• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM DESA SIAGA DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM DESA SIAGA DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran)"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM DESA SIAGA DALAM PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT

(Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran)

Oleh

ANGGA RINZANI

Merebaknya masalah-masalah kesehatan yang timbul di tengah masyarakat menuntut Desa Sungai Langka harus sigap dalam penanggulangan masalah kesehatan. Beberapa masalah kesehatan yang dihadapi Desa Sungkai Langka adalah menurunnya angka harapan hidup, kurangnya pengetahuan terhadap ASI ekslusif, masalah perbaikan gizi balita yang buruk, kurangnya pengelolaan saluran air bersih dan saluran pembuangan air limbah serta masalah penyakit-penyakit lama yang mucul kembali seperti diare, TBC dan demam berdarah. Berdasarkan hal tersebut, Desa Sungai Langka melaksanakan program desa siaga yang berlandaskan pada Keputusan Menteri Kesehatan No.564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.

(2)

mengatasinya. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah desktiptif dengan analisis kualitatif dari model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn.

(3)

ABSTRACT

POLICY IMPLEMENTATION DESA SIAGA PROGRAM IN ENHANCING SOCIETY’S HEALTH

(Study in Sungai Langka Village at Gedong Tataan Pesawaran District)

By

ANGGA RINZANI

The widespread of health problems that arise in Sungai Langka Village society must be prepared in response health problems. The health problems faced by the Sungai Langka Village are the decrease of the life expectancy, the lack of knowledge of exclusive breastfeeding, the infant nutrition problem, the baby’s

weighing down problem, the lack of clean water management, and the waste water drainage, as well as the appearance problems of the previous diseases like diarrhea, tuberculosis, and dengue fever. Based on those problems, the Sungai Langka village runs the program “Desa Siaga” according to the Minister of Health Decree No.564 Year 2006 which tells about the “Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga”.

The purposes of this study are to determine the Implementation of “Desa Siaga”

(4)

to overcome them. The research method that is used is descriptive with qualitative analysis of Van Meter and van Horn’s policies implementation.

(5)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah tipe penelitian deskriptif dengan menginterpretasikan data kualitatif. Menurut Ronny Kountur (2003:105), penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Adapun tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003:63-64).

Saifuddin Azwar (1997:5) penelitian dengan metode kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa metode kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif.

(6)

Keberhasilan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus penelitian ini memegang peranan yang sangat penting dalam memandu dan mengarahkan jalannya suatu penelitian. Fokus penelitian sangat membantu seorang peneliti agar tidak terjebak oleh melimpahnya volume data yang masuk, termasuk juga yang tidak berkaitan dengan masalah penelitian. Fokus memberikan batas dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga peneliti fokus memahami masalah yang menjadi tujuan penelitian. Menurut Moleong (2005:92) penetapan fokus sebagai penelitian penting artinya dalam usaha menentukan batas penelitian.

Pada penelitian ini peneliti melakukan analisis dengan menggunakan model implementasi Van Meter dan Van Horn, karena keenam variabelnya beroperasi secara stimulant dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu atau bersifat merintangi implementasi kebijakan. Dalam hal ini, peneliti ingin melihat peran keenam faktor tersebut dalam Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka sebagai berikut:

1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan Indikatorya:

(7)

b. Indikator keberhasilan program Desa Siaga (input, proses dan output) di Desa Sungai Langka.

2. Sumber-sumber kebijakan: a. Ketersediaan Dana

b. SDM (Sumber Daya Manusia) c. Fasilititas yang disediakan

3. Karakterisirik atau sifat badan/instansi pelaksana a. Puskesmas Induk Kecamatan Gedong Tataan

b. FKMD (Forum Kesehatan Masyarakat Desa) dan Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) desa Sungai Langka selaku instansi pelaksana utama program desa siaga di desa Sungai Langka c. Pemerintah Desa Sungai Langka

4. Komunikasi antara organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, indikatornya:

a. Transmisi (penyampaian) program dan informasi standard dan tujuan kebijakan kepada para pelaksana dan pengguna kebijakan b. Kejelasan penyampaian program dan informasi tentang pelaksanaan implementasi kebijakan program desa siaga di desa Sungai Langka

5. Disposisi (kecenderungan) Pelaksana, meliputi:

a. Pengetahuan dan pemahaman pelaksana terhadap implementasi kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka

(8)

6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

a. Pengaruh implementasi kebijakan terhadap kondisi sosial yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat desa dan pengaruh implementasi kebijakan terhadap lingkungan ekonomi desa. b. Dukungan Publik terhadap kebijakan

7. Kendala-kendala dalam implementasi kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka dan upaya-upaya untuk mengatasinya.

C. Lokasi Penelitian

Lexy J. Moleong (2004: 86) menyatakan bahwa dalam penentuan lokasi penelitian cara baik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substatif dan menjajaki lapangan mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan prakti, seperti waktu, biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

(9)

Dalam pelaksanaan program desa siaga, Kecamatan Gedong Tataan Memiliki 2 (dua) Desa yang telah melaksanakan program desa siaga, yaitu Desa Sungai Langka dan Desa Kebagusan. Desa Kebagusan telah memiliki kemampuan dan sumber daya yang baik dalam pelaksanaannya, hingga satu tahun terakhir Desa Kebagusan telah memiliki 2 (dua) Pos Kesehatan Desa sebagai unit pertolongan pertama, sementara Desa Sungai Langka masih memiliki beberapa kendala yang harus diatasi, di samping Desa Sungai Langka juga memliki pertimbangan kemampuan dan potensi desa serta potensi swadaya masyarakat yang dinilai mampu melaksanakan program desa siaga.

(Sumber: wawancara pra riset dengan Dr. Harry Topan selaku Kepala Puskesmas Induk pada tanggal 14 Desember 2009 di Puskesmas Induk).

D. Jenis dan Sumber Data

Menurut Lofland dalam Moleong (2005:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data adalah benda, hal, atau orang maupun tempat yang dapat dijadikan sebagai acuan peneliti untuk melakukan analisis data. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan fokus penelitian.

Secara umum data penelitian dibagi kepada 2 (dua) jenis, yakni: 1. Data Primer

(10)

dengan masalah penelitian. Wawancana juga dilakukan melalui panduan wawancara. Informan-informan berasal dari unsur pelaksana kebijakan serta beberapa orang yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program desa siaga. Data-data primer ini merupakan unit analisis utama dalam kegiatan analisis data.

2. Data sekunder merupakan data yang melengkapi informasi yang didapat dari sumber data primer berupa:

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga.

2. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

4. Catatan-catatan berupa notulensi rapat atau musyawarah desa, laporan kegiatan desa, monografi desa, referensi dan buku-buku.

5. Artikel-artikel yang didapat dari surat kabar, majalah, website, dan sebagainya.

E. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data ini dibantu dengan menggunakan instrumen penelitian, antara lain :

(11)

2. Perangkat penunjang lainnya seperti panduan wawancara, catatan-catatan dan alat bantu perekam, kamera, buku, dan juga pulpen.

F. Penentuan Informan

Menurut Sparadley dan Faisal (1990:78) agar lebih terbukti perolehan informasinya, maka ia mengajukan beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan informan. Berdasarkan kriteria tersebut, pada penelitian ini informan yang dipilih adalah mereka-mereka yang dipandang cukup untuk memahami implementasi program desa siaga di Desa Sungai Langka. Dalam hal ini penentuan sumber informan dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan kebutuhan penelitian. Adapun sumber informasi dalam penelitian ini diperoleh dari:

1. Sekretaris Desa Pemerintah Desa Sungai Langka.

2. Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat (Kaur Kesra) Pemerintah Desa Sungai Langka.

3. Kepala Puskesmas Induk Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

4. Kepala Bagian Promosi Kesehatan (Promkes) Puskesmas Induk Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

5. Ketua Forum Kesehatan Masyarakat Desa (FKMD) Desa Sungai Langka selaku unit pelaksana utama program desa siaga di Desa Sugai Langka. 6. 1 (satu) orang Petugas Poskesdes (Bidan Desa) Desa Sungai Langka. 7. 5 (lima) orang masyarakat desa, mewakili pihak penerima kebijakan yang

(12)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Burhan Bungin (2003:13) mengartikan wawancara sebagai proses percakapan dengan maksud merekonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan panduan wawancara serta catatan-catatan wawancara terbuka dan wawancara tak berstruktur. Wawancara terbuka adalah wawancara yang dilakukan terhadap subyek atau narasumber yang telah mengetahui makna dan tujuan dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Wawancara tidak berstruktur merupakan wawancara yang pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu dengan kata lain sangat tergantung dengan keadaan atau subyek.

(13)

Sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu memberitahukan kepada subyek maksud dan tujuan dari wawancara dan menggunakan pertanyaan bebas sesuai dengan tema wawancara yang telah ditetapkan. Dengan teknik wawancara seperti ini peneliti bebas mendapatkan jawaban yang berbeda dan berdasarkan analisis masing-masing subyek sehingga data yang dihasilkan menjadi beragam.

2. Observasi

Teknik observasi berguna untuk menjelaskan dan merinci gejala yang terjadi, dimaksudkan sebagai pengumpulan data selektif sesuai dengan pandangan peneliti. Selain itu terdapat data yang tidak dapat ditanyakan kepada informan, ada di antaranya membutuhkan pengamatan secara langsung oleh peneliti.

(14)

Penulis juga melakukan observasi terhadap pelaksanaan koordinasi dan komunikasi serta penyampaian badan instansi terkait yaitu Puskesmas Induk Bernung, Pemerintah Desa, FKMD dan masyarakat desa terhadap impelemntasi kebijakan serta pengamatan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Poskesdes dan gejala-gejala penyakit yang sedang mewabah dan dialami Desa Sungai Langka.

Observasi dalam penelitian ini dilaksanakan selama proses turun lapangan. Dalam proses observasi, peneliti terjun langsung ke lapangan guna mendapatkan data yang akurat mengenai permasalahan yang terjadi.

3. Dokumentasi

Menurut Burhan Bungin (2003), yang dimaksud dokumen adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, dan memerlukan interprestasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peristiwa tersebut.

(15)

Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Catatan-catatan berupa notulensi rapat atau musyawarah desa, laporan kegiatan desa yang behubungan dengan program desa siaga, memory desa, profil desa, referensi dan buku-buku, Artikel-artikel yang didapat dari surat kabar, majalah, website, dan sebagainya.

H. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperoleh dari lapangan terkumpul, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah mengolah data tersebut. Teknik pengolahan data menurut Efendi, Tukiran dan Sucipto (dalam Singarimbun, 1995: 240) terdiri dari: 1. Editing, adalah kegiatan dalam penelitian yang dilaksanakan dengan

menentukan kembali daya yang berhasil diperoleh dalam rangka menjamin validitasnya serta dapat untuk segera dipersiapkan pada proses selanjutnya. Dalam proses ini, peneliti mengolah data hasil wawancara dengan disesuaikan pada pertanyaan-pertannyaan pada fokus pedoman wawancara dan memilah serta menentukan data-data yang diperlukan untuk penulisan. Mengolah kegiatan observasi yaitu peneliti mengumpulkan data-data yang menarik dari hasil pengamatan sehingga dapat ditampilkan dengan baik. 2. Interpretasi data, pada tahapan ini data penelitian yang telah

(16)

menampilkan data yang diperoleh dari cerita-cerita yang bersifat rahasia, peneliti memilih kata-kata terbaik sehingga tidak menimbulkan kesan yang dapat merugikan banyak pihak. Hasil penelitian dijabarkan dengan lengkap pada lampiran. Lampiran penulisan juga ditentukan agar relevan dengan hasil penelitian.

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan prosedur reduksi data, display (penyajian data), dan menarik kesimpulan (verifikasi). Proses tersebut dijabarkan menurut Matthew B. Milles dan A. Michael Huberman (1992:17) yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

(17)

dengan informan yang berkompeten yang memiliki kapasitas dan memahami tentang program desa siaga di Desa Sungai Langka, data dari hasil wawancara terstruktur dan tidak terstruktur kemudian dipilah agar dapat ditampilkan dengan baik selanjutnya peneliti melakukan reduksi data kembali pada saat pembahasan dan hasil.

2. Display (Penyajian Data)

Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data-data yang ada dikelompokkan pada bagian atau sub bagian masing-masing. Data yang disajikan disesuaikan dengan informasi yang didapat dari catatan tertulis di lapangan. Misal data-data yang mendukung penelitian dari hasil yang ada di lapangan yang didapat dengan melakukan wawancara dan dokumentasi.

(18)

3. Verifikasi (Menarik Kesimpulan)

Penarikan kesimpulan dalam studi implementasi kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka, dilakukan peneliti dengan menjelaskan dan memaparkan terlebih dahulu hasil penelitian kemudian dianalisis dengan teori yang telah ditentukan, selanjutnya ditarik kesimpulan berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi dengan kesesuaian teori yang digunakan. Kemudian kesimpulan dijelaskan secara interpretatif oleh peneliti dengan pemahaman peneliti terhadap hasil penelitian dan analisis yang ditampilkan.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan

1. Implementasi Kebijakan

Webster dalam Wahab (1997) implementasi kebijakan dirumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu), to give practical effect to (menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu). Jika pandangan ini ditelaah, maka implementasi dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan.

Implementasi kebijakan publik menurut pendapat Anderson dalam Hariyoso (2002:143) esensinya berkaitan dengan aktivitas fungsional penyelenggaraan tujuan publik sehingga betul-betul mengena pada sasaran. Sedangkan menurut Griendle dalam Hariyoso (2002:148) mengatakan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan aktivitas dan pilihan yang rumit karena mempunyai cakupan cakrawala politis dan administratif.

(20)

dirumuskan, yaitu peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun usaha-usaha-usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu kepada masyarakat.

Berdasarkan pandangan beberapa para ahli mengenai implementasi kebijakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam implemetasi suatu kebijakan tidak hanya menyoroti perilaku dari lembaga-lembaga administrasi atau badan-badan yang bertanggung jawab atas suatu program berikut pelaksanaannya terhadap kelompok-kelompok sasaran, tetapi juga perlu memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, sosial, ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku berbagai pihak yang terlibat dalam program, dan yang pada akhirnya membawa dampak yang diharapkan ataupun yang tidak diharapkan terhadap program tersebut.

2. Model Implementasi Kebijakan

(21)

mempengaruhi pelbagai pikiran dan tulisan para ahli. Model-model tersebut antara lain:

a. Model Implementasi menurut Brian W Hogwood dan Lewis A Gunn

Model ini kerapkali oleh para ahli disebut sebagai the top down approach. Pada model ini menjabarkan bahwa untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan negara secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah :

a) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan/Instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala serius.

b) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber yang cukup memadai.

c) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

d) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan kausalitas yang handal.

e) Hubungan kausalitas bersifat langsung, hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

f) Hubungan saling ketergantungan harus kecil.

g) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang

tepat.

(22)

j) Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

b. Model Implementasi Daniel Mazmanian dan Paul A Sabatier Model ini disebut juga dengan A Frame Work for Implementation Analysis (Kerangka Analisis Implementasi). Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijaksanaan negara ialah mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.

Wahab (1997:81) mengklasifikasikan variabel-variabel tersebut sebagai berikut:

a) Mudah tidaknya masalah yang akan digarap atau dikendalikan. b) Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstruktur

secara tepat proses implementasinya.

c) Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.

c. Model Implementasi menurut Van Meter dan Van Horn

(23)

teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijaksanaan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijaksanaan dengan prestasi kerja (Performance).

kedua ahli tersebut mengemukakan bahwa jalan yang menghubungkan antara kebijakan prestasi kerja dipisahkan oleh jumlah variabel bebas (independent variable) yang saling berkaitan dalam Wahab (2004). Variabel-variabel tersebut adalah:

a) Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan

Ukuran-ukuran dasar dan tujuan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan. Kebijakan secara menyeluruh, di samping itu ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan merupakan bukti itu sendiri dan dapat diukur dengan mudah.

b) Sumber-sumber kebijakan.

Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.

c) Karakteristik atau sifat badan/instansi pelaksana.

(24)

mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar.

d) Komunikasi antara organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan.

Menurut Van Meter dan Van Horn, prospek-prospek tentang implementasi yang efektif ditentukan oleh kejelasan ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dan oleh ketepatan dan konsistensi dalam mengkomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan tersebut.

e) Disposisi.

Disposisi dalam implementasi kebijakan publik diartikan sebagai kecenderungan, keinginan atau kesepakatan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan terhadap tiga macam elemen yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan para pelaksana dalam mengimplementasikan suatu kebijakan.

f) Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

(25)

Variabel-variabel kebijakan bersangkut paut dengan tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik formal maupun informal, sedangkan komunikasi antar organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan kelompok-kelompok sasaran. Akhirnya, pusat perhatian pada sikap para pelaksana mengantarkan kita pada telaah mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasikan program di lapangan.

Berdasarkan ketiga model implementasi di atas, maka model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Van Horn dan Van Meter (model implementasi kebijakan) dikarenakan keenam variabelnya beroperasi secara stimulant dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu atau bersifat merintangi implementasi kebijakan. Dalam hal ini peneliti ingin melihat peran keenam faktor dari implementasi kebijakan Van Horn dan Van Meter (model implementasi kebijakan) dalam Program Desa Siaga Di Desa Sungai Langka.

B. Tinjauan Tentang Program

(26)

usaha-usaha jangka panjang yang mempunyai tujuan pada meningkatnya pembangunan pada suatu sector tertentu untuk mencapai beberapa proyek. Program juga dapat dipahami sebagai kegiatan sosial yang teratur mempunyai tujuan yang jelas dan khusus serta dibatasi atas proyek-proyek pembangunan.

Menurut Suci Rahayu Ningrum (2009: 23) program adalah suatu sajian yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan pembangunan dalam beberapa sector pembangunan.

Berdasarkan berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa program adalah suatu sajian atau tampilan mengenai kegiatan sosial yang teratur dan mempunyai tujuan yang jelas dan khusus dalam rangka meningkatkan pembangunan dalam sektor pembangunan tertentu.

C. Tinjauan Tentang Desa

Desa menurut Kansil (1983: 80) adalah suatu daerah kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan suatu pemerintahan sendiri.

Pengertian desa menurut P.J Bourman seperti dikutip Nyoman Beratha (1982: 26-27):

(27)

terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah soasial”.

Selanjutnya menurut Pasal 1 Bab I Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, disebutkan bahwa:

“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan adat istiadat setempat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada dalam daerah kabupaten.

D. Tinjauan Tentang Kesehatan

Pengertian kesehatan dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

(28)

(rchabilitatif) yang dilaksanakan secara menycluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan dapat dilakukan melalui:

1. Kesehatan keluarga 2. Perbaikan gizi

3. Pengamanan makanan dan minuman 4. Kesehatan lingkungan

5. Kesehatan kerja 6. Kesehatan jiwa

7. Pemberantasan penyakit

8. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan 9. Penyuluhan kesehatan masyarakat

10.Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan; 11.Pengamanan zat adiktif

12.Kesehatan sekolah 13.Kesehatan olahraga 14.Pengobatan tradisional 15.Kesehatan matra

Selanjutnya sumber daya kesehatan yang diatur dalam pasal 49 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 merupakan semua perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan upaya kesehatan, meliputi:

(29)

3. Perbekalan kesehatan 4. Pembiayaan kesehatan 5. Pengelolaan kesehatan

6. Penelitian dan pengembangan kesehatan

Pasal 74 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 mengatur tentang Pembinaan diarahkan untuk:

1. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal

2. Terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan perbekalan kesehatan yang cukup, aman, bermutu, dan terjangkau olch seluruh lapisan masyarakat

3. Melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan

4. Memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya kesehatan

5. Meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan

E. Tinjauan Tentang Desa Siaga Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga

(30)

mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan) secara mandiri.

1. Tujuan Desa Siaga a. Tujuan Umum:

Terwujudnya Desa dengan masyarakat yang sehat, peduli dan tanggap terhadap masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) di desanya.

b. Tujuan Khusus:

1) Meningkatnya pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan

- Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

- Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

- Meningkatnya ksehatan lingkungan di desa

- Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan kesehatan

- meningkatnya dukungan dan peran aktif para pemangku kepentingan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa.

(31)

2. Sasaran Desa Siaga

- Semua individu dan keluarga, yang diharapkan mampu hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di desanya - Pihak-pihak yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku individu

dan keluarga seperti tokoh masyarakat, tokoh pemuda, kader, dll - Pihak-pihak yang diharapkan bisa memberikan dukungan kebijakan,

dana, tenaga, sarana dan lain sebagainya seperti camat, kades, pejabat terkait, swasta, para donatur dan pihak lain yang berkepentingan. (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa).

3. Indikator Keberhasilan Pengembangan Desa Siaga

a. Indikator Masukan (input):

- Ada atau tidaknya forum masyarakat desa (FMD)

- Ada atau tidaknya pos kesehatan desa (Poskesdes) dan sasarannya - Ada atau tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan)

- Ada atau tidaknya upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) lain

b. Indikator Proses:

- Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa - Berfungsi atau tidaknya poskesdes

(32)

- Berfungsi atau tidaknya system kesiapsiagaan dan penaggulangan kegawatdaruratan dan bencana

- Berfungsi atau tidaknya system surveilans (pengamatan dan pelaporan)

- Ada atau tidaknya kunjungan rumah untuk keluarga sadar gizi (kadarzi) dan perilaku hidup bersih (PHBS) oleh petugas poskesdes dan atau kader.

c. Indikator Keluaran (Output):

- Cakupan pelayanan kesehatan pos kesehatan desa

- Cakupan pelayanan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang ada

- Jumlah kasus kegawatdaruratan dan kejadian luar biasa (KLB) yang dilaporkan dan diatasi

- Cakupan rumah tangga yang mendapatkan kunjungan rumah untuk keluarga sadar gizi (kadarzi) dan perilaku hidup bersih (PHBS) (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa).

(33)

F. Kerangka Pikir

Masalah-masalah kesehatan dan bencana yang terjadi akhir-akhir ini diasumsikan karena dipengaruhi oleh menurunnya kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk mengenal tanda bahaya atau faktor risiko secara dini. Disamping itu kurangnya pendampingan dari pemerintah dalam hal ini tim pembina lintas sektor, antara lain Puskesmas juga sangat mempengaruhi kemunduran fungsi UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat).

Sesuai dengan Seruan Presiden saat pencanangan Pekan Kesehatan Nasional tanggal 18 Juni 2005 dan berdasarkan KepMenKes Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, maka pemerintah memberlakukan kebijakan program desa siaga guna meningkatkan kemandirian masyarakat dalam hal kesehatan. Menyikapi kebijakan tersebut Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran telah melaksanakan Desa Siaga sejak 16 oktober 2008.

(34)

1. ASI ekslusif

2. Saluran pembuangan air limbah 3. Penimbangan bayi tidak naik

(Sumber: Laporan Kegiatan Survei Mawas Diri Desa Sungai langka Dalam Rangka Gerakan Menuju Desa Sehat (GDMS) tahun 2008).

Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga di Desa Sungai Langka dikembangkan dari Pedoman Pelaksanaan yang diterbitkan Departemen Kesehatan dan merupakan panduan bagi petugas lapangan di kabupaten untuk menyiapkan pengembangan Desa Siaga. Beragamnya kondisi sumberdaya lapangan, tentunya akan membutuhkan penyesuaian-penyesuaian yang dapat dilakukan, sepanjang berakar pada prinsip pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan desa yang nyaman dalam menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta Siaga terhadap kemungkinan bencana dan kegawatdaruratan. Disamping itu, dengan adanya program tersebut diharapkan akan meningkatkan fungsi pemahaman masyarakat awam tentang pentingnya kesehatan dan cara penanggulanan berbagai gejala penyakit ringan.

Dalam pelaksanaan implementasinya, Desa Sungai Langka mengahadapi beberapa kendala, seperti:

(35)

alokasi pelaksanaan program desa siaga dalam APBDes, menurut Sekretaris Desa Bapak Erwan Sukijo, S.P:

“pemerintah desa hingga saat ini hanya melaksanakan fungsi kontrol serta membantu memfasilitasi sosialisasi kesehatan kepada masyarakat saja, pemerintah desa belum memasukkan anggaran untuk program ini dalam APBDes, dana operasional yang diperoleh adalah murni swadaya masyarakat dengan dibantu DAK APBD yang disalurkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten, untuk selanjutnya pemerintah desa akan melakukan musyawarah untuk memberikan bantuan perasional mengingat program ini telah berjalan 1 tahun sejak tahun 2008”.

(Sumber: wawancara pra riset dengan Sekretaris Desa pada tanggal 4 November 2009 di Balai Desa).

2. Fasilitas penunjang kinerja petugas Poskesdes berupa kendaraan bermotor sekaligus diperlukan untuk mengantar pasien desa dalam keadaan darurat, peralatan medis yang masih sangat sederhana dan belum lengkap, dan kendala sakuran air belum ada di Poskesdes menyebabkan para petugas menumpang air kepada rumah-rumah penduduk yang dekat dengan poskesdes.

(sumber: wawancara pra riset dengan Bidan Reni selaku petugas poskesdes pada tanggal 4 November 2009 di poskesdes).

(36)

Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Implementasi Kebijakan

Program Desa Siaga Di Desa Sungai Langka:

FKMD Puskesmas Induk Pemerintah Desa

Indikator Implementasi Kebijakan dengan menggunakan Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan

Van Horn:

1. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan

2. Sumber-sumber kebijakan 3. Karakterisirik atau sifat

badan/instansi pelaksana 4. Komunikasi antara organisasi

terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

5. Disposisi (Kecenderungan) 6. Lingkungan ekonomi, sosial dan

politik

(37)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti berkesimpulan bahwa Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka telah berjalan cukup baik, meskipun dalam pelaksanaannya peran keenam indikator yang diajukan oleh model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn belum sepenuhnya dapat terimplementasi secara maksimal karena masih terdapat kendala-kendala dalam tiga indikator lainnya seperti:

1. Sumber dana yang masih belum memadai. 2. Fasilitas yang kurang memadai.

3. Sikap anggota FKMD yang cenderung kurang aktif.

B. Saran

Mengacu pada simpulan yang telah dipaparkan, maka dapat diajukan beberapa saran yang dianggap perlu dan berguna, yaitu sebagai berikut :

1. Memenuhi sember dana yang memadai. Hal tersebut dapat dilakukan melalui:

(38)

sumber-sumber dana yang dibutuhkan oleh FKMD dan Poskesdes agar pengelolaan organisasi dapat berjalan dengan baik.

b) Pemerintah Desa selaku pelaksana otonomi Desa Sungai Langka juga dapat memasukkan anggaran dana dalam APBDes untuk membantu pelaksanaan dan pengelolaan program desa siaga di Desa Sungai Langka.

2. Melakukan pengadaan fasilitas yang memadai agar pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui peninjauan dan evaluasi secara detail oleh Pemerintah Desa tentang kekurangan-kekurangan yang sangat dibutuhkan oleh Poskesdes.

3. Pemerintah Desa agar dapat meningkatkan fungsi-fungsi pemahaman anggota FKMD agar kembali menjalankan tugas dan fungsinya secara aktif dengan memahami kondisi dan lingkungan yang ada.Hal ini dapat dilakukan melalui:

a) Pelimpahan dana program Desa Siaga oleh FKMD. Dana yang sekarang diolah oleh Puskesmas Induk seharusnya diberikan atau diolah langsung oleh FKMD sehingga FKMD dapat berjalan aktif seiring dengan pengolahan dana program.

(39)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat. Visi ini dicapai dengan dukungan masyarakat dan pemerintah, oleh karena itu perlu upaya pemberdayaan masyarakat. Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup. Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

(40)

Berikut beberapa kondisi umum masalah-masalah kesehatan yang dihadapi pemerintah adalah:

1. Di Kabupaten Musi Rawas, Sumsel, berdasarkan laporan pihak Biro Pusat Statistik (BPS) Sumsel menyebutkan angka kematian ibu mencapai 398 per 100.000 kelahiran.

(Sumber: http://www.hupelita.com/baca.php?id=45912).

2. Kabupaten Bandung tahun 2004 sebesar 68,52 dengan Umur Harapan Hidup (UHH) sebesar 68,09, IPM Tahun 2005 sebesar 69,16 dengan UHH sebesar 68,72. Sedangkan target IPM Kabupaten Bandung tahun 2006 sebesar 77,3; tahun 2007 sebesar 78,5; tahun 2008 sebesar 79,7 dan tahun 2009 sebesar 81,1. Untuk tercapainya target IPM tersebut diperlukan upaya penanggulangan berbagai penyakit dan masalah kesehatan di Kabupaten Bandung.

(Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31).

(41)

Bersih dan Sehat (PHBS) pada tatanan rumah tangga masih di bawah 26%. Sedangkan stratifikasi Posyandu yang merupakan gambaran keterpaduan pelayanan SKPD dan masyarakat, tahun 2006 dari jumlah 5435 posyandu berstrata rendah (I dan II) sebesar 66%.

(Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31).

Sementara itu, jumlah Balita Gizi Buruk di Kabupaten Bandung sebanyak 0,92% dari jumlah 437.199 balita, jumlah kematian bayi 105 kasus dan persalinan yang tidak ditolong tenaga kesehatan 36,5% dari seluruh persalinan. Keadaan tersebut diperparah dengan bencana dan kegawatdaruratan yang menuntut adanya penanganan yang komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.

(Sumber: http://bandungkab.go.id Powered by M9! Generated: 3 October, 2009, 19:31).

3. Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR (≤ 2500 gram), sebagai

(42)

anak usia sekolah menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).

(Sumber: KEPMENKES R. I NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operarsional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga).

Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir. Hasil pemetaan gizi lebih di wilayah perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 12 % penduduk dewasa menderita gizi lebih. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.

Di tingkat keluarga dan masyarakat, masalah gizi dipengaruhi oleh: a. Kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik

jumlah maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya.

b. Pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam hal:

1) Memilih, mengolah dan membagi makanan antar anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan gizinya.

(43)

3) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi yang tersedia, terjangkau dan memadai (Posyandu, Pos Kesehatan Desa, Puskesmas dll).

c. Tersedianya pelayanan kesehatan dan gizi yang terjangkau dan berkualitas.

d. Kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan pribadi dan lingkungan.

(Sumber: KEPMENKES R. I NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 Tentang Pedoman Operarsional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga).

Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %. Demikian pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat, dan pola makan yang belum beraneka ragam.

(44)

Berdasarkan paparan di atas ternyata dapat dilihat masih banyaknya masalah-masalah kesehatan dan bencana yang sangat sering terjadi dan memungkinkan terjadi disekitar kita. Penyebab hal ini diasumsikan karena dipengaruhi oleh menurunnya kepedulian dan kemampuan masyarakat untuk mengenal tanda bahaya atau faktor resiko secara dini dan menanggulangi masalah yang telah berlangsung serta pendampingan dari pemerintah dalam hal ini tim pembina lintas sektor, antara lain Puskesmas yang juga sangat mempengaruhi kemunduran fungsi UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat).

Sesuai dengan Seruan Presiden saat pencanangan Pekan Kesehatan Nasional tanggal 18 Juni 2005 dan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, maka pemerintah memberlakukan kebijakan program desa siaga guna meningkatkan kemandirian masyarakat dalam hal kesehatan.

(45)

Desa Siaga dikembangkan melalui penyiapan masyarakat, pengenalan masalah, perumusan tindak lanjut pencapaian khususnya kesepakatan pembentukan Poskesdes dan dukungan sumberdaya. Pengembangan desa siaga/Poskesdes walaupun bersumberdaya masyarakat, namun mengingat kemampuan masyarakat terbatas, pemerintah membantu stimulan biaya operasional Poskesdes melalui anggaran Dana Bantuan Sosial Pembangunan Poskesdes.

Desa Siaga terbentuk melalui 8 kriteria/indikator yang harus dipenuhi, yaitu adanya :

1. Forum Masyarakat Desa/ Forum Kesehatan Masyarakat Desa (FKMD) 2. Sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan sistem rujukannya

3. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikembangkan

4. Memiliki sistem surveilans (pengamatan) penyakit dan faktor-faktor resiko berbasis masyarakat

5. Sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan serta bencana berbasis masyarakat

6. Upaya menciptakan dan mewujudkan lingkungan sehat 7. Upaya menciptakan dan mewujudkan PHBS

8. Upaya menciptakan dan mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Sumber:

(46)

Hasil (outcome) Desa Siaga yang berhasil antara lain: 1. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan dasar

2. Meningkatnya pemanfaatan dan pengembangan UKBM, seperti Posyandu, Polindes, Pokmair, dll

3. Intensifnya pelaporan kasus kegawatdaruratan dan Kejadian Luar Biasa (KLB)

4. Cakupan rumah tangga yang memperoleh penyuluhan keluarga Sadar Gizi dan PHBS.

(Sumber:

http://pusdiknakes.or.id/bppsdmk/?show=detailnews&kode=71&tbl=infobadan browsing pada 5 november 2008).

Desa Sungai Langka mendirikan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran dengan status tanah hibah dari masyarakat yang mulai berjalan aktif pada 20 oktober 2008. Berdasarkan hasil Kegiatan Survei Mawas Diri (SMD) diketahui gambaran permasalahan awal khususnya masalah kesehatan dengan urutan prioritas permasalahan sebagai berikut:

1. ASI ekslusif

2. Saluran pembuangan air limbah 3. Penimbangan bayi tidak naik

(Sumber: Laporan Kegiatan Survei Mawas Diri Desa Sungai Langka Dalam Rangka Gerakan Menuju Desa Sehat (GDMS) tahun 2008).

(47)

penyakit ringan masih sangat minim, untuk itu diperlukan perhatian petugas poskesdes yang bekerjasama dengan pemerintah desa dan puskesmas induk untuk selalu intens melakukan surveilans (pengamatan), penyuluhan dan sosialisasi terhadap lingkungan dan masyarakat di Desa Sungai Langka.

Berdasarkan pemaparan di atas keberadaan program desa siaga di Desa Sungai Langka dengan segenap program kebijakannya diharapkan akan dapat mewujudkan masyarakat sehat, serta dengan adanya pengawasan dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait akan mendukung keberhasilan program desa siaga di Desa Sungai Langka sekaligus menjadi acuan pelaksanaan program desa siaga di desa-desa yang masih belum menerapkan program ini atau desa yang baru berupa rintisan program.

Dengan memperhatikan beberapa variable-variabel seperti: standard dan tujuan kebijakan, sumber daya (dana, sumber daya manusia, dan waktu), komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, karakterisktik badan-badan pelaksana serta kondisi ekonomi, sosial dan politik akan dapat menentukan keberhasilan dari implementasi kebijakan ini.

(48)

Gambar 1. Bagan Desa Siaga Basis Indonesia Sehat

(Sumber: Dokumen Departemen Kesehatan oleh Dr. Sri Astuti Suparmanto, MSc.Ph Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat)

INDONESIA SEHAT

PROVINSI SEHAT

PROVINSI SEHAT

KABUPATEN/KOTA SEHAT

KECAMATAN SEHAT

DESA SEHAT

DESA SIAGA

DESA SIAGA

KABUPATEN/KOTA SEHAT

KECAMATAN SEHAT

(49)

B. Rumusan Masalah

Berpijak dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat Di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran?

2. Apakah kendala-kendala dalam implementasi kebijakan dan bagaimana upaya-upaya untuk mengatasinya?

C. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui Implementasi Kebijakan Program Desa Siaga Dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat Di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

2. Mengetahui kendala-kendala dalam implementasi kebijakan dan bagaimana upaya-upaya untuk mengatasinya.

D. Kegunaan Penelitian

(50)
(51)

PENINGKATAN KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Pada Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran)

(Skripsi)

Oleh

ANGGA RINZANI

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(52)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasannya dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian dan fokus-fokusnya yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya. Bab ini akan mengemukakan implementasi kebijakan program desa siaga dalam peningkatan kesehatan masyarakat di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. berikut pembahasannya. Sebelumnya akan dikemukakan tentang deskripsi informan.

A. Deskripsi Informan

Berikut ini keterangan mengenai informan dalam penelitian ini :

Tabel 4: Keterangan Informan

No Nama Pekerjaan Kapasitas

1 2 3 4

1 Dr. Harry Topan Kepala Puskesmas Induk Bernung 3 Erwan Sukijo, S.P Sekretaris Desa Sungai

Langka

Unsur Pelaksana

4 Subandi Kaur Kesejahteraan

Masyarakat Desa Sungai Langka/ Anggota FKMD

Unsur Pelaksana

5 Ngadiman Kepala FKMD (Forum

Kesehatan Masyarakat Desa) Desa Sungai Langka

(53)

1 2 3 4

9 Sudirman Tokoh Masyarakat Pihak penerima

kebijakan

10 Waginten Petani Kakau Pihak penerima

kebijakan

11 Ngatijan Petani kakau Pihak penerima

kebijakan Sumber: Data Observasi (Diolah Kembali)

(54)

B. Hasil Penelitian Analisis Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn

Pada penelitian ini peneliti menggunakan model implementasi Van Meter dan Van Horn sebagai alat untuk menganalisis, dalam model implementasi Van Meter dan Van Horn ini terdapat enam variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan dengan pelaksanaan (performance). Model ini tidak mengkhususkan hungan antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel tergantung (dependent variable), tetapi juga hubungan antara variabel bebas itu sendiri. Keenam variabel itu terdiri dari dua variabel utama dan empat variabel antara (Winarno, 2002: 195).

Dua variabel utama itu adalah variabel ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan (standart and objectivity) dan variabel sumber daya (resource). Sedangkan empat variabel lainnya meliputi karakteristik badan pelaksana (the characteristics of the implemting agencies), komunikasi antar organisasi dan aktifitas pelaksanaan (introrganization communication and enforcement activities), kondisi sosial ekonomi dan politik (economic, social and political conditions), dan disposisi pelaksana (the disposition of implementers). Berikut adalah hasil dan pembahasan dari model implementasi ini:

1. Standar (Ukuran-Ukuran Dasar) dan Tujuan Kebijakan Program Desa Siaga di Desa Sungai Langka

(55)

dapat memunculkan keragaman pada disposisi (kecenderungan implementor untuk melaksanakan kebijakan) berbagai aktor yang terlibat dalam proses implementasi. Kondisi ini akhirnya akan kurang mendukung kelancaran dan keberhasilan implementasi kebijakan.

Dalam penelitian ini peneliti membagi penilaian standar (ukuran-ukuran dasar) dan tujuan kebijakan program desa siaga di Desa Sungai Langka ke dalam dan 2 (dua) indikator, yaitu:

a. Ketepatan Tujuan dan Sasaran Kebijakan

Menurut Van Meter dan Van Horn, setiap kebijakan publik harus memiliki standar dan tujuan yang harus senantiasa dicantumkan dengan jelas pada setiap program. Karena standar dan tujuan yang jelas akan mempermudah pelaksana untuk melaksanakan program tersebut. Kegagalan juga sering terjadi apabila standar dan tujuannya tidak jelas (Winarno, 2002: 197-198). Variabel ukuran dasar dan tujuan ini menurut Van Meter dan Van Horn juga akan berdampak secara tidak langsung pada kecenderungan pelaksana melalui variabel komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan (Winarno, 2002: 119).

(56)

sendiri adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta perduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

Pelaksanaan desa siaga Di Desa Sungai Langka dilaksanakan sepenuhnya oleh FKMD dan Poskesdes dengan dibantu oleh Puskesmas Induk dan dukungan dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa serta tidak luput dari peran serta masyarakat untuk mendukung berjalannya kebijakan ini di Desa Sungai Langka.

Bila dilihat dari latar belakang pembentukan desa siaga di Desa Sungai Langka, ukuran-ukuran dasar kebijakan pembentukan desa siaga ini mengacu pada landasan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang meliputi:

1. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan 2. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Desa

3. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

4. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 574/Menkes/SK/II/2004 Tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 5. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 131/Menkes/SK/II/2004

Tentang Sistem Kesehatan Nasional

(57)

7. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 564/Menkes/SK/II/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga

8. Surat Edaran Gubernur Lampung Nomor. 890/2636/07/2006 (Sumber: Laporan Hasil Kegiatan GMDS Sungai Langka, 2008)

Hal ini diungkapkan informan 2 yaitu Bapak Toto Sugiarto Selaku Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas Induk:

“Latar belakang terbentuknya desa siaga ini berdasarkan landasan hukum yang sudah ada, ada 8 landasan hukum yang tertera dalam landasan hukum pembentukan desa siaga di Desa Sungai Langka, sebelum desa siaga ini dibentuk harus melalui kegiatan PTD (Pertemuan Tingkat Desa), SMD (Survei Mawas Diri), dan MMD (Musyawarah Masyrakat Desa), dan bidan pun harus melalui pelatihan, setelah dapat persamaan persepsi dari masyarakat bahwasannya kegiatan ini adalah dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat, barulah kita bentuk desa siaga”

(Wawancara hari Kamis, 14 Januari 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan 6 Eka Apriyanti Selaku Bidan Desa yaitu:

“Departemen kesehatan mempunyai program untuk Indonesia sehat 2010, salah satu kriterianya adalah desa harus menjadi desa siaga, diharapkan dengan adanya desa siaga dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri. Salah satu syaratnya adalah harus mendirikan Poskesdes”

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

(58)

tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yang merupakan koordinator upaya kesehatan yang bersumberdaya masyarakat yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan atau menyediakan pelayanan dasar bagi masyarakat desa.

Desa Sungai Langka merupakan desa yang pertama dijadikan desa siaga oleh Kecamatan Gedong Tataan. Ini dapat dilihat dari adanya kemauan dan kemampuan Desa Sungai Langka untuk merealisasikan agar program desa siaga ini terwujud di Desa Sungai Langka.

Seperti yang diungkapkan oleh informan 2 Bapak Toto Sugiarto yaitu: “Syarat untuk desa siaga itu adalah harus ada Poskesdes, artinya desa itu juga harus punya kemauan, kemampuan, kesiapan sumber daya masyarakat, dan pihak-pihak terkait, hanya saja mengingat kita harus memberikan pelayanan kesehatan yang merata dan kita harus tindak lanjuti program pemerintah, untuk awalnya desa-desa yang mempunyai kemauan dan kemampuan dulu, Desa Sungai Langka yang awal dibentuk desa siaga, karena desa ini ada dalam kategori yang mau dan mampu”

(Wawancara hari Kamis, 14 Januari 2010)

Hal senada diungkapkan oleh informan 3 Bapak Erwan Sukijo Selaku Sekretaris Desa Sungai langka yaitu:

“Desa ini masyarakatnya secara ekonomi mempunyai kemampuan yang cukup untuk mensukseskan program ini, dan secara pendidikan pun cukup baik untuk banyak memahami soal kesehatan”

(Wawancara hari Senin, 18 Januari 2010)

(59)

landasan hukum dan memenuhi prasyarat agar Desa Sungai Langka dapat dikatakan sebagai desa siaga.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 564 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga bahwa tujuan dari pengembangan desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta perduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

Hal ini diungkapakan oleh informan 1 Dr. Harry Topan selaku Kepala Puskesmas Induk yaitu:

“Dalam rangka mensukseskan gerakan Indonesia Sehat 2010, sasarannya masyarakat dari segala lapisan, tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan kemandirian masyarakat dibidang kesehatan”

(Wawancara hari Kamis, 14 Januari 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan 4 Bapak Subandi Selaku Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra) yaitu:

“Biar masyarakat itu sehat, sehatnya sehat sendiri, gak ngerepotin orang”.

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa segenap elemen terkait telah memahami dan melaksanakan tujuan serta sasaran dari kebijakan program pengembangan desa siaga di Desa Sungai Langka.

(60)

Masyarakat Desa) dan Poskesdes sebagai tempat pertemuan pelaksanan musyawarah dan pusat pelayanan kesehatan di desa. Namun pada pelaksanaannya, FKMD dan Poskesdes tidak melaksanakan program ini sendiri, tetapi dibantu oleh Puskesmas Induk melalui pembinaan dan Pemerintah Desa melalui monitoring dan fasilitasi serta sebagai penggerak masyarakat yang ada di desa.

Upaya FKMD dan Poskesdes dalam mensosialisasikan program desa siaga di Desa Sungai Langka sejauh ini sudah berjalan dengan baik, terbukti dengan sudah berjalannya program ini selama 1 tahun sejak berdirinya pada 13 Oktober 2008. Hal ini disampaikan oleh informan 6 Bidan Eka Apriyanti yaitu:

“Sosialisasi program ini dilakukan lewat 3 tahapan musyawarah, meliputi: (1). PTD (Pertemuan Tingkat Dini). (2). SMD (Survei Mawas Diri). (3). Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Dimana di dalam kegiatannya adalah untuk mensosialisasikan dan merealisasikan program desa siaga di Desa Sungai Langka. Sejauh ini keberadaan Poskesdes sudah mulai dirasakan oleh seluruh dusun di Desa Sungai Langka yang awalnya hanya dirasakan oleh dusun-dusun yang dekat saja oleh poskesdes. Kegiatan sosialisasi terus kami lakukan pada setiap kesempatan kegiatan masyarakat baik itu di posyandu, di pengajian masyarakat, kebetulan bapak FKMD kita pekerjaan lainnya adalah petani kakau yang aktif mengembangkan dunia usaha jadi waktu beliau tersita untuk kegiatan diluar FKMD, tapi sesekali beliau menyempatkan untuk ikut dalam setiap kegiatan sosialisasi”.

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

Pernyataan informan 6 juga diperkuat oleh pernyataan dari informan 5 Bapak Ngadiman Selaku Ketua FKMD yaitu:

(61)

masyarakat baik itu di posyandu, di pengajian masyarakat, ya berhubung ini lingkupnya desa, jadi kegiatan sosialisasinya dari mulut ke mulut atau kalau ada kesempatan saja”.

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

Kedua pernyataan di atas juga diperkuat oleh pernyataan informan 8 Sumarsih selaku masyarakat desa tentang bagaimana upaya FKMD dalam mensosialisasikan kebijakan di mata masyarakat desa:

“Sosialisasi yang dilakukan pihak terkait berjalan cukup baik, kita semua menerima informasi dengan baik, serta mengerti sekali tujuan dari desa siaga ini”.

(Wawancara hari Selasa, 19 Januari 2010)

(62)

Tabel 5: Ketepatan Ukuran-Ukuran Dasar Tujuan dan Sasaran Kebijakan Desa Sungai Langka untuk Mewujudkan Desa Siaga

Fokus Substansi Desa Sungai Langka

Ketepatan

Landasan hukum serta Undang-undang yang dijadikan acuan untuk pembentukan desa siaga di di Desa Sungai Langka

Tujuan Desa Sungai Langka membentuk desa siaga untuk mewujudkan masyarakat desa yang sehat,

Sasaran Puskesmas Induk, Pemerintah Desa, FKMD dan seluruh Sumber: Hasil Wawancara (Diolah Kembali)

(63)

Pihak-pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan sangat memperhatikan dan mengikuti ukuran-ukuran dasar kebijakan pengembangan desa siaga yang telah ditetapkan pemerintah melalui landasan hukum yang berlaku dan telah memenuhi syarat agar Desa Sungai Langka dapat dikatakan sebagai desa siaga.

Segenap elemen masyarakat sangat memahami dan melaksanakan tujuan dari program desa siaga di Desa Sungai Langka, hal ini berarti para pelaksana kebijakan telah tepat pada sasaran yang diinginkan. Sehingga ketepatan ukuran-ukuran dasar kebijakan dan tujuan-tujuan kebijakan beserta sasarannya dan sosialisasi pembentukan desa siaga telah sampai pada masyarakat dan dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian antara standar ketepatan tujuan dan sasaran dari program desa siaga di Desa Sungai Langka dengan model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn mengalami kesesuaian yang signifikan.

b. Indikator Keberhasilan Program Desa Siaga (input, proses dan output) di Desa Sungai Langka

(64)

1. Input (masukan)

Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan desa siaga. Untuk memenuhi syarat input dari indikator keberhasilan pengembangan desa siaga di Desa Sungai Langka, maka Desa Sungai Langka harus memenuhi beberapa sub indikator masukan yang meliputi:

a) Ada atau tidaknya Forum Masyarakat Desa

Di Desa Sungai Langka telah dibentuk FMD untuk selanjutnya dikenal dengan nama FKMD (Forum Kesehatan Masyarakat Desa) beserta pengurus-pengurusnya. FKMD Desa Sungai langka dibentuk dan disahkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Sungai Langka Nomor. 140/087/V.01.10/2009. Surat Keputusan ini menetapkan kepengurusan FKMD desa siaga yang betugas sebagai koordinator kesehatan desa dan mulai menjalankan tugasnya pada tanggal 16 Oktober 2008.

b) Ada atau tidaknya Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)

(65)

140/088/V.01.10/2009. Poskesdes sudah mulai aktif menjalankan tugas dan fungsinya sejak 20 Oktober 2008 di Desa Sungai Langka.

Senada dengan pemenuhan indikator tersebut, dalam teori lain juga menyebutkan bahwa instrumen perwujudan desa sehat mandiri adalah harus memiliki Poliklinik Kesehatan Desa (Denden Kunia Drajat, Buku Ajar, 2008:34). Untuk syarat ini berarti Desa Sungai Langka telah memenuhi syarat adanya Poskesdes di Desa Sungai Langka untuk bisa disebut sebagai desa siaga ataupun desa sehat mandiri.

c) Ada atau tidaknya Tenaga Kesehatan (minimal bidan)

Begitu juga dengan tenaga bidan, bidan adalah tenaga fungsional yang bertugas di Puskesmas Induk yang kemudian mendampingi masyarakat lewat keterlibatannya sebagai anggota FKMD sebagai tenaga fungsional. Untuk selanjutnya bidan disebut dengan istilah Bidan Desa atau Bidan Poskesdes. Bidan Desa dilantik pada tanggal 13 oktober 2008 dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Desa Sungai Langka Nomor. 140/090/V.01.10/2009.

(66)

d) Ada atau tidaknya Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang lain selain Poskesdes

UKBM di Desa Sungai Langka meliputi Posyandu (Pos pelayanan Terpadu) dan Warung Obat. UKBM tersebut berada dalam naungan dan pembinaan Poskesdes sebagai upaya mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat Desa Sungai Langka. Posyandu dan Warung Obat merupakan UKBM yang bersumberdaya masyarakat, yang kepemilikannya dimiliki oleh masyarakat hanya saja fungsinya untuk melayani kesehatan masyarakat.

(67)

obat di pekarangan rumah agar tercipta lingkungan yang sehat di Desa Sungai Langka.

Hal ini sesuai dengan pernyataan dari informan 2 Bapak Toto Sugiarto yaitu:

“Jika dilihat dari indikator inputnya, sudah ada semua dilaksanakan tentang kriteria tersebut, untuk indikator proses, kegiatan itu dilaksanakan sebelum terbentuknya desa siaga, dan outpunya kita jalankan setelah adanya desa siaga, intinya kita harus terus-terusan meluruskan pemahaman kesehatan kepada masyarakat agar masyarakat tidak panik dan bisa menanggulanginya secara mandiri, di Desa Sungai Langka sendiri samapai saat ini sudah dibangun UKBM-UKBM lain seperti posyandu sebanyak 8 posyandu yang tersebar di setiap dusun desa dan pengenalan tentang warung obat yang jumlahnya masih terdapat dibeberapa rumah saja, ini semua bersumberdaya masyarakat, jadi bukan bantuan dari FKMD atau Puskesmas, artinya karena adanya proses pembinaan maka UKBM pun terbangun dengan sumber daya dari masyarakat itu sendiri”.

(Wawancara hari Kamis, 14 Januari 2010)

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sub indikator dari indikator input atau masukan Desa Sungai Langka telah melaksanakan dengan cukup baik oleh pihak-pihak pelaksana terkait.

2. Proses

(68)

Desa Sungai Langka harus memenuhi beberapa sub indikator proses yang meliputi:

a) Frekuensi pertemuan FKMD

Untuk mensukseskan program pengembangan desa siaga di Desa Sungai Langka kinerja FKMD sangat diperlukan. Dalam indikator ini, pertemuan anggota FKMD dilakukan pada saat ada kesempatan atau hanya pada saat perencanaan kegiatan penyuluhan saja namun frekuensi pertemuan antar anggota FKMD diupayakan minimal 1 kali setiap bulannya, sekaligus membahas penyusunan laporan. Sedangkan untuk evaluasi dilakukan 3 bulan sekali, meskipun pada tiap-tiap pertemuannya tidak seluruh anggota yang hadir. Untuk itu frekuensi pertemuan antar anggota FKMD dikategorikan cukup baik, hanya saja tidak ada jadwal yang tetap dalam tiap-tiap pertemuannya. Fakta ini diungkapkan oleh informan 5 Pak Ngadiman Selaku Ketua FKMD yaitu:

“Anggota FKMD ada 56 orang, bidan desa sendiri adalah bidan yang sudah ngikutin pelatihan kemudian bidan desa selalu memberikan penyuluhan untuk para anggota anggota FKMD tentang kesehatan dan desa siaga, saya sendiri sebenarnya jadi ketua FKMD ini karena bisa dianggap bantu-bantu soal keuangan tapi kalau untuk fokus di FKMD saya belum sanggup, mengingat saya ini petani, jadi saya harus banyak kebon, apalagi sekarang alagi musim panen, jadi tambah gak terpantau dengan saya, jadi ya saya ngikutin aja aja apa yang bida-bidan desa itu lakukan, lagian saya percaya dengan mereka kalau mereka pasti bisa jalanin tanpa saya harus dampingi”

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010) Informan 6 Eka Aprianti mengungkapkan:

(69)

masing-masing, untuk bidan selaku tenaga ahli pun harus melewati pelatihan sesuai petunjuk yang dikeluarkan Departemen Kesehatan tentang tugas dan fungsi bidan pada pelaksanaan program desan siaga, artinya saya pun melalui proses pelatihan dulu oleh dinas kesehatan kemudian baru dilakukan pengukuhan sebagai bidan desa di Desa Sungai Langka ini. Untuk anggotanya sendiri itu selalu diberi perkenalan tentang pengetahuan pengobatan dasar pada saat PTD, SMD dan MMD dan pengetahuan secara berkala di Poskesdes itu pun buat anggota yang mau-mau saja, kalau yang tidak mau ya gak dipaksa”

(Wawancara hari Rabu, 13 Januari 2010)

Berdasarkan pengakuan informan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa frekuensi pertemuan yang dilakukan oleh anggota FKMD dan Poskesdes menjadi tidak tetap dikarenakan ketidaktersediaan waktu para anggota FKMD karena adanya pekerjaan lain di luar FKMD. Bila melihat hubungan sebab dan akibat maka hal ini juga dipengaruhi karena kurangnya perhatian Pemerintah Desa terhadap anggota FKMD dari segi dana untuk melakukan pertemuan secara rutin.

b) Berfungsi atau tidaknya Poskesdes

Gambar

Gambar 1. Bagan Desa Siaga Basis Indonesia Sehat
Tabel  4: Keterangan Informan
Tabel 5:  Ketepatan    Ukuran-Ukuran   Dasar  Tujuan  dan    Sasaran Kebijakan Desa Sungai Langka untuk Mewujudkan Desa Siaga
Tabel  7: Indikator Keberhasilan Desa Siaga di Desa Sungai Langka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tujuh ajaran Sunan Drajat, terdapat beberapa nilai yang menujukkan bahwa sisi kemanusiaan dapat dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk sosial..

Pemangkasan pucuk dan sisa buah setelah penjarangan tidak menunjukan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun, hal ini diduga karena pada perlakuan tanpa

Bahan yang diperlukan untuk membuat larutan etsa logam kuningan adalah ..c. Pengertian electroplating adalah pelapisan logam dengan logam lain menggunakan bantuan

 Guru melaksanakan penilaian dengan berbagai teknik dan jenis penilaian, selain penilaian formal yang dilaksanakan sekolah, dan mengumumkan hasil serta implikasinya kepada

Untuk mendapatkan karyawan yang berprestasi dalam bekerja, perusahaan harus lebih memperhatikan rekrutmen dan penempatan karyawan secara baik dan benar, sesuai dengan

Telepon ke sesama pengguna dalam satu operator lebih murah, karena Telkom Flexi memiliki keunggulan biaya yang lebih murah terhadap sesama produk Telkom Flexi dengan biaya per