i
ABSTRACT
STUDIES OF FORMULATION AND SAVING PERIOD OF
Trichoderma harzianum
Rifai in inhibiting
Phytophthora capsici
Leon.
THE
CAUSAL AGENT OF BASAL STEM ROT DISEASE OF
PEPPER
IN VITRO
By
HELSOND
Intensive cultivation of pepper plants could not be separated from the various disturbances in production activities. Among the various disturbance were a fungus attack of P. capsici Leon. that causes basal stem rot disease (BPBL). This research aimed to evaluate the formulation and saving period of T. harzianum in inhibiting P. capsici the causal agent of stem rot disease of pepper in vitro. The hypothesis of the study were the formulation and saving period of T. harzianum
will affect the population and antagonistic activity of T. harzianum in inhibiting the pathogenic fungi P. capsici the causal agent of stem rot disease of pepper in vitro.This research was conducted in the Plant Pathology Laboratory, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Lampung University on August to December 2009. Treatments consisted of saving period (2, 4, 6, 8, 10, 12 weeks) and formulations treatment (Pellets, Liquid, Powder). The factorial experiment was arranged in completely randomized design with three replications. Data were analyzed with ANOVA followed by LSD test at 5% significance level. The result showed that (1) formulation and saving period significantly affected the
population and antagonistic activity of T. harzianum in inhibiting P. capsici by in vitro, but the interaction between them is not real, (2) in the treatment of
formulation, the highest populaton of T. harzianum contained in liquid formulations (5.56 x 103 cfu) and in the saving period treatment, the highest population density of T. harzianum were in 8 week of saving period (5.56 x 103 cfu), and (3) the best antagonistic ability of T. harzianum were showed in liquid formulation with the highest antagonistic ability (64.89%), then the powder formulation of T. harzianum (51.11%), and no antagonistic activity on the formulation of pellets (0%) after 12 weeks of saving period.
ABSTRAK
KAJIAN FORMULASI DAN MASA SIMPAN
Trichoderma
harzianum
Rifai DALAM MENGHAMBAT
Phytophthora capsici
Leon. PENYEBAB PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG
LADA SECARA
IN VITRO
Oleh
HELSOND
Intensifnya budidaya tanaman lada tidak terlepas dari berbagai gangguan dalam kegiatan produksi. Salah satunya adalah serangan jamur P. capsici Leon. yang mengakibatkan penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (BPBL). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji formulasi dan masa simpan T. harzianum dalam
menghambat P. Capsici penyebab penyakit busuk pangkal batang lada secara in vitro. Hipotesis yang diajukan adalah formulasi dan masa simpan T. harzianum akan berpengaruh terhadap populasi dan kemampuan antagonistik T. harzianum dalam menghambat jamur patogen P. capsici penyebab penyakit busuk pangkal batang lada secara in vitro. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Agustus sampai Desember 2009. Perlakuan terdiri dari masa simpan (2, 4, 6, 8, 10, 12 minggu) dan perlakuan formulasi (Pelet, Cair, Serbuk). Perlakuan disusun secara faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji BNT pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) formulasi dan masa simpan berpengaruh nyata terhadap populasi dan aktifitas antagonistik T. harzianum dalam menghambat P. capsici secara in vitro, namun interaksi antara keduanya tidak nyata, (2) pada perlakuan formulasi, populasi T. harzianum tertinggi terdapat pada formulasi cair (5,56 x 103 cfu) dan pada perlakuan masa simpan, kepadatan populasi T. harzianum tertinggi pada masa simpan 8 minggu (5,56 x 103 cfu), dan (3) kemampuan antagnositik T. harzianum paling baik terdapat pada formulasi cair dengan kemampuan antagonistik tertinggi (64,89%), kemudian formulasi serbuk (51,11%), dan tidak ada aktifitas antagonistik pada formulasi pelet (0%) setelah masa simpan 12 minggu.
A. Latar Belakang
Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman rempah yang penting di Indonesia. Pada tahun 2000 Ekspor lada secara nasional menempati urutan ke-enam setelah tanaman karet, kelapa sawit, kopi, kakao dan kelapa, dengan total produksi mencapai 69.087 ton atau senilai dengan US$ 221 juta. Daerah persebaran tanaman lada di Indonesia tersebar di 25 propinsi, namun daerah yang merupakan sentra produksi lada adalah di Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur (Setiyono, 2003).
Pada tanaman lada faktor utama yang menjadi penyebab penurunan produksi adalah adanya serangan jamur P. capsici Leon. yang mengakibatkan penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (BPBL). Kerusakan yang disebabkan oleh penyakit ini dapat menurunkan produktivitas antara 25 – 50% per tahun atau setara dengan 40 milyar rupiah per tahun, penyakit busuk pangkal batang bahkan dapat
menyebabkan tanaman mati (Balittro, 1997 dalam Setiyono, 2003). P. capsici
2
penyakit BPBL telah direkomendasikan, diantaranya adalah penanaman varietas tahan, perbaikan drainase, pemberian mulsa, dan penggunaan fungisida sintetis (Semangun, 2000). Namun sampai saat ini pengendalian dengan berbagai teknik tersebut belum mencapai hasil yang memuaskan dan penyakit masih terus berkembang dalam taraf yang mengkhawatirkan.
Pengendalian penyakit dengan pemberdayaan agensia hayati dan penggunaan fungisida nabati semakin mendapat tempat dalam upaya mengendalikan penyakit tanaman karena beberapa pertimbangan ekonomis dan ekologis yang dimilikinya. Penggunaan fungisida nabati diyakini lebih ramah terhadap lingkungan karena sifatnya yang mudah terurai, tidak meninggalkan residu zat kimia berbahaya, dan bahan bakunya yang relatif mudah dan murah untuk didapatkan, serta teknik aplikasinya yang tidak rumit untuk dipahami dan dilaksanakan oleh petani secara umum. Penggunaan agensia hayati dalam mengendalikan penyakit tanaman juga dinilai memiliki prospek yang cerah. Jamur Trichoderma spp. telah dikenal luas sebagai jamur saprofit tanah yang dapat menjadi musuh alami beberapa jenis
patogen tanaman. Mekanisme antagonis Trichoderma spp. dapat berupa
persaingan ruang hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis (Trianto & Sumantri,
2003). Di Indonesia telah dikenal beragam spesies Trichoderma spp., antara lain
T. piluliferum, T. polysporum, T. hamatum, T. koningii, T. aureoviride, T.
harzianum, T. longibrachiatum. T. psudokoningii, dan T. viride (Rifai, 1969)
Belum berhasilnya upaya pengendalian penyakit yang dilakukan selama ini
diduga karena pengendalian-pengendalian tersebut tidak dilakukan secara terpadu
(Thurston, 1992; & Campbell, 1989). Meskipun penelitian mengenai
pengendalian penyakit tanaman telah banyak dilakukan, kebanyakan penelitian
tersebut masih bersifat parsial. Penelitian ini bermaksud untuk mengkombinasikan
agensia hayati (Trichoderma spp.) dengan fungisida nabati. Kedua teknik
pengendalian ini bila dikombinasikan dengan benar akan menimbulkan efek
pengendalian yang sinergis (Desai, 2002). Kombinasi T. harzianum strain tahan
fungisida nabati serbuk daun cengkeh dengan serbuk daun cengkeh diketahui
memiliki kemampuan untuk mengendalikan penyakit BPBL secara nyata
(Destiana, 2008). Oleh karena itu perlu dilakukan pembuatan formulasi kedua
bahan aktif tersebut dalam satu kemasan yang masih dapat mempertahankan
efektifitas keduanya.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji formulasi dan masa simpan T. harzianum
dalam menghambat jamur patogen P. capsici Leon. penyebab penyakit busuk
pangkal batang lada secara in vitro.
C. Kerangka Pemikiran
Penyakit BPBL adalah penyakit tular tanah yang berbahaya dan telah diketahui
sulit untuk dikendalikan (Erwin, 1983). Beragam teknik pengendalian yang telah
4
penggunaan metalaksil belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Bahkan
sampai saat ini belum ditemukan satupun varietas lada yang tahan terhadap
penyakit BPBL (Sitepu & Prayitno, 1979; Asnawi & Hasanah, 1997; Lestari et
al., 2000). Pemberian mulsa yang telah banyak dilakukan pada dasarnya
merupakan tindakan parsial untuk mencegah terjadinya kontak antara inokulum P.
capsici dengan perakaran atau pangkal batang tanaman lada. Penggunaan
fungisida kimia sintetik seperti metalaksil juga bukanlah jalan keluar yang bijak
untuk mengendalikan penyakit mengingat besarnya biaya aplikasi yang
diperlukan, selain itu juga telah banyak laporan yang menyebutkan bahwa
metalaksil mendorong terbentuknya ras tahan patogen (Erwin, 1983). Selain itu
penggunaan fungisida kimia untuk pengendalian penyakit BPBL dapat
menimbulkan dampak negatif bagi petani pengguna, lingkungan, dan organisme
bukan sasaran (Thurston, 1992; Campbell, 1989) yang justru mungkin berperan
sebagai agensia hayati. Hal – hal inilah yang diduga kuat menjadi penyebab
belum berhasilnya tindakan pengendalian yang dilakukan.
Mengingat hal tersebut tampaknya pengendalian penyakit BPBL harus dilakukan
dengan tindakan pengendalian yang bersifat terpadu. Pengendalian dengan
menggunakan fungisida kimia sintetik tidak lagi menjadi pilihan dengan segala
dampak negatif yang ditimbulkannya. Pengendalian terpadu ini harus lebih
ditekankan pada penggunaan bahan-bahan alami, beberapa diantaranya adalah
Beberapa tanaman yang ada di Indonesia telah diketahui memiliki kemampuan
untuk menekan pertumbuhan dan perkembangan jamur P. capsici penyebab
penyakit BPBL. Ginting et al. (1999), melaporkan bahwa jahe (Zingiber
officinale), kunyit (Curcuma longa), kencur (Kaemferia galanga), cabai jawa
(Piper retrofractum), cengkeh (Eugenia aromatica), serei (Cymbopogon citratus),
brotowali (Tinospora crispa), dan temu hitam (Curcuma aeroginosa) secara
efektif menekan diameter koloni P. capsici secara in vitro. Manohara et al.
(2005), juga telah melaporkan bahwa tepung daun cengkeh (E. aromatica) dapat
menekan pertumbuhan P. capsici secara in vitro. Hasil yang senada juga diperoleh
oleh Tombe et al. (1994), ketika tepung tersebut diujikan di lapang terhadap
Fusarium oxysporum f.sp. vanillae.
Demikian pula dengan T. harzianum yang merupakan salah satu agensia hayati
dan memiliki kemampuan antagonisme yang dapat mengendalikan beragam
patogen tular tanah tanaman, termasuk di dalamnya adalah jamur P. capsici
penyebab penyakit Busuk Pangkal Batang Lada (BPBL) (Malajezuk, 1983).
T. harzianum dapat menyebabkan Phytophthora menjadi steril dan tidak
memiliki organ seksual (Brasier, 1971).
T. harzianum yang dikombinasikan dengan serbuk daun cengkeh secara nyata
dapat menekan pertumbuhan patogen P. capsici secara in vitro (Mayasari, 2008).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Emilda dan Istianto (2008), yang
6
cengkeh tidak mengalami penghambatan pertumbuhan dan masih memiliki
kemampuan antagonisme yang dapat mengendalikan patogen tumbuhan.
Sebelum digunakan, T. harzianum agensia hayati yang dikombinasikan dengan
serbuk daun cengkeh dalam bentuk formulasi akan mengalami masa
penyimpanan. Dalam masa penyimpanan tersebut, perlu diketahui pengaruh
metode penyimpanan yang digunakan terhadap viabilitas dan aktivitas
antagonistik T. harzianum dalam menghambat jamur patogen P. capsici agar
aplikasi yang dilakukan efektif dan efisien.
Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian mengenai pengkajian formulasi dan
masa simpan T. harzianum terhadap populasi dan aktivitas antagonistiknya dalam
menghambat jamur patogen P. capsici penyebab penyakit busuk pangkal batang
lada.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah formulasi & masa simpan
akan berpengaruh terhadap populasi dan aktivitas antagonistik T. harzianum
dalam menghambat P. capsici penyebab penyakit busuk pangkal batang lada
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Formulasi dan masa simpan berpengaruh nyata terhadap populasi dan
aktifitas antagonistik T. harzianum dalam menghambat P. capsici secara in
vitro, namun interaksi antara keduanya tidak nyata.
2. Pada perlakuan formulasi populasi T. harzianum tertinggi terdapat pada
formulasi cair (5,56 x 103 cfu) dan pada perlakuan masa simpan,
kepadatan populasi T. harzianum tertinggi pada masa simpan 8 minggu
(5,56 x 103 cfu).
3. Kemampuan antagnositik T. harzianum paling baik terdapat pada
formulasi cair dengan kemampuan antagonistik tertinggi (64,89%),
kemudian formulasi serbuk (51,11%), dan tidak ada aktifitas antagonistik
pada formulasi pelet (0%) setelah masa simpan 12 minggu.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas formulasi cair T. harzianum untuk