Shift I No Nama Selektor Hari/Tanggal Pengamatan
X Flicker Fusion
6.1.5. Analisis Produktivitas
Pengukuran produktivitas pada penelitian ini adalah berdasarkan pada
besar nilai persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir oleh operator
pada saat melakukan pekerjaanya. Kriteria dari botol non standar ini adalah botol
retak, warna botol kusam, botol berkarat dan kotor. Botol non standar yang tidak
tersortir pada pos 2 ini akan dapat diketahui oleh operator pada pos 3 setelah
proses pengisian air teh ke dalam botol (filler). Botol non standar yang tidak
tersortir ini secara langsung akan berakibat pada penurunan kapasitas produksi
yang telah ditargetkan oleh perusahaan. Persentase jumlah botol non standar yang
tidak tersortir oleh operator pada setiap perlakuan eksperimen dapat dilihat pada
Tabel 6.1 berikut.
Tabel 6.1. Persentase Botol Non Standar yang Tidak Tersortir pada Setiap Perlakuan Eksperimen
No Perlakuan Persentase Botol Non Standar yang Tidak Tersortir (%)
1 a1b1c1 8,57 2 a1b1c2 7,69 3 a1b1c3 7,86 4 a1b2c1 8,28 5 a1b2c2 7,78 6 a1b2c3 8,11 7 a1b3c1 11,11 8 a1b3c2 10,07 9 a1b3c3 10,59 10 a2b1c1 6,02 11 a2b1c2 4,00 12 a2b1c3 5,07 13 a2b2c1 8,28 14 a2b2c2 5,02
Tabel 6.1. Persentase Botol Non Standar yang Tidak Tersortir pada Setiap Perlakuan Eksperimen (lanjutan)
No Perlakuan Persentase Botol Non Standar yang Tidak Tersortir (%)
15 a2b2c3 6,28
16 a2b3c1 9,05
17 a2b3c2 7,51
18 a2b3c3 7,69
Sumber : Hasil Pengolahan
Berdasarkan Tabel 6.1 diatas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
persentase botol non standar yang tidak tersortir oleh operator pada setiap
perlakuan. Nilai persentase botol non standar yang tidak tersortir oleh operator
lebih kecil untuk setiap interaksi perlakuan illuminasi 140 lux pada interval waktu
rotasi kerja 15 menit dibandingkan dengan interaksi perlakuan illuminasi 110 lux
pada interval waktu rotasi kerja 30 menit dan 45 menit untuk setiap shift kerja.
Nilai persentase terkecil dari botol non standar yang tidak tersortir oleh operator
terjadi pada interaksi perlakuan illuminasi 140 lux, interval waktu rotasi kerja 15
menit pada shift 2.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa telah terjadi peningkatan
produktivitas perusahaan dengan adanya penurunan persentase botol non standar
yang tidak tersortir oleh operator pada konsisi kerja dengan illuminasi 140 lux
6.2. Evaluasi
Dari hasil analisis yang telah diuraikan diatas, dapat diketahui bahwa
kondisi kerja yang terbaik untuk mengurangi terjadinya kelelahan mata pada
operator penyortiran botol di PT. Sinar Sosro adalah pada kondisi kerja dengan
menggunakan tingkat illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja 15 menit.
Cahaya yang diterima oleh mata operator pada illuminasi 140 lux lebih
terang dibandingkan dengan illuminasi 110 lux, sehingga kerja otot siliaris untuk
melakukan akomodasi mata pada illuminasi 140 lux lebih kecil dibandingkan
dengan kerja otot siliaris untuk melakukan akomodasi mata pada illuminasi 110
lux. Akomodasi maksimal yang dilakukan mata pada illuminasi 110 lux bertujuan
agar cahaya yang diterima mata dapat tepat difokuskan pada retina sehingga botol
dapat dilihat dengan jelas sama seperti pada kondisi kerja dengan illuminasi 140
lux. Kerja otot siliaris yang lebih besar pada illuminasi 110 lux dibandingkan
dengan illuminasi 140 lux menyebabkan otot tersebut mengalami kelelahan
sehingga terjadi kelelahan mata yang ditandai dengan terjadinya penurunan
ketajaman penglihatan. Penurunan ketajaman penglihatan operator pada saat
memeriksa botol akan mengakibatkan operator kesulitan dalam menyortir botol
sehingga terdapat botol non standar yang tidak terlihat oleh operator.
Pada interval waktu rotasi kerja 15 menit berarti setiap operator bekerja
memeriksa botol selama 30 menit dan istirahat 15 menit. Pada interval waktu
rotasi kerja 30 menit berarti setiap operator bekerja memeriksa botol selama 60
menit dan istirahat 30 menit. Pada interval waktu rotasi kerja 45 menit berarti
Semakin lama mata melihat botol, maka akomodasi mata untuk dapat melihat
botol dengan jelas akan semakin maksimal. Akomodasi yang dilakukan mata pada
interval waktu rotasi kerja 30 menit dan 45 menit lebih besar dibandingkan
dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit, sehingga otot siliaris akan lebih cepat
mengalami kelelahan pada interval waktu rotasi kerja 30 menit dan 45 menit
dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja 15 menit. Impuls lelah dari otot
siliaris akan disampaikan ke sistem syaraf pusat, kemudian sistem syaraf pusat
akan memerintahkan sistem syaraf motorik melambat sehingga ketangkasan dan
kecepatan dalam memeriksa botol akan menurun.
Selain dari adanya perbedaan daya akomodasi mata, terjadinya proses
adaptasi gelap dari mata operator juga dapat diakibatkan oleh interval waktu rotasi
kerja. Adaptasi gelap merupakan kemampuan mata untuk dapat beradaptasi
dengan baik dari cahaya terang ke cahaya gelap sehingga dapat melihat objek
dengan jelas. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya adaptasi gelap ini adalah
selama 20 menit. Apabila adaptasi gelap ini terjadi, maka mata akan terbiasa
dengan cahaya yang lebih gelap, sehingga akan terjadi kesilauan apabila
berpindah lagi ke tempat yang cahayanya lebih terang. Terjadinya kesiluaan akan
dapat menurunkan daya penglihatan mata, sehingga botol kosong non standar
tidak dapat dilihat dengan jelas oleh operator.
Illuminasi pada stasiun kerja penyortiran botol kosong (pos II) lebih besar
dibandingkan dengan illuminasi ruangan sekitarnya. Oleh sebab itu, dengan
menerapkan interval waktu rotasi kerja selama 15 menit, maka adaptasi gelap
sehingga kesilauan pada mata operator tidak terjadi pada saat operator mulai
bekerja kembali.
Dengan mengganti interval waktu rotasi kerja dari 30 menit menjadi 15
menit, maka perlu di lakukan pengaturan ulang jam kerja dari ketiga operator
penyortiran botol kosong di PT. Sinar Sosro. Perbandingan pola jam kerja dari
Tabel 6.2. Perbandingan Pola Jam Kerja pada Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan
Interval Waktu Rotasi Kerja Awal (30 menit) Interval Waktu Rotasi Kerja Usulan (15 menit)
Shift Kerja Operator Shift Kerja Operator
Shift 1 Shift 2 Shift 3 Bekerja Istirahat Shift 1 Shift 2 Shift 3 Bekerja Istirahat 00.00 - 00.30 08.00 - 08.30 16.00 - 16.30 AB C 00.00 - 00.15 08.00 - 08.15 16.00 - 16.15 AB C 00.15 - 00.30 08.15 - 08.30 16.15 - 16.30 AC B 00.30 - 01.00 08.30 - 09.00 16.30 - 17.00 AC B 00.30 - 00.45 08.30 - 08.45 16.30 - 16.45 BC A 00.45 - 01.00 08.45 - 09.00 16.45 - 17.00 BA C 01.00 - 01.30 09.00 - 09.30 17.00 - 17.30 BC A 01.00 - 01.15 09.00 - 09.15 17.00 - 17.15 CA B 01.15 - 01.30 09.15 - 09.30 17.15 - 17.30 CB A 01.30 - 02.00 09.30 - 10.00 17.30 - 18.00 BA C 01.30 - 01.45 09.30 - 09.45 17.30 - 17.45 AB C 01.45 - 02.00 09.45 - 10.00 17.45 - 18.00 AC B 02.00 - 02.30 10.00 - 10.30 18.00 - 18.30 CA B 02.00 - 02.15 10.00 - 10.15 18.00 - 18.15 BC A 02.15 - 02.30 10.15 - 10.30 18.15 - 18.30 BA C 02.30 - 03.00 10.30 - 11.00 18.30 - 19.00 CB A 02.30 - 02.45 10.30 - 10.45 18.30 - 18.45 CA B 02.45 - 03.00 10.45 - 11.00 18.45 - 19.00 CB A 03.00 - 03.30 11.00 - 11.30 19.00 - 19.30 AB C 03.00 - 03.15 11.00 - 11.15 19.00 - 19.15 AB C 03.15 - 03.30 11.15 - 11.30 19.15 - 19.30 AC B 03.30 - 04.00 11.30 - 12.00 19.30 - 20.00 AC B 03.30 - 03.45 11.30 - 11.45 19.30 - 19.45 BC A 03.45 - 04.00 11.45 - 12.00 19.45 - 20.00 BA C 04.00 - 04.30 12.00 - 12.30 20.00 - 20.30 BC A 04.00 - 04.15 12.00 - 12.15 20.00 - 20.15 CA B 04.15 - 04.30 12.15 - 12.30 20.15 - 20.30 CB A 04.30 - 05.00 12.30 - 13.00 20.30 - 21.00 BA C 04.30 - 04.45 12.30 - 12.45 20.30 - 20.45 AB C 04.45 - 05.00 12.45 - 13.00 20.45 - 21.00 AC B
Tabel 6.2. Perbandingan Pola Jam Kerja pada Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan (lanjutan)
Interval Waktu Rotasi Kerja Awal (30 menit) Interval Waktu Rotasi Kerja Usulan (15 menit)
Shift Kerja Operator Shift Kerja Operator
Shift 1 Shift 2 Shift 3 Bekerja Istirahat Shift 1 Shift 2 Shift 3 Bekerja Istirahat 05.00 - 05.30 13.00 - 13.30 21.00 - 21.30 CA B 05.00 - 05.15 13.00 - 13.15 21.00 - 21.15 BC A 05.15 - 05.30 13.15 - 13.30 21.15 - 21.30 BA C 05.30 - 06.00 13.30 - 14.00 21.30 - 22.00 CB A 05.30 - 05.45 13.30 - 13.45 21.30 - 21.45 CA B 05.45 - 06.00 13.45 - 14.00 21.45 - 22.00 CB A 06.00 - 06.30 14.00 - 14.30 22.00 - 22.30 AB C 06.00 - 06.15 14.00 - 14.15 22.00 - 22.15 AB C 06.15 - 06.30 14.15 - 14.30 22.15 - 22.30 AC B 06.30 - 07.00 14.30 - 15.00 22.30 - 23.00 AC B 06.30 - 06.45 14.30 - 14.45 22.30 - 22.45 BC A 06.45 - 07.00 14.45 - 15.00 22.45 - 23.00 BA C 07.00 - 07.30 15.00 - 15.30 23.00 - 23.30 BC A 07.00 - 07.15 15.00 - 15.15 23.00 - 23.15 CA B 07.15 - 07.30 15.15 - 15.30 23.15 - 23.30 CB A 07.30 - 08.00 15.30 - 16.00 23.30 - 24.00 BA C 07.30 - 07.45 15.30 - 15.45 23.30 - 23.45 AB C 07.45 - 08.00 15.45 - 16.00 23.45 - 24.00 AC B
Frekuensi Istirahat Frekuensi Istirahat
Operator A 5 kali Operator A 10 kali
Operator B 5 kali Operator B 11 kali
Berdasarkan Tabel 6.2 dapat dilihat bahwa dengan menerapkan pola
interval waktu rotasi kerja selama 15 menit akan didapatkan frekuensi istirahat
yang lebih sering dibandingkan dengan interval waktu rotasi kerja selama 30
menit. Dengan frekuensi istirahat yang lebih sering diharapkan akan dapat
mengurangi terjadinya kelelahan mata pada operator selama melakukan
penyortiran botol.
Selain dari itu, dengan menerapkan pola interval waktu rotasi kerja 15
selama 15 menit dapat menurunkan persentase jumlah botol non standar yang
tidak tersortir oleh operator. Perbandingan persentase jumlah botol non standar
yang tidak tersortir oleh operator pada kondisi awal dengan kondisi usulan
berdasarkan hasil eksperimen dapat dilihat pada Tabel 6.3 berikut.
Tabel 6.3. Perbandingan Kondisi Awal dengan Kondisi Usulan Shift Kerja Persentase Jumlah Botol Non Standar yang Tidak Tersortir
Kondisi Awal Kondisi Usulan
Shift 1 8,28 6,02
Shift 2 5,02 4,00
Shift 3 6,28 5,07
Rata-Rata 6,53 5,03
Sumber : Hasil Pengolahan
Dari Tabel 6.3 diatas, dapat dibuat kedalam bentuk diagram untuk dapat
melihat penurunan persentase botol non standar yang tidak tersortir oleh operator
Gambar 6.9. Persentase Jumlah Botol Non Standar
Berdasarkan Gambar 6.9 diatas dapat dilihat bahwa terdapat penurunan
persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir oleh operator pada
kondisi awal dengan kondisi usulan sebesar 1.5 % selama 3 shift kerja. Penurunan
persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir oleh operator ini akan
meningkatkan jumlah output yang dihasilkan selama 3 shift kerja. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pada kondisi usulan (illuminasi 140 lux dengan
interval waktu rotasi kerja selama 15 menit) terjadi peningkatan produktivitas
perusahaan bila dibandingkan dengan kondisi awal (illuminasi 140 lux dengan
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis pemecahan masalah dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengolahan data untuk uji homogenitas varians dengan
menggunakan uji bartlett pada setiap taraf faktor dari faktor illuminasi,
interval waktu rotasi kerja dan shift kerja didapatkan bahwa variansi hasil
pengukuran Flicker Fusion Frequency mata operator pada setiap taraf faktor
dari faktor illuminasi, interval waktu rotasi kerja dan shift kerja adalah
seragam.
2. Berdasarkan hasil perhitungan desain eksperimen dengan menggunakan
ANAVA didapat pengaruh utama dan pengaruh interaksi dari variabel
penelitian sebagai berikut :
a. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor illuminasi terhadap
Flicker Fusion Frequency (Ho ditolak).
b. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor interval waktu rotasi
kerja terhadap Flicker Fusion Frequency (Ho ditolak).
c. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor shift kerja terhadap
d. Terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi faktor illuminasi dengan
interval waktu rotasi kerja terhadap Flicker Fusion Frequency (Ho
diterima).
e. Terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi faktor illuminasi dengan
shift kerja terhadap Flicker Fusion Frequency (Ho diterima).
f. Terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi faktor interval waktu
rotasi kerja dengan shift kerja terhadap Flicker Fusion Frequency (Ho
diterima).
g. Terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi faktor illuminasi, interval
waktu rotasi kerja terhadap Flicker Fusion Frequency (Ho diterima).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang signifikan
terhadap nilai Flicker Fusion Frequency akan terjadi apabila kedua atau ketiga
faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan mata saling berinteraksi.
Namun apabila ketiga faktor tersebut berdiri sendiri (tidak saling berinteraksi),
maka tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai Flicker
Fusion Frequnecy mata operator.
3. Interaksi antar faktor yang menghasilkan nilai Flicker Fusion Frequency
maksimal terjadi pada interaksi antara faktor illuminasi sebesar 140 lux
dengan interval waktu rotasi kerja selama 15 menit untuk setiap shift kerja.
Pada kondisi ini tidak terjadi kelelahan mata pada operator pada saat
melakukan pekerjaannya, karena daya akomodasi mata untuk dapat melihat
botol dengan jelas lebih kecil dibandingkan dengan interaksi taraf faktor yang
4. Berdasarkan hasil perhitungan nilai koefisien korelasi antara nilai Flicker
Fusion Frequency mata operator dengan persentase botol non standar yang
tidak tersortir didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar -0,895, yang
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara nilai Flicker Fusion
Frequency mata operator dengan persentase botol non standar yang tidak
tersortir. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang negatif antar kedua
variabel tersebut, yang artinya semakin besar nilai Flicker Fusion Frequency
mata operator, maka akan semakin kecil persentase botol non standar yang
tidak tersortir.
5. Terjadi penurunan persentase jumlah botol non standar yang tidak tersortir
oleh operator sebesar 1,5 % pada kondisi usulan dibandingkan dengan kondisi
awal. Dengan menurunnya persentase jumlah botol non standar yang tidak
tersortir ini akan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Kondisi
usulan adalah kondisi kerja dengan illuminasi 140 lux dan interval waktu
rotasi kerja selama 15 menit, sedangkan kondisi awal adalah kondisi kerja
dengan illuminasi 140 lux dan interval waktu rotasi kerja 30 menit.
7.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan dan sebagai
bahan pertimbangan pada penelitian selanjutnya antara lain sebagai berikut :
1. Untuk mencegah terjadinya kelelahan mata pada operator penyortiran botol
sesuai dengan Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 261 Tahun 1998 yaitu
sebesar 200 lux.
2. Sebaiknya pihak perusahaan mencoba menerapkan interval waktu rotasi kerja
selama 15 menit dalam melakukan pekerjaan penyortiran botol kosong untuk
dapat menghindari terjadinya kelelahan mata pada operator.
3. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala khususnya kesehatan mata
pada operator yang bekerja menyortir botol, serta memberikan ekstra makanan
sepeti vitamin A.
4. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik tentang faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya kelelahan mata. Adapun faktor-faktor
tersebut antara lain adalah jarak pandang mata terhadap objek yang dilihat,
ukuran objek, sudut pandang mata terhadap objek yang dilihat, kecepatan