• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIF DENGAN MEDIA GAMBAR PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SDN 08 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIF DENGAN MEDIA GAMBAR PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SDN 08 METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIF

DENGAN MEDIA GAMBAR PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS IV SDN 08 METRO SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

Siska Silvia Sari

Latar belakang penelitian ini, didasarkan oleh adanya pengamatan dan wawancara terhadap guru di kelas IV SDN 08 Metro Selatan. Dari hasil pengamatan dan wawancara, pada pembelajaran PKn guru belum menggunakan model induktif dan kurang optimalnya pemanfaatan media pembelajaran. Pembelajaran hanya berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif dan kurang berani dalam bertanya maupun mengungkapkan pendapatnya. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya aktivitas siswa dan hasil belajar siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 65.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar.

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas atau lazim disebut dengan Classroom Action Research.Prosedur penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan setiap siklusnya, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Alat pengumpulan data menggunakan lembar panduan observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru pada saat proses pembelajaran PKn menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar serta menggunakan tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Pada siklus I persentase aktivitas siswa sebesar 53,70% dengan peningkatan 7,77%, pada siklus II sebesar 64,07% dengan peningkatan 3,7% dan pada siklus III sebesar 82,96% dengan peningkatan 5,92%. Begitu pula dengan hasil belajar siswa meningkat tiap siklusnya, nilai rata-rata siklus II meningkat dari siklus I yaitu 59,67 menjadi 63,67, sehingga terjadi peningkatan sebesar 4 dan nilai rata-rata siklus III menjadi 80,17, dengan peningkatan sebesar 16,5. Selain itu ketuntasan belajar meningkat dari 13 siswa (43,33%) disiklus I, menjadi 19 siswa (63,33%) disiklus II dan pada siklus III meningkat menjadi 26 siswa (86,67%).

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh

karena itu, pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efisien (berdaya

guna dan berhasil guna) akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan

bangsa yang berdasarkan pada penciptaan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (Ihsan, 2008: 3-4).

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20. Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1,

menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya.

Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 tahun 2006, tentang Standar Isi (SI) dan Standar Kelulusan (SKL) merumuskan bahwa pendidikan Nasional didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis.

Untuk membentuk manusia seutuhnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sangat

berperan didalamnya. PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

(3)

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (KTSP, 2006: 2). Fajar

(2009: 143) menyatakan mata pelajaran PKn memiliki ciri khas, yaitu pengetahuan,

keterampilan, dan karakter kewarganegaraan. Ketiga hal tersebut merupakan bekal bagi

siswa untuk meningkatkan kecerdasan multidimensional yang memadai untuk menjadi

warga negara yang baik.

Adapun tujuan PKn adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam

kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar

demokrasi (Winataputra, dkk., 2010: 1.21). Berdasarkan tujuan PKn selayaknya

pembelajaran PKn dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan

intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan

efektivitas dalam berpartisipasi. Selain itu untuk menunjang tercapainya tujuan PKn guru

harus menciptakan iklim pembelajaran dan suasana kelas yang kondusif, agar siswa

nyaman dan mudah menerima materi yang disampaikan. Suasana pembelajaran yang

kondusif juga didukung oleh peran serta guru dalam ketepatannya memilih dan

menggunakan model, metode dan media dalam pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan guru di kelas IV SDN 08 Metro Selatan

pada pembelajaran PKn, kondisi pembelajaran menggunakan pendekatan yang

menekankan pada metode pembelajaran yang kurang menarik dan kurang mampu

merangsang siswa untuk berpartisipasi lebih aktif dalam proses pembelajaran, guru

hanya menggunakan metode ceramah yang apabila terlalu lama membuat pembelajaran

menjadi membosankan. Guru belum menggunakan model induktif dalam pembelajaran,

kurang optimalnya pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran, serta

rendahnya partisipasi siswa terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru. Selain itu,

(4)

Guru ceramah siswa tidak mendengarkan, guru memberi tugas siswa tidak mengerjakan,

siswa kurang aktif dan kurang berani dalam mengungkapkan pendapatnya dan

mengajukan pertanyaan. Kondisi ini menyebabkan pembelajaran menjadi monoton,

sehingga siswa merasa jenuh dan tidak berkembangnya potensi dan kreatifitas siswa.

Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimun

(KKM) hanya 12 siswa atau 40% dari jumlah keseluruhan ada 30 siswa. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn di kelas IV SDN 08

Metro Selatan belum berhasil karena hanya 40% siswa yang telah mencapai KKM dan

nilai rata-rata siswa yaitu 58,33 dengan nilai terendah 50, dan nilai tertinggi 80.

Sedangkan KKM yang ditentukan adalah 65 (data nilai ulangan harian tahun ajaran

2011/2012). Hal ini diduga karena kurangnya motivasi, minat dan aktivitas siswa dalam

proses pembelajaran. Sehingga hasil belajar yang diperoleh sangat rendah. Iklim seperti

ini semakin jauh dari peran Pendidikan Kewarganegaraan yang ingin mengembangkan

siswa untuk menjadi warganegara yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap, dan

keterampilan intelektual yang memadai untuk berpartisipasi dengan penuh tanggung

jawab dalam kehidupan demokrasi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukannya suatu model pembelajaran yang

mampu membangkitkan semangat siswa agar lebih aktif, tidak malu untuk bertanya,

memberikan pendapat, berminat, kreatif dan mendorong pengembangan potensi yang

dimilikinya, serta mengkonstruksi ilmu pengetahuan dari apa yang telah dipelajarinya.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan tersebut adalah model

induktif. Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat

langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan

(5)

Peaget (dalam Syarifudin & Nur’aini, 2006: 83) mengemukakan tingkat perkembangan

intelektual siswa Sekolah Dasar (SD) masih pada tahap operasi konkret. Dalam proses

pembelajaran, untuk memahami suatu konsep, siswa SD perlu diperkenalkan pada

contoh-contoh yang bersifat nyata. Berdasarkan contoh-contoh tersebut siswa dibimbing

untuk menyusun suatu kesimpulan. Cara pembelajaran yang demikian merupakan wujud

pembelajaran berkarakteristik induktif (Ruminiati, 2007: 4.6). Menurut Faiq

(http://penelitiantindakankelas.blogspot.com) model pembelajaran induktif sangat efektif

untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar.

Model pembelajaran induktif bertujuan untuk memudahkan cara belajar siswa usia SD,

oleh karena itu memerlukan beberapa contoh dan media yang akan semakin mendukung

terjadinya proses pembelajaran. Sehingga untuk memahami suatu konsep dapat diberikan

melalui contoh-contoh yang berupa gambar, cerita, video, atau apa saja, yang pada

prinsipnya dapat dipahami dengan baik oleh siswa (Ruminiati, 2007: 4.4). Oleh karena

itu, peneliti memilih media gambar untuk memudahkan cara belajar siswa dalam

pembelajaran model induktif.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan penelitian tentang peningkatan

aktivitas dan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada mata pelajaran PKn kelas IV SDN 08 Metro Selatan tahun pelajaran 2011/2012, sehingga diharapkan melalui model pembelajaran induktif dengan media gambar ini, aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan meningkat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas perlu diidentifikasi permasalahan yang ada,

(6)

1. Guru belum menggunakan model pembelajaran induktif pada proses pembelajaran.

2. Dalam proses pembelajaran guru kurang optimal memanfaatkan media pembelajaran.

3. Siswa kurang berpartisipasi terhadap pertanyaan yang diajukan oleh guru.

4. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).

5. Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru.

6. Siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

7. Siswa kurang aktif dan kurang berani dalam mengungkapkan pendapatnya dan

mengajukan pertanyaan.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini perlu dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti serta pemecahan masalahnya, adapun permasalahan

tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012?

2. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan Tahun

Pelajaran 2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran induktif dengan media

(7)

2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 08 Metro Selatan Tahun Pelajaran

2011/2012 melalui penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar

dalam pembelajaran PKn.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn

melalui penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada siswa

kelas IV SDN 08 Metro Selatan.

2. Bagi Guru

Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru di Sekolah Dasar mengenai

penggunaan model pembelajaran induktif dengan media gambardalam pembelajaran

PKn sehingga dapat meningkatkan atau mengembangkan profesionalitas guru dalam

menyelenggarakan pembelajaran di kelas.

3. Bagi Sekolah

Merupakan kontribusi bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan

di sekolah, melalui penerapan model pembelajaran induktif dengan media gambar

sebagai inovasi model pembelajaran dalam pembelajaran PKn.

4. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam menerapkan model

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Aktivitas

Aktivitas diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, sebab tanpa aktivitas kegiatan

belajar tidak mungkin dapat berlangsung dengan baik. Aktivitas adalah segala kegiatan

yang dilaksanakan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2007: 23) menyatakan

aktivitas adalah keaktifan, kegiatan. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak

hanya mendengarkan dan mencatat saja. Semakin banyak aktivitas siswa dalam belajar,

maka proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik. Aktivitas adalah kegiatan

atau kesibukan (Poewadarminto, http://id.shvoong.com). Rohani (2004: 6), menyatakan

belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik

maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan

sedangkan aktivitas psikis (kejiwaan) ialah jika daya dan jiwanya bekerja sebanyaknya

atau banyak fungsi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, aktivitas

memegang peranan paling penting, sebab belajar sendiri merupakan suatu kegiatan.

Tanpa kegiatan tidak mungkin seorang belajar (Nasution, 2004: 86).

Dapat peneliti simpulkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan

yang terjadi, baik fisik maupun psikis merupakan suatu aktivitas.

(9)

Belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, yaitu perubahan yang relatif

permanen sebagai hasil dari pengalaman atau latihan. Belajar menurut pandangan

konstruktivistik, merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini

harus dilakukan oleh pembelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir,

menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari

(Budiningsih, 2005: 58). Galloway (dalam Suwarjo, 2008: 34) mengungkapkan belajar

adalah suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi,

emosi, dan faktor-faktor lain. Hernawan, dkk (2007: 2) menyatakan belajar adalah

proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sendiri

dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal

kognitif, afektif, dan psikomotor. Gagne (dalam Suprapto, 2002: 5) mengemukakan

belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan

kemampuan, yang tingkat kemampuannya untuk melakukan berbagai jenis performance

(kinerja). Sudjana (dalam Al Rasjid, dkk., 2006: 129) mengatakan belajar merupakan

proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.

Belajar merupakan suatu proses kegiatan dan bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih

luas daripada itu yakni mengalami (Hamalik, 2007: 36). Slameto (dalam Hadis, 2008:

60) menyatakan belajar suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh

suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman

individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut aliran psikologi

gestalt, belajar adalah suatu proses aktif yang dimaksud aktif bukan hanya aktivitas

yang tampak seperti gerakan-gerakan badan, tetapi juga aktivitas-aktivitas mental,

(10)

Dari pendapat di atas peneliti menyimpulkan, bahwa belajar adalah proses perubahan

perilaku siswa, baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang diperoleh

melalui proses berpikir dan pengalaman siswa sendiri, sehingga siswa dapat

membentuk pengetahuan dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari.

2.3 Pengertian Aktivitas Belajar

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas.

Aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan siswa, baik rohani maupun

jasmani di dalam proses pembelajaran. Hamalik (dalam Susanti, 2009: 28)

mengemukakan aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses

interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas belajar

adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian guna menunjang

proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut (Kusnandar,

2008: 277). Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian kegiatan secara sadar yang

dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan

pengetahuan yang sifatnya tergantung pada banyak sedikitnya perubahan

(http://wawan-junaidi.blogspot.com). Aktivitas belajar adalah suatu proses kegiatan

belajar siswa yang menimbulkan perubahan-perubahan atau pembaharuan dalam

tingkah laku atau kecakapan (http://id.shvoong.com)

Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Berkenaan dengan hal tersebut Dierich (dalam Hanafiah & Suhana, 2010: 24-25) membagi aktivitas belajar dalam 8 kelompok yaitu:

1. Kegiatan-kegiatan visual

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral)

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.

(11)

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

4. Kegiatan-kegiatan menulis

Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

5. Kegiatan-kegiatan menggambar

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. 6. Kegiatan-kegiatan metrik

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.

7. Kegiatan-kegiatan mental

Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat, hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan emosional

Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa, aktivitas belajar

adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh pengalaman

tertentu dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang

diharapkan.

2.4 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran

belajar ini akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran

yang telah dicapai (Woorworth, http://forum.upi.edu). Dimyati & Mudjiono (2006: 3)

menyatakan hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

mengajar. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar,

sedangkan dari siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Hasil belajar

adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar dalam

perwujudan hasil belajar siswa yang dilihat pada setiap mengikuti tes (Ahmadi dalam

(12)

Hamalik (2001: 33) menyatakan hasil belajar dalam kelas harus dapat dilaksanakan ke

dalam situasi-situasi di luar sekolah. Dengan kata lain, murid dapat mentransferkan

hasil belajar ke dalam situasi-situasi yang sesungguhnya di dalam masyarakat.

Bloom (dalam Woorworth, http://forum.upi.edu) merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

Perinciannya adalah sebagai berikut: 1. Ranah Kognitif

Dalam ranah kognitif hasil belajar, tersusun dalam enam tingkatan. Enam tingkatan tersebut adalah, (1) pengetahuan atau ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) sintesis, (5) analisis dan, (6) evaluasi.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2) merespon (aktif berpartisipasi), (3) penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), (4) pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai yang dipercayai) dan, (5) pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).

3. Ranah Psikomotor

Terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) peniruan (menirukan gerak), (2) penggunaan (menggunakan konsep untuk bergerak), (3) ketepatan (melakukan gerak dengan benar), (4) perangkaian (melakukan berbagai gerakan sekaligus dengan benar dan, (5) naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

Berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa, hasil belajar adalah suatu

hasil atau berupa prestasi siswa baik yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor yang dicapai siswa dalam kegiatan pembelajaran dan hasil tersebut dapat

dilihat melalui evaluasi pada akhir pembelajaran.

2.5 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan aktivitas yang utama dalam keseluruhan proses pendidikan di

sekolah, ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada

bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pembelajaran adalah

komunikasi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai target yang

(13)

adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya dalam rangka

mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari

seorang guru dan peserta didik, dimana antar keduanya terjadi komunikasi yang intens

dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Teori

konstruktivistik menyatakan bahwa guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan

kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru

dapat memberikan kemudahan dengan memberikan kesempatan siswa untuk

menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.

Al Rasjid, dkk (2006: 197) mengemukakan pembelajaran merupakan suatu proses

interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap

muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media

pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk

membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar (Hamzah, 2006: 11). Surya (dalam

Hernawan, dkk., 2007: 3) mengemukakan pembelajaran adalah proses yang dilakukan

oleh individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hudojo (dalam

Trianto, 2010: 19) sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivistik mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut: a) siswa terlibat aktif dalam belajar, b) siswa belajar materi

(pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir dan, c) informasi baru

harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang

dimiliki siswa.

Berdasarkan pendapat tersebut peneliti menyimpulkan, bahwa pembelajaran adalah

proses komunikasi antara guru dan siswa dengan memberikan kemudahan bagi siswa

(14)

2.6 Pengertian Model Pembelajaran Induktif

Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting

dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh

karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, teknik maupun model pembelajaran

merupakan suatu hal yang utama. Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2010: 22)

menyatakan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan

sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran,

dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya (Joice & Weil dalam Isjoni, 2007:

50). Eggen & kauchak (dalam Trianto, 2010: 22) menyatakan model pembelajaran

memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.

Joyce & Weil (dalam Wahab, 2008: 58) membagi model-model pembelajaran

berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran

yaitu, (1) model interaksi sosial, (2) model pemrosesan informasi, (3) model personal

(personal models), dan (4) model modifikasi tingkah laku (behavioral).

Model pembelajaran induktif merupakan bagian dari kelompok model yang

berorientasi pada pemrosesan informasi. Model ini menekankan pada cara siswa

memproses informasi. Model pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori

(15)

Guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran

dengan cara berpikir dan membangun ide.

Model induktif dikembangkan oleh filosof Perancis Bacon yang menghendaki

penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkret sebanyak mungkin.

Semakin banyak fakta semakin mendukung hasil simpulan (Susi,

http://susilofy.wordpress.com).

Model ini selanjutnya dikembangkan oleh Hilda Taba dalam eksperimennya. Dalam

eksperimennya itu ia berupaya menyediakan strategi mengajar yang memungkinkan

siswa menangani informasi. Dengan strategi itu kemampuan siswa untuk menangani

informasi merupakan kemampuan yang akan dikembangkan. Untuk mendukung

model mengajar yang dikembangkannya, dia mengemukakan tiga anggapan dasar

tentang proses berfikir sebagai berikut: (1) berpikir dapat diajarkan, (2) berpikir

adalah transaksi aktif antara individu dengan data, (3) dalam proses berpikir

mengembangkan dalam susunan urutan-urutan yang teratur dan urutan itu tidak dapat

dilakukan secara sebaliknya (Wahab, 2008: 64-65).

Model pembelajaran induktif yaitu model pembelajaran nilai yang dimulai dengan

mengenalkan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari kemudian ditarik maknanya

secara hakiki tentang nilai-nilai kebenaran yang berada dalam kehidupan (Majid, 2007:

158). Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung

tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir

tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis, (Fajri, http://vajry27.wordpress.com).

Jadi, peneliti menyimpulkan model pembelajaran induktif adalah model pembelajaran

yang menekankan cara siswa memproses informasi dengan mengembangkan proses

(16)

2.6.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Model Induktif

Model pembelajaran induktif ditujukan untuk mengembangkan kemampuan

siswa dalam mengolah informasi. Sama halnya dengan model pembelajaran

lain, dalam model pembelajaran induktif terdapat langkah-langkah

pelaksanaannya dalam proses belajar. Adapun Langkah-langkah yang harus

ditempuh dalam model pembelajaran induktif menurut Abimanyu (2008: 3.4)

adalah sebagai berikut:

1) Pengajuan data/fakta atau peristiwa khusus

Guru mengidentifikasi data/fakta yang relevan dengan permasalahan

kemudian meminta siswa untuk mengomentari data-data yang ditujukkan

oleh guru.

2) Penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta

Siswa menyusun data atas dasar kesamaan karakteristik dan membuat

kategori serta memberi label atau nama pada kelompok data yang memiliki

kesamaan karakteristik. Penyusunan konsep ini dilakukan dengan

mengajukan pertanyan-pertanyaan tertentu.

3) Penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep

Setelah siswa menyusun konsep-konsep dari data yang diajukan selanjutnya

adalah menyusun peryataan tentang hubungan antara konsep-konsep tersebut.

4) Penarikan kesimpulan

Setelah siswa menyusun generalisasi dari konsep-konsep yang diperoleh

(17)

Model pembelajaran induktif ini menekankan pada pentingnya mengajarkan

kemampuan memecahkan masalah secara umum dan pengaruh pada prosedur

mengajarkan proses berfikir secara khusus (Wahab, 2008: 64).

Jadi, sudah cukup jelas bahwa model ini dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar siswa dalam pembelajaran PKn, karena model induktif adalah model

yang memicu keterlibatan siswa yang lebih mendalam dalam proses

pembelajaran, siswa merasa bebas dan tidak malu saat memberikan pendapat,

dan bertanya (Faiq, http://penelitiantindakankelas.blogspot.com).

2.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Induktif

Model pembelajaran induktif sama dengan model-model pembelajaran lainnya,

yang memiliki kelebihan dan kekurangan ketika diimplementasikan pada proses

pembelajaran.

Adapun kelebihan dari model pembelajaran induktif seperti yang diungkapkan

Restiana (http://restianarendi.wordpress.com), adalah sebagai berikut:

1) Pada model pembelajaran induktif guru memberikan informasi-informasi

tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa tahu tujuan

pembelajaran apa yang harus dicapai. Misalnya guru menyampaikan kepada

siswa bahwa setelah siswa mempelajari materi yang disampaikan, siswa

dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

2) Dengan adanya pertanyaan dari guru membuat siswa lebih memahami

materi. Guru dapat memberikan pertanyaan yang dapat membuat siswa

(18)

3) Membantu siswa memproses data dengan cara yang lebih kompleks dan

meningkatkan kemampuan umumnya dalam memproses data.

4) Membuat siswa lebih aktif pada proses belajar karena proses tanya jawab

tersebut.

Kelemahan Model Pembelajaran Induktif adalah sebagai berikut:

1) Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning)

dan memberikan ilustrasi-ilustrasi kepada siswa. Selain guru terampil dalam

bertanya, tetapi guru pula harus pandai dalam mengilustrasikan

contoh-contoh yang diberikan.

2) Keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan model induktif

tergantung dari contoh-contoh yang diberikan oleh guru.

3) Guru harus dapat menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif sehingga

siswa tidak malu atau takut untuk bertanya dan berpendapat.

Abu (http://www.scribd.com) mengemukakan kelebihan model

pembelajaran induktif yaitu:

1) Model pembelajaran induktif lebih mudah digunakan pada materi

pembelajaran yang masih bersifat konseptual. Misalnya pada materi

mengenai suatu konsep-konsep tertentu.

2) Membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.

3) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk membentuk konsep-konsep

secara efisien dan meningkatkan jangkauan perspektif dari sisi mana

mereka memandang suatu informasi tertentu.

Kelemahan model pembelajaran induktif yaitu:

1) Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, sangat tergantung

(19)

2) Pembelajaran tidak dapat berjalan bila guru dan muridnya tidak suka

membaca, sehingga tidak mempunyai pilihan dalam proses induktif.

3) Penggunaan waktu yang kurang efisien karena tanya jawab antara guru dan

siswa memerlukan waktu yang relatif lama.

Suprawoto (http://slideshare.net) menyatakan model pembelajaran induktif

memiliki kelebihan sebagai berikut:

1) Proses pembelajaran melibatkan unsur psikomotorik dari peserta didik.

Melalui model ini siswa terlibat lebih aktif dalam proses pembelajaran.

2) Mengkonversi pemahaman konseptual menjadi keterampilan. Pembelajaran

yang hanya bersifat verbalisme, dengan model ini sehingga dapat

mengembangkan keterampilan-keterampilan siswa diantaranya

keterampilan mengolah informasi dan berpikir.

3) Model pembelajaran induktif dapat membantu peserta didik untuk

mengumpulkan informasi dan mengujinya secara ilmiah dengan teliti,

mengolah informasi ke dalam konsep-konsep.

Kelemahan Model Pembelajaran Induktif adalah sebagai berikut:

1) Kemandirian siswa tidak dapat berkembang secara optimal. Siswa hanya

menerima ilustrasi-ilustrasi yang diberikan guru tanpa harus mencarinya

sendiri.

2) Pembelajaran berstruktur rendah.

3) Guru mempunyai peran yang vital dalam pembelajaran.

Dapat peneliti simpulkan bahwa model induktif selain memiliki kelebihan juga

(20)

siswa untuk tidak malu bertanya dan mengungkapkan pendapat tetapi

kebenaran kesimpulan yang disusun ditentukan tepat tidaknya contoh yang

dipilih oleh guru.

2.7 Pengertian Media Gambar

Media merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Asra, dkk (2007: 5.5)

menyatakan kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

medius yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus,

pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat

grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali

informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang

dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian

dan kemauan siswa sehingga dapat terdorong dalam proses pembelajarannya.

Hanafiah & Suhana (2010: 59) menyatakan media pembelajaran merupakan segala

bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar secara

cepat, tepat, mudah, benar dan tidak terjadinya verbalisme. Media pembelajaran secara

umum adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi

instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Arsyad,

2003: 4). Sadiman (2003: 6) mengatakan media adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat

merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga

proses belajar mengajar di kelas bisa terjadi.

Asra, dkk (2007: 5.6) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kegunaan media yaitu:

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata tertulis atau tulisan belaka).

(21)

3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.

4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestiknya.

5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Dzamarah & Zain (2006: 145-147) menyatakan ada beberapa faktor pertimbangan yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam memilih media yang akan digunakan, antara lain:

a. Objektivitas. b. Sasaran program.

c. Jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio, visual, gerak, dll). d. Situasi dan kondisi, kualitas teknik, keefektifan dan efisiensi penggunaan.

Berdasarkan hal di atas media yang dipilih harus dapat mempermudah dan memperjelas

penyampaian materi, artinya guru bukan memilih media atas dasar kesenangan pribadi.

Pemilihan media yang cermat dan tepat akan menunjang keefektifan proses

pembelajaran.

Remiszewski (dalam Subana & Sunarti, 2009: 289) mengungkapkan bahwa media yaitu

pembawa pesan (dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam proses

belajar mengajar penerima pesan ialah siswa. Melalui indranya, siswa dirangsang oleh

media untuk menggunakan kombinasi dari beberapa indranya sehingga mampu

menerima pesan secara lebih lengkap. Dalam pembelajaran, pesan yang disalurkan oleh

media ialah isi pelajaran. Dengan kata lain, pesan ini dapat bersifat rumit dan mungkin

juga harus dirangsang dengan cermat untuk dikomunikasikan dengan baik kepada

siswa.

Gerlach (dalam Hairuddin, dkk., 2007: 7.6) mengklasifikasikan jenis media berdasarkan teknologi yang digunakan, yaitu media tradisional dan media dengan teknologi mutakhir. Media tradisional meliputi, (1) media visual diam yang diproyeksikan, contohnya: proyeksi tak tembus pandang, (2) media visual yang tak diproyeksikan, contohnya: gambar, poster, foto, diagram dll, (3) audio, contohnya: radio, piringan hitam, dan tape recorder, (4) multimedia, contonya:

(22)

televisi, dan video, (6) media cetak, contonya: buku teks, modul, workbook, majalah, hand out, (7) permainan, (8) realita, contohnya: model manipulatif seperti boneka dan peta. Media dengan teknologi mutakhir meliputi dua jenis. Pertama, media berbasis telekomunikasi, contohnya teleconference dan kuliah jarak jauh. Kedua, media berbasis mikroprosesor, contohnya: computer-assisted instruction, permainan, sistem tutor intelejen, interaktif, hypermedia, compact

(video) disc.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa media adalah segala

sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang

pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat

mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa. Selain itu, media secara

mendasar berpotensi memberikan peluang bagi siwa untuk mengembangkan

kepribadian.

Di antara media pendidikan yang ada, media gambar adalah media yang paling umum

dipakai. Media ini berfungsi menyalurkan pesan dari sumber informasi ke penerima

pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indra penglihatan, dan pesan yang

disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol tersebut perlu dipahami secara tepat

agar proses penyampaian pesan dapat efektif dan efisien. Namun secara khusus media

gambar berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan

atau memberi variasi pada fakta yang kemungkinan akan dilupakan atau diabaikan.

Media gambar merupakan media sederhana, mudah dalam pembuatannya, dan ditinjau

dari pembiayaan termasuk media yang murah harganya. Media gambar atau media

grafis terdiri atas gambar, bagan, diagram, grafik, poster, kartu dan komik. Di antara

media grafis, gambar adalah media yang paling umum dipakai.

Rivai & Sudjana (dalam Angkowo & Kosasih 2007: 26) mengungkapkan media

gambar adalah media yang mengombinasikan fakta dan gagasan secara jelas dan kuat

(23)

adalah penyajian visual dua dimensi yang memanfaatkan rancangan gambar sebagai

sarana pertimbangan mengenai kehidupan sehari-hari, misalnya yang menyangkut

manusia, peristiwa, benda-benda, tempat dan sebagainya.

Media gambar adalah merupakan peniruan dari benda-benda dan pemandangan dalam

hal bentuk, rupa serta ukurannya relatif terhadap lingkungan (Soelarko,

http://tpcommunity05.blogspot). Mahmud (http://mahmudsapsalbrg.wordpress.com)

menyatakan bahwa, media gambar adalah perwujudan lambang dari hasil

peniruan-peniruan benda-benda, pemandangan, curahan pikiran atau ide-ide yang di

visualisasikan kedalam bentuk dua dimensi. Media gambar adalah segala sesuatu yang

diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan atau

pikiran (Ian, http://ian43.wordpress.com).

Dapat peneliti simpulkan bahwa, media gambar adalah foto atau sejenisnya yang

menampakkan sesuatu benda yang sesuai dengan aslinya dan banyak digunakan dalam

proses pembelajaran, sehingga dapat mengatasi keterbatasan dalam menampilkan objek

atau benda aslinya di dalam kelas sehingga pembelajaran menjadi tidak bersifat verbal.

2.7.1 Fungsi Media Gambar

Pemanfaatan media pembelajaran akan dapat berguna untuk membangkitkan

gairah belajar, memungkinkan siswa untuk belajar mandiri sesuai dengan minat

dan kemampuannya. Media dapat meningkatkan pengetahuan, memperluas

pengetahuan, serta memberikan fleksibilitas dalam penyampaian pesan. Media

dapat memperjelas pesan agar tidak terlalu bersifat verbal dan media berfungsi

sebagai alat komunikasi, sebagai sarana pemecahan masalah, dan sebagai sarana

(24)

Secara garis besar fungsi utama penggunaan media gambar seperti yang diungkapkan Hamalik (http://tpcommunity.blogspot.com/)yaitu:

1. Fungsi Edukatif, artinya mendidik dan memberikan pengaruh positif pada pendidikan.

2. Fungsi Sosial, artinya memberikan informasi yang autentik dan pengalaman berbagai bidang kehidupan dan memberikan konsep yang sama kepada setiap orang.

3. Fungsi Ekonomis, artinya memberikan produksi melalui pembinaan prestasi kerja secara maksimal.

4. Fungsi Politis, berpengaruh pada politik pembangunan.

5. Fungsi Seni Budaya dan Telekomunikasi, yang mendorong dan menimbulkan ciptaan baru, termasuk pola usaha penciptaan teknologi yang modern.

Fungsi media gambar menurut Basuki & Farida

(http://edukasi.komposiana.com) adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan kemampuan visual.

2. Mengembangkan imajinasi anak.

3. Membantu meningkatkan kemampuan anak terhadap hal-hal yang abstrak

atau peristiwa yang tidak mungkin dihadirkan di dalam kelas.

4. Mengeningkan kreativitas siswa

Ruminiati (2007: 2.23) menyatakan fungsi media gambar adalah:

1) mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak, 2) mendekatkan dengan objek

yang sebenarnya, 3) melatih siswa berpikir konkret dan, 4) memperjelas sesuatu

masalah. Media gambar sebagai ungkapan perasaan atau pikiran dalam bentuk

media dua dimensi yang sesuai dengan benda aslinya, dapat membuat hal yang

bersifat abstrak menjadi lebih konkret dan tidak bersifat verbal.

Fungsi-fungsi tersebut di atas terkesan masih bersifat konseptual. Fungsi praktis yang dijalankan oleh media pengajaran yang dinyatakan Rohani (http://tpcommunity.blogspot.com) adalah sebagai berikut:

(25)

2. Mengatasi batas ruang dan kelas, misalnya gambar tokoh pahlawan yang dipasang di ruang kelas.

3. Mengatasi keterbatasan kemampuan indra.

4. Mengatasi peristiwa alam, misalnya rekaman peristiwa letusan gunung berapi untuk menerangkan gejala alam.

5. Menyederhanakan kompleksitas materi.

6. Memungkinkan siswa mengadakan kontak langsung dengan masyarakat atau alam sekitar.

Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa, fungsi media gambar dalam pembelajaran

adalah sebagai alat komunikasi dalam menyampaikan materi pembelajaran yang

lebih konkret pada siswa sehingga lebih mudah dipahami siswa.

2.7.2 Karakteristik Media Gambar

Rahadi (http://muslich-m.blogspot.com/2010/01) mengemukakan ada beberapa karakteristik media gambar:

1. Harus autentik, artinya dapat menggambarkan objek atau peristiwa seperti jika siswa melihat langsung.

2. Sederhana, komposisinya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam gambar tersebut.

3. Ukuran gambar proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran yang sesungguhnya benda atau objek yang digambar.

4. Memadukan antara keindahan dengan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5. Gambar harus message, tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Karakteristik media gambar seperti yang diungkapkan Angkowo & Kosasih (2007: 28) adalah sebagai berikut:

1. Gambar yang bagus, menarik, jelas, dan mudah dimengerti.

2. Apa yang digambar harus cukup penting dan cocok untuk hal yang sedang dipelajari.

3. Gambar harus benar dalam arti harus dapat menggambarkan situasi yang serupa jika dilihat pada keadaan yang sebenarnya.

4. Gambar memiliki kesederhanaan dalam arti tidak rumit sehingga sulit dipahami siswa.

(26)

Dapat peneliti simpulkan media gambar yang dapat digunakan dalam

pembelajaran selain gambar harus menarik, sesuai dengan keadaan aslinya,

tetapi ukuran gambar juga harus sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan

materi yang sedang dipelajari. Gambar yang bagus digunakan dalam

pembelajaran adalah gambar yang dibuat sendiri atau mengambil dari media

gambar yang telah ada.

2.7.3 Kelebihan dan Kelemahan Media Gambar

Media gambar dalam proses pembelajaran dapat mempermudah untuk

menyampaikan materi pembelajaran. Berkenaan dengan hal ini Solihatin &

Raharjo (2007: 27-28) mengungkapkan kelebihan dan kelemahan media

gambar. Adapun kelebihannya adalah sebagai berikut:

1. Sifatnya konkret dan lebih realistis dalam memunculkan pokok masalah,

jika dibandingkan dengan bahasa verbal.

2. Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Hal ini memudahkan guru dalam

membawa media pembelajaran yang aslinya ke dalam kelas.

3. Dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.

4. Memperjelas masalah bidang apa saja. Media gambar merupakan media

yang sering dipakai dalam mata pelajaran dan materi apa saja, tetapi media

yang digunakan disesuaikan pula dengan tujuan pembelajaran.

5. Harganya murah dan mudah didapat serta digunakan. Media gambar selain

harganya terjangkau juga mudah didapat dan digunakan karena tidak

(27)

Media gambar selain memiliki kelebihan seperti yang disebutkan di atas, tetapi

juga memiliki kelemahan, yaitu:

1. Hanya menampilkan persepsi indera mata, ukurannya terbatas hanya dapat

dilihat oleh sekelompok siswa.

2. Gambar diinterpretasikan secara personal dan subjektif. Gambar yang

ditampilkan dapat dimaknai berbeda oleh setiap orang, atau dengan kata

lain tergantung dari sudut pandang orang yang menafsirkannya.

3. Gambar disajikan dalam ukuran yang sangat kecil, sehingga kurang efektif

dalam pembelajaran.

Kelebihan media gambar selain yang diungkapkan oleh Solihatin & Raharjo

terdapat perbedaan dengan yang dinyatakan oleh Hilman

(http://www.hilman.web.id). Adapun kelebihan media gambar yaitu:

1. Dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata.

2. Gambar relatif tidak mahal. Karena media gambar mudah didapat sehingga

harganya pula terjangkau.

3. Mendukung atau lebih memperjelas dari teks atau tulisan. Walaupun

gambar hanya menampilkan persepsi penglihatan, tetapi gambar lebih

efektif dibandingkan dengan tulisan saja sehingga bersifat verbal.

4. Dengan adanya gambar atau foto, pembaca media cetak bisa mengetahui

keadaan atau kejadian tersebut meskipun tidak secara menyeluruh.

Kelemahan media gambar yaitu:

1. Gambar atau foto biasanya dimaknai dengan berbeda-beda.

2. Kadang juga bersifat ambigu, dimana maksud dari pemotret atau pengambil

gambar berbeda dengan yang melihat foto atau gambar tersebut.

(28)

Mahmud menyatakan kelebihan media gambar yaitu:

1. Gambar sangat mudah di pakai.

2. Gambar biasanya lebih menarik daripada tulisan dan mudah di ingat oleh

yang melihatnya.

3. Gambar mudah didapat dan dibuat sendiri.

Kelemahannya yaitu:

1. Gambar di intepretasikan secara personal dan subyektif.

2. Gambar disajikan dalam ukuran yang sangat kecil, sehingga

kurang efektif dalam pembelajaran.

3. Ukurannya terbatas hanya dapat terlihat oleh sekelompok siswa

(http://mahmudsapsalbrg.wordpress.com)

Sudjana (http://tpcommunity05.blogspot.com) menyatakan tentang bagaimana siswa belajar melalui gambar-gambar adalah sebagai berikut : 1. Ilustrasi gambar merupakan perangkat tingkat abstrak yang dapat

ditafsirkan berdasarkan pengalaman dimasa lalu, melalui penafsiran kata-kata.

2. Ilustrasi gambar merupakan perangkat pengajaran yang dapat menarik minat belajar siswa secara efektif.

3. Ilustrasi gambar membantu para siswa membaca buku pelajaran terutama dalam penafsiran dan mengingat-ingat materi teks yang menyertainya.

4. Dalam booklet, pada umumnya anak-anak lebih menyukai setengah atau 1 halaman penuh bergambar disertai beberapa petunjuk yang jelas. 5. Ilustrasi gambar isinya harus dikaitkan dengan kehidupan nyata, agar

minat para siswa menjadi efektif.

6. Ilustrasi gambar isinya hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan gerakan mata pengamat dan bagian-bagian yang paling penting dari ilustrasi itu harus dipusatkan pada bagian sebelah kiri atas media gambar.

Dari beberapa pendapat di atas maka peneliti simpulkan bahwa, media gambar

tidak hanya memiliki kelebihan saja tetapi media gambar juga mempunyai

(29)

murah tetapi gambar hanya dapat disajikan dalam ukuran yang sangat kecil dan

hanya dapat diinterpretasikan secara personal dan subjektif.

2.7.4 Langkah-langkah Penggunaan Media Gambar

Untuk mempermudah penyampaian materi dalam pembelajaran menggunakan

media gambar, perlu memperhatikan langkah dalam penggunaanya. Ruminiati

(2007: 2.23) mencantumkan langkah-langkah penggunaan media gambar yaitu:

1. Menganalisis materi pokok yang akan dituangkan dalam bentuk media

gambar.

2. Menyiapkan bahan-bahan yang digunakan.

3. Menampilkan gambar-gambar sehingga dapat dilihat dengan jelas oleh

semua siswa.

4. Guru meminta para siswa mengomentari gambar yang telah diperagakan

dan siswa yang lain diminta memberikan tanggapan terhadap komentar

tersebut.

5. Guru menjelaskan materi pelajaran melalui media yang telah disiapkan

sekaligus juga menanamkan nilai moral dan norma yang menjadi target

harapannya.

6. Guru melibatkan siswa dalam pemanfaatan media pembelajaran.

7. Guru menyimpulkan materi pelajaran sekaligus menindaklanjuti dengan

memberikan tugas kepada siswa untuk memperkaya penguasaan materi

pelajaran PKn dengan model pembelajaran yang digunakan.

Pada prinsipnya langkah dalam pemanfaatan media gambar dalam pembelajaran

adalah sama, yaitu guru menganalisis materi yang akan diajarkan dengan

(30)

gambar yang telah dibuat dan melibatkan siswa dalam pemanfaatannya. Adapun

langkah-langkah penggunaan media gambar adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media gambar.

2. Guru memilih dan memanfaatkan media gambar yang akan dimanfaatkan

guna mencapai tujuan.

3. Siswa mempunyai persiapan dalam menerima pelajaran dengan

menggunakan media gambar.

4. Penyajian bahan pelajaran dengan memanfaatkan media pengajaran.

5. Siswa belajar dengan memanfaatkan media gambar.

6. Langkah evaluasi pengajaran. Pada langkah ini kegiatan belajar di evaluasi

sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang

keberhasilan proses belajar siswa (Techonly, http://

techonly13.wordpress.com).

Angkowo & Kosasih (2007: 30) menyatakan langkah-langkah penggunaan media gambar yaitu sebagai berikut:

1. Guru memberikan penjelasan tentang kegiatan pembelajaran dan apersepsi untuk mengetahui kemampuan/pengalaman siswa melalui tanya jawab. 2. Siswa membaca setiap penjelasan guru tentang materi yang ditulis pada

media gambar.

3. Siswa membaca setiap penjelasan pada media gambar, membaca buku pendukung yang telah dipersiapkan.

4. Mengerjakan latihan yang telah disediakan dengan didukung oleh media gambar yang telah tersedia dan mencocokkan hasil pekerjaannya dengan kunci jawaban yang telah dipersiapkan guru.

5. Guru membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari dan mengadakan tes akhir untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran.

Dengan demikian media gambar merupakan salah satu teknik media

pembelajaran yang efektif kerena mengkombinasikan fakta dan gagasan secara

jelas, kuat dan terpadu melalui pengungkapan kata-kata dan gambar.

(31)

Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berubah

menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan dalam kurikulum 2004 disebut

sebagai mata pelajaran kewarganegaraan (citizenship) (Fajar, 2009: 141).

Pengertian PKn (n) tidak sama dengan PKN (N). PKN (N) adalah Pendidikan

Kewargaan Negara, sedangkan PKn (n) adalah Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah

KN merupakan terjemahan civics.

Soemantri (dalam Ruminiati, 2007: 1.25) menyatakan Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan untuk membentuk atau membina warga negara yang baik, yaitu warga negara yang tahu, mau dan mampu untuk berbuat baik. Warga negara yang baik adalah warga negara yang mengetahui dan menyadari serta melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara. Sedangkan PKn (n) adalah Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1949. Undang-Undang ini berisi tentang diri kewarganegaraan, dan peraturan tentang naturalisasi atau pemerolehan status formal warga negara Indonesia yang kemudian diperbarui lagi dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, yang telah diberlakukan mulai 1 Agustus 2006 dan disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna tanggal 11 Juli 2006.

Fajar (dalam Solihatin & Raharjo, 2007: 96) menyatakan bahwa PKn sebagai wahana

untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis

dan bertanggung jawab, pembelajaran PKn perlu dikembangkan dan dituangkan dalam

bentuk standar nasional, standar materi, serta model-model pembelajaran yang efektif.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha membekali peserta didik dengan

pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara

dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga

negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(32)

Tarigan (2006: 7) mengemukakan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara.

Fajar (2009: 143) menyatakan tujuan mata pelajaran PKn adalah supaya siswa memiliki kemampuan yaitu, (1) berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewargenegaraan, (2) berpartispasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, (3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, (4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia baik secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi dan informasi.

Berdasarkan tujuan di atas, Mulyasa (dalam Ruminiati, 2007: 1.26) menyatakan ruang

lingkup PKn meliputi aspek-aspek: (1) persatuan dan kesatuan, (2) norma hukum dan

peraturan, (3) hak asasi manusia, (4) kebutuhan warga Negara, (5) konstitusi Negara,

(6) kekuasaan politik, (7) kedudukan pancasila, dan, (8) globalisasi.

Berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa, pendidikan

kewarganegaraan berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai pancasila serta

menerapkannya dalam kehidupan demokrasi, sehingga dapat menjadi warganegara

yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan yang diamanatkan dalam

pancasila dan UUD 1945.

2.9 HIPOTESIS TINDAKAN

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dirumuskan hipotesis tindakan, yaitu “Apabila

(33)

memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka akan meningkatkan aktivitas dan

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan

pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom Action Research (Asrori,

2009: 4). Dalam setiap siklus terdiri dari 4 kegiatan pokok yang dirangkai menjadi satu

kesatuan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (action), pengamatan (observe),

dan refleksi (reflect). Menurut Hopkins (dalam Muslich, 2009: 8), mengatakan bahwa

PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku

tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakannya dalam

melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap kondisi dalam praktik

pembelajaran. Siklus penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

(35)

Gambar 1. Siklus Tindakan dalam Penelitian

Modifikasi dari Asrori, 2009: 4

3.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah guru dan siswa kelas IV SDN 08 Metro

Selatan Tahun Pelajaran 2011/2012 dengan jumlah 1 orang guru dan 30 orang siswa,

dengan komposisi 16 orang laki-laki dan 14 orang perempuan.

3.3 Setting Penelitian

3.3.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas IV SDN 08 Metro Selatan

Jl. Gembira No. 47 Kelurahan Sumbersari Bantul Kecamatan Metro Selatan Kota

Metro.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 dan

dilaksanakan selama kurang lebih enam bulan, dimulai dari bulan Desember

tahun 2011 sampai bulan Mei tahun 2012.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan seluruh data yang terdiri dari data kualitatif dan

kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari observasi kinerja guru dan aktivitas siswa

(36)

menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar. Sedangkan data

kuantitatif diperoleh dari pre test dan post test.

3.5 Alat Pengumpulan Data

1. Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari lembar panduan observasi. Instrumen ini dirancang

oleh peneliti yang berkolaborasi dengan guru kelas IV. Lembar panduan observasi

ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kinerja guru dan aktivitas belajar

siswa selama berlangsungnya Penelitian Tindakan Kelas dalam pembelajaran PKn

dengan menggunakan model induktif dengan media gambar.

2. Data Kuantitatif

Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar. Instrumen ini digunakan untuk

mengetahui kemampuan siswa khususnya materi yang sudah dipelajari dengan

menggunakan model induktif dengan media gambar.

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan teknik analisis data secara

kualitatif dan kuantitatif.

3.6.1 Kualitatif

Analisis kualitatif akan digunakan untuk menganalisis data persentase aktivitas

siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran.

Persentase aktivitas siswa dan kinerja guru diperoleh dengan rumus sebagai

berikut:

NP

= x 100

(37)

NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan

R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum ideal dari tes yang ditentukan

100 = Bilangan tetap

Diadopsi dari Purwanto (2008: 102)

Persentase aktivitas belajar siswa dan kinerja guru memiliki kriteria

keberhasilan sebagai berikut.

Tabel 1. Kriteria Keberhasilan Aktivitas Siswa dan Guru dalam (%).

No Tingkat Keberhasilan Keterangan

1 > 80 % Sangat Tinggi

Analisis kuantitatif akan digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan belajar

siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru. Nilai

rata-rata hasil belajar siswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

(38)

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa digunakan rumus

sebagai berikut:

∑ siswa yang tuntas belajar

p = x 100 %

∑ siswa

Diadopsi Aqib (2009: 41)

3.7 Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah apabila adanya peningkatan aktivitas

siswa dan hasil belajar siswa setiap siklusnya.

3.8 Urutan Penelitian Tindakan Kelas

3.8.1 Siklus I

1. Perencanaan (Planning)

a) Pada tahap ini, diawali dengan pembuatan rencana perbaikan pembelajaran

menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada materi

“Globalisasi” .

b) Persiapan dan pemilihan media gambar yang akan digunakan pada

pembelajaran.

c) Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati kinerja guru dan

aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

d) Menyusun soal-soal tes (pre test dan post test).

2. Pelaksanaan (Action)

Pada tahap ini rencana kegiatan pelaksanaan pembelajaran pada materi “Globalisasi”

untuk pertemuan pertama dan kedua, dengan menggunakan model induktif dengan

media gambar meliputi beberapa tahap antara lain:

(39)

a) Guru mengecek kesiapan siswa dalam memulai pembelajaran.

b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa melalui

pelemparan isu dan permasalahan yang berhubungan dengan materi yang

akan disajikan.

c) Guru mengadakan apersepsi mengenai materi yang akan disampaikan.

B. Kegiatan Inti

Eksplorasi

a) Diawal siklus siswa mengerjakan soal pre test untuk mengukur

kemampuan awal belajar siswa.

b) Guru menggali pengetahuan awal dan pengalaman siswa mengenai

globalisasi dan bukti globalisasi terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Elaborasi

a) Guru menunjukkan berbagai macam gambar bukti adanya globalisasi.

b) Guru bertanya kepada siswa bukti adanya globalisasi berdasarkan

gambar-gambar yang ditunjukkan.

c) Kemudian guru menugaskan siswa untuk berdiskusi secara berkelompok,

yang diawali dengan pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari

5 orang siswa.

d) Kelompok dibagikan lembar tugas kelompok (LTK) yang telah dirancang

oleh guru. Sebelum memulai diskusi, siswa diberi kesempatan bertanya

tentang pelaksanaan diskusi (pelaksanaan, pelaporan, penilaian dan

lain-lain).

e) Kemudian setiap kelompok diminta untuk memberikan label (nama) pada

(40)

f) Berdasarkan gambar di LTK, kelompok berdiskusi untuk merumuskan

bukti adanya globalisasi serta menyusun suatu generalisasi.

g) Kemudian setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil

diskusinya.

h) Setelah semua kelompok maju, siswa bersama dengan guru menarik

kesimpulan lanjut dari apa yang telah dipelajari.

Konfirmasi

a) Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi

yang kurang dipahami.

b) Guru memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum

berpartisipasi aktif.

C. Kegiatan Penutup

a) Guru memberikan soal post test yang dikerjakan secara individu.

b) Guru melaksanakan tindak lanjut yaitu memberikan tugas rumah untuk

menuliskan bukti globalisasi yang terjadi di sekitar lingkungan siswa dan

merangkum.

3. Observasi (Observe)

Observer mengobservasi kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran

berlangsung dengan menggunakan lembar panduan observasi yang telah disiapkan.

4. Refleksi (Reflect)

Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh tim peneliti untuk melihat kembali

(41)

aktivitas serta hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, sebagai acuan

dalam membuat rencana tindakan pembelajaran baru pada siklus berikutnya.

3.8.2 Siklus II

Pada akhir siklus I telah dilakukan refleksi oleh observer dan guru kemudian

pada siklus ke II akan dilakukan perbaikan dari kekurangan-kekurangan yang

dialami pada siklus ke I. Adapun pelaksanaan pada siklus II yaitu:

1. Perencanaan (Planning)

a) Pada tahap ini, diawali dengan pembuatan rencana perbaikan pembelajaran

menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada materi

“Dampak Globalisasi” .

b) Persiapan dan pemilihan media gambar yang akan digunakan pada

pembelajaran.

c) Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati kinerja guru dan

aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

d) Menyusun soal-soal tes (pre test dan post test).

2. Pelaksanaan (Action)

Pelaksanaan siklus ke II sama dengan siklus I disesuaikan dengan RPP yang telah

dibuat, dan materi pembelajaran adalah “Dampak Globalisasi”.

3. Observasi (Observe)

Observer mengobservasi kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran

berlangsung dengan menggunakan lembar panduan observasi yang telah disiapkan.

4. Refleksi (reflect)

Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh tim peneliti untuk melihat kembali

kelemahan dan kebaikan dalam proses pembelajaran oleh guru dan menganalisis

(42)

pedoman untuk membuat rencana tindakan pembelajaran baru pada siklus

berikutnya.

3.8.3 Siklus III

Pada akhir siklus II telah dilakukan refleksi oleh observer dan guru kemudian

pada siklus ke III akan dilakukan perbaikan dari kekurangan-kekurangan yang

dialami pada siklus ke II. Adapun pelaksanaan pada siklus III yaitu:

1. Perencanaan (Planning)

a) Pada tahap ini, diawali dengan pembuatan rencana perbaikan pembelajaran

menggunakan model pembelajaran induktif dengan media gambar pada materi

“Menyikapi Pengaruh Globalisasi”.

b) Persiapan dan pemilihan media gambar yang akan digunakan pada

pembelajaran.

c) Menyiapkan lembar panduan observasi untuk mengamati kinerja guru dan

aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

d) Menyusun soal-soal tes (pretest dan post test).

2. Pelaksanaan (Action)

Pelaksanaan siklus ke III sama dengan siklus II disesuaikan dengan RPP yang telah

dibuat, dan materi pembelajaran adalah “Menyikapi Pengaruh Globalisasi”.

3. Observasi (Observe)

Observer mengobservasi kinerja guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran

berlangsung dengan menggunakan lembar panduan observasi yang telah disiapkan.

4. Refleksi (Reflect)

Pada akhir siklus dilakukan refleksi oleh tim peneliti untuk melihat kembali

(43)

aktivitas serta hasil belajar siswa selama pembelajaran berlangsung dan apakah

masih perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.

3.9 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

(44)

Gambar

Tabel 1. Kriteria Keberhasilan Aktivitas Siswa dan Guru dalam (%).
Tabel

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu penulis ingin mengangkat apa yang menjadi kendala siswa kelas 2 pada khususnya di SDN 03 Dawung Matesih Karanganyar ini, dalam bentuk

Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil: Pertama, implementasi regulasi yang ada bagi profesi pelaut sebagai subjek hak atas perumahan untuk mendapatkan rumah

RSIA KENARI GRAHA MEDIKA Dapat memberikan pelayanan Rawat Inap tidak hanya untuk Ibu dan Anak tetapi juga untuk Laki - Laki dan Perempuan Dewasa (selain kasus kebidanan). RS

Aplikasi Buku Kenangan Elektronik ini dapat menjawab masalah tersebut.Dengan aplikasi ini data â data tentang teman â teman dan kenalan, khususnya data teman â teman 3 KC 39

[r]

[r]

[r]

bahwa untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman modal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk percepatan pembangunan dengan tetap meningkatkan