PENGARUH ILLUMINASI, INTERVAL WAKTU ROTASI
KERJA DAN SHIFT KERJA TERHADAP KELELAHAN
MATA PADA OPERATOR BAGIAN PENYORTIRAN
BOTOL DI PT. SINAR SOSRO
TUGAS SARJANA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Oleh :
VELINO ASZUKRA NIM. 050403059
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat
dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini
dengan baik dan lancar.
Tugas Sarjana ini dilaksanakan di PT. Sinar Sosro yang berlokasi di Jalan
Medan Tanjung Morawa Km. 14,5 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera
Utara. Tugas Sarjana ini ditulis untuk memenuhi persyaratan ujian sarjana dan
bagian dari kurikulum untuk mendapat gelar sarjana teknik.
Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Illuminasi, Interval Waktu Rotasi
Kerja dan Shift Kerja Terhadap Kelelahan Mata pada Operator Bagian
Penyortiran Botol di PT. Sinar Sosro. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahi
pengaruh dari illuminasi, interval rotasi waktu kerja dan shift kerja terhadap
kelelahan mata serta menentukan faktor yang terbaik yang dapat menghindari
terjadinya kelelahan mata sehingga jumlah produk yang cacat dapat berkurang.
Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna
dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini.
Universitas Sumatera Utara Medan, Maret 2010
Penulis Velino Aszukra
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini, penulis banyak mendapat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Poerwanto, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan,
pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana
ini.
2. Bapak Buchari, ST, MKes, selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan,
pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana
ini.
3. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri
Universitas Sumatera Utara.
4. Keluarga tercinta : Ayahanda Asril N, Spd dan Ibunda Lismawarni
(Almarhumah), serta adik-adik tercinta Afditia Ashari, Yulmita Astria dan
Zulkhaidal Aszikri yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun
materil kepada penulis.
5. Bapak Ir. Sugiharto , MT dan Bapak Ir. Aulia Ishak.S. MT, selaku koordinator
Tugas Akhir.
6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Industri Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh pegawai, staf dan karyawan Bagian Produksi PT. Sinar Sosro Medan
8. Yang terspesial buat Rani Puspita Rahayu yang selalu mendoakan agar
mencapai gelar ST, memberi dukungan, semangat, menghibur dalam suka dan
duka.
9. Pahlawan-pahlawan super stambuk 2005 yang namanya tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi dan kerjasamanya.
10.Keluarga besar asisten Laboratorium Pengukuruan dan Statistik Departemen
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii
KATA PENGANTAR . ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH . ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL . ... xv
DAFTAR GAMBAR . ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN . ... xx
ABSTRAK ... xxi
I. PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1
1.2. Perumusan Masalah ... I-2
1.3. Tujuan Penelitian ... I-3
1.3.1. Tujuan Umum ... I-3
1.3.2. Tujuan Khusus ... I-3
1.4. Manfaat Penelitian ... I-4
1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4
DAFTAR ISI (lanjutan)
BAB HALAMAN
II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1
2.2. Organisasi dan Manajemen. ... II-2
2.2.1. Struktur Organisasi ... II-2
2.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-2
2.3. Proses Produksi ... II-8
2.3.1. Bahan Produksi ... II-8
2.3.2. Uraian Proses Produksi ... II-9
III. LANDASAN TEORI . ... III-1 3.1. Penerangan ... III-1
3.1.1. Cahaya ... III-1
3.1.2. Sumber Penerangan ... III-1
3.1.3. Illuminasi ... III-3
3.1.4. Efek Illuminasi Terhadap Mata ... III-4
3.2. Konsep Shift Kerja ... III-6
3.2.1. Karakteristik dan Pembagian Shift Kerja ... III-7
3.2.2. Efek Shift Kerja ... III-8
3.2. Mata ... III-9
DAFTAR ISI (lanjutan)
BAB HALAMAN
3.3.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi
Kelelahan Mata ... III-11
3.3.2.1. Faktor Manusia. ... III-11
3.3.2.2. Faktor Lingkungan. ... III-13
3.3.2.3. Faktor Pekerjaan. ... III-14
3.3. Flicker Fusion-Frequency ... III-15
3.4. Eksperimen Faktorial ... III-16
3.4.1. Model Anava Desain Eksperimen Faktorial ... III-17
3.4.1.1. Desain Eksperimen Faktorial a x b. ... III-17
3.4.1.2. Desain Eksperimen
Faktorial a x b x c. ... III-19
3.5. Uji Distribusi Normal dengan
Kolmogorov- Smirnov Test ... III-26
3.6. Uji Homogenitas Varians dengan Uji Bartlett ... III-28
3.7. Uji Rata-Rata Sesudah ANAVA dengan Uji Tukey ... III-29
IV. METODOLOGI PENELITIAN . ... IV-1 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... IV-1
DAFTAR ISI (lanjutan)
BAB HALAMAN
4.4. Variabel Penelitian ... IV-2
4.4.1. Klasifkasi Variabel Penelitian ... IV-2
4.4.2. Defenisi Operasional Variabel ... IV-3
4.5. Instrumen Penelitian ... IV-4
4.6. Metode Pengumpulan Data ... IV-5
4.7. Sumber Data ... IV-5
4.7.1. Data Primer ... IV-5
4.7.2. Data Sekunder ... IV-6
4.8. Pengolahan Data ... IV-6
4.9. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-7
4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-7
V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1. Pengumpulan Data. ... V-1
5.1.1. Data Operator ... V-1
5.1.2. Data Flicker Fusion Frequency Operator... V-2
5.1.3. Data Botol Cacat (Botol Non Standar) ... V-6
5.2. Pengolahan Data ... V-7
5.2.1. Uji Kenormalan Data dengan
DAFTAR ISI (lanjutan)
BAB HALAMAN
5.2.2. Uji Homogenitas Varians dengan Uji Bartlett .... V-11
5.2.2.1. Uji Bartlett terhadap
Faktor Illuminasi. ... V-11
5.2.2.2. Uji Bartlett terhadap Faktor
Interval Rotasi Waktu Kerja. ... V-14
5.2.2.3. Uji Bartlett terhadap
Faktor Shift Kerja. ... V-16
5.2.3. Perhitungan Analisa Varian (ANAVA) ... V-21
5.2.4. Pengujian Rata-Rata Sesudah ANAVA ... V-30
5.2.4.1. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan
untuk Faktor Illuminasi. ... V-30
5.2.4.2. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan untuk
Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja. ... V-32
5.2.4.3. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan
untuk Faktor Shift Kerja. ... V-33
5.2.4.4. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan untuk
Interaksi Faktor Illuminasi dengan
DAFTAR ISI (lanjutan)
BAB HALAMAN
5.2.4.5. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan untuk
Interaksi Faktor Illuminasi dengan
Shift Kerja. ... V-36
5.2.4.6. Uji Rata-Rata Dua Perlakuan untuk
Interaksi Faktor Interval Rotasi Waktu
Kerja dengan Shift Kerja. ... V-38
5.2.5. Perhitungan Persentase Produk Cacat
(Botol Isi Non Standar) ... V-40
5.2.6. Perhitungan Koefisien Korelasi ... V-41
VI. ANALISIS DAN EVALUASI . ... VI-1 6.1. Analisis. ... VI-1
6.1.1. Analisis Desain Eksperimen ... VI-1
6.1.1.1. Faktor Illuminasi. ... VI-2
6.1.1.2. Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-2
6.1.1.3. Faktor Shift Kerja. ... VI-3
6.1.1.4. Interaksi Faktor Illuminasi dengan
Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-3
6.1.1.5. Interaksi Faktor Illuminasi dengan
DAFTAR ISI (lanjutan)
BAB HALAMAN
6.1.1.6. Interaksi Faktor Interval Rotasi
Waktu Kerja dengan Shift Kerja. ... VI-4
6.1.1.7. Interaksi Faktor Illuminasi, Interval
Rotasi Waktu Kerja dan Shift Kerja. .... VI-5
6.1.2. Analisis Uji Rata-Rata Setelah ANAVA ... VI-5
6.1.2.1. Faktor Illuminasi. ... VI-5
6.1.2.2. Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-5
6.1.2.3. Faktor Shift Kerja. ... VI-6
6.1.2.4. Interaksi Faktor Illuminasi dengan
Inteval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-7
6.1.2.5. Interaksi Faktor Illuminasi dengan
Shift Kerja. ... VI-7
6.1.2.6. Interaksi Faktor Interval Rotasi
Waktu Kerja dengan Shift Kerja. ... VI-8
6.1.3. Analisis Pengaruh Faktor Utama dan
Interaksi Antar Faktor terhadap
Flicker Fusion Frequency ... VI-8
6.1.3.1. Faktor Illuminasi. ... VI-8
6.1.3.2. Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-10
DAFTAR ISI (lanjutan)
BAB HALAMAN
6.1.3.4. Interaksi Faktor Illuminasi dengan
Interval Rotasi Waktu Kerja. ... VI-12
6.1.3.5. Interaksi Faktor Illuminasi dengan
Shift Kerja. ... VI-14
6.1.3.6. Interaksi Faktor Interval Rotasi
Waktu Kerja dengan Shift Kerja. ... VI-15
6.1.3.7. Interaksi Faktor Illuminasi, Interval
Rotasi Waktu Kerja dan Shift Kerja. .... VI-16
6.1.4. Analisis Koefisien Korelasi ... VI-17
6.1.5. Analisis Produktivitas ... VI-18
6.2. Evaluasi. ... VI-20
VII. KESIMPULAN DAN SARAN . ... VII-1 7.1. Kesimpulan. ... VII-1
7.1. Saran. ... VII-3
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
3.1. Rasio F Untuk Eksperimen Faktorial a x b x c
Model III ( 2 Faktor Tetap dan 1 Faktor Acak) ... III-25
3.2. Rasio F Untuk Eksperimen Faktorial a x b x c
Model III ( 1 Faktor Tetap dan 2 Faktor Acak) ... III-26
5.1. Data Operator ... V-1
5.2. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 110 Lux
dan Interval Rotasi Waktu Kerja 15 Menit ... V-2
5.3. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 110 Lux
dan Interval Rotasi Waktu Kerja 30 Menit ... V-2
5.4. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 110 Lux
dan Interval Rotasi Waktu Kerja 45 Menit ... V-3
5.5. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 140 Lux
dan Interval Rotasi Waktu Kerja 15 Menit ... V-4
5.6. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 140 Lux
dan Interval Rotasi Waktu Kerja 30 Menit ... V-4
5.7. Data Flicker Fusion Frequency untuk Illuminasi 140 Lux
dan Interval Rotasi Waktu Kerja 45 Menit ... V-5
5.8. Rekapitulasi Data Flicker Fusion Frequency ... V-5
5.9. Data Botol Cacat pada Setiap Perlakuan Eksperimen ... V-6
5.10. Hasil Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnor untuk
DAFTAR TABEL (lanjutan)
TABEL HALAMAN
5.11. Data Flicker Fusion Frequency untuk
Taraf Faktor Illuminasi ... V-12
5.12. Data Flicker Fusion Frequency untuk
Taraf Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja ... V-14
5.13. Data Flicker Fusion Frequency untuk
Taraf Faktor Shift Kerja ... V-16
5.14. Data Flicker Fusion Frequency Faktorial 2 x 3 x 3 ... V-22
5.15. Daftar Faktorial a x b x c ... V-23
5.16. Daftar Faktorial a x b... V-23
5.17. Daftar Faktorial a x c ... V-23
5.18. Daftar Faktorial b x c... V-23
5.19. Daftar ANAVA Flicker Fusion Frequency untuk
eksperimen faktorial 2 x 3 x 3 ... V-29
5.20. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan
Untuk Faktor Illuminasi ... V-31
5.21. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan
Untuk Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja ... V-33
5.22. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan
DAFTAR TABEL (lanjutan)
TABEL HALAMAN
5.23. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan
Untuk Interaksi Faktor Illuminasi dengan Interval Rotasi
Waktu Kerja ... V-36
5.24. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan
Untuk Interaksi Faktor Illuminasi dengan Shift Kerja ... V-37
5.25. Perhitungan Selisih Nilai Rata-Rata Antar Perlakuan
Untuk Interaksi Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja
dengan Shift Kerja... V-39
5.26. Perhitungan Persentase Botol Cacat yang Tidak Tersortir ... V-40
5.27. Perhitungan Koefisien Korelasi Flicker Fusion
Frequency (Hz) dengan Persentase Botol Cacat
yang Tidak Tersortir ... V-42
6.1. Persentase Botol Non Standar yang Tidak Tersortir
pada Setiap Perlakuan Eksperimen ... VI-18
6.2. Perbandingan Pola Jam Kerja pada Kondisi Awal
dengan Kondisi Usulan... VI-23
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
2.1. Struktur Organisasi PT. Sinar Sosro ... II-7
3.1. Anatomi Mata Manusia ... III-11
3.2. Penurunan Ketajaman Penglihatan Secara Umum ... III-12
3.3. Pengaruh lluminasi dan Kontras terhadap
Ketajaman Penglihatan ... III-13
3.4. Critical Flicker Fusion pada Mata ... III-16
4.1. Blok Diagram Tahapan Penelitian ... IV-8
6.1. Grafik Efek Utama Faktor Illuminasi terhadap
Flicker Fusion Frequency ... VI-9
6.2. Grafik Efek Utama Faktor Interval Rotasi Waktu Kerja
terhadap Flicker Fusion Frequency ... VI-10
6.3. Grafik Efek Utama Faktor Shift Kerja terhadap
Flicker Fusion Frequency ... VI-12
6.4. Grafik Efek Interaksi Faktor Illuminasi dan Interval
Rotasi Waktu Kerja terhadap Flicker Fusion Frequency ... VI-13
6.5. Grafik Efek Interaksi Faktor Illuminasi dan Shift Kerja
terhadap Flicker Fusion Frequency ... VI-14
6.6. Grafik Efek Interaksi Interval Rotasi Waktu Kerja
dan Shift Kerja terhadap Flicker Fusion Frequency ... VI-15
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
GAMBAR HALAMAN
6.7. Diagram Efek Interaksi Illuminasi, Interval RotasiWaktu
Kerja dan Shift Kerja terhadap Flicker Fusion Frequency .... VI-16
6.8. Hubungan antara Flicker Fusion Frequency Mata Operator
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HALAMAN
1. Hasil Rekam Medis Tenaga Kerja PT. Sinar Sosro ... L-1
2. Tabel Nilai Kritis Uji Kolmogorov-Smirnov... L-4
3. Output perhitungan ANAVA dengan Software SPSS ... L-5
4. Tabel Nilai Kritis Uji Bartlett ... L-6
5. Tabel Nilai Kritis Sebaran F ... L-7
6. Tabel Nilai Kritis Uji Tukey ... L-9
6. Output perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov
ABSTRAK
Proses penyortiran botol merupakan salah satu dari proses produksi dalam pembuatan teh botol sosro di PT. Sinar Sosro. Penyortiran botol ini bertujuan untuk memeriksa botol yang cacat/ non standar (botol retak, botol kusam, botol kotor dan botol asing) setelah melewati proses pencucian botol. Dalam berjalannya proses selama ini masih ada dijumpai botol yang cacat yang tidak tersortir oleh selektor. Hal ini disebabkan karena selektor mengalami kelelahan mata pada saat melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan mata selama melakukan pekerjaan. Faktor yang dipilih adalah faktor illuminasi (110 lux dan 140 lux), faktor interval waktu rotasi kerja (15 menit, 30 menit dan 45 menit) dan faktor shfit kerja (shift 1, shift 2 dan shift 3).
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data Flicker Fusion
Frequency mata selektor dan data botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor
untuk setiap perlakuan eksperimen yang dikenakan. Data ini kemudian diuji dengan menggunakan uji Bartlett untuk membuktikan bahwa kelompok sampel tiap perlakuan memiliki variansi yang sama. Setelah diuji keseragaman, data ini diolah dengan menggunakan metode analisa variansi (ANAVA) untuk eksperimen faktorial 2 x 3 x 3 model III (dua faktor tetap, satu faktor acak).
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisa variansi, didapatkan bahwa ketiga faktor yang terlibat akan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai Flicker Fusion Frequency apabila terjadi interaksi diantara ketiga faktor tersebut, namun sebaliknya apabila ketiga faktor ini bediri sendiri maka tidak akan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap nilai Flicker Fusion
Frequency. Dari hasil pengujian dengan mengunakan uji Tukey menunjukkan
bahwa pada interaksi illuminasi 140 lux dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit menghasilkan nilai Flicker Fusion Frequency yang lebih besar dibandingkan dengan interaksi taraf faktor lainnya dengan beda yang cukup signifikan. Dari hasil perhitungan korelasi antara nilai Flicker Fusion Frequecy dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,895. Nilai ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara nilai Flicker Fusion Frequency mata operator dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang negatif antar kedua variabel tersebut, yang artinya semakin besar nilai Flicker Fusion
Frequency mata operator, maka akan semakin kecil persentase botol cacat yang
tidak tersortir.
Dengan menggunakan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 15 menit tidak terjadi kelelahan mata dan dapat menurunkan persentase jumlah botol cacat sebesar 1,5 % dibandingkan dengan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit yang selama ini diterapkan. Hal ini berarti akan dapat meningkatkan produktivitas pada PT. Sinar Sosro
Kata Kunci : illuminasi, interval waktu rotasi kerja, shift kerja, flicker fusion
ABSTRAK
Proses penyortiran botol merupakan salah satu dari proses produksi dalam pembuatan teh botol sosro di PT. Sinar Sosro. Penyortiran botol ini bertujuan untuk memeriksa botol yang cacat/ non standar (botol retak, botol kusam, botol kotor dan botol asing) setelah melewati proses pencucian botol. Dalam berjalannya proses selama ini masih ada dijumpai botol yang cacat yang tidak tersortir oleh selektor. Hal ini disebabkan karena selektor mengalami kelelahan mata pada saat melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan mata selama melakukan pekerjaan. Faktor yang dipilih adalah faktor illuminasi (110 lux dan 140 lux), faktor interval waktu rotasi kerja (15 menit, 30 menit dan 45 menit) dan faktor shfit kerja (shift 1, shift 2 dan shift 3).
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data Flicker Fusion
Frequency mata selektor dan data botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor
untuk setiap perlakuan eksperimen yang dikenakan. Data ini kemudian diuji dengan menggunakan uji Bartlett untuk membuktikan bahwa kelompok sampel tiap perlakuan memiliki variansi yang sama. Setelah diuji keseragaman, data ini diolah dengan menggunakan metode analisa variansi (ANAVA) untuk eksperimen faktorial 2 x 3 x 3 model III (dua faktor tetap, satu faktor acak).
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisa variansi, didapatkan bahwa ketiga faktor yang terlibat akan berpengaruh secara signifikan terhadap nilai Flicker Fusion Frequency apabila terjadi interaksi diantara ketiga faktor tersebut, namun sebaliknya apabila ketiga faktor ini bediri sendiri maka tidak akan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap nilai Flicker Fusion
Frequency. Dari hasil pengujian dengan mengunakan uji Tukey menunjukkan
bahwa pada interaksi illuminasi 140 lux dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit menghasilkan nilai Flicker Fusion Frequency yang lebih besar dibandingkan dengan interaksi taraf faktor lainnya dengan beda yang cukup signifikan. Dari hasil perhitungan korelasi antara nilai Flicker Fusion Frequecy dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir oleh selektor didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,895. Nilai ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara nilai Flicker Fusion Frequency mata operator dengan persentase botol cacat yang tidak tersortir. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang negatif antar kedua variabel tersebut, yang artinya semakin besar nilai Flicker Fusion
Frequency mata operator, maka akan semakin kecil persentase botol cacat yang
tidak tersortir.
Dengan menggunakan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 15 menit tidak terjadi kelelahan mata dan dapat menurunkan persentase jumlah botol cacat sebesar 1,5 % dibandingkan dengan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja selama 30 menit yang selama ini diterapkan. Hal ini berarti akan dapat meningkatkan produktivitas pada PT. Sinar Sosro
Kata Kunci : illuminasi, interval waktu rotasi kerja, shift kerja, flicker fusion
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
PT. Sinar Sosro merupakan perusahaan yang memproduksi minuman teh
dalam kemasan botol. Pada proses penyortiran botol kosong yang sudah dicuci
rentan terjadi kesalahan kerja sehingga botol yang non standar masih ada yang
tidak dapat disortir oleh operator. Kesalahan seperti ini terjadi diduga karena
operator mengalami kelelahan mata. Botol non standar ini mengakibatkan adanya
produk cacat pada produksi teh botol sosro. Adanya produk yang cacat dapat
mengakibatkan produktivitas perusahaan menurun. Terjadinya kelelahan mata
pada operator bagian penyortiran di PT. Sinar Sosro dapat diakibatkan oleh faktor
lingkungan kerja ditinjau dari tingkat illuminasi (penerangan) di tempat kerja dan
faktor metode kerja ditinjau dari pengaturan interval waktu rotasi kerja dan shift
kerja yang ditarapkan oleh perusahaan.
Penerangan yang baik memungkinkan operator dapat melihat botol yang
disortir secara jelas, cepat, sehingga dapat memberikan hal berupa efisiensi yang
lebih tinggi, meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesulitan serta tekanan
penglihatan terhadap pekerjaan. Lebih dari itu penerangan yang memadai
memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan yang menyegarkan.
Sebaliknya jika lingkungan kerja memiliki penerangan yang buruk dapat
mengakibatkan terjadinya kelelahan mata pada operator selama melakukan
terjadinya kelelahan mental, kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya
kecelakaan kerja. Hal ini akan dapat mengakibatkan menurunkan kinerja operator
dalam melakukan pekerjaannya.
Penentuan interval waktu rotasi kerja dan shift kerja yang kurang tepat
pada operator dalam melakukan pekerjaan penyortiran botol juga dapat
megakibatkan terjadinya kelelahan mata pada operator. Semakin lama interval
waktu rotasi kerja pada operator, maka semakin lama juga durasi waktu kerja
operator untuk melakukan pekerjaannya, begitu juga sebaliknya. Semakin lama
mata melihat suatu objek maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya
kelelahan mata sehingga objek tidak dapat terlihat dengan jelas. Kesalahan kerja
cenderung lebih sering terjadi pada waktu shift malam dibandingkan dengan shift
pagi dan siang, sehingga kinerja operator akan menurun pada malam hari
dibandingkan dengan pagi hari dan siang hari. Menurunnya kinerja operator dapat
mengakibatkan kemampuan mental menurun dan akan berpengaruh terhadap
perilaku kewaspadaan pekerjaan terutama pada kualitas kontrol.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah masih terdapat botol non standar yang tidak tersortir oleh
operator akibat kelelahan mata sehingga dapat menurunkan produktivitas
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan perbaikan dari
lingkungan kerja ditinjau dari faktor illuminasi dan perbaikan dari metode kerja
ditinjau dari interval waktu rotasi kerja untuk mengurangi kelelahan mata pada
operator.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap
kelelahan mata operator dilihat dari nilai flicker fusion frequency mata.
2. Mengetahui variansi dari variabel respon (flicker fusion frequency) untuk
faktor illuminasi, interval waktu rotasi kerja dan shift kerja.
3. Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada masing-masing
faktor dan interaksi antar faktor terhadap kelelahan mata.
4. Menghitung rata-rata perlakuan dari pengaruh masing-masing faktor dan
interaksi antar faktor terhadap kelelahan mata
5. Menentukan upaya perbaikan dari setiap faktor yang berpengaruh untuk
menurunkan terjadinya kelelahan mata sehingga dapat mengurangi jumlah
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berkut:
1. Memberi masukan bagi perusahaan dalam perbaikan lingkungan kerja yang
ergonomis dilihat dari sudut pandang illuminasi, interval waktu rotasi kerja
dan shift kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas.
2. Menjadi sarana bagi penulis dalam latihan untuk menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan dan
membandingkan antara teori yang diperoleh dengan permasalahan pada
perusahaan.
3. Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan
penelitian ini.
4. Dapat mempererat kerjasama antara perusahaan dengan Departeman Teknik
Industri serta memperluas pengenalan akan Departemen Teknik Industri
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
1.5. Batasan Masalah dan Asumsi
Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian dilakukan pada lantai produksi PT. Sinar Sosro.
2. Pengukuran Flicker Fusion Frequency dilakukan pada 3 orang operator yang
bekerja sebagai selektor (menyortir botol kosong) yang berada di lini 2 pada
3. Metode yang digunakan dalam pengolahan data adalah desain eksperimen
faktorial dengan menggunakan analisis varian (Anava).
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Proses produksi berjalan secara normal dan tidak mengalami perubahan
selama penelitian berlangsung.
2. Operator yang diamati bekerja dalam kondisi normal/wajar. Artinya operator
berada dalam kondisi stamina yang baik, tidak berada dalam tekanan, serta
menguasai prosedur pekerjaannya.
1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir
Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika
penulisan tugas akhir ini akan disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi penelitian,
serta sistematika penulisan tugas akhir.
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Menjelaskan secara ringkas sejarah perusahaan, struktur organisasi
dan manajemen, uraian proses produksi dari PT. Sinar Sosro.
BAB III LANDASAN TEORI
Memberikan dan menampilkan tinjauan-tinjauan kepustakaan yang
masalah yaitu : penerangan, konsep shift kerja, mata, eksperimen
faktorial, uji distribusi normal dengan kolmogorov- smirnov test, uji
homogrnitas varians dengan uji bartlett, dan uji rata-rata sesudah
Anava dengan uji tukey.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Menyusun langkah-langkah sebagai metodologi yang digunakan
untuk mencapai tujuan penelitian yang meliputi tahapan-tahapan
penelitian dan penjelasan tiap tahapan secara ringkas disertai
diagram alirnya.
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Mengidentifikasi data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil
pengamatan dan pengukuran yang dilakukan di lapangan sebagai
bahan untuk melakukan pengolahan data yang digunakan sebagai
dasar pada pemecahan masalah.
BAB VI ANALISIS DAN EVALUASI
Menganalisis dan mengevaluasi dari pengolahan data dengan cara
membandingkan dengan teori-teori yang ada. Disamping itu, juga
diupayakan untuk memberikan perbandingan kondisi kerja yang ada
dengan kondisi kerja yang diusulkan.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil perhitungan dan masalah yang dihadapi maka
dapat diambil kesimpulan ini serta rekomendasi saran-saran yang
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
Keluarga Sosrodjojo memulai usaha dengan menjual teh wangi pada tahun
1940 di Slawi, Jawa Tengah. Pada tahun 1965 keluarga Sosrodjojo melakukan
ekspansi bisnis ke Jakarta dengan menyewa satu kantor di daerah Cakung,
perbatasan Jawa Timur dan Bekasi yang diawali menggunakan strategi “cicip
rasa” di Pasar Senin. Ekspansi tersebut tidak menguntungkan di awalnya, dengan
beberapa tahapan dan gagasan dipikirkan dan dilakukan hingga pada tahun 1969
usaha ini memberi titik terang. Pada tahun 1974, PT. Sinar Sosro didirikan. Salah
satu dari beberapa pabrik di bawah Sosro Group adalah PT. Sinar Sosro cabang
Deli-Serdang Medan yang merupakan perusahaan swasta PMDN. Pengoperasian
pabrik ini diresmikan tanggal 28 Juli 1984 dengan nama PT. Toba Sosro Kencono
oleh Gubernur Sumatera Utara Kaharuddin Nasution. Pada tanggal 2 Januari
1995, perusahaan berganti nama menjadi PT. Reksobudi Adijaya karena adanya
pergantian mesin dan nama ini hanya dipegang selama 5 tahun. Tahun 2000
terjadi penggabungan untuk memperkuat aset dan bisnis guna menghadapi era
perdagangan bebas. Pengembangan cita rasa, target segmen, benefit dan kemasan
menjadikan produk PT. Sinar Sosro merambah ke internasional.
Perusahaan ini berdiri dengan filosofi keluarga Sosrodjojo yakni niat baik
lingkungan dan bagi konsumen dengan tidak membahayakan kesehatan karena
tidak mengandung pemanis, pewarna dan pengawet.
PT. Sinar Sosro yang terletak di Tanjung Morawa, Sumatera Utara ini
memiliki wilayah pendistribusian antara lain wilayah Sumatera Utara dan NAD.
2.2. Organisasi dan Manajemen 2.2.1. Struktur Organisasi
PT. Sinar Sosro dalam mencapai tujuannya menggunakan stuktur
organisasi berbentuk garis dan staf dimana wewenang dan kebijakan menurut
garis lurus dari pimpinan tertinggi bertingkat terus sampai ke karyawan. Pimpinan
tiap bidang kerja berhak memerintahkan kepada semua pelaksana yang ada
sepanjang menyangkut bidang kerja dan tiap-tiap satuan pelaksana bawah
memiliki wewenang dalam semua bidang kerja. Struktur Organisasi PT. Sinar
Sosro dapat dilihat pada Gambar 2.1.
2.2.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab
Pembagian pekerjaan pada PT. Sinar Sosro dibagi menurut fungsi yang
telah ditetapkan. Setiap personil diberikan tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan dasar kualifikasinya. Adapun tugas dan tanggung jawab serta wewenang
di PT. Sinar Sosro adalah sebagai berikut:
1. General Manager, merupakan pimpinan tertinggi perusahaan. Bertanggung
jawab kepada Direktur Operasi. Tugasnya sebagai berikut:
b. Bertanggung jawab ke dalam dan ke luar perusahaan.
c. Mengarahkan dan meneliti kegiatan perusahaan.
d. Menyebarkan dan menerapkan kebijaksanaan serta mengawasi
pelaksanaannya.
e. Melaksanakan kontrak kerja dengan pihak luar.
f. Mengkoordinir dan mengawasi tugas-tugas yang didelegasikan kepada
manager dan menjalin hubungan kerja yang baik.
g. Bersama manager lain membuat rencana produksi per triwulan.
2. Manager Produksi dan Preventive Engineering Maintenance (PEM),
bertanggung jawab kepada General Manager. Tugasnya sebagai berikut:
a. Merencanakan dan mengatur jadwal produksi produk agar tidak terjadi
kekurangan dan kelebihan persediaan.
b. Mengadakan pengendalian produksi agar produk sesuai dengan spesifikasi
dan standar mutu yang ditentukan.
c. Membuat laporan produksi secara priodik untuk mengenai pamakaian
bahan dan jumlah produksi.
d. Mengawasi dan mengevaluasi kegiatan produksi untuk mengetahui
kekurangan dan penyimpangan sehingga dapat dilakukan perbaikan.
e. Mengatur jadwal perbaikan dan perawatan mesin.
f. Membuat rencana produksi sesuai dengan permintaan pemasaran.
3. Manager Personalia dan Umum, bertanggung jawab kepada General Manager
baik yang berhubungan ke luar maupun ke dalam perusahaan. Tugasnya
sebagai berikut:
a. Membantu direktur dalam hal kegiatan administrasi.
b. Mengawasi penggunaan data, barang dan peralatan pada masing-masing
departemen.
c. Merekrut dan melatih pegawai baru yang dibutuhkan perusahaan.
d. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan tugas dari kepala-kepala
bagian.
e. Mengerjakan administrasi kepegawaian.
4. Kepala Bagian Pembelian, bertanggung jawab kepada Manager Produksi dan
PEM. Tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pembelian.
b. Mengawasi kegiatan administrasi pembelian.
c. Melakukan pembelian barang yang diminta oleh departemen lain.
5. Manager Accounting dan Finance, bertanggung jawab kepada General
Manager. Tugasnya sebagai berikut:
a. Membuat laporan keuangan kepada atasan secara berkala tentang
penggunaan uang.
b. Mengendalikan budget pendapatan dari belanja perusahaan sesuai dengan
hasil yang diharapkan.
c. Bertanggung jawab atas penentuan biaya perusahaan seperti biaya
6. Kepala Divisi/Supervisor
Untuk produk Teh Botol Sosro terdapat 3 orang supervisor yang bergantian
menurut shift, bertanggung jawab kepada Manager Produksi dan PEM.
Tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Memimpin dan mengendalikan kegiatan di bidang produksi.
b. Menyiapkan laporan yang dibutuhkan Manager Produksi mengenai data
produksi, jumlah batch produksi, pemakaian bahan dan lain-lain.
c. Bertanggung jawab penuh atas masalah yang timbul di kemudian hari atas
produk yang dihasilkan.
d. Menyusun jadwal dan rotasi kerja bagi karyawan produksi yang
dipimpinnya.
7. Kepala Gudang, bertanggung jawab kepada Supervisor. Tugasnya adalah
sebagai berikut:
a. Mengkoordinir dan mengawasi pengelolaan persediaan bahan baku.
b. Membuat laporan penerimaan, persediaan dan pengeluaran bahan.
c. Mengontrol persediaan bahan.
d. Memesan bahan bila telah habis.
8. Manager Quality Control, bertanggung jawab kepada General Manager.
Tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Mengkoordinir dan mengawasi pengendalian mutu produk.
b. Memberi saran-saran kepada kepala bagian produksi mengenai mutu
produk dan keadaan mesin/peralatan yang digunakan dalam proses
9. Kasir, bertanggung jawab kepada Supervisor Accounting dan Finance.
Tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Membayar gaji karyawan perusahaan setiap hari, baik waktu berjalan
produksi maupun tidak.
b. Membantu atasan dalam hal penerimaan maupun pembayaran perusahaan
yang berhubungan dengan keuangan.
c. Mencatat dan melaporkan uang masuk dan keluar kepada atasannya.
10.Keamanan, bertanggung jawab kepada Supervisor Personalia dan Umum.
Tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Menjaga keamanan perusahaan setiap hari, baik waktu berjalan produksi
maupun tidak.
b. Mengawasi dan mencatat tamu yang berkunjung ke perusahaan.
11.Analis, bertanggung jawab kepada operator. Tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pengukuran mutu produk baik sebelum diproses maupun
setelah diproses.
b. Memberikan saran dan langkah berikutnya yang dilakukan atas
Direktur Operasi
General Manager
Sekretaris
Man. QC Man Produksi & PEM
Supervisor
QC Spv. Logistik
Spv. Prod TB A
Spv. Prod TB B
Spv. Prod TB
C AMDK
Man. WorkShop and civilwork
Man. ACC Financial
Spv. Acc&financial Spv. Pembelian Spv. Gudang PB/ PI
Man. Personalia dan Umum
Operator
Selektor
Helper
Mekanis Bengkel
Prasarana Staf Acc Financial Adm. Pembelian Ka Gd PB Ka Gd PI
Operator
Spv. Personalia dan Umum
Adm. Pers&Umum
[image:35.842.54.785.78.393.2]Boy Office Supir Satpam
2.3. Proses Produksi
Adapun produk yang diproduksi di PT. Sinar Sosro adalah Fruit Tea
kemasan botol dan genggam, Prim-A, dan Teh botol sosro. Dalam melakukan
proses produksi di lantai produksi PT. Sinar Sosro menggunakan 3 lini produksi
yang terdiri dari lini 1, lini 2, dan lini 3 serta 6 tipe formasi kerja yang terdiri dari
formasi A, B, C, D, E dan Non Formasi. Setiap formasi kerja terdiri dari 20 orang
pekerja yang bekerja sebagai operator dan selektor.
Lini 1 terdiri dari 1 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam kerja mulai dari
pukul 08.00-16.00 WIB. Produk yang diproduksi pada lini 1 adalah air mineral
Prim-A dan Fruit Tea genggam. Formasi kerja yang bekerja pada lini 1 adalah
formasi kerja non formasi. Lini 2 terdiri 3 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam
kerja pukul 00.00-08.00 WIB, shift 2 dengan jam kerja pukul 08.00-16.00 WIB
dan shift 3 dengan jam kerja pukul 16.00-24.00 WIB. Produk yang diproduksi
pada lini 2 adalah teh botol sosro. Formasi kerja yang bekerja pada lini 2 adalah
formasi A, B dan C. Lini 3 terdiri 2 shift kerja yaitu shift 1 dengan jam kerja
pukul 00.00-08.00 WIB, shift 3 dengan jam kerja pukul 16.00-24.00 WIB. Produk
yang diproduksi pada lini 3 adalah Fruit Tea kemasan botol. Formasi kerja yang
bekerja pada lini 3 adalah formasi D dan E.
2.3.1. Bahan Produksi
Adapun bahan yang digunakan dalam proses produksi di PT. Sinar Sosro
a. Teh Botol
Bahan baku yang digunakan adalah teh wangi (hasil blending antara teh hijau,
bunga melati, dan bunga gambir), gula industri, dan air. Bahan penolong yang
digunakan adalah pasir kuarsa, karbon, dan softener pada saat proses water
treatment. Bahan tambahan yang digunakan adalah botol kaca, dan tutup
botol (crown cock).
b. Fruit Tea Kemasan Botol dan Genggam
Bahan baku yang digunakan adalah teh hitam, gula industri, air, dan
konsentrat sari buah. Bahan penolong yang digunakan adalah pasir kuarsa,
karbon, dan softener pada saat proses water treatment. Bahan tambahan yang
digunakan adalah botol kaca, tetrapack, kardus untuk pengepakan kemasan
tetrapack, tutup botol, dan sedotan.
c. Prim-A
Bahan baku yang digunakan adalah air. Bahan penolong yang digunakan
adalah pasir kuarsa, karbon, dan softener pada saat proses water treatment.
2.3.2. Uraian Proses Produksi
Uraian proses produksi untuk masing-masing produk, yakni Teh Botol,
Fruit Tea, dan air mineral Prim-A adalah sebagai berikut:
a. Teh Botol
Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Air tanah yang diambil dari
kedalaman ± 200 m kemudian disterilkan melalui proses water treatment,
tanki 2 yang berisi karbon, setelah itu dimasukkan ke tanki 3 yang berisi
softener. Kemudian air dipanaskan hingga 100oC. Air panas tersebut dialirkan
ke tanki teh untuk menyeduh teh wangi yang telah dimasukkan ke dalam
tanki. Lalu secara bersamaan air panas tersebut juga dialirkan ke tanki gula
industri untuk melarutkan gula menjadi sirup gula. Setelah diseduh, teh
dialirkan ke tanki filtrox untuk memisahkan ekstrak teh dari ampas teh. Dari
tanki filtrox ekstrak teh dialirkan ke tanki pencampuran. Sirup gula juga
kemudian dialirkan ke tanki pencampuran. Hasil campuran antara ekstrak teh
dan sirup gula dinamakan teh manis cair. Kemudian teh manis cair dialirkan
ke mesin filler. Botol yang telah selesai dicuci dan disterilkan serta telah
diperiksa oleh mesin EBI (optiscan) dan operator, dibawa ke mesin filler
dengan belt conveyor. Kemudian teh manis cair diisi ke dalam botol dengan
standar volume ± 3 ml dari head botol. Botol yang telah diisi langsung ditutup
dengan crown cock yang telah disterilkan dengan penyinaran ultra violet.
Setelah ditutup, botol dipindahkan ke dalam crate dan dipindahkan ke kamar
karantina. Setelah selesai karantina, produk siap dipasarkan.
b. Fruit Tea
Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Air tanah yang diambil dari
kedalaman ± 200 m kemudian disterilkan melalui proses water treatment,
yakni air disaring dengan pasir kuarsa di tanki 1, kemudian dimasukkan ke
tanki 2 yang berisi karbon, setelah itu dimasukkan ke tanki 3 yang berisi
softener. Kemudian air dipanaskan hingga 100oC. Air panas tersebut dialirkan
Lalu secara bersamaan air panas tersebut juga dialirkan ke tanki gula industri
untuk melarutkan gula menjadi sirup gula. Kemudian sirup gula ditambahkan
dengan konsentrat sari buah sesuai dengan jenis Fruit Tea yang hendak
diproduksi. Setelah diseduh, teh dialirkan ke tanki filtrox untuk memisahkan
ekstrak teh dari ampas teh. Dari tanki filtrox ekstrak teh dialirkan ke tanki
pencampuran. Sirup gula juga kemudian dialirkan ke tanki pencampuran.
Hasil campuran antara ekstrak teh dan sirup gula dinamakan teh manis cair.
Kemudian teh manis cair dialirkan ke mesin filler. Botol yang telah selesai
dicuci dan disterilkan serta telah diperiksa oleh mesin EBI (optiscan) dan
operator, dibawa ke mesin filler dengan belt conveyor. Kemudian teh manis
cair diisi ke dalam botol dengan standar volume ± 3 ml dari head botol. Botol
yang telah diisi langsung ditutup dengan crown cock yang telah disterilkan
dengan penyinaran ultra violet. Setelah ditutup, botol dipindahkan ke dalam
crate dan dipindahkan ke kamar karantina. Setelah selesai karantina, produk
siap dipasarkan.
c. Prim-A
Uraian prosesnya adalah sebagai berikut. Pada bagian mesin filling AMDK,
botol/galon dibersihkan bagian luar. Kemudian dimasukkan ke ruang
pencucian galon bagian dalam. Pada bagian dapur, air diproses dengan
dimasukkan ke tanki 1 yang berisi pasir kuarsa, kemudian tanki 2 yang berisi
karbon, kemudian tanki 3 yang berisi softener. Pada tanki 4 merupakan tanki
buffer 1 yang berisi air karbon. Pada tanki 5 merupakan buffer 2 dimana air
karbon dan softener. Setelah selesai air dimasukkan ke mesin ozonator untuk
menambah ozon ke dalam air. Kemudian dimasukkan ke final filler tank dan
air diisi ke dalam galon. Galon yang telah berisi ditutup dan operator letakkan
segel ke atas tutup botol. Kemudian mesin mengepres segel sehingga segel
menempel rapat pada tutup botol. Setelah itu galon disusun ke rak galon untuk
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Penerangan 3.1.1. Cahaya
Cahaya merupakan radiasi elektromagnetik yang dapat menstimulasi
human visual response. Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami
atau buatan, memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan
kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya
pencahayaan disuatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas iluminasi yang
menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas, juga ditentukan oleh kualitas dari
pencahayaan tersebut yang diantaranya menyangkut arah cahaya, penyebarani
cahaya, tipe cahaya dan tingkat kesilauan.
3.1.2. Sumber Penerangan
Sumber penerangan dapat dibagi menjadi dua sumber yaitu sumber
penerangan alami dan buatan.
Sumber dari penerangan alami ini di dapat dari sinar alami pada waktu
siang hari untuk keadaan selama 12 jam dalam sehari, untuk mendapatkan cahaya
matahari harus memperhatikan letak jendela dan lebar jendela. Penerangan alami
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : musim, waktu, jam, jauh dekatnya
Sumber penerangan buatan berasal dari lampu buatan seperti listrik, gas,
atau minyak. Pencahayaan buatan dari suatu tempat kerja bertujuan menunjang
dan melengkapi pencahayaan alami, juga dimaksudkan agar suatu ruangan kerja
tercipta suasana yang menyenangkan dan terasa nyaman untuk mata kita. Untuk
itu dalam pemilihan atau pengadaan lampu perlu di perhatikan efek dari
penerangan buatan terhadap obyek yang diamati.
Pada sumber penerangan buatan, penerangan yang digunakan dapat dibagi
menjadi 3 tipe penerangan, yaitu:
1. Pencahayaan Umum (General Lighting)
Sistem pencahayaan ini harus menghasilkan iluminasi yang merata pada
bidang kerja dan bidang ini biasanya terletak pada ketinggian 30-60 inchi
diatas lantai. Untuk memenuhi persyaratan itu maka armatur harus dipasang
simetris, dan jarak lampu satu dengan lainnya perlu diperhatikan, dianjurkan
antara 1,5-2 kali jarak antara lampu dan bidang kerja.
2. Pencahayaan Terarah (Localized General Lighting)
Pada tipe ini diperlukan bila intensitas penerangan yang merata tidak
diperlukan untuk semua tempat kerja tetapi hanya bagian tertentu saja yang
membutuhkan tingkat iluminasi, maka lampu tambahan dapat dipasang pada
daerah tersebut.
3. Pencahayaan Lokal (Local Lighting)
Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk pekerjaan yang
menyebabkan kesilauan, maka pencahayaan lokal perlu dikoordinasikan
dengan penerangan umum.
3.1.3. Illuminasi
Illuminasi yaitu flux-flux yang berpendar dari suatu sumber cahaya yang
dipancarkan pada suatu permukaan per luas permukaan1
Sistem illuminasi dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu
. Satuan internasional
untuk illuminasi adalah lumens/sq.meter yang mempunyai nama lain lux. 1 lux = 1
lumen/m2. Di Amerika Serikat dipakai footcandle diamana 1 footcandle = 10,764
lux.
2
1. Sistem Illuminasi Langsung (Direct Lighting)
:
Pada sistem langsung, 90-100% dari cahaya diarahkan secara langsung kepada
permukaan yang diterangi. Sistem ini paling efektif dalam menyediakan
penerangan, namun juga mengakibatkan adanya bayang-bayang yang
mengganggu, serta memungkinkan terjadinya kesilauan baik karena
penyinaran lampu maupun karena pemantulan sinar lampu. Langit-langit
dinding dan objek-objek di dalam ruangan perlu diberi warna-warna cerah
supaya tampak menyegarkan.
2. Sistem Illuminasi Semi-Langsung (Semi Direct Lighting)
1
Nurmianto, Eko., Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi, Edisi I, Cetakan II, Guna Widya, Surabaya, 1998, Hal 221
2
Pada sistem semi langsung, 60-90% dari cahaya diarahkan lansung kepada
permukaan yang perlu diterangi, sedangkan selebihnya menerangi (serta
dipantulkan oleh) langit-langit dan dinding. Sistem illuminasi ini dapat
menutupi kekurangan dari sistem illuminasi langsung diatas.
3. Sistem Illuminasi Diffus (General Diffuse Lighting)
Di dalam jenis sistem illuminasi ini termasuk sistem direct-indirect yang
memancarkan setengah cahaya kebawah dan setengah lagi ke atas.
Masalah-masalah bayangan dan kesilauan masih terdapat pada sistem illuminasi ini.
4. Sistem Illuminasi Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)
Pada sistem semi tidak tidak langsung, 60-90% dari cahaya diarahkan ke
langit-langit dan dinding bagian atas, dan sisanya ke bawah. Masalah
bayangan praktis tidak ada, dan kesilauan dapat dikurangi.
5. Sistem Illuminasi Tidak Langsung (Indirect Lighting)
Pada sistem tidak langsung, 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan
dinding bagian atas untuk dipantulkan kemudian menerangi seluruh ruangan
berupa cahaya diffuse.
3.1.4. Efek Illuminasi Terhadap Mata
Fungsi mata adalah sebagai indra penglihatan. Mata dibentuk untuk
menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, dengan perantara
serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan
pada otak untuk ditafsirkan. Untuk jenis pekerjaan yang berbeda, dibutuhkan
Penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata,
akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan.
Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya Astenopia (kelelahan mata)
dan mempertinggi kecepatan dan efisien membaca. Penerangan yang kurang
memadai bukannya menyebabkan penyakit mata tetapi menimbulkan kelelahan
mata3
1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan air mata). .
Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi
penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang
berupaya untuk melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat
dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja
secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi
(otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai
akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat
kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang
cukup lama.
Kelelahan mata dapat ditandai dengan adanya:
2. Penglihatan ganda (Double Vision).
3. Sakit sekitar mata.
4. Daya akomodasi menurun.
3
5. Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras dan kecepatan
persepsi.
Tanda-tanda tersebut di atas terjadi bila iluminasi tempat kerja berkurang
dan pekerja yang bersangkutan menderita kelainan reflaksi mata yang tidak
dikoreksi.
Bila persepsi visual mengalami stress yang hebat tanpa disertai efek lokal
pada otot akomodasi atau retina maka keadaan ini akan menimbulkan kelelahan
syaraf. General Nervous Fatique ini terutama akan terjadi bila pekerjaan yang
dilakukan seseorang memerlukan kosentrasi, kontrol otot dan gerakan gerakan
yang sangat tepat4
4
Sidarta Ilyas., Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1991, Hal 28
.
3.2. Konsep Shift Kerja
Shift kerja adalah pembagian kerja yang dapat diartikan di mana satu
pekerjaan dengan waktu penuh dipilah di antara dua orang atau lebih. Pembagian
tugas seringkali melibatkan masing-masing orang bekerja setengah hari, tetapi
dapat juga dilakukan pada pengaturan pembagian secara mingguan atau bulanan.
Shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan kepada pekerja
untuk mengerjakan sesuatu dan biasa dibagi kepada kerja pagi, sore dan malam.
Shift kerja terjadi bila dua atau lebih pekerja bekerja secara berurutan pada lokasi
Bagi seorang pekerja, shift kerja berarti berada pada lokasi kerja yang
sama, teratur pada saat yang sama (shift kontinu) atau pada waktu yang berlainan
(shift kerja rotasi). Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, di mana pada hari
kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan
sebelumnya, sedang shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk
memenuhi jadwal 24 jam per hari.
3.2.1. Karakteristik dan Pembagian Shift Kerja
Menurut Knauth (1988) terdapat 5 faktor shift kerja, yaitu:
1. Jenis shift (pagi, siang, malam).
2. Panjang waktu tiap shift.
3. Waktu dimulai dan berakhir satu shift.
4. Distribusi waktu istirahat.
5. Arah transisi shift.
Coleman (1995) membagi shift kerja menjadi enam bentuk dasar :
1. Fixed Shifts, dimana setiap karyawan sudah mempunyai jam kerja tetap dan
tidak bisa diubah.
2. Rotating Shifts, dimana karyawan secara bergiliran bekerja pada shift yang
diatur.
3. Oscilatting Shifts, dimana satu kelompok karyawan mempunyai shift tetap dan
kelompok sisa dirotasi.
4. Primary Shifts, dimana setiap karyawan mempunyai shift tetap tetapi dapat
5. Staggered Shifts, dimana shift tetap dengan nomor waktu mulai dan nomor
karyawan.
6. Mixed Shifts merupakan gabungan beberapa shift untuk pekerja dalam bagian
yang sama.
3.2.2. Efek Shift Kerja
Menurut Fish (2000) efek shift kerja yang dapat dirasakan tenaga kerja
yaitu:
1. Efek fisiologis, berpengaruh terhadap :
a. Kualitas tidur.
b. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk
dan lelah .
c. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial
Efek ini menunjukkan masalah lebih besar seperti gangguan kehidupan kelu
arga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berintegrasi dengan
teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat.
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek
fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan
kemampuan mental menurun yang akan berpengaruh terhadap perilaku
4. Efek terhadap Kesehatan
Sistem shift kerja dapat menjadi masalah keseimbangan kadar gula dalam
darah dengan insulin bagi penderita diabetes.
5. Efek Terhadap Keselamatan Kerja
3.3. Mata
Mata merupakan indra pengelihatan pada manusia. Mata dibentuk untuk
menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, selanjutnya dengan
perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan pada otak untuk ditafsirkan5
1. Lapisan luar (fibrus) yang merupakan lapisan penyangga. .
3.3.1. Anatomi Mata
Mata diproteksi oleh tulang rongga mata, alis dan bulu mata, kelopak
mata, refleks mengedip, sel-sel pada permukaan kornea dan konjungtiva (selaput
lendir yang melapisi permukaan dalam kelopak mata) serta air mata. Air mata
berfungsi memperbaiki tajam penglihatan, membersihkan kotoran yang masuk ke
mata, lubrikasi (pelumasan), media transpor bagi oksigen dari atmosfer, nutrisi
(glukosa, elektrolit, enzim protein), serta mengandung antibakteri dan antibodi.
Bola mata mempunyai garis menengah kira-kira 2,5 cm, bagian depannya
bening serta terdiri dari tiga lapisan yaitu:
5
2. Lapisan tengah (vaskuler).
3. Lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf.
Mata digerakkan oleh enam otot penggerak mata, otot-otot ini dikaitkan
pada pembungkus sklerotik mata sebelah belakang kornea. Otot-otot ini
mengerakkan mata ke atas, ke bawah, ke dalam dan ke sisi luar bergantian.
Adapun bagian-bagian mata adalah sebagai berikut ini.
1. Skelera
Merupakan pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata.
Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus, serta membantu
mempertahankan bentuk biji mata.
2. Retina
Retina merupakan lapisan sarafi pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan
serabut, yaitu sel-sel saraf.
3. Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan yang putih
dan tidak tembus cahaya.
4. Iris
Merupakan tirai berwarna di depan lensa yang bersambung dengan selaput
khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar atau otot polos yang
5. Lensa
Merupakan sebuah benda transparan bikonvex yang terdiri dari beberapa
lapisan. Lensa mata berfungsi sebagai organ fokus utama yang membiaskan
berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat.
6. Pupil
Merupakan sebuah cakram yang dapat bergerak dan berfungsi sebagai tirai
yang melindungi retina, serta mengendalikan jumlah cahaya yang memasuki
[image:51.595.168.456.331.586.2]mata.
Gambar 3.1. Anatomi Mata Manusia
3.3.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata 3.3.2.1. Faktor Manusia
a. Umur
Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya
akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan
dan menipiskan mata. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin
berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan
diri. Sebaiknya semakin muda seseorang, kebutuhan cahaya akan lebih sedikit
dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami
kelelahan mata lebih sedikit. Daya akomodasi menurun pada usia 45 – 50
tahun6. Penurunan ketajaman penglihatan masusia sesuai dengan umur dapat
dilihat pada Gambar 3.2 berikut.
Gambar 3.2. Penurunan Ketajaman Penglihatan (Sumber : Eko Nurmianto., Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasi)
6
b. Jenis Penyakit Tertentu dan Pengaruh Obat-Obatan
Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi mata antara lain adalah penyakit
Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Jenis obat midiatrik seperti atropine,
homotropin, dan schopolamin dapat melumpuhkan otot siliar, jenis obat
penenang sedetif jika dimakan teratur mempunyai efek dapat mengurangi
produksi air mata yang dihasilkan oleh kelenjar laktimal, akibatnya mata
menjadi kering dan mengalami iritasi7
a. Illuminasi (Penerangan)
.
3.3.2.2. Faktor Lingkungan
Penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata,
akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan. Pada
tingkat iluminasi yang rendah, titik jauh akan bergerak lebih dekat dan letak
titik dekat akan berpindah, serta ketepatan (Precision) dan kecepatan
akomodasi akan menurun. Pengaruh illuminasi dan kontras terhadap
ketajaman penglihatan manusia dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini.
7
Gambar 3.3. Pengaruh lluminasi dan Kontras terhadap Ketajaman Penglihatan
(Sumber : Eko Nurmianto., Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasi)
b. Suhu Udara
Seorang tenaga kerja akan bekerja secara efisien dan produktif bila tenaga
kerja berada dalam tempat yang nyaman (comfort) atau dapat dikatakan
efisiensi kerja yang optimal dalam daerah yang nikmat kerja, yaitu suhu yang
sesuai, tidak dingin dan tidak panas8
8
Santoso., Higiene Perusahaan (Panas), Jakarta, 1985, Hal 5
. Bagi orang Indonesia suhu udara yang
dirasa nyaman adalah berada antara 24 °C – 26 °C serta toleransi 2-3 °C di
3.3.2.3. Faktor Pekerjaan a. Lama Kerja
Waktu kerja bagi seorang tenaga kerja dapat menentukan efisiensi dan
produktivitasnya. Segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi:
lamanya seseorang mampu kerja secara baik, hubungan diantara waktu kerja
dan istirahat, waktu diantara sehari menurut periode yang meliputi siang dan
malam. Lamanya tenaga kerja bekerja sehari secara baik umumnya 6-8 jam
dan sisanya dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat,
istirahat, tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari
kemampuan tersebut biasanya disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya
terlihat penurunan produktivitas yang tinggi, serta kecenderungan untuk
timbul kelelahan, penyakit dan kecelakaan kerja.
b. Beban Kerja
Beban kerja adalah pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik
berupa beban fisik maupun beban mental yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam hal ini kesinambungan .antara beban kerja dengan kemampuan
individu, agar tidak terjadi hambatan ataupun kegagalan dalam melaksanakan
3.3.3. Flicker Fusion-Frequency9
Evaluasi pada frekuensi flicker-fusion adalah suatu teknik untuk
menggambarkan hasil yang realistis dan dapat diulang. Subjek (orang) yang
diteliti melihat pada sebuah sumber cahaya yang dinyalakan dengan energi yang
berfrekuensi rendah dan berkedip-kedip (flickering). Kemudian frekuensi
berkedipnya dinaikkan sampai subjekya merasakan bahwa cahaya yang berkedip
tersebut sudah laksana garis lurus. Frekuensi dimana cahaya yang berkedip
dianggap sebagai garis lurus memberikan kesan bahwa subjek yang diteliti berada
pada kondisi lelah. Sedangkan subjek yang lelah tidak mampu mendeteksi cahaya
yang berkedip. Pada saat istirahat fusing terjadi dengan 35 sampai 40 Hz. Setelah
bekerja dengan beban kognitif akan terjadi pengurang fusing 0,5 sampai 0,7 Hz.
Gambar 3.4. Critical Flicker Fusion pada Mata (Sumber : Ergonomi- Cognitive Work)
9
3.4. Eksperimen Faktorial
Eksperimen faktorial merupakan eksperimen yang semua (hampir semua)
taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan dengan semua
(hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen itu10
Pada desain faktorial a x b, pengujian yang tepat dapat ditentukan oleh
faktor-faktor yaitu faktor tetap dan acakyang akan menentukan harga F untuk .
Berdasarkan adanya banyak taraf dalam tiap faktor, eksperimen ini sering
disebut dengan menambahkan perkalian antara banyak taraf faktor yang satu
dengan banyak taraf faktor atau faktor-faktor yang lainnya. Misalnya apabila
dalam eksperimen digunakan dua buah faktor, sebuah terdiri atas tiga taraf dan
sebuah lagi terdiri atas dua taraf, maka diperoleh faktorial 3 x 2, sehingga untuk
itu akan diperlukan 6 kondisi eksperimen yang berbeda-beda.
3.4.1. Model Anava Desain Eksperimen Faktorial
Dalam suatu desain eksperimen, faktorial yang sering digunakan adalah 2
faktor dan 3 faktor, dimana masing-masing faktor memiliki model-model. Jika
eksperimen yang dilakukan dengan menggunakan desain acak sempurna dalam
setiap kombinasi perlakuan terdapat n buah unit eksperimen.
3.4.1.1.Desain Eksperimen Faktorial a x b
10
pengujian yang diperlukan. Karena taraf faktor dapat bersifat tetap ataupun acak
dan total faktor ada 2 buah, maka didapatkan 4 model yaitu :
a. Model I (Model Tetap)
Apabila si peniliti hanya mempunyai a buah taraf faktor A dan hanya b buah
taraf faktor B dalam eksperimen yang si peneliti lakukan, maka model yang
diambil adalah model tetap. Hal ini berarti bahwa taraf untuk masing-masing
faktor tetap banyaknya dan kesemuanya terdapat didalam eksperimen yang
dilakukan. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah :
F = A/E untuk hipotesis H1
F = B/E untuk hipotesis H2
F = AB/E untuk hipotesis H3
b. Model II (Model Acak)
Dalam hal ini si peneliti mempunyai sebuah populasi yang terdiri atas
sejumlah taraf faktor A dari sebanyak a taraf telah diambil sebagai sampel dan si
peneliti juga mempunyai sebuah sampel yang terdiri atas sekumpulan taraf faktor
B dari sebanyak b taraf diambil sebagai sampel. Dengan demikian, a buah taraf
faktor A dan b buah taraf faktor B merupakan sampel yang terdapat didalam
eksperimen tersebut. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini
adalah :
F = A/AB untuk hipotesis H4
F = B/AB untuk hipotesis H5
c. Model III (A tetap, B acak)
Ditinjau daari adanya atau didapatnya taraf faktor-faktor, bisa terjadi :
a. Seluruh hanya ada sebanyak a taraf faktor A, semuanya digunakan didalam
eksperimen
b. Eksperimen tersebut menggunakan sebuah sampel yang terdiri atas sebuah b
buah atraf faktor B yang telah diambil secara acak dari sebuah populasi
terdiri atas taraf-taraf faktor B.
Model ini disebut juga model III atau model campuran dimana A tetap dan B
acak. Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah :
F = A/AB untuk hipotesis H7
F = B/E untuk hipotesis H8
F = AB/E untuk hipotesis H9
d. Model III (b tetap,a acak)
Model III atau model campuran yang kedua ini adalah kebalikan dari
model campuran diatas, yaitu pada model ini diambil faktor A acak sedangkan
faktor B tetap. Model ini menyangkut sebuah eksperimen yang bersifat :
a. Menggunakan sebuah sampel acak yang terdiri atas a buah taraf faktor A
yang diambil dari sebuah populasi terdiri atas taraf-taraf faktor A
b. Menggunakan semua taraf faktor B sebanyak b buah yang tersedia.
Adapun harga F untuk pengujian hipotesis pada model ini adalah :
F = B/AB untuk hipotesis H’8
F = AB/E untuk hipotesis H’9
3.4.1.2.Desain Eksperimen Faktorial a x b x c
Untuk eksperimen faktorial yang meliputi tiga buah faktor, misalnya
faktor-faktor A, B, dan C yang masing-masing terdiri dari a, b, dan c taraf, bila
eksperimennya dilakukan dengan menggunakan desain acak sempurna, dalam tiap
kombinasi perlakuan terdapat n buah unit eksperimen atau observasi, maka model
linier yang tepat untuk desain eksperimen faktorial a x b x c ini adalah:
Yijkl = µ + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + εl(ijk)
Dengan: i = 1, 2, …, a
j = 1, 2, …, b
k = 1, 2, …, c
l = 1, 2, …, n
Yijkl = variabel respon hasil observasi ke-l yang terjadi karena pengaruh
bersama taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor
C.
μ = rata-rata yang sebenarnya (berharga konstan)
Ai = efek taraf ke-i faktor A
Bj = efek taraf ke-j faktor B
Ck = efek taraf ke-k faktor C
ABij = efek interaksi antara taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
BCjk = efek interaksi antara taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C
ABCijk = efek terhadap variabel respon yang disebabkan oleh interaksi antar
taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, dan taraf ke-k faktor C
εl(ijk) = efek unit eksperimen ke l dikarenakan oleh kombinasi perlakuan
(ijk)
Seperti biasa diasumsikan εl(ijk) ∼ DNI (0, σε2).
Untuk keperluan ANAVA, maka jumlah kuadrat-kuadrat semua nilai
pengamatan ΣY2 dan jumlah kuadrat-kuadrat untuk rata-rata Ry dihitung seperti
halnya untuk eksperimen faktorial dua faktor.
∑
∑
∑
∑
∑
= = = = = = n 1 l 2 ijkl c 1 k b 1 j a 1 i 2 abcn dk dengan , Y Y(
abcn)
, dengan dk 1 Y R 2 n 1 l ijkl c 1 k b 1 j a 1 iy =
=
∑
∑
∑
∑
= = = =Jumlah kuadrat-kuadrat lainnya yang diperlukan akan mudah dapat
dihitung apabila data hasil observasi dipecah dan disusun dalam beberapa buah
daftar yaitu daftar a x b x c, daftar a x b, daftar a x c, dan daftar b x c.
Dari daftar-daftar baru ini berturut-turut dapat dihitung
Jabc = jumlah kuadrat-kuadrat antara sel untuk daftar a x b x c
=
( )
2ijk yc 1 k b 1 j a 1 i R n J −
∑
∑
∑
= = =dengan Jijk = elemen dalam sel (ijk) dari daftar a x b x c =
∑
= n 1 l ijkl Y
=
( )
2ij y b 1 j a 1 i R cn J −∑
∑
= =