• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERUBAHAN BATAS USIA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK NAKAL (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERUBAHAN BATAS USIA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK NAKAL (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010)"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERUBAHAN BATAS USIA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK NAKAL (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010)

Oleh

RONALD PRADIPTA ALWI

Pemberian tindakan kepada anak nakal dan lebih memfokuskan kepada penangulangannya adalah salah satu wujud dari melindungi anak dari jerat hukum. Secara normatif anak tidak mampu bertanggungjawab karena pertanggungjawaban pidana hanya dapat diberikan kepada seseorang jika memenuhi dua unsur yaitu adanya pengetahuan tentang perbuatan pidana dan adanya kebebasan bertindak. Kecendrungan membawa anak ke mesin peradilan pidana anak, maka anak-anak akan selalu menjadi target kriminalisasi. Padahal penahanan, pemidanaan, merupakan upaya terakhir (ultimum remidium). Sehingga tidak sepatutnya dibawa ke pengadilan apabila tidak perlu. Permasalahan dalam skripsi ini adalah Apa latar belakang ditingkatkanya batas usia pertanggungjawaban pidana anak nakal menjadi 12 (dua belas) tahun, Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana anak nakal setelah putusan Mahkamah Konstitusi.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan, teori-teori, kaidah hukum dan konsep-konsep yang ada hubunganya dengan permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi ini.

(2)

tumbuh kembang Anak. Batas usia anak sekurang-kurangnya 8 tahun dapat diajukan ke Sidang Anak selain tidak sesuai dengan perkembangan psikologis anak, juga mengancam hak anak mengenyam pendidikan dasar, oleh karena membawa anak ke Sidang Anak secara rasional mendorong pemidanaan dan pemenjaraan anak.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan bagian penting sebagai generasi penerus dari suatu bangsa, dengan adanya regenarasi maka perlunya pendidikan dan pertumbuhan yang baik bagi seorang anak untuk melanjutkan pemerintahan yang masa datang, oleh karena itu melindungi hak-hak anak dari segenap tindakan-tindakan buruk yang dapat merugikan serta menyakiti fisik maupun psikis dari seorang anak.

Sebagaimana kita tahu bahwa anak yang masih di bawah umur, masih rentan terhadap pengaruh-pengaruh yang datang dari luar yang mana dapat berdampak negatif bagi dirinya bahkan mungkin bagi orang lain, tetapi karena jiwanya yang masih labil sehingga belum bisa menelaah apakah hal yang ia lakukan adalah baik atau buruk. Oleh karena itu seorang anak seharusnya mendapatkan bimbingan agar tidak melakukan sesuatu yang memberikan dampak negatif bagi dirinya dan orang lain, serta perlindungan terhadap hak-haknya agar tidak tertindas dari orang-orang yang mengambil keuntungan dan melepas tanggung jawabnya.

(4)

yang kurang sehat dapat membuat anak-anak akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan tentu saja dapat merugikan perkembangan pribadinya. Hubungan antara orang tua dengan anak merupakan suatu hubungan yang hakiki, baik hubungan psikologis maupun hubungan mental spritualnya, mengingat ciri dan sifat anak yang khas, maka dalam menjatuhkan pidana atau tindakan terhadap anak nakal diusahakan agar anak jangan dipisahkan dari orang tuanya.

Menurut Tri Andrisman (2011: 7), penyebab anak melakukan kenakalan, baik berupa tindak pidana maupun melanggar norma-norma sosial (agama, susila, dan sopan santun) dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a. Mencari identitas/jati diri; b. Masa puber;

c. Tekanan ekonomi; d. Tidak ada disiplin diri; e. Peniruan;

f. Lingkungan pergaulan yang buruk.

Anak telah menentukan sendiri langkah perbuatanya bedasarkan pikiran, perasaan, dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitarnya dapat dipengaruhi perilakunya. Oleh karena itu dalam menghadapi masalah anak nakal, orang tua dan masyarakat lebih bertanggungjawab terhadap pembinaan pendidikan dan pengembanhgan perilaku anak tersebut.

(5)

urusan domestik atau keluarga, akan tetapi termasuk ke dalam urusan negara. Selain alasan itu, beberapa alasan subjektif dari sisi keberadaan anak sehingga anak membutuhkan perlindungan, yaitu:

(1) Biaya untuk melakukan pemulihan akibat dari kegagalan dalam

memberikan perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan jika anak-anak memperoleh perlindungan; (2) Anak-anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas

perbuatan ataupun tidak adanya/dilakukannya perbuatan dari pemerintah ataupun kelompok lainnya;

(3) Anak-anak selalu mengalami pemisahan atau kesenjangan dalam (4) pemberian pelayanan publik;

(5) Anak-anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan (6) lobi untuk mempengaruhi agenda kebijakan pemerintah;

(5) Anak-anak pada banyak keadaan tidak dapat mengakses perlindungan dan pentaatan hak-hak anak;

(7) Anak-anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalahgunaan. (Putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010: 4)

Pemenuhan hak konstitusional anak itu (Pasal 28B ayat (2)) terganggu dan terlanggar dengan kriminalisasi anak dalam usia terlalu dini, ataupun menempatkan anak negara (yang bukan anak pidana) dengan perlakuan yang sama seperti anak pidana di dalam lembaga pemasyarakatan anak. Angka kejahatan seperti pencurian yang dilakukan oleh anak di Indonesia setiap tahun berjumlah lebih dari 4.000 anak. Sembilan dari sepuluh anak-anak ini akhirnya menginap di hotel prodeo (penjara atau rumah tahanan) karena pada umumnya anak-anak ini tidak mendapat dukungan dari pengacara maupun pemerintah, dalam hal ini dinas sosial. (Putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010: 6)

(6)

orang (1.002 berstatus tahanan dan 2.770 berstatus sebagai anak didik pemasyarakatan). Sedangkan sampai bulan Mei 2003 terdapat sebesar 3.004 anak yang berkonflik dengan hukum. (http://.www.kemenkumham.go.id Diunduh hari Senin, 21 November pukul 20.00 WIB).

Keadaan ini menjadi relevan dan memiliki kausalitas bahwa kriminalisasi anak mengakibatkan pelanggaran hak konstitusional anak dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Padahal disadari betul adanya kerugian dan dampak buruk penahanan anak bersama orang dewasa. (Putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010: 7)

Pada dasarnya sistem peradilan anak merupakan sistem peradilan yang ditujukan untuk memberikan perlindungan dan kesesuaian antara kepentingan anak dan ketertiban umum secara adil dan seimbang. Sistem peradilan anak ini diarahkan kepada penerapan keadilan khusus kepada anak yang melakukan tindak pidana dengan lebih memperhatikan perlindungan sosial, mental, dan moral anak dibandingkan konsep pemidanaan semata-mata. Pendekatan pidana yang ditujukan sistem peradilan anak adalah lebih pada proses rehabilitasi moral dan mental anak dibandingkan pada penerapan sanksi. (Putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010: 145)

(7)

lebih tepat untuk bertanggung jawab atas anak yang berusia 12 (dua belas) tahun untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Masa transisi dalam ilmu kejiwaan dialami anak mulai usia 10 (sepuluh) tahun, dalam bukunya, Soedarsono, (2001: 13) sependapat dengan Andi Mapiere, yang mengutip Elisabet B. Harlock, yang membagi usia anak remaja yaitu masa puberitas usia 10 (sepuluh) tahun atau 12 (dua belas) tahun sampai 13 (tiga belas) tahun atau 14 (empat belas) tahun dan belum sampai 18 (delapan belas) tahun, Pada masa remaja seorang anak mengalami perkembangan sebagai persiapan memasuki masa dewasa, hal ini bedasarkan pendapat tentang remaja.

Berdasarka putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010 yang menyatakan batas umur anak 8 (delapan) tahun dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bersyarat, kecuali dimaknai sebagai 12 (dua belas) tahun. Maksud dari putusan MK tersebut adalah batas umur anak yang dapat di ajukan ke sidang anak adalah umur 12 (dua belas) tahun ke atas.

(8)

Membawa anak ke mesin peradilan pidana anak, maka anak-anak akan selalu menjadi target kriminalisasi. Padahal penahanan, pemidanaan, merupakan upaya terakhir (ultimum remidium). Sehingga tidak sepatutnya dibawa ke pengadilan apabila tidak perlu. Dan jika pengadilan merupakan suatu alternatif terakhir perlunya penegakan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

Perbedaan perlakuan dan ancaman pidana antara orang dewasa dan anak dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depan yang masih panjang. Perbedaan itu dimaksudkan pula untuk memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan memperoleh jati dirinya guna menjadi manusia yang mandiri, bertanggungjawab, dan berguna bagi keluarga dan masyarakat.

Perlunya hukum formal yang mengatur secara khusus tentang peradilan anak dikarenakan struktur kejiwaan anak berbeda dengan kejiwaan orang dewasa dengan alasan inilah maka perlu dilakukan hal-hal khusus terhadap anak yang dijamin oleh hukum, menurut Irma Setyawati (1990: 5), berkaitan erat dengan prinsip kedua Deklarasi Hak-hak Anak, yaitu :

(9)

Tidak semua kenakalan anak berusia 8 (delapan) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dikenakan sanksi penjara, tetapi adanya sanksi penjara sebagai alternatif pilihan sanksi yang dihubungkan antara perbuatan jahat yang dilakukan anak. Pemberian jenis sanksi alternatif dapat memberi menjadi pedoman pemilihan sanksi yang paling tepat, adil dan propesional dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk penulisan skripsi yang berjudulAnalisis Perubahan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Nakal (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang telah di ungkapkan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

a) Apakah latar belakang ditingkatkanya batas usia pertanggungjawaban pidana anak nakal menjadi 12 (dua belas) tahun ?

(10)

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup dari penulisan skripsi ini dibatasi pada kajian ilmu hukum, khususnya ilmu hukum pidana. Substansi pembahasan dibatasi pada Analisis Perubahan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Nakal (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010). Lokasi penelitian diwilayah kota Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas maka, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui latar belakang ditingkatkanya batas usia pertanggungjawaban pidana anak nakal menjadi 12 (dua belas) tahun.

b) Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana anak nakal setelah putusan Mahkamah Konstitusi.

2. Kegunaan Penelitian

Secara garis besar kegunaan penelitian ini adalah : a. Kegunaan Teoritis

(11)

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penulisan ini berguna dalam memberikan jawaban terhadap masalah yang akan diteliti dan sebagai bahan pemikiran dan masukan bagi aktivis, mahasiswa, masyarakat mengenai aturan dan ketentuan yang berhubungan dengan masalah pertanggungjawaban pidana anak nakal.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Menurut Soerjono Soekanto (2008: 125), “kerangka Teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan”.

(12)

Secara historis batas usia anak pada umur 8 (delapan) yang terdapat pada Pasal 1 UUPA ayat (1) sangatlah rendah untuk mengajukan anak dipersidangan. Hendaknya lebih mengutamakan pendekatan persuasive-edukatif dan pendekatan kejiwaan atau psikologis sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang.

Secara yuridis batas usia anak pada umur 8 (delapan) yang terdapat pada Pasal 1 UUPA ayat (1) sangat bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi :

“setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, dan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi”

Secara filosofis batas usia anak pada umur 8 (delapan) yang terdapat pada Pasal 1 UUPA ayat (1) bertentangan dengan cita-cita masyarakat. Karena peraturan itu dibuat untuk melindungi anak dari jerat hukum bukan anak terjerat hukum. Jika seorang anak terkena hukuman pidana maka anak akan terpisah dari orang tua dan saat keluar dari lembaga pemasyarakatan belum tentu anak diterima di masyarakat.

(13)

Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan dengan pengertian “pertanggungjawaban dalam hukum pidana”. Didalamnya terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Jadi apabila dikatakan bahwa orang itu bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat dicela atas perbuatannya. Untuk dapat dicela atas perbuatannya, seseorang itu harus memenuhi unsur-unsur kesalahan sebagai berikut:

a. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat. Artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal.

b. Adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa). Ini disebut bentuk-bentuk kesalahan.

c. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf (Tri Andrisman, 2006: 95).

Perbuatan yang memenuhi rumusan suatu delik diancam pidana yang dilakukan dalam suatu proses sistem peradilan pidana. Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa bukanlah semata-mata merupakan pembalasan melainkan sebagai usaha preventif agar terdakwa bisa merenungkan perbuatan selanjutnya, pencegahan dan penggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan integral dan keseimbangan antara saranapenaldannon penal.

(14)

Anak harus mendapatkan perlindungan hukum demi masa depan sehingga akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan secara wajar, karena anak-anak adalah masa depan dimana manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya mudah terpengaruh untuk oleh keadaan sekitarnya. Akan tetapi dalam hal ini, apabila anak melakukan kejahatan terhadap anak lain juga memerlukan perlindungan hukum, maka akibatnya sanksi pidana yang akan menantinya.

Peraturan mengenai batas umur anak di dalam Pasal 4 UUPA yaitu :

(1) Batas umur anak-anak Batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. (2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak.

Perlindungan hukum bagi anak dalam konsteks hukum pidana formil (Hukum Acara Pidana) harus beroirentasi pada kepentingan hari depan anak. Oleh sebab itu wajarlah apabila diperlukan pendekatan khusus dalam menangani masalah hukum dalam proses peradian anak, seperti yang sering terungkap didalam berbagai pernyataan, antara lain :

(15)

Sistem yang dianut oleh negara Indonesia mengenai pemindanaan anak adalah sistem pertanggungjawaban yang mengatakan bahwa semua anak, asal jiwanya sehat dianggap mampu bertanggung jawab dan dituntut, (E.Y. Ranter dan S.R. Sianturi, 1982: 251).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Dalam menyiapkan generasi penerus bangsa, anak merupakan asset utama. Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan negara. Namun dalam proses tumbuh kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik biologis, psikis, sosial, ekonomi maupun kultural, yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak.

2. Konseptual

Suatu kerangka konsepsionil merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang diinginkan atau akan diteliti (Soerjono Soekanto, 2008: 132). Untuk memberikan kesatuan pemahaman terhadap istilah-istilah yang berhubungan dengan judul skripsi ini, maka di bawah ini akan diuraikan konseptual sebagai berikut :

(16)

unsur-unsur yang bersangkutan. Oleh karena itu masalah yang didapat diperiksa dapat diketahui susunanya. (Telli Sumbu, 2010: 34)

b. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib seseorang untuk menanggung segala sesuatu hal atas perbuatannya yang berkenaan dengan pelanggaran tindak pidana. (Sudarto, 1986 : 47).

c. Batas usia adalah pengelompokan usia maksimum sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan. (Maulana Hasan Wadong, 2000: 24)

d. Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997). e. Anak nakal adalah perbuatan yang dilakukan oleh anak, baik sendiri maupun

bersama-sama yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana ataupun bukan hukum pidana maupun melakukan perbuatan yang oleh masyarakat dianggap sebagai perbuatan tercela. ( Tri Andrisman, 2011: 6)

E. Sistematika Penulisan

(17)

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan penelitian dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka konseptual, dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat hal-hal yang berhubungan dengan tinjuan pustaka, yaitu tentang pengertian dan ruang lingkup hukum pidana, pengertian anak, pertanggungjawaban pidana anak dan pengertian kenakalan anak.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan langkah-langkah atau cara yang dilakukan dalam penulisan yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan, pengolahan, serta analisa data.

IV. PEMBAHASAN

Bab ini memuat pembahasan dari pokok permasalahan tentang latar belakang ditingkatkanya batas usia pertanggungjawaban pidana anak nakal menjadi 12 (dua belas) tahun dan pertanggungjawaban pidana anak nakal (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010).

V. PENUTUP

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana

Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dilarang desertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah ditentukan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang melanggar larangan tersebut. Menurut Suharto (1996: 3), hukum pidana adalah hasil dari jawaban atas pernyataan, siapa, dan bagaimana orang itu dipidana. Apa yang dimaksud disini mengenai perbuatan seperti apa yang dilarang dan sanksi apa yang diberikan oleh undang-undang, siapa dimaksudkan mengenai pertanggungjawaban seseorang, sedangkan bagaimana orang itu dipidana dimaksudkan mengenai presedur pelaksanaan ketentuan undang-undang tersebut.

(19)

Bedasarkan rumusan pengertian-pengertian hukum pidana tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang terdiri sendiri yang berlaku disuatu negara;

2. Hukum pidana mengatur dan menentukan mengenai perbuatan pidana atau tindak pidana atau sanksi pidana bagi perbuatan itu (termuat dalam KUHP); 3. Hukum pidana mengatur dan menentukan mengenai pertanggungjawaban

pidana (termuat dalam KUHP);

4. Hukum pidana mengatur dan menentukan tentang bagaimana cara atau prosedur untuk menuntut kemuka pengadilan bagi pelaku atau pembuat yang disangka melakukan tindak pidana (termuat dalam KUHP).

(20)

Rumusan suatu perbuatan pidana atau tindak pidana yang terdapat dalam perundang-undangan, yaitu :

1. Dengan cara menentukan unsur

Rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP khususnya dalam Buku II adalah mengandung maksud agar dikendaki dengan jelas bentuk tindak pidana apa yang dilarang. Untuk mengetahui maksud rumusan tersebut perlu ditentukan unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan tindak pidana itu.

2. Dengan cara menurut pengetahuan dan praktik pengadilan

Apabila rumusan pasal tindak pidana tidak memungkinkan ditentukan unsur-unsurnya, maka batas pengertian rumusan tersebut diserahkan kepada ilmu pengetahuan dan praktek pengadilan.

3. Dengan cara mencantumkan kualifikasi

Adalah dengan mengkaji hakikat dari tindak pidana tersebut (Suharto, 1996: 33-34).

Menurut Suharto (1996: 27-28), dalam mempelajari hukum pidana dikenal pula tingkatan dalam ilmu hukum pidana, yaitu :

1. Tingkat Pertama adalah Interprestasi

Interprestasi bertujuan untuk mengetahui pengertian objektif dari apa yang termaksud di dalam aturan hukum, bukan pengertian subjektif seperti yang dimaksud oleh pembentuk aturan pada waktu aturan itu dibuat. Dengan pengertian objektif artinya ilmu itu didalam masyarakat. 2. Tingkat Kedua Konstruksi

Setiap tindak pidana dirumuskan dengan peraturan yang terbentuk bangunan yuridis yang terdiri dari unsur-unsur tertentu dengan tujuan agar apa yang tercantum dalam bentukan atau bangunan itu merupakan pengertian dan batas-batas yang jelas untuk membedakan antara bangunan yuridis yang satu dengan yang lain.

3. Tingkat Ketiga adalah Sistematik

(21)

B. Pertanggungjawaban Pidana Anak

Pidana dan tindakan diatur dalam Bab III tentang pidana dan tindakan dari Pasal

22 sampai dengan pasal 32 UUPA. Menurut Pasal 22 UUPA : “Terhadap anak

nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam

Undang-Undang ini”. Bedasarkan ketentuan Pasal 22 tersebut dapat diketahui

bahwa stesel pemidanaan yang dianut dalam KUHP maupun UUPA tetap sama, yaitu menganut “Double Track System”. Artinya : system penjatuhan pidana yang

didasarkan pada 2 (dua) jenis sanksi, yang terdiri dari pidana dan tindakan” (Tri

Andrisman, 2011: 54).

1. Pidana

Pidana yang dapat dijatuhkan pada anak nakal diatur dalam Pasal 23 UUPA sebagai berikut :

(1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan.

(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah: a. Pidana penjara;

(22)

(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), terhadap anak nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi

(4) Kententuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

2. Tindakan

Mengenai tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal diatur dalam Pasal 24 UUPA sebagai berikut :

(1) Tindakan yang dapat kepada anak nakal ialah :

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau

c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

(2) Tindakan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan hakim.

(23)

Pasal 45

Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan :

Memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tampa pidana apapun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, tampa pidana apapun, yaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut pasal 498, 490, 492, 497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusanya menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana.

Pasal 46

(1) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, maka lalu dimasukkan dalam rumah pendidikan warga, supaya menerima pendidikan dari pemerintah atau dikemudian hari dengan cara lain; atau diserahkan kepada seorang tertentu atau kepada sesuatu badan, yayasan atau lembaga amal untuk menyelenggarakan pendidikanya atau dikemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan cara lain; dalam kedua hal diatas paling lama samapai umur 18 tahun; (2) Aturan untuk melaksanakan ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan

(24)

Pasal 47

(1) Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap perbuatan pidananya dikurangi sepertiga;

(2) Jika perbuatan merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, maka dijatuhkan pidana paling lama lima belas tahun;

(3) Pidana tambahan yang disebut dalam pasal 10 sub b, nomor 1 dan 3, tidak dapat dijatuhkan.

C. Pengertian Anak

Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah penerus cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa. Hak asasi anak dilindungi dalam pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Anak merupakan amanah dan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. (Rika Saraswati, 2009: 1).

(25)

Arti anak dari aspek sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan kondrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspresi sebagaimana orang dewasa.

Faktor keterbatasan kemampuan dikarenakan anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa. Faktor keterbatasan kemampuan dikarenakan anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar, dan proses sosialisasi dari akibat usia yang belum dewasa: disebabkan kemampuan daya nalar (akal) dan kondisi fisik dalam pertumbuhan atau mental spiritual yang berada di bawah kelompok usia orang dewasa (Roeslan Saleh,1993: 7).

Istilah pengertian anak didalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UUPA) diatur dalam Pasal 1 angka (1) sebagai berikut :

“Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal mencapai umur 8 (delapan)

tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”

Kaitanya dengan batasan atau tingkatan usia, dapat dibandingkan dengan pengaturan anak dalam peraturan-peraturan lain, sebagai berikut :

1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP)

(26)

penjatuham pidana. Diserahkan kepada pemerintah tampa pidana sebagai anak negara atau juga dapat dijatuhi pidana, sedangkan apabila batasan anak dalam KUHP sebagai korban kejahatan sebagaimana diatur dalam BAB XIV ketentuan pasal 287, 290, 292, dan 295 KUHP adalah berumur kurang dari 16 (enam belas) tahun.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

KUHAP tidak secara eksplisit mengatur batas usia pengertian anak, namun dalam Pasal 153 ayat (5) memberikan wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai 17 (tujuh belas) tahun untuk menghadiri sidang.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (BW)

Pasal 330 ayat (1) BW membuat batasan antara belum dewasa dengan telah dewasa, yaitu 21 (dua puluh satu) tahun, kecuali anak tersebut sudah pernah kawin sebelum berumur 21 (dua puluh satu) tahun dan dewasa.

4. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 angka (2) : “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21

(dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 1 angka (5) : “Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18

(27)

6. Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Dalam hal ini Undang-Undang yang umum adalah KUHP dan KUHAP, sedangkan Undang-Undang yang khusus adalah UUPA. Manakala dalam penerapanya dapat ketentuan yang sama dengan yang diatur dalam UUPA, maka yang diberlakukan adalah UUPA jadi batas umur anak menurut UUPA adalah 8 (delapan)–18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

(28)

D. Pengertian Kenakalan Anak

Mengnai pengertian kenakalan anak atau remaja yang lebih dikenal dengan istilah Juvenile Deliquencybelum ada keseragaman pendapat untuk memberikan batasan yang cukup dalam satu rangkaian kalimat. Hal ini desebabkan oleh kompleksnya masalah yang menyangkut kehidupan anak yang sifat-sifatnya kenakalan anak yang berhubungan dengan aspek-aspek yuridis, sosiologis, psikologis dan lain sebagainya.

Menurut Kartini Kartonojuvenile: delinquencydapat diartikan sebgai berikut : “Juvenile Delinquency adalah prilaku jahat/asusila atau kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja disebabkan oleh satu bentuk pengabdian sosial sehingga mereka itu mengembangkan tingkah laku yang menyimpang”. (Kartini Kartono, 1989 : 7)

Beberapa ilmuan mengartikan Juvenile Deliquency menjadi kenakalan remaja. Konsep ini untuk menghindari istilah “Kejahatan Anak”, dimana istilah ini dapat menimbulkan konotasi cenderung negative dan pada giliranya akan membawa efek psikologis yang negatif bagi anak.

(29)

Secara yurudis masalah kenakalan remaja telah mendapat jaminan adanya kapasitas hukum terutama hukum pidana terdapat beberapa pasal dalam UUPA yang secara langsung mengatur dan menunjuk.

Pasal 23 UUPA

(1) Pidana yang dapat dijatuhi kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan.

(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhi kepada Anak Nakal ialah : a. Pidana penjara;

b. Pidana kurungan c. Pidana denda; atau d. Pidana pengawasan

(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

(4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 24 UUPA

(1) Tindakan yang dapat dijatuhi kepada Anak Nakal :

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

(30)

c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

(2) Tindakan sebagai tanda dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim.

Pasal 26 UUPA

(1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

(2) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(3) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b.

(31)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan, teori-teori, kaidah hukum dan konsep-konsep yang ada hubunganya dengan permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang dipergunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan dan perundang-undangan serta narasumber yang bersedia memberikan informasi mengenai permasalahan yang ada dalam skripsi ini.

(32)

a. Bahan hukum primer yaitu terdiri dari ketentuan perundang-undangan : 1. UUD 1945;

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHAP);

3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; 5. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 6. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak; 7. Putusan Mk No.1/PUU-VIII/2010.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer antara literatur dan referensi, misalnya artikel-artikel ilmiah, buku-buku, dan bahan-bahan yang berhubungan dengan Analisis Perubahan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Nakal (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010).

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, biografi, ensiklopedia dan sebagainya.

C. Penentuan Narasumber

(33)

Sebanyak 1 (satu) orang Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan sebanyak 1 (satu) orang Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur pengumpulan data

Untuk memperoleh data penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoeh data-data skunder

Sehubungan dalam hal ini penulis melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentar dengan cara membaca, mencatat, mengutip buku-buku atau referensi dan menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi lain yang ada hubungannya dengan permasalahan yang ada di dalam skripsi ini.

b. Studi Dokumen

Mempelajari berkas-berkas dokumen yang berkaitan dengan Analisis Perubahan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Nakal (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010).

2. Prosedur Pengolahan Data

Dari data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun dari studi kepustakaan digunakan metode-metode antara lain:

a. Editing Data

(34)

b. Klasifikasi Data

Menempatkan data-data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan sesuai dengan pokok bahasan agar mudah menganalisis.

c. Penyusunan Data

Dengan menyusun dan menempatkan data pada setiap pokok permasalahan konsep dan tujuan penelitian agar mudah dalam menganalisis data.

E. Analisis Data

(35)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis perubahan batas usia pertanggungjawaban pidana anak nakal berdasarkan putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

(36)

2. Pertanggungjawaban pidana anak nakal setelah berlakunya putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010 adalah batas umur anak yang dapat di ajukan ke sidang anak adalah umur 12 tahun ke atas. Namun tidak semua kenakalan anak dari usia 12 tahun sampai dengan 18 tahun dikenakan sanksi penjara, tetapi adanya sanksi pidana penjara sebagai alternative pilihan sanksi yang dihubungkan antara perbuatan jahat yang dilakukan dan sikap batin yang bersangkutan sehingga pengenaan sanksi pidana tepat untuk dikenakan kepada anak nakal. Sanksi pidana penjara bagi anak ditempatkan sebagai ancaman sanksi yang terakhir atau ultimum remidium. Hendaknya sedini mungkin anak dijauhkan dengan sanksi pidana, Karena sanksi pidana hanya akan menghambat proses perkembangan anak. Pengenaan tindakan haruslah yang lebih diutamakan karena pada dasarnya anak tidak dapat mempertanggungjawabkannya kecuali mereka sudah dewasa.

B. Saran

(37)

2. Hendaknya sejak dini anak dihindarkan dari penjatuhan sanksi pidana terlebih lagi pelaku anak dibawah umur cukup dengan pemberian tindakan atau pidana bersyarat dan diserahkan kepada orangtuanya untuk dididik dan dibina, baik agama, moral, dan etika. Dengan demikian, orangtua mempunyai tanggungjawab yang besar agar anak tidak menanggulangi perbuatan yang sama, karena dengan pembinaan tersebut mampu membentuk watak atau karakter anak dalam berprilaku.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2011.Hukum Peradilan AnakUNILA. Bandar Lampung.

________, 2006.Asas-asas dan Dasar Aturan Hukum Indonesia. UNILA. Bandar Lampung

E.Y. Ranter dan S.R. Sianturi, 1982. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapanya,Alumni AHM-PTHM. Jakarta

Gultom, Maidin. 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak. Bandung: Refika Adiatama

Hasan wadong, Maulana. 2000. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak.Jakarta: Gramedia

Kartono, Kartini. 1989. Patalogi Sosial 2 dan KenakalanRemaja C.V Rajawali Press. Jakarta

Mardalis. 2004. Metode Penelitian suatu Pendekatn Proposal. Bumi Aksara. Jakarta

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni

Moeljatno. 2000. Asas-asas hukum pidana. Rineka Cipta. Jakarta

Saleh, Roeslan. 1883. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Aksara Baru. Jakarta

Saraswati, Rika. 2009. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung

Setyawati, Irma. 1990.Aspek Hukum Perlindungan Anak.Bumi Aksara. Jakarta Soedarsono. 2001. Kenakalan Remaja.Rineka Cipta. Jakarta.

(39)

Suharto. 1996.hukum acarapidanaIndonesia. Sinar Grafika.Jakarta

Telly Sumbu, DKK. 2010. Kamus Umum Politik dan Hukum. Jala Permata Aksara. Jakarta.

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas lampung. Bandar Lampung

Wahyudi, Setya. 2011. Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Porwokerto: Genta Publishing Putusan Mk No. 1/PUU-VIII/2010

Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(40)

(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010)

(Skripsi)

Oleh

RONALD PRADIPTA ALWI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(41)

(Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010)

Oleh:

RONALD PRADIPTA ALWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(42)

halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana ... 16

B. Pertanggungjawaban Pidana Anak ... 19

C. Pengertian Anak ... 22

D. Pengertian Kenakalan Anak ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 29

B. Sumber dan Jenis Data ... 29

C. Penentuan Responden... 30

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 31

E.Analisis Data... 32

VI.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Karakteristik Narasumber... 33

B.Petikan Putusan MK No. 1/PUU-VIII/2010 tentang Perubahan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Nakal... 34

(43)

V.PENUTUP

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56

(44)

NAKAL (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010)

Nama Mahasiswa :RONALD PRADIPTA ALWI

No. Pokok Mahasiswa : 0812011274 Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

I. Komisi Pembimbing

Tri Andrisman, S.H., M.H. Gunawan Jatmiko, S.H., M.H.

NIP. 19611231 198903 1 023 NIP. 19600406 198903 1 003

II. Ketua Bagian Hukum Pidana

(45)

1. Tim Penguji

Ketua :Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Sekretaris/ Anggota :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ...

Penguji Utama :Firganefi, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003

(46)

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 1 November 1989, merupakan putra pertama dari dua bersaudara buah cinta dari pasangan Ayahanda Alwi Amin dan Ibunda Karollina, S.Pd. Jenjang Pendidikan penulis diawali pada pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di Aisyah Kota Metro yang diselesaikan pada tahun 1996. Kemudian lanjut pada Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Kota Metro dan diselesaikan pada tahun 2002, Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 4 Kota Metro diselesaikan pada tahun 2005, Setelah itu melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Kota Metro diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 Penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Reguler. Pada tahun 2011, mengikuti kuliah kerja nyata (KKN) di Pekon Bandung Baru kecamatan Adi Luwih kabupaten Pringsewu.

(47)

Dan allah menyukai orang-orang yang bersabar (Qur an, ali imran: 146)

Setiap muslim yang menanam suatu tanaman atau suatu tumbuhan, kemudian tanamnya itu dimakan oleh burung,

manusia atau hewan, maka itu akan menjadi sodaqoh baginya

(Hadist riwayat Al Bukhari)

"aku berpikir maka aku ada" (Descartes)

Hidup itu seperti naik sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak

(Albert Einstein)

Takdir setiap manusia memang ditentukan sejak lahir, tetapi dengan kerja keras kita dapat mengalahkan takdir

(Naruto Uzumaki)

Orang yang bahagia adalah orang yang memulai hidupnya dengan berdoa, mengabdikanya dengan menolong,

menyertainya dengan senyum, dan memngakhirinya dengan bersyukur

(48)

✁ ✂ ✄☎ ✂ ✆✝✝ ✞✝ ✂ ✄✝ ✆✟ ✥☎ ✆ ☎ ✂ ✠✁ ✂ ✄✡☛☎☞✞ ☎✌ ☎✌ ✍ ✡✎ ✡✞ ✎✁ ☞ ☎✆ ☎

☎✏✏☎✑ ✒ ✓✔ ☎✕ ☎✌ ✞ ☎✑✠☎✕ ✆ ☎✂✑ ✝ ✆ ☎ ✍☎✑ ✖ ✗ ✍ ☎✌✁ ✞✕ ☎ ✘✡ ✂ ✘✡✂ ✄☎ ✂

✕ ✝ ✂ ✄✄✝ Rasulullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan Skripsi ini sebagai bukti hormat, bakti dan sayang kepada ayahanda dan ibundaku, dua insan manusia

yang begitu sangat kusayangi dan kucintai, berkat didikan, bimbingan dan doa mereka dalam membesarkanku sehingga

aku bisa menjadi orang yang berhasil.

Adik kandungku chindy chintya carol, kakek dan alm nenekku serta seluruh keluarga besar.

selalu memotivasi, doa dan perhatian sehingga aku lebih yakin dalam menjalani hidup ini.

Seseorang

Yang selalu mengisi hari-hariku, tempat berkeluh kesah, orang yang selalu memberiku semangat, motivasi dan penuh

perhatian.

Sahabat dan teman-teman yang selalu menemani, memberikan dukungan dan do anya untuk keberhasilanku, terimakasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu

yang kita lalui bersama.

(49)

Assalammu’alaikun Wr. Wb.

Dengan mengucap Alhamdulillahirabbil a’lamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “Analisis Perubahan Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Nakal (Studi Putusan Mahkamah

Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010)”. sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(50)

banyak membantu dalam perbaikan skripsi ini agar lebih baik. Terima kasih atas kebaikan hati, kesabaran, dan waktu yang telah diberikan untuk membimbing penulis;

5. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H., selaku Pembimbing II (dua) yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H., selaku Pembahas II (dua) yang telah memberikan waktu, masukan, dan kritik dalam penulisan skripsi ini;

7. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H., selaku narasumber atas waktu dan ilmu pengetahuanya yang telah diberikan dalam membantu menyempurnakan skripsi ini.

8. Ibu Rilda Murniati, S.H., M.H., selaku pembimbing akademik penulis;

9. Seluruh Dosen Pengajar dan staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung khususnya Mbak Sri dan Mbak Yanti yang telah membantu penulis dalam memenuhi syarat administrasi selama penyusunan dan seminar skripsi ini;

10. Kepala Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung yang telah memberikan izin dan memberikan bantuan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian;

11. Orang tuaku Ayahanda Alwi Amin dan Ibunda Karollina S.P.d., serta adikku tersayang chindy chintya carol terima kasih atas do’a dan dukunganya;

(51)

kasih atas do’a dan dukunganya;

13. My love yang menemani hari-hariku saat saat sedih maupun senang serta telah memberikando’a dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini;

14. Sahabat-Sahabatku aziz, yan, fery, ade, meytha, iqbal, radit, asep, ira, anisa, uci, dewi, terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan selama ini;

15. Teman–teman Fakultas Hukum Universitas Lampung: Andre Bramahesa, S.H., Rio Pradana Akbar, S.H., Syendro Eka Syahputra, S.H. Rendy Rega S, S.H., Ferdy Ardiansyah, S.H., Pery Febriansyah, S.H., Tomy Sudrajat, S.H. Wahbi Rahman, S.H., Abdi Vodka Pambudhi, S.H., Doni Hendry Wijaya, S.H., Herdi SDA, S.H., Kamal Putra Thamrin, S.H., M. Insan Kamil, S.H., Ricky Anggara, S.H., Ricky Darmawan, S.H., Yogi Aprianto, S.H., Rio Caesar, S.H., Joko Febrianto, S.H., Rangga Canvarianda, S.H., Rahmadin Bagus Rafle J, S.H., Priska Amelia, S.H., Susiana, S.H., Yunita Dwi Utami M, S.H., Ira Famillia Sari, S.H., Ghea Risalia, S.H., Resiana Artiara, S.H., Ratih Rohmanita, S.H. Dan kawan-kawan yang yang lain selalu bersama suka & duka dan selalu memberikan semangat, Do’a serta bantuan baik secara

moril maupun materil;

(52)

menimba ilmu di Universitas Lampung, Semangat pagi !;

17. Teman-teman Kaskus forum Tanaman dan komunitas Tin dan Zaitun, Mas H. Sulis, om Dody andreas, om Ahmad Fauzi, om Handa, om Halim, om Tamam, om Budi, om Wardoyo, om Bayu, om Tri, om Alief, om Tama, om Ibrahim, om armand, om indra, om mukafi, om nico, makasih atas dukungan dan doanya kalian semua;

18. Serta semua pihak yang belum sebutkan satu persatu tapi tak akan terlupakan; 19. Serta Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak yang berkepentingan pada umumnya untuk kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat bagi semua.

Semoga Allah SWT menjaga kita semua dan membalas ketulusan hati serta amal kebaikan yang telah diberikan.Amin.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis,

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan bermain futsal adalah memasukan bola ke gawang lawan sebanyak mungkin dan mencegah gawang sendiri kemasukan bola oleh lawan dengan memanipulasi bola menggunakan

Rencana pengawasan akademik merupakan penjabaran dari program semester kedalam rencana kegiatan yang disusun secara rinci yang berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan pemantauan,

Dengan ini menyatakan bahwa usulan saya dengan judul “Isolasi Dan Karakterisasi Bakteri Termofilik Penghasil Protease Dari Sumber Air Panas

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kepada Allah sehingga dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Analisis

Pengembangan Desain Didaktis Geometri Dimensi Tiga Dalam Kelas Inklusif Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Tanaman tomat diketahui memiliki kandungan kimia yang cukup tinggi antara lain alkaloid, arbutin, amigdalin, dan pektin Penelitian ini bertujuan untuk menguji

mata dunia. Website ini dapat menjadi media pemenuhan kebutuhan informasi pengunjung situs akan informasi tentang Candi Muara Jambi. Karena itulah penulis tertarik

Dalam ajaran Islam, ibadah manusia dan jin lebih disukai oleh Allah dibandingkan ibadah para malaikat, karena manusia dan jin bisa menentukan pilihannya