• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao. L) terhadap Pemberian Kompos Blotong dan Pupuk NPKMg pada Media Subsoil Ultisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao. L) terhadap Pemberian Kompos Blotong dan Pupuk NPKMg pada Media Subsoil Ultisol"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PUPUK NPKMg PADA MEDIA SUBSOIL ULTISOL

SKRIPSI

Oleh :

AGUSTUA SINABARIBA

060301038

BDP/AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (

Theobroma cacao

. L)

TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS BLOTONG DAN

PUPUK NPKMg PADA MEDIA SUBSOIL ULTISOL

SKRIPSI

Oleh :

AGUSTUA SINABARIBA

060301038

BDP/AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Respon pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao. L) terhadap pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg pada media subsoil Ultisol

Nama : Agustua Sinabariba

NIM : 060301038

Departemen : Budidaya Pertanian

Program Studi : Agronomi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Balonggu Siagian, MS) (Ir. Sanggam Silitonga)

Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. T. Sabrina, M.Agr. Sc. PhD Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(4)

ABSTRAK

Agustus Sinabariba ”Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao, L) terhadap Pemberian Kompos Blotong dan Pupuk NPKMg pada Media Subsoil Ultisol”. Dibimbing oleh Ir. Balonggu Siagian, MS sebagai Komisi

Pembimbing dan Ir. Sanggam Silitonga sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji respons pertumbuhan bibit kakao

(Theobroma cacao L) terhadap pupuk NPKMg (15 : 15 : 6 : 4) dan kompos blotong pada media tanah subsoild ultisol.

Penelelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Faktorial dengan 2 (dua) faktor perlakuan. Perlakuan pertama yaitu : Kompos

Blotong dengan 4 taraf : M0 = subsoil+kompos blotong (5kg + 0 kg), M1 =

subsoil+kompos blotong (3.75 kg + 1.25 kg), M2 = subsoil+kompos blotong (2.5

kg + 2.5 kg), M3 = subsoil+kompos blotong (1.25 kg + 3.75 kg). Faktor kedua

yaitu : Dosis Pupuk NPKMg terdiri dari : P0 = 0 g/polibag, P1 = 3 g/polibag, P2 =

6 g/polibag dan P3 = 9 g/polibag.

Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun,

total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot

kering akar.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perlakuan kompos blotong

berpengaruh tidak nyata meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Perlakuan pupuk

(5)

tanaman, diameter batang, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk,

bobot basah akar dan bobot kering akar.

Interaksi kompos blotong dan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata

terhadap pertumbuhan bibit kakao.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul ” Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao, L) terhadap Pemberian Kompos Blotong dan Pupuk NPKMg pada Media Subsoil Ultisol”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar- besarnya

kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan

mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

Ir. Balonggu Siagian, MS dan Ir. Sanggam Silitonga sebagai ketua dan anggota

komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan berharga

kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada

akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Departemen Agroekoteknologi, serta semua rekan

mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juli 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Agustua Sinabariba dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Agustus 1986

putra dari Ayah : L. Sinabariba (Alm.) dan Ibu T. br. Turnip. Penulis merupakan

putra ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 8, Medan dan pada tahun 2006

masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Budidaya Pertanian, Departemen

Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Budidaya Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Kebun Bangun

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACK... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 6

Media Tanam ... 7

Pupuk NPKMg ... 9

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat Penelitian ... 11

Metode Percobaan ... 11

PELAKSANAAN PENELITIAN Penyaiapan Lahan dan Pembuatan Naungan ... 14

Penyiapan Media Tanam ... 14

Pengecambahan Benih ... 14

Penanaman Kecambah ... 14

Aplikasi Pupuk NPKMg ... 15

Pemeliharaan ... 15

Pengamatan Parameter ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ... .... 18

Tinggi Bibit... ... .... 18

Diameter Batang ... .... 20

Jumlah Daun ... .... 23

Total Luas Daun ... .... 25

Bobot Basah Tajuk ... .... 27

(9)

Bobot Basah Akar ... .... 31

Bobot Kering Akar ... .... 33

Pembahasan ... .... 35

Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian kompos blotong ... .... 35

Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian pupuk NPKMg ... 36

Interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan dosis pupuk NPKMg terhadap pertumbuhan bibit kakao ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... .... 41

Saran... ... .... 41 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Rataan tinggi bibit kakao (cm) pada umur 4 – 12 mst akibat

pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg ... 19

2. Rataan diameter batang bibit kakao (cm) pada umur 4 – 12 mst

akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg ... 22

3. Rataan jumlah daun bibit kakao (helai) pada umur 4 – 12 mst

akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg ... 24

4. Rataan total luas daun bibit kakao (cm²) akibat pengaruh kompos

blotong dan pupuk NPK Mg ... 26

5. Rataan bobot basah tajuk bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos

blotong dan pupuk NPK Mg ... 28

6. Rataan bobot kering tajuk bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg ... 30

7. Rataan bobot basah akar bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos

blotong dan pupuk NPK Mg ... 32

8. Rataan bobot kering akar bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos

(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan tinggi bibit kakao

pada umur 12 minggu setelah tanam ... 20

2. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan diameter batang bibit

kakao pada umur 12 minggu setelah tanam ... 23

3. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan jumlah daun bibit

kakao pada umur 12 minggu setelah tanam ... 25

4. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan total luas daun bibit

kakao ... 27

5. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot basah tajuk

bibit kakao ... 29

6. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot kering tajuk

bibit kakao ... 31

7. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot basah akar

(12)

8. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot kering akar

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tinggi tanaman bibit kakao pada umur 4 minggu setelah tanam ... 43

2. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 4 minggu

setelah tanam ... 43

3. Tinggi tanaman bibit kakao pada umur 6 minggu setelah tanam ... 44

4. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 6 minggu

setelah tanam ... 44

5. Tinggi tanaman bibit kakao pada umur 8 minggu setelah tanam ... 45

6. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 8 minggu

setelah tanam ... 45

7. Tinggi tanaman bibit kakao pada umur 10 minggu setelah tanam ... 46

8. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 10 minggu

setelah tanam ... 46

(14)

10. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 12 minggu

setelah tanam ... 47

11. Diameter batang bibit kakao pada umur 4 minggu setelah tanam ... 48

12. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 4 minggu

setelah tanam ... 48

13. Diameter batang bibit kakao pada umur 6 minggu setelah tanam ... 49

14. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 6 minggu

setelah tanam ... 49

15. Diameter batang bibit kakao pada umur 8 minggu setelah tanam ... 50

16. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 8 minggu

setelah tanam ... 50

17. Diameter batang bibit kakao pada umur 10 minggu setelah tanam ... 51

18. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 10 minggu

setelah tanam ... 51

(15)

20. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 12 minggu

setelah tanam ... 52

21. Jumlah daun bibit kakao pada umur 4 minggu setelah tanam ... 53

22. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 4 minggu

setelah tanam ... 53

23. Jumlah daun bibit kakao pada umur 6 minggu setelah tanam ... 54

24. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 6 minggu

setelah tanam ... 54

25. Jumlah daun bibit kakao pada umur 8 minggu setelah tanam ... 55

26. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 8 minggu

setelah tanam ... 55

27. Jumlah daun bibit kakao pada umur 10 minggu setelah tanam ... 56

28. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 10 minggu

setelah tanam ... 56

(16)

30. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 12 minggu

setelah tanam ... 57

31. Total luas daun bibit kakao pada umur 12 minggu setelah tanam ... 58

32. Daftar sidik ragam total luas daun bibit kakao pada umur 12 minggu setelah tanam ... 58

33. Bobot basah tajuk ... 59

34. Daftar sidik ragam bobot basah tajuk ... 59

35. Bobot kering tajuk ... 60

36. Daftar sidik ragam bobot kering tajuk ... 60

37. Bobot basah akar ... 61

38. Daftar sidik ragam bobot basah akar ... 61

39. Bobot kering akar ... 62

(17)

41. Rangkuman uji beda rataan ... 63

(18)

ABSTRAK

Agustus Sinabariba ”Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao, L) terhadap Pemberian Kompos Blotong dan Pupuk NPKMg pada Media Subsoil Ultisol”. Dibimbing oleh Ir. Balonggu Siagian, MS sebagai Komisi

Pembimbing dan Ir. Sanggam Silitonga sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji respons pertumbuhan bibit kakao

(Theobroma cacao L) terhadap pupuk NPKMg (15 : 15 : 6 : 4) dan kompos blotong pada media tanah subsoild ultisol.

Penelelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

Faktorial dengan 2 (dua) faktor perlakuan. Perlakuan pertama yaitu : Kompos

Blotong dengan 4 taraf : M0 = subsoil+kompos blotong (5kg + 0 kg), M1 =

subsoil+kompos blotong (3.75 kg + 1.25 kg), M2 = subsoil+kompos blotong (2.5

kg + 2.5 kg), M3 = subsoil+kompos blotong (1.25 kg + 3.75 kg). Faktor kedua

yaitu : Dosis Pupuk NPKMg terdiri dari : P0 = 0 g/polibag, P1 = 3 g/polibag, P2 =

6 g/polibag dan P3 = 9 g/polibag.

Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun,

total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot

kering akar.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perlakuan kompos blotong

berpengaruh tidak nyata meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Perlakuan pupuk

(19)

tanaman, diameter batang, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk,

bobot basah akar dan bobot kering akar.

Interaksi kompos blotong dan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata

terhadap pertumbuhan bibit kakao.

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang memiliki prospek cukup cerah sebab permintaan di dalam negeri juga

semakin kuat dengan semakin berkembangnya sektor agroindustri. Di pihak lain

kecenderungan timbulnya faktor-faktor pembatas di negara-negara pengekspor

kakao, akan menguatkan pertumbuhan produksi kakao. Dengan demikian tidak

menutup kemungkinan pars petani cengkeh berpindah haluan menjadi petani

kakao yang diduga akan memberi harapan lebih cerah (Susanto, 1994).

Pada abad modem seperti saat ini hampir semua orang mengenal cokelat

yang merupakan bahan makanan favorit, terutama bagi anak-anak dan remaja.

Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari cokelat karena sifat cokelat

dapat meleleh dan mencair pada suhu permukaan lidah. Bahan makanan dari

cokelat juga mengandung gizi yang tinggi karena di dalamnya terdapat protein dan

lemak serta unsur-unsur penting lainnya. Faktor pembatas konsumsi cokelat

sehari-hari oleh masyarakat adalah harganya relatif tinggi dibandingkan dengan

bahan makanan lainnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Di Indonesia tanaman kakao diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun

1560 di Minahasa, Sulawesi. Ekspor dari pelabuhan Manado ke Manila di mulai

tahun 1825 hingga 1838 sebanyak 92 ton. Nilai ekspor tersebut dikabarkan

(21)

Indonesia mampu mengekspor sampai 30 ton, tetapi setelah tahun 1928 ternyata

ekspor tersebut terhenti (Hartobudoyo, 1995)

Iklim dan kontur tanah Indonesia khususnya di Sumatera sangat sesuai

untuk pengembangan tanaman kakao. Hal ini dapat dibuktikan dengan luas lahan

yang terus meningkat dan produktivitas yang terus membaik. Harga komoditas ini

juga terus meningkat dan berada pada level yang tinggi yang menyebabkan

banyak petani beralih ke komoditas ini (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007). Oleh

karena itu, pengembangan budidaya coklat di Indonesia umumnya dilakukan

dengan tujuan untuk memenuhi komsumsi masyarakat dan sebagai penghasil

devisa dengan tujuan meningkatkan pendapatan produsen (Spillane, 1995).

Menurut Sutedjo, dkk (1999), tanah yang digunakan untuk pembibitan

kakao adalah tanah topsoil. Sementara itu lahan subur yang banyak mengandung

topsoil sudah semakin sedikit sedangkan pertanaman kakao harus ditingkatkan.

Dengan demikian diusahakan untuk memanfaatkan lahan marjinal yang

kekurangan unsur hara seperti tanah subsoil. Penggunaan kompos blotong sebagai

campuran media tanam tanah subsoil diharapkan dapat memberikan kontribusi

dalam penyediaan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman kakao. Sesuai dengan

pernyataan Fadjari Tjahja (2009) yang menyatakan bahwa kompos blotong

mengandung bahan organik dan sejumlah elemen yang mendukung pertumbuhan

tanaman. Tetapi tidak sepenuhnya kompos blotong ini dapat memberikan nutrisi

bagi tanaman sehingga perlu diteliti dosis pupuk yang optimal untuk pertanaman

kakao. Penggunaan pupuk NPKMg dianggap tepat dimana selain praktis juga

ekonomis serta dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Namun dengan

(22)

pengunaan pupuk yang lebih hemat namun tidak mengurangi efektivitas

pemupukan.

Berdasarkan hal di atas penulis tertarik melaksanakan penelitian mengenai

penggunaan kompos blotong tersebut dan dosis pupuk NPKMg yang optimal

untuk pembibitan tanaman kakao pada media tanah subsoil ultisol.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji respons pertumbuhan bibit

Kakao (Theobroma cacao L) terhadap pupuk NPKMg (15:15:6:4) dan kompos blotong pada media tanah subsoil ultisol.

Hipotesis Penelitian

Respons pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg (15:15:6:4) serta

interaksi kedua faktor tersebut, nyata terhadap pertumbuhan bibit kakao.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat menyusun skripsi di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

(23)

Botani Tanaman Kakao

Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman kakao adalah sebagai

berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak Kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L.

Akar kakao merupakan akar tunggang (radix primari). Akar yang

pertumbuhannya ke arah samping bisa mencapai 8 meter, sedangkan akar yang

pertumbuhannya ke arah bawah bisa mencapai 15 meter. Perkembangan akar

lateral tanaman kakao sebagaian besar berkembang dekat permukaan tanah, yakni

pada jeluk 0 hingga 30 cm. Penyebaran akar yakni 56% akar lateral tumbuh pada

bagian 0-10 cm, 26% pada bagian 11-20 cm, 14% pada bagian 21-30 cm dan

hanya 4% yang tumbuh dari bagian lebih dari 30 cm dari permukaan tanah.

Jangakauan jelajah akar lateral tanaman kakao ternyata dapat jauh diluar proyeksi

tajuk. Ujung akar membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya tidak teratur

(24)

Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas

vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop

atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya kesamping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan). Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti tumbuh dan

membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman kakao (Pusat

Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Daun kakao tumbuh dari cabang primer dan sekunder mengikuti dua tipe

kedududkan daun, yaitu pada cabang ortotrop dengan tipe kedudukan daun 3/8

dan pada cabang plagiotrop dengan tipe kedudukan daun 1/2. Bentuk helaian daun

bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus) dan pangkal

daun runcing (acutus) dengan panjang 25-35 cm dan lebar 9-12 cm dan lebar 9-12

cm. Susunan daun menyirip dengan tepi daun rata (Poedjiwidodo, 1996).

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang

dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut

semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan

bunga (cushion). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya,

bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10

tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5

tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Buah kakao merupakan buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit

(25)

saat buah masih muda, biji menempel pada bagian kulit buah, tetapi bila buah

telah matang maka biji terlepas dari kulitnya (Syamsulbahri, 1996)

Syarat Tumbuh

Iklim

Kakao menghendaki curah hujan rata-rata 1.500-2.000 mm/th. Pada tanah

yang mengandung pasir diperlukan curah hujan yang lebih tinggi dari 2.000

mm/th. Pada daerah yang curah hujan yang lebih rendah dari 1.500 mm/th masih

dapat ditanami kakao bila tersedia air irigasi. Lama bulan kering maksimum 3

bulan (Poedjiwidodo, 1996). Suhu ideal pertanaman kakao, untuk suhu maksimum

berkisar antara 30°–32° C dan suhu minimum berkisar antara 180 – 210 C. Namun pada kondisi dan kultivar tertentu, kakao masih dapat tumbuh baik pada suhu

minimum 15° C. Sedangkan rata-rata suhu bulanan 26,60 C merupakan suhu yang cocok untuk petumbuhan tanaman kakao (Syamsulbahri, 1996).

Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah hujan dan suhu udara.

Unsure ini berhubungan dengan timbulnya penyakit yang menyerang kakao. Pada

curah hujan yang tinggi, 3-6 hari berturut-turut akan menyebabkan kelembaban

udara tinggi dan munculnya cendawan Phytophtora palmivora yang menjadi penyebab busuk buah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Tanah

Tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah tanah yang bila musim hujan

drainase baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat

terpenuhi bila tanah dapat memiliki tekstur sebagai berikut: fraksi pasir sekitar

50%, Fraksi debu sekitar 10% - 20 %, dan fraksi lempung 30% - 40%. Jadi tekstur

(26)

berpasir (Anonimous, 1991).

Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir

dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu. Susunan

demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah.

Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air

dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar (Siregar, dick,

1997).

Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH

4,0-8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0-7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah

dapat tersedia bagi tanaman. Pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0

kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara dan akan keracunan Al, Mn

dan Fe pada pH rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).

Media Tanam

Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Penggunaan media tanaman yang

banyak mengandung bahan organik sangat menguntungkan bagi pertumbuhan

tanaman kakao. Media tanam yang biasa digunakan dalam pembibitan kakao

adalah berupa campuran antara tanah dan pupuk organik (Sudirja dkk, 2005).

Media tanam juga merupakan tempat melekatnya tanaman. Untuk

pertumbuhan akar tanaman yang sempurna, media tanam harus didukung oleh

drainase dan aerasi yang baik. Drainase yang baik menjadikan akar-akar tanaman

lebih leluasa bernapas sehingga optimal dalam menyerap unsur-unsur hara yang

(27)

Subsoil

Pada umumnya sub soil adalah merupakan bagian tanah yang lembab yang

biasanya bersifat asam dan kurang subur. Pada daerah yang curah hujannya

rendah, sub soil biasanya cukup mengandung hara tertentu (Brady, 1984).

Menurut Sarwono (1994), tanah ultisol memang kurang baik untuk isi pot

karena kandungan bahan organiknya sedikit dan kandungan liatnya cukup tinggi.

Namun demikian bukan berarti tanah ini tidak bisa dipakai, tetapi perlu

penambahan bahan lain. Salah satu cara menggunakan tanah sub soil adalah

dengan mencampur tanah ini dengan pasir dan pupuk kandang dengan

perbandingan 1:1:1. Sedangkan salah satu kebun pembibitan, menggunakan

campuran tanah sub soil, kompos dan sekam.

Kompos Blotong

Blotong merupakan salah satu limbah yang dihasilkan pabrik gula dalam

proses pembuatan gula, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat

mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi (panas), berbentuk seperti

tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari

nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar, gula,

total abu, SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari

satu Pabrik gula dengan Pabrik gula lainnya, bergantung pada pola prodkasi dan

asal tebu. (Fadjari Tjahja, 2009).

Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik,

dibeberapa pabrik gula daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian

(28)

penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa

minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi

temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan

pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini

masih bisa diterima oleh masyarakat.(Fadjari Tjahja, 2009).

Pupuk NPKMg

Pengertian pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik

ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun ke tanaman dapat

memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman (Hasibuan, 2006).

Di pasaran, pupuk majemuk dapat dijumpai dalam beragam komposisi

hara. Mulai dari yang berkadar N tinggi, kadar P tinggi, kadar K tinggi, ataupun

yang memiliki komposisi N, P dan K berimbang. Pupuk majemuk diciptakan

dengan tujuan untuk memudahkan petani mendapatkan pupuk yang sesuai dengan

kebutuhan tanaman. Masing-masing pupuk tersebut memiliki fase dan kegunaan

yang berbeda. Pupuk berkadar N tinggi untuk fase vegetatif, pupuk berkadar P

atau K tinggi untuk fase generatif dan pupuk berimbang yang dapat dipakai pada

semua fase pertumbuhan tanaman (Redaksi AgroMedia, 2007).

Kandungan unsur hara dalam pupuk majemuk NPKMg dinyatakan dalam

4 angka yang berturut-turut menunjukkan keadaan N, P2O5, K2O, MgO. Misalnya

pupuk majemuk NPKMg (15-25-10-5) menunjukkan setiap 100 kg pupuk

mengandung 15 kg N + 25 kg P2O5 + 10 kg K2O+5 MgO (Hardjowigeno, 2003)

Tanaman menyerap unsur nitrogen (N) terutama dalam bentuk NO3-,

(29)

Nitrogen yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein

dan disamping itu unsur ini juga merupakan bagian integral dari klorofil (Nyakpa

dkk, 1988).

Fosfor (P) berperan dalam setiap proses fisiologis tanaman, baik yang

menyangkut pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Fungsi lain unsur ini adalah

membentuk ikatan fosfolipid dalam minyak. Kekurangan unsur ini akan

memperlambat proses fisiologis. Kebutuhan unsur P lebih sedikit dibandingkan

dengan N dan K. Untuk menambah produksi buah, unsur P tidak dapat bekerja

sendiri, tetapi akan berkombinasi dengan unsur unsur lainnya (Sastrosayono,

2005).

Unsur kalium (K) diserap tanaman dalam bentuk ion K+, jumlahnya dalam keadaan tersedia bagi tanah biasanya kecil. Kalium yang ditambahkan ke dalam

tanah biasanya dalam bentuk garam-garam yang mudah larut seperti KC1, KNO3,

K2SO4 dan K-Mg-SO4. Kalium merupakan unsur mobil di dalam tanaman dan

segera akan ditranslokasikan ke jaringan meristematik yang muda bilamana

jumlahnya terbatas bagi tanaman. Magnesium (Mg) berperan dalam mengatur

(30)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Jl. Kampung Tapanuli, Kecamatan

Medan-Tembung, Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian ini

berlangsung pada bulan Maret sampai Juni 2012

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao varietas

lindak, kompos blotong, pupuk NPKMg, polibag ukuran 20 x 30 cm keadaan

terlipat, bambu sebagai pondasi naungan, pelepah kelapa sawit sebagai atap

naungan, kawat sebagai pengikat barnbu, insektisida Matador, fungisida Dithane

M 45, dan bahan-bahan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,

meteran. jangka sorong untuk mengukur diameter batang, handsprayer, kaikulator,

timbangan analitik, pacak sampel dan alat-alat lain yang mendukung dalam

pelaksanaan ini.

Metode Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial

dengan 2 (dua) faktor perlakuan, yaitu:

Faktor I : Kompos Blotong dengan 4 taraf, yaitu :

MO : 100 % Subsoil + 0 % Kompos Blotong (5 kg + 0 Kg)

(31)

M2 : 50 % Subsoil + 50 % Kompos Blotong (2,5 kg + 2,5 Kg)

M3 : 25 % Subsoil + 75 % Kompos Blotong (1,25 kg + 3,75 Kg)

Faktor II : Dosis Pupuk NPKMg dengan 4 taraf perlakuan :

PO : 0 g/ polibag

P1 : 3 g/ polibag

P2 : 6 g/ polibag

P3 : 9 g/ polibag

Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan yaitu :

M0P0 M1P0 M2P0 M3P0

M0P1 M1P1 M2P1 M3P1

M0P2 M1P2 M2P2 M3P2

M0P3 M1P3 M2P3 M3P3

Jumlah ulangan : 3

Jumlah plot : 48 plot

Ukuran plot : 100 cm x 100 cm

Jumlah tanaman/plot : 4 tanaman / plot

Jumlah tanaman sampel/plot : 3 tanaman

Jumlah seluruh tanaman : 192 tanaman

Jumlah seluruh sample : 144 tanaman

Jarak polibeg : 25 cm x 25 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

(32)

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4, k =1,2,3,4

Dimana :

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan komposisi media (M) pada

kategori ke-j dan dosis pupuk NPKMg (P) pada taraf ke-k.

µ : nilai tengah

ρi : Efek blok ke-i

αj : Efek komposisi Media pada kategori ke-j

βk : Efek dosis Pupuk NPKMg pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi komposisi media pada kategori ke-j dan dosis pupuk NPKMg pada taraf ke-k

εijk : Efek galat pada blok ke-i komposisi media pada kategori ke-j dan dosis pupuk NPKMg pada taraf ke-k.

Jika dari sidik ragam diperoleh efek komposisi media atau konsentrasi

pupuk yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan

(33)

Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok standar

hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi

tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 12 MST dengan

interval pengamatan dua minggu sekali

Diameter batang (cm)

Pengukuran diameter batang dilakukan pada pangkal batang dengan

menggunakan jangka sorong, pengukuran dilakukan dengan interval dua minggu

mulai umur 4 – 12 MST.

Jumlah daun (helai)

Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka

sempurna dengan ciri-ciri helaian daun dalam posisi terbuka yang ditandai telah

terlihatnya tulang-tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun. Pengukuran

jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 12 MST dengan

interval pengamatan dua minggu.

Total luas daun (cm2)

Pengukuran total luas dihitung dari hasil penjumlahan seluruh luas daun

yang telah membuka sempurna. Pengukuran dilakukan dua kali yaitu pada saat

bibit berumur 4 MST di polibag dan pada akhir penelitian yaitu umur 12 MST.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus Asomaning dan Locard

(1963) dalam Sunarwidi (1982), yaitu : Log Y = -0.495 + 1.904 log x

Dimana : Y = luas daun (cm²)

(34)

Bobot basah tajuk (g)

Tajuk tanaman adalah bagian atas tanaman yang terdiri dari batang, serta

daun-daun pada tanaman kakao. Bobot basah tajuk ditimbang pada akhir

penelitian. Tajuk dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot kering tajuk (g)

Bobot kering tajuk ditimbang pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan

bahan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi,

kemudian dikeringkan pada suhu 750C di dalam oven hingga bobot keringnya

konstan.

Bobot basah akar (g)

Bobot basah akar ditimbang pada akhir penelitian. Batang akar dibersihkan

dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot kering akar (g)

Bobot kering akar ditimbang pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan

bahan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi,

kemudian dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya

konstan.

(35)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Penyiapan Lahan dan Pembuatan Naungan

Areal penelitian dibersihkan dari gulma yang tumbuh pada areal tersebut,

kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 100 cm x 100 cm, dibuat parit

drainase dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm.

Naungan terbuat dari bambu sebagai tiang dan pelepah sawit sebagai atap

dengan ketinggian 2 m arah timur dan 1,5 m arah barat, panjang naungan 19,2 m

dan lebarnya 5 m yang memanjang arah utara- selatan.

Penyiapan Media Tanam

Tanah subsoil ultisol dicampur dengan kompos blotong kemudian

dimasukkan ke dalam polibag sesuai dengan perlakuan masing-masing.

Pengecambahan Benih

Media perkecambahan adalah pasir setebal 10-15 cm, dibuat arah

utara-selatan. Benih didederkan dengan radikula pada bagian bawah dengan jarak antar

benih 2 cm x 3 cm.

Penanaman Kecambah

Pemindahan bibit ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai

(36)

dengan membenamkan dengan kedalaman 0-8 cm lalu ditutup dengan campuran

tanah. Polibag yang telah diisi kecambah disusun rapi/teratur di atas iahan

pembibitan dan diberi naungan.

Aplikasi Pupuk NPKMg

Apliksi pupuk NPKMg (15:15:6:4) dilakukan 2 kali yaitu setelah

kecambah 5 hari ditanam di dalam polibag dengan setengah dari dosis anjuran dan

pada minggu kelima setengah dosis anjuran sesuai dengan perlakuan

masing-masing.

Pemeliharaan

Penyiraman

Dilakukan setiap hari di waktu pagi dan sore atau sesuai kebutuhan.

Penyiraman bertujuan untuk menjaga kelembaban areal pertanaman.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau tumbuh abnormal,

penyul_aman dilakukan dengan mengambil dari tanaman yang telah disediakan.

Penyulaman dilakukan sampai 2 minggu setelah tanam.

Penyiangan

Untuk menghindari persaingan antara gulma dengan tanaman, maka

dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan secara manual, untuk areal

(37)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tergantung kondisi di lapangan. Bila

terjadi serangan hama, maka dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida

Decis 2,5 EC. Sedangkan untuk penyakit dapat digunakan fungisida Dithane

(38)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

1 Persiapan Areal X

2 Persiapan Naungan X

3 Persiapan Media Tanam X

4 Pengecambahan Benih X

5 Penanaman Kecambah_ X

6 Aplikasi Pupuk

NPKMg (15:15:6:4)

X X

7 Pemeliharaan Tanaman Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Penyiraman Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Penyiangan Disesuaikan dengan kondisi lapangan

Pengendalian hama Penyakit Disesuaikan dengan kondisi lapangan

8 Pengamatan Parameter

Tinggi Bibit (cm) X X X X X

Jumlah Daun (Helai) X X X X X

Diameter batang (mm) X X X X X

Total luas Daun (cm2) X

Bobot Basah Tajuk (g) X

Bobot Basah Akar (g) X

Bobot Kering Tajuk (g) X

(39)

Lampiran 6. Rangkuman Uji Beda Rataan

Perlakuan

Tinggi Bibit (cm) Diameter Batang (mm) Jumlah Daun(helai

4 MST 8 MST 12 MST 4 MST 8 MST 12 MST 4 MST 8 MST 12 MST

Media

M0 22.75b 19.94 24.63 0.42 0.54 0.59 4.50 7.68 12.95 M1 23.31b 19.93 25.05 0.41 0.56 0.67 4.72 8.14 13.89 M2 24.39a 21.27 26.59 0.40 0.57 0.61 4.31 8.33 13.41 M3 24.83a 21.30 27.19 0.41 0.57 0.62 4.28 8.06 14.48

Pupuk

P0 16.61 21.13 25.75 0.41 0.57 0.61 4.47 8.32 12.97 P1 16.87 20.40 26.06 0.41 0.55 0.62 4.29 7.80 13.59 P2 16.60 20.17 26.01 0.40 0.56 0.65 4.60 7.87 14.15 P3 16.40 20.34 26.06 0.41 0.57 0.64 4.58 8.14 14.04

Kombinasi

(40)

M3P2 16.75 21.60 27.48 0.40 0.57 0.62 4.33 7.78 15.51 M3P3 17.21 21.44 27.11 0.41 0.56 0.62 4.44 8.33 14.08 M4P0 17.15 20.00 26.10 0.40 0.57 0.68 4.56 8.22 12.64 M4P1 16.81 21.15 26.73 0.40 0.53 0.61 4.11 7.96 14.31 M4P2 16.63 19.38 25.97 0.40 0.56 0.71 5.00 8.11 13.90 M4P3 16.83 19.88 26.71 0.40 0.58 0.69 4.78 7.56 13.95

Lampiran 6. Rangkuman Uji Beda Rataan (lanjutan)

Perlakuan Bobot Basah Tajuk (g) Bobot Basah Akar (g) Bobot Kering Tajuk (g) Bobot Kering Akar (g) Media

M0 32.69 20.56 0.41 0.42

M1 33.63 20.54 0.43 0.43

M2 36.90 21.63 0.46 0.46

M3 39.53 23.36 0.49 0.46

M4 37.63 21.41 0.48 0.47

Pupuk

P0 34.78 20.76 0.45 0.44

P1 34.97 21.22 0.43 0.45

P2 36.74 21.56 0.46 0.44

P3 37.80 22.45 0.47 0.47

Kombinasi

M0P0 33.33 19.37 0.42 0.42

M0P1 31.60 20.57 0.39 0.40

M0P2 31.01 21.14 0.41 0.41

M0P3 34.80 21.15 0.41 0.46

M1P0 31.71 21.58 0.41 0.44

M1P1 30.75 21.16 0.40 0.40

M1P2 36.37 19.97 0.45 0.44

(41)

M2P0 34.33 20.55 0.42 0.42

M2P1 33.35 19.71 0.45 0.50

M2P2 40.33 22.23 0.49 0.43

M2P3 39.60 24.03 0.47 0.49

M3P0 38.56 21.71 0.50 0.47

M3P1 42.31 23.82 0.43 0.45

M3P2 37.67 23.59 0.49 0.46

M3P3 39.58 24.30 0.53 0.47

M4P0 35.98 20.59 0.50 0.43

M4P1 36.85 20.83 0.47 0.47

M4P2 38.33 20.88 0.45 0.47

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Tinggi bibit (cm)

Data tinggi bibit kakao pada umur 4, 6, 8, 10 dan 12MST disajikan pada

lampiran 1, 3, 5, 7 dan 9, sedangkan sidik ragam dicantumkan pada lampiran 2, 4,

6, 8 dan 10. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong

berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit kakao pada umur 4 – 12 MST.

Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit kakao

pada umur 4 – 12 MST. Interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan

pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit kakao pada umur 4

– 12 MST.

Rataan tinggi bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh

pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada umur 4 MST, bibit kakao tertinggi

terdapat pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan P0 dan P1, tetapi berbeda tidak

nyata dengan P2. Pada umur 6 MST, bibit kakao tertinggi terdapat pada perlakuan

P3 berbeda nyata dengan P1, tetapi berbeda tidak nyata dengan P2 dan P3. Pada

umur 8 MST, bibit kakao tertinggi terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata

dengan P0 dan P1, tetapi berbeda tidak nyata dengan P2. Pada umur 10 dan 12

MST, bibit kakao tertinggi terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0,

(43)
[image:43.595.114.510.148.716.2]

Tabel 1. Rataan tinggi bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg

Kompos blotong

Pupuk NPKMg

Rataan

P

0

P

1

P

2

P

3

Umur 4 MST ……… cm ……….

M0 23.56 24.11 27.00 24.78 24.86

M1 21.78 22.56 23.22 24.89 23.11

M2 22.56 22.56 23.78 25.67 23.64

M3 23.11 24.00 23.56 24.00 23.67

Rataan 22.75b 23.31b 24.39a 24.83a

Umur 6 MST

M0 24.76 25.51 28.60 26.08 26.24

M1 22.98 23.96 24.82 26.19 24.49

M2 23.86 24.06 25.38 27.07 25.09

M3 24.51 25.50 25.16 25.40 25.14

Rataan 24.03b 24.76ab 25.99a 26.18a

Umur 8 MST

M0 26.96 28.11 31.80 28.48 28.84

M1 25.58 26.96 28.42 28.79 27.44

M2 26.06 26.46 28.18 29.33 27.51

M3 26.71 27.70 27.96 27.69 27.51

Rataan 26.33c 27.31bc 29.09a 28.57ab

(44)

M0 28.16 29.98 34.32 30.08 30.63

M1 26.88 29.06 31.32 30.49 29.44

M2 27.36 28.06 30.88 30.83 29.28

M3 28.01 29.40 29.76 29.09 29.06

Rataan 27.60c 29.12b 31.57a 30.12b

Umur 12 MST

M0 29.36 31.48 35.92 31.28 32.01

M1 27.91 30.70 33.41 31.60 30.91

M2 28.37 29.26 32.54 31.97 30.53

M3 29.01 30.50 31.16 30.23 30.23

Rataan 28.66c 30.48b 33.26a 31.27b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%

Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan tinggi bibit kakao pada

(45)

25.0 27.4 29.8 32.2 34.6

0 3 6 9

Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)

T

inggi

T

ana

m

an (

cm

[image:45.595.135.498.94.339.2]

)

Gambar 1. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan tinggi

bibit kakao pada umur 12 MST

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa hubungan antara tinggi bibit dengan

dosis pupuk NPKMg disajikan kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk

NPKMg memberikan tinggi bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar 6.17

g/polibag dengan tinggi bibit 32.40 cm, selanjutnya dengan peningkatan

pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 6.17 g/polibag akan mengakibatkan

penurunan tinggi bibit kakao.

Diameter batang (cm)

Data diameter batang kakao pada umur 4, 6, 8, 10 dan 12 MST disajikan

pada lampiran 11, 13, 15, 17 dan 19, sedangkan sidik ragam dicantumkan pada

lampiran 12, 14, 16, 18 dan 20. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian

kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang bibit kakao

pada umur 4 – 12 MST, perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap

Ŷ = 28.37 + 1.31 X - 0.11 X²; R = 0.92

(46)

diameter batang bibit kakao pada umur 4 – 12 MST, interaksi antara perlakuan

pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap

diameter batang bibit kakao pada umur 4 – 12 MST.

Rataan diameter batang bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat

pengaruh pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada umur 4, 6 dan 8 MST, diameter batang

bibit kakao terbesar terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, P1 dan

P3. Pada umur 10 dan 12 MST, diameter batang bibit kakao terbesar terdapat

(47)
[image:47.595.115.510.142.736.2]

Tabel 2. Rataan diameter batang bibit kakao (cm) pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg

Kompos blotong Pupuk NPKMg Rataan

P0 P1 P2 P3

Umur 4 MST ……… cm ……….

M0 1.80 1.91 2.08 1.94 1.93

M1 1.86 2.01 2.05 1.93 1.96

M2 1.82 1.95 2.04 1.90 1.93

M3 1.77 1.90 2.07 1.94 1.92

Rataan 1.81c 1.94b 2.06a 1.93b

Umur 6 MST

M0 2.20 2.41 2.70 2.48 2.45

M1 2.25 2.42 2.60 2.43 2.43

M2 2.14 2.33 2.67 2.50 2.41

M3 2.23 2.42 2.61 2.40 2.41

Rataan 2.21c 2.40b 2.65a 2.45b

Umur 8 MST

M0 2.60 2.91 3.32 3.02 2.96

M1 2.48 2.76 3.24 3.01 2.87

M2 2.55 2.91 3.29 2.95 2.93

M3 2.66 3.03 3.25 2.93 2.97

Rataan 2.57c 2.90b 3.28a 2.98b

Umur 10 MST

M0 2.85 3.23 3.74 3.37 3.30

(48)

M2 2.77 3.19 3.75 3.30 3.25

M3 2.86 3.27 3.65 3.23 3.25

Rataan 2.80d 3.19c 3.73a 3.31b

Umur 12 MST

M0 3.10 3.55 4.10 3.62 3.59

M1 2.94 3.36 4.28 3.69 3.57

M2 2.99 3.46 4.21 3.65 3.58

M3 3.06 3.51 4.05 3.53 3.54

Rataan 3.02d 3.47c 4.16a 3.62b

Keterangan :

... Ang

ka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang

sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%

Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan diameter bibit kakao pada

(49)

2.0 2.4 2.8 3.2 3.6 4.0 4.4

0 3 6 9

Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)

D

iam

et

er

B

at

ang (

cm

[image:49.595.143.488.94.307.2]

)

Gambar 2. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan diameter

batang bibit kakao pada umur 12 MST

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa hubungan antara diameter batang bibit

dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk

NPKMg memberikan diameter batang bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar

6.01 g/polibag dengan diameter batang bibit 3.94 cm.

Jumlah daun (helai)

Data jumlah daun bibit kakao pada umur 4, 6, 8, 10 dan 12 MST akibat

pengaruh pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran

21, 23, 25, 27 dan 29, sedangkan sidik ragam dicantumkan pada lampiran 22, 24,

26, 28 dan 30. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong

berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun bibit kakao pada umur 4 – 12

MST.

Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit

kakao pada umur 4 – 12 MST, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian

(50)

kompos blotong dan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah

daun bibit kakao pada umur 4 – 12 MST.

Rataan jumlah daun bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh

[image:50.595.116.511.228.733.2]

pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah daun bibit kakao (helai) pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg

Kompos blotong Pupuk NPKMg Rataan

P0 P1 P2 P3

Umur 4 MST ……… helai ……….

M0 3.00 3.67 3.44 3.33 3.36

M1 3.22 3.44 3.44 3.33 3.36

M2 3.44 3.44 3.22 3.44 3.39

M3 3.22 3.56 3.44 3.33 3.39

Rataan 3.22 3.53 3.39 3.36

Umur 6 MST

M0 5.00 5.67 5.67 5.33 5.42

M1 5.22 5.44 5.44 5.33 5.36

M2 5.44 5.44 5.22 5.44 5.39

M3 5.22 5.56 5.44 5.33 5.39

Rataan 5.22 5.53 5.44 5.36

Umur 8 MST

M0 8.89 9.56 9.89 9.33 9.42

M1 8.78 9.33 9.44 9.33 9.22

(51)

M3 9.00 9.00 9.22 9.33 9.14

Rataan 8.92b 9.25a 9.42a 9.36a

Umur 10 MST

M0 10.11 10.56 11.11 10.78 10.64

M1 10.33 10.89 11.11 11.22 10.89

M2 10.56 10.78 10.67 11.00 10.75

M3 10.78 10.44 10.56 10.89 10.67

Rataan 10.44b 10.67a 10.86a 10.97a

Umur 12 MST

M0 12.00 12.44 13.11 12.78 12.58

M1 11.67 12.67 13.00 13.22 12.64

M2 12.00 12.33 12.22 12.56 12.28

M3 12.44 11.89 11.89 12.44 12.17

Rataan 12.03b 12.33ab 12.56a 12.75a

[image:51.595.109.513.83.488.2]

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umur 4 dan 6 MST, perlakuan pupuk

NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun. Pada umur 8 MST,

jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi

berbeda tidak nyata dengan P1 dan P3. Pada umur 10 dan 12 MST, jumlah daun

terbanyak terdapat pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan P0, tetapi berberda

tidak nyata dengan P1 dan P2.

Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan jumlah daun bibit kakao

(52)

11.4 11.8 12.2 12.6 13.0

0 3 6 9

Dosis Pupuk NPKMg (kg/polibag)

Jum

la

h D

aun (he

la

[image:52.595.179.549.118.331.2]

i)

Gambar 3. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan jumlah

daun bibit kakao pada umur 12 MST

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah daun bibit

dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva linier positif.

Total luas daun (cm²)

Data total luas daun bibit kakao pada umur 12 minggu setelah tanam (mst)

akibat pengaruh pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada

lampiran 31, sedangkan sidik ragam dicantumkan pada lampiran 32. Hasil sidik

ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong berpengaruh tidak nyata

terhadap total luas daun bibit kakao.

Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap total luas daun bibit

kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan

pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.

Rataan total luas daun bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

(53)
[image:53.595.109.519.153.330.2]

blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan total luas daun bibit kakao (cm²) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg

Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan

M0 1487.20 1570.29 1595.21 1561.64 1553.58

M1 1472.23 1550.98 1596.81 1548.24 1542.07

M2 1443.88 1543.37 1570.39 1530.86 1522.13

M3 1404.32 1547.57 1618.07 1516.31 1521.57

Rataan 1451.91c 1553.05b 1595.12a 1539.26b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg, total luas

daun terluas terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda

tidak nyata dengan P1 dan P3.

Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan total luas daun bibit kakao

[image:53.595.112.516.154.331.2]
(54)

1300 1358 1416 1474 1532 1590 1648 1706

0 3 6 9

Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)

T

ot

al

L

ua

s L

aha

n (

cm

[image:54.595.132.499.96.344.2]

²)

Gambar 4. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan total luas

daun bibit kakao

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa hubungan antara total luas daun bibit

dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk

NPKMg memberikan total luas daun bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar

5.67 g/polibag dengan total luas daun bibit 1589.79 cm². Selanjutnya dengan

peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.67 g/polibag akan

mengakibatkan penurunan total luas daun bibit kakao.

Bobot basah tajuk (g)

Data bobot basah tajuk bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran 33, sedangkan sidik ragam

dicantumkan pada lampiran 34. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian

kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tajuk bibit kakao.

(55)

Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk

bibit kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan

pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot basah tajuk bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

[image:55.595.112.516.268.466.2]

blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot basah tajuk bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg

Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan

M0 28.11 30.44 34.21 30.88 30.91

M1 28.49 31.19 32.92 30.96 30.89

M2 28.37 31.05 32.90 30.49 30.70

M3 28.71 30.99 32.13 30.28 30.53

Rataan 28.42c 30.92b 33.04a 30.65b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg bobot basah

tajuk terberat terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda

tidak nyata dengan P1 dan P3. Bobot basah tajuk pada perlakuan P2 dan P3

berbeda nyata dengan P0.

Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot basah tajuk bibit

(56)

25.0 26.8 28.6 30.4 32.2 34.0 35.8

0 3 6 9

Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)

Bobot

Ba

sa

h T

aj

[image:56.595.132.499.98.335.2]

uk (g)

Gambar 5. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot

basah tajuk bibit kakao

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa hubungan antara bobot basah tajuk

bibit dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan

pupuk NPKMg memberikan bobot basah tajuk bibit kakao sampai titik maksimum

yaitu sebesar 5.58 g/polibag dengan bobot basah tajuk bibit seberat 32.44 g.

Selanjutnya dengan peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.58

g/polibag akan mengakibatkan penurunan bobot basah tajuk bibit kakao.

Bobot kering tajuk (g)

Data bobot kering tajuk bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran 35, sedangkan sidik ragam

dicantumkan pada lampiran 36. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian

kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk bibit kakao.

(57)

Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk

bibit kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan

pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot kering tajuk bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

[image:57.595.111.516.268.466.2]

blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan bobot kering tajuk bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg

Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan

M0 19.61 21.84 25.61 22.28 22.33

M1 19.79 22.49 24.22 22.26 22.19

M2 19.41 22.08 23.93 21.52 21.74

M3 20.15 20.89 22.39 20.97 21.10

Rataan 19.74c 21.82b 24.04a 21.76b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg bobot kering

tajuk terberat terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda

tidak nyata dengan P1 dan P3. Bobot kering tajuk pada perlakuan P1 dan P3

berbeda nyata dengan P0.

Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot kering tajuk bibit

(58)

16.0 17.4 18.8 20.2 21.6 23.0 24.4 25.8

0 3 6 9

Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)

Bobot

K

eri

ng T

aj

[image:58.595.132.495.95.332.2]

uk (g)

Gambar 6. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot

kering tajuk bibit kakao

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa hubungan antara bobot kering tajuk

bibit dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan

pupuk NPKMg memberikan bobot kering tajuk bibit sampai titik maksimum yaitu

sebesar 5.64 g/polibag dengan bobot kering tajuk bibit seberat 23.36 g.

Selanjutnya dengan peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.64

g/polibag akan mengakibatkan penurunan bobot kering tajuk bibit kakao.

Bobot basah akar (g)

Data bobot basah akar bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran 37, sedangkan sidik ragam

dicantumkan pada lampiran 38. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian

kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar bibit kakao.

Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar bibit

kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan

pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.

(59)

Rataan bobot basah akar bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

[image:59.595.113.518.178.363.2]

blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan bobot basah akar bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg

Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan

M0 1.86 2.15 2.38 2.14 2.13

M1 1.94 2.15 2.42 2.23 2.18

M2 1.92 2.21 2.39 2.15 2.17

M3 1.97 2.07 2.19 2.03 2.06

Rataan 1.92c 2.14b 2.35a 2.14b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 7 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg bobot basah

akar terberat terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda

tidak nyata dengan P1 dan P3.

Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot basah akar bibit

(60)

1.6 1.8 2.0 2.2 2.4

0 3 6 9

Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)

Bobot

Ba

sa

h A

ka

[image:60.595.128.500.94.359.2]

r (g)

Gambar 7. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot

basah akar bibit kakao

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa hubungan antara bobot basah akar bibit

dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk

NPKMg memberikan bobot basah akar bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar

5.72 g/polibag dengan bobot kering tajuk bibit seberat 2.29 g. Selanjutnya dengan

peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.72 g/polibag akan

mengakibatkan penurunan bobot basah akar bibit kakao.

Bobot kering akar (g)

Data bobot kering akar bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran 39, sedangkan sidik ragam

dicantumkan pada lampiran 40. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian

kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar bibit kakao.

(61)

Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar

bibit kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan

pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.

Rataan bobot kering akar bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos

[image:61.595.112.517.267.476.2]

blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan bobot kering akar bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg

Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan

M0 1.11 1.23 1.36 1.22 1.23

M1 1.07 1.18 1.33 1.22 1.20

M2 1.06 1.21 1.32 1.18 1.19

M3 1.10 1.16 1.23 1.13 1.16

Rataan 1.08c 1.20b 1.31a 1.19b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg bobot kering

akar terberat terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda

tidak nyata dengan P1 dan P3.

Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot kering akar bibit

(62)

0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5

0 3 6 9

Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)

Bobot

K

eri

ng A

ka

[image:62.595.131.500.80.341.2]

r (g)

Gambar 8. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot

kering akar bibit kakao

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa hubungan antara bobot basah akar bibit

dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk

NPKMg memberikan bobot basah akar bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar

5.60 g/polibag dengan bobot kering tajuk bibit seberat 1.28 g. Selanjutnya dengan

peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.60 g/polibag akan

mengakibatkan penurunan bobot kering akar bibit kakao.

Pembahasan

Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian kompos blotong

Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kompos blotong

berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, total

(63)

luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot

kering akar.

Blotong merupakan bahan organik yang dapat memberikan suplai unsur

hara pada pertumbuhan tanaman. Menurut Kurniawan (1982), pemberian blotong

pada tanah dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh

tanaman. Blotong mempunyai komposisi yang cukup baik untuk dijadikan bahan

pupuk organik dan berfungsi untuk memperbaiki sifat tanah, meningkatkan

penyimpanan air pada tanah yang mempunyai kandungan bahan organik rendah.

Pemberian blotong dapat memperbaiki sifat fisik tanah sehingga menjadi lebih

gembur dan remah.

Dalam penelitian ini pemberian kompos blotong berpengaruh tidak nyata

terhadap pertumbuhan tanaman bibit kakao. Hal ini diduga dipengaruhi oleh

blotong belum terdekomposisi dengan baik, sehingga tidak dapat digunakan oleh

tanaman secara maksimal. Hal ini didukung oleh pendapat Tedjowahyono bahwa

pemberian blotong dapat berperan sebagai sumber bahan organik bagi

mikroorganisme, akan tetapi penggunaan blotong segar mempunyai nisbah C/N

relatif tinggi akan dapat berpengaruh negatif pada tanaman. Blotong dapat

digunakan apabila telah mengalami perombakan alami (dekomposisi) dalam

waktu kurang dari 6 – 12 bulan.

Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian pupuk NPKMg

Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit,

diameter batang bibit, jumlah daun, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot

(64)

Perlakuan NPKMg memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

tinggi bibit dan diameter batang kakao. Hal ini disebabkan karena pengaruh unsur

hara yang terdapat dalam pupuk NPKMg. Menurut Sutarta, Darmosarkoro

dan Rahutomo, (2007) bahwa keuntungan penggunaan pupuk majemuk seperti

NPKMg ialah mengandung unsur hara N, P, K dan Mg yang dapat memberikan

keseimbangan unsur hara nitrogen, phosfat, kalium serta magnesium terhadap

pertumbuhan tanaman. Keseimbangan unsur hara yang baik dalam tanah akan

semakin memacu pertumbuhan bibit kakao secara maksimal.

Tersedianya unsur N dalam tanah dapat memacu pertumbuhan bibit kakao.

Menurut Sutedjo (1994), peran utama unsur N bagi tanaman adalah merangsang

pertumbuhan tanaman khususnya batang, cabang dan daun. Nitrogen merupakan

bahan penyusun klorofil, protein, lemak, koenzim dan asam-asam nukleat.

Dengan penambahan unsur nitrogen ke dalam tanaman berarti merangsang

jaringan meristematik semakin aktif membelah sehingga memacu pertumbuhan

bibit kakao khususnya tinggi tanaman.

Fosfor merupakan bagian esensial dari beberapa gula fosfat yang berperan

dalam reaksi-reaksi pda fase gelap fotosintesis, respirasi dan berbagai proses

metabolisme lainnya. Menurut Lakitan (1996) bahwa fosfor berperan aktif dalam

mentransfer energi di dalam sel dalam bentuk ATP. Dengan penambahan fosfor

maka akan meningkatkan pembelahan sel yang berarti peningkatan pertumbuhan

bibit kakao. Selanjutnya menurut Sutedjo (1994), menyatakan fosfor diserap

tanaman dalam bentuk ion HPO42- dan H2PO4-. Fosfor merupakan bahan

penyusun protoplasma dan inti sel, merupakan media penyimpanan dan pengantar

(65)

dan tanaman muda. Akar-akar tanaman berfungsi sebagai penyerap unsur hara

yang tersedia dari dalam tanah sebagai bahan baku fotosintesis. Hasil dari

fotosintesis ditranslokasikan ke seluruh bagian organ tanaman terutama pada

batang tanaman.

Menurut Napitupulu (1983) bahwa besarnya batang tergantung pada

aktivitas kambium, pertumbuhan sekunder dapat menyebabkan besar batang dan

kadang-kadang dapat berlangsung tak terbatas hingga tanaman mati.

Sulitnya mempertahankan ketersediaan beberapa pupuk tunggal tepat

pada waktunya merupakan alasan utama penggunaan pupuk mejemuk agar

terdapat keseimbangan hara di dalam tanah. Ketersediaan hara di dalam tanah

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya,

seperti pH tanah, KTK (kapasitas tukar kation) tanah, komposisi kation

berkaitan dengan efek sinergisme maupun antagonisme di dalam tanah.

Dengan demikian satu unsur hara perlu mempertimbangkan unsur hara lainnya

agar hara tersebut berada dalam kondisi yang optimu di dalam tanah untuk

dapat diserap tanaman (Sutarta, dkk., 2007)

Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk

tunggal, yaitu lebih praktis dalam pemasaran, transportasi, penyimpanan, dan

aplikasinya di lapangan karena satu jenis pupuk majemuk mengandung

keseluruhan atau sebagian besar hara yang dibutuhkan taaman. Satu hal

yang perlu diperhatikan adalah dosis aplikasi pupuk majemuk harus selalu

memperhatikan jumlah hara yang diperlukan tanaman. Pupuk NPKMg

memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah daun dan total luas daun.

(66)

dalam sintesa protein, sehingga unsur N berpengaruh langsung terhadap

penyediaan makanan dalam sel. Hal ini sangat penting untuk merangsang

pembesaran sel dan pembelahan sel pada ujung meristem daun sehingga tumbuh

daun-daun baru dan terjadi peningkatan luas daun bibit kakao.

Kalium yang terdapat dalam pupuk NPKMg berperan dalam pertambahan

jumlah daun dan total luas daun bibit kakao. Kalium diserap tanaman dalam

bentuk ion K+( Lingga, 1994) Peran utama unsur kalium adalah pengaturan

mekanisme fotosintesa, translokasi karbohidrat, sintesa protein, enzim, dan

pergerakan stomata. Fotosintesis merupakan suatu proses dimana zat-zat

anorganik diubah menjadi zat organik. Dengan adanya unsur kalium maka

fotosintesa dapat berjalan dengan baik sehingga pertumbuhan bibit kakao yang

salah satunya pertambahan jumlah daun kako dan total luas daun dapat dipacu.

Menurut Harjadi (1994) bahwa selama pertumbuhan terjadi pertambahan

volume dan jumlah sel, dimana pembelahan sel terjadi dalam jaringan-jaringan

meristematik pada titik tumbuh batang, daun, ujung-ujung akar dan kambium.

Dengan membelahnya sel-sel jaringan meristematik pada titik tumbuh daun maka

terbentuk daun-daun muda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dosis NPKMg dapat

meningkatkan luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar

dan bobot kering akar. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan unsur Mg

dalam tanah, sehingga dapat memacu pembentukan klorofil pada daun.

Peningkatan klorofil akan semakin meningkatkan laju fotosintesa yang

menghasilkan fotosintat yang digunakan dalam pembentukan tajuk dan akar

(67)

Menurut Setyamidjaja (1992), magnesium diserap tanaman dalam bentuk

ion Mg2+. Pernan unsur magnesium adalah penyusun klorofil daun, mengaktifkan

enzim yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat dan metabolisme

fosfor. Adanyta unsur hara Mg daapat menambah luas daun dan total luas daun.

Hal ini didukung oleh Dartius (1987) yang menyatakan ada korelasi positif antara

total luas daun yang terbentuk dengan adanya penambahan unsur Mg.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk

NPKMg akan meningkatkan bobot kering tajuk dan akar bibit kakao. Hal ini

disebabkan karena unsur-unsur yang terkandung di dalam berbagai kombinasi

pupuk NPKMg yang digunakan dapat meningkatkan metabolisme tanaman,

sehingga cenderung terjadi penumpukan bahan organik dalam tanaman dengan

demikian dapat menambah berat tanaman, hal ini disebabkan unsur K dapat

memperbesar berat kering tanaman muda. Menurut Hakim et al., (1986) bahwa unsur N adalah penyusun utama berat kering tanaman muda.

Menurut Sarief (1986) apabila tanaman kekurangan unsur hara terutama

unsur P dapat menyebabkan berkurangnya perkembangan akar, dimana akar akan

kelihatan kecil-kecil, sehingga akan mempengaruhi berat kering akar tanaman.

Disamping itu apabila tanaman kekurangan unsur hara N, P, K dan Mg akan

menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, akar menjadi lemah dan jumlah

akar berkurang, dengan demikian akan mempengaruhi berat tanaman.

Interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan dosis pupuk NPKMg terhadap pertumbuhan bibit kakao

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan

(68)

terhadap tinggi bibit, diameter ba

Gambar

Tabel 1.  Rataan tinggi bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Gambar 1.  Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan tinggi bibit kakao pada umur 12 MST
Tabel 2.  Rataan diameter batang bibit kakao (cm) pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Gambar 2.  Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan diameter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian tentang Pengaruh Pengembangan Karir dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan dengan Kepuasan Kerja sebagai variabel Moderating Pada

Pengurus Barang Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga

Percampuran kategori dibenarkan pada keadaan dan masa tertentu jikalau ia tidak mengganggu keselamatan dan masih dalam kawalan yang baik. Banduan muda sabitan dan banduan muda

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara external locus of control

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Devi (2007) dan Sejati (2010) Andry (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ( growth )

Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian dengan melakukan analisis perbandingan waktu – frekuensi untuk dua nada Gong Timor menggunakan metode short time fourier

Pandangan Kuntowijoyo di atas, selaras dengan yang disampaikan Syahrin Harahap bahwa salah satu ciri dari masyarakat industrial adalah terciptanya budaya dunia yang

Akan tetapi indikator tersebut relevan dijadikan sebagai ukuran dasar pengelolaan hutan lestari untuk aspek produksi karena indikator tersebut merupakan