• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN

PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

Ayu Azkhari

201210230311066

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

i

SKRIPSI

Oleh:

Ayu Azkhari

201210230311066

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

ii

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Ayu Azkhari 201210230311066

FAKULTAS PSIKOLOGI

(4)

iii

1. Judul Skripsi : Hubungan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun

2. Nama Peneliti : Ayu Azkhari 3. NIM : 201210230311066 4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 1 Maret – 14 Maret 2016

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 4 Mei 2016

Dewan Penguji

Ketua Penguji : Dr. Iswinarti, M.si ( ) Anggota Penguji : 1. Diana Savitri Hidayati, M.Psi ( ) 2. Yudi Sudarsono, M.Si ( ) 3. Zainul Anwar, M.Psi ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Iswinarti, M.Si Diana Savitri Hidayati, M.Psi

Malang, Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(5)

iv Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ayu Azkhari NIM : 201210230311066 Jurusan/Fakultas : Psikologi/Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri Terhadap Pensiun.

1. Bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak bebas royalti non ekslusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui, Malang, 04 Mei 2016

Ketua Program Studi Yang Menyatakan

(6)

v

Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat, Nikmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis diberi banyak kemudahan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri Terhadap Pensiun” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dr. Iswinarti, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam penyusuan skripsi.

dengan penuh kesabaran, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Diana Savitiri Hidayati M.Psi., selaku Pembimbing II sekaligus dosen wali penulis yang

telah mendukung dan memberi pengarahan dengan sabar sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Psi., selaku ketua program Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan berbagai kemudahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak-bapak dan ibu-ibu pensiunan Kota Malang yang telah menjadi responden dalam penelitian ini, yang dengan senang hati meluangkan waktunya untuk mengisi kuosiner penelitian saya.

6. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen di Fakultas Psikologi UMM yang selama ini telah membekali penulis dengan pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat, terimakasih atas bimbingannya selama ini.

7. Ayahanda Abdul Muis dan Ibunda Hadija yang senantiasa memberikan kasih sayangnya dan memberi dukungan serta mendo’akan kesuksesan anaknya. Hal ini merupakan motivasi terbesar penulis dalam menjalankan perkuliahan hingga proses skripsi ini selesai.

8. Saudaraku tercinta Roby Azhari dan Muhammad Azhari yang telah memberikan nasihat serta motivasi dalam meyelesaikan studi ini.

9. Teman-teman Fakultas Psikologi khususnya kelas Psikologi A angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan juga bantuan dalam proses penyelesaian skripsi.

10.Sahabat-sahabatku Kak Santi, Defi, Manda, Syifa, Ika, Satria, Alim, Dik Lady dan Dik Evi yang telah memberikan motivasi serta bantuan dalam proses turun lapang.

11.Keluarga besar Co. Trainer P2KK 2015-2016 yang menyemangati penulis untuk segera menyelasaikan skripsi ini.

(7)

vi

Semoga jasa dan amal baik yang telah Bapak, Ibu dan Teman-teman berikan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT, Aamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan guna menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini bisa bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Malang, 04 Mei 2016 Penulis

(8)

vii

Halaman Sampul Dalam ... ii

Halaman Judul ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Surat Pernyataan ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

Judul Skripsi ... 1

Abstrak ... 1

Pendahuluan ... 2

Landasan Teori ... 5

Hipotesa Penelitian ... 9

Metode Penelitian ... 9

Hasil Penelitian ... 11

Diskusi ... 12

Simpulan dan Implikasi ... 15

Referensi ... 15

(9)

viii

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 11

Tabel 2. Uji Normalitas ... 11

Tabel 3. Uji T-Score Skala Kecerdasan Emosi ... 12

Tabel 4. Uji T-Score Skala Penerimaan Diri ... 12

(10)

ix

(11)

x

Lampiran 2. (Blue Print Skala Try Out Penelitian) ... 26

Lampiran 3. (Skala Turun Lapang Penelitian) ... 29

Lampiran 4. (Input Hasil Penelitian) ... 35

Lampiran 5. (Output Analisis Data) ... 42

(12)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN

PENERIMAAN DIRI TERHADAP PENSIUN

Ayu Azkhari

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Ayuap26@gmail.com

Penerimaan diri terhadap pensiun dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang memiliki penghargaan yang tinggi pada dirinya sendiri dimasa pensiun. Individu akan dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik ketika mereka dapat memahami dan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, terlebih usia pensiun masuk dalam kategori madya lanjut. Penerimaan diri yang baik dimasa pensiun akan terbentuk apabila didukung oleh salah satu faktor yaitu kecerdasan emosi, karena hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah kecerdasan emosional para pensiun itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan subjek penelitian sebanyak 161 pensiun PNS di Kota Malang. Metode pengumpulan data menggunakan dua skala yaitu skala Kecerdasan Emosi dan skala Penerimaan diri terhadap pensiun yang dianalisis melalui korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun dengan nilai korelasi r = 0.689; p = 0.000 < 0.05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi dapat memberikan kontribusi pada penerimaan diri terhadap pensiun.

Kata Kunci: Kecerdasan emosi, Penerimaan diri terhadap Pensiun

Self-acceptance of pensions can be defined as a situation where a person has a high reward in itself future retirement. Individuals can be said have to a good self-acceptance when they can understand and accept all their advantage and disadvantage, especially the retirement age into the category of middle-up. A good self-acceptance in future pensions will be formed if it is supported by one of the factors that emotional intelligence, because the things that can affect receiving retirement is actually the emotional intelligence of the pensions itself. The purpose of this research is to determine the relations between emotional intelligence and self-acceptance toward retirement. This research is quantitative research with research subject as many as 161 pensions’ civil servants (PNS) in Malang. Methods of data collection using two scales that are emotional intelligence scale and self-acceptance scale were analyzed through product moment correlation. The result showed a significant positive relationship between emotional intelligence and self-acceptance towards retirement with a value of correlation r = 0689; p = 0.000> 0.05. Thus, it can be concluded that emotional intelligence can contribute to the acceptance of the pension.

(13)

Seseorang yang bekerja dan sudah memasuki usia tua maka akan tiba saatnya berhenti bekerja dan menikmati hasil kerja yang diperolehnya selama ini, sehingga pada masa ini biasanya disebut dengan masa pensiun. Pensiun merupakan sebuah masa yang tidak dapat dihindari bagi seseorang pekerja, terlebih seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bagaimana pun juga pada masa ini pasti akan dihadapi oleh para PNS yang telah memasuki batasan usia tertentu, dimana para pekerja tersebut selanjutnya harus berhenti dari pekerjaannya selama ini. Pada masa ini merupakan sebuah masa transisi yang menempatkan seseorang sampai pada status yang baru dalam masyarakat atau tahapan yang baru di dalam hidupnya.

Usia pensiun masuk dalam kategori madya lanjut. Pada tahap ini sebenarnya seseorang masih cukup produktif namun kenyataannya mereka harus tetap memasuki masa pensiun. Masa pensiun terkadang membuat individu berat menjalaninya, dengan berbagai asumsi seperti merasa kehilangan identitas diri ataupun status. Mereka yang berada di masa pensiun akan memunculkan reaksi-reaksi yang berbeda yaitu mereka yang dapat menerima kepensiunannya dan individu yang tidak siap dan menjadi terpuruk dengan kepensiunannya. Fenomena semacam ini sesuai dengan pendapat Rini (2001) bahwa pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan yang seperti apa yang akan dihadapinya kelak. Idealnya masa pensiun tidak perlu ditanggapi dengan kecemasan, artinya seseorang akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa di ambil ketika masa pensiun tiba.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) yaitu mengenai fenomena yang menjelaskan tentang hal yang terjadi di masa pensiun yaitu pensiunan PNS di Yogyakarta merasa tidak berguna lagi, aktivitas kesehariannya hanya luntang-lantung. Banyak kasus yang menyebutkan bahwa pensiunan langsung jatuh sakit karena kaget dengan fase baru yang harus mereka hadapi, yaitu kehidupan setelah pensiun. Sebelum masa pensiun terjadi, dalam kesehariannya mereka memiliki aktivitas dengan jadwal kerja yang padat dan dihormati bawahan. Namun, begitu masuk masa pensiun, tiba-tiba terlepas dari rutinitas kesibukan mereka. Ini berarti bahwa individu yang berada pada masa pensiun secara tidak langsung megalami perubahan pola hidup, yaitu dimana dulunya bekerja menjadi tidak bekerja. Sehingga orang-orang yang berada pada masa pensiun diharapkan mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan kondisi dan memiliki kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut (Pannes dalam Hurlock, 1973)

(14)

dilakukan tahun 1986 oleh Braithwaite dkk (dalam Hoyer, 2003) yaitu mengenai perbedaan gaya penyesuaian diri terhadap pensiun. Penelitian tersebut berfokus pada orang-orang yang tidak dapat menerima pemberhentian dengan masa pensiun mereka dan berlanjut memiliki

problem coping. Bagi mereka yang memiliki penyesuaian yang buruk terhadap masa pensiun biasanya menunjukkan kesehatan yang buruk, sikap yang negatif terhadap pensiun, memiliki kesulitan melakukan transisi dan penyesuaian sepanjang rentang kehidupan dan ketidakmampuan untuk melawan perasaan kehilangan pekerjaan, sehingga dengan kata lain individu tersebut tidak dapat melakukan penerimaan diri.

Merujuk pada penjelasan tersebut, maka penerimaan diri menghadapi pensiun dapat disimpulkan bahwa individu menerima diri dan mau menjalani pola hidup baru yang dialami di masa pensiunnya serta mengembangkan kemampuan diri baik dari segi produktifitas dan kreatifitas yang dimiliki, sehingga mampu memunculkan usaha-usaha dalam pencapaian kebutuhan hidup dan menghasilkan sesuatu yang dapat membanggakan di masa pensiun. Hal ini sejalan dengan pendapat Pannes (dalam Hurlock, 1973) yang mengartikan penerimaan diri sebagai suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Individu yang melakukan penerimaan diri di masa pensiunnya akan merasa bahwa karakteristik tertentu yang dimilikinya adalah bagian diri yang tidak terpisahkan, yang selanjutnya dihayati dan disyukuri sebagai anugerah. Segala apa yang ada pada dirinya dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan, sehingga individu tersebut memiliki keinginan untuk terus dapat menikmati kehidupan di masa pensiunnya. Terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi di masa pensiun yaitu individu dapat menerima status kepensiunannya ataupun tidak menerima status kepensiunannya. Individu pensiun akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa diambil apabila menggunakan potensinya dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat, sehingga secara tidak langsung individu dapat melakukan penerimaan diri yang baik terhadap status kepensiunannya. Menurut Back (dalam Admin, 2007) faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima masa pensiun dalah masalah emosional para pekerja terhadap pensiun itu sendiri. Sehingga dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi emosional yang memiliki asumsi bahwa masa pensiun hanya merupakan masa transisi dari kehidupan bekerja menjadi kehidupan tidak bekerja, maka akan membuat individu yang memasuki masa pensiun merasa tidak terlalu terbebani dengan keadaan tersebut.

Pentingnya proses penerimaan diri pada masa pensiun dikemukakan oleh oleh Hawari (2004) yang menyatakan bahwa kehilangan pekerjaan (PHK atau pensiun) yang berakibat pada pengangguran akan berdampak pada gangguan kesehatan bahkan bisa sampai pada kematian. Berdasarkan hasil penelitian Brenner pada tahun 1979 yang dikutip oleh Hawari (2004) terbukti untuk setiap 1% kenaikan pengangguran di Amerika Serikat tercatat 44% mengalami stress dan menunjukkan perubahan perilaku emosi. Sehingga fenomena semacam ini seharusnya menjadikan orang-orang yang berada pada masa pensiun harus cerdas dalam mengelola keadaan emosinya, menerima masa pensiun dengan lapang dada serta melakukan persiapan-persiapan yang bermanfaat agar nantinya akan lebih siap untuk menyambut masa pensiun.

(15)

seseorang akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa di ambil ketika masa pensiun tiba guna memperoleh suatu kebahagiaan di masa lanjut usia ini, karena komponen kebahagiaan bagi individu lanjut usia adalah penerimaan diri (Hurlock, 1959).

Individu yang memiliki kecerdasan emosi di masa pensiun maka akan membuat mereka mampu mengatasi hal-hal yang terjadi di masa tersebut karena memiliki kemampuan pengendalian dirinya atas keadaan-keadaan di masa pensiun. Hal ini didukung oleh pendapat Bar-on (dalam Stein & Book, 2002) bahwa kecerdasan emosi dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan, namun orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri maka akan kurang mampu dalam hal pengendalian moral (Hurlock, 1994).

Menurut Goleman (2006) individu yang mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan lebih kritis dan rasional dalam menghadapi berbagai macam masalah, sehingga individu yang memasuki masa pensiun yang memperoleh skor tinggi dalam kecerdasan emosionalnya maka akan lebih mampu membantu mereka untuk beradaptasi dengan tuntunan hidup, karena dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam melakukan penerimaan diri menjalani kehidupan pensiun. Dapat dikatakan bahwa individu dengan kecerdasan emosi mampu menyikapi secara positif perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan dengan masa pensiunnya, namun sebaliknya apabila individu tidak dapat mengendalikan kehidupan emosinya maka akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih (Admin, 2007).

Menurut Schneiders (1955) individu yang memiliki kecerdasan emosi berarti individu mampu menempatkan potensi yang dikembangkan oleh dirinya dalam suatu perubahan kondisi, dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan sehat. Artinya dengan kecerdasan emosi individu mampu menerima tanggung jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya sebagai beban, dengan rasa percaya diri berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan cara-cara yang aman untuk diri dan lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial. Kemudian pada akhirnya, individu lanjut usia yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menerima dirinya seperti apa adanya, sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan (Mouly, 1960). Artinya individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mampu mengatasi permasalahan yang dialaminya di masa pensiun, sehingga ketakutan-ketakutan yang ada pada dirinya tidak akan dibiarkan bekermbang begitu saja.

(16)

individu lanjut usia maka akan semakin rendah juga penerimaan dirinya. Sehingga dari fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri terhadap Pensiun”. Dimana penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun? Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu harapannya dapat menambah rujukan referensi dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya dalam kajian psikologi yang menyangkut tentang hubungan kecerdasan emosi dengan penerimaan diri pensiun. Bagi peneliti, dapat memahami bagaimana konsep penerimaan diri para pensiun yang berhubungan dengan kecerdasan emosi, sehingga nantinya berguna di kemudian hari. Sedangkan bagi responden diharapkan dapat melakukan persiapan-persiapan di masa pensiun sehingga dapat melakukan penerimaan diri yang baik.

Kecerdasan Emosi

Menurut Salovey (dalam Goleman, 2000) kecerdasan emosi merupakan proses mental yang terlibat dalam pengakuan, penggunaan, pemahaman, dan pengelolaan sendiri dan keadaan emosional orang lain untuk memecahkan masalah dan mengatur perilaku. Selanjutnya kecerdasan emosi menunjukkan bahwa individu dapat berinteraksi dengan baik sehingga menjadi kualitas untuk mengenali emosi pada diri sendiri kemudian emosi tersebut dikelola dan digunakan agar dapat memotivasi diri sendiri dan memberi manfaat dalam hubungannya dengan orang lain. Pada kenyataannya kecerdasan emosi memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan sehari-hari, karena kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual yang dimiliki oleh seseorang keduanya berinteraksi secara dinamis dalam hubungannya dengan lingkungan. Berikut ini merupakan aspek-aspek dalam kecerdasan emosi menurut Goleman (2000) yaitu:

1. Kesadaran diri (mengenali emosi diri), kemampuan individu untuk menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan latar belakang dari tindakannya. Arti lainnya adalah individu mampu terhubung dengan emosi-emosinya, pikiran-pikirannya dan keterhubungan ini membuat individu mampu menamakan dari setiap emosi yang muncul.

2. Mengelola emosi, yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya. Kemampuan mengelola emosi-emosi ini, khususnya emosi yang negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa dan dendam. Emosi dapat berhasil dikelola apabila dapat menghibur diri ketika sedih, dapat melepaskan kecemasan, kemurungan, ketersinggungan dan dapat bangkit kembali dari semua itu.

3. Memotivasi diri, yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri ketika berada dalam keadaan putus asa, mampu berpikir positif, dan menumbuhkan optimisme dalam hidupnya. Kemampuan ini akan membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang membebaninya, mampu untuk terus berjuang ketika menghadapi hambatan yang besar, tidak pernah mudah putus asa dan kehilangan harapan.

4. Empati (mengenali emosi orang lain), yaitu kemampuan individu untuk memahami perasaan, pikiran dan tindakan orang lain berdasarkan sudut pandang orang tersebut hanya dari bahasa nonverbal, ekspresi wajah, atau intonasi suara orang tersebut.

(17)

Di sisi lain Bar-On (dalam Stein dan Book, 2002) mengartikan kecerdasan emosi sebagai sekumpulan kecakapan dan sikap yang perbedaan yang jelas, namun saling tumpang tindih. Adapun kumpulan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Intra pribadi, terkait dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri yaitu terdiri dari; kesadaran diri, sikap asertif, kemandirian, dan aktualisasi diri.

2. Antarpribadi, adapun ranah antarpribadi yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan keterampilan bergaul yang dimiliki individu, dimana kemampuan untuk berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain. Pada bagian ini dibagi menjadi tiga yaitu; empati, tanggung jawab, dan hubungan antarpribadi.

3. Penyesuaian diri adalah kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan berbagai masalah yang ada. Adapun pada wilayah ini dibagi menjadi tiga yaitu; uji realitas, sikap fleksibel, dan pemecahan masalah.

4. Pengendalian stres, pada bagian ini berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menghadapi stress dan mengendalikan impuls. Pada bagian ini dibagi menjadi dua yaitu; ketahanan menanggung stress dan pengendalian impuls.

5. Suasana hati, dimana terdiri dari optimisme dan kebahagiaan.

Penerimaan Diri terhadap Pensiun

Menurut Palmore, dkk (1984) bahwa orang-orang dewasa lanjut yang menjalani masa pensiun dikatakan memiliki penerimaan diri paling baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk diantaranya teman-teman dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum pensiun.

Individu lanjut usia yang dapat menerima perubahan-perubahan berkaitan dengan proses penuaan akan gembira dalam menjalani kehidupan masa tuanya. Hal ini disebabkan individu dengan penerimaan diri di masa pensiun memiliki toleransi terhadap frustrasi atau kejadian-kejadian yang menjengkelkan, dan toleransi terhadap kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menjadi sedih atau marah. Hal ini sesuai dengan pendapat Semiun (2006) bahwa penerimaan diri pada pensiun adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi berbagai kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi, dan konflik-konflik batin, serta menyelaraskan tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup.

Jadi, individu yang mampu menerima dirinya adalah individu yang dapat menerima kekurangan dirinya sebagaimana kemampuannya untuk menerima kelebihannya. Pada dasarnya penerimaan ini tidak berarti seseorang menerima begitu saja kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut. Untuk mencapai suatu konsep diri maka seorang pensiun harus dapat menjalankan penerimaan atas dirinya. Jika seseorang memiliki konsep diri yang positif maka ia akan memiliki penerimaan diri yang positif, dan jika ia memiliki konsep diri yang negatif maka ia tidak akan memiliki penerimaan atas dirinya (Burns, 1993).

Ciri-ciri Penerimaan Diri

(18)

tidak malu-malu atau sadar diri,(5) Mempertanggung jawabkan perbuatannya, (6)Mengikuti standard pola hidupnya dan tidak ikut-ikutan, (7) Menerima pujian atau celaan secara objektif, (8) Tidak menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang berlebihan, (9) menyatakan perasaan secara wajar.

Selain itu Jersild (1963) juga memaparkan mengenai ciri-ciri individu dengan penerimaan diri yaitu antara lain: (1) memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya; (2) memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh opini individu-individu lain; (3) memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu akan keadaannya; (4) mengenali kelebihan-kelebihan dirinya dan bebas memanfaatkannya; (5) mengenali kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menyalahkan dirinya; (6) memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab dalam diri; (7) menerima potensi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi-kondisi yang berada di luar kontrol mereka; (8) tidak melihat diri mereka sebagai individu yang harus dikuasai rasa marah atau takut atau menjadi tidak berarti karena keinginan-keinginannya tapi dirinya bebas dari ketakutan untuk berbuat kesalahan; (9) merasa memiliki hak untuk memiliki ide-ide dan keinginan keinginan serta harapan-harapan tertentu; dan (10) tidak merasa iri akan kepuasan-kepuasan yang belum mereka raih.

Masa Pensiun

Kimmel (1990) mendefinisikan pensiun merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan kehidupan dewasa, karena pensiun merupakan peristiwa sosial yang penting yang menandai peralihan dari tahun-tahun pertengahan menuju ke tahun-tahun berikutnya di dalam hidup. Selain itu juga masa pensiun dipandang sebagai masa transisi, dan biasanya ditandai dengan berakhirnya masa kerja menjadi tahap kritis seseorang dalam memasuki masa usia lanjut.Konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti pensiun seperti berkurangnya pendapatan, perubahan status, hilangnya kekuasaan seringkali menimbulkan kecemasan. Hal ini didukung dengan pendapat Rini (2011) yang mengemukakan bahwa masa pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapinya kelak.

Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1979 tertulis bahwa pensiun adalah pemberhentian yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak bekerja lagi pada satu satuan organisasi negara, tetapi masih berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adapun batas usia pensiun adalah 56-65 tahun dimana tergantung pada jabatan yang dipegangnya, karena jika ditinjau dari segi fisik, maka pada usia tersebut merupakan batas usia seorang PNS untuk mampu melaksanakan tugas-tugasnya.

(19)

karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dimana mengajukan surat permohonan setelah mencapai masa kerja tertentu dan permohonan dikabulkan oleh perusahaan.

Dari penjelasan di atas mengenai definisi pensiun, dapat disimpulkan bahwa masa pensiun merupakan masa dimana seseorang berhenti bekerja dan telah mencapai batas usia tertentu yang telah ditetapkan, dimana pada batas usia tersebut seseorang akan mulai memasuki masa usia lanjut dan masa usia yang memiliki produktivitas menurun.

Jenis-jenis Pensiun

Menurut Hurlock (1999) bahwa secara umum jenis-jenis pensiun menjadi tiga, yaitu :

1. Pensiun secara sukarela, pensiun secara sukarela adalah pensiun yang dilakukan sebelum masa pensiun wajib. Hal ini dilakukan karena alasan kesehatan atau ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan hal-hal yang lebih berarti buat diri mereka daripada pekerjaannya.

2. Wajib Pensiun, pensiun jenis ini sering disebut dengan pensiun yang dilakukan secara terpaksa, karena organisasi atau tempat seorang bekerja menetapkan usia tertentu sebagai batas seseorang untuk pemsiun, tanpa mempertimbangkan orang tersebut senang atau tidak.

3. Pensiun lebih awal, terkadang pensiun ini terpaksa diambil karena kebijakan manajemen yang ingin mengadakan berbagai perubahan dan pembaharuan sehingga mendesak pekerja lanjut usia untuk berhenti bekerja, untuk memberikan kesempatan bagi pekerja baru, akan tetapi terkadang pensiun ini juga dijalani secara sukarela.

Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri Pensiun

Menurut Back (dalam Admin, 2007) hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima masa pensiun sebenarnya adalah masalah emosional para pekerja terhadap pensiun itu sendiri. Apabila pensiun semakin dianggap sebagai perubahan ke status baru, maka pensiun akan semakin tidak dianggap sebagai membuang status yang berharga dengan demikian akan terjadi transisi yang lebih baik. Memasuki masa transisi ini seseorang sudah menyusun rencana-rencana yang harus dilakukan setelah tiba masa pensiun. Artinya seseorang akan lebih merasa banyak sisi positif yang bisa di ambil ketika masa pensiun tiba guna memperoleh suatu kebahagiaan di masa lanjut usia ini, karena komponen kebahagiaan bagi individu lanjut usia adalah penerimaan diri (Hurlock, 1959).

(20)

Menurut Schneiders (1955) individu yang memiliki kecerdasan emosi berarti individu mampu menempatkan potensi yang dikembangkan oleh dirinya dalam suatu perubahan kondisi, dimana tuntutan yang nyata dari kehidupan individu dewasa dapat diatasi dengan cara yang efektif dan sehat. Artinya dengan kecerdasan emosi individu mampu menerima tanggung jawab akan perubahan-perubahan dalam hidupnya sebagai beban, dengan rasa percaya diri berusaha mencari pemecahan masalahnya dengan cara-cara yang aman untuk diri dan lingkungannya, serta dapat diterima secara sosial. Kemudian pada akhirnya, individu lanjut usia yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menerima dirinya seperti apa adanya, sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan (Mouly, 1960). Artinya individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mampu mengatasi permasalahan yang dialaminya di masa pensiun, sehingga ketakutan-ketakutan yang ada pada dirinya tidak akan dibiarkan bekermbang begitu saja. Adapun kerangka berfikir pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka berfikir Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, dimana yang menjadi variabel X adalah kecerdasan emosi yang merupakan variabel bebas. Sedangkan variabel Y adalah penerimaan diri yang merupakan variabel terikat. Adapun kecerdasan emosi memiliki beberapa aspek yaitu mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, empati, dan keterampilan sosial, dimana akan dilihat hubungan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun. Ketika kecerdasan emosi tinggi maka penerimaan diri pada pensiun tinggi.

Hipotesa

Terdapat korelasi positif antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun. Artinya semakin tinggi kecerdasan emosi individu maka akan semakin baik melakukan penerimaan diri di masa pensiun.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana penelitian kuantitatif adalah metode pengumpulan data dengan jenis data yang dapat dikuantifikasikan, serta dapat

(21)

diolah dengan teknik statistik (Yusuf, 2005). Penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif korelasional antara dua variabel dengan pengumpulan data yang menggunakan instrumen penelitian dan analisa data statistik tertentu sehingga akan diketahui ada atau tidak hubunganantara dua variabel yang diteliti.

Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 161 orang yang merupakan populasidari 300 pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Malang, berjenis kelamin laki-laki danperempuan. Mengenai jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu berdasarkan Sugiyono (2011) dimana terdapat tabel penentuan jumlah subjek dari populasi tertentu dengan taraf kesalahan 1%, 5%, dan 10%, namun dalam hal ini peneliti mengambil taraf kesalahan 5%. Penentuan karakteristik subjek yaitu peneliti menyesuaikannya dengan pertimbangan ciri-ciri ataupun sifat-sifat tertentu yang sesuai dengan syarat kepensiunan dengan penjelasan yang sudah disampaikan sebelumnya. Adapun rentang usia subjek ialah antara 55-65 tahun. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purpose sampling yaitu memberikan skala kepada orang-orang yang memasuki masa pensiun berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kecerdasan emosi, sedangkan variabel terikatnya adalah penerimaan diri pada pensiun. Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki individuyang mencakup pengendalian diri, penyesuaian diri, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, serta semangat dan ketekunan dalam pengaturan emosi.Sedangkan Penerimaan diri pada pensiun adalah bentuk sikap individu yang akan berhenti bekerja dimana pada hakikatnya merasa puas terhadap dirinya sendiri dan mampu melakukan penyesuaian diri terhadap kondisi pensiunnya.

Metode pengumpulan data variabel kecerdasan emosi yaitu menggunakan skala dengan jumlah 47 item skala. Adapun jenis skala yang digunakan adalah Skala Likert yang disusun oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Daniel Goleman yaitu: (1) kesadaran emosi diri, (2) mengelola emosi, (3) motivasi diri, (4) empati, (5) keterampilan sosial. Tingkat Kecerdasan emosi akan dapat dilihat dari skor total yang diperoleh pada skala ini. Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin tinggi kecerdasan emosi. Semakin rendah skor yang diperoleh semakin rendah kecerdasan emosi.

(22)

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan peninjauan terhadap berbagai macam teori dengan topik penelitian yang diamati. Setelah itu melakukan diskusi bersama dosen pembimbing, sehingga pada akhirnya setelah melewati revisi judul, peneliti menemukan judul penelitian yaitu “Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan Diri Terhadap Pensiun”. Selanjutnya penentuan subjek penelitian dengan ciri-ciri yang telah ditentukan. Kemudian dilanjutkan dengan menyusun instrumen penelitian berupa skala yang disesuaikan dengan aspek-aspek yang digunakan dalam teori penelitian, dimana terdapat dua skala yaitu skala kecerdasan emosi dan skala penerimaan diri.

Tahap selanjutnya yaitu peneliti menyebarkan skala untuk dilakukan uji coba atau try out

pada subjek yang memiliki karakteristik sama dengan sampel penelitian. Hal ini dilakukan oleh peneliti dengan pertimbangan untuk mempermudah memperoleh subjek yang diinginkan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Adapun proses selanjutnya yaitu melakukan uji validitas dan reliabilitas dari hasil sebaran uji coba, hal ini bertujuan untuk mengetahui item-item pernyataan yang valid dari kedua skala yang nantinya dapat digunakan pada saat turun lapang.

Setelah diperoleh item-item pernyataan yang valid maka proses selanjutnya adalah turun lapang, dimana menyebarkan skala-skala yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya kepada subjek penelitian. Adapun tahap selanjutnya yaitu melakukan analisa dari hasil keseluruhan penyebaran skala turun lapang. Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan program SPSS dengan teknik analisis korelasi product moment dari

Pearson untuk mengetahui hubungan antara variabel X dengan variabel Y. Selanjutnya peneliti membahas keseluruhan dari hasil analisa tersebut dengan mengaitkan teori-teori dan penelitian-penelitian terdahulu, kemudian tahap akhir yaitu peneliti mengambil kesimpulan penelitian.

HASIL PENELITIAN

Sebelum dilakukan analisis data dengan metode korelasi Product Moment, maka terlebih dahulu untuk mengetahui gambaran subjek penelitian, dan selanjutnya dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas yang merupakan syarat sebelum melakukan pengetesan terhadap nilai korelasi dengan bantuan program SPSS.

Setelah dilakukan penelitian dengan penyebaran skala, diperoleh gambaran subjek penelitian dalam tabel berikut:

(23)

Tabel 2. Uji Normalitas

Kategori Kolmogorove-Smirnov Z P

Kecerdasan Emosi

Penerimaan diri 1.219 1.022 0.103 0.247

Uji normalitas bertujuan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi sebaran jawaban subjek pada suatu variabel yang dianalisis. Pada tahap uji normalitas ini, yaitu menggunakan teknik analisis One-Sample Kolmogorov smirnov Test. Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat hasil uji normalitas dari variabel kecerdasan emosi dengan koefisien K-SZ = 1.219 ; p= 0.103 (p > 0.05). Sedangkan penerimaan diri pada pensiun K-SZ = 1.022 ; p= 0.247 (p > 0.05). Jadi hasil uji normalitas dari kedua variabel tersebut dikatakan normal.

Tabel 3. Uji T-Score Skala Kecerdasan Emosi

Kategori Frekuensi Persentase

Berdasarkan skala yang disebarkan, diperoleh data bahwa subjek yang memiliki kecerdasan emosi tinggi lebih banyak dari yang memiliki kecerdasan emosi rendah. Hal ini dijelaskan pada tabel di atas bahwa dari 161 jumlah subjek penelitian, sebanyak 90 orang yang masuk dalam kategori kecerdasan emosi tinggi dengan persentase 55.9%. Sedangkan subjek yang memiliki kecerdasan emosi kategori rendah yaitu sebanyak 71 orang dengan persentase 44.1%.

Tabel 4. Uji T-Score Skala Penerimaan Diri

Kategori Frekuensi Persentase

Berdasarkan data skala penerimaan diri, diperoleh data bahwa jumlah subjek yang memiliki nilai penerimaan diri yang tinggi lebih sedikit dari yang memiliki penerimaan diri yang rendah. Dimana jumlah subjek yang memiliki nilai penerimaan diri kategori tinggi sebanyak 51 orang dengan persentase 31.7%. Selanjutnya, subjek yang memiliki nilai penerimaan diri kategori rendah sebanyak 110 orang dengan jumlah persentase 68.3%.

Tabel 5. Uji korelasi Product Moment

Koefisien Korelasi

(r) Sig/P Keterangan Kesimpulan

0.689 0,000 P < 0,05 Sangat Signifikan

(24)

0.000 < 0.05, dan nilai koefisien korelasi = 0.689 menunjukkan hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun, dengan demikian dapat dikatakan hipotesis dalam penelitian ini diterima. Adapun hasil tersebut menunjukkan semakin tinggi kecerdasan emosi individu maka akan semakin baik penerimaan diri di masa pensiun. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi yang dimiliki maka semakin buruk penerimaan diri terhadap pensiun.

DISKUSI

Berdasarkan analisis data penelitian, diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun, yang artinya semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki oleh pensiun maka akan semakin baik pula penerimaan diri yang dilakukannya. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Dengan terbuktinya hipotesa penelitian, maka dapat dipahami bahwa kecerdasan emosi berhubungan dengan penerimaan terhadap pensiun, dengan kata lain bahwa kecerdasan emosi yang tinggi dapat menjadi salah satu faktor terbentuknya penerimaan diri yang baik pada pensiun.

Individu yang dikatakan mampu mengembangkan dan memelihara kecerdasan emosinya adalah individu yang berinteraksi dengan baik, memiliki kualitas untuk mengenali emosi diri, kemudian emosi tersebut dikelola dan digunakan agar dapat memotivasi diri sendiri dan memberi manfaat dalam hubungannya dengan orang lain (Brackett dkk, 2004). Hal ini berarti pensiunan yang mengembangkan dan memelihara kecerdasan emosinya, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain maka kemungkinan besar akan nyaman, bahagia dan berhasil dalam kehidupan barunya pasca pensiun, terutama dalam lingkungannya, sehingga tetap mampu melakukan hal yang produktif meskipun telah memasuki masa pensiun.

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi tidak berarti terbebas dari berbagai macam keadaan emosi yang tidak menyenangkan baginya, namun individu tersebut mampu mengelola emosinya melalui pemilihan strategi pemecahan masalah yang tepat. Dengan demikian, individu yang memasuki masa pensiun tidak perlu cemas atau bahkan merasa canggung atas status kepensiunannya, karena mereka yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan paham bagaimana cara menyikapi hal tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Back (dalam Hurlock, 2006) bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik, akan lebih mampu mengatur emosinya sehingga dapat meminimalisasi atau bahkan menghindari perasaaan cemas.

(25)

serta menyelaraskan tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup (Semiun, 2006). Artinya, seseorang yang dapat menerima perubahan-perubahan berkaitan dengan proses pensiun maka akan gembira dalam menjalani kehidupan di masa pensiunnya. Hal ini disebabkan individu dengan penerimaan diri di masa pensiun memiliki toleransi terhadap frustrasi atau kejadian-kejadian yang menjengkelkan, dan toleransi terhadap kelemahan-kelemahan dirinya.

Pada penelitian ini, kecerdasan emosi yang dimiliki oleh pensiunan terbilang tinggi yaitu dengan persentase sebesar 55.9%, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya setelah memasuki pensiun. Adapun subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah para pensiun PNS yang termasuk kategori usia dewasa akhir, dimana menjadi tua merupakan keadaan yang tidak dapat dihindarkan, tetapi ada sumbangan dari individu itu sendiri untuk tidak menerima secara pasif perubahan-perubahan fisik maupun lingkungannya karena individu lanjut usia juga mengambil sikap, memilih, dan memberikan bentuk pada situasi yang dialaminya Thomae (dalam Monks dkk, 1998). Akan tetapi, bagi mereka yang mengelola kecerdasan emosinya, maka akan mampu beradaptasi untuk menerima beragam situasi dan mampu memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi, termasuk adaptasi untuk menerima perubahan-perubahan fisiologis, psikologis, sosial, dan ekonomis pada dirinya, Birren dan Schaie (1996).

Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989) yang menghasilkan kesimpulan bahwa kecerdasan emosi mensyaratkan adanya manipulasi terhadap lingkungan. Dimana kecerdasan emosi menekankan kemampuan individu untuk memanipulasi lingkungan secara kreatif dan konstruktif melalui aktivitas fisik, sosial, dan mental. Oleh karena itu, individu lanjut usia yang memasuki masa pensiun seharusnya meluaskan perhatian, mampu menempatkan diri disetiap perubahan kondisi di masa pensiun, serta mampu mengambil manfaat dari kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh lingkungan.

Penerimaan diri subjek yang masuk dalam kategori tinggi pada penelitian ini yaitu memiliki persentase sebesar 31.7%. Hal ini berarti individu pensiun mampu menerima dirinya, yaitu dapat menerima kekurangan dan kelebihan diri yang dimiliki. Pada dasarnya penerimaan ini tidak berarti seseorang menerima begitu saja kondisi diri tanpa berusaha mengembangkan diri lebih lanjut. Untuk mencapai suatu konsep diri maka seorang pensiun harus menjalankan penerimaan atas dirinya. Jika seseorang memiliki konsep diri yang positif maka ia akan memiliki penerimaan diri yang positif, dan jika ia memiliki konsep diri yang negatif maka ia tidak akan memiliki penerimaan atas dirinya (Burns, 1993).

(26)

keseimbangan hidup, sehingga pada akhirnya individu dapat melakukan penyesuaian dengan aktifitas baru dan dapat melakukan penerimaan diri, yaitu memiliki kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi kehidupannya di masa pensiun.

Dengan berbagai kelebihan yang sebelumnya sudah dipaparkan, maka setiap penelitian pun pasti ditemukan suatu kelemahan, seperti halnya dalam penelitian ini. Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan proses pengambilan data, yaitu pada saat penyebaran skala. Terdapat perbedaan perlakuan subjek, dimana skala yang diberikan secara langsung pada subjek penelitian,ada yang dapat mengisi skala secara mandiri dan ada pula subjek yang meminta untuk dibimbing pada saat pengisian skala, sehingga waktu yang terpakai cukup banyak, yaitu melewati waktu yang sudah ditentukan.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan penerimaan diri terhadap pensiun, dengan nilai korelasi (r) sebesar 0.689 dan nilai signifikansi (p) yang ditunjukkan yaitu P = 0.000 (P < 0.05). Adapun hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi, maka semakin baik penerimaan diri yang dilakukan dimasa pensiun. Dengan kata lain, bahwa kecerdasan emosi dapat memberikan kontribusi pada penerimaan diri terhadap pensiun.

Ada beberapa implikasi yang diperoleh dari penelitian ini. Pertama, bagi subjek penelitian diharapkan untuk melakukan berbagai persiapan dimasa pensiun, seperti mempertahankan dan mengelola kecerdasan emosi yang dimiliki, mampu melakukan penyesuian diri dalam masyarakat sehingga nantinya berani menghadapi perubahan serta dapat melakukan penerimaan diri yang baik di masa pensiun. Kedua, peneliti selanjutnya diharapkan bagi yang tertarik untuk meneliti tema yang sama, disarankan untuk memperhatikan faktor-faktor lain dari penerimaan diri pada pensiun dan melakukan penyempurnaan alat ukur yang telah digunakan oleh peneliti agar lebih baik. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat. Selain itu, subjek penelitian juga bisa lebih diperluas lagi jangkauannya sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

REFERENSI

Admin. (2007). Hubungan kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai. Thesis, Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Anggorowati, R. P., & Purwadi. (2007). Hubungan antara dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi pensiun. Artikel Humanitas Volume 4 Nomor 1

Agustian, A. G. (2001). Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual, ESQ: Emotional spiritual quotient berdasarkan 6 rukun iman dan 5 rukun islam. Jakarta: Arga Wijaya Persada.

(27)

Burns, R. B. (1993). Konsep Diri: Teori pengukuran, perkembangan dan perilaku. Jakarta: Arcan.

Brackett, M. A., Mayer, J. D., & Warner, R. M. (2004). Emotional intelligence and its relation to everyday behavior: Personality and individual differences. Journal of Applied Psychology, 36, 1387-1402.

Br-On, R. (1997). Bar-on emotional quetient inventori. Toronto ON: Multy Health System.

Brill, P. L., & Hayes, J. P. (1981). Taming yout turmoil: Managing the transition of adult life.

Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.

Chaplin, J. P. (2005). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Cronbach, L. J.(1963). Educational psychology (2nd Ed.). New York: Harcourt, Bruce, and World.

Djuwarijah. (2002). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas remaja. Jurnal psikologi, 13, 69-77.

Goleman, D. (2000). Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, D. (2006). Emotional intelligence: Kecerdasan emosional, mengapa EI lebih penting dari pada IQ. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama.

Hawari, D. (2004). Alquran ilmu kedokteran dan kesehatan jiwa. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.

Hurlock, E.B. (1973). Adolescent development (4th Ed.). Tokyo: McGraw Hill Kogakusha.

Hurlock, E. B. (1994). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. B. (1999). Developmental psychology (3rd Ed.). New Delhi: Tata McGraw Hill.

Hoyer, W. J. (2003). Adult development and aging. New York: Mc GrawHill. Inc.

Ismiyati. (2003). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku altruistik pada mahasiswa. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Jersild, A. T. (1963). The psychology of adolescent. New York: The McMillan.

Johnson, D. W. (1993). Reaching out: Interpersonal effectiveness and self-actualization (5rd Ed.). USA: Allyn and Bacon.

Kartini, K. (2002). Hygiene mental. Bandung : Mandar Maju.

(28)

Kimmel, D. C. (1974). Adulthood and aging: An interdisciplinary, development view. New York: John Wiley and Sons.

Mönks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (1998). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mouly, G. J. (1960). Psychology for effective teaching. New York: Henry Holt adn Co.

Newman, B. M., & Newman, P. R. (1979). Development through life: A psychological approach (Revised Edition). Illinois: The Dorsey Press.

Nuryoto, S. (2002). Self-acceptance of of the elderly in terms of emotional intelligence.

Journal of psychology. 10, 48-58

Rubin, T. E. (1974). DR. Rubin, please make me happy: The common sense of mental health. New York: Arbor House.

Santrock, J. W. (2002). Life span development: Perkembangan masa hidup jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Schneiders, A. A. (1955). Personal adjustment and mental health. New York: Holt, Rinehart, Winston.

(29)
(30)

SKALA TRY OUT PENELITIAN

Assalamualaikum Wr. Wb

Perkenalkan saya mahasiswa Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2012 yang sedang menempuh Skripsi, oleh karena itu saya meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner saya ini. Kuesioner ini tidak ada jawaban benar dan salah, saya mengharapkan Bapak/Ibu bersedia menjawab pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan sejujur-jujurnya dan diharapkan tidak ada jawaban yang terlewatkan. Karena jawaban yang Bapak/Ibu berikan sangat berpengaruh besar terhadap hasil penelitian ini, atas perhatian dan kerjasama yang telah Bapak/Ibu lakukan, kami ucapkan terima kasih. Sebelum Bapak/Ibu memberikan pilihan pada pernyataan-pernyataan di bawah, diharapkan untuk mengisi identitas di bawah ini :

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Berikanlah tanda centang () pada kolom yang sesuai dengan pendapat atau keadaan anda yang sejujur-jujurnya. Alternatif jawabannya ialah:

SS : jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan kondisi yang anda alami

S : jika pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi yang anda alami

TS : jika pernyataan tersebut kurang sesuai dengan kondisi yang anda alami

(31)

PENERIMAAN DIRI

NO. Pernyataan Jawaban

SS S TS STS 1. Saya mampu dan yakin menghadapi tantangan dalam

menghadapi kehidupan.

2. Saya merasa ragu menghadapi tantangan dalam kehidupan saya setelah pensiun.

3. Saya merasa masih produktif walaupun telah memasuki pensiun.

4. Saya tidak dapat melakukan hal produktif lagi setelah pensiun. 5. Usia pensiun tidak menjadi penghambat untuk tetap aktif dalam

kegiatan lain.

9. Walaupun telah pensiun orang sekitar saya masih menghormati saya.

10. Semua orang harus menghormati dan menghargai saya.

11. Keberadaan dan pemikiran saya masih diterima oleh orang lain. 12. Saya merasa orang lain tidak menerima kehadiran saya karena

saya telah pensiun.

13. Saya merasa kehidupan saya tidak ada yang berubah walaupun telah pensiun.

14. Kehidupan saya mulai berubah semenjak pensiun.

15 Saya tidak merasa frustasi hanya berdiam diri di rumah dengan keluarga dalam menghabiskan masa pensiun.

16. Saya merasa bosan hanya berdiam diri di rumah setelah pensiun.

(32)

yang akan terjadi.

18. Saya akan mengerjakan sesuatu tanpa menerima apa yang terjadi ke depannya.

19. Mengakui kesalahan atas kekurangan adalah hal yang baik menurut saya.

20. Kesalahan yang saya lakukan disebabkan oleh perbuatan orang lain.

21. Jika melakukan suatu kesalahan, saya akan menghadapi hal tersebut.

22. Saya akan cenderung menghindar ketika ada permasalahan yang dikarenakan perbuatan saya.

23. Saya menerima dan yakin menjalani kehidupan yang saya alami saat ini. kemampuan yang saya miliki, meskipun hasilnya gagal ataupun berhasil.

28. Ketika saya tidak bisa menyelesaikan sesuatu maka saya akan menyalahkan kemampuan yang saya miliki.

29. Saya lebih menikmati kehidupan jika dijalani dengan prinsip yang saya miliki.

30 Saya merasa nyaman jika menggunakan standard pola hidup yang dilakukan oleh orang lain.

31. Saya cenderung melakukan aktivitas berdasarkan pandangan pola hidup saya sendiri.

(33)

33. Saya menerima kritikan dan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut.

34. Saya merasa tersinggun ketika mendapat celaan dari orang lain. 35. Saya hanya menerima pujian dari orang lain.

36. Saya akan menerima pujian maupun celaan dari orang lain dengan senang hati.

37. Saya merasa pujian maupun celaan orang lain adalah sesuatu yang membangun.

38. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan bakat yang saya punya.

39. Saya merasa tidak berguna dengan kedaan saya saat ini yang sudah tidak bekerja lagi.

40. Saya percaya pada kemampuan diri saya sendiri.

41. Apabila saya sedih saya tidak akan menyakiti diri saya dan saya akan selalu bersyukur.

42. Saya merasa bahagia meskipun tidak bekerja lagi.

43. Saya akan menceritakan masalah yang saya hadapi apabila masalah tersebut tidak mampu saya hadapi sendiri.

44. Apabila orang mencela saya saya akan diam saja. 45. Saya akan mengatakan apa yang saya rasakan.

46. Saya akan balas mencela orang-orang yang mencela saya . 47 Apabila ada orang yang memuji saya , saya akan membalas

memuji.

KECERDASAN EMOSI

NO. Pernyataan Jawaban

SS S TS STS 1. Saya mengetahui hal-hal yang membuat saya tidak nyaman

2. Meskipun ada yang menjelek-jelekkan, saya tetap bersikap tenang

(34)

masa pensiun

4. Saya memahami apa yang dirasakan oleh orang disekitar saya 5. Ketika bertemu dengan teman, saya selalu menyapanya

6. Saya cenderung marah tanpa sebab

7. Saya berusaha membalas ketika ada orang bercerita buruk tentang saya

8. Sejak masa pensiun saya merasa hidup menjadi tidak berarti 9. Saya bersikap masa bodoh terhadap apa yang dialami orang lain 10. Saya bersikap masa bodoh ketika ada teman yang lewat

dihadapan saya

11. Saya tahu kapan seharusnya saya merasa senang

12. Saya akan sabar dan menghadapi permasalahan yang saya alami 13. Saya tetap bersemangat menjalani aktivitas dimasa pensiun

14. Kepekaan yang saya miliki membuat orang disekitar merasa nyaman

15 Ketika ada sesuatu yang tidak bisa terselesaikan, saya mengajak orang lain untuk berdiskusi

16. Saya tidak yakin dengan situasi yang menyenangkan akan membuat saya bahagia

17. Ketika ada permasalahan saya merasa stres dan tidak mau menyelesaikannya

18. Semenjak pensiun, saya jadi jarang melakukan aktivitas

19. Saya tidak disukai oleh teman saya karena sifat ketidakpedulian saya

20. Saling bertukar pendapat dengan orang lain adalah hal yang jarang saya lakukan

21. Saya tahu kalau saya sedang bahagia

22. Saya tetap berbicara dengan teman meskipun dia berbuat jahat terhadap saya

23. Saya tetap memperbaiki kulaitas hidup meskipun dimasa pensiun

(35)

25. Saya menghormati pendapat orang lain

26. Ketika saya tertawa bersama teman, saya tidak yakin bahwa hal tersebut adalah sebuah kebahagiaan

27. Ketika seseorang berbuat jahat terhadap saya, maka saya sulit untuk memaafkannya

28. Saya menjalani masa pensiun apa adanya tanpa berusaha mengasah kualitas diri

29. Saya membiarkan teman saya bersedih berlarut-larut

30 Ketika berdiskusi, sulit rasanya mencocokkan antara pendapat saya dengan orang lain

31. Saya dapat mengenali rasa cemas yang saya rasakan

32. Saya bersikap masabodoh ketika ada teman yang mengejek saya 33. Tetap melakukan aktivitas yang bermanfaat merupakan tujuan

saya dimasa pensiun

34. Saya menolong teman ketika ia memiliki keselulitan mengerjakan sesuatu

35. Saya lebih suka mengerjakan sesuatu secara bersama-sama 36. Saya tidak yakin akan merasa cemas apabila ada pekerjaan yang

belum saya selesaikan

37. Saya merasa perlu membalas ejekan teman saya

38. Saya tidak memiliki target dalam menjalani masa pensiun ini 39. Saya malas membantu urusan orang lain karena sibuk dengan

urusan sendiri

40. Saya lebih suka mengerjakan sesuatu sendiri dari pada berdiskusi dengan teman

41. Saya tahu bahwa akan merasa sedih ketika gagal dalam melakukan sesuatu

42. Saya maklum apabila sewaktu waktu keinginan saya tidak terpenuhi

(36)

45. Saya akan berusaha bersikap baik pada teman yang menemui saya

46. Saya tidak yakin akan merasa sedih apabila mengerjakan sesuatu tidak sesuai dengan target

47 Ketika saya tidak bisa memperoleh sesuatu yang saya inginkan maka saya merasa kesal

48 Saya merasa malu ketika masyarakat memandang buruk tentang status kepensiunan saya

49 Saya menolak jika ada teman yang ingin bercerita tentang hal yang dialaminya

(37)
(38)

BLUE PRINT SKALA TRY OUT PENELITIAN

Penerimaan Diri

No. Aspek Item Jumlah Persentase

(%)

F UF

1. Kepercayaan atas kemampuan untuk dapat menghadapi hidupnya

1,5 2,3,4 5 17,24%

(39)

4 Empati (Mengenali emosi orang lain)

14,24,44 9,19,29,39,49 8

5 Keterampilan sosial

(membina hubungan dengan orang lain)

(40)
(41)

SKALA TURUN LAPANG PENELITIAN

Assalamualaikum Wr. Wb

Perkenalkan saya Ayu Azkhari mahasiswa Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2012. Sehubungan dengan adanya tugas akhir/Skripsi di semester ini, oleh karena itu saya meminta bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner saya. Kuesioner ini tidak ada jawaban benar dan salah, sehingga diharap untuk menjawab pernyataan-pernyataan dibawah ini dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dialami serta tidak ada jawaban yang terlewatkan, karena jawaban yang Bapak/Ibu berikan sangat berpengaruh besar terhadap hasil penelitian ini, atas perhatian dan kerjasama yang telah Bapak/Ibu lakukan, kami ucapkan terima kasih. Sebelum Bapak/Ibu memberikan pilihan pada pernyataan-pernyataan di bawah, diharapkan untuk mengisi identitas dibawah ini:

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan. Berikanlah tanda centang ( ) pada kolom yang sesuai dengan pendapat atau keadaan anda. Alternatif jawabannya ialah:

SS : jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan kondisi yang anda alami

S : jika pernyataan tersebut sesuai dengan kondisi yang anda alami

TS : jika pernyataan tersebut kurang sesuai dengan kondisi yang anda alami

STS : jika penyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan kondisi yang anda alami

SKALA PENERIMAAN DIRI

NO. Pernyataan Jawaban

SS S TS STS 1. Saya mampu dan yakin menghadapi tantangan dalam

(42)

2. Saya merasa ragu menghadapi tantangan dalam kehidupan setelah pensiun.

3. Saya tidak dapat melakukan hal produktif lagi setelah pensiun. 4. Usia pensiun tidak menjadi penghambat untuk tetap aktif dalam

kegiatan lain.

5. Setelah pensiun saya menjadi pasif dalam berkegiatan di luar pekerjaan lama saya.

6. Saya merasa berbeda dengan rekan-rekan saya karena telah pensiun.

7. Semua orang harus menghormati dan menghargai saya.

8. Saya merasa orang lain tidak menerima kehadiran saya karena saya telah pensiun.

9. Saya merasa kehidupan saya tidak ada yang berubah walaupun telah pensiun.

10. Kehidupan saya mulai berubah semenjak pensiun.

11 Saya tidak merasa frustasi hanya berdiam diri di rumah dengan keluarga dalam menghabiskan masa pensiun.

12. Ketika mengerjakan sesuatu, saya akan menerima konsekuensi yang akan terjadi.

13. Kesalahan yang saya lakukan disebabkan oleh perbuatan orang lain.

14. Saya akan cenderung menghindar ketika ada permasalahan yang dikarenakan perbuatan saya. kemampuan yang saya miliki, meskipun hasilnya gagal ataupun berhasil.

(43)

19. Saya lebih menikmati kehidupan jika dijalani dengan prinsip yang saya miliki.

20 Saya merasa nyaman jika menggunakan standard pola hidup yang dilakukan oleh orang lain.

21. Mengikuti pola hidup orang lain adalah hal yang menyenangkan bagi saya.

22. Saya menerima kritikan dan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut.

23. Saya hanya menerima pujian dari orang lain.

24. Saya akan menerima pujian maupun celaan dari orang lain dengan senang hati.

25. Saya merasa tidak berguna dengan kedaan saya saat ini yang sudah tidak bekerja lagi.

26. Saya percaya pada kemampuan diri saya sendiri.

27. Apabila saya sedih saya tidak akan menyakiti diri saya dan saya akan selalu bersyukur.

28. Saya akan menceritakan masalah yang saya hadapi apabila masalah tersebut tidak mampu saya hadapi sendiri.

29. Saya akan mengatakan apa yang saya rasakan.

SKALA KECERDASAN EMOSI

NO. Pernyataan Jawaban

SS S TS STS 1. Saya mengetahui hal-hal yang membuat saya tidak nyaman

2. Meskipun ada yang menjelek-jelekkan, saya tetap bersikap tenang

3. Saya merasa hidup saya bermakna meskipun telah memasuki masa pensiun

4 Ketika bertemu dengan teman, saya selalu menyapanya 5 Saya cenderung marah tanpa sebab

(44)

tentang saya

7 Sejak masa pensiun saya merasa hidup menjadi tidak berarti 8 Saya bersikap masa bodoh terhadap apa yang dialami orang

lain

9 Saya bersikap masa bodoh ketika ada teman yang lewat dihadapan saya

10 Saya tahu kapan seharusnya saya merasa senang

11 Kepekaan yang saya miliki membuat orang disekitar merasa nyaman

12 Ketika ada permasalahan saya merasa stres dan tidak mau menyelesaikannya

13 Semenjak pensiun, saya jadi jarang melakukan aktivitas 14 Saya tidak disukai oleh teman saya karena sifat

ketidakpedulian saya

15 Saya tetap berbicara dengan teman meskipun dia berbuat jahat terhadap saya

16 Saya tetap memperbaiki kulaitas hidup meskipun dimasa pensiun

17 Ketika teman saya sedih, saya berusaha menghiburnya 18 Saya menghormati pendapat orang lain

19 Ketika seseorang berbuat jahat terhadap saya, maka saya sulit untuk memaafkannya

20 Saya menjalani masa pensiun apa adanya tanpa berusaha mengasah kualitas diri

21 Saya membiarkan teman saya bersedih berlarut-larut 22 Saya dapat mengenali rasa cemas yang saya rasakan 23 Tetap melakukan aktivitas yang bermanfaat merupakan

tujuan saya dimasa pensiun

24 Saya merasa perlu membalas ejekan teman saya

25 Saya malas membantu urusan orang lain karena sibuk dengan urusan sendiri

(45)

melakukan sesuatu

27 Saya maklum apabila sewaktu waktu keinginan saya tidak terpenuhi

28 Saya akan terus berusaha mendapat nilai-nilai baik dalam masyarakat meskipun mereka memandang rendah masa pensiun

29 Saya bersedia mendengar keluh kesah teman saya

30 Saya tidak yakin akan merasa sedih apabila mengerjakan sesuatu tidak sesuai dengan target

(46)
(47)

INPUT HASIL PENELITIAN

No Nama Subjek Kecerdasan Emosi Penerimaan Diri

(48)
(49)
(50)
(51)
(52)

157 Nanang 86 92

158 Sirajuddin 86 92

159 Suryo 86 92

160 Rudi 87 94

(53)
(54)

OUTPUT ANALISIS DATA

1. Tabel Uji Kenormalan Data Kecerdasan Emosi dan Penerimaan Diri

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

kecerdasan_em

osi

penerimaan_diri

N 161 161

Normal Parametersa,b Mean 91,64 91,52 Std. Deviation 4,316 4,467

Most Extreme Differences

Absolute ,096 ,081

Positive ,096 ,081

Negative -,096 -,072

Kolmogorov-Smirnov Z 1,219 1,022

Asymp. Sig. (2-tailed) ,103 ,247

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

2. Tabel Uji T-Score Skala Kecerdasan Emosi

V_Kecerdasan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

3. Tabel Uji T-Score Skala Penerimaan Diri

K_Penerimaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid Rendah 110 66,3 68,3 68,3

(55)

Total 161 97,0 100,0

Missing System 5 3,0

Total 166 100,0

4. Tabel Uji korelasi Product Moment

Correlations

kecerdasan_em

osi

penerimaan_diri

kecerdasan_emosi

Pearson Correlation 1 ,689**

Sig. (2-tailed) ,000

N 161 161

penerimaan_diri

Pearson Correlation ,689** 1

Sig. (2-tailed) ,000

N 161 161

(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)

Gambar

Gambar 1. Kerangka berfikir Penelitian
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 2. Uji Normalitas

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan mengekangnya dengan hanya mewajibkannya duduk di rumah saja. Akan tetapi syariat kita membolehkan dia untuk bekerja

Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten Landak Cq.Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Kegiatan Bidang Cipta Karya, Tahun Anggaran 2011, akan melaksanakan Seleksi Sederhana

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan bahan perekat tepung tapioka dalam pembuatan pakan ikan dari bahan baku yaitu, bulu ayam, ampas tahu, dan ikan rucah

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu ekstraksi terhadap total fenolat dan aktivitas antioksidan (nilai IC50) pada ekstrak kulit buah naga merah dan

Sebagai sekolah yang berada di dalam naungan FIC serta paroki Muntilan tidak serta merta membuat sekolah tersebut menjadi sekolah homogen yang didominasi oleh para

Berdasarkan tinjauan kebijakan moneter maret 2017, Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan tumbuh relatif tetap kuat didorong