• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia Karena Debitornya Dinyatakan Pailit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Pemegang Jaminan Fidusia Karena Debitornya Dinyatakan Pailit"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Asikin Zainal, 2000, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Badrulzaman Darus Mariam, 1981, Bab-bab Tentang Credietverband Gadai dan Fiducia, Alumni, Bandung.

Bahsan M, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hamzah A. dan Manulang Senjun, dalam Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hartini Rahayu, 2007, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia, Kencana, Surabaya.

HS. Salim, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kamello Tan, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang didambakan, PT. Alumni, Medan.

Pardede Marulak dan Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2008, Penelitian Hukum Tentang Implementasi Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit Di Indonesia, Jakarta.

Salindeho John, 1994, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Sofwan Masjchoen Soedewi Sri dalam Satrio J, 2002, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sjahdeini Remy Sutan, 2002, Hukum Kepailitan, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta. Subekti R. Tjitrosudibio, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya

Paramita, Cetakan XXXIII, Jakarta.

(2)

T. Oey Hoey, 1983, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Widjaja Gunawan dan Yani Ahmad, Jaminan Fidusia, PT. Grafindo Persada, Jakarta.

Undang-Undang

Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 37 Tahun 2004.

Pasal 15 Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman, Pemilikan rumah dapat dijadikan jaminan, hutang dan pembebanan fidusia atas rumah tersebut dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, 2001, Fokus Media, Bandung.

(3)

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI KEPAILITAN

A. Pengertian Kepailitan

Kata pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti kemacetan

pembayaran. Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal yang

berhubungan dengan pailit.

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai

kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan,

dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar

utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan

pemerintah.

Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan

untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk

menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.

Pengertian kepailitan dapat kita lihat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun

2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran utang, Bab I ketentuan umum,

Pasal 1 Ayat (1) yang menyatakan bahwa : “kepailitan adalah, sita umum atas semua

kekayaan debitur pailit yang pengurus dan pemberesannya dilakukan oleh curator di

bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur di dalam undang-undang”.

selanjutnya di dalam Ayat (2), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan debitur pailit

(4)

pailit dalam Pasal 2 Ayat (1) lebih lanjut dikatakana sebagai debitur yang mempunyai

dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah

jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Di

dalam UU No. 37 Tahun 2004 ini dapat kita lihat pihak-pihak yang dapat mengajukan

permohonan pailit, yaitu :

1. Debitur

a. Apabila debitur adalah Bank, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat

diajukan oleh Bank Indonesia.

b. Apabila debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan

Penjaminan, Lembaga Penyimpan dan Penyelesaian, Permohonan pernyataan

pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.

c. Apabila debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana

Pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan

public, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Mentri

Keuangan.

2. Kreditur, baik satu ataupun lebih.

3. Kejaksaan apabila kepentingan umum memaksa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank sebagai kreditur penerima

jaminan fidusia jika debiturnya pailit, kedudukan bank yang bersangkutan adalah

menjadi kreditur separatis. Kedudukan separatis dari bank seharusnya

(5)

penerima jaminan fidusia. Dalam Pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004 ditentukan

bahwa hak separatis kreditur pemegang hak jaminan kebendaan ditangguhkan

jangka waktunya selama 90 hari sejak putusan pailit ditetapkan. Ratio pembentuk

undang-undang menetapkan adanya tenggang waktu itu dapat dilihat di dalam

penjelasan Pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004 yang bertujuan untuk :

a. Memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian.

b. Memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit.

c. Memungkinkan curator menjalankan tugasnya secara optimal.

Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum

untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang

badan peradilan, dan baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksud dilarang

mengeksekusi atau memohonkan sita atas benda yang menjadi agunan.

Persoalannya adalah apakah hal itu tidak melanggar hak separatis pemegang

jaminan fidusia. Karena di dalam pasal 55 UU No. 37 Tahun 2004 dinyatakan bahwa:

“dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56,

Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak

tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi

haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Apabila secara yuridis terjadi pelanggaran

hak separatis, dan dilakukan penyimpangan terhadap norma hukum seperti yang

tercantum didalam Pasal 55 UU No. 37 Tahun 2004, hal tersebut hanya dapat

dilakukan dengan membuat klausula dalam akta jaminan fidusia yang telah

(6)

fidusia, klausula yang demikian belum pernah ditemukan dalam rangka melindungi

hak separatis kreditur penerima jaminan fidusia.

B. Sumber-Sumber Hukum Kepailitan

Dengan semakin maraknya usaha bisnis baik dari kalangan ekonomi atas

menengah dan bawah sehingga membutuhkan fasilitas pendanaan untuk

melangsungkan usaha bisnis, pembahasan tentang salah satu media pendanaan bisnis

yang berupa jaminan fidusia dalam prespektif ini sangat penting karena hasilnya

diharapkan dapat diaplikasikan oleh seluruh kalangan masyarakat.

Di Indonesia maraknya krisis moneter dan diperparah lagi oleh krisis politik,

krisis moneter diawali dengan melemahnya nilai rupiah terhadap mata uang dolar AS.

Hal itu telah mengakibatkan utang-utang para pengusaha Indonesia dalam valuta

asing, terutama terhadap para kreditor luar negri, menjadi membengkak luar biasa

sehingga mengakibatkan banyak sekali debitur yang tidak membayar utang-utangnya.

Di samping itu kredit macet di perbankan dalam negri juga makin membumbung

tinggi secara luar biasa, sebelum krisis moneter perbankan di Indonesia memang juga

telah menghadapi masalah kredit bermasalah atau Non-Performing Loans yang

memperhatinkan, yaitu sebagai akibat terpuruknya sector riil karena krisis moneter

tersebut.

Pada situasi ini masyarakat kreditur mulai mencari-cari cara dan sarana untuk

dapat menagih tagihannya dengan memuaskan. Dirasakan bahwa peraturan kepailitan

(7)

itu pula upaya restrukturisasi utang tidak terlalu tampak menjanjikan bagi para

kreditur karena masih terpuruknya sektor riil. Selain itu dikhawatirkan upaya

penyelesaian utang dengan menempuh restrukturisasi utang akan berlangsung lama.

Banyak sekali debitur yang sulit dihubungi oleh para kreditnya karena berusaha

mengelak untuk bertanggung jawab atas utang-utangnya. Sedangkan upaya

restrukturisasi utang hanyalah mungkin di tempuh apabila debitor bersedia bertemu

dan duduk berunding dengan para kreditur atau sebaiknya.

Adanya kesedian untuk berunding tersebut bisnis debitur harus memiliki

prospek yang baik untuk mendatangkan revenue sebagai sumber pelunasan utang

yang direstrukturisasi itu. Mengingat restrukturisasi itu masih belum dapat

diharapkan akan berhasil dengan baik, sedangkan upaya dalam kepailitan dengan

menggunakan faillissementsverordening, secepatnya dapat diganti dan diubah. IMF

sebagai pemberi utang kepada Pemerintah Republik Indonesia berpendapat pula

bahwa upaya mengatasi krisis moneter krisis Indonesia tidak dapat terlepas dari

keharusan penyelesaian utang-utang luar negri dari para pengusaha Indonesia kepada

para kreditur luar negrinya dan upaya penyelesaian kredit-kredit macet perbankan

Indonesia. Oleh karena itu maka, IMF mendesak pemerintah Indonesia agar secara

resmi mengganti atau mengubah peraturan kepailitan berlaku yaitu,

faillissementsverordening sebagai sarana penyelesaian utang-utang para krediturnya.

Karena hasil desakan IMF akhirnya pemerintah turun tangan dan lahirlah

(8)

undang-undang Kepailitan (Perpu Kepailitan) perpu tersebut mengubah dan

menambah Peraturan kepailitan (faillissementsverordening).

Dari segi bahasa ada yang kurang dari judul perpu tersebut karena selama ini

faillissementsverordening kita kenal sebagai “peraturan kepailitan”. Oleh penyusun

perpu kata “verordening” telah diterjemahkan dengan kata “undang-undang”. Kalau

verordening telah diterjemahkan dengan istilah “Peraturan” maka perpu kepailitan

tersebut disebut sebagai Perpu No. 1 tahun 1998 tentang Perubahan Peraturan

Kepailitan.22

Setelah diterbitkan Perpu Kepailitan ini pada tanggal 22 April 1998 oleh

Pemerintah maka lima bulan kemudian Perpu Kepailitan telah diajukan kepada DPR

dan pada 9 September 1998 Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang No. 1

Tahun 1998 Tentang Perubahan atas undang-undang tentang Kepailitan itu telah

ditetapkan menjadi undang-undang No.4 Tahun 1998.23

22

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002, hal.29-31.

23

Ibid.

Berdasarkan perkembangan

tersebut, selanjutnya oleh pemerintah dianggap perlu untuk melakukan perubahan

terhadap undang-undang kepailitan diatas yang dilakukan dengan memperbaiki,

menambah dan meniadakan ketentuan-ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai

lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, yang jika

ditinjau dari materi yang diatur masih memiliki banyak kelemahan. Oleh karena itu

(9)

undang kepailitan yang baru yaitu UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran Utang. Undang-undang ini dianggap perlu karena beberapa

alasan, yaitu :24

1. Untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada

beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur.

2. Untuk menghindari adanya kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang

menurut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan

kepentingan debitur atau para kreditur yang lainnya.

3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah

seorang kreditur atau debitur sendiri. Misalnya debitur berusaha untuk memberi

keuntungan kepada seorang atau beberapa kreditur tertentu sehingga kreditur

lainnya dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan

semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya

terhadap para kreditur.

Berdasarkan uraian diatas maka, sumber-sumber hukum kepailitan di

Indonesia adalah :

1. KUHPerdata khususnya Pasal 1131, Pasal 1132, Pasal 1133, dan Pasal

1134.

24

(10)

2. Fallissementsverordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348 sepanjang

belum diubah dengan UU No. 4 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU

Kepailitan.

3. UU No. 4 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Kepailitan.

4. UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 90.

5. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran

Utang.

C. Tujuan Hukum Kepailitan

Tujuan hukum kepailitan menurut Louis E. Levinthal dalam bukunya yang

berjudul “ The Early History of Bankrupicy Law ” adalah :25

1. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur dan

diantaranya para kreditur.

2. Mencegah para debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

merugikan kepentingan para kreditur.

3. Memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik dari para

krediturnya, dengan cara memperoleh pembebasan utang.

Menurut Sutan Remi Sjahdeini, tujuan hukum kepailitan adalah :

1. Melindungi para kreditur konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan

dengan berlakunya asas jaminan, bahwa “semua harta kekayaan debitur baik yang

25

(11)

bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang akan ada

di kemudian hari, menjadi jaminan bagi perikatan debitur, yaitu dengan cara

memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan –

tagihannya terhadap debitur. Menurut hukum Indonesia.

2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitur diantara para kreditur sesuai

dengan pari passu pembagian secara proporsional harta kekayaan debitur kepada

para kreditur konkuren atau unsecured creditors berdasarkan pertimbangan

besarnya tagihan masing-masing kreditur tersebut. (Pasal 1132 KUHPerdata).

3. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

merugikan kepentingan kreditur. Dengan dinyatakan debitur pailit, maka debitur

menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindah

tangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status hukum dari

harta kekayaan debitur menjadi harta pailit.

4. Dalam hukum di Amerika Serikat, hukum kepailitan memberikan perlindungan

kepada debitur yang beritikad baik dari para krediturnya, dengan cara

memperoleh pembebasan utang.

5. Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan keadaan

keuangan perusahaan menjadi buruk sehinggan perusahaan mengalami keadaan

insolvensi dan kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan.

6. Memberikan kesempatan kepada debitur dan kreditur untuk berunding dan

(12)

Berdasarkan UU No.37 Tahun 2004, maka tujuan UU Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran Utang adalah :

1. Untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada

beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur.

2. Untuk menghindari ada kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang

menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan

kepentingan debitur atau para kreditur lainnya.

3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah

seorang kreditur atau debitur sendiri. Misalnya debitur berusaha untuk memberi

keuntungan kepada seorang atau beberapa kreditur tertentu sehingga kreditur

lainnya dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan

semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya

terhadap para kreditur.

D. Syarat-syarat Kepailitan

Sangatlah penting untuk diketahui mengenai apa saja syarat-syarat yang harus

dipenuhi terlebih dahulu apabila seseorang atau badan hukum bermaksud mengajukan

permohonan pernyataan pailit melalui Pengadilan Niaga. Syarat-syarat tersebut perlu

diketahui karena apabila permohonan kepailitan tidak memenuhi syarat-syarat

tersebut, maka permohonan tersebut tidak akan dikabulkan oleh Pengadilan Niaga.

Pasal 1 Ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa : “debitur pailit adalah

(13)

Dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No.37 Tahun 2004 tersebut menyatakan bahwa :

“debitur yang mempunyai dua atau lebih kurator dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan

putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan

satu atau lebih krediturnya”.

Dari ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 dapat disimpulkan

bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitur hanya dapat diajukan

apabila memenuhi syarat-syarat yaitu :

1. Debitur terhadap siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit mempunyai

dua kreditur, atau dengan kata lain harus mempunyai lebih dari satu kreditur.

2. Debitur tidak membayar sedikitnya satu utang kepada salah satu krediturnya.

3. Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih.

Artinya bahwa kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik

karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana

diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang,

maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbiter.

Pasal 2 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tersebut mengalami perubahan

terhadap syarat kepailitan yang ditentukan dalam Pasal 1 Ayat (1)

faillissementsverordening sebagai berikut : “setiap debitur yang tidak mampu

membayar utangnya yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utang

(14)

atau beberapa orang krediturnya, dapat diadakan putusan oleh Hakim yang

menyatakan bahwa debitur yang bersangkutan dalam keadaan pailit”.

Oleh karena menurut KUH Acara Perdata Indonesia (HIR) seorang yang

mengajukan gugatan atau permohonan harus membuktikan kebenaran gugatan atau

permohonannya, atau dengan kata lain beban pembuktian ada pada penggugat atau

pemohon, maka pemohon pernyataan pailit harus dapat membuktikan bahwa Debitor

memiliki lebih dari satu Kreditor (terdapat Kreditor lain selain Kreditor pemohon),

dan harus dapat pula menyebutkan dengan mengemukakan bukti-bukti siapa saja

Kreditor-kreditor lain itu.

Perlu diketahui bahwasanya putusan pernyataan pailit tidak mengakibatkan

debitor kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen

handelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau

kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja.

Kewenangan debitor itu selanjutnya diambil alih oleh kurator. Ketentuan tersebut

berlaku sejak diucapkanya putusan pernyataan pailit. Kepailitan ini meliputi seluruh

kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu

yang diperoleh selama kepailitan. Sesudah pernyataan pailit tersebut maka segala

perikatan yang dibuat debitor dengan pihak ketiga tidak dapat dibayar dari harta

pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan kuntungan bagi harta

(15)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR PEMEGANG JAMINAN FIDUSIA KARENA DEBITORNYA DINYATAKAN PAILIT

A. Kedudukan Kreditor Pemegang Fidusia Yang Debitornya Dinyatakan Pailit Pada dasarnya, sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitor untuk melakukan

semua tindakan hukum berkenaan dengan kenyataan harus dihormati, tentunya

dengan memperhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitor menurut

peraturan perundangan-undangan. Semenjak pengadilan mengucapkan putusan

kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitor, hak dan

kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedalnya.

Akan tetapi, si pailit masih berhak melakukan tindakan – tindakan atas harta

kekayaan sepanjang membawa keuntungan bagi boedelnya.

Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut :

1. Kekayaan debitor pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas

harta pihak yang dinyatakan pailit. Menurut pasal 21 UUK dan PKPU, harta

pailit meliputi seluruh kekayaan debitor pada waktu putusan pailit diucapkan serta

segala kekayaan yang diperoleh debitor pailit selama kepailitan.

2. Kepailitan semata – mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri

pribadi debitor pailit.

3. Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai

(16)

4. Segala perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat

dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.

5. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditor

dan debitor dan hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya

kepailitan.

6. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta diajukan oleh atau

terhadap terhadap kurator.

7. Semua tuntutan atau yang bertujuan mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari

harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan

cara melaporkannya untuk dicocokkan.

8. Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 UUK

dan PKPU, kreditor pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,

hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya

seolah – olah tidak terjadi kepailitan. Pihak kreditor tersebut, tidak kehilangan

haknya untuk menahan barang tersebut meskipun ada putusan pailit.

9. Hak eksekusi kreditor yang dijamin sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat (1)

UUK dan PKPU, dan pihak ketiga untuk menurut hartanya yang berada dalam

penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum untuk 90 hari

setelah putusan pailit diucapkan.

Pada dasarnya keduduakan kreditor adalah sama dan karenanya mereka

mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya

(17)

Bila kita lihat diatas, maka dapat diketahui bahwa pihak – pihak yang dapat

mengajukan permohonan pailit adalah :

a. Debitor itu sendiri yang memiliki dua atau lebih kreditor, melihat ketentuan itu,

maka berarti debitor yang hanya memiliki seorang kreditor tidak dapat

mengajukan permohonan kepailitan.

b. Seorang kreditor atau lebih, baik secara sendiri – sendiri ataupun bersama – sama.

Jika kreditor itu adalah satu – satunyakreditor maka permohaonan kepailitan itu

tidak dapat diajukan oleh kreditor.

c. Jaksa atau penuntut umum

Bentuk awal dari fidusia adalah fidusia cum creditore. Penyerahan hak milik

pada fidusia ini terjadi secara sempurna, sehingga penerima fidusia (kreditor)

berkedudukan sebagai pemilik yang sempurna juga.26

“dimana sebagai pemilik tentunya saja ia bebas berbuat apa pun terhadap barang yang

dimilikinya, hanya saja berdasarkan fides ia berkewajiban mengembalikan hak milik

atas barang tersebut kepada debitor pemberi fidusia, apabila pihak yang belakangan

ini telah melunasi utangnya kepada kreditor. Lebih daripada itu tidak ada pembatasan

– pembatasan lain dalam hubungan fidusia cum creditore. Hak milik disini bersifat

sempurna yang terbatas, karena digantungkan pada syarat tertentu. Untuk pemilik Hal senada juga, disampaikan

oleh Dr. A. Veenhoven yang menyatakan :

26

(18)

fidusia, hak miliknya digunakan pada syarat putus. Hak miliknya yang sempurna baru

lahir jika pemberi fidusia tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi).27

27

A. Veenhoven dalam Oey Hoey Tiong, Op.Cit., hal. 47.

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam

membuat suatu perjanjian, dimana dengan adanya kebebasan berkontrak akan

terciptanya suatu keadilan. Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan,

jika para pihak memiliki kedudukan yang seimbang. Karena, jika tidak adanya

keseimbangan maka kontrak dapat menjadi tidak seimbangan terhadap kedudukan

para pihak.

Kedudukan yang tidak seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat

memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah hanya

mengikuti saja syarat – syarat kontrak yang diajukan kepadanya. Syarat lainnya

adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendaksehingga

membawa keuntungan kepadanya.

Kreditor dalam Pasal 1 ayat (8) UUJF yaitu pihak yang mempunyaipiutang

karena perjanjian atau undang – undan. Dalam hal ini kreditor yang dimaksud adalah

bank dan nasabah sebagai kreditor. Dari segi kacamata hukum, hubungan antara

nasabah dengan bank, yaitu hubungan kontraktual dan hubungan kontraktual.

Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah hubungan

kontraktual, terhadap nasabah debitor hubungan kontraktual tersebut berdasarkan

(19)

Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan antara bank dengan

nasabah sebagai debitor bersumber dari ketentuan – ketentuan KUHPerdata tentang

kontrak (buku ketiga). Sebab, menurut Pasa 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang – undang bagi

kedua belah pihak.

Perjanjian kredit bank, memuat serangkaian klausula atau covenant, dimana

sebagian besar dari klausula merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditor

dalam pemberian kredit. Dalam perjanjian kredit antara bank dengan nasabahnya,

bank seringkali memintakan jaminan kepada debitornya sebagai jaminan atas kredit

yang dipinjamnya maka benda jaminannya akan dieksekusi olehbank tersebut.

Dalam Pasal 55 UUK dan PKPU mengakui hak separatis dari pemegang hak

jaminan sebagaimana ditentukan oleh KUHPerdata. Pencantuman Pasal 55 UUK dan

PKPU ini sangat penting bagi kepentingan dan pemberian perlindungan kepada

kreditor. Menurut Pasal 56 ayat (2) UUK dan PKPU, apabila penagihan kreditor

pemegang hak jaminan adalah suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126

dan 127 UUK dan PKPU, maka kreditor pemegang hak jaminan diperkenankan untuk

berbuat demikian hanya sesudah piutang tersebut dicocokkan yang dilakukan dengan

maksud untuk mengambil pelunasan atas jumlah piutang yang telah diakui dalam

pencocokan utang – piutang tersebut.

Ketentuan hukum yang menentukan terjadinya keadaan yang disebut dengan

automatic stay, yaitu keadaan status quo bagi debitor dan para kreditor, biasanya

(20)

berlangsungnya pemeriksaan pailit oleh pengadilan yaitu sejak permohonan pailit

didaftarkan di pengadilan atau pada saat negosiasi antara kreditor dan debitor dalam

likuidasi terhadap pailit.

Secara konkrit tentang apa yang diuraikan dapat dilihat pada kasus sebagai

berikut :

PT. NV MASS telah ditunjuk PT. STAR MOTOR Untuk menjadi agen penyaluran

dan penjualan Sedan Mercedes, PT. NV MASS mendapat pembiayaan kredit

exploitasi dari BANK MANDIRI sebesar150.000.000.000,- (seratus lima puluh

miliar rupiah), untuk pembelian stock mobil Baby Benz dari PT. STAR MOTOR.

Sebagai jaminan pelunasan utang PT. NV MASS, maka seluruh kendaraan yang

dibeli dari PT. STAR MOTOR diserahkann sebagai agunan utama.

Dalam hal kredit yang diberikan oleh BANK MANDIRI kepada PT. NV

MASS adalah exploitasi pembelian kendaraan sehingga jaminan pokok yang

dkiminta oleh BANK MANDIRI adalah seluruh stock kendaraan yang dibiayai

berdasarkan ketentuan dalam pemberian kredit. Mengenai bentuk jaminannya yang

digunakan adalah jaminan fidusia, karena fidusia merupakan jaminan yang

memberikan kedudukan yang diutamakan pada penerima fidusia dalam hal ini adalah

BANK MANDIRI terhadap kreditor lainnya, jika tidak memenuhi janjinya maka

penerima fidusia atau BANK MANDIRI mempunyai hak untuk menjual benda yang

dijaminkan atas kekuasannya sendiri karena sertifikat fidusia ini mempunyai

(21)

sekalipun barang yang di serahkan sebagai jaminan tetap berada dalam penguasaan si

pemberi fidusia dalam hal ini PT. NV MASS.

Dalam memperoleh sertifikat jaminan fidusia ditempuh dengan adanya

tahap-tahapnya sebagai berikut:

1. Tahapan Pembebanan Fidusia

Pertama, Pembuatan perjanjian pokok tentang hutang atau kredit yang

menimbulkan hak dan kewajiban antara BANK MANDIRI dengan PT. NV MASS

dapat dibuat secara dibawah tangan atau Notaris. Kedua, Pembuatan akta

pembebanan jaminan fidusia harus dengan Akta Notaris dan dalam Bahasa Indonesia.

2. Pendaftaran Fidusia

Pertama, BANK MANDIRI atau wakilnya mengajukan permohonan

pendaftaran jaminan fidusia dengan melampirkan pernyataan fidusia yang memuat

antara lain:

- Identitas pemberi dan penerima fidusia

- Tanggal, nomor akta dan tempat notaris yang membuat

- Data perjanjian

- Obyek jaminan fidusia

- Nilai penjamin

- Nilai obyek jaminan fidusia.

Kedua, mencatatkan jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal

(22)

Ketiga, menerbitkan dan menyerahkan sertifikat fidusia kepada penerima atau

wakilnya pada tanggal yang sama dengan tanggal penerima permohonan pendaftaran.

c. Sertifikat Jaminan Fidusia adalah Salinan Buku Daftar Fidusia yang

memuat mengenai identitas pemberi dan penerima fidusia, tanggal dan

nomor akta jaminan, nama dan tempat kedudukan Notaris pembuat

akta, data perjnjian pokok, uraian objek jaminan, nilai penjamin, dan

nilai yang menjadi objek.

Dimana dalam melakuan penjualan kendaraan, PT. NV MASS sebagai

pemberi fidusia tidak harus melakukan dengan meminta izin kepada BANK

MANDIRI. Karena dalam hal ini tidak perlu dilakukan atau meminta izin terhadap

BANK MANDIRI, karena yang dibiayai dengan kredit exploitasi BANK MANDIRI

adalah barang persediaan. Hal ini mengacu pada ketentuan Undang – undang No.42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Karena menurut ketentuan Pasal 21 ayat (1)

pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek jaminan

fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.

Apabila kendaraan tersebut bukan digolongkan sebagai investory dan dijual

oleh PT. NV MASS tanpa izin dari BANK MANDIRI maka akan dikenakan sanksi,

sanksinya dapat dikenakan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp.

50.000.000,-(lima puluh juta rupiah) kepada PT. NV MASS selaku pembeli fidusia

hal ini sesuai dengan Pasal 36 Undang – undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia. Karena menurut ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang – undang No.42 Tahun

(23)

kepada pihak lain benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang tidak merupakan

benda persediaan kecuali telah ada persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima

fidusia.

Selain kasus diatas, untuk menbuat dasar pembahasan dalam penulisan

diberikan contoh lain yang berkaitan dengan jaminan fidusia, yaitu sebagai berikut :

BANK MANDIRI cabang Jakarta telah memberikan fasilitas kredit kepada

PT. Blueberry Hill yang bergerak di bidang kontrak sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua

milyar rupiah) melalui Perjanjian Kredit tanggal 15 Januari 1999. PT. Blueberry Hill

didirikan dengan akta Notaris No. 119 tanggal 15 oktober 1999 dibuat dihadapan

Datuk Maharjo, SH, Notaris di Jakarta. Anggaran dasarnya belum diumumkan dalam

TBNRI namun sudah disetujui oleh Mentri Kehakiman tertanggal 2 Januari 2000. PT.

Blueberry Hill melakukan kontrak kerja dengan PT (persero) Hutama Karya Jaya

dalam pembangunan fly over dengan nilai proyek sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima

milyar rupiah) yang pembayarannya oleh PT (persero) Hutama Karya Jaya kepada

PT. Blueberry Hill dilakukan secara bertahap. Tahap I sebesar Rp. 1.500.000.000,-

(satu milyar lima ratus juta rupiah) dan Tahap II sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua

milyar rupiah) PT. Blusky adalah holding company dari PT. Blueberry Hill yang juga

sebagai deposan dari BANK MANDIRI, memberikan jaminan tanah berikut

bangunan kantor diatasnya seluas 800 m2 (delapan ratus meter persegi) yang terletak

di JL. Jend. Gatot Subroto, Jakart Selatan, yan terdaftar atas nama Ny.Amanah

(24)

Dengan adanya 2 (dua) contoh kasus di atas dapat diambil kesamaan, dimana

jaminan fidusia banyak digunakan, karena proses pembebenannya dianggap

sederhana, mudah, dan cepat. Karena para pelaku bisnis ingin semua prosesnya dapat

dilaksanakan dengan baik. Dan apabila para pelaku usaha bisnis ingin mengalami

pailit, para pelaku usaha bisnis tidak perlu merasa khawatir karena adanya jaminan

yang mereka punya. Sehingga para pelaku usaha bisnis dapat terus melakukan

kegiatannya. Dengan adanya jaminan fidusia ini, diharapkan segala sesuatunya dapat

dilaksanakan dan dilakukan dengan sebaik – baiknya agar apabila terjadi sengketa,

maka penyelesaian sengketa tersebut dapat diselesaikan dengan efesien dan efektif.

B. Hak Jaminan Fidusia Dalam Undang-Undang Kepailitan

Penjelasan Pasal 56 Ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 mengemukakan bahwa

harta kepailitan adalah yang dapat digunakan atau dijual oleh kurator, terbatas pada

barang persediaan dan atau barang bergerak meskipun harta pailit tersebut dibebani

dengan hak jaminan. Ketenyuan ini menciptakan keadaan yang tidak menentu bagi

eksekusi Hak Jaminan Fidusia oleh kreditur.

Di dalam praktek perkreditan bank barang-barang persediaan dan barang

bergerak milik debitur yang memperoleh kredit dari bank hampir selalu dibebani

dengan hak jaminan fidusia. Hak jaminan fidusia memberikan secara hukum hak

kepemilikan kepada kreditur atas barang-barang yang dibebani dengan hak jaminan

(25)

Dengan demikian, bagi benda-benda yang dibebani hak jaminan fidusia,

kurator tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penjualan atas benda-benda

tersebut. Benda-benda yang dibebani hak jaminan fidusia tersebut secara hukum

dalam pelunasan hutang adalah milik kreditur bukan debitur.Sedangkan ketentuan

hak gadai menentukan bahwa hak gadai sah apabila barang bergerak yang dibebani

gadai itu diserahkan kepada kekuasaan kreditur pemegang hak gadai dan kekuasaan

kreditur akan membatalkan berlakunya hak gadai tersebut. Barang yang dibebani hak

gadai oleh kreditur kepada curator akan membatalkan sahnya gadai tersebut.

Ketentuan pasal 56 ayat (1) dan pasal 59 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 juga

bertentangan dengan pasal 21 ayat UU Hak Tanggungan dinyatakan pailit, maka

pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya

menurut ketentuan UU Hak Tanggungan.

Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas maka ketentuan Pasal 59 ayat (1)

UU No.37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dengan memperhatikan ketentuan Pasal

56, Pasal 57, dan Pasal 58, kreditur pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 56 ayat (1) yaitu hak tanggungan,hak gadai, hak fidusia, dan sebagainya harus

melakukan haknya dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak

dimulainya keadaan insovensi (harta kekayaan debitur berada dalam keadaan tidak

mampu membayar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1).

Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 59 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004,

setelah lewat jangka waktu sebagaimana telah dimaksud dalam ayat (1) yaitu telah

(26)

agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 185 tanpa mengurangi hak pemegang hak tersebut untuk memperoleh hasil

penjualanann agunan tersebut.

Disamping ketentuan pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 tahun 2004 itu

telah mengabaikan berlakunya hak separatis dari kreditur pemengang hak jaminan

(fidusia) maupun yang lain, ketentuan ayat (1) dan ayat (2) UU No. 37 2004 itu tidak

realistis. Didalam praktek sangat sulit bagi seorang kreditur untuk dapat melakukan

eksekusi hak-hak jaminannya dalam jangka waktu hanya 2 (dua) bulan.

Banyak faktor di luar kendali kreditur pemengang hak jaminan (fidusia) yang

membuat berlarut-larutnya eksekusi hak jaminan itu. Misalnya mungkinkah bagi

bank untuk dapat menjual sebuah pabrik semen atau sebuah hotel berbintang 5 (lima)

yang merupakan agunan dalam waktu 2 (dua) bulan saja. Masa persiapan, ditambah

masa untuk mendapatkan pembeli sampai kepada menyelesaikan perjanjian jual-beli

dan penerimaaan uang penjualan pabrik semen atau hotel tersebut dapat memakan

waktu antara 1-2 tahunbahkan tidak mustahil bisa lebih lama dari 2 (dua) tahun.

Adalah menarik untuk menyimak ketentun Pasal 59 ayat 3 (tiga) UU No. 37

thun 2004.

Menurut pasal 59 ayat (3) UU No.37 tahun 2004 tersebut, setiap waktu

kuartor dapat membebaskan barang yang menjadi agunan dengan membayar kepada

kreditur yang bersangkutan jumlah terkecil antara harga pasar barang agunan dan

jumlah utang yang dijamin dengan barang agunan tersebut. Kata “dapat” dalam

(27)

Sehubungan dengan ketentuan dengan pasal ini, pertanyaan ialah “ apakah

kreditur hak jaminan yang bersangkutan wajib menyerahkan barang tersebut apabila

curator menggunakan wewenangnya itu ?Bolehkah kreditur menolak ? Apa akibat

hukumannya apablila kreditur menolak ? Ternyata di dalam Undang-Undang tidak

terdapat jawaban mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut. Berlakunya ketentuan

pasal tersebut juga berarti bahwa dimungkinkan bagi kurator untuk tidak menjul

barang yang dibebani dengan hak jaminan itu melalui lelang sebagaimana ditetukan

oleh berbagai undag-undang yang mengatur mengenai hak jaminan (fidusia).

Pertanyaan lain yang muncul sehubungan dengan ketentuan pasal 59 ayat (3)

UU No. 37 tahun 2004 ialah (i) Siapa yang menentukan harga pasar barang agunan

itu. (ii) Apakah harga pasar itu boleh ditetukan secara sepihak oleh kurator tanpa

persetujuan kreditur atau tanpa persetujuan pemilik barang (agunan itu dapat milik

debitur sendiri maupun milik pihak ketiga) ? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan

tidak diatur dalam undang-undang. Seharusnya penentuan harga pasar barang agunan

itu ditentukan oleh perusahaan penilai yang independent. Namun biayanya tidak

murah. Akan timbul masalah mengenai biaya perusahaan penilai itu apabila

barangnya tidak besar dan atau nilai kreditnya tidak besar. Dengan kata lain untuk

barang agunan nilainya tidak besar dan atau nilai kreditnya tidak besar sebaiknya

kurator tidak melakukan pembebasan barang agunan itu sebagaimana dimaksud

dalam pasal 59 ayat (3) UU No. 37 tahun 2004.

Di dalam praktek harga antara pasar dan harga jual sangat berbeda. Dalam

(28)

lidukasi (liqudiation price). Dapat terjadi bahwa harga likuidasi jauh sekali di bawah

harga pasar. Dengan kata lain, apabila berdasarkan ketentuan pasal 59 ayat (3) UU

No.37 tahun 2004, kurator membebaskan barang agunan dengan membayar kepada

kreditor dengan harga pasar, yaitu dalam hal pasar lebih rendah dari jumlah tagihan,

tetapi ketika barang agunan itu dijual dan harga jadinya (harga liduikasinya) jauh

lebih rendah dari harga pasar yang menjadi nilai tebusan barang agunan itu oleh

kurator.

C. Perlindungan Hukum Kreditor Pemegang Fidusia Terhadap Eksekusi Yang Diumumkan Oleh Kreditor Lain Atas Debitor Yang Dinyatakan Pailit

Tiap kreditor mempunyai keistimewaan masing – masing ada beberapa

macam kreditor, diantaranya sebagai berikut :

1. Kreditor Separatis

Kreditor separatis ialah kreditor ialah kreditor pemegang hak jaminan

kebendaan, yang dapat bertindak sendiri. Golongan kreditor ini tidak terkena

akibat putusan pernyataan pailit debitor, artinya hak – hak eksekusi mereka

tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan dari debitor. Kreditor ini

dapat menjual sendiri barang – barang yang menjadi jaminan, seolah – olah

tidak terjadi kepailitan.28

28

(29)

Dikatakan separatis yang berkonotasi “pemisahan”, dikarenakan

kedudukan kreditor tersebut memaang dipisahkan darikreditor lainnya, dalam

arti dia dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan,

yang terpisah dengan harta pailit.

Dari hasil penjualan tersebut, mereka mengambil sebesar piutangnya

sedangkan jika ada sisanya disetorkan ke kas kurator sebagai budel pailit.

Sebaliknya bila hasil penjualan tersebut ternyata tidak mencukupi, kreditor

tersebut untuk tagihan yang belum terbayar dapat memasukkan

kekurangannya sebagai kreditor bersaing.

Hak jaminan kebendaan yang memberikan hak menjual sendiri secara

lelang dan untuk memperoleh pelunasan secara mendahului terdiri dari :

a. Gadai yang di atur dalam Bab XX Buku III KUHPerdata, untuk

kebendaan bergerak dengan cara melepaskan kebendaan yang

dijaminkan tersebut dari penguasa pihak yang memberikan

jaminan kebendaan berupa gadai tersebut.

b. Hipotik yang diatur dalam Bab XXI Buku III KUHPerdata, yang

menurut Pasal 314 KUHDagang berlaku untuk kapal laut yang

memiliki ukuran sekurang – kurangnya dua puluh meter kubik dan

didaftar di syahbandar Direktorat Jendral Perhubungan Laut

Departemen Perhubungan sehingga memiliki kebangsaan sebagai

kapal Indonesia dan diperlakukan sebagai benda tidak bergerak.

(30)

bergerak sehingga padanya berlaku ketentuan Pasal 1977

KUHPerdata.

c. Hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang – undang No.

4 Tahun 1996 yang mengatur mengenai penjaminan hak – hak atas

tanah tertentu berikut kebendaan yang dianggap melekat dan

diperuntukkan untuk dipergunakan secara bersama – sama dengan

bidang tanah yang diatasnya terdapat hak – hak atas tanah yang

dapat dijaminkan dengan hak tanggungan.

d. Jaminan fidusia yang diatur dalam Undang-Undang No.42 Tahun

1999. Undang-Undang ini tidak memberikan rumusan positif

mengenai kebendaan yang dapat dijaminkan secara fidusia. UUjF,

menetapkan bahwa jaminan fidusia tidak berlaku terhadap :

d.1. hak tangungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,

sepanjang peraturan perundang – undangan yang berlaku

menentukan jaminan atas benda – benda tersebut wajib daftar.

Tetapi, bangunan diatas tanah milik orang lain yang tidak dibebani

hak tanggungan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan dapat dijadikan objek jaminan fidusia.

d.2. hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran

20 (dua puluh) M3 atau lebih.

d.3. hipotek atas pesawat terbang.

(31)

Dengan demikian jaminan fidusia meliputi seluruh kebendaan yang tidak

dapat dijaminkan dengan tiga jenis jaminan kebendaan diatas.

2. Kreditor Preferent/Istimewa

Dikatakan istimewa disebabkan kreditor yang karena sifat piutangnya

mempunyai kedudukan istimewa dan mendapat hak untuk memperoleh

pelunasan lebih dahulu dari penjualan harta pailit. Kreditor preferent ini

berada dibawah pemegang hak kebendaan. Pasal 1133 KUHPerdata

mengatakan bahwa hak untuk didahulukan di antara orang – orang berpiutang

terbit dari hak istimewa dari gadai dan hipotik. Hak istimewa adalah suatu hak

yang oleh undang – undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga

tingkatnya lebih tinggi dari pada orang piutang lainnya, semata – mata

berdasarkan sifat piutangnya.

Selanjutnya KUHPerdata mengatur mengenai kreditor preferent,

dimana menurut KUHPerdata kreditor preferent ialah kreditor pemegang hak

istimewa yang disebut dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata. Pada

Pasal 1139 KUHPerdata mengatakan : piutang – piutang yang diistimewakan

terhadap benda – benda tertentu, ialah :

a. Biaya perkara yang semata – mata disebabkan kerena suatu

penghukuman untuk melelang suatu benda bergerak maupun tidak

bergerak. Biaya ini dibayar dari pendapatan penjualan benda

(32)

yang diistimewakan, bahkan lebih dahulu pula daripada gadai dan

hipotik.

b. Uang – uang sewa benda – benda tak bergerak, biaya – biaya

perbaikan yang menjadi kewajiban si penyewa, beserta segela apa

yang mengenai kewajiban memenuhi perjanjian sewa.

c. Harta pembelian benda – benda bergerak yang belum dibayar.

d. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang.

e. Biaya untuk melakukan suatu pekerjaan pada suatu barang, yang

masih harus dibayar kepada seorang tukang.

f. Apa yang telah diserahkan oleh seorang pengusaha rumaah

penginapan sebagai demikian kepada seorang tamu.

g. Upah – upah pengangkutan dan biaya – biaya tambahan.

h. Apa yang harus dibayar kepada tukang – tukang batu, tukang –

tukang kayu dan lain – lain tukang untuk pembangunan,

penambahan dan perbaikan – perbaikan benda – benda tak

bergerak, asal saja piutangnya tidak boleh tua dari tiga tahun dan

hak milik atas persil yang bersangkutan masih tetap pada si

berutang.

i. Penggantian – penggantian serta pembayaran – pembayaran yang

harus dipikul oleh pegawai – pegawai yang memangku suatu

jabatan umum, karena segala kelalaian, kesalahan, pelanggaran

(33)

Selanjutnya Pasal 1149 KUHPerdata mengatakan : piutang – piutang yang

diistimewakan atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya ialah

yang disebutkan dibawah ini, piutang – piutang mana dilunasi dari pendapatan

penjualan benda – benda itu menurut urutan sebagai berikut :

a. Biaya – biaya perkara, yang semata – mata disebabkan karena pelelangan dan

penyelesaian suatu warisan, biaya – biaya ini didahulukan dari pada gadai dan

hipotek.

b. Biaya – biaya penguburan, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim untuk

menguranginya, jika benda – benda itu terlampautinggi.

c. Segala biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yangpenghabisan.

d. Upah para buruh selama tahun yang lalu dan upah yang sudah dibayar dalam

tahun yang sedang berjalan, beserta jumlah uang kenaikan upah menurut Pasal

1602 q, jumlah uang – uang pengeluaran yang dilakukan oleh buruh guna

kepentingan majikan.

e. Piutang karena penyerahan bahan – bahan makanan, yang dilakukan kepada

debitor dan keluarganya selama waktu enam bulan terakhir.

f. Piutang – piutng penguasa sekolah berasrama untuk tahun penghabisan.

g. Piutang anak – anak yang belum dewasa dan orang – orang terampu terhadap

sekalian wali dan pengampu mereka, mengenai pengurusan mereka sekedar

piutang – piutang itu tidak dapat diambilkan pelunasan dari hipotek atau lain

jaminan yang harus diadakan menurut Bab XV Buku satu KUHPerdata ini

(34)

dibayar untuk pemeliharaan dan pendidikan anak – anak mereka yang sah

yang belum dewasa.

3. Kreditor Konkuren

Kreditor yang dikenal juga dengan kreditor bersaing. Kreditor konkuren ini

memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta

kekayaan debitor, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari setelah

sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutang kepada para kreditor,

pemegang hak jaminan dan para kreditor dengan hak istimewa secara proporsional

menurut perbandingan besarnya piutang masing – masing kreditor konkuren

tersebut.29

Pasal – pasal dalam KUHPerdata sebagaimana yang dijelaskan diatas

mengatur mengenai urutan prioritas masa kreditor, apabila tidak ditentukan bahwa

suatu piutang merupakan hak istimewa yang berkedudukan lebih tinggi dari pada Terlihat jelas bahwa kedudukan kreditor pemegang hak jaminan fidusia

apabaila debitor dinyatakan pailit adalah kreditor separatis. Dimana kreditor separatis

adalah pemegang hak jaminan kebendaan, dimana hak jaminan kebendaan yang

dimilki oleh kreditor pemegang hak jaminan tersebut untuk menjual secara lelang

kebendaan yang dijaminkan kebendaannya dan untuk selanjutnya memperoleh

pelunasan secara mendahulu dari kreditor – kreditor lainnya dari hasil penjualan

kebendaan yang dijaminkan kepadanya tersebut.

29

(35)

piutang yang dijamin dengan suatu hak jaminan, maka urutn kreditornya adalah

sebagai berikut :

a. Kesatu, kreditor yang memilki piutang yang dijamin dengan hak jaminan.

b. Kedua, kreditornyang memilki hak istimewa.

c. Ketiga, kreditor konkuren.

Tetapi apabila suatu hak istimewa ditentukan harus dilunasi terlebih dahulu

dari pada kreditor lainnya termasuk para kreditor pemegang hak jaminan, maka

urutan para kreditornya sebagai berikut :

a. Kesatu, kreditor memilki hak istimewa.

b. Kedua, kreditor yang memiliki piutang yang dijamin dengan hak jaminan.

c. Ketiga, kreditor konkuren.

Walaupun kreditor separatis dapat mengeksekusi dan mengambil sendiri hasil

penjualan hak jaminan, kreditor tersebut tetap tunduk pada hukum tentang

penangguhan eksekusi untuk masa tertentu, yakni selama maksimum 90 hari untuk

kepailitan,dan maksimum 270 hari untuk penundaan kewajiban pembayaran hutang.

Maka, dalam hubungan dengan aset – aset yang dijaminkan tersebut, kedudukan

kreditor separatis sangat lebih tinggi dari kreditor yang diistimewakan lainnya.

Dengan perkataan lain bahwa kedudukan kreditor separatis adalah yang tertinggi

dibandingkan kreditor lainnya.

Pada prinsipnya, kepailitan tidak berlaku bagi kreditor separatis, walaupun

terhadapnya dikenakan kewajiban eksekusi jaminan utang. Pihak kreditor separatis

(36)

kepailitan kreditor separatis harus mengajukan tagihannya untuk diverifikasi tanpa

harus melepaskan kedudukannya selaku kreditor preferent, dan apabila terdapat

bantahan kreditor separatis maka dia tidak mempunyai suara dalam perdamaian

kecuali dia melepaskan bagiannya sebagai kreditor separatis sehingga menjadi

kreditor konkuren.

Salah satu ciri jaminan hutang kebendaan yang baik adalah manakala hak

agunan tersebut dapat dieksekusi secara cepat dengan proses yang sederhana, efisien

dan mengandung kepastian hukum. Misalnya, ketentuan eksekusi di Amerika Serikat

yang membolehkan pihak kreditor mengambil sendiri barang objek jaminan fidusia

asalkan dapat dijual didepan umum, atau dijual dibawah tangan, asalkan dilakukan

dengan beritikad baik.

Fidusia sebagai salah satu jenis jaminan utang juga harus memiliki unsur –

unsur yang cepat, murah, dan pasti. Dalam prakteknya Undang – undang jaminan

fidusia juga memberi kemudahan dalam melaksanatkan eksekusi melalui lembaga

parate aksekusi. Kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi ini tidak semata-mata

monoli jaminan fidusia, karena dalam hal gadai juga dikenal lembaga serupa.30

Berlakunya Undang – undang Rumah Susun No. 16 Tahun 1985 (UURS)

menciptakan prosedur yang lebih mudah yaitu lewat eksekusi dibawah tangan, tetapi

disamping syaratnya yang berat eksekusi dibawah tangan versi UURS tentunya hanya

berlaku atas fidusia yang berhubungan dengan rumah susun saja. Karena itu dalam

30

(37)

praktek eksekusi fidusia dibawah tangan sangat jarang digunakan. Salah satu

terobosan yang dilakukan oleh Undang – undang tentang fidusia ini adalah dengan

mengambil pola aksekusi hak tanggungan yang dikembangkan oleh Undang – undang

Hak Tanggungan No.4 Tahun 1996, yaitu dengan mengatur aksekusi fidusia secara

bervariasi sehingga para pihak dapat memilih model eksekusi yang diinginkan.

Eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi

objek jaminan fidusia. Yang menjadi penyebab timbulnya eksekusi jaminan fidusia

ini adalah karena debitor atau pemberi fidusia cidera janji atau tidak memenuhi

prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia walaupun mereka telah

diberikan somasi.31

1. Pelaksanaan title oleh penerima fidusia Ada 4 cara eksekusi jaminan fidusia, yaitu:

Yang dimaksud dengan title eksekutorial, ialah tulisan yang mengandung

pelaksanaan putusan pengadilan, yang memberikan dasar untuk penyitaan dan lelang

sita tanpa perantara hakim.32

a. Akta Hipotek (berdasarkan Pasal 224 HIR)

Ada beberapa akta (tulisan) yang mempunyai titel ekskutorial, yakni yang

disebut dengan grosse akta, yaitu :

b. Akta Pengakuan Hutang (berdasarkan Pasal 1224 HIR)

31

Salim HS, Op.Cit., hal. 90. 32

(38)

c. Akta Hak Tanggungan (berdasarkan Undang – Undang Hak Tanggungan No. 4

Tahun 1996)

d. Akta Fidusia (berdasarkan Undang – Undang Fidusia No. 42 Tahun 1999)

Menurut kitab Undang – undang Hukum Acara Perdata HIR setiap akta yang

mempunyai titel ekskutorial dapat diajukan fiat eksekusi. Pasal 224 HIR tersebut

menyatakan bahwa grose akta hipotek dan surat hutang yang dibuat dihadapan

Notaris di indonesia yang kepalanya berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa” berkekuatan sama dengan kekuatan suatu keputusan

hakim, jadi berdasarkan titel eksekutorial ini penerima fidusia dapat langsung

melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum atas objek jaminan fidusia tanpa

melalui pengadilan.

Pasal 15 dari UUJF No. 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa sertifikat jaminan

fidusia memuat dengan kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa”, sertifikat jaminan fidusia tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama

dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dari

Pasal-pasal tersebut diatas terlihat bahwa salah satu syarat agar suatu fiat eksekusi

dapat dilakukan adalah bahwa dalam akta tersebut terdapat kata yang berbunyi “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, kata-kata inilah yang

memberikan titel eksekutorial yaitu yang mensejajarkan akekuatan akta tersebut

dengan putusan pengadilan.

Yang dimaksug dengan fiat eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti

(39)

dengan cara meminta fiat dari ketua pengadilan, yaitu memohon penetapan dari ketua

pengadilan untuk melakukan eksekusi.

2. Eksekusi fidusia secara parate eksekusi lewat pelelangan umum

Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima

fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya

dari hasil penjualan.

Eksekusi fidusia dapat dilakukan dengan jalan melalui lembaga parate

eksekusi yaitu melalui lembaga pelelangan umum (kantor lelang), dimana hasil

pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran piutang-piutangnya.

Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, menyatakan bahwa apabila oleh para pihak

tidak telah diperjanjikan lain, maka siberpiutang atau si pemberi jaminan cidera

janji setelah tenggang waktu yang diberikan lampau, atau jika telah ditentukan

suatu tenggang waktu setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar,

menyuruh menjual barang jaminannya dimuka umum menurut

kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud

untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari

pendapatan penjualan tersebut.

Eksekusi lewat pelelangan umum ini dapat melibatkan pengadilan sama

sekali, seperti yang tercantum pada Pasal 29 ayat (1) hurup b UUJF yang

menyatakan bahwa penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas

kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

(40)

benda yang menjadi objek jaminan fidusia harus melalui pelelangan umum,

karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi.

Ada dua kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang

jaminan fidusia, yaitu :

a. Hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib

mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.

b. Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitor atau

pemberi fidusia tetap bertanggugjawab atas hutang yang belum

dibayar.33

3. Eksekusi fidusia secara parate eksekusi melalui penjualan dibawah tangan

Jaminan fidusia dapat juga dieksekusi secara parate eksekusi (mengeksekusi

tanpa lewat pengadilan) dengan cara menjual benda objek fidusia tersebut secara

dibawah tangan, apabila penjualan melelui pelelangan umum diperkirakan tidak akan

menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik dari si pemberi fidusia

maupun si penerima fidusia.

Penjualan dibawah tangan dilakukan, dengan memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima fidusia.

b. Jika dengan cara penjualan dibawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi

yang menguntungkan para pihak.

33

(41)

c. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada

pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Diumumkan dalam sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di

daerah yang bersangkutan.

e. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1(satu) bulan sejak

diberitahukan secara tertulis.

Menjadi pertanyaan bagaiman bila fidusia dibuat dibawah tangan dan tidak

didaftarkan. Apakah kreditor masih mendapat perlindungan hukum ? ada dua pokok

kajian, yaitu : Pertama, perlindungan kreditor terhadap debitornya. Dalam hal ini

apakah perjanjian yang dibuat dibawah tangan oleh kreditor dengan debitor mengikat

bagi para pihak, dan Kedua, perlindungan kreditor dari kreditor lainnya. Hal ini

dimungkinkan terjadi karena dalam fidusia berdasarkan Pasal 8 UUJF yang

mengatakan “jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari 1(satu) penerima

fidusia”, atau berdasarkan ketentuan Pasal 28 UUJF dan Pasal 1 sub 2 dikatakan

bahwa “kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain.

Perlindungan kreditor dari fidusia yang dibuat berdasarkan akta dibawah

tangan dapat dipergunakan ketentuan Pasal 1138 KUHPerdata dan Pasal 1320

KUHPerdata. Dimana suatu perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi yang

membuatnya. Perjanjian yang dibuat dibawah tangan ini dapat dijadikan bukti bahwa

antara para pihak telah terjadi ikatan.

Perlindungan kreditor terhadap benda milik debitor dijadikan jaminan dapat

(42)

“segala benda-benda bergerak dan tidak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada

maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitor itu”.

Jadi, perlindungan kreditor atas benda jaminan ini sebagai jaminan umum.

Terhadap benda-benda ini maka akta dibawah tangan sudah cukup sebagai

dasar peralihan hak milik atas benda bergerak tidak berwujud tersebut. Jadi,

perlindungan kreditor itu dapat diperkuat dengan ketentuan Pasal 1613 KUHPerdata,

dimana akta dibawah tangan sudah dianggap cukup untuk melakukan penyerahan.

Apabila terjadi bahwa benda yang difidusiakan yang berada ditangan pemberi fidusia

dijual pada pihak ketiga maka kreditor dapat dilakukan aksi hukum yang diatur dalam

Pasal 1341 KUHPerdata “kreditor boleh mengajukan tidak berlakunya segala

tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitor”.

Perlindungan kreditor dari kreditor-kreditor lainnya yang memilki hak yang

dilakukan atau hak istimewa, dapat dilakukan dengan cara akta fidusia yang dibuat

secara dibawah tangan tersebut didaftarkan. Fungsi pendaftaran disini adalah untuk

menentukan saat lahirnya fidusia dalam rangka menentukan tingkatan kedudukan

kreditor yang didahulukan oleh kedudukan kreditor yang didahulukan dari kreditor

lainnya. Ketentuan pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan bahwa “segala kebendaan

siberhutang, baik yang bergerak, maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada

maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala

perikatannya perseorangan, jadi hak-hak seorang kreditor menurut Pasal tersebut

(43)

1. Semua barang-barang yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat

hutang dibuat.

2. Semua barang yang ada, artinya barang-barang yang pada saat pembuatan

hutang belum menjadi kepunyaan kreditor, tetapi kemudian menjadi miliknya.

Dengan perkataan lain hak kreditor meliputi barang-barang yang akan

menjadi miliknya ada dikemudian hari benar dikemudian hari

benar-benar jadi miliknya.

3. Baik barang bergerak maupun tidak bergerak terhadap penjualan seluruh harta

kekayaan debitor tersebut, dan kemudian hasil penjualan tersebut dibagikan

secara profesional kepada para kreditor hanya terjadi dalam hal ada kepailitan

debitor atau dalam hal debitor dinyatakan pailit.

Telah disebutkan bahwa pihak yang berwenang untuk mengeksekusi jaminan

hutang bisa kreditor separatis dan bisa juga pihak kurator. Hal ini bergantung pada

hubungan aset dengan kreditor (dijaminkan atau tidak) dan bergantung pada waktu

kapan eksekusi dilaksanakan.

Cara penjualan aset atau barang-barang, pada prinsipnya dilakukan dengan

mengajukan lelang dikantor lelang. Tata cara pelelangan dilakukan sesuai dengan

aturan yang berlaku untuk lelang tersebut.

Akan tetapi, penjualan harta pailit dapat juga dilakukan secara dibawah

tangan, asal saja untuk pembuatan tersebut telah mendapat izin dari hakim pengawas.

Hal ini tentunya dilakukan oleh kurator apabila kurator yakin bahwa penjualan

(44)

kantor lelang) akan menghasilkan yang lebih baik, antara lain karena dapat

menghemat biaya.34

34

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian dan pembahasan dari bab-bab di atas, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Kedudukan kreditor pemegang fidusia apabila debitor dinyatakan pailit maka

kreditor pemegang fidusia mempunyai hak yang didahulukan dan di istimewakan

dari kreditor lain. Kedudukan kreditor pemegang jaminan fidusia ini dapat

dibenarkan, karena pemegang jaminan fidusia tidak ditemukan dua kreditor

terhadap objek fidusia ini sesungguhnya kreditor pemilik benda dengan fidusia ini

sesungguhnya kreditor pemilik benda dengan demikian tidak termasuk harta

kekayaan debitor yang dinyatakan pailit. Berdasarkan kedudukan jaminan ini

kreditor pemegang jaminan fidusia mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan

dilindungi haknya.

2. Hak jaminan fidusia dalam Undang-Undang Kepailitan, Pasal 56 Ayat (3) UU

No. 37 Tahun 2004 kepailitan adalah yang dapat digunakan atau dijual oleh

kurator, terbatas pada barang persediaan dan atau barang bergerak meskipun harta

pailit tersebut dibebani dengan hak jaminan. Ketentuan ini menciptakan keadaan

yang tidak menentu bagi eksekusi Hak Jaminan Fidusia oleh kreditur. Di dalam

praktek perkreditan bank barang-barang persediaan dan barang bergerak milik

(46)

jaminan fidusia. Hak jaminan fidusia memberikan secara hukum hak kepemilikan

kepada kreditur atas barang-barang yang dibebani dengan hak jaminan fidusia.

3. Perlindungan hukum terhadap pemegang jaminan fidusia terhadap eksekusi

sangat dilindungi secara utuh dan kuat. Karena, benda milik debitor yang

dipegang oleh kreditor yang dinyatakan pailit secara yuridis adalah milik kreditor,

bukan debitor yang pailit. Oleh karena itu, benda jaminan fidusia yang dipegang

oleh debitor bukan menjadi objek dari benda yang dinyatakan pailit milik

kreditor. Kekuatan milik kreditor atas benda yang difidusiakan adalah hak

kebendaan dalam bentuk hak milik yang kuat dan terlindungi.

B. Saran

1. Bagi para pelaku bisnis atau kreditor hendaknya dapat memanfaatkan sedemikian

rupa dengan itikad baik dalam mengeksekusi dan menahan harta milik debitor

sepanjang sesuai dengan besarnya utang yang dimiliki debitor kepada kreditor.

2. Kepada kreditor pemegang hak jaminan fidusia hendaknya mengoptimalkan

waktu yang diberikan untuk mengeksekusi benda jaminannya selama 2(dua)

bulan tersebut dalam mengeksekusi benda jaminannya.

3. Untuk memperoleh perlindungan hukum bagi kreditor yang kuat, harus

didaftarkan agar ada kekuatan eksekutorialnya dan menghindarkan fidusia yang

dilakukan dengan akta di bawah tangan tidak memiliki hak kebendaan melainkan

(47)

diberikan oleh Undang-Undang Jaminan Fidusia, para kreditor hendaknya

(48)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

A. Pengertian Jaminan Fidusia

Fidusia adalah suatu lembaga jaminan yang bersifat perorangan, yang kini

banyak dipraktikkan dalam lalu – lintas hukum perkreditan atau pinjam – meminjam.

Lembaga ini hanya kalah dalam besarnya kredit yang disalurkan, akan tetapi lebih

banyak yang menempuh perjanjian kredit ini.8

Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia.

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan fidusia (UUJF) juga

mengunakan istilah Fidusia.9

a. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas kepercayaan dengan

ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam

penguasaan pemilik benda.

Dalam Pasal 1 UUJF memberikan pengertian fidusia dan jaminan fidusia

sebagai berikut :

b. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud

maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak

dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang – undang

8

John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 4.

9

(49)

Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam

penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang

memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap

kreditor lainnya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UUJF diatas mengenai pengertian jaminan

fidusia, UUJF secara tegas menyatakan bahwa jaminan fidusia adalah agunan atas

kebendaan atau jaminan kebendaan yang memberikan kedudukan kepada penerima

fidusia yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya, dimana hak ini tidak

hapus karena adanya kapailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia untuk menggambil

pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Fidusia sebagai salah satu jaminan adalah unsur pengaman kredit bank, yang

dilahirkan dengan diawali oleh perjanjian kredit bank. Hal ini melihat bahwa

perjanjian jaminan fidusia memiliki karakter assessor, yang dianut oleh UUJF, di

dalam pemberian perjanjian jaminan selalu diikuti dengan adanya perjanjian yang

mendahukui yaitu perjanjian utang – piutang yang disebut dengan perjanjian pokok.

Perjanjian jaminan ini tidak dapat berdiri sendiri, perjanjian ini harus mengikuti

perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokok berakhir maka perjanjian jaminan

juga akan berakhir.

Sebagai salah satu perjanjian assessoir dari suatu perjanjian pokok yang

menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa

memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai

(50)

Sebagai suatu perjanjian assesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat

sebagai berikut :

1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok.

2. Keabsahan semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok.

3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang

disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak terpenuhi.10

Selain memiliki sifat diatas, jaminan fidusia juga memiliki beberapa

unsur-unsur yaitu :

a. Adanya hak jaminan

b. Adanya objek, yaitu benda bergerak / tidak bergerak

c. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia

d. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor.11

Sebagai salah satu hak kebendaan, jaminan fidusia menganut prinsip droit de

preference, yaitu hak didahulukan terhadap kreditor lain untuk mengambil pelunasan

piutangnya atas hasil eksekusi benda jaminan, dan hak tersebut tidak dapat di hapus

karena kepailitan dan likuidasi si pemberi fidusia. Dengan adanya prinsip mendahului

ini, kreditor pemegang hak jaminan fidusia dapat langsung mengeksekusi hak-

haknya atas benda jaminannya untuk memenuhi utang dari debitur, hal ini juga

10

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, PT. Grafindo Persada, Jakarta, hal. 131.

11

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan mana seperti yang dialami Bangkok Bank Public Company Limited sebagai kreditor pemegang sertifikat jaminan fidusia yang tidak dapat melakukan eksekusi

STATUS DAN KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DIBEBANI FIDUSIA YANG DITERIMA KREDITUR DALAM HAL DEBITUR PAILIT (Presfektif Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah kedudukan perlindungan hukum kreditor pemegang Hak Tanggungan dan tenaga kerja apabila debitor

Ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut, dapat diketahui bahwa Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditur lainnya, yaitu

Dalam penjelasan Pasal 17 Undang-Undang Jaminan Fidusia, disebutkan bahwa “ fidusia ulang yang dilakukan oleh si pembei fidusia, baik debitor maupun penjaminan

Kreditor separatis adalah kreditor yang memiliki hak jaminan kebendaan, seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dan lain-lain (Pasal 55 UU

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat

(2) Hak didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi