• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E

PADA MATERI ASAM BASA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN

DAN INFERENSI

Oleh

DEWI TOMAN FRISKA NADEAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran

Learning Cycle 5 E pada materi asam basa dalam meningkatkan keterampilan

mengelompokkan dan inferensi. Penelitian ini menggunakan metode kuasi

eks-perimen dengan Non Equivalent (Pretest and Posttest) Control Group Design.

Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri I Kotaagung, dan

sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2.

Efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E dalam penelitian ini diukur

berdasarkan perbedaan n-Gain yang signifikan dan uji perbedaan dua rata-rata

(uji-t). Nilai rerata n-Gain keterampilan mengelompokkan pada kelas ekspe-

rimen dan kelas kontrol yaitu 0,63 dan 0,52; dan nilai rerata n-Gain keterampilan

inferensi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu 0,70 dan 0,62. Hasil

uji-t menunjukkan bahwa keuji-terampilan mengelompokkan dan inferensi pada mauji-teri

(3)

ii

Hal tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E pada

materi asam basa efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan

dan inferensi.

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme... 8

B. Model Pembelajaran Learning Cycle 5 E (LC 5E)... 9

C. Keterampilan Proses Sains ... 15

D. Analisis Konsep. ... 19

E. Kerangka Berpikir. ... 23

F. Anggapan Dasar ... 26

G. Hipotesis Umum ... 26

(7)

v

C. Metode dan Desain Penelitian ... 28

D. Variabel Penelitian ... 29

E. Instrumen Penelitian ... 29

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30

G. Teknik Analisis Data ... 32

H. Pengujian Hipotesis ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 39

B. Pembahasan ... 46

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 56

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus kelas eksperimen ... 58

2. RPP kelas eksperimen ... 67

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 98

4. Kisi–kisi soal pretest ... 137

5. Soal pretest ... 139

6. Rubrik penskoran pretest ... 144

7. Kisi–kisi soal posttest ... 153

8. Soal posttest ... 156

9. Rubrik penskoran posttest ... 161

10.n-Gain keterampilan mengelompokkan dan inferensi ... 170

(8)
(9)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang

kom-posisi, struktur, dan sifat materi beserta segala perubahan yang menyertai

ter-jadinya reaksi kimia. Ilmu kimia memiliki tiga aspek yaitu proses/kerja ilmiah,

produk serta sikap. Dalam proses pembelajaran kimia, siswa perlu memiliki

keterampilan proses sains untuk menghasilkan produk pembelajaran berupa teori,

hukum, prinsip yang telah diterima kebenarannya serta menumbuhkan sikap

ilmiah dalam diri siswa.

Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah keterampilan yang diperlukan untuk

menerapkan metode ilmiah dalam memahami fakta dan mengembangkan sendiri

konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang di-

tuntut. Guru sebagai tenaga pendidik perlu melatihkan keterampilan proses sains

kepada siswa karena keterampilan proses sains dapat menumbuhkan pengalaman

bagi siswa serta mengeksplorasi kemampuan siswa selama proses pembelajaran.

Selain itu, guru dapat membekali siswa dengan suatu keterampilan berpikir dan

bertindak melalui sains untuk menyelesaikan suatu masalah serta menjelaskan

(10)

Keterampilan proses sains yang harus dimiliki siswa diantaranya adalah keteram-

pilan mengelompokkan dan inferensi karena pada materi kimia terdapat

materi-materi yang menuntut keterampilan mengelompokkan dan inferensi seperti pada

materi asam basa. Selain itu, keterampilan mengelompokkan dan inferensi akan

membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, setelah mengetahui sifat asam dan basa siswa dapat mengelompokkan

bahwa abu gosok tergolong ke dalam basa yang dapat digunakan untuk mencuci

piring. Selain itu, siswa yang telah mengetahui sifat asam dan basa dapat

menyimpulkan bahwa untuk mengurangi konsentrasi asam dapat ditambahkan

suatu basa ke dalamnya. Misalnya, ketika sakit mag seseorang meminum obat

mag yang terbuat dari basa magnesium hidroksida untuk mengurangi asam

lambung yang terlalu tinggi.

Faktanya pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan

konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja, tanpa menyuguhkan bagaimana pro-

ses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut, sehingga sikap ilmiah dalam

diri siswa kurang berkembang. Akibatnya pembelajaran kimia menjadi

kehilangan daya tariknya serta lepas relevansinya dengan dunia nyata yang

seharusnya menjadi obyek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2003).

Senada dengan hal tersebut, Liliasari (2007) mengemukakan bahwa pembelajaran

sains (khususnya kimia) di Indonesia umumnya masih menggunakan pendekatan

tradisional, yaitu siswa dituntut lebih banyak untuk mempelajari konsep-konsep

dan prinsip-prinsip sains secara verbalistis. Hal ini diperkuat oleh hasil observasi

(11)

yang diterapkan adalah pembelajaran yang menggunakan metode ceramah, latihan

soal, dan tanya jawab. Pembelajaran yang diterapkan masih terpusat pada guru,

dimana pada proses pembelajaran guru menyampaikan materi terlebih dahulu dan

sesekali menyampaikan pertanyaan kepada siswa. Guru meminta siswa untuk

mendengarkan dan mencatat materi yang dijelaskan oleh guru. Setelah semua

materi dijelaskan, guru memberikan latihan soal untuk dikerjakan siswa dan pada

akhir pembelajaran guru bersama siswa menyimpulkan materi yang baru saja

di-pelajari. Hal ini menyebabkan siswa cenderung menghafal konsep. Meskipun

ada praktikum, kegiatan ini jarang dilakukan sehingga membuat siswa kurang

mempunyai pengalaman dalam proses pembelajaran dan membuat siswa hanya

menganggap ilmu kimia sebagai sesuatu yang sangat abstrak yang membuat siswa

kurang tertarik pada pelajaran kimia. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dipilih

model pembelajaran yang berfilosofi konstruktivisme yang memungkinkan siswa

memperoleh kesempatan berlatih untuk meningkatkan keterampilan proses sains

siswa seperti keterampilan mengelompokkan dan inferensi.

Salah satu model pembelajaran dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam

proses pembelajaran dan membantu siswa dalam menemukan dan memahami

konsep serta meningkatkan keterampilan proses sains adalah Learning Cycle 5E.

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penerapan model pembelajaran

Learning Cycle 5E menunjukkan bahwa pembelajaran ini memberikan dampak

yang positif terhadap keterampilan proses sains siswa. Pandini (2011)

menya-takan bahwa keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran

hidro-lisis garam dengan metode praktikum dan model Learning Cycle 5E dikatakan

(12)

dan kelompok rendah. Nugraheni (2012) menyatakan bahwa penerapan model

pembelajaran Learning Cycle 5E berpengaruh positif terhadap keterampilan

proses sains biologi siswa kelas X Al Islam Surakarta.

Learning Cycle 5E merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pa-

da siswa melalui rangkaian tahap-tahap (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa

sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai deng-

an cara berperan aktif dalam proses pembelajaran. Pada pembelajaran Learning

Cycle 5E terdapat 5 fase yaitu engagement phase, exploration phase, explanati-

on phase ,elaboration phase, dan evaluation phase .

Pada engagement phase, siswa diberi motivasi agar berminat mengikuti pelajaran

dan guru membimbing siswa membuat prediksi-prediksi tentang fenomena ber-

dasarkan pengalaman siswa dan dibuktikan dalam exploration phase. Pada

exploration phase, guru memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama da-

lam kelompok-kelompok kecil tanpa pengarahan langsung dari guru untuk meng-

uji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui

kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur. Pada explanation phase, guru

mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri,

me-minta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan

diskusi. Pada elaboration phase, siswa menerapkan konsep dan keterampilan da-

lam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan yang

terakhir yaitu evaluation phase, guru melakukan evaluasi terhadap efektivitas

fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman

(13)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul

“Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle 5E pada Materi Asam Basa dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Inferensi ”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada

materi asam basa dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan ?

2. Bagaimanakah efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi

asam basa dalam meningkatkan keterampilan inferensi ?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk

men-deskripsikan efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi

asam basa dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi semua yang berkecimpung di dunia pendidikan, ter-

utama bagi guru dan siswa yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Be-

rikut diuraikan manfaat penelitian bagi siswa, guru dan calon guru serta sekolah:

a. Siswa

Penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E membantu siswa untuk

le-bih aktif dalam memahami materi pelajaran kimia khususnya pada materi

(14)

b. Guru dan Calon Guru

Learning Cycle 5E dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran

pada materi asam basa dan materi lain yang mempunyai karakteristik yang sa-

ma dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi bagi

siswa di sekolah.

c. Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan referensi bagi sekolah untuk

meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah asam basa menurut Arrhenius.

2. Efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E dilihat dari perbedaan

n-Gain keterampilan mengelompokkan dan inferensi yang signifikan antara

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E adalah model pembelajaran yang

terdiri dari 5 fase yaitu Engagement (Pendahuluan), Exploration (Eksplorasi),

Explaination (Penjelasan), Elaboration (Penerapan Konsep), Evaluation (Eva-

luasi).

4. Indikator keterampilan mengelompokkan yaitu mampu menentukan perbedaan,

mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan

(15)

5. Indikator keterampilan inferensi ialah mampu menjelaskan hasil pengamatan

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu

filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi

(bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlahsuatu imitasi dari kenyataan (rea-

litas). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan

dari kenyataan(Suparno, 1997). Berdasarkan pandangan konstruktivisme, penge-

tahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari guru ke siswa, namun sacara aktif

dibangun sendiri melalui pengsalaman nyata, sehingga peran guru hanya sebagai

fasilitator.

Konstruktivisme ini selanjutnya diturunkan menjadi teori belajar. Teori belajar

adalah kerangka kerja konseptual yang menggambarkan bagaimana informasi

diserap, diproses dan disimpan selama proses belajar. Teori belajar ini berkem-

bang dari teori Piaget, teori Vygotsky, teori Bruner, dan teori Ausubel.

Teori belajar Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemata

(Schemes), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat,

memahami, dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena

beker-janya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil in-

(17)

memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap daripada ketika ia masih kecil. Per-

kembangan skemata ini terus menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya.

Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak.

Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran anak tersebut.

Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru

dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah

pengintegrasian stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk secara

langsung. Akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam

skema yang telah terbentuk secara tidak langsung.

B. Model PembelajaranLearning Cycle 5E (LC 5E)

Learning Cycle (LC) merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui

dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang

mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk

me-ngembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa.Menurut I Kadek Adi

Hirawan (2009) menyatakan bahwaLearning Cycle (LC) adalah suatu kerangka

konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses

pembela-jaran yang berpusat pada pebelajar atau anak didik (student centre).

Piaget dan para konstruktivis pada umumnya (Sardiman, 2007) berpendapat bahwa :

Mengajar bukan sebagai proses memindahkan gagasan-gagasan guru kepada siswanya, melaiknkan proses untuk mengubah gagasan-gagasan siswa yang

(18)

strategi belajar untuk menerapkan model konstruktivis ialah penggunaan siklus belajar. Dimana terdapat tiga siklus belajar yaitu : deskriptif, empiris-induktif, dan hipotesis-deduktif, yang menunjukkan suatu continuum dari sains deskriptif ke sains eksperimental.

Salah satu pembelajaran yang di landasi konstruktivisme adalah model Learning

Cycle (Rustaman, 2005). Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharus-

kan siswa membangun sendiri pengetahuannya dengan memecahkan permasala-

han yang dibimbing langsung oleh guru. Model pembelajaran ini memiliki tiga

langkah sederhana, yaitu pertama, fase eksplorasi, dalam fase ini guru menggali

pengetahuan awal siswa. Kedua, fase eksplanasi. Ketiga, fase aplikasi, dimak-

sudkan mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang

lain, baik yang sama tingkatannya atau yang lebih tinggi tingkatannya.

Karplus dan Their (Fajaroh dan Dasna, 2007) mengungkapkan bahwa :

Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penelitian ini disingkat LC ada- lah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi se- demikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. LC pada mulanya terdiri fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application).

Pada tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inde-

ranya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiat-

an-kegiatan seperti melakukan eksperimen, menganalisis artikel, mendiskusikan

fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan

timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium)

yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada

berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali

(19)

sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase pengenalan

konsep. Pada fase pengenalan konsep, diharapkan terjadi proses me-nuju

keseimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki oleh siswa dengan

konsep-konsep yang baru dipelajari. Pada fase terakhir, yakni aplikasi konsep,

siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya. Penerapan konsep dapat me-

ningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui pe-

nerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.

Efektivitas implementasi LC biasanya diukur melalui observasi proses dan pem-

berian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut belum memuas-

kan, maka belum dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus

lebih baik dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi

kelemahan-kelemahan siklus sebelumnya, sampai hasilnya memuaskan(Fajaroh dan Dasna,

2007).

Hal serupa juga dikemukakan oleh Fajaroh dan Dasna (2003) bahwa:

Model pembelajaran Learning Cycle dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget. Model belajar ini menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga proses asimilasi, akomodasi dan organisasi dalam struktur kognitif siswa. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat

meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari.

Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan

konstruktivisme yang pada mulanya terdiri atas tiga tahap, yaitu Exploration

(eksplorasi), Explanation (menjelaskan), Elaboration(memperluas), dikenal

dengan Learning Cycle 3E.Pada tahap eksplorasi, pebelajar diberi kesempatan

(20)

dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis

artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku

sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan da-

lam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan muncul-

nya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar ting-

kat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa

dan bagaimana (Dasna, 2005).

Pada proses selanjutnya, tiga tahap siklus tersebut mengalami pengembangan.

Tiga siklus tersebut saat ini dikembangkan menjadi lima tahap (Lorsbach, 2002)

yaitu engagement phase, exploration phase, explanation phase, elaboration

phase, dan evaluation phasesehingga dikenal dengan siklus belajar 5E (learning

cycle 5E). Tahapan dalam Learning Cycle 5E dijabarkan Dasna sebagai berikut:

Engagementphase bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong ke-

mampuan berpikirnya, dan membantu mereka menggali pengetahuan awal yang

telah dimilikinya. Hal penting yang perlu dicapai oleh pengajar pada fase ini ada-

lah timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema atau topik yang akan dipelajari.

Keadaan tersebut dapat dicapai dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa ten-

tang fakta atau fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari .

Jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui

oleh mereka. Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang

fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam fase eksplorasi. Fase ini da-

(21)

Pada explorationphase siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara mandiri

maupun secara kelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari

guru. Siswa bekerja memanipulasi suatu obyek, melakukan percobaan (secara

ilmiah), melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada membuat

kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini, guru sebaiknya

berperan sebagai fasilitator membantu siswa agar bekerja pada lingkup permasa-

lahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya).

Sesuai dengan teori Piaget, pada kegiatan eksplorasi siswa diharapkan mengalami

ketidak setimbangan kognitif (disequilibrium). Siswa diharapkan bertanya kepada

dirinya sendiri :”Mengapa demikian” atau “Bagaimana akibatnya bila…” dan se-

terusnya. Kegiatan eksplorasi member kesempatan siswa untuk menguji dugaan

dan hipotesis yang telah mereka tetapkan. Mereka dapat mencoba beberapa alter-

natif pemecahan, mendiskusikannya dengan teman sekelompoknya, mencatat ha-

sil pengamatan dan mengemukakan ide dan mengambil keputusan memecahkan-

nya.

Kegiatan pada fase ini sampai pada tahap presentasi atau komunikasi hasil yang

diperoleh dari percobaan atau menelaah bacaan. Dari komunikasi tersebut diha-

rapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang di-

pecahkan.

Explanation phase bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan, dan mengem-

bangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk menjelaskan

konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan

(22)

kegiatan ini sangat penting adanya diskusi antar anggota kelompok untuk meng-

kritisi penjelasan konsep dari siswa yang satu dengan yang lainnya. Pada kegiat-

an yang berhubungan dengan percobaan, guru dapat memperdalam hubungan

antar variabel/ kesimpulan yang diperoleh siswa. Hal ini diperlukan agar siswa

dapat meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperolehnya.

Kegiatan belajar pada elaboration phase mengarahkan siswa menerapkan

konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru.

Guru dapat mengarahkan siswa untuk memperoleh penjelasan alternatif dengan

menggunakan data atau fakta yang mereka eksplorasi dalam situasi baru. Guru

dapat memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian

lewat eksplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan, pengumpulan data,

analisis data sampai membuat kesimpulan.

Pada evaluation phase, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai

akibat dari proses belajar. Pada fase ini guru dapat mengajukan pertanyaan ter-

buka yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar observasi, fakta atau data

dari penjelasan sebelumnya yang dapat diterima. Kegiatan pada evaluasi berhu-

bungan dengan penilaian kelas yang dilakukan guru meliputi penilaian proses dan

evaluasi penguasaan konsep yang diperoleh siswa. Hal ini disajikan dalam gam-

bar tentang mekanisme fase-fase model pembelajaran Learning Cycle 5E(Bybee,

(23)

Gambar 1. Mekanisme fase-fase model pembelajaran Learning Cycle 5E

Menurut Fajaroh (Fajaroh dan Dasna, 2007), Learning Cycle 5 phase memiliki

kelebihan yaitu meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara

aktif dalam proses pembelajaran, membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa,

pembelajaran lebih jadi bermakna.

Dengan demikian proses pembelajaran dengan modelLearning Cycle 5E bukan

sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa,tetapi merupakan proses

mem-bangun konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan

lang-sung.

C.Keterampilan Proses Sains

Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah keterampilan-kete-

rampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkansendiri fakta

dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikapdan nilai yang

dituntut.Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan

memahami sains (Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara

(24)

keterampilan proses sains. Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu

ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari

pada memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain bila seseorang telah

memiliki keterampilan proses sains, IPA sebagai produk akan mudah dipahami,

bahkan dapatdiaplikasikan serta dikembangkan.Keterampilan proses sains adalah

semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. Guru

perlu untuk melatihkan keterampilan proses sais siswa untuk menyampaikan

pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan

/informasi yang telah dimiliki siswa.

Menurut Sanjaya (2007) pendekatan keterampilan proses dilaksanakan dengan

menekankan pada bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa memperoleh hasil

belajar untuk menguasai suatu konsep melalui keterampilan proses sains, sehing-

ga dapat dipahami, dimengerti dan diterapkan sebagai bekal dalam kehidupan di

masyarakat sesuai kebutuhannya.

Menurut Funk (Dimyati dan Mudjiono, 2006) ada berbagai keterampilan dalam

keterampilan proses sains, keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari

kete-rampilan dasar (basic skills) dan ketekete-rampilan terintegrasi (integrated

skills).Ke-terampilan dasar terdiri dari enam keskills).Ke-terampilan yaitu mengamati

(mengobserva-si), mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menyimpulkan,dan

mengkomuni-kasikan. Sedangkan yang termasuk dalam keterampilan terintegrasi yaitu

meng-identifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk gra-

(25)

menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara ope-

rasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen.

Menurut Semiawan (1992) keterampilan proses sains adalah

keterampilan-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkansendiri

fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikapdan nilai

yang dituntut.

Menurut Hariwibowo (Fitriani, 2009) mengemukakan:

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemam- puan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan men- dasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menja- di suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini di- jabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.

Lebih lanjut, Hartono (Fitriani, 2009) mengemukakan:

Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki KPS. Dalam pembelajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir be-nar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang bebe-nar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlangsungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada pene- kanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.

Pendekatan keterampilan proses sains dirancang dengan beberapa tahapan yang

diharapkan akan meningkatkan penguasaan konsep. Tahapan-tahapan pendekatan

pembelajaran keterampilan proses sains menurut Dimyati dan Mudjiono (Fitriani,

(26)

1). Penampilan fenomena; 2) Apersepsi; 3) .Menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa; 4) Demonstrasi atau

eksperimen; 5) Siswa mengisi lembar kerja; 6) Guru memberikan penguatan materi dan penanaman konsep dengan tetap mengacu kepada teori

permasalahan.

Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan

siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya

su-dah dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2005):

Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau panutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa.

Pendekatan keterampilan proses sains bukan tindakan instruksional yang berada

diluar kemampuan siswa. Pendekatan keterampilan proses sains dimaksudkan

un-tuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Menurut Esler

& Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti pada Tabel 1

berikut:

Tabel 1. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu

(27)

Esler & Esler (1996) menyusun indikator keterampilan proses sains dasar seperti

pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar

Keterampilan Dasar Indikator

Mengelompokkan (classifying)

Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Inferensi (inferring) Mampu menjelaskan hasil pengamatan, menyimpulkan dari fakta yang terbatas.

D. Analisis Konsep

Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) mengemukakan bahwa analisis

konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru

dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur

ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk.

Analisis konsep dilakukan melalui tujuh tahapan, yaitu menentukan nama atau

label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi

konsep, contoh dan non contoh. Analisis konsep pada materi asam-basa disajikan

(28)

20

Tabel 3. ANALISIS KONSEP MATERI ASAM-BASA

No Label

Konsep Definisi Konsep

Jenis Konsep

Atribut Konsep Posisi Konsep

Contoh Non Contoh

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

1. Larutan Campuran yang bersifat homogen. Berdasarkan sifat sifatnya dibedakan menjadi larutan asam dan larutan basa.

Larutan yang di dalam air melepaskan ion H+ menurut teori Arrhenius, dimana jumlah konsen-trasi ion H+ menunjukan kekuatan asam suatu larutan yang dinyatakan dengan suatu derajat keasaman (pH), spesi yang mendonorkan proton menurut teori Bronsted-Lowry, dan menerima pasangan elektron menurut teori Lewis.

Konsep Abstrak

 Larutan asam

 Kekuatan asam

 Derajat keasaman (pH)

Larutan yang di dalam air melepaskan ion OH – menurut teori

Arrhenius,dimana larutan asam ba-sa tersebut dapat di-identifikasisifatnya dengan menggunakan

Konsep Abstrak

 Larutan basa

(29)

21 (lanjutan)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

indikator asam basa, spesi yang menerima proton menurut Bronsted-Lowry, dan me-lepaskan

pasangan elektron menurut Lewis.

4. Kekuatan asam

Kemampuan spesi asam untuk menghasilkan ion H+ dalam air yang ber-gantung pada derajat ke-asaman (pH)

Konsep abstrak

 Kekuatan asam basa

Derajat keasaman

Konsentrasi

Kemampuan spesi basa untuk menghasilkan ion OH- dalam air yang ber-gantung pada derajat ke-basaan (pOH)

Konsep abstrak

 Kekuatan asam basa

 Derajat keasaman

Konsentrasi

larutan yang bergantung pada konsentrasi ion H+

(30)

22 (lanjutan)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)

7 Indikator asam basa

Suatu spesi yang digunakan untuk mengetahui sifat asam atau basa dari suatu larutan berdasarkan trayek pH pada indikator yang digunakan

Konsep konkrit

 Indikator asam basa

 Trayek pH

Larutan yang diuji

Asam basa menurut Arrhenius

pH larutan  Metil

Orange

 PP

 Metil Merah

(31)

8

E. Kerangka Berpikir

Pembelajaran kimia merupakan proses pembelajaran yang menuntut siswa untuk

dapat memahami kimia sebagai produk, proses dan sikap. Agar siswa dapat me-

mahami hal tersebut, siswa perlu memiliki keterampilan proses sains, di antara-

nya adalah keterampilan mengelompokkan dan inferensi. Untuk dapat

melatih-kan keterampilan proses sains pada siswa diperlumelatih-kan model pembelajaran yang

sesuai dengan karakteristik dari siswa dan materi pelajaran yang akan diajarkan.

Pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan pembelajaran yang berfilosofi

konstruktivisme yang terdiri dari 5 fase yaitu engagement phase, exploration

phase, explanation phase, elaboration phase, dan evaluation phase.

Pada engagement phase, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang fakta

atau fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Hal ini

bertujuan untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Misalnya: guru meminta

siswa memprediksi dan mengelompokkan beberapa zat dalam kehidupan

sehari-hari yang tergolong asam dan basa kemudian mengajukan pertanyaan: “Mengapa

suatu zat bisa bersifat asam dan mengapa suatu zat bisa bersifat basa?”. Dengan

demikian, kegiatan pada fase ini membantu siswa untuk melatih keterampilan

pro-ses sains terutama keterampilan mengelompokkan. Selanjutnya pada evaluation

phaseguru mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar

untuk mengetahui sejauh mana perkembangan keterampilan mengelompokkan

dan inferensi siswa selama proses pembelajaran. Pada fase ini guru dapat

(32)

9 observasi, fakta atau data dari penjelasan sebelumnya yang dapat diterima.

Misalnya : guru mengevaluasi fase-fase sebelumnya, pemahaman konsep dengan

meminta siswa menyelesaikan masalah atau soal-soal yang berkaitan dengan

konsep dengan memberikan pertanyaan :” Mengapa zat-zat tersebut bersifat asam

atau basa?”

Pada exploration phase siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara mandiri

maupun secara kelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari

guru. Misalnya: siswa melakukan percobaanuji identifikasi asam dan basa suatu

larutan menggunakan indikator lakmus kemudian guru meminta siswa menulis-

kan data hasil pengamatandalam sebuah tabel. Melalui kegiatan tersebut, indera

penglihatan siswa dapat digunakan secara maksimal dalam mengamati fenomena

yang terjadi sehingga melalui berbagai fenomena tersebut siswa dapat melatih

keterampilan mengelompokkan dan inferensi, selain itu sikap ilmiah siswa dapat

dikembangkan melalui kerjasama antar anggota kelompok. Setelah itu, pada

evaluation phase guru meminta siswa mengulangi prosedur percobaan untuk

larutan H2SO4 (air aki) dan larutan Ca(OH)2 (air kapur) kemudian meminta siswa

untuk membuat tabel hasil pengamatan yang berisi kolom nomor, larutan,

perubahan warna kertas lakmus merah, perubahan warna kertas lakmus biru, asam

/ basa /netral, dan menuliskan reaksi ionisasinya.

Pada explanation phase, guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep yang

dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang

berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya. Misalnya : guru

(33)

10 berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari kemudian meminta siswa

menjelas-kan perubahan warna kertas lakmus merah dan biru setelah dicelupmenjelas-kan ke dalam

air jeruk, air belimbing,dan air asam jawa dengan kata-kata mereka sendiri.

Setelah itu, guru meminta siswa mengelompokkan larutan-larutan yang

mem-punyai perubahan warna kertas lakmus yang sama dengan air jeruk, air belimbing,

dan air asam jawa sehingga siswa dapat melatih keterampilan mengelompokkan

dengan mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan

terhadap suatu obyek. Kemudian siswa menyimpulkan bahwa larutan-larutan

yang mempunyai sifat yang sama dengan air jeruk, air belimbing, dan air asam

jawa merupakan larutan asam. Dengan demikian, siswa melatih keterampilan

inferensi dengan menjelaskan pengamatan dan menyim-pulkan dari fakta terbatas.

Pada evaluation phase, guru memberi pertanyaan kepada siswa: “Mengapa

larutan HCl, H2SO4 dan CH3COOH tergolong asam menurut Arrhenius?

Mengapa larutan NaOH, NH4OH, dan Ca(OH)2 tergolong basa menurut

Arrhenius?”.

Pada elaboration phase, gurumengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep

yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki. Misalnya: guru memberikan

data hasil pengamatan beberapa larutan yang berbeda dengan larutan yang

diguna-kan pada fase eksplorasi menggunadiguna-kan indikator lakmus kemudian meminta

siswa untuk menyelesaikan masalah atau soal-soal yang berkaitan dengan konsep.

Dengan demikian, siswa semakin terlatih dalam meningkatkan keterampilan

mengelompokkan dan inferensi. Pada evaluation phase, guru meminta siswa

menjelaskan pengertian larutan asam, basa, dan netral berdasarkan perubahan

(34)

11 Dengan demikian, siswa semakin terlatih dalam meningkatkan ke-terampilan

mengelompokkan dan inferensi melalui pertanyaan yang diajukan.

Berdasarkan uraian di atas, apabila model pembelajaranLearning Cycle

5Editerapkan pada pembelajaran kimia di kelas akan mampu meningkatkan

keteram- pilan mengelompokkan dan inferensi.

F.Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:.

1. Siswa kelas XI IPA SMANegeri I Kotaagung tahun pelajaran 2012/2013 yang

menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam ke-

terampilan mengelompokkan dan inferensi

2. Perbedaan peningkatan keterampilan mengelompokkan dan inferensi siswa

kelas XI IPA SMA Negeri I Kotaagung tahun pelajaran 2012/ 2013 pada materi

asam basa hanya dipengaruhi oleh pembelajaran yang diterapkan pada

masing-masing kelas.

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan keterampilan mengelom-

pokkan dan inferensi siswakelas XI IPA SMA Negeri I Kotaagung tahun

pelajaran 2012/ 2013 pada materi asam basa diabaikan.

G.Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah:

Model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi asam basa efektif dalam me-

(35)
(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri I

Kotaagung Tahun Ajaran 2012-2013 yang berjumlah 98 siswa yang tersebar

dalam 3 kelas yaitu XI IPA 1, XI IPA 2, dan XI IPA 3. Proporsi jumlah siswa

kelas XI SMA Negeri I Kotaagung yang memiliki kemampuan akademik yang

tinggi, sedang maupun kurang dalam tiap kelasnya hampir sama antara salah satu

kelas dengan kelas yang lainnya

Selanjutnya dari populasi diambil dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian.

Kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas

kontrol.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat

kuantitatif yaitu berupa data hasil tes keterampilan mengelompokkan dan infe-

rensi sebelum penerapan pembelajaran Learning Cycle 5E (pretest) dan data hasil

tes keterampilan mengelompokkan dan inferensi setelah pembelajaran Learning

Cycle 5E diterapkan (posttest). Data-data yang diperoleh bersumber pada seluruh

(37)

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan Non

-Equivalence Control Group Design (Creswell, 1997) yaitu desain penelitian yang

menggunakan perbedaan pretest-posttest antara kelas kontrol dan kelas

eksperimen. Urutan kegiatan desain penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 yaitu:

Tabel 4. Desain penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Postest

Kontrol O1 - O2

Eksperimen O1 X O2

Adapun O1 adalah pretest yang diberikan sebelum diberikan perlakuan, O2 adalah

posttest yang diberikan setelah diberikan perlakuan, Xadalah pembelajaran kimia

dengan menggunakan pembelajaran Learning Cycle 5E.

Pengambilan sampel (kelas kontrol dan kelas eksperimen) dilakukan dengan

teknik purposive sampling. Dalam hal ini, guru bidang studi kimia dimintai saran

dalam menentukan dua kelas yang akan dijadikan sampel, karena guru tersebut

memahami karakteristik siswa kelas XI di SMA Negeri I Kotaagung.

Berdasar-kan teknik tersebut diperoleh kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E dan kelas XI IPA 2 sebagai

kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kedua kelas

(38)

D. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menggunakan model

pem-belajaran Learning Cycle 5E dan pempem-belajaran konvensional. Sedangkan vari-

abel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan mengelompokkan dan infe-

rensi pada materi asam basa siswa kelas XI SMA Negeri I Kotaagung.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah

1. Analisis konsep, silabus, RPP, LKS

2. Soal pretest dan posttest yang masing-masing berisi 10 soal pilihan jamak dan 5

soal essay.

Instrumen yang digunakan harus valid agar data yang diperoleh sahih dan dapat

dipercaya. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan.

Pengujian instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi.

Menurut Arikunto (2005) sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila

mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran

yang diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka

validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler.

Pengujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Pengujian dengan

(39)

tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaan. Bila

antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen

dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan

penelitian yang bersangkutan. Pengujian dengan cara judgment membutuhkan

ketelitian dan keahlian penilai, sehingga pengujian ini dilakukan oleh Dra. Nina

Kadaritna, M.Si dan Dr. Noor Fadiawati, M.Si selaku dosen pembimbing

penelitian.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi pendahuluan

Prosedur pada observasi pendahuluan yaitu:

a. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan infor-

masi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan sarana-prasarana yang

ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan

penelitian.

b. Menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan karakteristik materi

yang cocok untuk diterapkannya pembelajaran model Learning Cycle 5E.

c. Menentukan dua kelas sebagai kelas sampel.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a.Tahap persiapan

Peneliti membuat analisis konsep, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(40)

b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran.

Pembelajaran dilakukan di 2 kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Prosedur dalam pelaksanaan proses pembelajaran ini yaitu:

1)Melakukan pretest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

2)Implementasi pembelajaran Learning Cycle 5E pada kelas eksperimen dan

pembelajaran konvensional pada kelas kontrol;

3)Memberikan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol.

c. Tahap akhir

Tahap akhir dalam peneitian ini adalah mengumpulkan data, menganalisis data,

(41)

3. Alur Penelitian

Alur penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Gambar 2. Alur Penelitian

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh berupa skor pretest dan posttest keterampilan menge-

lompokkan dan inferensi yang selanjutnya diolah menjadi nilai : Observasi Pendahuluan

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Validasi instrumen

Rencana pembelajaran Learning Cycle 5E

Pembuatan kisi-kisi butir soal Butir soal tes

Pembelajaran konvensional Learning Cycle 5E

Pretest Pretest

Validasi instrumen Rencana pembelajaran

konvensional

Pembuatan kisi-kisi butir soal Butir soal tes

Posttest Posttest

Analisis data

(42)

1. Perhitungan nilai siswa

Nilai pretest dan posttest untuk keterampilan mengelompokkan dan inferensi

dirumuskan sebagai berikut:

100 x maksimal skor

Jumlah

diperoleh yang

skor jumlah siswa

Nilai ... (1)

2. Perhitungan n-Gain

Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi

asam-basa dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi,

maka dilakukan analisis nilai gain ternormalisasi. Rumus n-Gain menurut Hake

(1999) adalah sebagai berikut:

... (2)

H. Pengujian Hipotesis

1. Uji normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel

berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji

normalitas adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.

H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Kuadrat berikut

(43)

... (3)

dengan kriteria uji: terima H0 jika 2hitung 2tabel dengan taraf nyata 5%

Keterangan:

Oi : frekuensi pengamatan

Ei : frekuensi yang diharapkan

2. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan unuk mengetahui apakah dua kelompok

sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.

H0 = data penelitian mempunyai varians yang homogen.

H1 = data penelitian mempunyai varians yang tidak homogen.

a. Rumusan hipotesis

H0: σ12= σ22 Sampel memiliki varians yang homogen.

H1: σ12≠ σ22 Sampel memiliki varians yang tidak homogen.

Keterangan :

= varians nilai kelompok 1

= varians nilai kelompok 2

b. Rumus statistik yang digunakan adalah uji-F :

(44)

Keterangan :

= varians terbesar

= varians terkecil

d. Kriteria uji

Pada taraf 0,05, tolak Ho jika F hitung F ½ ( 1 , 2) dan sebaliknya

(Sudjana, 2005).

3. Uji perbedaan dua rata-rata

Adapun langkah-langkah dalam uji ini sebagai berikut:

a. Merumuskan hipotesis

Merumuskan hipotesis 1 (keterampilan mengelompokkan)

H0: μ1x ≤ μ 2x : Rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan pada materi

asam-basa di kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan

re-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan di kelas kontrol.

H1: μ1x > μ 2x : Rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan pada materi

asam-basa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan

rerata n-Gain keterampilan mengelompokkan di kelas kontrol.

Merumuskan hipotesis 2 (keterampilan inferensi)

H0: μ1y ≤ μ 2y : Rata-rata n-Gain keterampilan inferensi pada materi asam-basa di

kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan rerata n-Gain

keterampilan inferensi di kelas kontrol.

H1: μ1y >μ 2y : Rata-rata n-Gain keterampilan inferensi pada materi asam-basa di

kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rerata n-Gain

(45)

Keterangan :

µ1 = Rata-rata n-Gain (x,y) kelas eksperimen

µ2 = Rata-rata n-Gain (x,y) kelas kontrol

x = keterampilan mengelompokkan

y = keterampilan inferensi

b. Menyatakan besar masing-masing sampel yaitu n1= 33 dan n2= 32

Keterangan:

n1 = jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = jumlah siswa kelas kontrol

c. Jika kedua varians kelas sampel homogen (σ12= σ22), maka statistik yang

digunakan ialah uji-t berikut (Sudjana, 2005):

2

d. Jika kedua varians kelas sampel tidak homogen (σ12≠ σ22), maka rumus statistik

yang digunakan ialah uji-t’ berikut (Sudjana, 2005):

(46)

dengan kriteria pengujian: tolak Ho jika

dan terima Ho jika terjadi sebaliknya

dan

= Rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan/keterampilan inferensi

kelas eksperimen

= Rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan/keterampilan inferensi

kelas kontrol

= Simpangan baku gabungan

i

x = n-Gain kelas kontrol/eksperimen

= Jumlah sampel kelas eksperimen

= Jumlah sampel kelas kontrol

= Jumlah sampel kelas eksperimen/kontrol

2 1

s = Varians kelas eksperimen

2 2

s = Varians kelas kontrol

2 i

s = Varians kelas eksperimen/kontrol

dengan kriteria pengujian tolak Ho jika

2

(47)

1

e. Mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan level signifikan 0,05 dan

2

1 , sedangkan level signifikan 0,05 dan dk

masing-masing n1-1dan n2-1untuk

2 2 2

1 .

(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi asam basa efektif dalam

meningkatkan keterampilan mengelompokkan karena pada fase penjelasan,

siswa dilatih untuk menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari

kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap

suatu obyek berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada exploration phase

diperkuat pada elaboration phase dan evaluation phase.

2. Model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi asam basa efektif dalam

meningkatkan keterampilan inferensi karena pada explanation phase siswa di-

latih untuk menjelaskan pengamatan dan menyimpulkan dari fakta terbatas dari

percobaan yang dilakukan pada exploration phase diperkuat pada elaboration

(49)

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Model pembelajaran Learning Cycle 5E hendaknya diterapkan dalam pem-

belajaran kimia, terutama pada materi asam basa karena terbukti efektif dalam

meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan inferensi.

2. Guru dan calon peneliti hendaknya memperhatikan serta mempersiapkan alat

dan bahan praktikum agar setiap fase dalam model pembelajaran Learning

Cycle 5E terutama pada exploration phase dapat diterapkan dengan maksimal.

3. Guru dan calon peneliti lebih memperhatikan pembagian waktu dalam proses

pembelajaran terutama pada exploration phase dan explanation phase yang

membutuhkan waktu yang lebih lama, agar seluruh fase pada model Learning

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta.

Bybee, R. W. 1997. Achieving Scientific Literacy from Purposes to Practices. Heinemann. Portsmouth.

Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London

Dasna, I. W. 2005. Kajian Implementasi Model Siklus Belajar (Learning Cycle) dalam Pembelajaran Kimia. Makalah Seminar Nasional MIPA dan Pembelajarannya. FMIPA UM-Dirjen Dikti Depdiknas. 5 September 2005.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus & Penilaian Mata Pelajaran Kimia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Esler, W.K. dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary Cience. Wadsworth. California.

Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Tidak diterbitkan. Bandung.

Fajaroh, F dan I.W Dasna. 2003. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kimia Zat Aditif dalam Bahan Makanan pada Siswa Kelas II SMU Negeri 1 Tumpang – Malang. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 11 (2) Oktober 2004

Fajaroh, F dan I.W Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Online. Tersedia di: http://lubisgrafura.wordpress.com /2007/09/20/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle. Tanggal akses : 10 Februari 2013

(51)

Hake, R. R. 1999. Analyzing Change / Gain Scores. [online]. Tersedia :

http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=area-d&&P=R6855.

Diakses pukul 04.05 pm tanggal 23 Februari 2012Heuvelen, V. and Zou. X.L. 2001. Multiple Representations of Work-energy Processes. American Journal of Physics. 69, No 2. p 184.

Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program

Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar Proceeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007. Bandung

Hegerhahn, B.R dan Mattew H.O. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Kencana. Jakarta.

Hirawan, I.K.A. 2009.Model Siklus Belajar (Learning Cycle).Online. Tersedia di:

http://16315603-Model-Siklus-Belajar. Tanggal Akses : 10 Februari 2013

Liliasari. 2007. Scientific Concepts and Generic Science Skills Relationship In The 21st Century Science Education. Seminar Proceeding of The First International Seminar of Science Education., 27 October 2007. Bandung.

Lorsbach, A. W. 2002. The Learning Cycle as A tool for Planning Science Instrumen. Online. Tersedia di: http: //www.coe.ilstu. edu/scienceed/ lorsbach/25/lrcy.html. Tanggal Akses : 12 Februari 2013.

Nugraheni, L.S. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle (5E) terhadap Keterampilan Proses Sains Biologi Siswa Kelas X SMA Al Islam I Surakarta . Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Pandini , D.E.Y . 2011. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI pada Materi Hidrolisis Garam dengan Metode Praktikum dan Model Learning Cycle 5E . Skripsi.Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.

Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Universitas Malang. Malang.

Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Perdana Media Group. Jakarta.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta.

Semiawan, C. 1992. Pendidikan Keterampilan Proses. Gramedia. Jakarta.

Slavin, R.E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. PT. Indeks. Jakarta.

(52)

, N. 2005. Metode Statistika Edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung.

Gambar

Gambar 1.  Mekanisme fase-fase model pembelajaran Learning Cycle 5E
Tabel 1.  Keterampilan Proses Sains
Tabel 2.  Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar
Tabel 3. ANALISIS KONSEP MATERI ASAM-BASA
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada subjek, dalam hal ini adalah pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa mengenai kaitan antara dukungan sosial

As part of the second task we are performing a number of measurements (microphonics level and spectrum, Lorentz and piezo tuner transfer functions, tuner resolution,

RANCANG BANGUN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS MODEL INKUIRI DENGAN BANTUAN GAME SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN JARINGAN

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran

Input data yg digunakan adalah data curah hujan, dimana jika terjadi hujan yang menandakan adanya limpasan disimulasikan menggunakan model H2U, sedangkan jika tidak terjadi hujan

Keju dapat juga digolongkan berdasarkan cara pembuatan (menggunakan kapang atau tidak), jenis susu, proses pematangan (waktu dan jenis kuman yang digunakan) dan

jasmani yang disampaikan harus memperhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Dorongan memodivikasi merupakan salah

Senada dengan ini, Novan Ardy Wiyani mengemukakan beberapa pendapat kebanyakan orang yang mengkritisi PAI di sekolah, yaitu, a) Hasil belajar Pendidikan Agama Islam (PAI)