• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Propagul Rhizophora stylosa Setelah Proses Pemeraman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan Propagul Rhizophora stylosa Setelah Proses Pemeraman"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN PROPAGUL Rhizophora stylosa

SETELAH PROSES PEMERAMAN

SKRIPSI

OLEH:

AHMAD TARMIZI SIMATUPANG 061202033/BDH

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pertumbuhan Propagul Rhizophora stylosa Setelah Proses Pemeraman

Nama Mahasiswa : Ahmad Tarmizi Simatupang

NIM : 061202033

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Dr. Budi Utomo, SP.MP

Ketua Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Kehutanan

(3)

ABSTRAK

Upaya penanganan benih setelah pengunduhan propagul yang matang dari pohon penting dilakukan, dalam upaya peningkatan mutu bibit untuk rehabilitasi hutan mangrove, apalagi bila penanaman tidak segera dilakukan dilapangan, hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kemunduran benih pada saat ditanam. Proses pemeraman merupakan cara untuk mempertahankan viabilitas propagul pada saat disimpan, selain dapat mempercepat perkecambahan juga dapat menghilangkan aroma segar sehingga mengurangi intensitas serangan hama.

Penelitian ini menggunakan propagul Rhizophora stylosa dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 4,2,8,10,12,14, dan 16 hari peram. Parameter yang diamati mulai dari tinggi, diameter, luas daun, berat kering tajuk dan akar serta rasio perbandingan berat kering tajuk dan akar. Hasil penelitian menunjukka n pemeraman 8 hari memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit Rhizophora stylosa dengan tinggi 7,40, diameter 0,43 cm, luas daun 13,45 cm2, berat kering tajuk 1,16 g, berat kering akar 1,21 g dan rasio perbandingan tajuk/akar 0,95 g.

(4)

ABSTRACT

The effort of managing seed after picked mature seed from important trees have been done, in the effort of the seed quality improvement for mangrove woods rehabilitation, even less is the planting didn’t do immediately in the field, these things worried will affect seeds degeneration when planting. The repening process was the best way to defend the propagule viability when saving, beside can accelerate the sprouting also can make the fresh aroma disappear until decrease the pest attack intensity.

This research is using Rhizophora stylosa propagule with RAL (complete random design) by treatment 2,4,6,8,10,12,14, and 16 repening days. The monitoring parameters are height, diameter, leafs wide, crown dry weight, root dry weight and also ratio of the crown dry weight and root degree. The result of this research shows that 8 days repening giving the real effect to the growth of Rhizophora stylosa seeds with 7,40, diameter 0,43 cm, leafs wide 13,45 cm2, crown dry weight 1,16 g, root dry weight and the degree of crown and root ration is 0,95 g.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada 22 Desember 1988 dari Bapak Abdun Nur Simatupang dan Ibu Mastum. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Tahun 2000 penulis lulus dari SDN 060924 Medan, tahun 2003 lulus dari SMPN 15 Medan, tahun 2006 lulus dari SMA Muhammadiyah 1 Medan. Penulis masuk Universitas Sumatera Utara Program studi Budidaya Hutan melalui seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Tangkahan Kabupaten Langkat, hutan mangrove di Pulau Sembilan selam 10 hari, sebagai asisten praktikum Teknologi Benih Hutan, sebagai asisten lapangan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Aras Napal Kecamatan Besitang dan Pulau sembilan serta pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan di Perhutani Unit II Banyuwangi Utara selama satu bulan, mulai dari bulan Juni sampai bulan Juli. Penulis melakukan penelitian di kawasan hutan mangrove di Canang Belawan Medan selama dua bulan.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan Propagul Rhizophora stylosa Setelah Proses Pemeraman”.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampapikan terima kasih kepada Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. dan Dr. Budi Utomo, SP.MP selaku ketua dan anggota komosi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada ujian akhir.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan usulan penelitian ini.

(7)

DAFTAR ISI

Parameter Pengamatan ... 19

Pertambahan Tinggi Kecambah Sampai menjadi bibit ... 19

Pertambahan Diameter Kecambah Sampai menjadi bibit ... 19

Pengukuran Biomassa ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

Hasil ... 21

Parameter Pertumbuhan Tanaman... 21

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(9)

DAFTAR TABEL

No Hal. 1. Rataan pertumbuhan bibit R. stylosa berdasarkan rataan tinggi (cm), diameter (cm) dan luas daun (cm2)... 23 2. Rataan biomassa tajuk (g), biomassa akar (g) dan rasio

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal.

1. Tinggi rata-rata bibit R. stylosa... 41

2. Diameter rata-rata bibit R. stylosa... 43

3. Luas daun rata-rata bibit R. stylosa…………... 44

4. Biomassa tajuk bibit R. stylosa... 45

5. Biomassa akar bibit R. stylosa... 46

(12)

ABSTRAK

Upaya penanganan benih setelah pengunduhan propagul yang matang dari pohon penting dilakukan, dalam upaya peningkatan mutu bibit untuk rehabilitasi hutan mangrove, apalagi bila penanaman tidak segera dilakukan dilapangan, hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kemunduran benih pada saat ditanam. Proses pemeraman merupakan cara untuk mempertahankan viabilitas propagul pada saat disimpan, selain dapat mempercepat perkecambahan juga dapat menghilangkan aroma segar sehingga mengurangi intensitas serangan hama.

Penelitian ini menggunakan propagul Rhizophora stylosa dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 4,2,8,10,12,14, dan 16 hari peram. Parameter yang diamati mulai dari tinggi, diameter, luas daun, berat kering tajuk dan akar serta rasio perbandingan berat kering tajuk dan akar. Hasil penelitian menunjukka n pemeraman 8 hari memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit Rhizophora stylosa dengan tinggi 7,40, diameter 0,43 cm, luas daun 13,45 cm2, berat kering tajuk 1,16 g, berat kering akar 1,21 g dan rasio perbandingan tajuk/akar 0,95 g.

(13)

ABSTRACT

The effort of managing seed after picked mature seed from important trees have been done, in the effort of the seed quality improvement for mangrove woods rehabilitation, even less is the planting didn’t do immediately in the field, these things worried will affect seeds degeneration when planting. The repening process was the best way to defend the propagule viability when saving, beside can accelerate the sprouting also can make the fresh aroma disappear until decrease the pest attack intensity.

This research is using Rhizophora stylosa propagule with RAL (complete random design) by treatment 2,4,6,8,10,12,14, and 16 repening days. The monitoring parameters are height, diameter, leafs wide, crown dry weight, root dry weight and also ratio of the crown dry weight and root degree. The result of this research shows that 8 days repening giving the real effect to the growth of Rhizophora stylosa seeds with 7,40, diameter 0,43 cm, leafs wide 13,45 cm2, crown dry weight 1,16 g, root dry weight and the degree of crown and root ration is 0,95 g.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Meskipun demikian, kondisi hutan mangrove di Indonesia terus mengalami kerusakan dan pengurangan luas dengan kecepatan kerusakan mencapai 530.000 ha/tahun. Sementara laju penambahan luas areal rehabilitasi mangrove yang dapat terealisasi masih jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju kerusakannya yaitu, hanya sekitar 1.973 ha/tahun. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk memulihkan kembali hutan mangrove yang rusak agar dapat kembali memberikan fungsinya bagi kesejahteraan manusia dan menduku ng pembangunan wilayah pesisir. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya keberadaan mangrove dalam mendukung kehidupan perekonomian masyarakat pesisir perlu terus ditingkatkan, sehingga upaya rehabilitasi dan upaya pengelolaan mangrove dapat menjadi kunci keberhasilan pelestarian mangrove (Santoso, 2000).

(15)

di Propinsi Sumatera Utara sedang mengalami tekanan yang sangat hebat oleh berbagai bentuk kegiatan sehingga mengakibatkan hilangnya kawasan hutan mangrove sekitar ± 168.145 ha atau 85% dalam kurun waktu 14 tahun (Pasaribu, 2004).

Hutan mangrove merupakan jalur hijau yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomi. Berdasarkan hasil identifikasi tahun 1999-2000 luas potensial hutan mangrove di Indonesia ± 8,6 juta ha yang terdiri atas 3,8 juta ha dalam kawasan hutan dan 4,8 juta ha di luar kawasan. Pada saat ini 1,7 juta ha atau 44,73 % dari hutan mangrove yang berada dikawasan hutan dan 4,2 juta ha atau 87,50% dari hutan mangrove yang berada di luar kawasan hutan dalam kondisi rusak. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan oleh tindakan manusia dalam menggunakan sumber daya alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestariannya, seperti penebangan untuk keperluan kayu yang berlebihan maupun perubahan fungsi untuk kepentingan penggunaan lahan lainnya seperti tambak, pemukiman, industri dan pertambangan (Dephut, 2004).

(16)

Dalam hal rehabilitasi mangrove, ketentuan yang baik perlu dipenuhi agar ekosistem mangrove yang terbangun dapat memberikan fungsinya secara optimal (mengantisipasi bencana tsunami, peningkatan produktivitas tangkapan ikan serta penyerapan polutan perairan (Anwar dan Gunawan, 2007).

Sejauh ini, kegiatan rehabilitasi pantai masih sering berakhir dengan

kegagalan. Beberapa faktor penyebab yang umum dijumpai antara lain: rendahnya

kualitas bibit, tidak sesuainya lokasi penanaman, kesalahan memilih jenis

tanaman, serta pelaksana yang kurang berpengalaman. Hal-hal tersebut terjadi

karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai rehabilitasi pantai.

Disamping itu, minimnya pengalaman, terutama bagi para perencana dan

pelaksana kegiatan di lapangan, juga diyakini berdampak terhadap rendahnya

keberhasilan rehabilitasi pantai (Wibisono dkk., 2006).

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu

menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan

berkualitas tinggi dan siap tanam, maka peluang keberhasilan tumbuh di lapangan

akan tinggi. Sebaliknya, penggunaan bibit berkualitas rendah hanya akan

menyebabkan kegagalan kegiatan rehabilitasi (Wibisono dkk., 2006).

Salah satu cara untuk mendapatkan bibit yang berkualitas adalah dengan

(17)

Untuk beberapa jenis mangrove (Rhizophora mucronata, R. apiculata,

Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhiza), pemeraman propagul selama 5-10 hari

sangat disarankan. Selain dapat mempercepat proses perkecambahan dan

meningkatkan prosentase hidup tanaman, buah akan terhindar dari serangan hama

ketam atau kepiting. Berdasarkan penelitian, pemeraman buah bakau tidak boleh

lebih dari 30 hari karena akan mengurangi daya tumbuhnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh

pemeraman terhadap pertumbuhan propagul Rhizophora stylosa

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang waktu pemeraman terbaik untuk R. stylosa berkaitan dengan kegiatan penanganan benih mangrove pada saat sebelum ditanam dilapangan dalam kegiatan rehabilitasi

hutan mangrove.

Hipotesis

Pemeraman terhadap propagul R. stylosa dapat mempertahankan viabilitasnya dan mempercepat pertumbuhan.

(18)

Kerangka Pemikiran

(19)

Gambar 1. kerangka pemikiran pembibitan Pembibitan

Pemeraman propagul media kompos Degradasi

Pertanian

Pemukiman

Tambak Hutan mangrove (Rhizophora stylosa)

Rehabilitasi

Ukuran propagul

Ketersediaan bibit yang baik untuk

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Regenerasi mangrove secara alami dapat berlangsung lambat, karena perubahan kondisi tanah, pola hidrologi, dan terhambatnya suplai bibit. Regenerasi buatan pertama-tama harus memperbaiki pola hidrologi dan penanaman hanya dilakukan jika rekrutmen alami tidak mencukupi atau kondisi tanah menghalangi pemantapan alami. Penanaman mangrove telah berhasil dilaksanakan di Indonesia, Malaysia, India, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Kebanyakan spesies yang ditanam termasuk dalam famili Rhizophoraceae, Avicenniaceae, dan Sonneratiaceae (Kairo dkk., 2001).

(21)

Teknik restorasi meliputi introduksi biji atau propagul, anakan pohon, atau pohon yang lebih besar. Penanaman biji atau propagul dapat dilakukan secara langsung di area yang direstorasi, atau disemaikan dahulu (Setiawan dkk., 2003).

Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit bakau sebaiknya

menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara umum,

teknik pembibitan semua jenis bakau (Rhizophora spp.) relatif sama. Sebelum

melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus

dilakukan terlebih dahulu Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang Pemanenan

buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah

berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil buah yang

telah jatuh dengan sendirinya di bawah pohon induk. Buah yang dipilih sebaiknya

sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun. Ciri-ciri buah

bakau yang telah matang seperti cincin berwarna kekuningan. Untuk mendapatkan

(22)

pencucian, grading, pengemasan, pemeraman, penyimpanan dan pengangkutan (Dirjen PPHP Deptan, 2007).

Kemunduran benih adalah proses mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994).

Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985).

Terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini harus dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal (Panjaitan, 2010).

(23)

tidak mencampurkan komoditas yang mempunyai sifat/karateristik fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau satu proses (Dirjen PPHP Deptan, 2007).

Pemeraman memicu etilen yaitu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Secara tidak disadari, penggunaan etilen pada proses pematangan sudah lama dilakukan, jauh sebelum senyawa itu diketahui nama dan peranannya. Fungsi lain etilen adalah bekerja sama dengan zat pengatur tumbuh lain seperti auksin, giberelin dan sitokinin dalam mengakhiri masa pertumbuhan akar dan batang, pembentukan akar, merangsang induksi bunga dan merangsang pemekaran bunga (Aman, 1989).

Seberapa lama benih dapat tetap bertahan hidup pada lingkungan alaminya tergantung pada kondisi benih itu sendiri dan lingkungan sekitarnya. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan hidup untuk waktu yang lama. Hal ini disebut benih rekalsitran yaitu yang daya simpannya rendah, dan hanya dapat diperpanjang dengan penyimpanan pada kondisi yang terkendali. Penyusunan umum dijumpai pada mangrove genus Rhizophora, unit penyebaran adalah semai. Benih semacam ini dibiarkan berkecambah. Selama penyimpanan tersebut sebaiknya tidak dicoba untuk menurunkan kadar air (Schmidt, 2000).

Penyimpanan propagul selama 5-10 hari sangat disarankan. Selain dapat

mempercepat proses perkecambahan dan meningkatkan presentase hidup

(24)

Berdasarkan penelitian, penyimpanan buah bakau tidak boleh lebih dari 30 hari

karena akan mengurangi daya tumbuhnya (Wibisono dkk., 2006)

Hasil analisa sidik ragam data penelitian setelah 6 minggu nampak bahwa lama peram memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi kecambah R. mucronata. Peram selama 8 hari menunjukkan pertambahan tinggi kecambah yang lebih cepat dengan rata-rata sebesar (4,66 cm). Hal ini disebabkan karena lama peram 8 hari diduga dapat memotong masa dormansi dari kecambah (Sumitro, 2005).

Keberhasilan kegiatan pemeraman sangat bergantung dari keberhasilan pengelolaan komponen utama pemeraman yaitu ruang pemeraman, bahan pemacu pematangan dan buah yang diperam. Untuk mendapatkan hasil pemeraman bermutu baik, maka buah yang diperam harus sudah tua dan sehat (Sinar Tani, 2010).

Keadaan lembab mencegah terjadinya stres air secara langsung, tetapi dengan penyimpanan yang lama benih rekalsitran akan mengalami stres air. Ada dua komponen yang menyebabkan stres air karena metabolisme perkecambahan selama penyimpanan yaitu tingkat stres dan lamanya stres (Kustanti, 2002).

Kadar air awal media simpan sebelum kegiatan akan menentukan

viabilitas benih. Kadar air yang tinggi pada media simpan menyebabkan benih

lebih cepat berakar seperti yang terjadi pada benih yang disimpan dalam media

sabut kelapa pada ruang kamar (Anggraini, 2000).

(25)

digunakan sebagai bibit, dipilih yang telah cukup matang. Tanda-tanda kematangan buah ditunjukkan oleh keluarnya buah dari tangkai. Buah kemudian di simpan di tempat yang teduh. Penyimpanan itu dimaksudkan untuk menghilangkan bau buah segar yang dimiliki buah yang sangat disenangi oleh serangga, gastropoda dan kepiting. Setelah itu, mangrove siap untuk ditancapkan pada polibag (Dephut Propinsi Bali, 2007).

Cara memotong dormansi kecambah salah satunya dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab akan menghilangkan bahan penghambat pertumbuhan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan ( Lita, 2002).

Tahapan proses perkecambahan sebagai berikut: Tahap pertama dimulai dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi oleh protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegitan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh, pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji (Lita, 2002).

(26)

kebun pembibitan. Di Bali, pembibitan dilakukan terhadap Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Avicennia marina, Ceriops tagal, dan Xylocarpus granatum (Kitamura dkk., 1997).

Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkan media tanam yaitu tanah lumpur dari sekitar pembibitan. Untuk propagul jenis bakau dan tengar, benih dapat langsung di tanam dan sekaligus disapih pada kantong plastik atau botol air mineral bekas yang telah dilubangi bawahnya dan diisi media tanam (Khazali, 1999).

Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibag. Buah ditancapkan kurang lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10 benih, diikat menjadi satu agar tidak mudah rebah, ikatan dibuka setelah daun pertama keluar. Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan keluar setelah 3 bulan (Priyono dan Zaky, 2009).

Pertumbuhan merupakan hasil akhir interaksi dari berbagai proses fisiologis, dan untuk mengetahui mengapa pertumbuhan pohon berbeda pada berbagai variasi keadaan lingkungan dan perlakuan, diperlukan bagaimana proses fisiologis dipengaruhi oleh lingkungan (Kramer dan Kozlowski, 1979).

(27)

Pengaruh dari kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah berkembangnya daun yang lebih kecil. Air berfungsi sebagai pelarut dalam organisme hidup tampak amat jelas, misalnya pada proses osmosis (Ansori,1998).

Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi, transpirasi, fisiologi dan juga struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya, didalam kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan intensitas tinggi (Mac Nae, 1968).

Pada kondisi tanah yang sesuai seedling ini dapat berakar dan tumbuh dengan cepat. Terbentuknya Akar tunjang secara umum memiliki pola pertumbuhan yang kontinyu dan tidak terjadi fase istirahat dalam pertumbuhannya. Sifat pertumbuhan dari akar tunjang ini umumnya monopodial, namun pada fase dewasa yang mengalami reiterasi atau metamorfosis menunjukkan pertumbuhan yang dikotom ataupun simpodial. Pola percabangan umumnya pada bagian lateral dan pola terminal dijumpai pada akar yang mengalami reiterasi atau metamorfosis. Jumlah akar tunjang ini akan terus bertambah selama pertumbuhan dan perkembangan berlangsung karena pada fase dewasa peranan akar tunjang lebih dominan, (Dahlan dkk., 2008).

(28)

utuh lebih banyak serta pertumbuhan tunas dan akar lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan tunas dan akar pada semai yang berasal dari stek hipokotil. Pertumbuhan tunas dan akar pada stek hipokotil harus melalui beberapa tahap pertumbuhan dan perkembangan sampai terbentuknya akar dan tunas yang sempurna (Mulyani dkk., 1999).

(29)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember sampai Maret, bertempat di Desa Sicanang, Belawan dan Laboraturium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan adalah propagul R. stylosa yang sudah matang dengan ciri-ciri berupa propagul silindris berbintil agak halus, leher kotiledon kuning kehijauan, kotak plastik, polibag, kain basah, bambu, tali, tanah aluvial dan oven. Kemudian Alat yang digunakan adalah cangkul, parang, penggaris, jangka sorong, kamera digital dan alat tulis.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 6 ulangan. Yaitu :

a. Tidak diperam (A0)

(30)

h. Pemeraman selama 14 hari (A7) i. Pemeraman selama 16 hari (A8)

Pelaksanaan Penelitian Pemilihan Lokasi Pembibitan

Lokasi pembibitan diusahakan pada tanah lapang dan datar. Selain itu, hindari lokasi pembibitan di daerah ketam/kepiting atau mudah dijangkau kambing. Lokasi pembibitan diusahakan terendam air pasang. Untuk tempat pembibitannya dibuat sesuai kebutuhan, dalam penelitian ini dibuat 3 x 2,5 meter dengan naungan setinggi ± 1 meter yang terbuat dari daun nipah, kemudian di bagian tepi diberi jaring pembatas dimaksudkan untuk mencegah masuknya hewan ternak berupa kambing dan sejenisnya.

Penyediaan Propagul

(31)

Proses Pemeraman

Pemeraman dilakukan dengan menutupi propagul dengan kain yang telah dibasahi dan diletakkan dalam kotak plastik. Setelah diperam sesuai hari yang telah ditentukan propagul di tanaman pada polibag.

Media Tanam

Sebelum propagul ditancapkan pada polibag, persiapan media tanam dilakukan terlebih dahulu. Media tanamnya berupa tanah aluvial (lumpur) yang ada disekitar lokasi pembibitan. Tanah diambil dengan menggunakan cangkul, kemudian dimasukkan tanah tersebut pada masing-masing polibag yang telah disediakan hingga penuh.

Penanaman ke Dalam Polibag

(32)

Parameter Pengamatan

Pengamatan dilakukan 3 minggu setelah tanam dan parameter yang diamati adalah :

Pertambahan tinggi kecambah sampai menjadi bibit (cm)

Pengukuran dilakukan menggunakan penggaris dengan mengukur bagian awal titik tumbuh propagul.

Pertambahan Diameter kecambah sampai menjadi bibit (cm)

Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang dimana pada bagian batang propagul telah diberi tanda pengukuran kemudian diambil rata-ratanya.

Pengukuran biomassa (g)

(33)

timbang bobot keringnya, kemudian diovenkan lagi sampai mendapat bobot yang konstan. Setelah itu biomassa dihitung dengan menggunakan rumus :

Biomassa tajuk/akar = Bobot Basah – Bobot Kering Bobot kering

Setelah diperoleh biomassa tajuk dan akar diperoleh maka selanjutnya dihitung rasio perbandingan tajuk dan akar dengan rumus :

Rasio perbandingan tajuk/akar =

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Pertumbuhan Tanaman Tinggi Bibit R. stylosa

(35)

Diameter bibit R. stylosa (cm)

Pertambahan diameter bibit R. stylosa setelah proses pemeraman paling besar adalah pada bibit R.stylosa yang diperam selama 8 hari yaitu 0,43 cm dan yang terendah pada bibit R.stylosa yang diperam selama 16 hari yaitu 0,33 cm. Data diameter bibit R. stylosa setelah proses pemeraman propagul pada pengamatan 2 bulan, hasil analisis sidik ragam diameter bibitnya dapat dilihat Lampiran 2, memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit R. stylosa. Berikut rata-rata diameter bibit R. stylosa disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel tersebut dapat dilihat bahwa bibit R. stylosa yang diperam 8 hari menghasilkan rata-rata diameter yang paling besar, yaitu 0,43.cm, sedangkan rata-rata diameter terendah terdapat bibit R. stylosa yang diperam selama 16 hari yaitu 0,33 cm. Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %, menunjukka n bahwa perlakuan pemeraman 8 hari berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Untuk pemeraman 16, 14, 12, 10 dan tanpa pemeraman tidak berbeda nyata antara yang satu dengan yang lainnya tapi beda nyata dengan pemeraman 2, 4, 6 dan 8 hari. Kemudian pemeraman 4 dan 6 tidak berbeda nyata, tapi beda nyata dengan pemeraman yang lain.

Luas daun total bibit R. stylosa (cm2)

(36)

dilihat Lampiran 3, memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun total bibit Rhizophora stylosa. Rata-rata luas daun bibit Rhizophora stylosa disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa pemeraman propagul bibit R. stylosa memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata luas daun bibit dimana bibit R. stylosa yang diperam selama 8 hari menunjukkan angka tertinggi yaitu 13,45 cm2 dan rata-rata terendah terdapat pada pemeraman 16 hari yaitu 6,44 cm2. Uji Duncan dengan taraf 5% menunjukka n bahwa pemeraman 8 hari berbeda nyata dengan perlakuan lain terhadap pertambahan luas daun.

Berikut rataan pertumbuhan bibit R. stylosa berdasarkan rataan tinggi (cm), diameter (cm) dan luas daun (cm2) disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Rataan pertumbuhan bibit R. stylosa berdasarkan rataan tinggi (cm), diameter (cm) dan luas daun (cm2)

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Biomassa tajuk R. stylosa (g)

Biomassa tajuk bibit R. stylosa setelah proses pemeraman paling besar Perlakuan Rataan tinggi (cm) Rataan diameter

(37)

terendah pada bibit R. stylosa yang diperam selama 16 hari yaitu 0,56 g. Data Biomassa bibit R. stylosa setelah proses pemeraman propagul pada pengamatan 2 bulan, hasil analisis sidik ragam Biomassa tajuk dapat dilihat Lampiran 4, memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit R. stylosa. Berikut rata-rata Biomassa tajuk bibit R. stylosa disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa pemeraman propagul bibit R. stylosa memberikan pengaruh yang nyata terhadap Biomassa tajuk, dimana bibit R. stylosa yang diperam selama 8 hari menunjukkan angka tertinggi yaitu 1,16 g dan rata-rata terendah terdapat pada pemeraman 16 hari yaitu 0,56 g. Uji Duncan dengan taraf 5% menunjukka n bahwa pemeraman 8 hari berbeda nyata dengan perlakuan lain terhadap Biomassa tajuk. Untuk pemeraman 16, 14, 12, 10 dan tanpa pemeraman tidak beda nyata, tapi berbeda nyata dengan perlakuan 2, 4, 6 dan 8 hari peram. Untuk pemeraman 2, 4, dan 6 tidak berbeda nyata tetapi beda nyata dengan perlakuan yang lain.

Biomassa akar R. stylosa (g)

(38)

pengaruh yang nyata terhadap Biomassa akar, dimana bibit R. stylosa yang diperam selama 8 hari menunjukkan angka tertinggi yaitu 1,21 g dan rata-rata terendah terdapat pada pemeraman 16 hari yaitu 0, 76 g. Uji Duncan dengan taraf 5% menunjukkan bahwa pemeraman 8 hari berbeda nyata dengan perlakuan lain terhadap biomassa akar. Untuk pemeraman 16, 14, 12, 10, tanpa pemeraman dan 2 hari peram tidak beda nyata, tapi berbeda nyata dengan perlakuan 4, 6 dan 8 hari peram. Untuk pemeraman 2, dan 4 hari tidak berbeda nyata tetapi beda nyata dengan perlakuan yang lain

Rasio perbandingan Biomassa tajuk/akar R. stylosa (g)

(39)

Berikut rataan biomassa tajuk, akar dan rasio perbandingan tajuk/akar disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan biomassa tajuk (g), biomassa akar (g) dan rasio perbandingan tajuk/akar (g).

Bentuk bibit R. stylosa setelah proses pemeraman dapat dilihat pada gambar 3.

(A0)

(A0) (A1)

Perlakuan Rataan biomassa tajuk (g)

Rataan biomassa akar (g)

(40)

(A2) (A3)

(A4) (A5)

(41)

(A8)

Gambar 3. (A0 : kontrol), (A1 : Pemeraman 2 hari), (A2: Pemeraman 4 hari), (A3: Pemeraman 6 hari), (A4: Pemeraman 8 hari), (A5: Pemeraman 10 hari), (A6: Pemeraman 12 hari), (A7: Pemeraman 14 hari), (A8: Pemeraman 16 hari).

Pembahasan

Pembahasan

(42)

membuat kulit bagian luar daripada propagul menjadi retak-retak karena menampung kelebihan air atau bisa disebut sebagai peristiwa imbibisi. Akibat serapan air ini berbagai proses biokimia yang berlangsung pada benih akhirnya akan tercermin pada pertumbuhan dan perkembangan kecambah menjadi tanaman muda (bibit). Sesuai pernyataan Lita (2002) menjelaskan tahapan proses perkecambahan sebagai berikut: Tahap pertama dimulai dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi oleh protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegitan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh, pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji. Namun walau berpengaruh nyata tapi jika dilihat dari nilai yang diperoleh hasilnya tidak begitu jauh dengan kontrol, dengan kata lain tanpa pemeraman pun tidak jadi masalah, namun dalam upaya menjaga viabilitasnya penting dilakukan pemeraman dan yang paling baik dari hasil penelitian ini adalah peram 8 hari.

(43)

pemeraman 8 hari masih mengalami pertumbuhan yang normal namun pada pemeraman 10 hingga 16 hari walau radikula dan plumulanya tetap tumbuh namun perlahan mengalami penurunan pertumbuhan hal ini ditandai dari parameter yang diamati mulai dari tinggi, diameter, bobot kering tajuk/akar dan luas daun dimana nilai rata-rata untuk 10 hari peram yaitu 6,54 cm; 0,36 cm; 0,69 g; 0,85 g; dan 10 cm2 kemudian peram 12 hari yaitu 6,50 cm; 0,35 cm; 0,68 g; 0,83 g dan 9,77 cm2, untuk peram 14 hari yaitu 5,45 cm; 0,34 cm; 0,68 g; 0,82 g dan 8,81 cm2 kemudian peram 16 hari yaitu 5,07 cm; 0,33 cm; 0,56 g; 0,76 g dan 6,44 cm2. Sebagaimana pernyataan Wibisono (2006) bahwa penyimpanan propagul selama 5-10 hari sangat disarankan. Selain dapat mempercepat proses

perkecambahan dan meningkatkan presentase hidup tanaman, buah akan terhindar

dari serangan hama ketam atau kepiting. Berdasarkan penelitian, penyimpanan

buah bakau tidak boleh lebih dari 30 hari karena akan mengurangi daya

tumbuhnya.

(44)

ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. Sebagaimana menurut Sadjad (1994), kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih. Keadaan ini yang diduga pada pemeraman >10 hari pertumbuhan propagulnya tidak optimal karena pada kenyataannya bahwa Proses penurunan kondisi benih mulai dari ketika pertama masak fisiologis kondisinya tidak dapat dihentikan tetapi dapat dihambat, salah satu tekniknya adalah dengan kita melakukan pemeraman.

Dalam upaya peremajaan atau kegiatan rehabilitasi hutan mangrove sering kali terhambat masalah waktu. Terkadang pelaksanaan penanaman, tidak langsung disegerakan karena faktor tertentu misalnya bisa saja areal yang akan di rehabilitasi luas atau tenaga kerja yang terbatas, menjadikan pemeraman penting dilakukan pada propagul sesudah diunduh agar viabilitas benih bisa dipertahankan, apabila penanaman lebih cenderung menggunakan propagul langsung bukan bibit siap tanam.

Perkembangan pertumbuhan propagul yang diperam setelah terbentuknya

plumula dan radikula juga tidak lepas dari faktor lingkungan seperti substrat, air,

(45)

keseluruh bagian tubuh tanaman seperti batang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mac Nae (1968), yang menyatakan bahwa masalah penting pertama untuk proses diferensiasi (penebalan dinding sel) adalah ketersediaan karbohidrat. Hasil asimilasi yang tersedia lebih dari cukup bagi kebutuhan untuk pertumbuhan secara normal, merupakan akibat adanya faktor-faktor yang lebih membatasi pertumbuhan dibandingkan membatasi fotosintesis, seperti kekurangan cahaya matahari.

Pertambahan luas daun bibit R. stylosa setelah proses pemeraman sangat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan air. Apabila bibit R. stylosa kekurangan air, bibit tersebut akan mati. Oleh karena itu air sangat penting dalam pertumbuhannya. Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor yang mengakibatkan pertumbuhannya tidak maksimal. Dalam hal ini air dimaksudkan adalah air laut. Apabila lokasi pembibitan tidak terkena air laut pada saat pasang, maka bibit pertumbuhan R. stylosa tidak akan maksimal. Sesuai dengan pernyataan dari Ansori (1998), yang menyatakan bahwa pengaruh dari kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah berkembangnya daun yang lebih kecil. Air berfungsi sebagai pelarut dalam organisme hidup tampak amat jelas, misalnya pada proses osmosis.

(46)

saling menekan dengan hasil bahwa sehelai daun yang mulanya layu akan menjadi segar. Sesuai dengan fungsinya air adalah penjaga turgiditas yang penting bagi perbesaran sel dan pertumbuhan. Turgor penting dalam membuka dan menutup stomata, pergerakan daun dan pergerakan bunga dan terutama dalam variasi struktur tanaman.

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pertumbuhan bibit R. stylosa yang paling baik berasal dari pemeraman 8 hari yang terlihat pada pertambahan tinggi, diameter, biomassa tajuk/akar dan luas daun tertinggi yaitu 7,40 cm, 0.43 cm, 1,16/1,21 g dan 13,450 cm2, sedangkan rata-rata yang paling rendah berasal dari propagul yang diperam 16 hari yaitu 2,57 cm, 0,22 cm, 0,56/0,76g dan 6,44 cm2 . Walaupun begitu tanpa pemeraman hasilnya juga tidak jauh perbedaannya dengan adanya pemeraman, tapi diperoleh bahwa pemeraman 8 hari dapat menjaga viabilitas propagul dari pada pemeraman 10,12,14, dan 16 hari peram yang ditandai dengan tingkat pertumbuhan yang rendah

Saran

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y.N. 2000. Pengaruh Media Simpan, Ruang Simpan dan Lama Simpan Terhadap Viabilitas Propagul Rhizophora apiculata. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ansori, S. 1998. Studi Sifat Fisik dan Pasang Surut Air Laut terhadap Penyebaran jenis Rhizophora Hutan Mangrove Pantai Tempora Jatim. Fahutan. IPM Anwar, C. dan Gunawan, H. 2007. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis

Hutan Mangrove Dalam Mendukung Pembangunan wilayah Pesisir. Prosiding. Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. 20 September 2006, Padang. pp 23-24 Bengen, D. G. dan Adrianto. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem

Mangrove. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Copeland. L.O. dan M.B. Mc. Donald. 1985. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. New York. 369 p.

Dahlan, Z, Sarno, dan Barokah, A. 2008. Model Arsitektur Akar Lateral dan Akar Tunjang Bakau (Rhizophora apiculata Blume). Jurnal Penelitian Sains Volume 12 No 2:12-20

Dedi, S. 2008. Ekosistem Mangrove. Ekologi Laut Tropis. Institut Pertanian Bogor.

[Dephut] Propinsi Bali. 2007. Tanaman Bakau Jenis Rhizophora mucronata. Bali. http//www.dephut.co.id [1 September 2010].

Dephut. 2004. Statistik Kehutanan Indonesia, Frorestry Statistics of Indonesia 2003. Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan. Jakarta

Dirjen PPHP Deptan. 2007. Penanganan Pasca Panen Buah. Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Kairo, J.G., F Dahdouh-Guebas, J. Bosire, and N. Koedam. 2001. Restoration and management of mangrove systems — a lesson for and from the East African region. South African Journal of Botany 67:383-389.

(49)

Kramer, D. J. and T. T Kozlowsky. 1960. Physiology of Trees. McGraw Hill Book Company Inc. New York.

Kustanti, A. 2002. Efektivitas Teknik Penyimpanan Dalam Mempertahankan Viabilitas Propagul Rhizophora mucronata. [Tesis]. IPB. Bogor.

Lita, S. 2002. Tekhnologi Benih. Fakultas Pertanian UNBRAW. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mac Nae, W. 1968. “A General Account of Fauna and Flora of Mangrove Swamps and Forest in The Indowest- Pasific Region.” Dalam: Adv. Mar. Boil.

Mas’ud, P. 1993. Telaah kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung.

Mulyani, N, Kusmana, C dan Supryanto. 1999. Pengkajian Penerapan Teknik Budidaya Rhizophora mucronata dengan Stek Hipokotil. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V No. 1 : 57-65.

Panjaitan, S. 2010. Kemunduran Benih Rekalsitran. http://panjaitansumitro. Blogspot.com [ 13 Januari 2011].

Pasaribu, N. 2004. Krisis Hutan Mangrove di Sumatera Utara Dan Alternatif Solusinya. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.

Priyono, A., Zaky A. R. 2009. Bahan Ajar Mangrove: Modul Diklat Mangrove (DIKROVE) KHKT 2009 untuk Calon Anggota KeSEMaT (CAMaT) IX 2009/2010 – Mari Belajar Mangrove. Departemen Perpustakaan KeSEMaT. Semarang.

Sadjad, S.1994. Kuantifikasi metabolisme benih. PT Widia Sarana Indonesia, Jakarta

Santoso. N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah Disampaikan Pada Lokakarya Nasional Pengembangan System Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia.

Schmidt, L. 2000. Guide to Handle of Tropical and Subtropical Forest Seed. Danida Seed Forest Center. Denmark.

(50)

Sinar Tani. 2010. Merekayasa Kematangan Suatu Buah dengan Pemeraman. Sinar tani

Sumitro, 2005. Pengaruh Waktu Peram Terhadap Pertumbuhan Kecambah Rhizophora Mucronata. [Skripsi] Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNIDAYAN. Baubau.

Wetlands, 2010. Rhizophora stylosa. [20

November 2010].

Gambar

Gambar 2.
Tabel 1. Rataan pertumbuhan bibit R. stylosa berdasarkan rataan tinggi (cm), diameter (cm) dan luas daun (cm2)
Tabel 2. Rataan biomassa tajuk (g), biomassa akar (g) dan rasio perbandingan tajuk/akar (g)

Referensi

Dokumen terkait

Gula merah kelapa merupakan sumber penghasilan utama warga Desa Medono Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo. Adanya nilai ekonomis dari usaha pengolahan gula merah

Tungku berbahan bakar fosil (kompor minyak tanah, kompor batubara, kompor gas) menghasilkan emisi sulfur (SO 2 ) lebih tinggi daripada tungku berbahan bakar biomassa..

Berdasarkan data hasil penelitian siswa kelas X, XI dan XII SMA Trisakti Baturaja untuk pertanyaan pertama sebagian besar menyenangi kosakata berbentuk kata umum

Oleh sebab itu, peran guru dalam mengembengkan multimedia pembejaran berbasis video sangatlah membantu pesrta didik karena semua kegiatan belajar mengajar

Sebuah pusat perbelanjaan bertema industri kreatif dengan konsep city walk dapat menjadi wadah yang pas selaras dengan perkembangan sektor komersil dan pariwasata

Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah proses mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam

Berdasarkan data IHPB Provinsi Kalimantan Timur yang dicatat dalam bentuk bulanan dari bulan Januari 2002 - Desember 2006 dan Januari 2009 - September 2013 dilakukan

Penelitian membuktikan bahwa lansia perempuan yang tidak memiliki teman baik kurang puas akan hidupnya dibanding yang mempunyai teman baik, dan sejalan dengan penelitian sebelumnya