• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada siswa kelas VIII SMPN 2 Purbolinggo Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada siswa kelas VIII SMPN 2 Purbolinggo Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya pada tanggal 23 November 1989, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Pawit Saputra dan Ibu Juanah.

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah di TK PKK I Tanjung Inten lulus pada tahun 1996, SD Negeri I Tanjung Inten lulus pada tahun 2002, SLTP Negeri 1 Purbolinggo lulus pada tahun 2005, dan SMA Negeri 1 Purbolinggo yang selesai pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui Penelusuran Kemampuan dan Bakat (PKAB).

(2)

Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh

keikhlasan, istiqomah dalam menghadapi cobaan.

(3)

Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT, kupersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada:

Ibu, Uak, Ayah dan Nenekku tersayang yang telah membesarkan dan mendidikku, selalu memberiku semangat dan nasehat, serta mencurahkan doa dan kasih sayangnya dengan pengorbanan yang tulus

ikhlas demi kebahagiaan dan keberhasilanku.

Kakakku tersayang Agus Sugiarto yang senantiasa memberikan keceriaan dan menemaniku selama ini.

Seluruh keluargaku yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan.

Seseorang yang kelak akan menjadi Imam dalam hidupku.

Seluruh Guru dan Dosen yang telah membimbingku sampai saat ini.

(4)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat me-Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Hasil Belajar Matematika (Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 2 Purbolinggo Tahun Pelajaran 2011/ 2012) .

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan beserta jajaran dekanat

FKIP Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung sekaligus sebagai Pembimbing II yang telah memberikan memberikan arahan dan nasehat baik selama kuliah maupun dalam menyelesaikan skripsi;

(5)

4. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pem-bimbing I yang telah memberikan sumbangan pemikiran, kritik dan saran serta gagasannya dalam penyempurnaan skripsi ini;

5. Bapak Drs, Gimin Suyadi, M.Si., selaku Penguji Utama yang telah membe-rikan masukan, saran, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyelesaian skripsi;

6. Seluruh dosen di Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan bimbingan dan menyampaikan ilmunya dengan tulus ikhlas selama perkuliahan;

7. Seluruh guru yang telah mendidikku selama ini;

8. Ibu Rohmanjana, S.Pd.M.Si, selaku Kepala SMP Negeri 2 Purbolinggo yang telah memberikan izin penelitian;

9. Bapak Kasnan,S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak memberikan arahan dan masukan selama penelitian dan siswa kelas VIIIA dan VIIIC SMPN 2 Purbolinggo;

10. Ibu, Uak, Ayah, Nenek, kakakku dan keluarga besarku yang selalu mendoakan, mendukung, dan menjadi penyemangat dalam hidupku;

(6)

12. Teman-teman PPL SMP Negeri 2 Adiluwih: Iin, Leni, Cici, Uli, Cempaka, Desi, Fajaria, Gempar, dan Andre.

13. Teman-teman angkatan 2008 mandiri, kakak tingkat angkatan 2006 dan 2007 serta adik tingkat angkatan 2009, 2010, dan 2011 atas kebersamaannya;

14. Sahabat-sahabatku: Gigih, Akhyar, Iis, Henni yang selama ini telah memberikan semangat;

15. Seluruh penghuni kostan Astri 21; 16. Almamater yang telah mendewasakanku;

17. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Belajar dan Pembelajaran... 10

B. Pembelajaran Kooperatif... 12

C. Model PembelajaranTwo Stay Two Stray... 16

D. Hasil Belajar... 21

E. Kerangka Pikir ... 23

F. Hipotesis... 26

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 27

B. Desain Penelitian ... 28

(8)

D. Prosedur Penelitian ... 29 E. Instrumen Penelitian ... 30 F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A Hasil Penelitian ... 36 B Pembahasan ... 38

V. SIMPULAN DAN SARAN

A Simpulan ... 44 B Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA

(9)

viii

Tabel Halaman

2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif...15 3.1 Distribusi Peserta Didik dan Data Rata-rata Nilai Ulangan Semester Ganjil

kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo ... 27 3.2 Desain Penelitian... ... 28 3.3 Interpretasi Reliabilitas... 32 4.1 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-rata Skor, dan Simpangan Baku Data

(10)

Gambar Halaman

(11)

ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPETWO STAY TWO STRAYTERHADAP

HASIL BELAJAR MATEMATIKA

(Studi pada siswa kelas VIII SMPN 2 Purbolinggo Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh

Astri Setyawati

Mengingat bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika di sekolah adalah dengan memilih model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana pembel-ajaran yang membuat siswa senang, interaktif, dan kondusif. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif yaitu Two Stay Two Stray

(TSTS). Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan model pembel-ajaran yang menekankan pada pemberian dan pencarian informasi kepada kelompok lain melalui diskusi dalam kelompok.

(12)

Purbo-linggo Lampung Timur yang terdistribusi dalam 5 kelas. Pengambilan sampel dilakukan secara random terhadap kelas, dan diperoleh kelas VIII A sebagai kelas kontrol dan kelas VIII C sebagai kelas eksperimen.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kelas yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yaitu 63,6 sedangkan pada kelas yang menerapkan model pembelajaran konven-sional yaitu 52,5. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika.

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Pasal 1 UU No.20 tahun 2003). Oleh karena itu, pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat bagi setiap manusia. Karena pendidikan, manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia sesuai dengan pandangan hidup mereka.

(14)

Mengingat bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika di sekolah adalah dengan memilih strategi pembelajaran yang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa senang, interaktif, dan kondusif. Interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan siswa dalam pembelajaran yang memegang peranan penting bagi keberhasilan proses belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat ditunjukkan dengan aktivitas siswa dalam pembelajaran, untuk membangun pengetahuan secara mandiri. Dalam situasi pembelajaran yang demikian, diharapkan siswa dapat mencapai hasil belajar yang baik pula.

Menurut Sukmadinata (2004: 87) teacher oriented hendaknya ber-ubah menjadi student oriented, sebab pembelajaran merupakan kegiatan yang salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru ialah menyediakan fasilitas yang diperlukan dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat menunjukkan kemam-puannya. Selain itu, guru merupakan fasilitator yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan, serta mampu beker-jasama dengan orang lain.

Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Slavin (Isjoni, 2009: 17):

ajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana guru berperan untuk mendorong para siswa melakukan kerjasama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran dengan teman sebaya (peer teaching

(15)

untuk dapat meningkatkan hasil belajar matematika adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, saling mendukung dalam memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran kooperatif dapat diterapkan karena setiap siswa dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan memiliki perbedaan, ada siswa yang memiliki kecepatan belajar tinggi, sedang, dan rendah.

Perihal pembelajaran kooperatif Qodaruddin (2010) mengungkapkan:

embelajaran kooperatif terdapat rasa kebersamaan yang dapat memfasilitasi perkembangan interaksi siswa selama proses pembelajaran, dapat membantu siswa belajar berbicara di dalam diskusi kelompok dan memacu terjadinya interaksi siswa dalam pembelajaran, sehingga dapat mengembangkan kemampuan interaksi selama proses pembelajaran. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian setiap siswa memiliki peluang yang sama dalam memperoleh hasil belajar yang maksimal serta dapat tercipta suasana yang menyenangkan.

(16)

meningkatkan interaksi siswa dan membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar matematika.

Sehubungan dengan hal tersebut, Nurhayati (2011) menyatakan:

Model kooperatif tipe TSTS memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan pembelajaran dengan cara berdiskusi bersama siswa lainnya, yang diatur dalam kelompok-kelompok heterogen yang memungkinkan siswa dapat saling bertukar pikiran untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Model pembelajaran TSTS menekankan pada pemberian dan pencarian informasi kepada kelompok lain. Dengan begitu, tentunya siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut.

Lie (2002), mengemukakan:

dengan sesama teman akan lebih mudah dimengerti dan lebih efektif daripada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS agar siswa dapat menumbuhkan kemampuan kerjasama, saling bertukar pikiran, termotivasi untuk belajar memahami materi secara mandiri, tidak hanya menerima, mendengar dan mengingat tetapi dilatih untuk mengoptimalkan kemampuan berinteraksi dengan siswa lain saat diskusi kelompok, dilatih menjelaskan hasil temuannya kepada pihak lain dan untuk memecahkan masalah, sehingga model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat diterapkan oleh guru terutama pada pelajaran matematika.

(17)

kelompok/kelompok lain akan memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk menyiapkan materi pembelajaran, bertanggung jawab terhadap pembagian tugas yang merata bagi setiap siswa dalam mempelajari materi pelajaran untuk dibagikan pada teman sekelompok dan kelompok lain, akan terjadi pertukaran informasi mengenai hasil diskusi kelompok dengan kelompok lain, sehingga fokus pembelajaran akan menjadi lebih baik dan tujuan kelompok untuk keberhasilan belajar dapat tercapai.

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat juga diterapkan pada siswa yang kurang memiliki semangat belajar dan rasa ingin tahu yang kurang saat proses pembelajaran, siswa yang kurang aktif dalam diskusi kelompok, dan juga siswa yang kurang mempunyai keberanian untuk bertanya atau menjawab pertanyaan dari siswa maupun guru. Selain itu, beda model TSTS dengan model kooperatif lain adalah model TSTS ini dapat diterapkan pada semua tingkatan usia anak didik dan dalam semua mata pelajaran, sehingga kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna. Siswa tidak merasa bosan pada saat pembelajaran, dan pada saat diskusi kelompok semua siswa bekerja karena masing-masing siswa mendapat tugas dalam satu kelompok, sehingga proses pembelajaran lebih berorientasi pada keaktifan siswa.

Sedangkan Ahmad (2011) mengatakan:

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS mempunyai karakteristik pada setiap tahapan pembelajaran menuntut siswa untuk melakukan segala aktivitas dengan siswa lain yang melibatkan proses berpikir, kerjasama dalam kelompok, toleransi antar siswa.

(18)

teman dalam satu kelompok maupun kelompok lain, dan dapat menambah pengetahuan siswa, serta membantu siswa untuk terlibat aktif dalam diskusi kelompok, sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa menjadi lebih baik.

Pada saat ini, sebagian besar strategi yang diterapkan oleh guru matematika dalam kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru dan belum banyak melibatkan siswa di kelas. Ketika guru menjelaskan materi pelajaran yang diselingi dengan tanya jawab, proses pembelajaran masih berlangsung pasif, sehingga pada saat guru memberikan tugas berupa latihan soal kepada siswa melalui diskusi dengan teman sebangkunya, masih banyak siswa yang belum dapat mengerjakan dikarenakan siswa kurang memperhatikan ketika guru menjelaskan.

Hal tersebut terjadi karena karakteristik siswa memperlihatkan bahwa siswa memiliki semangat belajar dan rasa ingin tahu yang kurang. Terlihat dari proses pembelajaran di kelas, sebagian siswa tidak memperhatikan guru ketika menjelaskan materi dan kurang memiliki keberanian untuk bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru.Sehingga hanya satu atau dua orang siswa yang bertanya jika tidak mengerti. Demikian juga pada saat diskusi dengan teman sebangkunya, siswa cenderung kurang aktif karena memiliki semangat belajar yang kurang untuk mengerjakan soal latihan.

(19)

Kegiatan pembelajaran yang masih berpusat pada guru dan belum banyak melibatkan siswa di kelas masih banyak diterapkan oleh sebagian guru matematika SMP di Purbolinggo, demikian pula yang terjadi di SMPN 2 Purbolinggo. Berdasarkan observasi dengan guru matematika kelas VIII dan 3 orang siswa kelas VIII, diperoleh bahwa kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran, lalu memberikan contoh soal dan langkah-langkah pengerjaannya. Kemudian ketika guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai materi pelajaran, hanya satu atau dua orang siswa yang menjawab. Demikian juga diwaktu siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya, ketika mengerjakan soal-soal latihan, hanya beberapa siswa yang berdiskusi. Sementara siswa yang lain ada yang mendiskusikan bukan materi pelajaran, terbukti saat mengerjakan latihan mereka masih ada yang melihat jawaban dari temannya. Dari uraian di atas siswa kurang aktif dan lebih banyak menerima materi pelajaran yang diberikan oleh guru, dan pengetahuan yang diterima oleh siswa belum bersifat konstruktif, sehingga hal ini berpengaruh terhadap hasil belajar.

Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian terhadap pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo Tahun pelajaran 2011/2012 untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Strayterhadap hasil belajar matematika siswa.

B. Rumusan Masalah

(20)

Strayberpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Strayberpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo tahun pelajaran 2011/2012.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya memperbaiki mutu pembelajaran matematika.

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai model pembelajaran yang efektif

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi salah penafsiran dalam memahami tulisan ini, perlu dibatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut.

(21)

hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik daripada skor rata-rata hasil belajar siswa dengan menerapkan pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah suatu model pembelajaran kelompok, dimana dalam satu kelompok beranggotakan empat siswa, dua siswa diantaranya tetap berada dalam kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi kepada kelompok yang berkunjung dan dua siswa yang lain bertamu ke kelompok lain untuk memperoleh pengetahuan dari hasil diskusi kelompok yang dikunjungi.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan karena adanya pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat diindikasikan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu.

Menurut Slameto (2003: 2), bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan yang baru secara keselu-ruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Selain itu juga Abdurrahman (2003: 28) me atu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap .

(23)

Pembelajaran adalah sebuah proses yang di desain oleh seorang pendidik untuk mengaktifkan siswanya dalam mencari informasi dan memanfaatkan sumber-sumber belajar (pesan, bahan , alat, dan lain-lain).

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.

Menurut Komalasari (2010: 3):

embelajaran adalah suatu sistem atau proses membelajarkan subyek di-dik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembel

Sehubungan dengan hal tersebut, Sagala (2010: 64) menyatakan bahwa:

embelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,

Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut menurut Komalasari (2010: 3): Pertama, pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remidial dan pengayaan). Kedua, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat

(24)

terjadinya proses belajar. Makin banyak kemampuan yang diperoleh sampai menjadi milik pribadi, maka banyak pula perubahan yang telah dialami.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu upaya yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan yang diperoleh dari seseorang yang lebih tahu.

B. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal abad masehi yang mengemukakan bahwa belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Lie (2008: 12) model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan pembelajaran gotong royong merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas terstruktur.

Slavin (2005), menyatakan: pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.

Sehubungan dengan pendapat Slavin diatas, Kustinangini (2011) mengatakan:

(25)

Pembelajaran kooperatif juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok. Pengelompokan heterogenitas (bermacam-macam) merupakan ciri yang menonjol dalam model pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang ekonomi sosial, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok dalam pembelajaran kooperatif terdiri satu orang berkemampuan tinggi, dua orang berkemampuan sedang, dan satu orang berkemampuan akademis kurang.

Stahl (Isjoni, 2009: 24) mengemukakan: melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berfikir, menentukan, dan berbuat, serta berpartisipasi sosial.

Selanjutnya Zaltman (Isjoni: 24) menyatakan bahwa:

-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa ternyata berpengaruh pada tingkahlaku atau kegiatan masing-masing secara individual. Mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan pengetahu

Johnson & Johnson (Lie, 2008: 7) mengemukakan: Pada umumnya hasil penelitian dari penggunaan model pembelajaran kooperatif akan menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuain psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa.

(26)

1. Respek pada orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh pertimbangan kemanusiaan, dan memberikan semangat penggunaan pemikiran rasional ketika mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

2. Berpartisipasi dalam tindakan-tindakan kompromi, negosiasi, kerjasama, konsensus dan pentaatan aturan mayoritas ketika bekerjasama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka, dan membantu meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya belajar.

Roger dan David Johnson (Lie, 2008: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan yaitu:

1. Saling ketergantungan positif

Siswa harus merasa senang bahwa mereka saling tergantung positif dan saling terikat sesama anggota kelompok.

2. Interaksi langsung

Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan yang lainnya dan berinteraksi secara langsung.

3. Pertanggungjawaban individu

Setiap anggota kelompok bertanggungjawab untuk mempelajari materi dan bertanggungjawab terhadap hasil belajar kelompok.

4. Keterampilan interaksi antar individu dan kelompok

Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar koopertif dan harus diajarkan pada siswa.

5. Keefektifan proses kelompok

Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang dan mana yang tidak, dan membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu diubah.

Selain unsur-unsur yang harus dipenuhi, dalam prakteknya pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa langkah. Menurut Ibrahim (Trianto, 2007: 48), langkah-langkah pembelajaran kooperatif dijelaskan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah Kegiatan

a. Langkah I

Menyampaikan informasi

(27)

b. Langkah II kelompok belajar pada saat mereka memgerjakan tugas mereka

d. Langkah IV

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari masing-masing

Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah, sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Menurut Jarolimek dan Parker (Isjoni, 2009: 24) pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan, diantaranya adalah:

1. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.

3. Terjalinnya hubungan yang hangat dan persahabatan antara siswa dengan guru.

4. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

5. Saling ketergantungan yang positif.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam kelompok belajar. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa prilaku sosial. Menurut Ibrahim (Isjoni, 2009: 27-28), pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:

1. Hasil belajar akademik

(28)

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.

C.Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Lie dalam bukunya Cooperatif Learning (2008: 54) mengemukakan beberapa teknik model pembelajaran kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir Berpasangan Berempat (Think Pair Share and Think Pair Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala Bernomor Struktur, Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray), Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan.

Dewasa ini, banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu, siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal, dalam kehidupan dan kerja sehari-hari manusia saling bergantung satu sama lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diterapkan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi kepada kelompok lain yaitu dengan diterapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray

(29)

Lie (2008: 61) menggungkapkan bahwa struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar pikiran dan membangun keterampilan sosial seperti mengajukan pertanyaan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui mengajar, sehingga siswa dilatih untuk berbagi dan tidak hanya mampu bekerja secara individu.

Melalui model pembelajaran TSTS, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen. Masing-masing kelompok terdiri dari empat siswa. Mereka berdiskusi atau bekerjasama membuat laporan suatu peristiwa dengan tema tertentu yang disampaikan guru. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan bertamu ke kelompok lain, maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang saling melengkapi. Dua siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagi hasil kerja atau menyampaikan informasi ke tamu mereka sendiri. Mereka melaporkan hal yang didapat dari kelompok lain, kemudian siswa membuat laporan tentang hasil diskusi tersebut. Pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar kooperatif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, interaksi langsung, pertanggungjawaban individu, keterampilan interaksi antar individu dan kelompok, keefektifan proses kelompok dapat terpenuhi.

Menurut Lie (2008: 62), tahap-tahap dalam model TSTS adalah:

1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

(30)

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain.

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Tahap-tahap dalam model TSTS dapat mempengaruhi perkembangan kognitif siswa karena sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Piaget (Nur: 1998) dalam (Trianto: 29), interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargu-mentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

(31)

Gambar 2.2. Skema model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray

Keterangan:

: siswa yang bertamu ke kelompok lain

: siswa yang tinggal / tuan rumah dalam kelompok.

Yatin (2010: 37) menyatakan, pembelajaran kooperatif tipe TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Persiapan

Pada tahap persiapan, guru membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), menyiapkan lembar kegiatan atau LKK (Lembar Kerja Kelompok), dan membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, masing-masing anggota empat siswa dan setiap siswa anggota kelompok harus heterogen dalam prestasi akademik.

2. Kegiatan kelompok

Dalam kegiatan ini, pembelajaran menggunakan lembar kerja kelompok yang berisi tugas-tugas atau permasalahan yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah masing-masing kelompok menerima lembar kerja kelompok yang berkaitan dengan konsep materi, siswa mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesaikan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Masing-masing siswa diperbolehkan mengajukan pertanyaan dan mengajukan pertanyaan dari temannya. Kemudian dua dari empat anggota masing-masing kelompok

(32)

meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kekelompok lain, sementara dua anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. Setelah memperoleh informasi dari dua anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya dari kelompok lain tadi serta mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

3. Presentasi kelompok

Setelah belajar dengan kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan dan didiskusikan dengan kelompok lainnya. Dalam hal ini, masing-masing siswa boleh mengajukan pertanyaan dan memberikan tanggapan kepada kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusinya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan diskusi siswa ke bentuk formal.

4. Evaluasi kelompok dan penghargaan

Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diberikan dapat dilihat dari seberapa banyak pertanyaan yang diajukan dan ketepatan jawaban yang diberikan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan nilai rata-rata tertinggi.

Agustina (Yatin, 2010: 39) menyatakan, suatu model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah sebagai berikut:

1. dapat diterapkan pada semua kelas

2. kecenderungan belajar siswa menjadi bermakna 3. lebih berorientasi pada keaktifan

4. membantu meningkatkan minat dan hasil belajar

(33)

mendukung dan dengan adanya satu orang berkemampuan akademik tinggi diharapkan memudahkan dalam pengelolaan kelas.

D. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku peserta didik yang diperoleh setelah mengikuti pembelajaran selama kurun waktu tertentu. Menurut Hamalik (2004: 30), Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Hasil belajar sering digunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh siswa, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung, tes akhir semester, dan sebagainya. Oleh karena itu, proposisi yang dipakai adalah sebagai berikut.

a. Hasil belajar siswa merupakan ukuran keberhasilan guru dengan anggapan bahwa fungsi penting guru dalam mengajar adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Hasil belajar siswa mengukur apa yang telah dicapai siswa.

c. Hasil belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di pondok pesantren atau sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

(34)

berakhirnya suat proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupa-kan berakhirnya penggal dan pun

Sedangkan Hamalik (2004: 146) menyatakan pengertian hasil belajar, yaitu:

(achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di pondok pesantren atau sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh

Selain itu, Davies (Dimyati, 2002: 20) mengklasifikasi hasil belajar dalam tiga ranah yaitu: a) ranah kognitif (cognitive domain), b) ranah afektif (affective domain), c) ranah psikomotor(psychomotor domain).

Hasil belajar dalam ranah kognitif terdiri dari enam kategori yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Sedangkan ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Dan yang terakhir ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Hasil belajar yang diidentifikasi dalam hal ini mengacu pada ranah kognitif.

Sardiman (2005: 47) mengungkapkan bahwa hasil belajar dikatakan baik jika memiliki ciri-ciri:

a. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. b. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau autentik.

c. Hasil belajar itu selalu memunculkan pemahaman atau pengertian, atau menimbulkan reaksi atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima oleh akal.

(35)

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa dalam aspek kognitif setelah melalui proses belajar, yaitu berupa skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes.

E. Kerangka Pikir

Penelitian tentang pengaruh pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo terdiri dari satu variabel yaitu hasil belajar matematika siswa.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok di sekolah yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjutan, sampai dengan perguruan tinggi. Matematika perlu dipelajari oleh siswa karena melalui matematika siswa dapat menumbuhkembangkan pola berfikir logis, sistematis, obyektif, kritis dan rasional seiring dengan peningkatan mutu pembelajaran matematika.

Salah satu faktor keberhasilan pembelajaran matematika adalah siswa dapat menguasai materi pelajaran dan diterapkannya model pembelajaran koopeartif yang tepat di kelas, sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa senang dan kondusif. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif yang tepat, maka diharapkan hasil belajar matematika siswa pun akan optimal.

(36)

jawab/bertukar pikiran, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak informasi yang dijelaskan oleh teman, serta menyampaikan pendapat dan memberi tanggapan.

Selain itu, melalui TSTS siswa dapat mengembangkan berbagai kemampuan lainnya, seperti: kemampuan berkomunikasi, kerja sama, bertanggung jawab, sa-ling menghargai, sasa-ling berbagi, dan percaya diri. Pada TSTS, pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan indikator pembelajaran kemudian siswa dibagi pada kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang yang telah ditentukan oleh guru. Setiap kelompok diberikan masalah atau soal dalam bentuk LKK yang berhubungan dengan pembelajaran, kemudian mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama dengan anggota kelompoknya dan masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesaikan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.

(37)

masing-masing untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain dan mencocokkan serta membahas hasil-hasil kerja mereka.

Saat melakukan presentasi hasil diskusi kelompok, siswa dilatih untuk memiliki rasa percaya diri dalam mengutarakan pendapat dan sikap saling menghargai, yaitu siswa mendengarkan dan menanggapi hasil yang dipresentasikan oleh siswa lain. Seluruh rangkaian kegiatan tersebut dapat membantu siswa mengembangkan pola pikir yang sistematis, yaitu dalam mencapai tujuan yang diinginkan harus melalui tahapan-tahapan yang terstruktur.

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS mengarahkan siswa untuk berpartisipa-si aktif selama pembelajaran berlangsung, yaitu pada tahapan staydanstray, serta presentasi hasil diskusi kelompok. Pada tahapanstay danstray, siswa akan saling berbagi hasil dan informasi untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan saat presentasi hasil diskusi kelompok, siswa diberi kesempatan untuk mengutarakan, menanggapi, dan menghargai pendapat.

Jika pembelajaran yang demikian mampu berjalan dengan baik dari waktu ke waktu secara terus-menerus, maka diharapkan siswa dapat lebih terpacu untuk belajar matematika, sehingga dapat membuahkan hasil belajar matematika siswa yang optimal.

(38)

F. Hipotesis

(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Purbolinggo. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester genap sebanyak 182siswa SMP Negeri 2 Purbolinggo tahun pelajaran 2011/2012 yang terdistribusi dalam lima kelas (VIII A-VIII E) tanpa adanya kelas unggulan, dengan distribusi peserta didik dan data rata-rata nilai ulangan semester ganjil tahun 2011/2012 yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Peserta Didik dan Data Rata-rata Nilai Ulangan Semester Ganjil kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo

NO. Kelas Jumlah Peserta Didik

Rata-rata Nilai

1 VIIIA 36 54,9

2 VIIIB 36 51,7

3 VIIIC 36 54,4

4 VIIID 37 52,2

5 VIIIE 37 50,5

Jumlah populasi 182

Sumber : SMP Negeri 2 Purbolinggo tahun pelajaran 2011/2012

(40)

eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kelas kontrol dengan menerapkan pembelajaran konvensional.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Desain yang digunakan adalahposttest control design. Pada penelitian ini, diberikan perlakuan kepada ke-lompok eksperimen dan kemudian membandingkan hasilnya dengan keke-lompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Posttest control design menurut Furchan (1982: 354) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3 Desain penelitian.

Kelompok Perlakuan Posttest

A X Y2

B C Y2

Keterangan :

A : kelompok eksperimen B : kelompok kontrol

X : model pembelajaran TSTS C : pembelajaran konvensional Y2: hasil belajar matematika siswa

C. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitan ini yaitu data hasil belajar matematika siswa. Data tersebut dikumpulkan melalui metode dokumentasi dan metode tes.

(41)

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data nama peserta didik dan data nilai ujian akhir semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 masing-masing kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo.

2. Metode Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes penyelesaian soal matematika yang berbentuk esai baik pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe

Two Stay Two Stray maupun dalam pembelajaran konvensional. Tes ini digunakan untuk memperoleh data nilai hasil belajar matematika mengukur pada pokok bahasan Lingkaran.

D. Prosedur Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Observasi sekolah, melihat kondisi lapang seperti jumlah kelas yang ada, jumlah siswa, karakteristik siwa, serta cara mengajar guru matematika.

2. Merencanakan penelitian

a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS untuk kelas eksperimen dan pem-belajaran konvensional untuk kelas kontrol, dengan materi Lingkaran. b. Menyusun Lembar Kerja Kelompok/LKK yang akan diberikan kepada

siswa pada saat diskusi kelompok.

c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat kisi-kisi hasil belajar matematika siswa, kemudian membuat soal esai beserta penyelesaian dan aturan penskorannya.

(42)

5. Menghitung reliabilitas

6. Melakukan perbaikan instrumen tes

7. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen

8. Mengadakanpostestpada kelas eksperimen dan kelas kontrol 9. Menganalisis data

10. Membuat kesimpulan

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika yang berbentuk soal essai pada pokok bahasan lingkaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitiaan ini harus memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu memenuhi kriteria valid dan reliabel.

1. Uji Validitas Soal dan Isi

Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2008: 65). Untuk mendapatkan perangkat tes yang valid dilakukan langkah-langkah berikut:

a. Membuat kisi-kisi dengan indikator-indikator yang telah ditentukan. b. Membuat soal berdasarkan kisi-kisi.

c. Meminta pertimbangan kepada guru mitra dan dosen pembimbing yang dipandang ahli mengenai kesesuaian antara kisi-kisi dengan soal.

(43)

Berdasarkan penghitungan validitas soal menggunakan SPSS V.16 diperoleh hasil r tabel pada signifikansi = 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah koresponden (n) = 36, maka didapat r tabel = 0,329. Dari data pada Tabel Lampiran C. 1 diperoleh, untuk semua nomor soal memiliki Pearson Correlation> 0,329, sehingga semua nomor soal tersebut valid.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana instrumen dapat diperca-ya atau diandalkan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus Alpha, Arikunto (2006: 195) sebagai berikut:

r

: koefisien reliabilitas instrumen (tes)

k

: banyaknya item

2

b : jumlah varians dari tiap-tiap item tes

(44)

Dari hasil penghitungan data uji coba soal menggunakan Microsoft Excel

diperoleh reliabilitas 0,86 (Lampiran C.1). Berdasarkan kriteria uji pada Tabel 3.3, reliabilitas instrumen yang digunakan tergolong sangat tinggi sehingga dapat digunakan untuk mengumpulkan data.

Penghitungan reliabilitas selain menggunakan Microsoft Excel, juga mengguna-kan SPSS V.16. Berdasarmengguna-kan output Reliaility Statistics pada (Lampiran C.1) dapat dilihat bahwa nilai sebesar 0,856. Ini berarti item-item soal bersifat reliabel dan dapat digunakan sebab nilai > 0,70.

F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo dilakukan analisis data terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi Lingkaran. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis induktif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan rata-rata dan simpangan baku kedua kelas sampel dan analisis induktif dilakukan untuk melihat apakah perbedaan dua kelas sampel, ini berarti dilakukan uji t. Untuk melakukan uji t harus dipenuhi dua syarat yaitu: sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal dan kedua kelas memiliki dan mempunyai varians yang homogen. Oleh sebab itu terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Uji normalitas

(45)

Hipotesis:

Ho: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal Statistik uji:

Keterangan :

: chi-kuadrat

: frekuensi yang diperoleh dari data penelitian

: frekuensi yang diharapkan

k : banyaknya kelas interval Kriteria uji:

Terima H0jika hitung tabel,untuk taraf nyata = 5% dan dk =k 3.

2. Uji Kesamaan Dua Varians (Homogenitas)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data skor tes hasil belajar matematika siswa yang diperoleh memiliki varians sama atau sebaliknya. Adapun hipotesis untuk uji ini terdapat pada Sudjana (2005: 250), yaitu :

H0 12 22(homogen) H1 12 22(tidak homogen)

Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah:

Kriteria uji: tolak H0 jika , dengan

(46)

pembilang, dan adalah dk penyebut.

3. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji normalitas dan homogenitas data diperoleh bahwa data hasil belajar berdistribusi normal dan homogen, sehingga berikutnya dilakukan uji hipotesis, yaitu dengan uji pihak kanan. Untuk data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang sama, menurut (Sudjana, 2005: 239) uji hipotesis dilakukan dengan uji t:

Hipotesis Uji :

H0: 1 2 (Rata-rata hasil belajar matematika dengan menerapkan model

pembelajarantwo stay two straykurang dari atau sama dengan rata-rata hasil belajar matematika dengan menerapkan model pembelajaran konvensional).

H1 : 1 2 (Rata-rata hasil belajar matematika dengan menerapkan model

pembelajaran two stay two stray lebih dari rata-rata hasil belajar matematika dengan menerapkan model pembelajaran kon-vensional).

Untuk menguji hipotesis di atas, penulis dalam penelitian ini menggunakan rumus statistik yaitu uji kesamaan dua rata-rata berikut:

t

hit

=

Dengan:

=

Keterangan : i

x : skor rata-rata dari kelas eksperimen

2

(47)

n1 : banyaknya subyek kelas eksperimen n2 : banyaknya subyek kelas kontrol

(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dalam pembelajaran matematika membuat siswa aktif baik dalam berdiskusi, bertanya jawab, berbagi informasi dengan saling berkunjung antar kelompok sehingga hasil belajar matematika siswa dapat menjadi lebih baik. Hal ini dapat ditunjukkan dengan: Nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa yaitu 63,6 yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik daripada nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa yaitu 52,5 yang menerapkan pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengingat pentingnya pen-didikan matematika bagi kehidupan siswa di masa yang akan datang, agar menda-patkan hasil yang optimal, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

(49)
(50)

TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

(Studi pada siswa kelas VIII Semester Genap SMPN 2 Purbolinggo Tahun Pelajaran 2011/2012)

(Skripsi)

Oleh

Astri Setyawati

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(51)

TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

(Studi pada siswa kelas VIII Semester Genap SMPN 2 Purbolinggo Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh

ASTRI SETYAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(52)

TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

(Studi pada siswa kelas VIII Semester Genap SMPN 2 Purbolinggo Tahun Pelajaran 2011/2012)

(Skripsi)

Oleh

Astri Setyawati

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka cipta. Jakarta.

Ahmad, Resti F. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas X pada Topik Aplikasi Reaksi Redoks. Skripsi tidak diterbitkan, Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Aji, Dewi S. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 10 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011). Skripsi tidak diterbitkan, Bandar lampung: Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Lampung.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Dimyati, dan Mujiono. 2002.Belajar dan Pembelajaran.Rineka cipta. Jakarta. Furchan, Arief. 1982.Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Usaha Nasional.

Surabaya.

Hamalik, Oemar. 2004.Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Isjoni. 2009.Cooperative Learning.Alfabeta. Bandung.

Kustinangini, Karlina. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi tidak diterbitkan, Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Reflika Aditama. Bandung.

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Gramedia Widia Sarana Indonesia. Jakarta.

(54)

Nurhayati, Sintia Dwi. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Berbasis Praktikum Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMA Kelas X. Skripsi tidak diterbitkan, Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Qodaruddin, T. 2010. Profil Interaksi Siswa Kelas X pada Pembelajaran Tatanama Senyawa Kimia Menggunakan Model Kooperatif Tipe TGT dengan Media Chem-Card. Skripsi tidak diterbitkan, Bandung: FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Sagala, Syaiful. 2010.Konsep dan Makna Pembelajaran.Alfabeta. Bandung. Sardiman. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Slameto. 2003.Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Bumi Aksara. Jakarta.

Slavin. R. E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi.

Yayasan Kesuma Karya. Bandung.

(55)

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TWO STAY TWO STRAY TERHADAP

HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMPN 2 Purbolinggo Tahun Pelajaran 2011/2012)

Nama Mahasiswa : Astri Setyawati Nomor Pokok Mahasiswa : 0813021003

Program Studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dr. Tina Yunarti, M.Si. Dr. Caswita, M.Si.

NIP. 19660610 199111 2 001 NIP. 19671004 199303 1 004

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.

(56)

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Tina Yunarti, M.Si. ...

Sekretaris : Dr. Caswita, M.Si. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. Gimin Suyadi, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(57)

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Astri Setyawati NPM : 0813021003 Jurusan : Pendidikan MIPA Program studi : Pendidikan Matematika

Dengan ini, saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Bandar lampung, Juli 2012

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Gambar 2.2. Skema  model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray
Tabel 3.1 Distribusi Peserta Didik dan Data Rata-rata Nilai Ulangan SemesterGanjil kelas VIII SMP Negeri 2 Purbolinggo
Tabel 3.3 Desain penelitian.
+2

Referensi

Dokumen terkait

The objective of this research is to find out if there is any significant difference of English speaking ability between boarding and non-boarding school of the

 Untuk mengetahui bahan yang di gunakan dalam analisis fisik dan analisis kimia besi (Fe), Mangan (Mn), Aluminium (Al), dan Kesadahan pada sampel air bersih...  Untuk

Kultivar Kenanga merupakan tanaman paling tinggi dengan 120,11 cm, hasil tersebut ketika dilakukan uji lanjut menunjukan bahwa kultivar kenanga tidak berbeda nyata dengan

Termoregulasi adalah proses fisioogos yang merupakan kegiatan integrasi dan koordinasi yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan

Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh op maka hasil pemeriksaan adalah Schwabach normal.... BAB 5

This research was conducted over six months and comprised three stages (Figure. 1): (1) AM isolatation, propagation and identification (Chruz, 1991), from soil collected

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kegiatan melipat kertas dengan kreativitas anak terbukti adanya peningkatan dari minggu pertama sampai minggu keenam dalam semua aspek

Dalam penelitian ini, metode WebQual yang digunakan adalah WebQual versi 4.0 yang telah dimodifikasi dengan menambahkan dimensi kualitas antarmuka pengguna (user