• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata Setelah Proses Pemeraman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata Setelah Proses Pemeraman"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN PROPAGUL Rhizophora mucronata SETELAH PROSES PEMERAMAN

SKRIPSI

Oleh

NICO ARMEDI SIHOMBING 071202036

BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata Setelah Proses Pemeraman

Nama : Nico Armedi Sihombing

NIM : 071202036

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Yunasfi, M.Si) (Dr. Budi Utomo, SP,MP)

Mengetahui :

Ketua Program Studi

(3)

ABSTRACT

NICO ARMEDI SIHOMBING. Rhizophora mucronata PROPAGULES GROWTH PROCESS AFTER CURING. Guided by Dr. Ir.YUNASFI, M.Si., and Dr.BUDI UTOMO. SP, MP.

The handling of seed after picked a mature propagules from important trees in an effort to improve the quality of seedlings for the rehabilitation of mangrove forests, especially if planting is done in the field immediately. It is feared will lead to deterioration of seed at planting. Curing process is a way to maintain the viability of propagules at the time saved, but can speed up germination also can eliminate the scent of fresh, thereby reducing the intensity of pest attacks.

This research uses Rhizophora mucronata propagules with a Completely Randomized Design (CRD) with treatments 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 and 16 days of curing. Parameters observed from the high, diameter, leaf area, canopy and root dry weight and dry weight ratio of crown and root. The results showed 6 days of curing a real influence on the growth of Rhizophora mucronata seedlings height to the height of 0.55 cm diameter 12.21, 13.45 cm2 leaf area, canopy biomass 1.89 g, 1.61 g of root biomass and the ratio crown / root 1.26 g.

(4)

ABSTRAK

NICO ARMEDI SIHOMBING. PERTUMBUHAN PROPAGUL RHIZOPHORA

mucronata SETELAH PROSES PEMERAMAN. Dibimbing oleh Dr. Ir.

YUNASFI, M.Si., dan Dr. BUDI UTOMO, SP, MP.

Upaya penanganan benih setelah pengunduhan propagul yang matang dari pohon penting dilakukan dalam upaya peningkatan mutu bibit untuk rehabilitasi hutan mangrove apalagi bila penanaman tidak segera dilakukan dilapangan. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kemunduran benih pada saat ditanam. Proses pemeraman merupakan cara untuk mempertahankan viabilitas propagul pada saat disimpan, selain dapat mempercepat perkecambahan juga dapat menghilangkan aroma segar sehingga mengurangi intensitas serangan hama. Penelitian ini menggunakan propagul Rhizophora mucronata dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 hari peram. Parameter yang diamati mulai dari tinggi, diameter, luas daun, berat kering tajuk dan akar serta rasio perbandingan berat kering tajuk dan akar. Hasil penelitian menunjukkan pemeraman 6 hari memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit Rhizophora mucronata dengan tinggi 12,21 diameter 0,55 cm, luas daun 13,45 cm2 , biomassa tajuk 1,89 g, biomassa akar 1,61 g dan rasio perbandingan tajuk/akar 1,26 g.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada 11 Juni 1989 dari Bapak P.Sihombing dan Ibu H. Siadari. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SD Swasta Kalam Kudus, tahun 2004 lulus dari SMPN 1 Pematangsiantar, tahun 2007 lulus dari SMAN 4 Pematangsiantar dan pada tahun yang sama, penulis masuk Universitas Sumatera Utara Program studi Budidaya Hutan melalui seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk selama 10 hari.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik .

Judul penelitian ini adalah “Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata Setelah Proses Pemeraman”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP,MP selaku anggota. Serta kepada orangtua penulis yang telah memberi dukungan baik moril maupun materil dan kepada semua teman - teman yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kehutanan.

Medan, Maret 2012

(7)

DAFTAR ISI

Karakteristik Hutan Mangrove ... 7

Kelebihan Hutan Mangrove ... 8

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembibitan Rhizophora mucronata ... 8

Taksonomi Rhizophora mucronata ... 11

METODE PENELITIAN ... 13

Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Rancangan Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 14

Pemilihan Lokasi Pembibitan Rhizophora mucronata ... 14

Penyediaan Propagul Rhizophora mucronata ... 14

Proses Pemeraman Propagul Rhizophora mucronata ... 14

Media Tanam Rhizophora mucronata ... 14

Penanaman Propagul Rhizophora mucronata ke Polybag ... 15

Parameter yang Diamati ... 15

Pertambahan tinggi kecambah Propagul Rhizophora mucronata sampai menjadi bibit (cm) ... 15

Pertambahan diameter kecambah kecambah Propagul Rhizophora mucronata sampai menjadi bibit (cm) ... 15

Luas daun Rhizophora mucronata (cm2) ... 16

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Hasil ... 17

Tinggi Bibit Rhizophora mucronata (cm)... 17

Diameter Bibit Rhizophora mucronata (cm) ... 17

Luas Daun Bibit Rhizophora mucronata (cm2) ... 17

Bobot Kering Tajuk Rhizophora mucronata (g) ... 18

Bobot Kering Akar Rhizophora mucronata (g) ... 19

Rasio Perbandingan Bobot Kering Tajuk/Akar Rhizophora mucronata (g) ... 19

Pembahasan ... 20

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

Kesimpulan ... 25

Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

GRAFIK ... 28

(9)

DAFTAR TABEL

.. Halaman

1. Pertumbuhan bibit Rhizophora mucronata berdasarkan tinggi rata-rata (cm),diameter rata-rata (cm) dan

luas daun rata-rata (cm) ... 18 2. Biomassa tajuk rata-rata (g), biomassa

akar rata-rata (g) dan rasio perbandingan biomassa

(10)

DAFTAR GAMBAR

.. Halaman

1. Grafik Tinggi Bibit Rhizophora mucronata rata-rata (cm) ... 28

2. Grafik Diameter Bibit Rhizophora mucronata rata-rata (cm) ... 29

3. Grafik Luas Daun Bibit Rhizophora mucronata rata-rata (cm) ... 30

4. Grafik Berat Kering Tajuk Rhizophora mucronata rata-rata (g) ... 31

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

.. Halaman

1. Tinggi Bibit Rhizophora mucronata rata-rata (cm) ... 33

2. Diameter Bibit Rhizophora mucronata rata-rata (cm) ... 35

3. Luas Daun Bibit Rhizophora mucronata rata-rata (cm) ... 37

4. Berat Kering Tajuk Rhizophora mucronata rata-rata (g)... 38

5. Berat Kering Akar Rhizophora mucronata rata-rata (g) ... 39

(12)

ABSTRACT

NICO ARMEDI SIHOMBING. Rhizophora mucronata PROPAGULES GROWTH PROCESS AFTER CURING. Guided by Dr. Ir.YUNASFI, M.Si., and Dr.BUDI UTOMO. SP, MP.

The handling of seed after picked a mature propagules from important trees in an effort to improve the quality of seedlings for the rehabilitation of mangrove forests, especially if planting is done in the field immediately. It is feared will lead to deterioration of seed at planting. Curing process is a way to maintain the viability of propagules at the time saved, but can speed up germination also can eliminate the scent of fresh, thereby reducing the intensity of pest attacks.

This research uses Rhizophora mucronata propagules with a Completely Randomized Design (CRD) with treatments 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 and 16 days of curing. Parameters observed from the high, diameter, leaf area, canopy and root dry weight and dry weight ratio of crown and root. The results showed 6 days of curing a real influence on the growth of Rhizophora mucronata seedlings height to the height of 0.55 cm diameter 12.21, 13.45 cm2 leaf area, canopy biomass 1.89 g, 1.61 g of root biomass and the ratio crown / root 1.26 g.

(13)

ABSTRAK

NICO ARMEDI SIHOMBING. PERTUMBUHAN PROPAGUL RHIZOPHORA

mucronata SETELAH PROSES PEMERAMAN. Dibimbing oleh Dr. Ir.

YUNASFI, M.Si., dan Dr. BUDI UTOMO, SP, MP.

Upaya penanganan benih setelah pengunduhan propagul yang matang dari pohon penting dilakukan dalam upaya peningkatan mutu bibit untuk rehabilitasi hutan mangrove apalagi bila penanaman tidak segera dilakukan dilapangan. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan kemunduran benih pada saat ditanam. Proses pemeraman merupakan cara untuk mempertahankan viabilitas propagul pada saat disimpan, selain dapat mempercepat perkecambahan juga dapat menghilangkan aroma segar sehingga mengurangi intensitas serangan hama. Penelitian ini menggunakan propagul Rhizophora mucronata dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 hari peram. Parameter yang diamati mulai dari tinggi, diameter, luas daun, berat kering tajuk dan akar serta rasio perbandingan berat kering tajuk dan akar. Hasil penelitian menunjukkan pemeraman 6 hari memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit Rhizophora mucronata dengan tinggi 12,21 diameter 0,55 cm, luas daun 13,45 cm2 , biomassa tajuk 1,89 g, biomassa akar 1,61 g dan rasio perbandingan tajuk/akar 1,26 g.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan hutan mangrove secara berlebihan untuk berbagai kegiatan dapat menyebabkan hutan mangrove akan rusak dan lahan akan menjadi terbuka. Akibat dari itu tanah sebagai tempat tumbuh menjadi rusak sehingga hutan mangrove tidak lagi melanjutkan fungsinya sebagai penahan dari abrasi pantai. Hal tersebut akan mengganggu tata air,salinitas akan meningkat dan akan menurunkan kadar keasaman tanah (Soeroyo, 1993)

Sejalan dengan semakin berkembangnya pembangunan di berbagai sektor, intensitas pemanfaatan hutan mangrove oleh sektor kehutanan dan sektor non kehutanan semakin meningkat. Berbagai praktek pemanfaatan mangrove saat ini sering mengabaikan asas kelestarian fungsi ekologisnya. Hal ini mengakibatkan banyak lahan hutan mangrove yang terdegradasi, bahkan hilang sama sekali digantikan dengan penggunaan lain seperti tambak, perumahan, lahan pertanian dan lain-lain. Untuk merehabilitasi areal mangrove yang telah mengalami kerusakan maka dilakukan penelitian tentang pertumbuhan propagul Rhizophora mucronata setelah pemeraman yang nantinya akan diperoleh bibit berkualitas yang baik pertumbuhannya, sehingga nantinya bibit ini dapat digunakan untuk merehabilitasi hutan mangrove yang telah terdegradasi.

(15)

1.973 ha/tahun. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memulihkan kembali hutan mangrove yang rusak agar dapat kembali memberikan fungsinya bagi kesejahteraan manusia dan mendukung pembangunan wilayah pesisir. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya keberadaan mangrove dalam mendukung kehidupan perekonomian masyarakat pesisir perlu terus ditingkatkan, sehingga upaya rehabilitasi dan upaya pengelolaan mangrove dapat menjadi kunci keberhasilan pelestarian mangrove (Santoso, 2000).

Kegiatan rehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman jenis mangrove sudah dimulai sejak tahun Sembilan-puluhan. Data penanaman mangrove dari Depatemen Kehutanan dari tahun 1999 hingga 2003 telah terealisasi seluas 7.890 ha namun tingkat keberhasilannya masih sangat rendah. Data ini menunjukkan laju rehabilitasi hutan mangrove hanya sekitar 1.973 ha/tahun. Di samping itu, masyarakat juga tidak sepenuhnya terlibat dalam upaya rehabilitasi mangrove, bahkan dilaporkan adanya kecenderungan gangguan terhadap tanaman oleh masyarakat karena perbedaan kepentingan (Departemen Kehutanan, 2004).

(16)

kegiatan di lapangan juga diyakini berdampak terhadap rendahnya keberhasilan rehabilitasi pantai (Wibisono dkk, 2006).

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan berkualitas tinggi dan siap tanam, maka peluang keberhasilan tumbuh di lapangan akan tinggi. Sebaliknya, penggunaan bibit berkualitas rendah hanya akan menyebabkan kegagalan kegiatan rehabilitasi(Wibisono dkk, 2006).

Salah satu cara untuk mendapatkan bibit yang berkualitas adalah dengan pemeraman (ripening). Pemeraman adalah proses untuk merangsang pematangan buah agar matang merata dengan menggunakan bantuan gas karbit atau etilen dan harus diperhatikan karakteristik biologis dan fisiologis dari komoditas tersebut dengan tidak mencampurkan komoditas yang mempunyai sifat / karakteristik

fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau satu proses (Dirjen PPHP Deptan, 2007).

Untuk beberapa jenis mangrove (Rhizophora mucronata,R. apiculata,

Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhiza), pemeraman propagul selama 5-10 hari

(17)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh pemeraman terhadap pertumbuhan propagul Rhizophora mucronata.

Hipotesis

Pemeraman terhadap propagul Rhizophora mucronata dapat mempertahankan viabilitasnya dan mempercepat pertumbuhan.

Manfaat Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang di dominasi oleh beberapa spesies/semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh di perairan asin. Hutan mangrove merupakan hutan yang khas, di dominasi oleh tumbuhan yang relatif toleran terhadap perubahan salinitas, berada di tepi pantai atau muara sungai, dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove tumbuh di daerah tropis, pada pantai- pantai yang terlindung atau pantai- pantai yang datar. Hutan mangrove tidak tumbuh pada pantai yang terjal atau memiliki ombak besar(Nybakken, 1992).

Rhizophora mucronata merupakan pohon tinggi dengan akar tunggang

(19)

Setiap vegetasi mangrove yang terbentuk berkaitan erat dengan kondisi tanah, drainase tanah, topografi, pasang surut dan salinitas air laut. Di setiap daerah vegetasi mangrove umumnya akan membentuk zonasi yang berbeda- beda pada setiap tingkat komunitas yang mempunyai ecological niche yang khas yang didominasi oleh satu jenis atau beberapa jenis saja. Walaupun demikian setiap mangrove mempunyai persamaan fisiologis yang khas dan struktur adaptasi dengan ecological preference tertentu (Monk,et al, 2000).

Secara umum, penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara menanam langsung buah mangrove(propagul) ke areal penanaman dan melalui persemaian bibit. Penanaman secara langsung tingkat kelulusan hidupnya rendah (sekitar 20-30%). Hal ini karena pengaruh arus air laut pada saat pasang dan pengaruh predator. Sedangkan dengan cara persemaian dan pembibitan, tingkat kelulusan hidupnya relative tinggi yaitu sekitar 60- 80% (Taniguchi et al, 1999).

Penyebaran Hutan Mangrove

Indonesia merupakan negara kaya yang mempunyai hutan mangrove terluas di dunia, sebaran terumbu karang yang eksotik,rumput laut yang terdapat di hampir sepanjang pantai. Menurut Noor, dkk (1999) Indonesia merupakan Negara yang mempunyai luas hutan mangrove terluas di dunia dengan keragaman hayati terbesar di dunia dan struktur paling bervariasi di dunia.

(20)

kerusakan baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari berbagai aktifitas manusia.

Manfaat Hutan Mangrove

Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini, peranan mangrove bagi lingkungan dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak merugikan di rasakan di berbagai tempat (Noor dkk.,1999).

Karakteristik Hutan Mangrove Tanah

Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya alluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku dengan persentasi liat tinggi yang tinggi, dari tanah liat biru, dengan sedikit atau tanpa bahan organik, sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak mengandung pasir dan bahan organik (Widhiastuti, 1996).

Salinitas

(21)

Menurut De Haan dalam Samingan (1995) salinitas bervariasi dari hari ke hari dan dari musim ke musim. Selama siang hari salinitas lebiih tinggi dibandingkan pada musim hujan. Demikian pula musim pasang, salinitas akan turun dan cenderung untuk naik kembali bila surut .

Kelebihan Hutan Mangrove

Hutan mangrove memiliki kelebihan, antara lain :

a. Hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

b. Memiliki perakaran yang mampu meredam gerak pasang surut air laut dan mampu terendam dalam air yang kadar garamnya tinggi.

c. Memiliki kemampuan regenerasi tinggi.

d. Kecenderungan untuk membentuk tegakan homogen.

e. Produknya beragam bahkan dapat dibuat arang tannin,chip (kayu kecil yang diekspor untuk korek api), kayu kontuksi dan lain- lain (Muin, 2001)

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pembibitan Rhizophora mucronata 1. Salinitas

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda- beda. Beberapa diantaranya secara selektifmampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnay mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor, 1999).

(22)

tumbuhan subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppm. Salinitas yang sangat tinggi misalnya ketika salinitas air permukaan melebihi salinitas yang umum di laut (kurang lebih 35 ppm) dapat berpengaruh buruk pada vegetasi mangrove, karena dampak dari tekanan osmotik yang negative. Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian perairan secara umum menjadi kerdil (Onrizal dan Kusmana, 2004).

2. Tanah

Sebagian besar jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah endapan lumpur terakumulasi. Di Indonesia substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata (Kint, 1934).

Hutan mangrove tanahnya selalu basah, mengandung garam, mempunyai sedikit oksigen dan kaya akan bahan organik. Bahan organik yang terdapat di dalam tana, terutama berasal dari sisa tumbuhan yang diproduksi oleh mangrove sendiri. Serasah secara lambat diuraikan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur dan lainnya.Selain itu juga terjadi sedimen halus dari partikel kasar, seperti potongan batu, pecahan kulit kerang dan siput. Biasanya tanah mangrove kurang membentuk lumpur berlempung dan warnanya bervariasi dari abu-abu sampai hitam (Soeroyo, 1993).

3. Cahaya

(23)

tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan intensitas tinggi (Macnae, 1987).

4. Suhu

Pada Rhizophora spp, Ceriops spp, Exocoecaria spp dan Lumnitzera spp, laju tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28oC, untuk Bruguiera spp adalah 27oC dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada suhu 18- 20oC (Hutchings dan Saenger, 1987).

5. Pasang Surut

Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dam menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pada areal yang selalu tergenang hanya Rhizophora mucronata yang tumbuh baik, sedangkan

Bruguiera spp dan Xylocarpus spp jarang mendominasi daerah yang sering

tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi organisme mangrove (Ansori, 1998).

Taksonomi Rhizophora Mucronata

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

(24)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili :

Genus :

Spesies : Rhizophora mucronata

Pemeraman Propagul Rhizophora mucronata

Kemunduran benih adalah proses mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad,1994).

Terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini harus dihindari. Hasil-hasil peenlitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih. Perlakuan pada benih berguna untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal (Panjaitan, 2010).

(25)

penyimpanan sebaiknya tidak dicoba untuk menurunkan kadar airnya (Schmidt, 2000).

Kadar air awal media simpan akan berpengaruh terhadap viabilitas benih. Kadar air yang tinggi pada media simpan menyebabkan benih lebih cepat berakar seperti yang terjadi pada benih yang disimpan dalam media sabut kelapa pada ruang kamar (Anggraini, 2000).

Pemeraman benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Widodo, 1991).

Keberhasilan kegiatan pemeraman sangat tergantung dari keberhasilan pengelolaan komponen utama pemeraman yaitu ruang pemeraman, bahan pemacu pematangan dan buah yang diperam. Untuk mendapatkan hasil pemeraman

bermutu baik maka buah yang diperam harus sudah tua dan sehat (Sinar Tani, 2010).

(26)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pantai Gudang Garam, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober sampai Januari 2012. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah propagul Rhizophora mucronata yang sudah matang dengan ciri- ciri berupa propagul silindris berbintil agak halus, leher kotiledon kuning kehijauan, kotak plastik, polybag, kain basah, bambu, tali, tanah alluvial dan oven. Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, parang, penggaris, jangka sorong, kamera digital dan alat tulis.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 9 perlakuan dan 6 ulangan, perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : a. Tidak diperam (control)

(27)

Pemilihan Lokasi Pembibitan

Lokasi pembibitan adalah tanah lapang dan datar. Selain itu,lokasi tersebut bebas dari kepiting dan tidak mudah dijangkau oleh hewan-hewan lainnya. Lokasi pembibitan terendam waktu pasang dan bebas genangan ketika surut. Bedeng untuk tempat pembibitan dibuat 3 x 2,5 meter dengan naungan setinggi 1 meter yang terbuat dari daun nipah, kemudian di bagian tepi diberi jaring pembatas yang berfungsi untuk mencegah masuknya hewan ternak berupa kambing dan sejenisnya.

Penyediaan Propagul

Pengambilan propagul dilakukan dengan cara memetik langsung dari pohon induk. Propagul yang dipetik adalah propagul yang sudah matang dan berkualitas baik dimana propagul yang sudah matang ditandai dengan berubahnya warna hipokotil menjadi kuning dan terdapat cincin pada leher kotiledon. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mamanjat atau menggunakan galah. Pilih propagul yang betul – betul matang dengan kondisi sehat dan segar.

Proses Pemeraman

Pemeraman dilakukan dengan menutupi propagul dengan kain yang telah dibasahi dan diletakkan dalam kotak plastik Setelah di peram sesuai dengan perlakuan selanjutnya propagul ditanam pada polibag.

Media Tanam

(28)

lain yang mengganggu. Tanah diambil dengan cangkul, selanjutnya dimasukkan kedalam polibag hingga penuh.

Penanaman Ke dalam Polibag

Propagul yang sudah diberi perlakuan ditanam kedalam polibag yang telah berisi tanah dengan kedalaman 10 cm. Pada bagian dasar titik tumbuh diberi tanda yang dijadikan sebagai batas pengukuran. Selama proses pembibitan, penyiraman dilakukan bila perlu saja yaitu saat air pasang tidak sampai pada lokasi pembibitan serta pemeliharaan tanaman dilakukan tiap minggu seperti pencabutan rumput dan menyingkirkan hama kepiting dan lainnya dari lokasi pembibitan bila ada.

Parameter Pengamatan

Pengamatan dilakukan 3 minggu setelah tanam (3MST) dan parameter yang diamati adalah:

Pertambahan tinggi kecambah sampai menjadi bibit (cm)

Pengukuran dilakukan menggunakan penggaris dengan mengukur bagian awal titik tumbuh propagul.

Pertambahan diameter kecambah sampai menjadi bibit (cm)

(29)

Luas daun Rhizophora mucronata (cm2)

Pengukuran luas daun dilakukan pada akhir pengamatan data. Daun yang diambil adalah daun yang telah berkembang dengan sempurna. Perhitungan daun dengan menggunakan program autocad.

Pengukuran Bobot Kering (g)

Pengukuran bobot kering dilakukan setelah selesai pengamatan yaitu dua bulan pengamatan. Terlebih dahulu menimbang bobot basah bibit Rhizophora

mucronata dengan cara memisahkan bagian tanaman, daun dan batang serta akar

dimana daun, batang disatukan dan akar dimasukkan ke dalam masing-masing kantung sampel yang kemudian ditimbang. Selanjutnya setelah ditimbang bobot basahnya, bibit Rhizophora mucronata dimasukkan ke dalam oven selama 48 jam dengan suhu 70oC lalu ditimbang bobot keringnya, kemudian diovenkan lagi sampai mendapat berat yang konstan. Setelah itu dihitung biomassa dengan menggunakan rumus :

Setelah itu dihitung juga rasio perbandingan tajuk/akar dengan rumus :

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Bibit Rhizophora mucronata

Tinggi bibit R. mucronata setelah proses pemeraman yang terbesar berasal dari propagul yang diperam selama 6 hari yaitu 26,91 cm dan yang terkecil berasal dari propagul R. mucronata yang diperam selama 16 hari , yaitu 21,50 cm. Analisis sidik ragam tinggi bibit R. mucronata dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari lampiran 1 dapat diketahui bahwa pemeraman berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit R.mucronata. Adapun tinggi bibit R.mucronata rata-rata untuk semua perlakuan disajikan pada Tabel 1 dan Grafik 1.

Diameter Bibit Rhizophora mucronata

Diameter bibit R .mucronata setelah pemeraman yang terbesar berasal dari propagul R.muconata yang diperam selama 6 hari yaitu 0,71 cm dan yang terkecil berasal dari propagul R. mucronata yang diperam selama 16 hari yaitu 0,56 cm. Analisis sidik ragam diameter bibit R. mucronata dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari Lampiran 2 dapat diketahui bahwa pemeraman tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter bibit R. mucronata. Adapun diameter bibit R.

mucronata rata-rata untuk semua perlakuan disajikan pada Tabel 1 dan Grafik 2.

Luas Daun Bibit Rhizophora mucronata

(31)

hari yaitu 19,62 cm2. Analisis sidik ragam luas daun bibit R. mucronata dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Lampiran 3 dapat diketahui bahwa pemeraman tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan luas daun bibit R. mucronata. Adapun luas daun bibit R. mucronata rata-rata untuk semua perlakuan disajikan pada Tabel 1 dan Grafik 3.

Berikut pertumbuhan bibit R. mucronata berdasarkan tinggi rata-rata, diameter rata-rata dan luas daun rata-rata disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan bibit R. mucronata berdasarkan tinggi rata-rata, diameter rata-rata dan luas daun rata-rata.

Biomassa Tajuk Rhizophora mucronata

(32)

Biomassa Akar Rhizophora mucronata

Biomassa akar bibit R. mucronata setelah proses pemeraman yang terbesar berasal dari propagul R. mucronata yang diperam selama 6 hari yaitu 1,61 g dan yang terkecil berasal dari propagul R. mucronata yang diperam selama 16 hari yaitu 0,83 g. Analisis sidik ragam berat kering akar dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari Lampiran 5 dapat diketahui bahwa pemeraman tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan biomassa akar bibit R. mucronata. Adapun biomassa akar

R. mucronata rata-rata disajikan pada Tabel 2 dan Grafik 5.

Rasio Perbandingan Biomassa Tajuk/Akar Rhizophora mucronata

Rasio perbandingan biomassa tajuk/akar bibit R. mucronata setelah pemeraman yang terbesar berasal dari propagul R. mucronata yang diperam selama 4 hari yaitu 1,26 g dan yang terkecil berasal dari propagul R. mucronata yang diperam selama 0 hari yaitu 1,56 g. Analisis sidik ragam rasio perbandingan bobot kering tajuk/akar dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari Lampiran 6 dapat diketahui bahwa pemeraman tidak berpengaruh nyata terhadap rasio perbandingan bobot kering tajuk/akar bibit R. mucronata. Adapun rasio perbandingan bobot kering akar/tajuk bibit R. mucronata rata-rata disajikan pada Tabel 2.

(33)

Tabel 2. Biomassa tajuk rata-rata, biomassa akar rata-rata dan rasio perbandingan

(34)

Lita (2002) bahwa proses perkecambahan terdiri atas beberapa tahap, yaitu : tahap pertama dimulai dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi oleh protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, penbesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh,pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji.

(35)

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman. Sebagaimana menurut Sadjad (1994), kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunya viabilitas benih. Keadaan ini yang diduga pada pemeraman 16 hari. Pertumbuhan propagulnya tidak optimal karena pada kenyataannya bahwa proses penurunan kondisi benih mulai dari ketika pertama masak fisiologisnya kondisinya tidak dapat dihentikan tetapi dapat dihambat.

Dalam upaya peremejaan atau kegiatan rehabilitasi hutan mangrove sering kali terhambat masalah waktu. Terkadang pelaksanaan penanaman, tidak langsung dilakukan karena faktor tertentu misalnya bisa saja areal yang akan direhabilitasi luas tetapi tenaga kerja terbatas, kemudian faktor lokasi peremajan dan lokasi asal propagul. Hal ini menjadikan pemeraman penting dilakukan pada propagul sesudah diunduh agar viabilitas benih dapat dipertahankan apabila penanaman lebih cenderung menggunakan propagul langsung, bukan bibit siap tanam.

(36)

diameter batang adalah meristem lateral. Menurut Gardner dkk.(1991) bahwa meristem lateral menghasilkan sel-sel baru yang memperluas diameter suatu organ. Kambium vaskuler merupakan suatu meristem yang membentuk xylem dan floem. Jaringan muda ini juga berkembang karena respon tanaman dalam menyerap unsur hara yang dibutuhkannya untuk berfotosintesis. Pertumbuhan diameter batang dari bibit R. mucronata juga sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis pada saat penanaman dilapangan. Hasil fotosintesis yang berupa karbohidrat ini dapat disuplai ke seluruh bagian tubuh tanaman seperti batang.

Pertambahan luas daun bibit R. mucronata setelah proses pemeraman sangat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan air. Apabila bibit R. mucronata kekurangan air, bibit tersebut akan mati. Oleh karena itu air sangat penting dalam pertumbuhannya. Kekurangan air pada tanaman terjadi karena transpirasi yang berlebihan yang mengakibatkan pertumbuhannya tidak maksimal. Dalam suatu daun, volume sel dibatasi oleh dinding sel dan relatif hanya sedikit aliran air yang dapat diakomodasikan oleh elastisitas dinding sel. Konsekuensi tekanan hidrostatis (teganan turgor) berkembang dalam vakuola menekan sitoplasma melawan permukaan dalam dinding sel dan meningkatkan potensial air vakuola. Dengan naiknya tekanan turgor, sel-sel yang berdekatan saling menekan dengan hasil bahwa sehelai daun yang mulanya layu akan menjadi segar. Sesuai dengan fungsinya, air adalah penjaga turgiditas yang penting bagi perbesaran sel dan pertumbuhan. Turgor penting dalam membuka dan menutup stomata, pergerakan daun dan pergerakan bunga terutama dalam variasi struktur tanaman.

(37)
(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Viabilitas propagul R. mucronata dapat dipertahankan dengan cara pemeraman sampai 14 hari pemeraman, dimana pemeraman terbaik di dapat pada pemeraman selama 6 hari. Sebaliknya propagul mengalami kemunduran benih pada pemeraman 16 hari yang ditandai dengan pertumbuhan yang terjadi secara perlahan.

Saran

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Ansori, S.1998. Studi Fisik dan Pasang Surut Air Laut terhadap Penyebaran Jenis Rhizophora Hutan Mangrove Pantai Tampora Jatim. Fahutan. IPM. Malang.

Arief, A.2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Bengen, D. G dan Adrianto. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Departemen Kehutanan. 2004. Statistik Kehutanan Indonesia. Forestry Statistic of

Indonesia 2003. Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan.

Jakarta.

Dirjen PPHP Deptan. 2007. Penanganan Pasca Panen Buah. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Gardner, F. P.,R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

Hutching, P. And P. Saenger. 1987. Ecology of Mangrove. University of Queensland Press. Auatralia.

Lita, S. 2002. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian UNIBRAW. Raja Grafindo Persada Jakarta.

Mac Nae, W. 1986. “A General Account of Fauna and Flora of Mangrove Swamps and Forest in The Indowest- Paasific Region.-”Dalam : Adv. Mar. Biol.

Monk, K. A. Y. Fretes dan G. R. Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Seri Ekologi Indonesia. Buku 5. Penerbit Prenhallindo. Jakarta.

Nyakben, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis(Eidman, M. Dkk, Penerjemah). PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Onrizal dan C. Kusmana. 2004. Kajian Ekologi Hutan Pantai di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Teluk. Jakarta. Jurnal Komunikasi Penelitian 16(6):77 – 82.

(40)

Rusila Noor, Y.,M. Khazali, dan I N. N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.

Sadjad, S.1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Widia Sarana Indonesia, Jakarta

Samingan, T. 1995. Type – type Vegetasi (Pengantar Dendrologi). Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi. IPB Bogor.

Santoso. N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah Disampaikan Pada Lokakarya Nasional Pengembangan System Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta,Indonesia.

Soerianegara, L. 1987. Masalah Penetuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Jakarta.

Soeroyo, 1993. Pertumbuhan Mangrove dan Permasalahannya. Buletin Ilmiah INSTIPER. Yogyakarta.

Taniguchi, K.,S. Takashima, O. Suko.1999. Manual Silvikultur Mangrove Untuk Bali dan Lombok. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia and Japan International Cooperation Agency. Bali.

Wibisono, I.T, Priyanto, E. B, dan Suryadiputra, I.N. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi Pantai : Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Wetlands International – Indonesia Programme. Bogor.

(41)
(42)
(43)

Grafik 2. Grafik Diameter Bibit Rhizophora mucronata Rata-rata (cm)

(44)

Grafik 3. Luas Daun Bibit Rhizophora mucronata Rata-rata (cm2)

(45)

Grafik 4. Grafik Biomassa Tajuk Bibit Rhizophora mucronata Rata-rata (g)

(46)

Lampiran 5. Grafik Biomassa Akar Rhizophora mucronata Rata-rata (g)

(47)

Lampiran 1. Tinggi Bibit Propagul Rhizophora mucronata Setelah Proses Pemeraman Pada Pengamatan 2 Bulan (cm)

Pengamatan tinggi ke(12 MST)

(48)
(49)

Lampiran 2. Diameter Bibit Propagul Rhizophora mucronata Setelah Proses Pemeraman

Pada Pengamatan 2 bulan (cm)

Pengamatan diameter ke -(12 MST)

(50)
(51)

Lampiran 3. Luas Daun Bibit Rhizophora mucronata

Perlakuan Ulangan Total

(52)

Lampiran 4. Biomassa Tajuk Propagul Rhizophora mucronata

Perlakuan Ulangan Total

(53)
(54)
(55)

DOKUMENTASI LAPANGAN

(56)
(57)
(58)
(59)

Gambar

Tabel 1. Pertumbuhan bibit R. mucronata berdasarkan tinggi rata-rata, diameter rata-rata dan luas daun rata-rata
Tabel 2. Biomassa tajuk rata-rata, biomassa akar rata-rata dan rasio perbandingan tajuk/akar rata-rata
Grafik 1. Grafik Tinggi Bibit Rhizophora mucronata Rata-rata (cm)
Grafik 2. Grafik Diameter Bibit Rhizophora mucronata Rata-rata (cm)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bedasarkan tabel 4.3 bahwa guru dan muid kelas VII dan VIII SMP Muhammadiyah 23 Kemalang Keputran Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten mengenai persepsi tentang

siklus I dan siklus II .... Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... Lembar Pengamatan Kualitas Proses... Soal Postes Siklus I

Salah satu cara untuk membungkus hadiah yang telah disiapkan tentu saja, membuat sendiri GiftBox dengan ukuran yang diinginkan, dan tentu saja yang dengan bungkus yang bisa

Dari hasil penelitian Santosa, (2003) telah dibuat tauwa dengan bahan baku kedelai dengan proporsi kacang hijau dan penambahan tapioka dengan menggunakan penggumpal CaSO4.

PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE HEURISTIK SILVER MEAL.. DI PT CLASSIC PRIMA

Dengan hormat, Dengan Surat ini kami sampaikan bahwa SMP ... / SMA ... / PGRI ... akan menyelenggarakan Workshop Pendidikan Bagi Para Guru Kecamatan ...

Sehubungan dengan Kegiatan Pengadaan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Outsourcing Cleaning Service Kantor OJK Tasikmalaya Tahun Anggaran 2017, panitia pengadaan

Studi aliran beban adalah penentuan atau perhitungan tegangan, arus, daya aktif, faktor daya dan daya reaktif yang terdapat pada berbagai titik dalam suatu