KECENDERUNGAN PEMILIHAN KARIER BERDASARKAN
GAYA BELAJAR PADA SISWA SMA KELAS XII
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
HANIFAN AKBAR
051301098
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul:
Kecenderungan Pemilihan Karier Berdasarkan
Gaya Belajar Pada Siswa Kelas XII
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu pada dalam penulisan skripsi ini saya kutip
dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai
dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan didalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 7 November 2010
HANIFAN AKBAR
Kecenderungan Pemilihan Karier Berdasarkan Gaya Belajar pada Siswa SMA Kelas XII
Hanifan Akbar dan Tarmidi
ABSTRAK
Gaya belajar adalah proses yang didalamnya terdapat orientasi belajar pengalaman konkrit (CE), pengamatan reflektif (RO), konseptualisasi abstrak (AC), dan eksperimentasi aktif (AE) yang digunakan secara menyeluruh untuk beradaptasi terhadap dunia (Kolb, 1984). Pengalaman belajar mengarah pada bagaimana siswa merasakan tentang situasi belajarnya dan bagaimana siswa menggunakan sumber – sumber dan ilmu yang didapatnya untuk mengerti dan mengakses ketrampilan yang dibutuhkan. Menurut Ginzberg (dalam Sharf, 2006), pada usia 17 sampai dengan 18 tahun, siswa telah menyadari pentingnya penentuan sekolah bagi pengembangan kariernya. Salah satu determinan sukses karier adalah kongruensi (kesesuaian) antara disposisi diri personal dengan karakter lingkungan karier. (Holland dalam Santohadi, 2006). Gaya belajar yang berbeda-beda akan mengarahkan siswa untuk memilih karier yang sesuai dengan dirinya (Plovnick, 1975). Gaya belajar dibentuk berdasarkan kombinasi dari orientasi belajar, dimana kombinasi orientasi belajar CE dan RO membentuk divergen, kombinasi RO dan AC membentuk asimilasi, kombinasi AC dan AE membentuk konvergen, dan kombinasi AE dan CE membentuk akomodasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pemilihan karier berdasarkan gaya belajar siswa kelas XII dengan metode deskriptif kuantitatif . Sampel dalam penelitian ini berjumlah 207 orang siswa dengan teknik pengambilan sampel cluster sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Learning Style Inventory (LSI) dengan tipe penskalaan subjektif yang disusun oleh David A. Kolb pada tahun 2005. LSI ini berjumlah 12 aitem dengan tiap aitem memiliki 4 pilihan jawaban. Sampel berjumlah 207 siswa pada SMAN 1, SMAN 3, SMAN 4 Banda Aceh.
Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa gaya belajar siswa kelas XII di kota Banda Aceh mayoritas memiliki gaya belajar konvergen sebanyak 69 orang (33,3%), gaya belajar asimilasi sebanyak 63 orang (30,4%), gaya belajar divergen sebanyak 44 orang (21,3%), dan gaya belajar akomodasi sebanyak 31 orang (15,0%). Sementara hasil tambahan yang diperoleh melalui data kontrol menggambarkan mayoritas siswa memilih pilihan karier yang tidak sesuai dengan gaya belajar personalnya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas semua karunia dan
keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan, waktu,
kesempatan, serta rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar
sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan
judul “ Kecenderungan Pemilihan Karier Berdasarkan Gaya Belajar Pada Siswa
Kelas XII” yang dilatarbelakangi oleh keinginan peneliti untuk menggali dan
menawarkan proses gaya belajar yang sesuai dengan diri siswa kelas XII dan
sebagai alternatif dalam pemilihan kariernya kelak. .
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ibunda
Rillyana Putri dan ayahanda Ir. Armen Zainuddin yang telah mencurahkan kasih
sayangnya kepada penulis sejak kecil, mendidik dan membimbing, selalu
mendoakan penulis dalam setiap aktivitas, sebagai penopang, pemberi inspirasi,
tempat berkeluh kesah, dan telah mengisi segala tempat dalam hidup saya dengan
hal positif. Terima kasih yang tak terkira menjadi anakmu. Semoga Allah SWT
memberikan kebahagiaan kepada keduanya di dunia maupun di akhirat. Skripsi ini
juga penulis persembahkan kepada adinda tercinta Hayyuni Azria, Hawari Arief
dan Harisul Haq. Terima kasih atas dukungan dan motivasinya selama ini.
Semoga kita menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan berguna
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi
2. Abang Tarmidi, M.Psi psikolog yang telah sangat membantu dan
membimbing saya dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai.
3. Bapak Zulkarnain, S.Psi, psikolog selaku dosen pembimbing akademik,
yang bersedia meluangkan waktunya dalam membimbing dan menasehati
saya.
4. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd yang telah memberikan motivasi ekstra
untuk tetap semangat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Etty Rahmawati, M.Si yang telah memberikan pengetahuan yang
sangat berharga, kritik yang membangun dan hal-hal kecil yang sangat
berguna bagi penulis.
6. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan
bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas
Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa
perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi. Jazakumullah khairan
katsiran.
7. Kepada pihak sekolah yang telah memberikan waktunya untuk
8. Intan Syawalina Siregar yang telah memberikan semangat, motivasi dan
perhatian tak terhingga yang mampu menguatkan peneliti dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
9. Kawan-kawan angkatan ’05 yang telah membantu peneliti selama masa
perkuliahan di Fakultas Psikologi.
10.kawan-kawan Seminar Pendidikan yang memberikan rasa setia kawan,
empati, rasa kebersamaan, dan selalu memotivasi peneliti untuk terus
maju.
11.adik-adik angkatan ’06, ’07, ’08, ’09, dan ’10 yang peneliti sayangi.
Semoga kalian mampu membawa Psikologi USU semakin jaya.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,
karena itu saya akan sangat bersedia untuk menerima kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan di lain waktu.
Medan, November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ... iv
DAFTAR TABEL .... ... viii
DAFTAR GAMBAR... ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Teoritis ... 10
2. Manfaat Praktis ... 10
E. Sistematika Penelitian ... 11
BAB II LANDASAN TEORI A. Karier . ... 12
B. Pemilihan Karier ... 13
1. Definisi Pemilihan Karier ... 13
2. Proses Pemilihan Karier ... 14
1. Definisi Belajar ... 17
D. Gaya Belajar ... 19
1. Definisi Gaya Belajar ... 19
2. Dimensi Gaya Belajar ... 20
3. Karakteristik Gaya Belajar ... 26
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Gaya Belajar... 26
5. Tahap Perkembangan Individu ... 30
E. Siswa SMA Kelas XII ... 31
F. Kecenderungan Pemilihan Karier Berdasarkan Gaya Belajar Pada SISwa Kelas XII ... 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36
1. Gaya Belajar ... 36
a. Pengalaman Konkrit (CE) ... 36
b. Konseptualisasi Abstrak (AC) ... 37
c. Pengamatan Reflektif (RO)... 37
d. Eksperimentasi Aktif (AE) ... 37
1. Divergen ... 38
2. Asimilasi ... 38
3. Konvergen ... 38
4. Akomodasi ... 39
1. Populasi dan Sampel ... 39
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 40
D. Metode Pengumpulan Data ... 41
1. Learning Style Inventory (LSI) ... 41
E. Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Alat Ukur ... 44
1. Uji daya Beda Aitem ... 45
2. Uji Reliabilitas ... 45
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 46
G. Prosedur Penelitian ... 47
1. Tahap Persiapan Alat Ukur Penelitian ... 47
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 48
3. Tahap Pengolahan Data ... 49
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Subjek Penelitian ... 50
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 50
2. Usia Subjek Penelitian ... 51
3. Penyebaran Subjek Berdasarkan Kelas ... 51
4. Pilihan Karier yang Disukai Subjek Peneltian ... 52
B. Hasil Utama Penelitian ... 54
1. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII Banda Aceh ... 54
2. Gambaran Gaya Belajar pada Siswa Kelas XII ... 55
a. Kelas XII IPA 5 SMAN 1... 55
c. Kelas XII IPA 2 SMAN 3... 59
d. Kelas XII IPA 6 SMAN 3... 61
e. Kelas XII IPA 7 SMAN 3... 63
f. Kelas XII IPA 1 SMAN 4... 65
g. Kelas XII IPA 5 SMAN 4... 67
C. Hasil Tambahan Penelitian... 70
1. Gambaran Gaya Belajar Siswa SMA kelas XII ditinjau dari jenis kelamin ... 70
2. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII ditinjau dari Usia Siswa ... 71
3. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII ditinjau dari Pilihan Karier Siswa ... 72
4. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII ditinjau dari Sebaran Kelas Siswa ... 73
D. Pembahasan ... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 78
B. Saran . ... 81
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karier sesuai dengan gaya belajar ... 25
Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya belajar...30
Tabel 3. Blueprint Learning Style Inventory (LSI) ... 42
Tabel 4. Norma dalam penskoran LSI………...43
Tabel 5. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin...50
Tabel 6. Gambaran subjek berdasarkan usia ... 51
Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan kelas ... 51
Tabel 8. Penyebaran Pilihan Karier Subjek Penelitian ... 53
Tabel 9. Gambaran umum orientasi belajar dari gaya belajar ... 54
Tabel 10. Gambaran Gaya Belajar Siswa SMA kelas XII ... 55
Tabel 11. Gambaran Orientasi Gaya Belajar Siswa Kelas XII IPA 5 SMAN 1 ... 55
Tabel 12. Gambaran gaya belajar Siswa Kelas XII IPA 5 SMAN 1 ... 56
Tabel 13. Gambaran pilihan karier siswa kelas XII IPA 5 SMAN 1 ... 57
Tabel 14. Gambaran orientasi gaya belajar siswa kelas XII IPA 1 SMAN 3... 58
Tabel 15. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII IPA 1 SMAN 3 ... 58
Tabel 16. Gambaran Pilihan Karier Siswa Kelas XII IPA 1 SMAN 3 ... 59
Tabel 17. Gambaran orientasi gaya belajar siswa kelas XII IPA 2 SMAN 3... 59
Tabel 19. Gambaran Pilihan Karier Siswa Kelas XII IPA 2 SMAN 3 ... 61
Tabel 20. Gambaran gorientasi gaya belajar siswa kelas XII IPA 6 SMAN 3 ... 62
Tabel 21. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII IPA 6 SMAN 3 ... 62
Tabel 22. Gambaran Pilihan Karier Siswa Kelas XII IPA 6 SMAN 3 ... 63
Tabel 23. Gambaran orientasi gaya belajar siswa kelas XI IPA 7 SMAN 3 ... 63
Tabel 24. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII IPA 7 SMAN 3 ... 64
Tabel 25. Gambaran pilihan karier siswa kelas XII IPA 7 SMAN 3 ... 65
Tabel 26. Gambaran orientasi gaya belajar siswa kelas XII IPA 1 SMAN 4... 65
Tabel 27. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII IPA 1 SMAN 4 ... 66
Tabel 28. Gambaran Pilihan Karier Siswa Kelas XII IPA 1 SMAN 4 ... 67
Tabel 29. Gambaran orientasi gaya belajar siswa kelas XII IPA 5 SMAN 4... 67
Tabel 30. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII IPA 5 SMAN 4 ... 68
Tabel 31. Gambaran Pilihan Karier Siswa Kelas XII IPA 5 SMAN 4 ... 69
Tabel 32. Gambaran Gaya Belajar Siswa SMA Kelas XII ditinjau dari Jenis Kelamin ... 70
Tabel 33. Gambaran Gaya Belajar Siswa SMA Kelas XII Ditinjau dari Usia Siswa ... 71
Tabel 34. Gambaran Gaya Belajar Siswa Kelas XII ditinjau dari Pilihan Karier Siswa ... 72
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Siklus orientasi gaya belajar Kolb...21
Kecenderungan Pemilihan Karier Berdasarkan Gaya Belajar pada Siswa SMA Kelas XII
Hanifan Akbar dan Tarmidi
ABSTRAK
Gaya belajar adalah proses yang didalamnya terdapat orientasi belajar pengalaman konkrit (CE), pengamatan reflektif (RO), konseptualisasi abstrak (AC), dan eksperimentasi aktif (AE) yang digunakan secara menyeluruh untuk beradaptasi terhadap dunia (Kolb, 1984). Pengalaman belajar mengarah pada bagaimana siswa merasakan tentang situasi belajarnya dan bagaimana siswa menggunakan sumber – sumber dan ilmu yang didapatnya untuk mengerti dan mengakses ketrampilan yang dibutuhkan. Menurut Ginzberg (dalam Sharf, 2006), pada usia 17 sampai dengan 18 tahun, siswa telah menyadari pentingnya penentuan sekolah bagi pengembangan kariernya. Salah satu determinan sukses karier adalah kongruensi (kesesuaian) antara disposisi diri personal dengan karakter lingkungan karier. (Holland dalam Santohadi, 2006). Gaya belajar yang berbeda-beda akan mengarahkan siswa untuk memilih karier yang sesuai dengan dirinya (Plovnick, 1975). Gaya belajar dibentuk berdasarkan kombinasi dari orientasi belajar, dimana kombinasi orientasi belajar CE dan RO membentuk divergen, kombinasi RO dan AC membentuk asimilasi, kombinasi AC dan AE membentuk konvergen, dan kombinasi AE dan CE membentuk akomodasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pemilihan karier berdasarkan gaya belajar siswa kelas XII dengan metode deskriptif kuantitatif . Sampel dalam penelitian ini berjumlah 207 orang siswa dengan teknik pengambilan sampel cluster sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Learning Style Inventory (LSI) dengan tipe penskalaan subjektif yang disusun oleh David A. Kolb pada tahun 2005. LSI ini berjumlah 12 aitem dengan tiap aitem memiliki 4 pilihan jawaban. Sampel berjumlah 207 siswa pada SMAN 1, SMAN 3, SMAN 4 Banda Aceh.
Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa gaya belajar siswa kelas XII di kota Banda Aceh mayoritas memiliki gaya belajar konvergen sebanyak 69 orang (33,3%), gaya belajar asimilasi sebanyak 63 orang (30,4%), gaya belajar divergen sebanyak 44 orang (21,3%), dan gaya belajar akomodasi sebanyak 31 orang (15,0%). Sementara hasil tambahan yang diperoleh melalui data kontrol menggambarkan mayoritas siswa memilih pilihan karier yang tidak sesuai dengan gaya belajar personalnya.
BAB I
LATAR BELAKANG
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Masa Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan masa transisi menuju ke
masa dewasa, dan ini berarti merupakan masa menuju dunia pekerjaan atau karier
yang sebenarnya (Newman & Newman, 2006). Pekerjaan merupakan salah satu
aspek terpenting dalam kehidupan manusia dewasa yang sehat, di mana pun dan
kapan pun mereka berada (Zein, 2007). Pekerjaan seseorang memiliki
konsekuensi yang besar bagi diri dan merupakan inti dari nilai dasar dan tujuan
hidup seseorang, oleh karenanya ketepatan memilih dan menentukan pilihan
karier menjadi titik penting dalam perjalanan hidup manusia (Johnson, 2000;
Santohadi, 2006).
Menurut Ginzberg (dalam Sharf, 2006), pada usia 17 sampai dengan 18
tahun, siswa telah menyadari pentingnya penentuan sekolah bagi pengembangan
kariernya. Siswa mengetahui bahwa mereka dapat menentukan masa depan dan
perlu membuat tindakan saat itu, meski jika tidak segera. Pada periode ini,
Ginzberg (Sharf, 2006) mengatakan siswa melalui tahap realistik yang mirip
1986) mengatakan bahwa tahap perkembangan karier pada siswa SMA berada
dalam tahap eksplorasi (15 – 24 tahun).
Menurut Hayadin (2006), Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan
salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh oleh anak Indonesia dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal. Jenjang ini merupakan tahap
yang strategis dan kritis bagi perkembangan dan masa depan anak Indonesia. Pada
jenjang ini anak Indonesia berada pada pintu gerbang untuk memasuki dunia
pendidikan tinggi yang merupakan wahana untuk membentuk integritas profesi
yang didambakannya. Pada tahap ini pula anak Indonesia bersiap untuk memasuki
dunia kerja yang penuh tantangan dan kompetisi. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Zunker (2002) yang menyatakan bahwa tahun-tahun di SMA
merupakan waktu untuk belajar menyiapkan masa depan dimana siswa diharapkan
untuk dapat mengambil tindakan yang mandiri dan menerima tanggung jawab atas
keputusan mereka.
Untuk dapat memutuskan kariernya secara tepat siswa membutuhkan
proses atau waktu yang cukup panjang. Seperti yang dikemukakan Sukardi (1994)
karier seseorang bukanlah hanya sekedar pekerjaan apa yang telah dijabatnya,
melainkan suatu pekerjaan atau jabatan yang benar-benar sesuai dan cocok
dengan potensi-potensi diri dari orang - orang yang menjabatnya sehingga setiap
orang yang memegang pekerjaan yang dijabatnya itu akan merasa senang untuk
menjabatnya dan kemudian mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk
sarana dan prasarana yang diperlukan dalam menunjang pekerjaan yang sedang
dijabatnya.
Salah satu determinan sukses karier adalah kongruensi (kesesuaian) antara
disposisi diri personal dengan karakter lingkungan karier. Kongruensi atau
kesesuaian antara karakter diri berhubungan dengan kualitas keterlibatan siswa
dalam studi, prestasi studi/kerja, stabilitas siswa dalam menjalani (studi) dan
kariernya, dan kepuasan karier atau studi dan kerja (Holland dalam Santohadi,
2006). Pemilihan karier siswa seharusnya adalah hasil dari proses pengenalan diri,
peluang-peluang karier, dan tindakan mengintegrasikan secara rasional dua
domain ini untuk menentukan pilihan karier, dan perjalanan sepanjang rentang
usia tertentu hingga mencapai kematangan karier.
Dalam pemilihan karier yang tepat tentunya harus disesuaikan dengan
minat dan kemampuan dari siswa itu sendiri. Selain itu ada beberapa hal yang
sangat mempengaruhi proses pemilihan karier, seperti kepribadian diri siswa,
keterampilan yang dimiliki serta pengetahuan tentang dunia kerja. Selain
dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal juga sangat mempengaruhi,
seperti faktor sosial ekonomi keluarga, orang tua juga masyarakat sekitar
(Sukardi, 1994).
Ujian Nasional (UN) sudah diselenggarakan dan berikutnya adalah
merencanakan dan menentukan langkah selanjutnya. Apakah mau masuk
perguruan tinggi, jurusan apa yang dipilih. Bagi siswa yang sudah mengetahui apa
bakat dan minatnya dan terbiasa mengambil keputusan sendiri, tidak banyak
SMA yang sulit ambil keputusan karena tidak tahu apa bakat dan minatnya, dan
banyak yang belum menemukan potensi dirinya, tidak terbiasa mengambil
keputusan sendiri bahkan untuk hal-hal yang terkait dengan kepentingannya,
sehingga bingung ketika harus memilih jurusan dan perguruan tinggi. Belum lagi
gaya ikut-ikutan teman agar ketika kuliah sudah memiliki teman yang telah
dikenal, atau juga karena mengikuti pacar. Kebingungan siswa ada pula yang
disebabkan sikap orang tua yang memaksakan anak memilih jurusan yang
ditentukan orang tua, bukan kemauan dan minat anaknya (Susilowati, 2008).
Fenomena Ujian Nasional (UN) dapat menjelaskan bagaimana siswa tidak
mampu mengoptimalkan kemampuannya, pada saat pengumuman hasil UN,
banyak terdapat paradoks, diantaranya, anak-anak yang selama ini rajin belajar
banyak yang tidak lulus. sebaliknya, siswa yang jarang, bahkan tidak pernah
masuk kelas, lulus. Mereka berpesta atas kelulusan tersebut, mencoret-coret baju,
pergi konvoi menggunakan sepeda motor tanpa memperhatikan peraturan lalu
lintas dan melakukan “perayaan” lainnya, walaupun sebenarnya mereka tidak
berhak atas kelulusan tersebut. fenomena ini memberikan efek yang panjang pada
aktivitas pembelajaran di sekolah. muncul stigma pada siswa, “anak malas dan
nggak pernah masuk aja bisa lulus, yang rajin malah nggak lulus, mendingan
nggak usah aja belajar”. hal ini berdampak pada semangat belajar yang menurun,
penghargaan terhadap guru merosot dan motivasi ke sekolah akan sangat menurun
(Devanda, 2009).
Kurangnya informasi yang berkaitan dengan pendidikan juga jabatan atau
penghambat siswa tidak dapat mengambil keputusan kariernya secara tepat. Siswa
bingung dengan jurusan yang akan diambilnya apabila akan melanjutkan
pendidikannya serta apabila akan bekerja juga tidak tahu pekerjaan yang cocok
baginya sehingga bagi siswa yang tidak melanjutkan banyak yang menganggur
setelah siswa tersebut lulus dari bangku sekolah (Sukardi, 1994). Siswa yang
mengalami hambatan tersebut membutuhkan bimbingan sehingga dapat
menggunakan kemampuannya dalam proses penentuan karier (Turesky, 2005).
Kemampuan siswa untuk meningkatkan potensi belajarnya disebut dengan
proses metakognitif, siswa sadar dengan proses berpikir dan juga pola yang
digunakannya untuk menyelesaikan masalah. Pengalaman belajar merupakan hal
yang penting dalam proses belajar. Pengalaman belajar mengarah pada bagaimana
siswa merasakan tentang situasi belajarnya dan bagaimana siswa menggunakan
sumber –sumber dan ilmu yang didapatnya untuk mengerti dan mengakses
ketrampilan yang dibutuhkan. Siswa yang memiliki kesadaran metakognitif yang
tinggi memiliki karakteristik: pembelajar yang efisien, menghargai gaya
belajarnya ketika ilmu tersebut dapat membantunya belajar, mampu untuk
mengerti tentang informasi yang dibutuhkan, mampu menyusun strategi dalam
menyelesaikan masalah (Reid, 2005 ). Struktur kompleks dari pembelajaran
memungkinkan bagi munculnya struktur gaya belajar. Melalui pengalaman, siswa
memprogram untuk memahami realitas melalui berbagai tingkat kemampuannya.
Pemrograman pengalaman akan menentukan sejauh mana siswa tersebut
memahami empat modus proses pembelajaran: pengalaman konkrit, pengamatan
Pengalaman konkrit adalah proses di mana pengalaman dipahami melalui
sesuatu yang nyata, dapat dirasa melalui pengalaman langsung. Tahap selanjutnya
adalah konseptualisasi abstrak mengandalkan pemahaman konseptual,
representasi simbolik, berpikir deduktif dan analisis logis dari ide-ide yang ada.
dimensi selanjutnya adalah eksperimentasi-pengamatan reflektif adalah proses
pencapaian tujuan yang diinginkan baik melalui refleksi internal dengan melihat
hal-hal dari perspektif yang berbeda untuk mencari arti atau melalui manipulasi
dunia luar dengan melakukan, mengambil resiko atau memanipulasi orang dan
peristiwa. Gabungan dari empat modus belajar menghasilkan level tertinggi dalam
pembelajaran. Penekanan pada model ini adalah proses pembelajaran
terus-menerus didasarkan pada interaksi antara siswa dan lingkungan. Pada
kenyataannya, siklus ini dibangun berdasarkan model Lewinian yang menekankan
dua konflik dialektik: bahwa antara pengalaman konkrit dan konsep-konsep
abstrak dan antara observasi dan tindakan. Kolb menegaskan pada para siswa, jika
mereka ingin efektif dalam pembelajaran, diperlukan empat jenis kemampuan
kemampuan pengalaman konkrit (CE), kemampuan pengamatan reflektif (RO),
kemampuan konseptualisasi abstrak (AC) dan kemampuan eksperimentasi aktif.
Menurut Kolb (1976, 1984) bahwa setiap siswa menggunakan modus
masing-masing sampai batas tertentu, tetapi memiliki gaya belajar pilihan yang
dihasilkan dari kecenderungan belajar melalui pengalaman konkrit,
konseptualisasi abstrak, pengamatan reflektif, atau eksperimentasi aktif. Belajar
membentuk perkembangan dalam empat modus belajar. Kompleksitas emosional
pengamatan reflektif membentuk observasi yang tepat. Kompleksitas simbolik
dalam konseptualisasi abstrak menghasilkan konsep yang kuat. Dan, kompleksitas
perilaku dalam eksperimentasi aktif menghasilkan tindakan. Integrasi dari tiap
tahap belajar tersebut akan mengembangkan pertumbuhan pribadi yang ditandai
oleh aktualisasi diri, independen, tanggap dan memiliki tujuan.
Gaya belajar didasarkan pada kecenderungan siswa memilih empat modus
dari proses belajar yang diukur dengan instrumen self report. Terdapat bukti
nyata bahwa dengan gaya belajar yang berbeda-beda akan mengarahkan siswa
untuk memilih karier yang sesuai dengan dirinya (Plovnick, 1975). Sebagai
contoh, karier dalam ilmu alam akan cocok pada siswa dengan pemikiran logis
dan analitis, sedangkan sales membutuhkan gaya yang lebih konkrit, intuitif, dan
orientasi pada masa kini. Pemilihan karier dihubungkan dengan kepribadian siswa
dan lingkungan dimana siswa berinteraksi. Menggunakan alat ukur yang bernama
LSI (Learning Style Inventory) untuk mengukur gaya belajar siswa, hasil studi ini
menemukan bahwa siswa yang memiliki perbedaan gaya belajar cenderung
mengarah pada karier yang memiliki spesialisasi yang beragam (Plovnick, 1975).
Setiap siswa memiliki cara belajar tersendiri. LSI dapat menggambarkan
pilihan belajar siswa, dan juga mengarahkan siswa untuk mengembangkan dan
menggunakan kekuatan belajarnya itu. Kegunaan dari LSI adalah dapat mengatasi
permasalahan, kerjasama kelompok, mengatasi konflik, komunikasi dan
pemilihan karier serta mengembangkan gaya belajar siswa agar sesuai dengan
Melalui penelitian Kolb (1984), empat pola perilaku muncul untuk
menggambarkan empat bentuk dasar dari belajar. Yang pertama adalah gaya
Divergen, dimana kekuatan mereka terletak pada kemampuan imajinatif dan
kreatif dalam memahami dan mampu bersosialisasi dengan orang lain. Siswa
dengan gaya Divergen memiliki kemampuan imajinatif dalam banyak ide-ide dan
implikasinya, seperti dalam brainstorming. Pola karier yang terkait dengan gaya
ini melibatkan kontak dekat dengan orang-orang dalam bidang-bidang seperti
psikologi, keperawatan, kerja sosial, relawan, pemain teater, penulis sastra,
desainer, jurnalis.
Kemampuan siswa dengan dengan gaya belajar asimilasi adalah dalam
perencanaan sistematis, pembentukan model dan teori-teori dan penalaran
induktif. Gaya belajar ini milik siswa yang melihat atau mengambil informasi
baru secara abstrak. Siswa yang memiliki gaya asimilasi tertarik untuk bidang
dalam ilmu-ilmu dasar, matematika dan karir informasi seperti ilmu fisika,
biologi, matematika, penelitian pendidikan, sosiologi, hukum (Kolb, 1984).
Siswa yang melihat atau mengumpulkan informasi baru secara abstrak
memiliki gaya Konvergen. Kekuatan terbesar terletak pada kemampuan siswa
untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan mencoba ide-ide baru.
Siswa dengan gaya Konvergen sering tertarik pada karir spesialis teknologi dan
rekayasa, ilmu komputer, teknologi kedokteran, pertanian, kehutanan, ekonomi
dan lingkungan sains (Kolb, 1984).
Kemampuan terbesar dari siswa dengan gaya Akomodasi adalah dalam
pengalaman baru. Siswa sering mengambil peran kepemimpinan, suka
besosialisasi dan merupakan siswa pengambil risiko. Siswa dengan gaya ini
menyukai untuk bidang dalam manajemen, keuangan publik, sumber daya
manusia, pemasaran dan administrasi pendidikan (Kolb, 1984).
Hasil penelitian pada siswa medikal di MIT, Alfred Sloan School of
Management pada Maret 1975 menggambarkan siswa dengan gaya belajar yang
berbeda dipengaruhi oleh berbagai aspek dalam lingkungannya untuk memilih
karier. Secara spesifik, tipe konkrit (akomodator dan diverger) dipengaruhi oleh
pengalaman kerja dan adanya teladan yang dapat dicontoh dan dikagumi,
sedangkan tipe asimilasi dipengaruhi oleh pekerjaan yang memiliki pembahasan
intelek, dan tipe konvergen cenderung untuk menyaring tipe yang cocok dengan
dirinya untuk pemilihan karier (Plovnick, 1975).
Penelitian Kolb (1984) pada hubungan antara gaya belajar siswa dan
bidang pilihan belajar di sekolah dapat dijadikan pegangan sebagai pemahaman
tentang terjadinya ketidakcocokan karier antara siswa dan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwasannya siswa yang
memiliki gaya belajar tertentu mempunyai karier yang tersendiri.
Peneliti menggunakan Kolb learning style inventory dikarena alat ukur ini
dapat mengukur gaya belajar siswa dan juga dapat menentukan pilihan kariernya.
Peneliti ingin meneliti apakah penggunaan alat ukur Kolb learning style inventory
dapat digunakan di Indonesia dan diaplikasikan dalam mengetahui gaya belajar
siswa.
Masalah utama dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui lebih lanjut apakah pemilihan karier siswa sesuai dengan gaya
belajar yang dimilikinya?
2. Melihat bagaimana tingkatan gaya belajar siswa berdasarkan orientasi gaya
belajar?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
- Gaya belajar siswa SMA kelas XII.
- Kecenderungan pemilihan karier berdasarkan gaya belajar siswa kelas
XII.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu Psikologi
khususnya bidang Psikologi Pendidikan mengenai pemilihan karier ditinjau dari
gaya belajar pada siswa SMA XII.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
a. Memberikan informasi kepada para siswa SMA tentang peran gaya belajar
dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam konteks akademis dan
diharapkan dapat semakin mengembangkan kemampuan belajar serta
b. Memberikan informasi bagi orang tua untuk lebih mengetahui gaya belajar
siswa sehingga lebih dapat mengarahkan minat yang ada dalam diri siswa.
c. Memberikan informasi kepada lembaga-lembaga dan juga para praktisi
yang bergerak dalam bidang pendidikan. Terutama dalam hal hubungan
gaya belajar dan pemilihan karier.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : Pendahuluan
Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: Landasan Teori
Berisi teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang
meliputi definisi belajar, gaya belajar , karier, pemilihan karier.
BAB III : Metode Penelitian
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup
variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian,
populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, metode
pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, metode
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Karier
Karier Seorang dapat dianggap sebagai proyek jangka panjang dalam
kehidupan individu. Karier seseorang mungkin dalam bidang bisnis, hukum,
mengajar, entertainment, atau sesuatu yang lain (Care, 1984).
Menurut Care (1984) karier adalah cara hidup satu individu. Maanen (1977)
memberikan definisi karier sebagai rangkaian pengalaman yang berhubungan dengan
kehidupan seseorang. Olson dan Prince (1979) menyatakan karier sebagai
serangkaian langkah dalam organisasi dan melihat karir sebagai komitmen seumur
hidup untuk bekerja dalam bidang tertentu di suatu organisasi.
Karier adalah istilah yang didefinisikan oleh Kamus Oxford Inggris sebagai
lintasan atau perjalanan dalam kehidupan (atau bagian yang berbeda dari kehidupan)
Nosow (1962) memberikan definisi karier sebagai berikut : secara sosiologis karier
mengacu pada perubahan pola kerja (vertikal dan atau horisontal) dari setiap
kelompok kerja "(Nosow, 1962). Sama dengan konsep karier sebelumnya, Hall
(2002) mendefinisikan karier sebagai sikap dan perilaku yang berbeda yang terkait
dengan individu dan pengalaman kerjanya dan tindakan selama periode hidup. Karier
adalah pengalaman terkait atas hidup seseorang menunjukkan tindakan jangka
Sims (1983) mengatakan untuk menyesuaikan pekerjaan dengan individu,
kerangka untuk menilai tuntutan pekerjaan dan karakteristik pribadi sangat
dibutuhkan.
B. Pemilihan Karier
1. Definisi Pemilihan karier
Teori Holland (dalam Sukardi, 1994) mengungkapkan bahwa pemilihan karier
atau jabatan adalah merupakan hasil dari interaksi antara faktor hereditas dengan
segala pengaruh budaya, teman bergaul orang tua, orang dewasa yang dianggap
memiliki peranan yang penting. Menurut Holland (1979), individu tertarik pada suatu
karier tertentu karena kepribadiannya dan berbagai variabel yang
melatarbelakanginya. Pada dasarnya, pemilihan karier merupakan ekspresi atau
perluasan kepribadian ke dalam dunia kerja yang diikuti dengan pengidentifikasian
terhadap stereotipe okupasional tertentu. Perbandingan antara self dengan persepsi
tentang suatu okupasi dan penerimaan atau penolakannya merupakan faktor penentu
utama dalam pemilihan karier. Harmoni antara pandangan seseorang terhadap dirinya
dengan okupasi yang disukainya membentuk “modal personal style”.
Pemilihan karier merupakan proses pengambilan keputusan yang berlangsung
sepanjang hayat bagi mereka yang mencari banyak kepuasan dari pekerjaannya.
Pemilihan karier yang dibuat pada awal proses perkembangan vokasional sangat
meningkatkan kariernya dan memperoleh kepuasan pribadi yang mendalam. Menurut
Ginzberg (dalam Sukardi, 1994) pilihan karier merupakan suatu proses dengan
kompromi yang dinamis dan berlangsung seumur hidup yang mengharuskan mereka
berulang-ulang melakukan penilaian kembali, dengan maksud dapat lebih
mencocokkan tujuan-tujuan karier yang terus berubah sesuai kenyataan kerja.
Adanya pencarian karier menciptakan homogenitas okupasi. Homogenitas
okupasi merupakan jalan terbaik menuju pemenuhan diri dan pola karier yang
konsisten. Individu yang mempunyai peran dan tujuan okupasional yang bertentangan
dengan lingkungan akan mempunyai pola karier yang inkonsisten dan divergen.
Holland menekankan pentingnya self-knowledge dalam upayanya mencari kepuasan
dan stabilitas vokasional.
Holland (1985) memandang pemilihan karier sebagai ekspresi atau ekstensi
kepribadian ke dalam dunia kerja, yang diikuti dengan pengidentifikasian terhadap
stereotype okupasional tertentu. Holland (1985) memandang modal orientasi diri
sebagai kunci menuju pilihan okupasi individu. Sentral bagi teori holland (1985)
adalah konsep bahwa individu memilih karier untuk memuaskan orientasi kesenangan
probadinya.
2. Proses Pemilihan Karier
Seseorang untuk dapat menentukan pilihan kariernya secara tepat
beberapa tahapan seperti yang dikemukakan Ginzberg (dalam Munandir,1996) yaitu
tahap fantasi, tahap tentatif, tahap realistik, tahap eksplorasi, tahap kristalisasi dan
tahap spesifikasi.
Tahap fantasi ini seorang anak akan memilih kariernya secara sembarangan,
tidak didasarkan pada kemampuannya. Biasanya dalam tahap ini anak akan memilih
pekerjaan didasarkan karena melihat seseorang yang telah bekerja di bidang tersebut
dan si anak terkesan dengan orang tersebut. Misalnya pada waktu anak tersebut sakit
dan dirawat oleh seorang dokter yang cantik dan keibuan dan bersikap baik pada si
anak, maka anak tersebut merasa nyaman dirawat oleh dokter tersebut. Dari hal
tersebut si anak menjadi tertarik dibidang kedokteran karena terkesan dengan sikap
dokter yang telah merawatnya walaupun sebenarnya bakatnya tidak dibidang
tersebut. Jadi pilihan karier pada tahap ini tidak didasarkan pada kenyataan yang ada
tetapi didasarkan pada ketertarikannya saja.
Pada tahap tentatif seseorang mulai berkembang dalam pilihan kariernya.
Apabila awalnya pertimbangan karier hanya didasarkan pada ketertarikan saja tidak
mempertimbangkan hal lainnya yang juga mempengaruhi, maka dalam tahap ini hal
tersebut dipertimbangkan. Anak mulai menyadari bahwa minatnya berubah-ubah dan
mulai memikirkan sebenarnya karier apa yang cocok untuk dirinya sesuai dengan
kemampuannya.
Tahap realistik ini anak melakukan perkembangan lagi, yaitu dengan
Penilaian tersebut dijadikan pertimbangan untuk memasuki pekerjaan atau untuk
menentukan jurusan yang dipilihnya di perguruan tinggi apabila anak tersebut
memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya.
Tahap eksplorasi seseorang yang telah melakukan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan pilihan kariernya akan mencapai keberhasilan atau bisa juga
mengalami kegagalan. Dari keberhasilan atau kegagalan yang dialami akan
membentuk pola pkir dari orang tersebut tentunya akan lebih mempertimbangkan
kembali karier yang telah dipilihnya.
Tahap kristalisasi ini anak berpikir lagi dan menyadari bahwa untuk
menentukan pilihan kariernya harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada yang
sangat mempengaruhi dalam menentukan keputusannya baik itu faktor yang berasal
dari diri individu maupun faktor yang berasal dari luar diri individu. Adanya
faktor-faktor tersebut pada akhirnya individu akan menentukan pilihan kariernya yang
sesuai.
Tahap spesifikasi, setelah anak menentukan pilihan karier yang menurutnya
sesuai, maka dalam tahap ini pilihan pekerjaan lebih dispesifikasikan lagi yaitu
pekerjaan yang lebih khusus. Misalnya seorang siswa bercita-cita menjadi seorang
guru, setelah siswa tersebut lulus dari bangku sekolah terus melanjutkan ke perguruan
tinggi dibidang pendidikan dan lebih dikhususkan lagi yaitu bidang keguruan bukan
pekerjaan lain dibidang pendidikan seperti konselor, pegawai perpustakaan tetapi
guru bahasa indonesia, matematika, fisika dan lain sebagainya menurut Ginzberg
(dalam Munandir,1996).
Siswa SMA yang rata-rata usianya 16-18 tahun, proses pemilihan kariernya
termasuk dalam tahap tentatif. Pada tahap tentative mencakup usia kurang lebih 11
tahun sampai 18 tahun, jadi masa anak bersekolah di SMP dan SMA. Siswa SMA
mulai mengalami perubahan dalam pemilihan kariernya, anak mulai menyadari
tentang tuntutan-tuntutan yang terkandung dalam suatu pekerjaan. Untuk memilih
pekerjaan anak memikirkan apakah ia berminat di bidang pekerjaan tersebut atau
tidak, anak juga memikirkan seberapa besar kemampuannya bila berhubungan
dengan pekerjaan yang menjadi pilihannya serta nilainilai kehidupan juga tidak lepas
menjadi pertimbangan dalam pemilihan kariernya tersebut. Dalam tahap tentatif ini
anak memadukan anatara minat, kemampuan yang miliki serta nilai-nilai kehidupan
sebagai gambaran diri yang jelas dan menyadari akibat-akibatnya terhadap keputusan
karier yang dipilihnya (Munandir,1996).
C. Belajar
1. Definisi belajar
Proses belajar memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Belajar
dapat dipahami dalam pengertiannya yaitu, modifikasi atau memperteguh perilaku
melalui pengalaman. Yang mana menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu
mengingat, tetapi proses mengalami, dan hasil dari belajar tersebut adalah perubahan
perilaku (Susilo, 2006).
Skinner (dalam Susilo, 2006) berpandangan bahwa belajar adalah suatu
perilaku. Pada saat siswa belajar, maka responsnya menhjadi lebih baik, sebaliknya,
ketika ia tidak belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya
hal berikut:
a. kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons siswa,
b. respons siswa,
c. konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. Penguat terjadi pada
stimulus yang m,enguatkan konsekuensi tersebut.
Menurut Gagne (dalam Susilo, 2006) belajar merupakan kegiatan yang
kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar siswa memiliki
ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari
stimulasi dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan
demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi
lingkungan melewati pengolahan informasi, dan akhirnya timbul kemampuan yang
baru.
Piaget (dalam Susilo, 2006) berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh
individu. Hal ini disebabkan individu melakukan interaksi terus-menerus dengan
lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi
Belajar merupakan keseluruhan dari pengalaman individu yang didapatkan
dari proses sosialisasi. Belajar bukan berarti hanya mengumpulkan informasi dan
menguasai suatu kemampuan, tetapi termasuk juga keseluruhan pengalaman hidup
individu yang memiliki nilai yangrelatif permanen (Mukherjee, 2002).
D. GAYA BELAJAR
1. Definisi gaya belajar
Definisi dari Abenchmark (dalam Romanelli, 2009) tentang gaya belajar
adalah karakteristik perilaku kognitif, afektif, dan psikososial yang menjadi indikator
relatif stabil tentang bagaimana siswa melihat, berinteraksi dengan, dan merespon
terhadap lingkungan belajar.
Menurut Ismail Zain (dalam Susilo, 2006) gaya belajar adalah suatu proses
gerak laku, penghayatan, serta kecenderungan seseorang siswa mempelajari atau
memperoleh suatu ilmu dengan cara yang tersendiri. Proses ini melibatkan aspek
penggunaan ruang dan lokasi, kemudahan, pencahayaan, dan lingkungan belajarnya.
Proses pembelajaran yang ada pada seorang siswa dengan siswa yang lain berbeda.
Menurut Drysdale (2001), gaya belajar merupakan preferensi individu dalam
menggunakan kemampuannya.
Menurut DePorter (2002), gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari
bagaimana seseorang menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.
bagaimana seseorang belajar. Pertama, bagaimana seseorang menyerap informasi dan
kedua, cara seseorang mengatur dan mengolah informasi tersebut.
Sedangkan menurut Kolb (1984), gaya belajar adalah proses yang didalamnya
terdapat orientasi belajar pengalaman konkrit, pengamatan reflektif, konseptualisasi
abstrak, dan eksperimentasi aktif yang digunakan secara menyeluruh untuk
beradaptasi terhadap dunia.
2. Dimensi gaya belajar
David Kolb (1984) mengemukakan adanya empat kutub kecenderungan
seseorang dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut adalah:
a. Pengalaman konkrit / Concrete Experience (CE)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman
konkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan
orang lain. Dalam proses belajar anak cenderung lebih terbuka dan mampu
beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
b. Konseptualisasi abstrak / Abstract Conceptualization (AC)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih berfokus pada analisis logis dari
ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi yang
dihadapi. Dalam proses belajar, anak akan mengandalkan perencanaan sistematis
c. Pengamatan reflektif / Reflective Observation (RO)
Anak belajar melalui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai,
menyimak suatu masalah dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari
hal-hal yang diamati. Dalam proses belajar, anak akan menggunakan pikiran dan
perasaannya untuk membentuk opini.
d. Eksperimentasi aktif / Active Experimentation (AE)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi ekmampuan
melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat
perbuatannya. Dalam proses belajar, anak akan menghargai keberhasilannya dalam
menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain dan prestasinya.
David Kolb (1984) mengemukakan adanya empat orientasi belajar seseorang
dalam proses belajar, orientasi belajar tersebut akan dilalui oleh siswa dalam
memproses informasi yang didapatnya. Dan pada akhirnya orientasi belajar siswa
Selanjutnya empat orientasi belajar seseorang dalam proses belajar yaitu
pengalaman kongkrit/concrete experience akan disingkat menjadi CE, pengamatan
reflektif/reflective observation akan dingkat menjadi RO, konseptualisasi
abstrak/abstract conceptualization akan disingkat menjadi AC, dan eksperimentasi
aktif/active experimentation AE.
Menurut Kolb (1984) tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak
didominasi oleh salah satu dari orientasi belajar, tetapi kombinasi dari dua orientasi
belajar akan membentuk gaya belajar. Empat orientasi belajar diatas membentuk
empat kombinasi gaya belajar yaitu, Divergen, Asimilasi, Konvergen, Akomodasi.
1. Divergen
Kombinasi dari pengalaman konkrit dan pengamatan reflektif (CE dan RO).
Individu dengan tipe ini unggul dalam melihat situasi konkret dari banyak sudut
pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah mengamati dan
bukan bertindak. Individu ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk
menghasilkan ide (brainstorming), biasanya menyukai isu budaya serta suka
mengumpulkan berbagai informasi. Individu dengan tipe ini berinteraksi dengan
berbagai tipe manusia. Mereka mempunyai daya imaginasi yang luas di bidang sosial
dan bidang seni tertentu. Tipe ini lebih cocok sebagai pengamat daripada pelaksana
ide-ide. Dalam dunia kerja, tipe divergen banyak ditemukan pada profesi konselor,
2. Asimilasi
Kombinasi dari konseptualisasi abstrak dan pengamatan reflektif (AC dan
RO). Individu dengan tipe ini memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian
informasi serta merangkumnya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas.
Biasanya individu ini kurang perhatian pada orang lain, dan lebih menyukai ide serta
konsep yang abstrak, dan juga mereka cenderung lebih teoritis. Tipe asimilasi banyak
terdapat pada individu yang menyukai ilmu murni dan matematika daripada ilmu
terapan (Rifameutia dalam Hayati, 2004).
3. Konvergen
Kombinasi dari konseptualisasi abstrak dan eksperimentasi aktif (AC dan
AE). Individu dengan tipe unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide
dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas
teknis(aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antar pribadi. Riset
menunjukkan bahwa individu konvergen relatif tidak emosional dan lebih berurusan
dengan hal atau benda selain manusia, memiliki ketertarikan pada teknik dan
cenderung memilih spesialisasi dalam fisika. Gaya belajar ini banyak terdapat pada
4. Akomodasi
Kombinasi dari pengalaman konkrit dan eksprimentasi aktif (CE dan AE).
Individu dengan tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil
pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan
melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka
cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi/ dorongan hati daripada berdasarkan
analisa logis. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya
mempertimbangkan faktor manusia(untuk mendapatkan masukan/informasi)
dibanding analisa teknis. Pendapat orang lain dijadikannya sebagai informasi dan
akan mengambil keputusan dengan analisanya sendiri. Mereka biasanya mampu
memahami orang lain, tetapi kadang-kadang terkesan tidak sabar dan agak memaksa.
Gaya belajar ini banyak terdapat pada individu dengan latar belakang pendidikan
bisnis (Rifameutia dalam Hayati, 2004).
Gaya belajar yang dimiliki oleh seorang individu akan mengarahkannya
kepada pilihan karier yang sesuai dengan disposisi personal individu, dalam hal ini
adalah gaya belajar. Dibawah ini terdapat karier individu yang sesuai dengan gaya
Tabel 1. Karier sesuai dengan gaya belajar
A k o m o d a s i D i v e r g e n
Karier dalam perusahaan Karier dalam bidang seni dan
entertainment
Bidang: Bidang :
Management – Public Administration Literature –Television – Theater Educational Administration – Banking Journalism
Pekerjaan: Pekerjaan:
Akuntan Aktor/Aktris – atlet – Artis
Manager/Supervisor Disainer – Musisi
Karier dalam promosi dan bisnis Karier dalam pelayanan sosial
Bidang : Bidang :
Marketing – Business Social Work – Psychology
Government – Retail Police – Nursing
Pekerjaan : Pekerjaan :
Salesperson Counselor/Therapist – pekerja
sosial/relawan
Public Relations Specialist – Politikus Personnel Manager – Planner
General Manager Management Consultant
K o n v e r g e n A s i m i l a s i
Karier sebagai bidang spesialisasi Karier dalam bidang informasi
Bidang : Bidang :
Mining – Farming – Forestry Education – Sociology – Law – Ministry Economics
Pekerjaan : Pekerjaan :
Civil Engineer – Chemical Engineer Guru – penulis
Production Supervisor Librarian – College Professor Karier dalam bidang teknologi Karier dalam ilmu pengetahuan
Bidang : Bidang :
Engineering – Computer Science Mathematics – Physical Science Medicine – Physical Science Biology
Pekerjaan : Pekerjaan :
Manager – Industrial Salesperson Planner – R&D Scientist
3. Karakteristik gaya belajar
Karakteristik gaya belajar (Kolb, 1984):
1. Belajar lebih dipersepsikan sebagai proses, bukan sebagai hasil.
2. Belajar adalah suatu proses yang berkesinambungan yang berpijak pada
pengalaman.
3. Proses belajar menuntut penyelesaian pertentangan antara modus-modus
dasar untuk beradaptasi dengan lingkungan.
4. Belajar merupakan proses adaptasi terhadap dunia luar secara utuh.
5. Belajar merupakan transaksi antara individu dengan lingkungan.
6. Belajar merupakan proses menciptakan ilmu pengetahuan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya belajar
Pola perilaku yang dibentuk oleh gaya belajar dipengaruhi oleh pertukaran
informasi antara individu dengan lingkungan dalam lima tingkatan berbeda, yaitu tipe
kepribadian, spesialisasi pendidikan, karier profesional, peran dalam pekerjaan, dan
kompetensi adaptif (Kolb, 1984).
1. Tipe kepribadian
Walaupun konsep gaya belajar dikembangkan oleh Dewey, Lewin, dan
Piaget, tetapi didalam konsep tersebut memiliki banyak kesamaan dengan konsep
Carl Jung tentang bagaimana individu beradaptasi terhadap dunia. Beberapa
Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) mengindikasikan bahwa konsep Jung tentang dimensi
ekstraversi/introversi berhubungan dengan aktif/reflektif dalam teori gaya belajar, dan
dimensi feeling/thinking dalam MBTI berhubungan dengan LSI dalam dimensi
CE/AC. Tipe sensing dalam MBTI berhubungan dengan gaya belajar akomodasi, dan
tipe intuiting dalam MBTI berhubungan dengan gaya belajar asimilasi dalam LSI.
Tipe feeling dalam MBTI dihubungkan dengan gaya belajar divergen serta tipe
thinking berhubungan dengan gaya konvergen.
2. Spesialiasi pendidikan
Fungsi utama pendidikan adalah untuk membentuk sikap dan orientasi siswa
terhadap belajar, untuk menanamkan sikap positif terhadap pembelajaran dan haus
akan pengetahuan, dan untuk mengembangkan keterampilan belajar yang efektif.
pengalaman pendidikan awal membentuk gaya belajar individu (Kolb, 1984).
Spesialisasi ini mempengaruhi orientasi individu tentang belajar, yang menghasilkan
hubungan antara gaya belajar dan pelatihan awal didalam spesialisasi pendidikan.
Individu yang memiliki spesialisasi pendidikan di bidang seni, sejarah, ilmu politik,
bahasa inggris, dan psikologi cenderung memiliki gaya belajar divergen, sementara
itu individu dengan spesialisasi yang terapan dan abstrak seperti farmasi dan teknik
meiliki gaya belajar konvergen. Individu dengan gaya akomodasi sering memiliki
latar belakang pendidikan di bidang pendidikan, komunikasi, keperawatan, dan
3. Karier profesional
Pilihan karir profesional seseorang tidak hanya menghadapkan individu
kedalam satu lingkungan belajar saja, juga memerlukan orientasi khusus adaptif.
Orientasi pilihan karir membentuk gaya belajar melalui kebiasaan yang diperoleh
dalam pelatihan dan melalui tekanan normatif yang membentuk individu menjadi
seorang profesional yang kompeten (Kolb, 1984). Penelitian menggambarkan bahwa
bidang pelayanan sosial dan seni memiliki gaya divergen. Profesi pada ilmu
pengetahuan dan informasi atau penelitian dimiliki oleh individu dengan gaya
asimilasi. Gaya konvergen cenderung dominan dalam bidang tekonologi seperti
farmasi dan teknik. Dan, gaya akomodasi dikarakteristikkan oleh karier seperti sales,
pelayanan sosial dan bidang pendidikan.
4. Peran dalam pekerjaan
Tuntutan tugas dan tekanan pekerjaan cenderung untuk membentuk orientasi
adaptif individu. Executive jobs, seperti manajer, merupakan individu yang memiliki
orientasi kuat dalam penyelesaian tugas dan pengambilan keputusan dalam situasi
yang tidak terduga memerlukan gaya belajar akomodasi. Personal jobs, seperti
supervisor, diperlukan individu yang dapat berinteraksi komunikasi yang efektif
dengan orang lain memerlukan gaya belajar divergen. Informational jobs, seperti
perencanaan dan penelitian, yang memerlukan pengumpulan dan analisis data dan
pemodelan konseptual memiliki kebutuhan gaya belajar asimilasi. Technical jobs,
5. Kompetensi adaptif
Setiap tugas yang dihadapi membutuhkan ketrampilan yang yang bagus
untuk menampilkan performa yang efektif. Kecocokan antara performa tugas dan
juga ketrampilan individu menghasilkan kompetensi adaptif. Konsep kompeten disini
dimaksudkan dapat menghasilkan pendekatan baru dalam peningkatan performa
dengan mencocokkan individu dengan pekerjaan (Kolb, 1984). Gaya akomodasi
mengarahkan pada kompetensi yang diistilahkan dalam Acting skills: seperti
kepemimpinan, insiatif, dan tanggap. Gaya divergen dihubungkan dengan valuing
skills : relationship, membantu orang lain. Gaya asimilasi dihubungkan dengan
thinking skills : pencarian informasi, analisis informasi, dan konstruksi teori. Dan
terakhir, gaya konvergen dihubungkan dengan decision skills : analisis kuantitatif,
penggunaan teknologi, dan perencanaan proyek (Kolb, 1984).
Berdasarkan penjelasan diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi gaya
belajar berdasarkan atas pertukaran informasi antara individu dengan lingkungannya
dalam lima tingkatan berbeda, yaitu tipe kepribadian, spesialisasi pendidikan, karier
Tabel 2 . Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya belajar
Faktor Divergen Asimilasi Konvergen Akomodasi
Tipe
Seni, psikologi Matematika, ilmu alam
Personal jobs Information jobs Technical jobs Executive jobs
Kompetensi adaptif
Valuing skills Thingking skills Decision skills Action skills
5. Tahap Perkembangan Individu
Kolb (1984) menjelaskan bahwa individu secara alami memiliki gaya
belajar yang berbeda-beda. Kolb menjabarkan perkembangan individu dalam tiga
tahap, kecenderungan individu untuk memilih gaya belajar akan meningkat seiring
dengan kematangannya melewati tahap perkembangan. Tahap-tahap
perkembangannya yaitu:
1. Acquisition : dari lahir sampai remaja, perkembangan dasar dan
pembentukan struktur kognitif
2. Specialization : masa sekolah, awal masa kerja, dan pengalaman personal
tentang kedewasaan, perkembangan pada spesialisasi gaya belajar yang
3. Integration : karir pertengahan samapai usia lanjut, tidak memiliki
spesialisasi gaya belajar dalam pekerjaan dan kehidupan personal.
E. SISWA SMA KELAS XII
Proses pemilihan karier sebenarnya telah berlangsung sejak dini disaat anak
menetapkan pilihan sekolah. Para siswa telah berkemampuan untuk menarik
keputusan, sekalipun dasar pertimbangan yang digunakan belum cukup luas, terutama
yang berkaitan dengan pandangan masa depan yang belum mantap. Banyak faktor
yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan pilihan karier, antara lain minat dan
kemampuan, jenis kelamin, latar belakang orangtua dan kondisi social ekonomi, dan
jenis pekerjaan itu sendiri ( Fatimah, 2006).
Pendidikan merupakan persiapan menuju suatu karier, sedangkan dalam arti
lain pendidikan merupakan bagian dari proses perkembangan karier siswa, siswa
yang dilihat dari segi usia mencakup 12 – 21 tahun, meurut Ginzberg ( Alezander,
dkk, 1980) perkembangan kariernya telah sampai pada periode pilihan tentative dan
sebagian besar berada pada periode pilihan realistis, sedangkan menurut Super (
Alezander, dkk, 1980) perkembangan karier siswa itu berada pada tahap eksplorasi (
15 – 24 tahun ).
Tahap tentatif (17-18 tahun) siswa dihadapkan pada pengambilan keputusan,
mempersiapkannya ke suatu kairer tertentu. Dalam periode ini siswa telah sampai
pada tahap eksplorasi, yaitu mencari berbagai alternatif karier yang cocok.
F. KECENDERUNGAN PEMILIHAN KARIER BERDASARKAN GAYA
BELAJAR SISWA SMA KELAS XII
Fottler & Bain (1984) mengatakan pemilihan karier merupakan sebuah proses
yang dimulai sejak usia awal. Ketika siswa dapat memikirkan tentang membuat
pilihan karier dan melanjutkannya sampai waktu bekerja dalam suatu organisasi.
Bagian penting dalam membuat pemilihan karier dan meningkatkan kontrol terhadap
karier adalah dengan mengerti akan diri sendiri. Yang berarti siswa dapat mengerti
akan dirinya sendiri, tentang kepribadiannya, kemampuan, dan nilai kerja yang
mempengaruhi tipe karier yang ideal buat siswa.
Siswa yang mampu membuat pemilihan karier merupakan siswa yang
kompeten dan memiliki kemampuan karena ia memiliki pengetahuan, skill, talenta
dan kemampuan untuk melangkah maju dan memiliki kontribusi buat masyarakat.
Siswa yang mampu menyelesaikan masalah dalam pemilihan karier merupakan
individu yang kompeten (Care, 1984).
Pendekatan teori Belajar O’Hara dan A. W. Miller (dalam Zunker, 1986)
menekankan prinsip-prinsip belajar sebagai dasar untuk keputusan vokasional yang
efektif. O’Hara mengemukakan postulat bahwa pemilihan karier pada dasarnya
apa yang sudah dipelajari oleh individu tentang karier, maka tingkat belajarnya itu
akan menentukan keefektifan pilihan-pilihannya. Menurut O’Hara, tujuan vokasional
akan terumuskan dengan baik apabila persyaratan-persyaratan pendidikan akademik
terkait erat dengan persyaratan vokasional.
A. W. Miller (dalam Zunker, 1986) juga meyakini bahwa teori belajar
seyogyanya diaplikasikan dalam pembuatan pilihan karier. Dia berkonsentrasi pada
hubungan antara perilaku yang secara konsisten dan signifikan terkait dengan pilihan
okupasi. Terdapat empat kategori perilaku seperti itu:
(1) kegiatan fisik nyata (overt),
(2) pernyataan verbal nyata,
(3) perubahan emosional atau fisiologis tersembunyi (covert), dan
(4) respon verbal atau pemikiran tersembunyi. Fungsi teori pembuatan
keputusan karier adalah untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol
perilaku pembuatan keputusan.
Terdapat kenyataan bahwa penentuan vokasional dalam pendidikan SMA
siswa yang belajar di sekolah banyak mendapatkan manfaat dalam melakukan proses
gaya belajar untuk penentuan pilihan kariernya Ketika mereka belajar dari
pengalamannya (Kolb, 1984). Gaya belajar sendiri dibentuk berdasarkan ide dan
konsep abstrak, dan pada tahap selanjutnya gaya belajar menjadi proses untuk
mengambil dan mengingat ide dan konsep yang ada. Pada akhirnya aplikasi dari ide
berdasarkan pengalaman – pengalaman yang mempengaruhi hidup siswa (Kolb,
1984).
Learning Style Inventory (LSI) telah digunakan dalam menentukan hubungan antara gaya belajar dan usia ( Kolb, 1971, 1976), jenis kelamin (Kolb, 1976), tingkat
pendidikan ( Kolb, 1971, 1976), undergraduate major ( Kolb, 1971, 1974, 1976),
kreativitas (Kolb, 1976), kepribadian ( Kolb, 1976), pekerjaan (Kolb, 1971,1976),
pemilihan karier (Kolb, 1976 ; Kolb & Fry, 1974 ; Plovnick, 1975 ; Sadler, Plovnick,
& Snope, 1978 ; Wunderlich & Gjerde, 1978), pengaruh pemilihan karier ( Plovnick,
1975 ; Wunderlich & Gjerde, 1978), pendekatan dalam manajemen pendidikan (Kolb,
1974), menciptakan dan mempertahankan organisasi belajar yang efektif ( Kolb,
Rubin, & McIntyre, 1971), komunikasi diantara unit fungsional yang berbeda dalam
organisasi (Kolb, 1974), dan pemilihan dalam metode instruksional atau dalam
lingkungan belajar ( Kolb, 1976 ; Sadler, Plovnick, & Snope, 1978 ; Whitney &
Caplan , 1978).
Siswa dapat lebih memahami pengalaman dari konsep, peran, dan prinsip
yang menjadi pedoman untuk perilakunya dalam situasi baru dan bagaimana siswa
memodifikasi konsep pengalamannya untuk meningkatkan keefektifan dalam
hidupnya ketika menggunakan gaya belajar (Kolb, 1984). Proses dalam gaya belajar
memiliki pola aktif dan pasif, serta konkret dan abstrak. Yang dapat dimasukkan
kedalam siklus pembentuk gaya belajar, yaitu pengalaman konkrit yang diikuti oleh
abstrak, yang mengarahkan pada hipotesis untuk diuji cobakan dimasa depan yang
pada akhirnya melahirkan pengalaman baru.
Menurut Super (dalam Zunker, 1986) siswa SMA kelas XII telah berada
dalam tahap eksplorasi yaitu pada usia 15 – 24 tahun, sedangkan tugas pekembangan
vokasionalnya berada dalam tahap Kristalisasi dimana dalam tahap ini terdapat
periode proses kognitif untuk memformulasikan sebuah tujuan vokasional umum
melalui kesadaran akan sumber-sumber yang tersedia, berbagai kemungkinan, minat,
BAB III
METODE PENELITIAN
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Metode penelitian ini memakai metode deskriptif dengan menggunakan
variabel gaya belajar untuk meneliti gaya belajar siswa kelas XII dan kecenderungan
pemilihan kariernya.
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah proses yang didalamnya terdapat orientasi belajar
pengalaman konkrit, pengamatan reflektif, konseptualisasi abstrak, dan
eksperimentasi aktif yang digunakan secara menyeluruh untuk beradaptasi terhadap
dunia. Empat orientasi belajar siswa dalam proses belajar tersebut adalah:
a. Pengalaman konkrit (CE)
Siswa belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman
konkret, mampu menjalin relasi dengan sesama dan sensitif terhadap perasaan orang
lain. Pendekatan belajar secara artistik daripada sistematik, Dalam proses belajar,
b. Konseptualisasi abstrak (AC)
Siswa belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari
ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara
yang dihadapi. Mengedepankan proses berpikir daripada merasakan. Dan dalam
proses belajar, siswa mengandalkan perencanaan yang terstruktur, dan menggunakan
analisis kuantitatif, serta mengembangkan teori dan ide untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
c. Pengamatan reflektif (RO)
Siswa belajar melalui pengamatan yang seksama dalam membuat keputusan ,
proses belajarnya adalah mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari
berbagai perspektif. Dalam proses belajar, siswa akan menggunakan pikiran dan
perasaan untuk membentuk opini/ pendapat. Menyukai metode belajar melalui
ceramah dan cenderung berkepribadian introvert.
d. Eksperimentasi aktif (AE)
Siswa belajar melalui tindakan, kuat dalam tugas praktek, berani mengambil
resiko untuk memuaskan keingintahuannya, dan mempengaruhi orang lain lewat
perbuatannya. Proses belajarnya lebih dalam melakukan tindakan daripada hanya
mengamati. Dalam proses belajar, siswa akan menghargai keberhasilannya dalam
menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya. Siswa tidak
Tidak ada siswa yang gaya belajarnya secara mutlak didominasi oleh salah
satu dari kutub belajar, tetapi kombinasi dari dua kutub dan membentuk
kecenderungan atau orientasi belajar. Empat orientasi diatas membentuk empat
kombinasi gaya belajar yaitu :
1.Divergen
Kombinasi dari CE dan RO. siswa dengan tipe Divergen unggul dalam
melihat situasi dari banyak sudut pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap
situasi adalah mengamati dan bukan bertindak. Anak seperti ini menyukai tugas
belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming), biasanya juga
menyukai isu budaya serta suka sekali mengumpulkan berbagai informasi. Mampu
menjalin hubungan dengan orang lain, cenderung imaginatif dan emosional serta
memiliki cita rasa seni yang tinggi. Lebih menyukai kegiatan bersama kelompok.
2. Asimilasi
Kombinasi dari RO dan AC . siswa dengan tipe Asimilasi memiliki kelebihan
dalam memahami berbagai sajian informasi serta merangkumkannya dalam suatu
format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya siswa kurang perhatian pada orang
lain dan lebih menyukai ide serta konsep yang abstrak, mereka juga cenderung lebih
teoritis. Lebih menyukai membaca dan membahas konsep abstrak.
3. Konvergen
Kombinasi dari AC dan AE. Anak dengan tipe konvergen unggul dalam
Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif) daripada
masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
4. Akomodasi
Kombinasi dari AE dan CE. Anak dengan tipe akomodasi memiliki
kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya
sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai
pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan
intuisi / dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis. Dalam usaha memecahkan
masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan
masukan / informasi) dibanding analisa teknis.
Gaya belajar dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Learning Style
Inventory (LSI) yang diadaptasi dari teori gaya belajar Kolb. Hasil dari alat ukur ini
akan menggambarkan gaya belajar yang dominan dimiliki oleh siswa kelas XII.
C. POPULASI, SAMPEL, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL
1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi
sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang
sama (Hadi, 2000). Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk
yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus memiliki paling sedikit satu