PUPUK NPKMg PADA MEDIA SUBSOIL ULTISOL
SKRIPSI
Oleh :
AGUSTUA SINABARIBA
060301038
BDP/AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (
Theobroma cacao
. L)
TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS BLOTONG DAN
PUPUK NPKMg PADA MEDIA SUBSOIL ULTISOL
SKRIPSI
Oleh :
AGUSTUA SINABARIBA
060301038
BDP/AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Respon pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao. L) terhadap pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg pada media subsoil Ultisol
Nama : Agustua Sinabariba
NIM : 060301038
Departemen : Budidaya Pertanian
Program Studi : Agronomi
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Balonggu Siagian, MS) (Ir. Sanggam Silitonga)
Ketua Anggota
Mengetahui
Ir. T. Sabrina, M.Agr. Sc. PhD Ketua Program Studi Agroekoteknologi
ABSTRAK
Agustus Sinabariba ”Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao, L) terhadap Pemberian Kompos Blotong dan Pupuk NPKMg pada Media Subsoil Ultisol”. Dibimbing oleh Ir. Balonggu Siagian, MS sebagai Komisi
Pembimbing dan Ir. Sanggam Silitonga sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji respons pertumbuhan bibit kakao
(Theobroma cacao L) terhadap pupuk NPKMg (15 : 15 : 6 : 4) dan kompos blotong pada media tanah subsoild ultisol.
Penelelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial dengan 2 (dua) faktor perlakuan. Perlakuan pertama yaitu : Kompos
Blotong dengan 4 taraf : M0 = subsoil+kompos blotong (5kg + 0 kg), M1 =
subsoil+kompos blotong (3.75 kg + 1.25 kg), M2 = subsoil+kompos blotong (2.5
kg + 2.5 kg), M3 = subsoil+kompos blotong (1.25 kg + 3.75 kg). Faktor kedua
yaitu : Dosis Pupuk NPKMg terdiri dari : P0 = 0 g/polibag, P1 = 3 g/polibag, P2 =
6 g/polibag dan P3 = 9 g/polibag.
Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun,
total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot
kering akar.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perlakuan kompos blotong
berpengaruh tidak nyata meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Perlakuan pupuk
tanaman, diameter batang, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk,
bobot basah akar dan bobot kering akar.
Interaksi kompos blotong dan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata
terhadap pertumbuhan bibit kakao.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ” Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao, L) terhadap Pemberian Kompos Blotong dan Pupuk NPKMg pada Media Subsoil Ultisol”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar- besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan
mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
Ir. Balonggu Siagian, MS dan Ir. Sanggam Silitonga sebagai ketua dan anggota
komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan berharga
kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada
akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Departemen Agroekoteknologi, serta semua rekan
mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Agustua Sinabariba dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Agustus 1986
putra dari Ayah : L. Sinabariba (Alm.) dan Ibu T. br. Turnip. Penulis merupakan
putra ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 8, Medan dan pada tahun 2006
masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Budidaya Pertanian, Departemen
Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Budidaya Pertanian.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Kebun Bangun
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACK... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4
Syarat Tumbuh ... 6
Media Tanam ... 7
Pupuk NPKMg ... 9
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
Bahan dan Alat Penelitian ... 11
Metode Percobaan ... 11
PELAKSANAAN PENELITIAN Penyaiapan Lahan dan Pembuatan Naungan ... 14
Penyiapan Media Tanam ... 14
Pengecambahan Benih ... 14
Penanaman Kecambah ... 14
Aplikasi Pupuk NPKMg ... 15
Pemeliharaan ... 15
Pengamatan Parameter ... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ... .... 18
Tinggi Bibit... ... .... 18
Diameter Batang ... .... 20
Jumlah Daun ... .... 23
Total Luas Daun ... .... 25
Bobot Basah Tajuk ... .... 27
Bobot Basah Akar ... .... 31
Bobot Kering Akar ... .... 33
Pembahasan ... .... 35
Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian kompos blotong ... .... 35
Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian pupuk NPKMg ... 36
Interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan dosis pupuk NPKMg terhadap pertumbuhan bibit kakao ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... .... 41
Saran... ... .... 41 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Hal
1. Rataan tinggi bibit kakao (cm) pada umur 4 – 12 mst akibat
pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg ... 19
2. Rataan diameter batang bibit kakao (cm) pada umur 4 – 12 mst
akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg ... 22
3. Rataan jumlah daun bibit kakao (helai) pada umur 4 – 12 mst
akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg ... 24
4. Rataan total luas daun bibit kakao (cm²) akibat pengaruh kompos
blotong dan pupuk NPK Mg ... 26
5. Rataan bobot basah tajuk bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos
blotong dan pupuk NPK Mg ... 28
6. Rataan bobot kering tajuk bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg ... 30
7. Rataan bobot basah akar bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos
blotong dan pupuk NPK Mg ... 32
8. Rataan bobot kering akar bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan tinggi bibit kakao
pada umur 12 minggu setelah tanam ... 20
2. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan diameter batang bibit
kakao pada umur 12 minggu setelah tanam ... 23
3. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan jumlah daun bibit
kakao pada umur 12 minggu setelah tanam ... 25
4. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan total luas daun bibit
kakao ... 27
5. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot basah tajuk
bibit kakao ... 29
6. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot kering tajuk
bibit kakao ... 31
7. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot basah akar
8. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot kering akar
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tinggi tanaman bibit kakao pada umur 4 minggu setelah tanam ... 43
2. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 4 minggu
setelah tanam ... 43
3. Tinggi tanaman bibit kakao pada umur 6 minggu setelah tanam ... 44
4. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 6 minggu
setelah tanam ... 44
5. Tinggi tanaman bibit kakao pada umur 8 minggu setelah tanam ... 45
6. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 8 minggu
setelah tanam ... 45
7. Tinggi tanaman bibit kakao pada umur 10 minggu setelah tanam ... 46
8. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 10 minggu
setelah tanam ... 46
10. Daftar sidik ragam tinggi tanaman bibit kakao pada umur 12 minggu
setelah tanam ... 47
11. Diameter batang bibit kakao pada umur 4 minggu setelah tanam ... 48
12. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 4 minggu
setelah tanam ... 48
13. Diameter batang bibit kakao pada umur 6 minggu setelah tanam ... 49
14. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 6 minggu
setelah tanam ... 49
15. Diameter batang bibit kakao pada umur 8 minggu setelah tanam ... 50
16. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 8 minggu
setelah tanam ... 50
17. Diameter batang bibit kakao pada umur 10 minggu setelah tanam ... 51
18. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 10 minggu
setelah tanam ... 51
20. Daftar sidik ragam diameter batang bibit kakao pada umur 12 minggu
setelah tanam ... 52
21. Jumlah daun bibit kakao pada umur 4 minggu setelah tanam ... 53
22. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 4 minggu
setelah tanam ... 53
23. Jumlah daun bibit kakao pada umur 6 minggu setelah tanam ... 54
24. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 6 minggu
setelah tanam ... 54
25. Jumlah daun bibit kakao pada umur 8 minggu setelah tanam ... 55
26. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 8 minggu
setelah tanam ... 55
27. Jumlah daun bibit kakao pada umur 10 minggu setelah tanam ... 56
28. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 10 minggu
setelah tanam ... 56
30. Daftar sidik ragam jumlah daun bibit kakao pada umur 12 minggu
setelah tanam ... 57
31. Total luas daun bibit kakao pada umur 12 minggu setelah tanam ... 58
32. Daftar sidik ragam total luas daun bibit kakao pada umur 12 minggu setelah tanam ... 58
33. Bobot basah tajuk ... 59
34. Daftar sidik ragam bobot basah tajuk ... 59
35. Bobot kering tajuk ... 60
36. Daftar sidik ragam bobot kering tajuk ... 60
37. Bobot basah akar ... 61
38. Daftar sidik ragam bobot basah akar ... 61
39. Bobot kering akar ... 62
41. Rangkuman uji beda rataan ... 63
ABSTRAK
Agustus Sinabariba ”Respons Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao, L) terhadap Pemberian Kompos Blotong dan Pupuk NPKMg pada Media Subsoil Ultisol”. Dibimbing oleh Ir. Balonggu Siagian, MS sebagai Komisi
Pembimbing dan Ir. Sanggam Silitonga sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji respons pertumbuhan bibit kakao
(Theobroma cacao L) terhadap pupuk NPKMg (15 : 15 : 6 : 4) dan kompos blotong pada media tanah subsoild ultisol.
Penelelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial dengan 2 (dua) faktor perlakuan. Perlakuan pertama yaitu : Kompos
Blotong dengan 4 taraf : M0 = subsoil+kompos blotong (5kg + 0 kg), M1 =
subsoil+kompos blotong (3.75 kg + 1.25 kg), M2 = subsoil+kompos blotong (2.5
kg + 2.5 kg), M3 = subsoil+kompos blotong (1.25 kg + 3.75 kg). Faktor kedua
yaitu : Dosis Pupuk NPKMg terdiri dari : P0 = 0 g/polibag, P1 = 3 g/polibag, P2 =
6 g/polibag dan P3 = 9 g/polibag.
Parameter yang diamati adalah tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun,
total luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot
kering akar.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perlakuan kompos blotong
berpengaruh tidak nyata meningkatkan pertumbuhan bibit kakao. Perlakuan pupuk
tanaman, diameter batang, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk,
bobot basah akar dan bobot kering akar.
Interaksi kompos blotong dan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata
terhadap pertumbuhan bibit kakao.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang memiliki prospek cukup cerah sebab permintaan di dalam negeri juga
semakin kuat dengan semakin berkembangnya sektor agroindustri. Di pihak lain
kecenderungan timbulnya faktor-faktor pembatas di negara-negara pengekspor
kakao, akan menguatkan pertumbuhan produksi kakao. Dengan demikian tidak
menutup kemungkinan pars petani cengkeh berpindah haluan menjadi petani
kakao yang diduga akan memberi harapan lebih cerah (Susanto, 1994).
Pada abad modem seperti saat ini hampir semua orang mengenal cokelat
yang merupakan bahan makanan favorit, terutama bagi anak-anak dan remaja.
Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari cokelat karena sifat cokelat
dapat meleleh dan mencair pada suhu permukaan lidah. Bahan makanan dari
cokelat juga mengandung gizi yang tinggi karena di dalamnya terdapat protein dan
lemak serta unsur-unsur penting lainnya. Faktor pembatas konsumsi cokelat
sehari-hari oleh masyarakat adalah harganya relatif tinggi dibandingkan dengan
bahan makanan lainnya (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Di Indonesia tanaman kakao diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun
1560 di Minahasa, Sulawesi. Ekspor dari pelabuhan Manado ke Manila di mulai
tahun 1825 hingga 1838 sebanyak 92 ton. Nilai ekspor tersebut dikabarkan
Indonesia mampu mengekspor sampai 30 ton, tetapi setelah tahun 1928 ternyata
ekspor tersebut terhenti (Hartobudoyo, 1995)
Iklim dan kontur tanah Indonesia khususnya di Sumatera sangat sesuai
untuk pengembangan tanaman kakao. Hal ini dapat dibuktikan dengan luas lahan
yang terus meningkat dan produktivitas yang terus membaik. Harga komoditas ini
juga terus meningkat dan berada pada level yang tinggi yang menyebabkan
banyak petani beralih ke komoditas ini (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007). Oleh
karena itu, pengembangan budidaya coklat di Indonesia umumnya dilakukan
dengan tujuan untuk memenuhi komsumsi masyarakat dan sebagai penghasil
devisa dengan tujuan meningkatkan pendapatan produsen (Spillane, 1995).
Menurut Sutedjo, dkk (1999), tanah yang digunakan untuk pembibitan
kakao adalah tanah topsoil. Sementara itu lahan subur yang banyak mengandung
topsoil sudah semakin sedikit sedangkan pertanaman kakao harus ditingkatkan.
Dengan demikian diusahakan untuk memanfaatkan lahan marjinal yang
kekurangan unsur hara seperti tanah subsoil. Penggunaan kompos blotong sebagai
campuran media tanam tanah subsoil diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam penyediaan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman kakao. Sesuai dengan
pernyataan Fadjari Tjahja (2009) yang menyatakan bahwa kompos blotong
mengandung bahan organik dan sejumlah elemen yang mendukung pertumbuhan
tanaman. Tetapi tidak sepenuhnya kompos blotong ini dapat memberikan nutrisi
bagi tanaman sehingga perlu diteliti dosis pupuk yang optimal untuk pertanaman
kakao. Penggunaan pupuk NPKMg dianggap tepat dimana selain praktis juga
ekonomis serta dapat memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Namun dengan
pengunaan pupuk yang lebih hemat namun tidak mengurangi efektivitas
pemupukan.
Berdasarkan hal di atas penulis tertarik melaksanakan penelitian mengenai
penggunaan kompos blotong tersebut dan dosis pupuk NPKMg yang optimal
untuk pembibitan tanaman kakao pada media tanah subsoil ultisol.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji respons pertumbuhan bibit
Kakao (Theobroma cacao L) terhadap pupuk NPKMg (15:15:6:4) dan kompos blotong pada media tanah subsoil ultisol.
Hipotesis Penelitian
Respons pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg (15:15:6:4) serta
interaksi kedua faktor tersebut, nyata terhadap pertumbuhan bibit kakao.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat menyusun skripsi di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Botani Tanaman Kakao
Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman kakao adalah sebagai
berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Akar kakao merupakan akar tunggang (radix primari). Akar yang
pertumbuhannya ke arah samping bisa mencapai 8 meter, sedangkan akar yang
pertumbuhannya ke arah bawah bisa mencapai 15 meter. Perkembangan akar
lateral tanaman kakao sebagaian besar berkembang dekat permukaan tanah, yakni
pada jeluk 0 hingga 30 cm. Penyebaran akar yakni 56% akar lateral tumbuh pada
bagian 0-10 cm, 26% pada bagian 11-20 cm, 14% pada bagian 21-30 cm dan
hanya 4% yang tumbuh dari bagian lebih dari 30 cm dari permukaan tanah.
Jangakauan jelajah akar lateral tanaman kakao ternyata dapat jauh diluar proyeksi
tajuk. Ujung akar membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya tidak teratur
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop
atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya kesamping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan). Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti tumbuh dan
membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman kakao (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Daun kakao tumbuh dari cabang primer dan sekunder mengikuti dua tipe
kedududkan daun, yaitu pada cabang ortotrop dengan tipe kedudukan daun 3/8
dan pada cabang plagiotrop dengan tipe kedudukan daun 1/2. Bentuk helaian daun
bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus) dan pangkal
daun runcing (acutus) dengan panjang 25-35 cm dan lebar 9-12 cm dan lebar 9-12
cm. Susunan daun menyirip dengan tepi daun rata (Poedjiwidodo, 1996).
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya,
bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10
tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5
tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Buah kakao merupakan buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit
saat buah masih muda, biji menempel pada bagian kulit buah, tetapi bila buah
telah matang maka biji terlepas dari kulitnya (Syamsulbahri, 1996)
Syarat Tumbuh
Iklim
Kakao menghendaki curah hujan rata-rata 1.500-2.000 mm/th. Pada tanah
yang mengandung pasir diperlukan curah hujan yang lebih tinggi dari 2.000
mm/th. Pada daerah yang curah hujan yang lebih rendah dari 1.500 mm/th masih
dapat ditanami kakao bila tersedia air irigasi. Lama bulan kering maksimum 3
bulan (Poedjiwidodo, 1996). Suhu ideal pertanaman kakao, untuk suhu maksimum
berkisar antara 30°–32° C dan suhu minimum berkisar antara 180 – 210 C. Namun pada kondisi dan kultivar tertentu, kakao masih dapat tumbuh baik pada suhu
minimum 15° C. Sedangkan rata-rata suhu bulanan 26,60 C merupakan suhu yang cocok untuk petumbuhan tanaman kakao (Syamsulbahri, 1996).
Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah hujan dan suhu udara.
Unsure ini berhubungan dengan timbulnya penyakit yang menyerang kakao. Pada
curah hujan yang tinggi, 3-6 hari berturut-turut akan menyebabkan kelembaban
udara tinggi dan munculnya cendawan Phytophtora palmivora yang menjadi penyebab busuk buah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Tanah
Tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah tanah yang bila musim hujan
drainase baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat
terpenuhi bila tanah dapat memiliki tekstur sebagai berikut: fraksi pasir sekitar
50%, Fraksi debu sekitar 10% - 20 %, dan fraksi lempung 30% - 40%. Jadi tekstur
berpasir (Anonimous, 1991).
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir
dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu. Susunan
demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah.
Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air
dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar (Siregar, dick,
1997).
Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH
4,0-8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0-7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah
dapat tersedia bagi tanaman. Pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0
kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara dan akan keracunan Al, Mn
dan Fe pada pH rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).
Media Tanam
Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Penggunaan media tanaman yang
banyak mengandung bahan organik sangat menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman kakao. Media tanam yang biasa digunakan dalam pembibitan kakao
adalah berupa campuran antara tanah dan pupuk organik (Sudirja dkk, 2005).
Media tanam juga merupakan tempat melekatnya tanaman. Untuk
pertumbuhan akar tanaman yang sempurna, media tanam harus didukung oleh
drainase dan aerasi yang baik. Drainase yang baik menjadikan akar-akar tanaman
lebih leluasa bernapas sehingga optimal dalam menyerap unsur-unsur hara yang
Subsoil
Pada umumnya sub soil adalah merupakan bagian tanah yang lembab yang
biasanya bersifat asam dan kurang subur. Pada daerah yang curah hujannya
rendah, sub soil biasanya cukup mengandung hara tertentu (Brady, 1984).
Menurut Sarwono (1994), tanah ultisol memang kurang baik untuk isi pot
karena kandungan bahan organiknya sedikit dan kandungan liatnya cukup tinggi.
Namun demikian bukan berarti tanah ini tidak bisa dipakai, tetapi perlu
penambahan bahan lain. Salah satu cara menggunakan tanah sub soil adalah
dengan mencampur tanah ini dengan pasir dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1:1. Sedangkan salah satu kebun pembibitan, menggunakan
campuran tanah sub soil, kompos dan sekam.
Kompos Blotong
Blotong merupakan salah satu limbah yang dihasilkan pabrik gula dalam
proses pembuatan gula, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat
mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi (panas), berbentuk seperti
tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari
nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar, gula,
total abu, SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari
satu Pabrik gula dengan Pabrik gula lainnya, bergantung pada pola prodkasi dan
asal tebu. (Fadjari Tjahja, 2009).
Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik,
dibeberapa pabrik gula daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian
penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa
minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi
temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan
pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini
masih bisa diterima oleh masyarakat.(Fadjari Tjahja, 2009).
Pupuk NPKMg
Pengertian pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik
ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun ke tanaman dapat
memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman (Hasibuan, 2006).
Di pasaran, pupuk majemuk dapat dijumpai dalam beragam komposisi
hara. Mulai dari yang berkadar N tinggi, kadar P tinggi, kadar K tinggi, ataupun
yang memiliki komposisi N, P dan K berimbang. Pupuk majemuk diciptakan
dengan tujuan untuk memudahkan petani mendapatkan pupuk yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Masing-masing pupuk tersebut memiliki fase dan kegunaan
yang berbeda. Pupuk berkadar N tinggi untuk fase vegetatif, pupuk berkadar P
atau K tinggi untuk fase generatif dan pupuk berimbang yang dapat dipakai pada
semua fase pertumbuhan tanaman (Redaksi AgroMedia, 2007).
Kandungan unsur hara dalam pupuk majemuk NPKMg dinyatakan dalam
4 angka yang berturut-turut menunjukkan keadaan N, P2O5, K2O, MgO. Misalnya
pupuk majemuk NPKMg (15-25-10-5) menunjukkan setiap 100 kg pupuk
mengandung 15 kg N + 25 kg P2O5 + 10 kg K2O+5 MgO (Hardjowigeno, 2003)
Tanaman menyerap unsur nitrogen (N) terutama dalam bentuk NO3-,
Nitrogen yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein
dan disamping itu unsur ini juga merupakan bagian integral dari klorofil (Nyakpa
dkk, 1988).
Fosfor (P) berperan dalam setiap proses fisiologis tanaman, baik yang
menyangkut pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Fungsi lain unsur ini adalah
membentuk ikatan fosfolipid dalam minyak. Kekurangan unsur ini akan
memperlambat proses fisiologis. Kebutuhan unsur P lebih sedikit dibandingkan
dengan N dan K. Untuk menambah produksi buah, unsur P tidak dapat bekerja
sendiri, tetapi akan berkombinasi dengan unsur unsur lainnya (Sastrosayono,
2005).
Unsur kalium (K) diserap tanaman dalam bentuk ion K+, jumlahnya dalam keadaan tersedia bagi tanah biasanya kecil. Kalium yang ditambahkan ke dalam
tanah biasanya dalam bentuk garam-garam yang mudah larut seperti KC1, KNO3,
K2SO4 dan K-Mg-SO4. Kalium merupakan unsur mobil di dalam tanaman dan
segera akan ditranslokasikan ke jaringan meristematik yang muda bilamana
jumlahnya terbatas bagi tanaman. Magnesium (Mg) berperan dalam mengatur
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Jl. Kampung Tapanuli, Kecamatan
Medan-Tembung, Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian ini
berlangsung pada bulan Maret sampai Juni 2012
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao varietas
lindak, kompos blotong, pupuk NPKMg, polibag ukuran 20 x 30 cm keadaan
terlipat, bambu sebagai pondasi naungan, pelepah kelapa sawit sebagai atap
naungan, kawat sebagai pengikat barnbu, insektisida Matador, fungisida Dithane
M 45, dan bahan-bahan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,
meteran. jangka sorong untuk mengukur diameter batang, handsprayer, kaikulator,
timbangan analitik, pacak sampel dan alat-alat lain yang mendukung dalam
pelaksanaan ini.
Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan 2 (dua) faktor perlakuan, yaitu:
Faktor I : Kompos Blotong dengan 4 taraf, yaitu :
MO : 100 % Subsoil + 0 % Kompos Blotong (5 kg + 0 Kg)
M2 : 50 % Subsoil + 50 % Kompos Blotong (2,5 kg + 2,5 Kg)
M3 : 25 % Subsoil + 75 % Kompos Blotong (1,25 kg + 3,75 Kg)
Faktor II : Dosis Pupuk NPKMg dengan 4 taraf perlakuan :
PO : 0 g/ polibag
P1 : 3 g/ polibag
P2 : 6 g/ polibag
P3 : 9 g/ polibag
Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan yaitu :
M0P0 M1P0 M2P0 M3P0
M0P1 M1P1 M2P1 M3P1
M0P2 M1P2 M2P2 M3P2
M0P3 M1P3 M2P3 M3P3
Jumlah ulangan : 3
Jumlah plot : 48 plot
Ukuran plot : 100 cm x 100 cm
Jumlah tanaman/plot : 4 tanaman / plot
Jumlah tanaman sampel/plot : 3 tanaman
Jumlah seluruh tanaman : 192 tanaman
Jumlah seluruh sample : 144 tanaman
Jarak polibeg : 25 cm x 25 cm
Jarak antar plot : 30 cm
Jarak antar blok : 50 cm
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
i = 1,2,3 j = 1,2,3,4, k =1,2,3,4
Dimana :
Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan komposisi media (M) pada
kategori ke-j dan dosis pupuk NPKMg (P) pada taraf ke-k.
µ : nilai tengah
ρi : Efek blok ke-i
αj : Efek komposisi Media pada kategori ke-j
βk : Efek dosis Pupuk NPKMg pada taraf ke-k
(αβ)jk : Interaksi komposisi media pada kategori ke-j dan dosis pupuk NPKMg pada taraf ke-k
εijk : Efek galat pada blok ke-i komposisi media pada kategori ke-j dan dosis pupuk NPKMg pada taraf ke-k.
Jika dari sidik ragam diperoleh efek komposisi media atau konsentrasi
pupuk yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan
Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok standar
hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi
tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 12 MST dengan
interval pengamatan dua minggu sekali
Diameter batang (cm)
Pengukuran diameter batang dilakukan pada pangkal batang dengan
menggunakan jangka sorong, pengukuran dilakukan dengan interval dua minggu
mulai umur 4 – 12 MST.
Jumlah daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka
sempurna dengan ciri-ciri helaian daun dalam posisi terbuka yang ditandai telah
terlihatnya tulang-tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun. Pengukuran
jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 12 MST dengan
interval pengamatan dua minggu.
Total luas daun (cm2)
Pengukuran total luas dihitung dari hasil penjumlahan seluruh luas daun
yang telah membuka sempurna. Pengukuran dilakukan dua kali yaitu pada saat
bibit berumur 4 MST di polibag dan pada akhir penelitian yaitu umur 12 MST.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus Asomaning dan Locard
(1963) dalam Sunarwidi (1982), yaitu : Log Y = -0.495 + 1.904 log x
Dimana : Y = luas daun (cm²)
Bobot basah tajuk (g)
Tajuk tanaman adalah bagian atas tanaman yang terdiri dari batang, serta
daun-daun pada tanaman kakao. Bobot basah tajuk ditimbang pada akhir
penelitian. Tajuk dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot kering tajuk (g)
Bobot kering tajuk ditimbang pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan
bahan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi,
kemudian dikeringkan pada suhu 750C di dalam oven hingga bobot keringnya
konstan.
Bobot basah akar (g)
Bobot basah akar ditimbang pada akhir penelitian. Batang akar dibersihkan
dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot kering akar (g)
Bobot kering akar ditimbang pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan
bahan kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi,
kemudian dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya
konstan.
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penyiapan Lahan dan Pembuatan Naungan
Areal penelitian dibersihkan dari gulma yang tumbuh pada areal tersebut,
kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 100 cm x 100 cm, dibuat parit
drainase dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm.
Naungan terbuat dari bambu sebagai tiang dan pelepah sawit sebagai atap
dengan ketinggian 2 m arah timur dan 1,5 m arah barat, panjang naungan 19,2 m
dan lebarnya 5 m yang memanjang arah utara- selatan.
Penyiapan Media Tanam
Tanah subsoil ultisol dicampur dengan kompos blotong kemudian
dimasukkan ke dalam polibag sesuai dengan perlakuan masing-masing.
Pengecambahan Benih
Media perkecambahan adalah pasir setebal 10-15 cm, dibuat arah
utara-selatan. Benih didederkan dengan radikula pada bagian bawah dengan jarak antar
benih 2 cm x 3 cm.
Penanaman Kecambah
Pemindahan bibit ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai
dengan membenamkan dengan kedalaman 0-8 cm lalu ditutup dengan campuran
tanah. Polibag yang telah diisi kecambah disusun rapi/teratur di atas iahan
pembibitan dan diberi naungan.
Aplikasi Pupuk NPKMg
Apliksi pupuk NPKMg (15:15:6:4) dilakukan 2 kali yaitu setelah
kecambah 5 hari ditanam di dalam polibag dengan setengah dari dosis anjuran dan
pada minggu kelima setengah dosis anjuran sesuai dengan perlakuan
masing-masing.
Pemeliharaan
Penyiraman
Dilakukan setiap hari di waktu pagi dan sore atau sesuai kebutuhan.
Penyiraman bertujuan untuk menjaga kelembaban areal pertanaman.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau tumbuh abnormal,
penyul_aman dilakukan dengan mengambil dari tanaman yang telah disediakan.
Penyulaman dilakukan sampai 2 minggu setelah tanam.
Penyiangan
Untuk menghindari persaingan antara gulma dengan tanaman, maka
dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan secara manual, untuk areal
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit tergantung kondisi di lapangan. Bila
terjadi serangan hama, maka dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida
Decis 2,5 EC. Sedangkan untuk penyakit dapat digunakan fungisida Dithane
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1 Persiapan Areal X
2 Persiapan Naungan X
3 Persiapan Media Tanam X
4 Pengecambahan Benih X
5 Penanaman Kecambah_ X
6 Aplikasi Pupuk
NPKMg (15:15:6:4)
X X
7 Pemeliharaan Tanaman Disesuaikan dengan kondisi lapangan
Penyiraman Disesuaikan dengan kondisi lapangan
Penyiangan Disesuaikan dengan kondisi lapangan
Pengendalian hama Penyakit Disesuaikan dengan kondisi lapangan
8 Pengamatan Parameter
Tinggi Bibit (cm) X X X X X
Jumlah Daun (Helai) X X X X X
Diameter batang (mm) X X X X X
Total luas Daun (cm2) X
Bobot Basah Tajuk (g) X
Bobot Basah Akar (g) X
Bobot Kering Tajuk (g) X
Lampiran 6. Rangkuman Uji Beda Rataan
Perlakuan
Tinggi Bibit (cm) Diameter Batang (mm) Jumlah Daun(helai
4 MST 8 MST 12 MST 4 MST 8 MST 12 MST 4 MST 8 MST 12 MST
Media
M0 22.75b 19.94 24.63 0.42 0.54 0.59 4.50 7.68 12.95 M1 23.31b 19.93 25.05 0.41 0.56 0.67 4.72 8.14 13.89 M2 24.39a 21.27 26.59 0.40 0.57 0.61 4.31 8.33 13.41 M3 24.83a 21.30 27.19 0.41 0.57 0.62 4.28 8.06 14.48
Pupuk
P0 16.61 21.13 25.75 0.41 0.57 0.61 4.47 8.32 12.97 P1 16.87 20.40 26.06 0.41 0.55 0.62 4.29 7.80 13.59 P2 16.60 20.17 26.01 0.40 0.56 0.65 4.60 7.87 14.15 P3 16.40 20.34 26.06 0.41 0.57 0.64 4.58 8.14 14.04
Kombinasi
M3P2 16.75 21.60 27.48 0.40 0.57 0.62 4.33 7.78 15.51 M3P3 17.21 21.44 27.11 0.41 0.56 0.62 4.44 8.33 14.08 M4P0 17.15 20.00 26.10 0.40 0.57 0.68 4.56 8.22 12.64 M4P1 16.81 21.15 26.73 0.40 0.53 0.61 4.11 7.96 14.31 M4P2 16.63 19.38 25.97 0.40 0.56 0.71 5.00 8.11 13.90 M4P3 16.83 19.88 26.71 0.40 0.58 0.69 4.78 7.56 13.95
Lampiran 6. Rangkuman Uji Beda Rataan (lanjutan)
Perlakuan Bobot Basah Tajuk (g) Bobot Basah Akar (g) Bobot Kering Tajuk (g) Bobot Kering Akar (g) Media
M0 32.69 20.56 0.41 0.42
M1 33.63 20.54 0.43 0.43
M2 36.90 21.63 0.46 0.46
M3 39.53 23.36 0.49 0.46
M4 37.63 21.41 0.48 0.47
Pupuk
P0 34.78 20.76 0.45 0.44
P1 34.97 21.22 0.43 0.45
P2 36.74 21.56 0.46 0.44
P3 37.80 22.45 0.47 0.47
Kombinasi
M0P0 33.33 19.37 0.42 0.42
M0P1 31.60 20.57 0.39 0.40
M0P2 31.01 21.14 0.41 0.41
M0P3 34.80 21.15 0.41 0.46
M1P0 31.71 21.58 0.41 0.44
M1P1 30.75 21.16 0.40 0.40
M1P2 36.37 19.97 0.45 0.44
M2P0 34.33 20.55 0.42 0.42
M2P1 33.35 19.71 0.45 0.50
M2P2 40.33 22.23 0.49 0.43
M2P3 39.60 24.03 0.47 0.49
M3P0 38.56 21.71 0.50 0.47
M3P1 42.31 23.82 0.43 0.45
M3P2 37.67 23.59 0.49 0.46
M3P3 39.58 24.30 0.53 0.47
M4P0 35.98 20.59 0.50 0.43
M4P1 36.85 20.83 0.47 0.47
M4P2 38.33 20.88 0.45 0.47
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tinggi bibit (cm)
Data tinggi bibit kakao pada umur 4, 6, 8, 10 dan 12MST disajikan pada
lampiran 1, 3, 5, 7 dan 9, sedangkan sidik ragam dicantumkan pada lampiran 2, 4,
6, 8 dan 10. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit kakao pada umur 4 – 12 MST.
Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit kakao
pada umur 4 – 12 MST. Interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan
pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit kakao pada umur 4
– 12 MST.
Rataan tinggi bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh
pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada umur 4 MST, bibit kakao tertinggi
terdapat pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan P0 dan P1, tetapi berbeda tidak
nyata dengan P2. Pada umur 6 MST, bibit kakao tertinggi terdapat pada perlakuan
P3 berbeda nyata dengan P1, tetapi berbeda tidak nyata dengan P2 dan P3. Pada
umur 8 MST, bibit kakao tertinggi terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata
dengan P0 dan P1, tetapi berbeda tidak nyata dengan P2. Pada umur 10 dan 12
MST, bibit kakao tertinggi terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0,
Tabel 1. Rataan tinggi bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Kompos blotong
Pupuk NPKMg
Rataan
P
0P
1P
2P
3Umur 4 MST ……… cm ……….
M0 23.56 24.11 27.00 24.78 24.86
M1 21.78 22.56 23.22 24.89 23.11
M2 22.56 22.56 23.78 25.67 23.64
M3 23.11 24.00 23.56 24.00 23.67
Rataan 22.75b 23.31b 24.39a 24.83a
Umur 6 MST
M0 24.76 25.51 28.60 26.08 26.24
M1 22.98 23.96 24.82 26.19 24.49
M2 23.86 24.06 25.38 27.07 25.09
M3 24.51 25.50 25.16 25.40 25.14
Rataan 24.03b 24.76ab 25.99a 26.18a
Umur 8 MST
M0 26.96 28.11 31.80 28.48 28.84
M1 25.58 26.96 28.42 28.79 27.44
M2 26.06 26.46 28.18 29.33 27.51
M3 26.71 27.70 27.96 27.69 27.51
Rataan 26.33c 27.31bc 29.09a 28.57ab
M0 28.16 29.98 34.32 30.08 30.63
M1 26.88 29.06 31.32 30.49 29.44
M2 27.36 28.06 30.88 30.83 29.28
M3 28.01 29.40 29.76 29.09 29.06
Rataan 27.60c 29.12b 31.57a 30.12b
Umur 12 MST
M0 29.36 31.48 35.92 31.28 32.01
M1 27.91 30.70 33.41 31.60 30.91
M2 28.37 29.26 32.54 31.97 30.53
M3 29.01 30.50 31.16 30.23 30.23
Rataan 28.66c 30.48b 33.26a 31.27b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%
Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan tinggi bibit kakao pada
25.0 27.4 29.8 32.2 34.6
0 3 6 9
Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)
T
inggi
T
ana
m
an (
cm
[image:45.595.135.498.94.339.2])
Gambar 1. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan tinggi
bibit kakao pada umur 12 MST
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa hubungan antara tinggi bibit dengan
dosis pupuk NPKMg disajikan kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk
NPKMg memberikan tinggi bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar 6.17
g/polibag dengan tinggi bibit 32.40 cm, selanjutnya dengan peningkatan
pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 6.17 g/polibag akan mengakibatkan
penurunan tinggi bibit kakao.
Diameter batang (cm)
Data diameter batang kakao pada umur 4, 6, 8, 10 dan 12 MST disajikan
pada lampiran 11, 13, 15, 17 dan 19, sedangkan sidik ragam dicantumkan pada
lampiran 12, 14, 16, 18 dan 20. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian
kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang bibit kakao
pada umur 4 – 12 MST, perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap
Ŷ = 28.37 + 1.31 X - 0.11 X²; R = 0.92
diameter batang bibit kakao pada umur 4 – 12 MST, interaksi antara perlakuan
pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap
diameter batang bibit kakao pada umur 4 – 12 MST.
Rataan diameter batang bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat
pengaruh pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada umur 4, 6 dan 8 MST, diameter batang
bibit kakao terbesar terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, P1 dan
P3. Pada umur 10 dan 12 MST, diameter batang bibit kakao terbesar terdapat
Tabel 2. Rataan diameter batang bibit kakao (cm) pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Kompos blotong Pupuk NPKMg Rataan
P0 P1 P2 P3
Umur 4 MST ……… cm ……….
M0 1.80 1.91 2.08 1.94 1.93
M1 1.86 2.01 2.05 1.93 1.96
M2 1.82 1.95 2.04 1.90 1.93
M3 1.77 1.90 2.07 1.94 1.92
Rataan 1.81c 1.94b 2.06a 1.93b
Umur 6 MST
M0 2.20 2.41 2.70 2.48 2.45
M1 2.25 2.42 2.60 2.43 2.43
M2 2.14 2.33 2.67 2.50 2.41
M3 2.23 2.42 2.61 2.40 2.41
Rataan 2.21c 2.40b 2.65a 2.45b
Umur 8 MST
M0 2.60 2.91 3.32 3.02 2.96
M1 2.48 2.76 3.24 3.01 2.87
M2 2.55 2.91 3.29 2.95 2.93
M3 2.66 3.03 3.25 2.93 2.97
Rataan 2.57c 2.90b 3.28a 2.98b
Umur 10 MST
M0 2.85 3.23 3.74 3.37 3.30
M2 2.77 3.19 3.75 3.30 3.25
M3 2.86 3.27 3.65 3.23 3.25
Rataan 2.80d 3.19c 3.73a 3.31b
Umur 12 MST
M0 3.10 3.55 4.10 3.62 3.59
M1 2.94 3.36 4.28 3.69 3.57
M2 2.99 3.46 4.21 3.65 3.58
M3 3.06 3.51 4.05 3.53 3.54
Rataan 3.02d 3.47c 4.16a 3.62b
Keterangan :
... Ang
ka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang
sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%
Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan diameter bibit kakao pada
2.0 2.4 2.8 3.2 3.6 4.0 4.4
0 3 6 9
Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)
D
iam
et
er
B
at
ang (
cm
[image:49.595.143.488.94.307.2])
Gambar 2. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan diameter
batang bibit kakao pada umur 12 MST
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa hubungan antara diameter batang bibit
dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk
NPKMg memberikan diameter batang bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar
6.01 g/polibag dengan diameter batang bibit 3.94 cm.
Jumlah daun (helai)
Data jumlah daun bibit kakao pada umur 4, 6, 8, 10 dan 12 MST akibat
pengaruh pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran
21, 23, 25, 27 dan 29, sedangkan sidik ragam dicantumkan pada lampiran 22, 24,
26, 28 dan 30. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong
berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun bibit kakao pada umur 4 – 12
MST.
Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit
kakao pada umur 4 – 12 MST, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian
kompos blotong dan pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah
daun bibit kakao pada umur 4 – 12 MST.
Rataan jumlah daun bibit kakao pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh
[image:50.595.116.511.228.733.2]pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan jumlah daun bibit kakao (helai) pada umur 4 – 12 MST akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Kompos blotong Pupuk NPKMg Rataan
P0 P1 P2 P3
Umur 4 MST ……… helai ……….
M0 3.00 3.67 3.44 3.33 3.36
M1 3.22 3.44 3.44 3.33 3.36
M2 3.44 3.44 3.22 3.44 3.39
M3 3.22 3.56 3.44 3.33 3.39
Rataan 3.22 3.53 3.39 3.36
Umur 6 MST
M0 5.00 5.67 5.67 5.33 5.42
M1 5.22 5.44 5.44 5.33 5.36
M2 5.44 5.44 5.22 5.44 5.39
M3 5.22 5.56 5.44 5.33 5.39
Rataan 5.22 5.53 5.44 5.36
Umur 8 MST
M0 8.89 9.56 9.89 9.33 9.42
M1 8.78 9.33 9.44 9.33 9.22
M3 9.00 9.00 9.22 9.33 9.14
Rataan 8.92b 9.25a 9.42a 9.36a
Umur 10 MST
M0 10.11 10.56 11.11 10.78 10.64
M1 10.33 10.89 11.11 11.22 10.89
M2 10.56 10.78 10.67 11.00 10.75
M3 10.78 10.44 10.56 10.89 10.67
Rataan 10.44b 10.67a 10.86a 10.97a
Umur 12 MST
M0 12.00 12.44 13.11 12.78 12.58
M1 11.67 12.67 13.00 13.22 12.64
M2 12.00 12.33 12.22 12.56 12.28
M3 12.44 11.89 11.89 12.44 12.17
Rataan 12.03b 12.33ab 12.56a 12.75a
[image:51.595.109.513.83.488.2]Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umur 4 dan 6 MST, perlakuan pupuk
NPKMg berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun. Pada umur 8 MST,
jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi
berbeda tidak nyata dengan P1 dan P3. Pada umur 10 dan 12 MST, jumlah daun
terbanyak terdapat pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan P0, tetapi berberda
tidak nyata dengan P1 dan P2.
Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan jumlah daun bibit kakao
11.4 11.8 12.2 12.6 13.0
0 3 6 9
Dosis Pupuk NPKMg (kg/polibag)
Jum
la
h D
aun (he
la
[image:52.595.179.549.118.331.2]i)
Gambar 3. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan jumlah
daun bibit kakao pada umur 12 MST
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa hubungan antara jumlah daun bibit
dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva linier positif.
Total luas daun (cm²)
Data total luas daun bibit kakao pada umur 12 minggu setelah tanam (mst)
akibat pengaruh pemberian kompos blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada
lampiran 31, sedangkan sidik ragam dicantumkan pada lampiran 32. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong berpengaruh tidak nyata
terhadap total luas daun bibit kakao.
Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap total luas daun bibit
kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan
pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.
Rataan total luas daun bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan total luas daun bibit kakao (cm²) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan
M0 1487.20 1570.29 1595.21 1561.64 1553.58
M1 1472.23 1550.98 1596.81 1548.24 1542.07
M2 1443.88 1543.37 1570.39 1530.86 1522.13
M3 1404.32 1547.57 1618.07 1516.31 1521.57
Rataan 1451.91c 1553.05b 1595.12a 1539.26b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg, total luas
daun terluas terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda
tidak nyata dengan P1 dan P3.
Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan total luas daun bibit kakao
[image:53.595.112.516.154.331.2]1300 1358 1416 1474 1532 1590 1648 1706
0 3 6 9
Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)
T
ot
al
L
ua
s L
aha
n (
cm
[image:54.595.132.499.96.344.2]²)
Gambar 4. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan total luas
daun bibit kakao
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa hubungan antara total luas daun bibit
dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk
NPKMg memberikan total luas daun bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar
5.67 g/polibag dengan total luas daun bibit 1589.79 cm². Selanjutnya dengan
peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.67 g/polibag akan
mengakibatkan penurunan total luas daun bibit kakao.
Bobot basah tajuk (g)
Data bobot basah tajuk bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran 33, sedangkan sidik ragam
dicantumkan pada lampiran 34. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian
kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tajuk bibit kakao.
Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk
bibit kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan
pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.
Rataan bobot basah tajuk bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
[image:55.595.112.516.268.466.2]blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan bobot basah tajuk bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan
M0 28.11 30.44 34.21 30.88 30.91
M1 28.49 31.19 32.92 30.96 30.89
M2 28.37 31.05 32.90 30.49 30.70
M3 28.71 30.99 32.13 30.28 30.53
Rataan 28.42c 30.92b 33.04a 30.65b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg bobot basah
tajuk terberat terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda
tidak nyata dengan P1 dan P3. Bobot basah tajuk pada perlakuan P2 dan P3
berbeda nyata dengan P0.
Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot basah tajuk bibit
25.0 26.8 28.6 30.4 32.2 34.0 35.8
0 3 6 9
Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)
Bobot
Ba
sa
h T
aj
[image:56.595.132.499.98.335.2]uk (g)
Gambar 5. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot
basah tajuk bibit kakao
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa hubungan antara bobot basah tajuk
bibit dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan
pupuk NPKMg memberikan bobot basah tajuk bibit kakao sampai titik maksimum
yaitu sebesar 5.58 g/polibag dengan bobot basah tajuk bibit seberat 32.44 g.
Selanjutnya dengan peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.58
g/polibag akan mengakibatkan penurunan bobot basah tajuk bibit kakao.
Bobot kering tajuk (g)
Data bobot kering tajuk bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran 35, sedangkan sidik ragam
dicantumkan pada lampiran 36. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian
kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk bibit kakao.
Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk
bibit kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan
pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.
Rataan bobot kering tajuk bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
[image:57.595.111.516.268.466.2]blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan bobot kering tajuk bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan
M0 19.61 21.84 25.61 22.28 22.33
M1 19.79 22.49 24.22 22.26 22.19
M2 19.41 22.08 23.93 21.52 21.74
M3 20.15 20.89 22.39 20.97 21.10
Rataan 19.74c 21.82b 24.04a 21.76b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg bobot kering
tajuk terberat terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda
tidak nyata dengan P1 dan P3. Bobot kering tajuk pada perlakuan P1 dan P3
berbeda nyata dengan P0.
Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot kering tajuk bibit
16.0 17.4 18.8 20.2 21.6 23.0 24.4 25.8
0 3 6 9
Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)
Bobot
K
eri
ng T
aj
[image:58.595.132.495.95.332.2]uk (g)
Gambar 6. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot
kering tajuk bibit kakao
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa hubungan antara bobot kering tajuk
bibit dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan
pupuk NPKMg memberikan bobot kering tajuk bibit sampai titik maksimum yaitu
sebesar 5.64 g/polibag dengan bobot kering tajuk bibit seberat 23.36 g.
Selanjutnya dengan peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.64
g/polibag akan mengakibatkan penurunan bobot kering tajuk bibit kakao.
Bobot basah akar (g)
Data bobot basah akar bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran 37, sedangkan sidik ragam
dicantumkan pada lampiran 38. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian
kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah akar bibit kakao.
Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar bibit
kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan
pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.
Rataan bobot basah akar bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
[image:59.595.113.518.178.363.2]blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan bobot basah akar bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan
M0 1.86 2.15 2.38 2.14 2.13
M1 1.94 2.15 2.42 2.23 2.18
M2 1.92 2.21 2.39 2.15 2.17
M3 1.97 2.07 2.19 2.03 2.06
Rataan 1.92c 2.14b 2.35a 2.14b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg bobot basah
akar terberat terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda
tidak nyata dengan P1 dan P3.
Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot basah akar bibit
1.6 1.8 2.0 2.2 2.4
0 3 6 9
Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)
Bobot
Ba
sa
h A
ka
[image:60.595.128.500.94.359.2]r (g)
Gambar 7. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot
basah akar bibit kakao
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa hubungan antara bobot basah akar bibit
dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk
NPKMg memberikan bobot basah akar bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar
5.72 g/polibag dengan bobot kering tajuk bibit seberat 2.29 g. Selanjutnya dengan
peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.72 g/polibag akan
mengakibatkan penurunan bobot basah akar bibit kakao.
Bobot kering akar (g)
Data bobot kering akar bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
blotong dan pupuk NPKMg disajikan pada lampiran 39, sedangkan sidik ragam
dicantumkan pada lampiran 40. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian
kompos blotong berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar bibit kakao.
Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar
bibit kakao, sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan
pupuk NPKMg berpengaruh tidak nyata.
Rataan bobot kering akar bibit kakao akibat pengaruh pemberian kompos
[image:61.595.112.517.267.476.2]blotong dan pupuk NPKMg dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan bobot kering akar bibit kakao (g) akibat pengaruh kompos blotong dan pupuk NPK Mg
Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rataan
M0 1.11 1.23 1.36 1.22 1.23
M1 1.07 1.18 1.33 1.22 1.20
M2 1.06 1.21 1.32 1.18 1.19
M3 1.10 1.16 1.23 1.13 1.16
Rataan 1.08c 1.20b 1.31a 1.19b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom dan kelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5%
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk NPKMg bobot kering
akar terberat terdapat pada perlakuan P2 berbeda nyata dengan P0, tetapi berbeda
tidak nyata dengan P1 dan P3.
Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot kering akar bibit
0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
0 3 6 9
Dosis Pupuk NPKMg (g/polibag)
Bobot
K
eri
ng A
ka
[image:62.595.131.500.80.341.2]r (g)
Gambar 8. Hubungan antara dosis pupuk NPKMg dengan bobot
kering akar bibit kakao
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa hubungan antara bobot basah akar bibit
dengan dosis pupuk NPKMg berupa kurva kuadratik, dimana penambahan pupuk
NPKMg memberikan bobot basah akar bibit sampai titik maksimum yaitu sebesar
5.60 g/polibag dengan bobot kering tajuk bibit seberat 1.28 g. Selanjutnya dengan
peningkatan pemberian dosis pupuk NPKMg di atas 5.60 g/polibag akan
mengakibatkan penurunan bobot kering akar bibit kakao.
Pembahasan
Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian kompos blotong
Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kompos blotong
berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, total
luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot
kering akar.
Blotong merupakan bahan organik yang dapat memberikan suplai unsur
hara pada pertumbuhan tanaman. Menurut Kurniawan (1982), pemberian blotong
pada tanah dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh
tanaman. Blotong mempunyai komposisi yang cukup baik untuk dijadikan bahan
pupuk organik dan berfungsi untuk memperbaiki sifat tanah, meningkatkan
penyimpanan air pada tanah yang mempunyai kandungan bahan organik rendah.
Pemberian blotong dapat memperbaiki sifat fisik tanah sehingga menjadi lebih
gembur dan remah.
Dalam penelitian ini pemberian kompos blotong berpengaruh tidak nyata
terhadap pertumbuhan tanaman bibit kakao. Hal ini diduga dipengaruhi oleh
blotong belum terdekomposisi dengan baik, sehingga tidak dapat digunakan oleh
tanaman secara maksimal. Hal ini didukung oleh pendapat Tedjowahyono bahwa
pemberian blotong dapat berperan sebagai sumber bahan organik bagi
mikroorganisme, akan tetapi penggunaan blotong segar mempunyai nisbah C/N
relatif tinggi akan dapat berpengaruh negatif pada tanaman. Blotong dapat
digunakan apabila telah mengalami perombakan alami (dekomposisi) dalam
waktu kurang dari 6 – 12 bulan.
Respon pertumbuhan bibit kakao terhadap pemberian pupuk NPKMg
Perlakuan pupuk NPKMg berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit,
diameter batang bibit, jumlah daun, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot
Perlakuan NPKMg memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
tinggi bibit dan diameter batang kakao. Hal ini disebabkan karena pengaruh unsur
hara yang terdapat dalam pupuk NPKMg. Menurut Sutarta, Darmosarkoro
dan Rahutomo, (2007) bahwa keuntungan penggunaan pupuk majemuk seperti
NPKMg ialah mengandung unsur hara N, P, K dan Mg yang dapat memberikan
keseimbangan unsur hara nitrogen, phosfat, kalium serta magnesium terhadap
pertumbuhan tanaman. Keseimbangan unsur hara yang baik dalam tanah akan
semakin memacu pertumbuhan bibit kakao secara maksimal.
Tersedianya unsur N dalam tanah dapat memacu pertumbuhan bibit kakao.
Menurut Sutedjo (1994), peran utama unsur N bagi tanaman adalah merangsang
pertumbuhan tanaman khususnya batang, cabang dan daun. Nitrogen merupakan
bahan penyusun klorofil, protein, lemak, koenzim dan asam-asam nukleat.
Dengan penambahan unsur nitrogen ke dalam tanaman berarti merangsang
jaringan meristematik semakin aktif membelah sehingga memacu pertumbuhan
bibit kakao khususnya tinggi tanaman.
Fosfor merupakan bagian esensial dari beberapa gula fosfat yang berperan
dalam reaksi-reaksi pda fase gelap fotosintesis, respirasi dan berbagai proses
metabolisme lainnya. Menurut Lakitan (1996) bahwa fosfor berperan aktif dalam
mentransfer energi di dalam sel dalam bentuk ATP. Dengan penambahan fosfor
maka akan meningkatkan pembelahan sel yang berarti peningkatan pertumbuhan
bibit kakao. Selanjutnya menurut Sutedjo (1994), menyatakan fosfor diserap
tanaman dalam bentuk ion HPO42- dan H2PO4-. Fosfor merupakan bahan
penyusun protoplasma dan inti sel, merupakan media penyimpanan dan pengantar
dan tanaman muda. Akar-akar tanaman berfungsi sebagai penyerap unsur hara
yang tersedia dari dalam tanah sebagai bahan baku fotosintesis. Hasil dari
fotosintesis ditranslokasikan ke seluruh bagian organ tanaman terutama pada
batang tanaman.
Menurut Napitupulu (1983) bahwa besarnya batang tergantung pada
aktivitas kambium, pertumbuhan sekunder dapat menyebabkan besar batang dan
kadang-kadang dapat berlangsung tak terbatas hingga tanaman mati.
Sulitnya mempertahankan ketersediaan beberapa pupuk tunggal tepat
pada waktunya merupakan alasan utama penggunaan pupuk mejemuk agar
terdapat keseimbangan hara di dalam tanah. Ketersediaan hara di dalam tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya,
seperti pH tanah, KTK (kapasitas tukar kation) tanah, komposisi kation
berkaitan dengan efek sinergisme maupun antagonisme di dalam tanah.
Dengan demikian satu unsur hara perlu mempertimbangkan unsur hara lainnya
agar hara tersebut berada dalam kondisi yang optimu di dalam tanah untuk
dapat diserap tanaman (Sutarta, dkk., 2007)
Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk
tunggal, yaitu lebih praktis dalam pemasaran, transportasi, penyimpanan, dan
aplikasinya di lapangan karena satu jenis pupuk majemuk mengandung
keseluruhan atau sebagian besar hara yang dibutuhkan taaman. Satu hal
yang perlu diperhatikan adalah dosis aplikasi pupuk majemuk harus selalu
memperhatikan jumlah hara yang diperlukan tanaman. Pupuk NPKMg
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah daun dan total luas daun.
dalam sintesa protein, sehingga unsur N berpengaruh langsung terhadap
penyediaan makanan dalam sel. Hal ini sangat penting untuk merangsang
pembesaran sel dan pembelahan sel pada ujung meristem daun sehingga tumbuh
daun-daun baru dan terjadi peningkatan luas daun bibit kakao.
Kalium yang terdapat dalam pupuk NPKMg berperan dalam pertambahan
jumlah daun dan total luas daun bibit kakao. Kalium diserap tanaman dalam
bentuk ion K+( Lingga, 1994) Peran utama unsur kalium adalah pengaturan
mekanisme fotosintesa, translokasi karbohidrat, sintesa protein, enzim, dan
pergerakan stomata. Fotosintesis merupakan suatu proses dimana zat-zat
anorganik diubah menjadi zat organik. Dengan adanya unsur kalium maka
fotosintesa dapat berjalan dengan baik sehingga pertumbuhan bibit kakao yang
salah satunya pertambahan jumlah daun kako dan total luas daun dapat dipacu.
Menurut Harjadi (1994) bahwa selama pertumbuhan terjadi pertambahan
volume dan jumlah sel, dimana pembelahan sel terjadi dalam jaringan-jaringan
meristematik pada titik tumbuh batang, daun, ujung-ujung akar dan kambium.
Dengan membelahnya sel-sel jaringan meristematik pada titik tumbuh daun maka
terbentuk daun-daun muda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dosis NPKMg dapat
meningkatkan luas daun, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar
dan bobot kering akar. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan unsur Mg
dalam tanah, sehingga dapat memacu pembentukan klorofil pada daun.
Peningkatan klorofil akan semakin meningkatkan laju fotosintesa yang
menghasilkan fotosintat yang digunakan dalam pembentukan tajuk dan akar
Menurut Setyamidjaja (1992), magnesium diserap tanaman dalam bentuk
ion Mg2+. Pernan unsur magnesium adalah penyusun klorofil daun, mengaktifkan
enzim yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat dan metabolisme
fosfor. Adanyta unsur hara Mg daapat menambah luas daun dan total luas daun.
Hal ini didukung oleh Dartius (1987) yang menyatakan ada korelasi positif antara
total luas daun yang terbentuk dengan adanya penambahan unsur Mg.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk
NPKMg akan meningkatkan bobot kering tajuk dan akar bibit kakao. Hal ini
disebabkan karena unsur-unsur yang terkandung di dalam berbagai kombinasi
pupuk NPKMg yang digunakan dapat meningkatkan metabolisme tanaman,
sehingga cenderung terjadi penumpukan bahan organik dalam tanaman dengan
demikian dapat menambah berat tanaman, hal ini disebabkan unsur K dapat
memperbesar berat kering tanaman muda. Menurut Hakim et al., (1986) bahwa unsur N adalah penyusun utama berat kering tanaman muda.
Menurut Sarief (1986) apabila tanaman kekurangan unsur hara terutama
unsur P dapat menyebabkan berkurangnya perkembangan akar, dimana akar akan
kelihatan kecil-kecil, sehingga akan mempengaruhi berat kering akar tanaman.
Disamping itu apabila tanaman kekurangan unsur hara N, P, K dan Mg akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, akar menjadi lemah dan jumlah
akar berkurang, dengan demikian akan mempengaruhi berat tanaman.
Interaksi antara perlakuan pemberian kompos blotong dan dosis pupuk NPKMg terhadap pertumbuhan bibit kakao
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan
terhadap tinggi bibit, diameter ba