• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meneladani dengan Spirit “Fastabiqû Al-khairât”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Meneladani dengan Spirit “Fastabiqû Al-khairât”"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

41 SUARA MUHAMMADIYAH 04 / 96 | 16 - 28 FEBRUARI 2011

B I N A A K H L A K

S

etiap orang pasti memiliki keinginan umum yang sama: “menjadi yang terbaik”, tetapi (setiap orang) tidak diberi instrumen yang (seluruhnya) sama untuk menjadikan dirinya menjadi yang terbaik. Kesamaan dalam perbedaan inilah bagian yang memicu hukum kompetisi.

Kompetisi (competition) —menurut para pakar bahasa— ada-lah kata kerja intransitive, yang berarti tidak membutuhkan objek (sebagai korban) kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tam-bahan itu merupakan pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan kita. Hasil dari kompetisi adalah kemenangan

(winning). Menjadi pemenang berkat perjuangan (doing the best). Dari sini terlihat, baik kompetisi dan kemenangan tidak kita temukan indikasi adanya ajaran yang menjadikan orang lain sebagai objek/ kurban.

Perintah Allah dalam Qur'an (Baqarah [2]: 148 dan Al-Mâidah [5]: 48) untuk berkompetisi (fastabiqû al-khairât) me-nunjukkan bahwa, meskipun berbeda kadar dan jenis keung-gulan-kelemahan tetapi semua manusia mempunyai (baca: diberi) potensi dan kesempatan yang sama oleh Allah, dan selanjutnya diberi peluang untuk mengembangkan potensi dan memanfaatkan kesempatannya dalam seluruh perjalanan hidupnya.

Bercermin pada diri Nabi, Nabi kita (Muhammad saw) adalah seorang yang mampu mensyukuri nikmat Allah. Beliau adalah seorang yang berjiwa besar, termasuk di dalam upayanya untuk meraih kesuksesan. Dengan seluruh potensi dan kesempatan yang dimilikinya, Dia selalu ‘bisa’ berjuang untuk menjadi yang terbaik tanpa mengusik kehadiran orang lain, bahkan Muhammad Husain Haikal menyebutnya sebagai seorang inspirator bagi (ke-suksesan) orang lain. Dia berhasil menjadi Insan Kamil (manusia paripurna). Manusia “multi-dimensi”, yang berhasil mencapai pun-cak prestasi tertinggi tanpa harus medlalimi orang lain.

Semangat untuk berkompetisi dengan siapa pun —dalam selu-ruh aspek kehidupannya— dihadirkan oleh Nabi saw dengan amal shalih (karya nyata yang serba-positif). Dia selalau ’bisa’ hadir sebagai pribadi yang memiliki integritas dalam kompetisi multi-dimensi, yang oleh karena integritas (kepribadian)-nya, Ia pun disebut oleh Allah dengan predikat “uswah hasanah” (Al-Ahzab [33]: 21). Manusia paripurna (multi-dimensi) yang bisa menjadi teladan untuk siapa pun, di mana pun dan kapan pun dalam konteks apa pun.

Ibn Katsir, ketika menafsirkan Al-Ahzab [33]: 21 ( Sesung-guhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah), me-nyatakan bahwa ayat ini merupakan pedoman dasar dalam

pe-netapan Nabi Muhammad saw sebagai suri teladan bagi semua orang dalam konteks apa pun. Meskipun turun dalam konteks perang (Khandaq), ayat ini memiliki pengertian (yang) universal, dalam arti mengharuskan kaum Muslim meneladani Beliau, tidak terbatas (hanya) dalam masalah perang, tetapi dalam segala hal. Dalam khazanah Tafsir Al-Qur'an, para pakar tafsir menjelas-kan bahwa makna meneladani Nabi Muhamad saw bisa dipa-hami dengan beberapa pengertian: (1) wujub al-iqtida’, yang ber-makna bahwa setiap Muslim seharusnya selalu mengikuti dan menjadikannya sebagai tokoh ‘identifikasi diri’ dalam segala hal, baik perkataan, sikap, maupun perilaku; (2) mulazamah al-tha`ah, yang bermakna bahwa setiap Muslim seharusnya selalu patuh dan taat kepadanya; (3) ’adam al-takhalluf `anh, yang bermakna bahwa setiap Muslim tidak boleh menjauh dan berpaling darinya. Sebagai muttabi’ (pengikut setia [yang] kritis) Beliau, tidak seharusnya kita terjebak pada konsep ’ittiba’ parsial dan simbolik, yang sebenaranya tidak layak untuk dilakukan oleh setiap Muslim yang cerdas. Patut disayangkan, misalnya, di saat seorang Muslim berjuang menuju keberjayaannya untuk menjadi yang terbaik, di saat itu pula ia harus ’bersahabat’ dengan sikap anti-tasamuhnya, menyikapi setiap perbedaan dengan tindakan ’kekerasan’. Pa-dahal, ketika kita harus bertarung dengan seperangkat sistem dan budaya yang (lebih banyak) menghambat proses perjalanan menuju ketakwaan sekali pun, seharusnya kita tetap bersabar untuk meladeninya dengan sikap ’empati’ dan penuh kehati-hatian. Karena sejumlah tantangan eksternal di seputar kita, terkadang bisa menjebak diri kita menjadi manusia-manusia ’bodoh’, yang karenanya, ‘kita’ —atas nama jihad, misalnya — dengan bangga bertindak anarkhis. Bahkan ketika berhadapan dengan seperangkat sistem yang begitu berkuasa dan seperangkat budaya yang begitu dominan terlalu sering menjadikan diri kita menjadi tidak berdaya pun, kita selayaknya bisa melawan dengan kekuatan ’al-akhlaq al-karimah’ kita, yang tak pernah mungkin mendorong diri kita untuk berbuat dlalim terhadap orang lain.

Kita pun – di negeri kita tercinta — harus sadar bahwa hanya ’mereka’ yang bersabar – menjadi para muttabi’ — yang selalu bisa “survive” untuk meneladani Nabi saw dengan spirit fastabiqu al-khairat, melawan realitas yang tidak bersahabat, hegemoni sistem dan budaya korup yang terus menghantui diri kita, untuk menjadi “yang terbaik”, meskipun – untuk sementara – harus menjadi “ ghu-raba’” (umat manusia yang – dalam pandangan mayoritas manusia - teralienasi) di tengah umat manusia yang sedang menikmati hidupnya menjadi kelompok “mufsidin” (orang-orang pragmatis yang tengah bersahabat dengan sistem dan budaya korup).l

Penulis adalah: Dosen Tetap FAI-UMY dan Dosen Luar Biasa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.

MUHSIN HARIYANTO

Meneladani dengan Spirit

“Fastabiqû Al-khairât”

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Strategi Penanaman Nilai Pendidikan Karakter pada Anak di SD IT Az-Zahra Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012.. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Tren metodologi yang digunakan sepertinya juga bergantung pada tren subyek penelitian, misalnya pada prosiding KNSI 2005, 2006 dan 2007 yang memiliki subyek Sistem Informasi,

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa semua hipotesis statistik (H0) dalam penelitian ini dapat ditolak pada taraf signifikansi 0,05, dengan demikian

[r]

membahas “Pengaruh Asset Growth , Likuiditas dan ROA terhadap Risiko Sistematis pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index ( JII) ”.

Dari perhitungan tersebut menghasilkan standar deviasi dari kuat tekan mortar komposisi madu 0,03 % dan amylum 0,5% pada umur 7 hari yaitu 3,025.. Umur

Dalam sistem bangunan tinggi (high rise building), terdapat beberapa sistem utama yang bekerja secara terpadu demi terbentuknya bangunan tinggi utuh yang berdaya

Kemudian apabila pengertian tersebut ditempatkan pada ruang lingkup yang lebih spesifik dalam penelitian ini yaitu database, maka dapat dinyatakan bahwa frekuensi pemanfaatan