berpartisipasi), (3) penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), (4) pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai yang dipercayai) dan, (5) pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
3. Ranah Psikomotor
Terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) peniruan (menirukan gerak), (2) penggunaan (menggunakan konsep untuk bergerak), (3) ketepatan (melakukan gerak dengan benar), (4) perangkaian (melakukan berbagai gerakan sekaligus dengan benar dan, (5) naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
Berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa, hasil belajar adalah suatu
hasil atau berupa prestasi siswa baik yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor yang dicapai siswa dalam kegiatan pembelajaran dan hasil tersebut dapat
dilihat melalui evaluasi pada akhir pembelajaran.
2.5 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan aktivitas yang utama dalam keseluruhan proses pendidikan di
sekolah, ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada
bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pembelajaran adalah
komunikasi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai target yang
adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya dalam rangka
mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari
seorang guru dan peserta didik, dimana antar keduanya terjadi komunikasi yang intens
dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Teori
konstruktivistik menyatakan bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru
dapat memberikan kemudahan dengan memberikan kesempatan siswa untuk
menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Al Rasjid, dkk (2006: 197) mengemukakan pembelajaran merupakan suatu proses
interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap
muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media
pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar (Hamzah, 2006: 11). Surya (dalam
Hernawan, dkk., 2007: 3) mengemukakan pembelajaran adalah proses yang dilakukan
oleh individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hudojo (dalam
Trianto, 2010: 19) sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivistik mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut: a) siswa terlibat aktif dalam belajar, b) siswa belajar materi
(pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir dan, c) informasi baru
harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang
dimiliki siswa.
Berdasarkan pendapat tersebut peneliti menyimpulkan, bahwa pembelajaran adalah
proses komunikasi antara guru dan siswa dengan memberikan kemudahan bagi siswa
2.6 Pengertian Model Pembelajaran Induktif
Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting
dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh
karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, teknik maupun model pembelajaran
merupakan suatu hal yang utama. Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2010: 22)
menyatakan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan
sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran,
dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya (Joice & Weil dalam Isjoni, 2007:
50). Eggen & kauchak (dalam Trianto, 2010: 22) menyatakan model pembelajaran
memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.
Joyce & Weil (dalam Wahab, 2008: 58) membagi model-model pembelajaran
berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran
yaitu, (1) model interaksi sosial, (2) model pemrosesan informasi, (3) model personal
(personal models), dan (4) model modifikasi tingkah laku (behavioral).
Model pembelajaran induktif merupakan bagian dari kelompok model yang
berorientasi pada pemrosesan informasi. Model ini menekankan pada cara siswa
memproses informasi. Model pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori
Guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran
dengan cara berpikir dan membangun ide.
Model induktif dikembangkan oleh filosof Perancis Bacon yang menghendaki
penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkret sebanyak mungkin.
Semakin banyak fakta semakin mendukung hasil simpulan (Susi,
http://susilofy.wordpress.com).
Model ini selanjutnya dikembangkan oleh Hilda Taba dalam eksperimennya. Dalam
eksperimennya itu ia berupaya menyediakan strategi mengajar yang memungkinkan
siswa menangani informasi. Dengan strategi itu kemampuan siswa untuk menangani
informasi merupakan kemampuan yang akan dikembangkan. Untuk mendukung
model mengajar yang dikembangkannya, dia mengemukakan tiga anggapan dasar
tentang proses berfikir sebagai berikut: (1) berpikir dapat diajarkan, (2) berpikir
adalah transaksi aktif antara individu dengan data, (3) dalam proses berpikir
mengembangkan dalam susunan urutan-urutan yang teratur dan urutan itu tidak dapat
dilakukan secara sebaliknya (Wahab, 2008: 64-65).
Model pembelajaran induktif yaitu model pembelajaran nilai yang dimulai dengan
mengenalkan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari kemudian ditarik maknanya
secara hakiki tentang nilai-nilai kebenaran yang berada dalam kehidupan (Majid, 2007:
158). Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung
tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis, (Fajri, http://vajry27.wordpress.com).
Jadi, peneliti menyimpulkan model pembelajaran induktif adalah model pembelajaran
yang menekankan cara siswa memproses informasi dengan mengembangkan proses
2.6.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Model Induktif
Model pembelajaran induktif ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
siswa dalam mengolah informasi. Sama halnya dengan model pembelajaran
lain, dalam model pembelajaran induktif terdapat langkah-langkah
pelaksanaannya dalam proses belajar. Adapun Langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam model pembelajaran induktif menurut Abimanyu (2008: 3.4)
adalah sebagai berikut:
1) Pengajuan data/fakta atau peristiwa khusus
Guru mengidentifikasi data/fakta yang relevan dengan permasalahan
kemudian meminta siswa untuk mengomentari data-data yang ditujukkan
oleh guru.
2) Penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta
Siswa menyusun data atas dasar kesamaan karakteristik dan membuat
kategori serta memberi label atau nama pada kelompok data yang memiliki
kesamaan karakteristik. Penyusunan konsep ini dilakukan dengan
mengajukan pertanyan-pertanyaan tertentu.
3) Penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep
Setelah siswa menyusun konsep-konsep dari data yang diajukan selanjutnya
adalah menyusun peryataan tentang hubungan antara konsep-konsep tersebut.
4) Penarikan kesimpulan
Setelah siswa menyusun generalisasi dari konsep-konsep yang diperoleh
Model pembelajaran induktif ini menekankan pada pentingnya mengajarkan
kemampuan memecahkan masalah secara umum dan pengaruh pada prosedur
mengajarkan proses berfikir secara khusus (Wahab, 2008: 64).
Jadi, sudah cukup jelas bahwa model ini dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran PKn, karena model induktif adalah model
yang memicu keterlibatan siswa yang lebih mendalam dalam proses
pembelajaran, siswa merasa bebas dan tidak malu saat memberikan pendapat,
dan bertanya (Faiq, http://penelitiantindakankelas.blogspot.com).
2.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Induktif
Model pembelajaran induktif sama dengan model-model pembelajaran lainnya,
yang memiliki kelebihan dan kekurangan ketika diimplementasikan pada proses
pembelajaran.
Adapun kelebihan dari model pembelajaran induktif seperti yang diungkapkan
Restiana (http://restianarendi.wordpress.com), adalah sebagai berikut:
1) Pada model pembelajaran induktif guru memberikan informasi-informasi
tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa tahu tujuan
pembelajaran apa yang harus dicapai. Misalnya guru menyampaikan kepada
siswa bahwa setelah siswa mempelajari materi yang disampaikan, siswa
dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2) Dengan adanya pertanyaan dari guru membuat siswa lebih memahami
materi. Guru dapat memberikan pertanyaan yang dapat membuat siswa
3) Membantu siswa memproses data dengan cara yang lebih kompleks dan
meningkatkan kemampuan umumnya dalam memproses data.
4) Membuat siswa lebih aktif pada proses belajar karena proses tanya jawab
tersebut.
Kelemahan Model Pembelajaran Induktif adalah sebagai berikut:
1) Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning)
dan memberikan ilustrasi-ilustrasi kepada siswa. Selain guru terampil dalam
bertanya, tetapi guru pula harus pandai dalam mengilustrasikan
contoh-contoh yang diberikan.
2) Keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan model induktif
tergantung dari contoh-contoh yang diberikan oleh guru.
3) Guru harus dapat menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif sehingga
siswa tidak malu atau takut untuk bertanya dan berpendapat.
Abu (http://www.scribd.com) mengemukakan kelebihan model
pembelajaran induktif yaitu:
1) Model pembelajaran induktif lebih mudah digunakan pada materi
pembelajaran yang masih bersifat konseptual. Misalnya pada materi
mengenai suatu konsep-konsep tertentu.
2) Membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.
3) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk membentuk konsep-konsep
secara efisien dan meningkatkan jangkauan perspektif dari sisi mana
mereka memandang suatu informasi tertentu.
Kelemahan model pembelajaran induktif yaitu:
1) Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, sangat tergantung
2) Pembelajaran tidak dapat berjalan bila guru dan muridnya tidak suka
membaca, sehingga tidak mempunyai pilihan dalam proses induktif.
3) Penggunaan waktu yang kurang efisien karena tanya jawab antara guru dan
siswa memerlukan waktu yang relatif lama.
Suprawoto (http://slideshare.net) menyatakan model pembelajaran induktif
memiliki kelebihan sebagai berikut:
1) Proses pembelajaran melibatkan unsur psikomotorik dari peserta didik.
Melalui model ini siswa terlibat lebih aktif dalam proses pembelajaran.
2) Mengkonversi pemahaman konseptual menjadi keterampilan. Pembelajaran
yang hanya bersifat verbalisme, dengan model ini sehingga dapat
mengembangkan keterampilan-keterampilan siswa diantaranya
keterampilan mengolah informasi dan berpikir.
3) Model pembelajaran induktif dapat membantu peserta didik untuk
mengumpulkan informasi dan mengujinya secara ilmiah dengan teliti,
mengolah informasi ke dalam konsep-konsep.
Kelemahan Model Pembelajaran Induktif adalah sebagai berikut:
1) Kemandirian siswa tidak dapat berkembang secara optimal. Siswa hanya
menerima ilustrasi-ilustrasi yang diberikan guru tanpa harus mencarinya
sendiri.
2) Pembelajaran berstruktur rendah.
3) Guru mempunyai peran yang vital dalam pembelajaran.
Dapat peneliti simpulkan bahwa model induktif selain memiliki kelebihan juga
siswa untuk tidak malu bertanya dan mengungkapkan pendapat tetapi
kebenaran kesimpulan yang disusun ditentukan tepat tidaknya contoh yang
dipilih oleh guru.
2.7 Pengertian Media Gambar
Media merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Asra, dkk (2007: 5.5)
menyatakan kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medius yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus,
pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat
grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali
informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan kemauan siswa sehingga dapat terdorong dalam proses pembelajarannya.
Hanafiah & Suhana (2010: 59) menyatakan media pembelajaran merupakan segala
bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar secara
cepat, tepat, mudah, benar dan tidak terjadinya verbalisme. Media pembelajaran secara
umum adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi
instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Arsyad,
2003: 4). Sadiman (2003: 6) mengatakan media adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga
proses belajar mengajar di kelas bisa terjadi.
Asra, dkk (2007: 5.6) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kegunaan media yaitu:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata tertulis atau tulisan belaka).
3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestiknya.
5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.
Dzamarah & Zain (2006: 145-147) menyatakan ada beberapa faktor pertimbangan yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam memilih media yang akan digunakan, antara lain:
a. Objektivitas. b. Sasaran program.
c. Jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio, visual, gerak, dll). d. Situasi dan kondisi, kualitas teknik, keefektifan dan efisiensi penggunaan.
Berdasarkan hal di atas media yang dipilih harus dapat mempermudah dan memperjelas
penyampaian materi, artinya guru bukan memilih media atas dasar kesenangan pribadi.
Pemilihan media yang cermat dan tepat akan menunjang keefektifan proses
pembelajaran.
Remiszewski (dalam Subana & Sunarti, 2009: 289) mengungkapkan bahwa media yaitu
pembawa pesan (dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam proses
belajar mengajar penerima pesan ialah siswa. Melalui indranya, siswa dirangsang oleh
media untuk menggunakan kombinasi dari beberapa indranya sehingga mampu
menerima pesan secara lebih lengkap. Dalam pembelajaran, pesan yang disalurkan oleh
media ialah isi pelajaran. Dengan kata lain, pesan ini dapat bersifat rumit dan mungkin
juga harus dirangsang dengan cermat untuk dikomunikasikan dengan baik kepada
siswa.
Gerlach (dalam Hairuddin, dkk., 2007: 7.6) mengklasifikasikan jenis media berdasarkan teknologi yang digunakan, yaitu media tradisional dan media dengan teknologi mutakhir. Media tradisional meliputi, (1) media visual diam yang diproyeksikan, contohnya: proyeksi tak tembus pandang, (2) media visual yang tak diproyeksikan, contohnya: gambar, poster, foto, diagram dll, (3) audio, contohnya: radio, piringan hitam, dan tape recorder, (4) multimedia, contonya:
televisi, dan video, (6) media cetak, contonya: buku teks, modul, workbook, majalah, hand out, (7) permainan, (8) realita, contohnya: model manipulatif seperti boneka dan peta. Media dengan teknologi mutakhir meliputi dua jenis. Pertama, media berbasis telekomunikasi, contohnya teleconference dan kuliah jarak jauh. Kedua, media berbasis mikroprosesor, contohnya: computer-assisted instruction, permainan, sistem tutor intelejen, interaktif, hypermedia, compact
(video) disc.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa media adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang
pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat
mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa. Selain itu, media secara
mendasar berpotensi memberikan peluang bagi siwa untuk mengembangkan
kepribadian.
Di antara media pendidikan yang ada, media gambar adalah media yang paling umum
dipakai. Media ini berfungsi menyalurkan pesan dari sumber informasi ke penerima
pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indra penglihatan, dan pesan yang
disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol tersebut perlu dipahami secara tepat
agar proses penyampaian pesan dapat efektif dan efisien. Namun secara khusus media
gambar berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan
atau memberi variasi pada fakta yang kemungkinan akan dilupakan atau diabaikan.
Media gambar merupakan media sederhana, mudah dalam pembuatannya, dan ditinjau
dari pembiayaan termasuk media yang murah harganya. Media gambar atau media
grafis terdiri atas gambar, bagan, diagram, grafik, poster, kartu dan komik. Di antara
media grafis, gambar adalah media yang paling umum dipakai.
Rivai & Sudjana (dalam Angkowo & Kosasih 2007: 26) mengungkapkan media
gambar adalah media yang mengombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat
adalah penyajian visual dua dimensi yang memanfaatkan rancangan gambar sebagai
sarana pertimbangan mengenai kehidupan sehari-hari, misalnya yang menyangkut
manusia, peristiwa, benda-benda, tempat dan sebagainya.
Media gambar adalah merupakan peniruan dari benda-benda dan pemandangan dalam
hal bentuk, rupa serta ukurannya relatif terhadap lingkungan (Soelarko,
http://tpcommunity05.blogspot). Mahmud (http://mahmudsapsalbrg.wordpress.com)
menyatakan bahwa, media gambar adalah perwujudan lambang dari hasil
peniruan-peniruan benda-benda, pemandangan, curahan pikiran atau ide-ide yang di
visualisasikan kedalam bentuk dua dimensi. Media gambar adalah segala sesuatu yang
diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan atau
pikiran (Ian, http://ian43.wordpress.com).
Dapat peneliti simpulkan bahwa, media gambar adalah foto atau sejenisnya yang
menampakkan sesuatu benda yang sesuai dengan aslinya dan banyak digunakan dalam
proses pembelajaran, sehingga dapat mengatasi keterbatasan dalam menampilkan objek
atau benda aslinya di dalam kelas sehingga pembelajaran menjadi tidak bersifat verbal.
2.7.1 Fungsi Media Gambar
Pemanfaatan media pembelajaran akan dapat berguna untuk membangkitkan
gairah belajar, memungkinkan siswa untuk belajar mandiri sesuai dengan minat
dan kemampuannya. Media dapat meningkatkan pengetahuan, memperluas
pengetahuan, serta memberikan fleksibilitas dalam penyampaian pesan. Media
dapat memperjelas pesan agar tidak terlalu bersifat verbal dan media berfungsi
sebagai alat komunikasi, sebagai sarana pemecahan masalah, dan sebagai sarana
Secara garis besar fungsi utama penggunaan media gambar seperti yang diungkapkan Hamalik (http://tpcommunity.blogspot.com/)yaitu:
1. Fungsi Edukatif, artinya mendidik dan memberikan pengaruh positif pada pendidikan.
2. Fungsi Sosial, artinya memberikan informasi yang autentik dan pengalaman berbagai bidang kehidupan dan memberikan konsep yang sama kepada setiap orang.
3. Fungsi Ekonomis, artinya memberikan produksi melalui pembinaan prestasi kerja secara maksimal.
4. Fungsi Politis, berpengaruh pada politik pembangunan.
5. Fungsi Seni Budaya dan Telekomunikasi, yang mendorong dan menimbulkan ciptaan baru, termasuk pola usaha penciptaan teknologi yang modern.
Fungsi media gambar menurut Basuki & Farida
(http://edukasi.komposiana.com) adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan kemampuan visual.
2. Mengembangkan imajinasi anak.
3. Membantu meningkatkan kemampuan anak terhadap hal-hal yang abstrak
atau peristiwa yang tidak mungkin dihadirkan di dalam kelas.
4. Mengeningkan kreativitas siswa
Ruminiati (2007: 2.23) menyatakan fungsi media gambar adalah:
1) mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak, 2) mendekatkan dengan objek
yang sebenarnya, 3) melatih siswa berpikir konkret dan, 4) memperjelas sesuatu
masalah. Media gambar sebagai ungkapan perasaan atau pikiran dalam bentuk
media dua dimensi yang sesuai dengan benda aslinya, dapat membuat hal yang
bersifat abstrak menjadi lebih konkret dan tidak bersifat verbal.
Fungsi-fungsi tersebut di atas terkesan masih bersifat konseptual. Fungsi praktis yang dijalankan oleh media pengajaran yang dinyatakan Rohani (http://tpcommunity.blogspot.com) adalah sebagai berikut:
2. Mengatasi batas ruang dan kelas, misalnya gambar tokoh pahlawan yang dipasang di ruang kelas.
3. Mengatasi keterbatasan kemampuan indra.
4. Mengatasi peristiwa alam, misalnya rekaman peristiwa letusan gunung berapi untuk menerangkan gejala alam.
5. Menyederhanakan kompleksitas materi.
6. Memungkinkan siswa mengadakan kontak langsung dengan masyarakat atau alam sekitar.
Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa, fungsi media gambar dalam pembelajaran
adalah sebagai alat komunikasi dalam menyampaikan materi pembelajaran yang
lebih konkret pada siswa sehingga lebih mudah dipahami siswa.
2.7.2 Karakteristik Media Gambar
Rahadi (http://muslich-m.blogspot.com/2010/01) mengemukakan ada beberapa karakteristik media gambar:
1. Harus autentik, artinya dapat menggambarkan objek atau peristiwa seperti jika siswa melihat langsung.
2. Sederhana, komposisinya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam gambar tersebut.
3. Ukuran gambar proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran yang sesungguhnya benda atau objek yang digambar.
4. Memadukan antara keindahan dengan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Gambar harus message, tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Karakteristik media gambar seperti yang diungkapkan Angkowo & Kosasih (2007: 28) adalah sebagai berikut:
1. Gambar yang bagus, menarik, jelas, dan mudah dimengerti.
2. Apa yang digambar harus cukup penting dan cocok untuk hal yang sedang dipelajari.
3. Gambar harus benar dalam arti harus dapat menggambarkan situasi yang serupa jika dilihat pada keadaan yang sebenarnya.
4. Gambar memiliki kesederhanaan dalam arti tidak rumit sehingga sulit dipahami siswa.
Dapat peneliti simpulkan media gambar yang dapat digunakan dalam
pembelajaran selain gambar harus menarik, sesuai dengan keadaan aslinya,
tetapi ukuran gambar juga harus sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan
materi yang sedang dipelajari. Gambar yang bagus digunakan dalam
pembelajaran adalah gambar yang dibuat sendiri atau mengambil dari media
gambar yang telah ada.
2.7.3 Kelebihan dan Kelemahan Media Gambar
Media gambar dalam proses pembelajaran dapat mempermudah untuk
menyampaikan materi pembelajaran. Berkenaan dengan hal ini Solihatin &
Raharjo (2007: 27-28) mengungkapkan kelebihan dan kelemahan media
gambar. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:
1. Sifatnya konkret dan lebih realistis dalam memunculkan pokok masalah,
jika dibandingkan dengan bahasa verbal.
2. Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Hal ini memudahkan guru dalam
membawa media pembelajaran yang aslinya ke dalam kelas.
3. Dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
4. Memperjelas masalah bidang apa saja. Media gambar merupakan media
yang sering dipakai dalam mata pelajaran dan materi apa saja, tetapi media
yang digunakan disesuaikan pula dengan tujuan pembelajaran.
5. Harganya murah dan mudah didapat serta digunakan. Media gambar selain
harganya terjangkau juga mudah didapat dan digunakan karena tidak
Media gambar selain memiliki kelebihan seperti yang disebutkan di atas, tetapi
juga memiliki kelemahan, yaitu:
1. Hanya menampilkan persepsi indera mata, ukurannya terbatas hanya dapat
dilihat oleh sekelompok siswa.
2. Gambar diinterpretasikan secara personal dan subjektif. Gambar yang
ditampilkan dapat dimaknai berbeda oleh setiap orang, atau dengan kata
lain tergantung dari sudut pandang orang yang menafsirkannya.
3. Gambar disajikan dalam ukuran yang sangat kecil, sehingga kurang efektif
dalam pembelajaran.
Kelebihan media gambar selain yang diungkapkan oleh Solihatin & Raharjo
terdapat perbedaan dengan yang dinyatakan oleh Hilman
(http://www.hilman.web.id). Adapun kelebihan media gambar yaitu:
1. Dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata.
2. Gambar relatif tidak mahal. Karena media gambar mudah didapat sehingga
harganya pula terjangkau.
3. Mendukung atau lebih memperjelas dari teks atau tulisan. Walaupun
gambar hanya menampilkan persepsi penglihatan, tetapi gambar lebih
efektif dibandingkan dengan tulisan saja sehingga bersifat verbal.
4. Dengan adanya gambar atau foto, pembaca media cetak bisa mengetahui
keadaan atau kejadian tersebut meskipun tidak secara menyeluruh.
Kelemahan media gambar yaitu:
1. Gambar atau foto biasanya dimaknai dengan berbeda-beda.
2. Kadang juga bersifat ambigu, dimana maksud dari pemotret atau pengambil
gambar berbeda dengan yang melihat foto atau gambar tersebut.
Mahmud menyatakan kelebihan media gambar yaitu:
1. Gambar sangat mudah di pakai.
2. Gambar biasanya lebih menarik daripada tulisan dan mudah di ingat oleh
yang melihatnya.
3. Gambar mudah didapat dan dibuat sendiri.
Kelemahannya yaitu:
1. Gambar di intepretasikan secara personal dan subyektif.
2. Gambar disajikan dalam ukuran yang sangat kecil, sehingga
kurang efektif dalam pembelajaran.
3. Ukurannya terbatas hanya dapat terlihat oleh sekelompok siswa
(http://mahmudsapsalbrg.wordpress.com)
Sudjana (http://tpcommunity05.blogspot.com) menyatakan tentang bagaimana siswa belajar melalui gambar-gambar adalah sebagai berikut : 1. Ilustrasi gambar merupakan perangkat tingkat abstrak yang dapat
ditafsirkan berdasarkan pengalaman dimasa lalu, melalui penafsiran kata-kata.
2. Ilustrasi gambar merupakan perangkat pengajaran yang dapat menarik minat belajar siswa secara efektif.
3. Ilustrasi gambar membantu para siswa membaca buku pelajaran terutama dalam penafsiran dan mengingat-ingat materi teks yang menyertainya.
4. Dalam booklet, pada umumnya anak-anak lebih menyukai setengah atau 1 halaman penuh bergambar disertai beberapa petunjuk yang jelas. 5. Ilustrasi gambar isinya harus dikaitkan dengan kehidupan nyata, agar
minat para siswa menjadi efektif.
6. Ilustrasi gambar isinya hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan gerakan mata pengamat dan bagian-bagian yang paling penting dari ilustrasi itu harus dipusatkan pada bagian sebelah kiri atas media gambar.
Dari beberapa pendapat di atas maka peneliti simpulkan bahwa, media gambar
tidak hanya memiliki kelebihan saja tetapi media gambar juga mempunyai
murah tetapi gambar hanya dapat disajikan dalam ukuran yang sangat kecil dan
hanya dapat diinterpretasikan secara personal dan subjektif.
2.7.4 Langkah-langkah Penggunaan Media Gambar
Untuk mempermudah penyampaian materi dalam pembelajaran menggunakan
media gambar, perlu memperhatikan langkah dalam penggunaanya. Ruminiati
(2007: 2.23) mencantumkan langkah-langkah penggunaan media gambar yaitu:
1. Menganalisis materi pokok yang akan dituangkan dalam bentuk media
gambar.
2. Menyiapkan bahan-bahan yang digunakan.
3. Menampilkan gambar-gambar sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh
semua siswa.
4. Guru meminta para siswa mengomentari gambar yang telah diperagakan
dan siswa yang lain diminta memberikan tanggapan terhadap komentar
tersebut.
5. Guru menjelaskan materi pelajaran melalui media yang telah disiapkan
sekaligus juga menanamkan nilai moral dan norma yang menjadi target
harapannya.
6. Guru melibatkan siswa dalam pemanfaatan media pembelajaran.
7. Guru menyimpulkan materi pelajaran sekaligus menindaklanjuti dengan
memberikan tugas kepada siswa untuk memperkaya penguasaan materi
pelajaran PKn dengan model pembelajaran yang digunakan.
Pada prinsipnya langkah dalam pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran
adalah sama, yaitu guru menganalisis materi yang akan diajarkan dengan
gambar yang telah dibuat dan melibatkan siswa dalam pemanfaatannya. Adapun
langkah-langkah penggunaan media gambar adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media gambar.
2. Guru memilih dan memanfaatkan media gambar yang akan dimanfaatkan
guna mencapai tujuan.
3. Siswa mempunyai persiapan dalam menerima pelajaran dengan
menggunakan media gambar.
4. Penyajian bahan pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran.
5. Siswa belajar dengan memanfaatkan media gambar.
6. Langkah evaluasi pengajaran. Pada langkah ini kegiatan belajar di evaluasi
sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang
keberhasilan proses belajar siswa (Techonly, http://
techonly13.wordpress.com).
Angkowo & Kosasih (2007: 30) menyatakan langkah-langkah penggunaan media gambar yaitu sebagai berikut:
1. Guru memberikan penjelasan tentang kegiatan pembelajaran dan apersepsi untuk mengetahui kemampuan/pengalaman siswa melalui tanya jawab. 2. Siswa membaca setiap penjelasan guru tentang materi yang ditulis pada
media gambar.
3. Siswa membaca setiap penjelasan pada media gambar, membaca buku pendukung yang telah dipersiapkan.
4. Mengerjakan latihan yang telah disediakan dengan didukung oleh media gambar yang telah tersedia dan mencocokkan hasil pekerjaannya dengan kunci jawaban yang telah dipersiapkan guru.
5. Guru membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari dan mengadakan tes akhir untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran.
Dengan demikian media gambar merupakan salah satu teknik media
pembelajaran yang efektif kerena mengkombinasikan fakta dan gagasan secara
jelas, kuat dan terpadu melalui pengungkapan kata-kata dan gambar.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berubah
menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan dalam kurikulum 2004 disebut
sebagai mata pelajaran kewarganegaraan (citizenship) (Fajar, 2009: 141).
Pengertian PKn (n) tidak sama dengan PKN (N). PKN (N) adalah Pendidikan
Kewargaan Negara, sedangkan PKn (n) adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah
KN merupakan terjemahan civics.
Soemantri (dalam Ruminiati, 2007: 1.25) menyatakan Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan untuk membentuk atau membina warga negara yang baik, yaitu warga negara yang tahu, mau dan mampu untuk berbuat baik. Warga negara yang baik adalah warga negara yang mengetahui dan menyadari serta melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara. Sedangkan PKn (n) adalah Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1949. Undang-Undang ini berisi tentang diri kewarganegaraan, dan peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status formal warga negara Indonesia yang kemudian diperbarui lagi dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, yang telah diberlakukan mulai 1 Agustus 2006 dan disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna tanggal 11 Juli 2006.
Fajar (dalam Solihatin & Raharjo, 2007: 96) menyatakan bahwa PKn sebagai wahana
untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab, pembelajaran PKn perlu dikembangkan dan dituangkan dalam
bentuk standar nasional, standar materi, serta model-model pembelajaran yang efektif.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha membekali peserta didik dengan
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara
dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tarigan (2006: 7) mengemukakan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara.
Fajar (2009: 143) menyatakan tujuan mata pelajaran PKn adalah supaya siswa memiliki kemampuan yaitu, (1) berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewargenegaraan, (2) berpartispasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, (4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia baik secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi dan informasi.
Berdasarkan tujuan di atas, Mulyasa (dalam Ruminiati, 2007: 1.26) menyatakan ruang
lingkup PKn meliputi aspek-aspek: (1) persatuan dan kesatuan, (2) norma hukum dan
peraturan, (3) hak asasi manusia, (4) kebutuhan warga Negara, (5) konstitusi Negara,
(6) kekuasaan politik, (7) kedudukan pancasila, dan, (8) globalisasi.
Berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa, pendidikan
kewarganegaraan berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai pancasila serta
menerapkannya dalam kehidupan demokrasi, sehingga dapat menjadi warganegara
yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan yang diamanatkan dalam
pancasila dan UUD 1945.
2.9 HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dirumuskan hipotesis tindakan, yaitu “Apabila
memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka akan meningkatkan aktivitas dan
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1 Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan
pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom Action Research (Asrori,
2009: 4). Dalam setiap siklus terdiri dari 4 kegiatan pokok yang dirangkai menjadi satu
kesatuan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observe),
dan refleksi (reflect). Menurut Hopkins (dalam Muslich, 2009: 8), mengatakan bahwa
PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku
tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakannya dalam
melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap kondisi dalam praktik
pembelajaran. Siklus penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Siklus Tindakan dalam Penelitian
Modifikasi dari Asrori, 2009: 4
3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah guru dan siswa kelas IV SDN 08 Metro
Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan jumlah 1 orang guru dan 30 orang siswa,
dengan komposisi 16 orang laki-laki dan 14 orang perempuan.
3.3 Setting Penelitian
3.3.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas IV SDN 08 Metro Selatan
Jl. Gembira No. 47 Kelurahan Sumbersari Bantul Kecamatan Metro Selatan Kota
Metro.
3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 dan
dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan, dimulai dari bulan Desember
tahun 2011 sampai bulan Mei tahun 2012.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan seluruh data yang terdiri dari data kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari observasi kinerja guru dan aktivitas siswa
menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar. Sedangkan data
kuantitatif diperoleh dari pre test dan post test.
3.5 Alat Pengumpulan Data
1. Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari lembar panduan observasi. Instrumen ini dirancang
oleh peneliti yang berkolaborasi dengan guru kelas IV. Lembar panduan observasi
ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kinerja guru dan aktivitas belajar
siswa selama berlangsungnya Penelitian Tindakan Kelas dalam pembelajaran PKn
dengan menggunakan model induktif dengan media gambar.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar. Instrumen ini digunakan untuk
mengetahui kemampuan siswa khususnya materi yang sudah dipelajari dengan
menggunakan model induktif dengan media gambar.
3.6 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan teknik analisis data secara
kualitatif dan kuantitatif.
3.6.1 Kualitatif
Analisis kualitatif akan digunakan untuk menganalisis data persentase aktivitas
siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Persentase aktivitas siswa dan kinerja guru diperoleh dengan rumus sebagai
berikut:
NP
= x 100
NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = Skor mentah yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang ditentukan
100 = Bilangan tetap
Diadopsi dari Purwanto (2008: 102)
Persentase aktivitas belajar siswa dan kinerja guru memiliki kriteria
keberhasilan sebagai berikut.
Tabel 1. Kriteria Keberhasilan Aktivitas Siswa dan Guru dalam (%).
No Tingkat Keberhasilan Keterangan
1 > 80 % Sangat Tinggi
Analisis kuantitatif akan digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan belajar
siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru. Nilai
rata-rata hasil belajar siswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa digunakan rumus
sebagai berikut:
∑ siswa yang tuntas belajar
p = x 100 %
∑ siswa
Diadopsi Aqib (2009: 41)
3.7 Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah apabila adanya peningkatan aktivitas
siswa dan hasil belajar siswa setiap siklusnya.
3.8 Urutan Penelitian Tindakan Kelas
3.8.1 Siklus I
1. Perencanaan (Planning)
a) Pada tahap ini, diawali dengan pembuatan rencana perbaikan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada materi
“Globalisasi” .
b) Persiapan dan pemilihan media gambar yang akan digunakan pada
pembelajaran.
c) Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati kinerja guru dan
aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
d) Menyusun soal-soal tes (pre test dan post test).
2. Pelaksanaan (Action)
Pada tahap ini rencana kegiatan pelaksanaan pembelajaran pada materi “Globalisasi”
untuk pertemuan pertama dan kedua, dengan menggunakan model induktif dengan
media gambar meliputi beberapa tahap antara lain:
a) Guru mengecek kesiapan siswa dalam memulai pembelajaran.
b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa melalui
pelemparan isu dan permasalahan yang berhubungan dengan materi yang
akan disajikan.
c) Guru mengadakan apersepsi mengenai materi yang akan disampaikan.
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
a) Diawal siklus siswa mengerjakan soal pre test untuk mengukur
kemampuan awal belajar siswa.
b) Guru menggali pengetahuan awal dan pengalaman siswa mengenai
globalisasi dan bukti globalisasi terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Elaborasi
a) Guru menunjukkan berbagai macam gambar bukti adanya globalisasi.
b) Guru bertanya kepada siswa bukti adanya globalisasi berdasarkan
gambar-gambar yang ditunjukkan.
c) Kemudian guru menugaskan siswa untuk berdiskusi secara berkelompok,
yang diawali dengan pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari
5 orang siswa.
d) Kelompok dibagikan lembar tugas kelompok (LTK) yang telah dirancang
oleh guru. Sebelum memulai diskusi, siswa diberi kesempatan bertanya
tentang pelaksanaan diskusi (pelaksanaan, pelaporan, penilaian dan
lain-lain).
e) Kemudian setiap kelompok diminta untuk memberikan label (nama) pada
f) Berdasarkan gambar di LTK, kelompok berdiskusi untuk merumuskan
bukti adanya globalisasi serta menyusun suatu generalisasi.
g) Kemudian setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil
diskusinya.
h) Setelah semua kelompok maju, siswa bersama dengan guru menarik
kesimpulan lanjut dari apa yang telah dipelajari.
Konfirmasi
a) Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi
yang kurang dipahami.
b) Guru memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
C. Kegiatan Penutup
a) Guru memberikan soal post test yang dikerjakan secara individu.
b) Guru melaksanakan tindak lanjut yaitu memberikan tugas rumah untuk
menuliskan bukti globalisasi yang terjadi di sekitar lingkungan siswa dan
merangkum.
3. Observasi (Observe)
Observer mengobservasi kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar panduan observasi yang telah disiapkan.
4. Refleksi (Reflect)
Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh tim peneliti untuk melihat kembali
aktivitas serta hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, sebagai acuan
dalam membuat rencana tindakan pembelajaran baru pada siklus berikutnya.
3.8.2 Siklus II
Pada akhir siklus I telah dilakukan refleksi oleh observer dan guru kemudian
pada siklus ke II akan dilakukan perbaikan dari kekurangan-kekurangan yang
dialami pada siklus ke I. Adapun pelaksanaan pada siklus II yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
a) Pada tahap ini, diawali dengan pembuatan rencana perbaikan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada materi
“Dampak Globalisasi” .
b) Persiapan dan pemilihan media gambar yang akan digunakan pada
pembelajaran.
c) Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati kinerja guru dan
aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
d) Menyusun soal-soal tes (pre test dan post test).
2. Pelaksanaan (Action)
Pelaksanaan siklus ke II sama dengan siklus I disesuaikan dengan RPP yang telah
dibuat, dan materi pembelajaran adalah “Dampak Globalisasi”.
3. Observasi (Observe)
Observer mengobservasi kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar panduan observasi yang telah disiapkan.
4. Refleksi (reflect)
Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh tim peneliti untuk melihat kembali
kelemahan dan kebaikan dalam proses pembelajaran oleh guru dan menganalisis
pedoman untuk membuat rencana tindakan pembelajaran baru pada siklus
berikutnya.
3.8.3 Siklus III
Pada akhir siklus II telah dilakukan refleksi oleh observer dan guru kemudian
pada siklus ke III akan dilakukan perbaikan dari kekurangan-kekurangan yang
dialami pada siklus ke II. Adapun pelaksanaan pada siklus III yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
a) Pada tahap ini, diawali dengan pembuatan rencana perbaikan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada materi
“Menyikapi Pengaruh Globalisasi”.
b) Persiapan dan pemilihan media gambar yang akan digunakan pada
pembelajaran.
c) Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati kinerja guru dan
aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.
d) Menyusun soal-soal tes (pretest dan post test).
2. Pelaksanaan (Action)
Pelaksanaan siklus ke III sama dengan siklus II disesuaikan dengan RPP yang telah
dibuat, dan materi pembelajaran adalah “Menyikapi Pengaruh Globalisasi”.
3. Observasi (Observe)
Observer mengobservasi kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar panduan observasi yang telah disiapkan.
4. Refleksi (Reflect)
Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh tim peneliti untuk melihat kembali
aktivitas serta hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung dan apakah
masih perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.
3.9 Jadwal Pelaksanaan Penelitian